Scuf Vantage Adalah Controller Wireless PS4 dengan Opsi Kustomisasi yang Sangat Lengkap

Meski terkesan terlambat, PlayStation 4 akhirnya kedatangan controller wireless buatan pihak ketiga yang mengantongi lisensi resmi dari Sony. Hori Onyx mengawalinya di awal tahun ini dengan desain ala controller Xbox One, dan kini Scuf Gaming menyusul dengan controller wireless yang mengedepankan aspek kustomisasi.

Pendekatan yang diambil Scuf ini banyak mengingatkan saya pada controller Xbox Elite garapan Microsoft sendiri. Aspek kustomisasinya terbilang lengkap, baik untuk urusan estetika maupun fungsionalitas. Yang paling unik, controller bernama Scuf Vantage ini punya dua tombol ekstra, masing-masing diposisikan di sebelah kiri dan kanan controller.

Scuf Vantage

Tambahan tombol ini pastinya akan sangat menarik perhatian para gamer hardcore. Ibaratnya kalau di PC gaming, kalangan yang selalu mementingkan jumlah tombol macro yang tersedia pada mouse dan keyboard. Ini saja sebenarnya sudah cukup untuk menjadi alasan untuk membeli Scuf Vantage.

Uniknya, tombol yang Scuf juluki dengan istilah “sax button” ini dapat diaktifkan tanpa perlu ditekan, melainkan dengan meremas salah satu gagang controller. Ini cukup masuk akal mengingat telunjuk pengguna hampir pasti berada di tombol trigger.

Scuf Vantage

Touchpad yang terdapat pada Scuf Vantage juga unik, sebab pengguna dapat memakainya untuk mengatur volume. Lalu andaikata pengguna merasa controller terlalu berat, mereka dapat mencopot modul vibration yang terdapat di dalam. Seperti yang saya bilang, kustomisasi, kustomisasi dan kustomisasi.

Selebihnya, Vantage juga menawarkan fitur-fitur khas yang ditawarkan Scuf selama ini, macam customizable thumbstick, paddle yang bisa dilepas-pasang, faceplate magnetik, sampai tuas untuk mengaktifkan mode remapping tombol. Sayangnya untuk sekarang Scuf baru menerima pemesanan Vantage dari AS dan Kanada saja dengan banderol $200, atau $170 untuk varian yang berkabel.

Sumber: The Verge dan Variety.

Dengan Satu Baterai AA, Mouse Gaming Logitech G305 Bisa Beroperasi Sampai Sembilan Bulan

Tahun 2016 lalu, Logitech meluncurkan sebuah mouse gaming yang mereka bilang benar-benar dirancang dari awal untuk kebutuhan esport. Istimewanya, mouse bernama Logitech G Pro itu dihargai cukup terjangkau di angka $70 terlepas dari segala keistimewaannya.

Satu yang mungkin dirasa kurang dari mouse tersebut adalah, ujungnya masih terdapat kabel. Dari situ lahirlah mouse baru bernama Logitech G305, yang pada dasarnya bisa dianggap sebagai versi wireless dari G Pro. Desain ambidextrous-nya benar-benar identik, bagaikan G Pro yang dipotong kabelnya, dan lagi bobotnya tetap ringan di angka 99 gram.

Logitech G305

Meski berwujud sama, jeroannya sangat berbeda. G305 telah menggunakan sensor berteknologi terbaru rancangan Logitech sendiri yang dijuluki HERO, yang diperkenalkan pertama kali bersama G603. HERO memiliki kepanjangan High Efficiency Rated Optical, menandakan bahwa sensor ini sangatlah irit perihal konsumsi daya.

Pada kenyataannya, G305 mampu beroperasi hingga 250 jam nonstop hanya dengan menggunakan satu baterai AA saja. Ini dalam mode Performance dengan report rate yang sangat cepat, kalau menggunakan mode Endurance (semacam mode eco kalau di mobil atau AC), daya tahannya malah bisa sampai sembilan bulan lamanya.

Logitech G305

Meski irit, performanya tak boleh dipandang sebelah mata. G305 dengan sensor HERO menawarkan tingkat presisi 400 IPS, dengan sensitivitas hingga sebesar 12.000 DPI, tanpa bantuan teknik acceleration maupun smoothing. Lebih lanjut, dalam mode Performance tadi, report rate-nya berada di angka 1 milidetik berkat pemakaian teknologi wireless Lightspeed.

Sama seperti G Pro, G305 juga sangat menarik dari segi harga. Banderolnya bahkan lebih murah lagi di angka $60, dan Logitech sudah berencana untuk memasarkannya mulai bulan Mei ini juga.

Sumber: Logitech.

Logitech G Pro Gaming Headset Lengkapi Lini ‘Persenjataan’ Esport Logitech

Setidaknya dalam dua tahun terakhir, industri perangkat gaming mulai mencabang ke ranah yang lebih spesifik, yakni perangkat gaming tapi yang lebih ditujukan untuk kebutuhan esport, alias kompetisi gaming profesional. Logitech sejauh ini sudah punya mouse dan keyboard yang klaimnya diramu untuk atlet esport, dan yang kurang adalah headset.

Meski sedikit terlambat, headset-nya akhirnya datang juga. Sama seperti mouse dan keyboard-nya, headset ini juga mengusung label “G Pro” pada namanya, mengindikasikan target pasarnya yang ditujukan untuk esport. Logitech pun tidak lupa membubuhkan klaim bahwa headset ini mereka rancang bersama sejumlah atlet esport kelas dunia.

Logitech G Pro Gaming Headset

Fitur unggulan G Pro Gaming Headset tentu saja adalah sepasang driver yang tertanam di dalamnya, yang diyakini mampu mereproduksi suara secara presisi, spesifiknya suara langkah kaki, tembakan atau desingan peluru. Kemampuan mendengar suara-suara ini secara jelas sejatinya adalah hal yang paling dicari oleh atlet esport dari sebuah headset.

Dukungan suara surround turut tersedia, termasuk untuk gamegame yang mendukung Dolby Atmos. Surround sebenarnya juga cukup penting dalam gaming, terutama dalam game FPS seperti CS:GO, sebab pemain bisa memiliki kesadaran spasial yang lebih baik, sehingga pada akhirnya bisa memprediksi posisi lawan secara tepat.

Lengkap sudah lini Logitech G Pro sekarang / Logitech
Lengkap sudah lini Logitech G Pro sekarang / Logitech

Aspek kenyamanan pastinya juga menjadi prioritas ketika membahas sebuah headset. G Pro memanfaatkan kombinasi material yang solid namun ringan, seperti stainless steel, nilon dan serat kaca komposit. Masing-masing bantalannya dibalut oleh kulit sintetis yang tidak hanya terasa nyaman, tapi juga membantu meningkatkan isolasi suara di sekitar hingga 50% lebih efektif.

Kabar baiknya, Logitech G Pro Gaming Headset juga akan dipasarkan dengan harga yang terbilang kompetitif: $90. Kalau Anda butuh pertimbangan lain sebelum membeli, mungkin fakta bahwa headset ini ditunjuk sebagai headset resmi CS:GO Pro League versi ESL bisa membantu.

Sumber: Logitech.

Logitech Luncurkan Speaker dan Keyboard Mekanis dengan Teknologi RGB Unik

Peran sistem pencahayaan RGB di industri perangkat gaming sudah tidak bisa dipandang sebelah mata, terutama sejak Razer menjalin kerja sama dengan Philips, yang notabene merupakan produsen lampu pintar terbesar saat ini. Logitech mencoba mengejar ketertinggalannya dengan memperkenalkan teknologi bernama Lightsync.

Lightsync pada dasarnya merupakan penyempurnaan terhadap sistem pencahayaan RGB yang sudah ada sekarang. Ketimbang hanya menyala dan ‘menari’ dalam berbagai warna, Lightsync memungkinkan efek pencahayaan untuk menyesuaikan dengan apa yang sedang tampil di layar.

Ada dua peripheral Lightsync yang sudah Logitech siapkan: speaker 2.1 Logitech G560 dan keyboard mekanis Logitech G513. Pengguna bisa menetapkan empat zona spesifik pada layar sehingga kedua perangkat ini dapat membiaskan cahaya dengan warna yang sama seperti yang pada zona-zona tersebut.

Logitech G560 / Logitech
Logitech G560 / Logitech

Ketika semuanya terlihat sinkron (grafis dan efek pencahayaan), Logitech percaya bahwa pengalaman gaming bisa terasa semakin immersive. Logitech memang bukan yang pertama menerapkan teknologi semacam ini, dan fitur yang sama sebenarnya juga sudah ada pada mouse Logitech G502 Proteus Spectrum.

Speaker-nya sendiri mengusung desain yang mirip seperti Logitech MX Sound. Kedua unitnya datang bersama sebuah subwoofer, dan perpaduannya bisa menghasilkan output sebesar 240 watt. Logitech pun tak lupa membekalinya dengan dukungan audio 3D via DTS:X Ultra, sedangkan koneksinya bisa melalui jack 3,5 mm, USB atau Bluetooth.

Logitech G513 / Logitech
Logitech G513 / Logitech

Untuk keyboard-nya, G513 merupakan suksesor langsung dari G413 yang berharga kompetitif. Penyempurnaannya datang dalam wujud pencahayaan RGB (plus dukungan Lightsync itu tadi), serta palm rest opsional guna meningkatkan kenyamanan. Tidak hanya itu, konsumen pun kini bisa memilih antara switch yang berkarakter linear dan taktil.

Baik G560 dan G513 akan dipasarkan mulai bulan April mendatang. Harganya dipatok $200 untuk G560, dan $150 untuk G513.

Sumber: Logitech.

Pakai Adapter Ini, Anda Bisa Memainkan Nintendo Switch dengan Controller PS4

Saya memang belum pernah memainkan Doom di Nintendo Switch, tapi setidaknya saya sudah berkali-kali menamatkan Doom di PC, termasuk dalam difficulty “Nightmare”. Dari situ saya bisa berasumsi kalau memainkan game FPS bertempo cepat itu dengan controller Joy-Con yang imut-imut bakal terasa sangat sulit.

Nintendo memang punya controller Switch yang lebih konvensional, akan tetapi banderol harga $70 tampaknya berpotensi membuat konsumen urung membelinya. Andai kita bisa menggunakan controller PS4 yang sedang terbengkalai karena sudah menamatkan Shadow of the Colossus (atau controller Xbox One), maka semua problem semestinya dapat teratasi.

Beruntung kita hidup di Bumi di mana pabrikan aksesori macam 8Bitdo eksis. Setelah sebelumnya menyajikan sensasi arcade gaming di Switch, mereka kini mencoba menyelesaikan masalah di atas dengan merilis sebuah wireless USB adapter untuk Switch.

8Bitdo Wireless USB Adapter

Dengan menancapkan aksesori kecil ini ke Switch, pengguna dapat menyambungkan berbagai macam controller ke console tersebut, mulai dari controller PS4 dan PS3, sampai bahkan remote milik Wii orisinil (sayangnya controller Xbox tidak termasuk). Adapter Bluetooth ini dipastikan juga mendukung fitur getaran yang ditawarkan controller PS4 (Dual Shock 4).

Meski desainnya “Nintendo banget” dengan inspirasi penuh dari Super Mario, adapter ini rupanya juga bisa dipakai di PC atau Mac. Sangat berguna apabila Anda kebetulan memang sudah punya PlayStation 4, dan ingin memakai controller-nya untuk bermain game di platform lain. Harganya pun cuma $20 di Amazon.

Sumber: Polygon.

Keyboard Unik Logitech Craft Kini Terintegrasi dengan Lebih Banyak Aplikasi

September tahun lalu, Logitech merilis sebuah keyboard unik bernama Craft. Keunikannya terletak pada sebuah kenop di ujung kiri atas keyboard, yang bisa dikustomisasi guna mengakses beragam fungsi kontekstual pada aplikasi. Pada saat dirilis, Craft sudah mendukung integrasi dengan tujuh aplikasi yang berbeda.

Namun seperti yang sudah dijanjikan, Logitech akhirnya merilis SDK (software development kit) agar semakin banyak pengembang aplikasi yang dapat ikut berpartisipasi. Kehadiran SDK ini sejatinya dapat membuka potensi Craft lebih luas lagi.

Logitech sendiri melihat potensinya di kategori-kategori aplikasi macam produktivitas, photo dan video editing, kreasi dan mixing audio, aplikasi 3D atau arsitektur, serta video game. Di aplikasi video editing misalnya, kenop milik Craft ini dapat memberikan kontrol atas navigasi timeline yang tak cuma terasa alami, tapi juga secara presisi.

Logitech Craft

Di samping itu, Logitech sendiri juga menambahkan integrasi aplikasi lain seperti Adobe Lightroom Classic CC, Adobe Reader DC, serta Preview dan Quicktime di platform macOS. Di Lightroom, kenop milik Craft dapat memberikan akses cepat ke 11 jenis tool yang berbeda, mulai dari saturation, tint, contrast sampai shadows; semuanya bisa diutak-atik tanpa sekali pun menggunakan mouse.

Cara mengoperasikan kenopnya pun terkesan simpel: sentuh permukaan atasnya untuk mengganti fungsi, lalu putar untuk mengubah nilainya. Selain lebih praktis, cara seperti ini bisa membantu pengguna lebih maksimal dalam berkonsentrasi sebab pandangannya sama sekali tidak teralihkan dari foto yang tengah disunting.

Sumber: Logitech.

Bukan Sembarang USB Dock, HP Thunderbolt Dock G2 Mengemas Speaker Modular Bang & Olufsen

HP hari ini memperkenalkan dua seri laptop baru untuk kalangan pebisnis. Bersamaan dengan itu, HP juga menyingkap sebuah USB dock yang sangat unik bernama HP Thunderbolt Dock G2. Unik karena aksesori ini juga dapat difungsikan sebagai speakerphone untuk keperluan video conferencing.

Namun sebelumnya, mari membahas perannya sebagai pelengkap konektivitas. Wujudnya yang seperti kubus kecil ternyata menyimpan kelengkapan port di atas rata-rata. Secara total, perangkat ini mengemas sebuah port Thunderbolt 3, USB-C DisplayPort, dua DisplayPort standar, dua port USB 3.0, port VGA dan Ethernet. Di bagian sampingnya, masih ada lagi sebuah port USB 3.0 dan jack audio 3,5 mm.

HP bilang bahwa Thunderbolt Dock G2 dapat menyuplai tenaga yang cukup untuk dua monitor 4K sekaligus, atau malah empat untuk yang beresolusi lebih rendah. Perannya sangatlah ideal dalam ruang rapat, mengingat pengguna dapat menyambungkan berbagai macam perangkat ke laptop atau PC hanya dengan perantara satu kabel saja.

HP Thunderbolt Dock G2

Oke, saatnya membahas keistimewaan perangkat ini. Panel atasnya rupanya menyimpan sebuah konektor khusus untuk ditancapi modul tambahan. Modul tambahan tersebut adalah modul audio besutan Bang & Olufsen, lengkap dengan sederet tombol pengoperasian untuk video conferencing.

Kalaupun tidak sedang rapat bersama tim, pengguna tetap bisa memanfaatkannya sebagai speaker biasa jika mau. Namun perlu dicatat, modul audio ini akan dijual secara terpisah. Harganya masih belum diumumkan, begitu juga untuk Thunderbolt Dock G2 sendiri. HP rencananya baru akan memasarkan aksesori unik ini pada bulan Mei mendatang.

HP Thunderbolt Dock G2

Terlepas dari itu, ide yang ditawarkan HP ini terdengar begitu menarik. Bukan tidak mungkin ke depannya HP menawarkan modul-modul lain untuk Thunderbolt Dock G2, semisal modul wireless charging, atau modul smart speaker dengan integrasi Alexa atau Google Assistant.

Andai seperti itu, target pasarnya semestinya bisa meluas hingga merambah kalangan non-pebisnis. Namun untuk sekarang HP sepertinya masih ingin berfokus ke segmen enterprise.

Sumber: The Verge dan AnandTech.

Hori Onyx Adalah Controller Wireless PS4 Bagi yang Lebih Suka dengan Controller Xbox

Oktober lalu, Sony mengumumkan tiga controller PlayStation 4 berlisensi resmi dari tiga merek yang berbeda. Ketiganya memang dimaksudkan sebagai alternatif, akan tetapi kalau Anda lebih suka menggunakan controller tanpa kabel, maka opsi Anda satu-satunya masih terbatas pada DualShock 4 dari Sony sendiri.

Namun situasinya berubah sejak tanggal 15 Januari kemarin, tepatnya ketika Hori memperkenalkan controller terbarunya yang diberi nama Onyx. Selain mengantongi lisensi resmi dari Sony, Onyx ternyata juga bisa beroperasi secara wireless, memanfaatkan koneksi Bluetooth persis seperti DualShock 4.

Juga seperti DualShock 4, bagian tengah atasnya dihuni oleh sebuah touchpad, dan tombol-tombolnya pun tidak ada yang absen. Lalu apa keunikannya yang tidak bisa Anda dapat dari DualShock 4? Jawabannya tergantung apakah Anda pernah memainkan console platform sebelah (baca: Xbox) atau tidak.

Hori Onyx

Kalau pernah dan ternyata Anda suka dengan controller-nya, besar kemungkinan Anda akan lebih sreg dengan Hori Onyx ketimbang DualShock 4. Pasalnya, seperti yang bisa Anda lihat, kedua thumb stick-nya diposisikan asimetris, dan bahkan bentuk grip-nya pun mirip seperti controller Xbox One.

Singkat cerita, Hori Onyx adalah controller PS4 untuk mereka yang lebih suka dengan controller Xbox. Jauh sebelum ini memang sudah ada Nacon Revolution yang juga mengemas thumb stick menyilang, akan tetapi baru Hori Onyx yang menyandingkannya dengan konektivitas Bluetooth, tidak ketinggalan juga sepasang vibration motor.

Hori Onyx saat ini sudah dipasarkan, tapi baru di dataran Eropa saja, dan sejauh ini belum ada info akan ketersediaannya di kawasan lain. Untuk harga, Amazon.co.uk mematok harga £45, kurang lebih sama seperti banderol DualShock 4 di sana.

Sumber: PlayStation Blog dan Engadget.

Mouse Gaming Terbaru SteelSeries Mengemas Sensor Optik Ganda

Agustus tahun lalu, SteelSeries memperkenalkan dua mouse gaming baru dengan sensor inovatif bernama TrueMove3. Keunggulannya adalah kinerja tracking satu banding satu, yang berarti jarak yang ditempuh mouse di atas mousepad bakal sama persis dengan jarak yang ditempuh kursor di layar.

Tahun ini, mereka siap membawa teknologi tersebut ke level yang lebih tinggi lewat mouse SteelSeries Rival 600 dan teknologi TrueMove3+. Sistem baru ini melibatkan sebuah sensor optik ekstra yang bertugas memonitor pergerakan mouse selama terangkat dari permukaan.

SteelSeries Rival 600

SteelSeries menjelaskan bahwa dengan sensor konvensional, kursor terkadang bisa ‘melompat’ dan ‘berlarian’ ketika mouse diangkat dan diletakkan kembali di atas permukaan. Sensor ekstra pada Rival 600 akan mengeliminasi pergerakan ekstra tersebut, memastikan kursor tetap berada di posisi yang sama ketika mouse kembali diletakkan.

Pengguna juga bebas mengatur kapan sensor kedua ini akan aktif berdasarkan jarak antara mouse dan permukaan. SteelSeries tak lupa menambahkan bahwa sensor ekstranya ini masih bisa bekerja secara presisi bahkan dalam jarak sedekat 0,5 mm.

SteelSeries Rival 600

Beralih ke bagian yang kelihatan secara kasat mata, Rival 600 mengadopsi desain ergonomis untuk pengguna tangan kanan. Bobotnya cuma 96 gram, akan tetapi pengguna bisa menambahkan hingga delapan pemberat yang masing-masing berbobot 4 gram.

Tombol-tombolnya mengandalkan switch mekanis yang diyakini bisa tahan hingga 60 juta klik. Layaknya mouse gaming lain, tentu saja tombol-tombolnya ini bisa diprogram sesuka hati, dan sistem pencahayaan RGB pun sudah pasti tidak terlewatkan. Buat yang tertarik, Rival 600 sudah bisa dibeli seharga $80.

Sumber: SteelSeries.

Asus Ciptakan Gaming Desktop Khusus Esport, ROG Strix GL 12

Selain keyboard mekanis ROG Strix Flare, Asus juga memperkenalkan sebuah gaming desktop baru di CES 2018. Perangkat bernama ROG Strix GL 12 ini diklaim benar-benar diciptakan secara spesifik untuk memenuhi kebutuhan atlet esport profesional.

Tanpa harus terkejut, di balik sasis berwajah futuristisnya, bernaung spesifikasi yang cukup ‘mengerikan’. Varian termahalnya mengusung prosesor Intel Core i7 8700K (Coffee Lake) yang secara default sudah di-overclock hingga 4,8 GHz, plus RAM DDR4 64 GB yang juga sudah digenjot performanya. Stabilitas performanya pun dijamin oleh sistem liquid cooling besutan Asetek.

Di sektor grafis, Asus memercayakan Nvidia GeForce GTX 1080 yang sudah diamankan oleh semacam palang guna mencegah benturan dan menghindari kerusakan ketika perangkat harus dibawa-bawa dan berpartisipasi dalam beragam turnamen internasional. Bagi yang tidak mau berkompromi, Asus juga menawarkan varian GL 12 yang dilengkapi liquid cooling untuk GPU-nya.

Asus ROG Strix GL 12

Namun fitur GL 12 yang paling menarik menurut saya bersembunyi di bagian depan, tepatnya di bawah deretan port USB dan slot SD card. Bagian tersebut dihuni oleh panel penutup magnetik, yang ketika dibuka akan menampilkan sebuah slot SSD bertipe hot-swap. Artinya, pengguna bisa melepas dan memasangkan SSD tanpa harus me-restart perangkat.

Fitur inilah yang sejatinya dinilai krusial buat para atlet esport. Dikatakan bahwa mereka sering kali membawa SSD 2,5 incinya masing-masing yang menyimpan semua pengaturan yang dibutuhkan dalam bertanding. Ketimbang harus membuka sasis PC, memanfaatkan slot hot-swap untuk mengakses pengaturan-pengaturan tersebut jelas jauh lebih praktis.

Kalau melihat fungsi spesifiknya itu, ROG Strix GL 12 jauh lebih ideal menjadi daftar belanjaan penyelenggara turnamen ketimbang para atlet esport itu sendiri. Terlepas dari itu, Asus masih belum menyingkap harga maupun jadwal ketersediaannya.

Bezel-Free Kit

Dalam kesempatan yang sama, Asus juga ingin memamerkan sebuah konsep peripheral baru yang mereka sebut dengan istilah Bezel-Free Kit. Asus bilang bahwa perangkat ini diciptakan dengan tujuan memecahkan masalah yang selama ini dialami oleh pengguna PC dengan setup multi-monitor.

Masalah itu adalah grafis yang terpotong oleh bezel monitor yang didudukkan bersebelahan. Solusi yang Asus tawarkan cukup sederhana, tapi dampaknya cukup signifikan, yakni dengan cara mengamuflasekan bezel sehingga grafis yang ditampilkan sama sekali tidak terpotong. Perbandingan sebelum dan sesudah dipasangi Bezel-Free Kit bisa Anda lihat sendiri pada dua gambar di atas.

Asus Bezel-Free Kit

Bezel-Free Kit melibatkan sebuah lensa khusus berwujud tipis yang mampu membelokkan cahaya dari monitor ke arah dalam, sehingga bezel monitor pun tertutup oleh biasannya. Biasan cahayanya memang akan kelihatan sedikit lebih redup dari tampilan monitor, tapi setidaknya masih jauh lebih baik ketimbang dua bezel yang benar-benar memangkas sebagian dari grafis yang ditampilkan.

Lensanya sendiri terbuat dari bahan thermoplastic khusus yang diyakini lebih tangguh ketimbang kaca. Pemasangannya hanya melibatkan penjepit biasa di sisi atas dan bawah monitor, akan tetapi posisi kedua monitor harus tepat 130 derajat supaya hasilnya benar-benar optimal.

Sumber: Asus 1, 2.