ASUS Umumkan Dua PC Desktop ExpertCenter, D3 Tower dan D5 SFF

ASUS telah mengumumkan dua PC desktop terbarunya, ExpertCenter D3 Tower (D300TA) dan ExpertCenter D5 SFF (D500SA) yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan bisnis mulai dari UKM hingga enterprise. ExpertCenter D3 Tower merupakan PC desktop full tower, sedangkan ExpertCenter D5 SFF hadir sebagai PC desktop berukuran kecil yang lebih fleksibel namun tetap powerful yang cocok untuk kantor dengan ruang terbatas.

Salah satu keunggulan produk PC desktop ASUS ExpertCenter adalah fitur keamanannya. Baik ExpertCenter D3 Tower maupun ExpertCenter D5 SFF, mereka dilengkapi dengan beberapa lapisan keamanan seperti memiliki Kensington Security Slot dan Padlock Slot Prevent untuk mencegah pencuri mengambil DC desktop tersebut.

Dua PC desktop ExpertCenter itu juga dilengkapi dengan fitur Trusted Platform Module (TPM) yang menyimpan password dan kunci enkripsi secara lebih aman. Serta, dilengkapi fitur yang memungkinkan IT administrator untuk mengunci penggunaan port USB sehingga menjamin keamanan data bisnis yang ada di dalamnya.

ExpertCenter D3 Tower dan ExpertCenter D5 SFF juga lebih mudah untuk di-manage berkat dukungan aplikasi ASUS Business Manager dan ASUS Control Center. Aplikasi khusus tersebut memungkinkan IT administrator untuk melakukan manajemen terhadap semua unit ExpertCenter D3 Tower dan ExpertCenter D5 SFF yang digunakan oleh tim. Fitur manajemen tersebut antara lain remote management, kontrol terhadap software dan hardware, hingga task scheduling.

ASUS ExpertCenter D3 Tower (D300TA)

ExpertCenter-2

ExpertCenter D3 Tower menggunakan case khusus dan telah lolos uji ketahanan berstandar militer AS (MIL-STD 801G). Durabilitasnya tidak hanya dari segi case, tetapi juga dari hardware yang diusungnya. Berbekal motherboard ASUS yang sudah menggunakan 100% solid capacitor dan teruji ketahanannya, sehingga dapat memberikan kinerja yang stabil bahkan dalam skenario penggunaan ekstrem.

Untuk menambah nilai Cost To Ownership (CTO), ASUS merancang ExpertCenter D3 Tower agar mudah di-upgrade dan diganti setiap komponennya. Di mana memiliki slot ekspansi yang beragam sehingga dapat mengikuti kebutuhan bisnis di masa depan. Secara keseluruhan ExpertCenter D3 Tower dapat menampung tiga media penyimpanan, memiliki ruang ekstra untuk kartu grafis, dan dapat dipasangi WiFi card.

Soal performa, ExpertCenter D3 Tower telah menggunakan chipset Intel H410 yang kompatibel dengan jajaran prosesor 10th Gen Intel Core dari i3-10100 hingga i7-10700. Serta, didukung dengan konfigurasi RAM DDR4 hingga 64GB dan bagi yang memerlukan performa grafis ekstra, ASUS menyediakan opsi kartu grafis hingga NVIDIA GeForce GTX 1650 dalam paket penjualannya.

ExpertCenter D3 Tower juga dilengkapi dengan port yang sangat lengkap. Selain port modern seperti HDMI dan USB Type-A, terdapat juga port VGA dan LAN di bagian panel belakangnya. Untuk memudahkan penggunanya, ASUS menyematkan beberapa port di bagian panel depannya, yaitu USB Type-A dan dua 3.5mm audio port.

ASUS ExpertCenter D5 SFF (D500SA)

ExpertCenter-4

ExpertCenter D5 SFF hadir sebagai PC desktop dengan desain small form-factor, yang cocok digunakan di ruang kantor terbatas. Meski memiliki bentuk yang minimalis dan hemat ruang, ExpertCenter D5 SFF tetap powerful untuk menunjang berbagai kebutuhan bisnis. Sama seperti saudaranya, case ExpertCenter D5 SFF telah mengantongi sertifikasi uji ketahanan militer AS (MIL-STD 810G) dan menggunakan motherboard ASUS.

ExpertCenter D5 SFF juga tetap menawarkan opsi upgrade dengan hassle-free upgrade, yaitu fitur yang memungkinkan pengguna ExpertCenter D5 SFF untuk mengganti SATA HDD dan SSD, serta ODD (Optical Disk Drive) tanpa menggunakan alat bantu tambahan. Fitur tersebut penting bagi pelaku bisnis di mana upgrade komponen terutama untuk media penyimpanan dan ODD lebih sering dilakukan. Pengguna ExpertCenter D5 SFF juga dapat melakukan upgrade RAM, menambahkan kartu grafis, dan WiFi card.

Performanya didukung oleh prosesor 10th Gen Intel Core, dari i3-10100 hingga i7-10700. Dengan opsi konfigurasi kartu grafis tambahan dan penggunaan SSD, ASUS juga menyediakan opsi RAM berkapasitas hingga 64GB. Soal konektivitas, ExpertCenter D5 SFF dilengkapi dengan port yang lengkap termasuk USB Type-A, DisplayPort dan HDMI, serta port legacy seperti VGA dan PS/2. Di panel depannya, ASUS menyediakan 3.5mm audio port, USB Type-A, serta opsi untuk menambahkan smart card reader dan SD card reader.

Di Indonesia ASUS menjual ExpertCenter D3 Tower (D300TA) dengan harga mulai Rp8.499.000 dan Rp8.699.000 untuk ExpertCenter D5 SFF (D500SA). Dalam waktu dekat, ASUS juga akan membawa ExpertCenter D5 Mini Tower (D500MA). Sesuai dengan namanya, PC desktop ini mengusung case dengan desain mini tower yang fleksibel dan memiliki nilai CTO yang baik sehingga cocok sebagai solusi komputasi untuk menjalankan bisnis.

Sony Umumkan Generasi Baru PS VR untuk PS5

Eksistensi PlayStation 5 mungkin membuat kita lupa akan keberadaan PlayStation VR. Namun ternyata Sony sama sekali belum lupa dengan sistem virtual reality besutannya tersebut. Malahan, Sony sedang sibuk mengembangkan sistem VR baru untuk menemani PS5 nantinya.

Sony memang belum punya banyak detail mengenainya, dan seperti apa wujudnya juga belum ada yang tahu. Terlepas dari itu, Sony mengklaim bahwa PS VR generasi baru ini bakal menghadirkan lompatan yang signifikan dari segi performa maupun elemen-elemen interaktifnya.

Lewat sebuah blog post, Sony juga sempat menyinggung soal peningkatan resolusi maupun field of view. Kinerja tracking dan kontrol yang lebih baik juga menjadi prioritas. Singkat cerita, yang bakal dirombak bukan hanya unit headset-nya saja, tapi juga unit controller-nya, yang disebut bakal meminjam sejumlah fitur unggulan milik controller DualSense. Semoga saja yang dimaksud adalah adaptive trigger dan haptic feedback.

Aspek kenyamanan dan kemudahan penggunaan pun turut mendapat perhatian khusus. Menurut Sony, headset PS VR baru ini hanya membutuhkan satu kabel saja untuk menyambung ke PS5, dan mereka memastikan bahwa ini tidak akan berdampak buruk pada kualitas visual yang disajikan.

Untuk jadwal rilisnya, Sony memastikan bahwa PS VR generasi baru ini tidak akan hadir di tahun 2021. Kendati demikian, CEO Sony Interactive Entertainment, Jim Ryan, sempat bilang bahwa mereka akan segera merilis development kit dalam waktu dekat. Harapannya mungkin supaya ketika perangkatnya telah siap untuk diungkap ke publik, Sony sudah punya beberapa game VR untuk didemonstrasikan bersamanya.

Bakal ada lebih banyak lagi game PS yang dirilis di PC

Days Gone / Sony Interactive Entertainment
Days Gone / Sony Interactive Entertainment

Dalam wawancaranya bersama GQ, Jim Ryan juga sempat membeberkan sejumlah detail lain yang tidak kalah menarik. Utamanya adalah rencana Sony untuk merilis lebih banyak lagi judul game eksklusif mereka di PC. Seperti yang kita tahu, tahun lalu Sony sudah membuat kejutan dengan merilis Horizon Zero Dawn di PC.

Judul eksklusif berikutnya yang akan menyusul jejak Horizon Zero Dawn adalah Days Gone, dengan estimasi jadwal rilis di musim semi. Ketika ditanya apa alasan Sony menerapkan strategi baru ini, Jim bilang bahwa mereka ingin meraup untung lebih banyak dari penjualan game, terlebih karena ongkos pembuatan game itu sendiri terus naik dari waktu ke waktu.

Days Gone baru satu dari beberapa game yang sudah direncanakan, dan mudah sekali bagi para gamer PC seperti saya untuk membayangkan judul-judul macam Marvel’s Spider-Man, God of War, The Last of Us, maupun seri Uncharted sebagai kandidat-kandidat selanjutnya yang bakal hadir di PC. Kalaupun masih harus menunggu lebih lama lagi, saya bersedia.

Sumber: PlayStation Blog. Gambar header: Depositphotos.com.

Jajaran Komponen PC Edisi Khusus ASUS X GUNDAM Series Akan Segera Hadir di Indonesia

Ada orang yang hobi PC building, ada juga yang hobi merakit Gunpla. Dalam beberapa kesempatan, ada juga yang mencoba menggabungkan keduanya, dan apabila Anda termasuk sebagai salah satunya, ASUS Indonesia punya penawaran yang menarik buat Anda.

Mereka baru saja mengumumkan kehadiran jajaran komponen PC edisi khusus ASUS X Gundam Series di tanah air. Seri terbatas yang sudah hadir lebih dulu di Tiongkok pada tahun 2020 kemarin ini nantinya bakal tersedia dalam dua versi: White Version (Gundam Edition) yang terinspirasi oleh RX-78-2 Gundam, dan Red Version (Zaku II Edition) yang terinspirasi oleh MS-06S Char’s Zaku II.

Beberapa komponen PC edisi khusus ASUS X GUNDAM Series yang akan diluncurkan meliputi kartu grafis, motherboard, AIO cooler, PSU, casing, monitor, sampai periferal seperti headset, keyboard, mouse, serta mousepad. Komponen PC edisi khusus ini akan dijual secara terpisah maupun dalam satu set PC siap rakit yang tentunya hanya akan dijual dalam jumlah terbatas.

ASUS X GUNDAM Series / ASUS Indonesia

ASUS Indonesia akan membagi peluncuran ini dalam dua sesi penjualan. Sesi pertama akan dimulai pada bulan Maret, disusul oleh sesi kedua di bulan April. Pada setiap sesi, ASUS akan meluncurkan beberapa jajaran produk komponen PC yang dapat dipesan secara eksklusif melalui ASUS Official Store, serta beberapa mitra resmi yang sudah ditunjuk.

Supaya lebih menarik lagi, ASUS Indonesia juga telah menyiapkan bundel promo action figure Gundam sebagai merchandise pembelian komponen PC edisi khusus ASUS X GUNDAM Series dengan syarat dan ketentuan berlaku. Pembahasan lengkap dari setiap seri yang akan diluncurkan akan diumumkan dalam beberapa waktu mendatang.

ASUS berharap bahwa dengan hadirnya ASUS X GUNDAM Series di Indonesia, mereka dapat memenuhi kebutuhan para penggemar Gundam, khususnya kalangan PC builder enthusiast yang mengedepankan komponen PC dengan inovasi terbaik serta tampil dalam balutan desain yang futuristis.

GPD Win 3 Adalah Handheld Gaming PC yang Sanggup Menjalankan Sederet Game AAA

Januari lalu, Alienware menyingkap Concept UFO, sebuah perangkat handheld mirip Nintendo Switch, tapi yang dibekali komponen PC tulen. Sayang sekali, sesuai dengan namanya, perangkat tersebut sejauh ini masih sebatas konsep, dan Nintendo Switch pun sampai saat ini masih merajai kategori handheld console tanpa ada perlawanan yang berarti.

Ide akan sebuah gaming PC yang dapat digenggam memang bukan hal baru, akan tetapi eksekusinya selama ini bisa dibilang belum begitu matang. Salah satu pabrikan yang sangat getol bereksperimen dengan gaming PC berukuran mini adalah GPD. Perusahaan asal Tiongkok ini memang belum lama berdiri, akan tetapi portofolio produknya sudah mencakup banyak perangkat yang semuanya mengadopsi rancangan yang amat portabel.

Yang terbaru, mereka tengah bersiap untuk meluncurkan GPD Win 3, sebuah handheld gaming PC yang sanggup menjalankan beragam game AAA dengan lancar. Saat melihat wujudnya, tampak jelas bahwa desainnya terinspirasi oleh Nintendo Switch maupun Alienware Concept UFO tadi. Bedanya, sepasang controller di sisi kiri dan kanannya itu tidak bisa dilepas.

Sebagai gantinya, layar GPD Win 3 justru bisa digeser ke atas sehingga pengguna dapat mengetik menggunakan keyboard QWERTY di baliknya. Namun ketimbang menjejalkan keyboard fisik, GPD lebih memilih menyematkan touch keyboard demi memangkas tebal perangkat semaksimal mungkin.

Layarnya sendiri menggunakan panel IPS 5,5 inci dengan resolusi 720p. Penggunaan resolusi HD ketimbang FHD ini menurut saya merupakan keputusan tepat. Daripada memaksakan resolusi FHD tapi game-nya tidak bisa stabil di 60 fps, lebih baik sedikit mengorbankan kualitas visual demi mendapatkan pengalaman bermain yang mulus – saya bilang sedikit karena 720p akan tetap kelihatan tajam di layar sekecil ini, dan itu bisa dibuktikan oleh kepadatan pixel-nya yang berada di angka 268 ppi.

Performanya ditunjang oleh prosesor Intel generasi ke-11 (Tiger Lake). GPD menyediakan dua model untuk Win 3. Model yang pertama dengan prosesor Core i5-1135G7 dan GPU Intel Xe yang dibekali 80 Execution Unit (EU). Model yang kedua dengan prosesor Core i7-1165G7 dan GPU Intel Xe yang dibekali 96 EU.

Kedua model sama-sama dilengkapi dengan RAM LPDDR4-4266 berkapasitas 16 GB serta SSD PCIe 3.0 sebesar 1 TB, dan GPD tidak lupa menyematkan sepasang heat pipe beserta satu kipas pendingin demi memastikan performanya tetap optimal selama sesi gaming berlangsung.

Performanya ini tidak main-main. GPU Intel Xe sendiri sudah terbukti mumpuni untuk menjalankan beragam judul permainan AAA, dan ketika dipadukan dengan resolusi 720p ketimbang 1080p, performanya jelas bakal lebih mulus lagi di GPD Win 3 ini. Video demonstrasi dari GPD menunjukkan Win 3 sanggup menjalankan Borderlands 3 stabil di 60 fps, dan mereka bahkan sempat menjajalnya dengan Microsoft Flight Simulator maupun Red Dead Redemption 2.

Dari segi kontrol, Win 3 mengusung layout yang mungkin sudah sangat dikenal oleh kalangan gamer: sepasang joystick di kiri-kanan, tombol D-Pad di kiri, empat tombol action di kanan, dan empat tombol trigger di atas. GPD tidak lupa menambahkan dua tombol ekstra di bagian punggung Win 3 yang dapat diprogram sesuai kebutuhan, semisal untuk menggantikan tombol “Esc” sehingga pemain tidak perlu repot membuka keyboard-nya setiap kali hendak menekan tombol tersebut.

Di ujung kanan bawah, terdapat sensor sidik jari untuk membuka kunci layar secara mudah. Tombol pengatur volume, jack mikrofon sekaligus headphone, port USB-A maupun USB-C (Thunderbolt 4) semuanya ada, dan seandainya itu masih kurang, GPD juga menawarkan dock eksternal untuk Win 3 yang akan memberikan akses ke sambungan ekstra seperti HDMI atau Ethernet.

Baterai Win 3 diklaim punya kapasitas 44 Wh, dan ini diperkirakan cukup untuk dipakai bermain game berat selama 2 – 3 jam. Charging-nya sendiri hanya memerlukan waktu sekitar 1,5 jam jika menggunakan adapter 65 W.

Semuanya itu ditawarkan dalam harga $799 saja untuk varian Core i5, atau $899 untuk varian Core i7. Seperti sebelum-sebelumnya, GPD kembali memercayakan metode crowdfunding untuk memasarkan Win 3, dan kampanyenya di Indiegogo dikabarkan bakal segera dimulai tidak lama lagi.

Sumber: PC Gamer.

Razer Tomahawk Gaming Desktop Resmi Dirilis, Sangat Mungil tapi Dibekali RTX 3080

Pada ajang CES 2020 bulan Januari lalu, Razer memperkenalkan perangkat unik bernama Tomahawk Gaming Desktop. Dibandingkan PC desktop pada umumnya, Tomahawk terkesan begitu ringkas berkat volumenya yang berada di kisaran 10 liter saja.

Namun berbeda dari mayoritas gaming PC berukuran mungil, Tomahawk tidak mengandalkan motherboard tipe mini-ITX. Ia dipersenjatai Intel NUC Compute Element, sebuah modul khusus yang berisikan prosesor, RAM, storage, beserta kipas pendingin. Teknologi yang digunakan pada dasarnya sama persis seperti yang ditawarkan oleh Intel NUC 9 Extreme Kit.

Prosesor yang tertanam adalah Intel Core i9-9980HK, didampingi oleh RAM DDR4 16 GB dan SSD NVMe 512 GB. Razer turut menyertakan HDD berkapasitas 2 TB, dan perangkat masih dibekali slot M.2 kosong yang dapat konsumen jejali dengan satu SSD ekstra.

Untuk urusan grafis, Razer memercayakannya kepada Nvidia GeForce RTX 3080 Founders Edition. Pun begitu, konsumen juga bisa membeli Tomahawk versi ‘polos’ yang tidak dibekali kartu grafis sama sekali, sehingga mereka dapat menggunakan kartu grafisnya sendiri. Melengkapi spesifikasinya adalah PSU berdaya 750 W.

Terkait konektivitasnya, Wi-Fi 6 dan Bluetooth 5.0 merupakan fitur standar yang ditawarkan, demikian pula sepasang port Thunderbolt 3, sepasang port Ethernet, empat port USB 3.2 Gen 2 Type-A, port HDMI 2.0A, dan headphone jack.

Meski dimensi Tomahawk sangatlah ringkas (365 x 210 x 150 mm), ia masih punya cukup ruang untuk mengusung sepasang kipas 120 mm di bagian atas. Skenario sirkulasi udaranya kira-kira seperti ini: udara masuk dari samping dan mendinginkan sistem (panel sampingnya bukan lagi kaca seperti prototipe yang dipamerkan di CES), lalu sisa udara panasnya dibuang ke atas oleh kedua kipas tersebut.

Kalau Anda ingat, Oktober lalu Razer sempat meluncurkan casing PC yang juga bernama Tomahawk, dan salah satunya diperuntukkan sistem yang menggunakan motherboard mini-ITX. Tomahawk Gaming Desktop ini bahkan lebih mungil lagi berkat penggunaan modul Compute Element itu tadi, tapi konsekuensinya Anda harus menyediakan modal yang jauh lebih besar.

Di Amerika Serikat, Razer Tomahawk Gaming Desktop dibanderol $2.400 tanpa GPU, atau $3.200 dengan RTX 3080 FE. Bisa kita lihat bahwa harganya tanpa GPU pun sudah lebih mahal daripada harga PC rakitan dengan spesifikasi high-end.

Sumber: Tom’s Hardware.

Versi Terbaru Steam Hadirkan Dukungan Controller DualSense Milik PS5

Dalam perdebatan antara gamer PC dan gamer console, saya kerap menjumpai argumen seperti “mouse dan keyboard lebih superior daripada controller“, padahal masing-masing tentu punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk game PC seperti Hades misalnya, menggunakan controller terasa jauh lebih nyaman daripada mouse dan keyboard kalau berdasarkan pengalaman pribadi.

Contoh lainnya mungkin adalah versi remaster dari Tony Hawk’s Pro Skater. Menurut keterangan dari Valve sendiri, jumlah pemain game skateboarding yang menggunakan controller bisa melebihi 90%. Kalau dirata-rata, jumlah pengguna Steam yang memakai controller setiap harinya sudah meningkat lebih dari dua kali lipat dalam dua tahun terakhir.

Pertanyaan selanjutnya mungkin adalah, controller apa yang populer di kalangan pengguna Steam? Merujuk pada data yang Valve berikan, sekitar 21,6% dari semua sesi gaming menggunakan controller di Steam berlangsung dengan melibatkan controller PlayStation. Itulah mengapa akhirnya Valve bergerak cepat menghadirkan dukungan DualSense (controller milik PlayStation 5) pada Steam.

Jadi selama game-nya memakai Steam Input API, kita dapat memainkannya menggunakan controller DualSense. Valve memastikan bahwa developer masing-masing game tidak perlu melakukan apa-apa, kecuali mereka ingin menambahkan dukungan terhadap fitur spesifik seperti trackpad, LED, rumble maupun gyroscope milik DualSense.

Sejauh ini yang mungkin belum bisa dinikmati oleh para gamer PC adalah fitur adaptive trigger milik DualSense. Namun perlu diingat bahwa di PS5 sendiri, fitur ini sangat bergantung terhadap masing-masing game; ada game yang memanfaatkannya dengan baik – seperti FIFA 21, di mana trigger-nya akan terasa semakin berat seiring stamina pemain menurun – ada juga yang terkesan kurang maksimal.

Terlepas dari itu, gerak cepat Valve ini merupakan kabar baik bagi gamer PC yang berniat membeli controller DualSense, yang di Indonesia akan dijual seharga Rp1.269.000 saat PS5 resmi tersedia pada tanggal 22 Januari 2021.

Sumber: PC Gamer dan Valve. Gambar header: Harpal Singh via Unsplash.

Mending Rakit PC Daripada Beli PS5, Benarkah Begitu?

Harga resmi PlayStation 5 di Indonesia sudah dikonfirmasi oleh Sony, dan spontan langsung ramai percakapan di media sosial yang mengeluhkan bahwa harganya di sini terlalu mahal jika dibandingkan dengan harga jualnya di beberapa negara lain.

Kita ambil contoh yang paling dekat, yaitu Malaysia. Di sana, PS5 dibanderol 2.299 ringgit. Anggap saja 1 ringgit setara 3.500 rupiah (lebih tinggi daripada kurs sebenarnya saat artikel ini ditulis), berarti kita mendapat harga jual PS5 di Malaysia setara Rp8.046.500.

Seperti yang kita tahu, PS5 di Indonesia bakal dipasarkan seharga Rp8.799.000. Selisih sekitar 750 ribu rupiah itu tentu tergolong lumayan, dan cukup untuk dibelikan satu keping game PS5, macam Marvel’s Spider-Man: Miles Morales misalnya.

Melihat perbedaan harga yang cukup signifikan seperti itu, tidak sedikit pula yang menyerukan sentimen macam “mending rakit PC” di media sosial. Saya sendiri termasuk seorang gamer PC akut sejak usia empat tahun, tapi saya kurang setuju dengan argumen tersebut.

Alasannya, merakit PC dengan spesifikasi yang setara PS5 di rentang harga yang sama terbilang sulit. Supaya lebih jelas, mari kita jabarkan spesifikasi PS5 satu per satu, lalu kita cari ekuivalennya untuk PC.

CPU

AMD Ryzen 7 3700X

Sesuai informasi dari Sony sendiri, PS5 mengemas custom CPU buatan AMD yang menggunakan arsitektur Zen 2. Prosesor itu mempunyai 8-core dan 16-thread, dengan clock speed maksimum setinggi 3,5 GHz.

Prosesor untuk PC yang paling dekat dengan spesifikasi tersebut adalah AMD Ryzen 7 3700X yang sama-sama menggunakan arsitektur Zen 2 dan terdiri dari 8-core dan 16-thread, meski clock speed maksimumnya lebih tinggi di angka 4,4 GHz. Di Indonesia, prosesor itu dijual rata-rata seharga 5 jutaan rupiah.

Oke, 5 juta untuk sebuah prosesor mungkin terlalu mahal dalam konteks ini. Alternatifnya mungkin kita bisa menggantinya dengan Ryzen 5 3600 saja. Prosesor ini memang hanya dibekali 6-core dan 12-thread, akan tetapi boost clock-nya bisa menembus 4,2 GHz, jauh lebih tinggi daripada milik PS5. Harganya sendiri terpantau ada di rentang 3,3 jutaan rupiah.

GPU

AMD Radeon RX 5700 XT

Perihal kinerja grafis, Sony turut memercayakan PS5 sepenuhnya kepada AMD. Yang tertanam di dalam console next-gen tersebut adalah custom GPU dari arsitektur terbaru RDNA 2, dengan total 36 compute unit (CU) dan daya komputasi sebesar 10,3 teraflop.

Mencari ekuivalen GPU ini menurut saya adalah bagian yang tersulit, sebab GPU RDNA 2 untuk PC baru saja AMD umumkan sekitar dua pekan lalu, yakni Radeon RX 6000 Series, dan ketiganya mempunyai spesifikasi jauh di atas yang milik PS5 tawarkan.

Maka dari itu, dengan terpaksa kita harus menggunakan GPU dari generasi sebelumnya, yakni Radeon RX 5700 XT yang memiliki total 40 CU dan daya 9,75 teraflop. Di Indonesia, saat ini RX 5700 XT masih dijual di kisaran 7 jutaan rupiah – bisa lebih, bisa juga kurang, tergantung merek.

Namun yang menjadi masalah adalah, RX 5700 XT tidak mendukung fitur ray tracing sama sekali, sedangkan ray tracing merupakan salah satu cara PS5 menyuguhkan visual yang lebih next-gen daripada PS4. Kalau memang dukungan ray tracing merupakan suatu keharusan, dengan terpaksa kita harus berpaling ke kubu sebelah, yakni Nvidia, spesifiknya RTX 2060 yang merupakan GPU paling murah saat ini yang bisa menyajikan efek ray tracing.

Kalau memilih RTX 2060, itu berarti kita harus mengorbankan performa demi ray tracing, sebab kinerjanya secara keseluruhan memang lebih lemah daripada RX 5700 XT tadi. Positifnya, RTX 2060 saat ini bisa didapat dengan harga paling murah 5 juta rupiah.

SSD

SSD PCIe 4.0

Kapasitas 825 GB (667 GB usable) di PS5 sepintas terdengar sedikit, tapi yang diutamakan di sini adalah kecepatan. Di atas kertas, SSD milik PS5 memiliki kecepatan membaca sampai 5,5 GB per detik, dan itu berarti kita harus mencari ekuivalen SSD yang menggunakan teknologi PCIe 4.0, sebab SSD PCIe 3.0 terbaik pun hanya mampu menawarkan kecepatan membaca hingga 3,5 GB per detik.

SSD PCIe 4.0 untuk PC saat ini sudah tersedia dari beberapa merek, dan salah satu yang akan segera hadir di Indonesia datang dari WD, yakni WD Black SN850. Perangkat itu menawarkan kecepatan baca yang lebih superior daripada SSD milik PS5; hingga 7.000 MB/s read dan 5.300 MB/s write pada varian yang berkapasitas 1 TB.

Berhubung total kapasitas penyimpanan yang bisa digunakan di PS5 cuma 667 GB, mungkin kita juga bisa sedikit berhemat dengan memilih SSD berkapasitas 500 GB saja untuk PC, dan di sini kita harus menyiapkan dana Rp2.488.000 untuk meminang WD Black SN850 tadi.

Sejauh ini total biaya yang dibutuhkan untuk merakit PC yang selevel dengan PS5 ini sudah melampaui harga jual PS5 itu sendiri – 3,3 juta + 5 juta + 2,5 juta = 10,8 juta – tapi rupanya kita masih jauh dari kata selesai.

Motherboard

B550 motherboard

Saya tahu, memang tidak akan ada orang yang membahas mengenai motherboard PS5 secara merinci. Namun untuk bisa menampung SSD PCIe 4.0 tadi, Anda tidak boleh sembarangan dalam memilih motherboard untuk PC Anda. Salah membeli motherboard berarti sia-sia Anda membayar mahal untuk mendapatkan SSD PCIe 4.0 tadi.

Cukup disayangkan pilihan motherboard-nya sejauh ini agak terbatas, yakni antara seri B550 atau X570. Berdasarkan pantauan saya, motherboard yang mendukung teknologi PCIe 4.0 dengan harga paling murah saat ini adalah ASRock B550M-HDV, yang dibanderol di kisaran Rp1,4 jutaan di Indonesia.

PSU

600W PSU

Selain motherboard, PSU alias power supply unit mungkin juga bukan komponen yang bakal dibahas secara mendetail saat membicarakan tentang PS5. Namun kalau berdasarkan video teardown PS5 dari Austin Evans, PS5 tercatat memiliki PSU berdaya 370 W.

Tentu saja angka itu tidak bisa dijadikan acuan, sebab AMD sendiri menyarankan PSU berdaya minimal 600 W untuk GPU Radeon RX 5700 XT tadi, yang berarti Anda harus menyiapkan dana setidaknya 1 jutaan rupiah untuk mendapatkan PSU 600 W yang bisa diandalkan, alias bukan abal-abal.

Kalau GPU yang digunakan ternyata adalah RTX 2060, maka rekomendasi PSU-nya bisa yang berkapasitas 500 W, dan Anda mungkin bisa menghemat sekitar 200-400 ribuan rupiah – sekali lagi dengan asumsi memilih PSU yang setidaknya punya sertifikasi 80 Plus.

RAM

DDR4 RAM

Rincian spesifikasi PS5 menunjukkan bahwa perangkat itu dibekali memory GDDR6 berkapasitas 16 GB, dan saya menduga ini merupakan model unified antara RAM dan VRAM. Mencari ekuivalen yang sama persis di PC jelas sulit, sebab PC memang memerlukan modul RAM yang terpisah.

Untuk amannya, mungkin lebih bijak memilih setidaknya RAM berkapasitas 16 GB buat PC Anda, sebab kalau berdasarkan pengalaman pribadi, gamegame berat macam Borderlands 3 terkadang bisa melahap sampai 13 GB RAM sekaligus.

RAM untuk PC pun sangat bervariasi tergantung kecepatan sekaligus latency-nya, jadi bukan sebatas kapasitas saja. Namun kalau secara umum, RAM DDR4 2 x 8 GB dijual di kisaran harga 1 jutaan rupiah.

Kesimpulan

Harga PlayStation 5 di Indonesia

Rp8.799.000 adalah harga untuk PS5 versi standar yang dilengkapi Ultra HD Blu-ray disc drive. Berhubung optical drive sudah tidak begitu relevan dalam konteks PC, mungkin bagian ini bisa kita abaikan. Namun itu berarti yang dijadikan patokan sekarang adalah PS5 Digital Edition, yang harganya lebih terjangkau di angka Rp7.299.000.

Harga PS5 di Indonesia memang lebih mahal daripada harganya di negara lain, tapi kita juga harus ingat bahwa harga komponen-komponen PC di sini sering kali juga lebih mahal ketimbang jika dikonversikan langsung dari SRP (suggested retail price) masing-masing pabrikan yang menjualnya. Ditambah lagi, jujur masih ada banyak komponen lain yang belum masuk hitungan di sini, mulai dari casing sampai periferal seperti keyboard, mouse, headset atau speaker, dan monitor.

Kita juga tidak boleh lupa bahwa sejumlah game mewajibkan PC untuk menjalankan Windows 10, dan sistem operasi tersebut tentu juga punya harganya tersendiri. PS5 di sisi lain memakai sistem operasi khusus berbasis Linux FreeBSD, yang sendirinya punya banyak kemiripan dengan Linux.

Tanpa harus saya jumlah semuanya, saya kira Anda sudah bisa mendapat gambaran seberapa mahal biaya yang dibutuhkan untuk merakit gaming PC dengan spesifikasi setara PS5. Kendati demikian, membayar lebih mahal untuk merakit sebuah PC tentu ada manfaatnya tersendiri, dan salah satu yang paling jelas adalah bagaimana PC juga bisa kita gunakan untuk bekerja, seperti saya sendiri yang sedang mengetik artikel ini menggunakan PC yang juga saya pakai untuk bermain game.

Gambar header: Zotac.

*Koreksi: Ada pembetulan pada informasi mengenai sistem operasi yang digunakan PS5, yang semestinya bukanlah berbasis Linux, melainkan berbasis FreeBSD.

Raspberry Pi 400 Adalah Komputer yang Menyamar Sebagai Keyboard

Single-board computer seperti Raspberry Pi sering kali lebih terkesan seperti basis dari sebuah proyek DIY ketimbang produk yang ditujukan untuk konsumen umum. Namun kalau berdasarkan pengakuan Eben Upton sendiri selaku pendiri Raspberry Pi Foundation, jumlah orang yang menggunakan Raspberry Pi 4 meningkat drastis selama pandemi COVID-19.

Itu berarti tidak sedikit yang menggunakan komputer papan tunggal semacam ini untuk keperluan bekerja maupun belajar. Seandainya Raspberry Pi bisa dibuat jadi lebih user-friendly lagi, mungkin konsumen yang tertarik menggunakannya sebagai komputer utama bakal semakin banyak lagi.

Berangkat dari pola pikir seperti itu, lahirlah Raspberry Pi 400, sebuah keyboard yang juga merupakan komputer fungsional. Cukup sambungkan monitor, lalu pasangkan mouse dan kartu microSD, maka kita bisa langsung menggunakannya untuk keperluan sehari-hari, di samping untuk belajar coding.

Komputer dalam wujud keyboard tentu bukanlah ide baru. Produk-produk legendaris seperti Commodore 64 atau Apple II sebenarnya juga merupakan komputer yang menyamar sebagai papan ketik, dan merekalah yang menjadi inspirasi utama Raspberry Pi 400. Tentu saja implementasinya jauh lebih mudah sekarang karena memang dimensi Raspberry Pi sangatlah mungil.

Secara teknis, jeroan yang dimiliki Raspberry Pi 400 sangat mirip seperti Raspberry Pi 4 yang diperkenalkan tahun lalu. Yang menjadi otaknya masih prosesor quad-core 64-bit ARM Cortex-A72, hanya saja yang memiliki clock speed sedikit lebih tinggi di angka 1.8 GHz, plus RAM LPDDR4 berkapasitas 4 GB.

Konektivitasnya pun sangat lengkap, mulai dari Bluetooth 5.0 sampai Wi-Fi AC, plus sambungan Ethernet jika perlu. Total ada dua port USB 3.0 dan satu port USB 2.0, dua port micro HDMI untuk menyambungkan dua monitor sekaligus, dan satu port USB-C yang berfungsi sebagai sumber dayanya. Berhubung ini masih merupakan Raspberry Pi, tentu saja masih ada sambungan GPIO 40-pin untuk menghubungkan berbagai macam sensor atau perangkat lainnya.

Bagian terbaiknya, seperti halnya semua Raspberry Pi, adalah harga yang terjangkau. Satu unit Raspberry Pi 400 dihargai $70, atau konsumen juga bisa membeli dalam bentuk bundel lengkap seharga $100. Bundel tersebut turut mencakup mouse, power supply USB-C, kartu microSD dengan sistem operasi Raspberry Pi OS pre-installed, kabel micro HDMI ke HDMI, dan sebuah buku panduan pemula. Kabarnya, Raspberry Pi 400 akan mulai tersedia di beberapa negara pada awal 2021.

Sumber: Raspberry Pi Foundation.

Acer Perkenalkan Desktop PC ConceptD 300 Sekaligus Perbarui Spesifikasi Laptop ConceptD 7

Acer memperkenalkan segudang produk baru belum lama ini, salah satunya dari lini ConceptD yang ditujukan untuk para kreator konten, baik yang masih kelas amatir maupun yang sudah di taraf profesional. Total ada tiga produk anyar dari lini Acer ConceptD, yakni desktop ConceptD 300 dan laptop ConceptD 7 beserta ConceptD 7 Pro.

Kita mulai dari ConceptD 300 dulu, yang berhasil mencuri perhatian saya berkat desainnya yang sangat elegan. Bodinya putih bersih khas lini ConceptD, dengan aksen warna hitam pada grille bagian depannya. Tambahan panel kayu di bagian atasnya membuat desainnya secara keseluruhan tampak timeless.

Secara teknis, ConceptD 300 masuk kategori mid-tower dengan volume 18 liter, cukup ringkas untuk ditempatkan di atas meja – mempunyai PC dengan desain secantik ini tentu akan terasa sia-sia kalau harus disembunyikan di bawah meja. Kebetulan panel depannya turut dilengkapi slot SD card, yang pastinya bakal semakin memudahkan workflow.

Konsumen juga tidak perlu khawatir keberadaannya di atas meja bakal mengganggu konsentrasi, sebab tingkat kebisingannya diklaim kurang dari 40 dBA, atau setara dengan kondisi di ruang perpustakaan. Namun yang lebih penting tentu saja adalah bagaimana PC ini dapat mengakomodasi keperluan kreasi konten lewat kinerjanya yang mumpuni.

Hal itu diwujudkan berkat penggunaan prosesor Intel Core i7 generasi ke-10, GPU Nvidia GeForce RTX 3070, RAM DDR4 64 GB 2666 MHz, SSD NVMe 1 TB dan HDD 4 TB. Berdasarkan pengujian yang dilakukan oleh banyak reviewer, RTX 3070 terbukti mempunyai performa setara atau bahkan melampaui RTX 2080 Ti, yang sendirinya sudah menjadi andalan banyak kalangan profesional. Bonusnya tentu saja PC ini siap dipakai untuk gaming dalam resolusi 4K sekalipun.

Beralih ke ConceptD 7 dan ConceptD 7 Pro, di sini Acer telah melakukan penyegaran agar spesifikasinya makin bertenaga sekaligus makin optimal berkat sistem pendingin baru. Keduanya sama-sama ditenagai prosesor Intel Core i7 generasi ke-10, dan letak perbedaan utamanya adalah pada kartu grafis yang digunaka: ConceptD 7 dengan RTX 2080 Super Max-Q, sedangkan ConceptD 7 Pro dengan Quadro RTX 5000 Max-Q pada varian termahalnya.

Namun salah satu faktor yang selalu menjadi daya tarik utama lini ConceptD selama ini adalah layar dengan reproduksi warna yang sangat akurat. Baik pada ConceptD 7 maupun ConceptD 7 Pro, panel yang digunakan adalah panel IPS 15,6 inci dengan resolusi 4K dan dukungan 100% spektrum warna Adobe RGB. Lebih lanjut, validasi dari Pantone pada dasarnya menjamin bahwa layar kedua laptop ini benar-benar bisa diandalkan dalam konteks profesional.

Ketiga produk ini kabarnya bakal tersedia di tanah air, tapi masih belum dipastikan kapan dan berapa harganya. Sebagai referensi, Acer ConceptD 300 dihargai mulai 1.299 euro di dataran Eropa (± Rp22,4 jutaan), sedangkan ConceptD 7 dan ConceptD 7 Pro masing-masing mulai 2.899 euro (± Rp50,1 jutaan) dan (± Rp63,9 jutaan).

Bos Xbox: Semua Karya Xbox Game Studios Akan Tersedia di PC

November ini, perang console next-gen akan resmi dimulai dengan diluncurkannya PlayStation 5 dan Xbox Series X. Terakhir peristiwa serupa terjadi adalah di bulan November 2013, tepatnya ketika PlayStation 4 dan Xbox One juga dirilis hampir bersamaan.

Definisi “perang console” sendiri menurut saya sudah bergeser menjadi “perang game eksklusif”. Pasalnya, kalau kita lihat dari sisi teknis, PlayStation 5 dan Xbox Series X punya spesifikasi yang tidak begitu jauh berbeda, dan keduanya pun sama-sama menjanjikan kualitas grafik next-gen yang kurang lebih sama, dengan dukungan resolusi maksimum 8K atau 4K 120 fps.

Buat saya, memilih console next-gen apa yang harus saya beli sama saja dengan memilih game apa yang ingin saya mainkan. Kalau saya suka game balapan, berarti saya tinggal memilih apakah saya lebih tertarik memainkan Gran Turismo 7 (PS5) atau Forza Motorsport (Xbox Series X). Kira-kira begitu pola pertimbangan paling sederhananya.

Di kubu Sony, definisi eksklusif sendiri sangat jelas: sebagian besar game yang dibuat oleh studio internal mereka (yang berada di bawah naungan PlayStation Studios) hanya bisa dimainkan di PlayStation 5. Namun di kubu Microsoft, definisinya terbilang abu-abu, sebab seperti yang kita tahu, mayoritas game bikinan anak-anak perusahaan Xbox Game Studios dalam beberapa tahun terakhir ini juga tersedia di PC.

Microsoft xCloud (Xbox Game Pass)

Ke depannya, Phil Spencer selaku petinggi Xbox malah memastikan bahwa semua karya studio internal mereka juga akan hadir di PC. Pernyataan ini disampaikan dalam wawancaranya bersama Gamereactor, dan beliau turut mengonfirmasi bahwa ketersediaan di PC ini bukan cuma melalui Microsoft Store, melainkan juga Steam.

Bagi Microsoft, eksklusif bukan berarti mereka harus memaksa konsumen untuk membeli sebuah console Xbox. Di titik ini, Xbox sendiri bisa kita anggap sebagai sebuah ekosistem, dan kebetulan ekosistem tersebut dapat diakses dari berbagai macam perangkat; dari PC atau dari perangkat Android dengan bantuan layanan xCloud (Xbox Game Pass).

Merujuk kembali pada logika “membeli console berdasarkan katalog game eksklusifnya” saya tadi, mudah sekali muncul pertanyaan: “Mengapa saya harus membeli Xbox Series X kalau memang koleksi game-nya bakal bisa dimainkan lewat PC atau perangkat Android?”

Jawabannya adalah timing. Phil memang tidak menjelaskan secara merinci, akan tetapi beliau ada menyinggung soal timing dalam wawancaranya, dan yang saya tangkap, bisa jadi beberapa game eksklusifnya akan hadir lebih dulu di Xbox Series X sebelum akhirnya menyusul ke PC dan xCloud. Kalau ditambah dengan faktor lain seperti kepraktisan atau harga, seharusnya bakal semakin jelas mengapa masih ada orang yang mau membeli console Xbox ketimbang PC.

Via: PC Gamer.