Rencana Pengembangan dan Pembaruan Bizzy di Kuartal Ketiga 2017

Layanan procurement dan e-commerce B2B Bizzy, kini tengah berbenah dan menyiapkan roadmap di bawah kepemimpinan CEO Andrew Mawikere. Resmi menjabat sebagai CEO Bizzy bulan Mei 2017 lalu pasca akuisisi terhadap “Alpha” dengan nilai yang tidak disebutkan, Andrew bakal melakukan revamping dan pengembangan pricing engine, pusat merchant, dan segera meluncurkan Bizzy Select marketplace.

Di sisi lain, Peter Goldsworthy, President Bizzy dan CEO sebelumnya, telah mundur dari posisinya per Juli lalu dan kini menjabat Partner Maloekoe Ventures. Karena Maloekoe Ventures masih merupakan investor Bizzy, Peter kini menjadi wakil VC tersebut di board Bizzy.

“Bagi Bizzy, peluncuran layanan tersebut adalah penting untuk memaksimalkan solusi sekaligus menambah keuntungan kepada pengguna, vendor dan stakeholder. Pembaruan ini kami percaya akan memperkaya investasi Bizzy untuk kegiatan edukasi kepada pelanggan, vendor dan stakeholder agar bisa mulai mengadopsi platform kami. Revamp ini dijadwalkan akan selesai dan live bulan Agustus ini,” kata Andrew.

Pasca mendapatkan pendanaan Seri A, di bawah kepemimpinan Andrew, misi Bizzy adalah menerapkan ekonomi yang transparan dan mendukung ekosistem inklusi bisnis digital secara efisien.

Latar belakang pendidikan keuangan yang dimiliki Andrew, termasuk pengalamannya menjadi Co-Founder Mbiz, disebut cocok mendukung arah pengembangan Bizzy yang sekarang dalam tahap scale up.

Memperluas kerja sama dan kolaborasi

Memasuki kuartal ketiga di tahun 2017, salah satu rencana yang bakal dilancarkan Bizzy adalah memperluas kerja sama dan kemitraan strategis dengan industri yang beragam, perusahaan besar hingga kecil, maupun letak geografis.

“Tujuan perluasan kerja sama strategis tersebut agar bisa mengembangkan dan melakukan eksekusi kegiatan operasional. Kami juga akan mulai fokus untuk melakukan scale up dan memperluas jaringan vendor lokal di luar Jadetabek,” kata Andrew.

Saat ini Bizzy telah memiliki katalog produk sebanyak 19 kategori utama dari lebih 5100 sub-kategori, dengan mengedepankan cross-docking fulfillment model agar bisa memaksimalkan waktu, Bizzy juga terus melakukan kolaborasi dengan mitra logistik dan vendor lokal di seluruh Indonesia.

“Dengan melanjutkan inovasi dan digital platform yang inklusif untuk ekosistem B2B, diharapkan bisa membuat Bizzy tetap tampil relevan,” tutup Andrew.

Bizzy Akuisisi “Alpha”, Andrew Mawikere Jadi CEO Baru

Layanan procurement dan e-commerce B2B Bizzy mengumumkan akuisisi terhadap “Alpha” dengan nilai yang tidak disebutkan dan mengangkat Founder dan CEO Alpha Andrew Mawikere sebagai CEO Bizzy yang baru. Andrew sebelumnya dikenal sebagai Co-Founder dan ex-CEO Mbiz, lini e-commerce B2B Matahari Group yang notabene adalah kompetitor Bizzy. Peter Goldsworthy, CEO Bizzy sebelumnya, bakal mengemban tugas sebagai President.

Nama Alpha bisa dibilang tidak dikenal di khalayak umum, tetapi pihak Bizzy mengungkapkan Alpha memiliki kekuatan di sektor marketplace B2B, khususnya berpengalaman di bahan baku, spare part, dan direct material. Akuisisi terhadap Alpha diharapkan mendorong Bizzy untuk memiliki layanan lengkap di sektor B2B.

“SMDV, Maloekoe Venture, dan Ardent Capital sebagai investor Bizzy percaya bahwa B2B e-Procurement yang komplit (direct dan indirect material) akan segera menjadi the next big thing di Indonesia setelah e-Commerce dan Fintech,” jelas Managing Partner SMDV Roderick Purwana.

Sebelumnya Bizzy telah merekrut Norman Sasono dan Hermawan Sutanto di jajaran C-level yang memiliki latar belakang teknis kuat untuk mendukung usaha Bizzy mengembangkan bisnis ke pengembangan sistem yang bisa custom tailored untuk kebutuhan korporasi.

Andrew dalam penyataannya mengungkapkan:

“Bizzy memiliki teknologi dan platform kelas enterprise yang paling inovatif di industri dan memiliki modal talenta-talenta yang unggul yang akan membantu adopsi B2B e-Procurement di Indonesia, baik untuk direct dan indirect material, lebih cepat lagi.”

 

Menyelaraskan Dunia Startup dan Korporat

Ibarat minyak dan air, cara kerja startup sangat berbeda dengan korporat. Akan tetapi, di sisi lain, dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya kedua entitas ini saling membutuhkan satu sama lain. Terlebih perkembangan saat ini yang mulai mengarah ke digitalisasi. Sekarang pertanyaanya adalah mengapa keduanya membutuhkan sinergi dan bagaimana caranya?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Managing Partner SMDV Roderick Purwana menjelaskan sejatinya tidak ada korporat besar yang bisa mahir dalam segala hal. Dengan segala kelebihannya, korporat juga memiliki keterbatasan. Mereka tidak bisa bergerak ‘selincah’ startup, padahal mereka selalu membutuhkan inovasi agar bisnisnya terus berjalan dan sejalan dengan perkembangan zaman.

Akan tetapi, terkadang inovasi itu tidak selalu berasal dari dalam orang dalam perusahaan saja. Makanya korporat butuh para inovator dari pihak luar yang memiliki cara berpikir “out of the box”, tidak seperti karyawan korporat yang sudah terpatri dengan ketatnya aturan.

Sinar Mas Group mendirikan perusahaan modal ventura yang diberi nama SMDV (Sinar Mas Digital Venture). Modal ventura korporat ini memiliki tugas untuk menyinergikan seluruh lini pilar bisnis, yang bergerak di pulp & kertas, agribisnis & makanan, jasa keuangan, telekomunikasi, properti, energi & infrastruktur, media, dan lainnya, untuk mengarah ke digital.

SMDV sifatnya menjadi katalis, bertugas sebagai jembatan antara startup digital yang mereka danai dengan Sinar Mas Group. “Korporat itu ibarat kapal besar dengan navigasi yang rumit dan susah, sementara startup itu seperti speedboat yang fleksibel karena resource-nya tidak butuh banyak. Makanya mereka itu butuh digandeng,” terang Roderick.

Hal yang senada juga diungkapkan oleh Direktur Astra International Paulus Bambang. Dia mengatakan dalam korporat sebesar Astra pun sebenarnya butuh semangat kerja “startup” yang menyebabkan perusahaan bisa maju. Sementara ini, Astra baru membuka kesempatan “pitching” ide untuk kalangan karyawan Astra. Jadi, setiap karyawan yang memiliki ide dipersilahkan untuk menuangkannya dalam sehelai halaman berformat Power Point.

“Kami hanya fokus ke Indonesia saja [untuk ide], sebab kami paham orang Indonesia tahu persis Astra seperti apa. Makanya diharapkan bisa menciptakan inovasi yang tepat untuk Astra. Just one page PPT [format Power Point] berisi data untuk proof concept dan silahkan kirim. Tidak perlu yang kompleks. Bila terpilih, karyawan akan diajak untuk turun langsung [mewujudkan idenya],” kata Paulus.

Untuk mendukung ekosistem startup digital di Indonesia, sementara ini Astra baru menjadi mitra Plug and Play Indonesia. Astra International saat ini belum memiliki rencana mendirikan perusahaan modal ventura yang bergerak khusus menyuntik dana segar ke startup digital.

Astra International sudah memiliki modal ventura sendiri, yakni Astra Mitra Ventura (AMV). Hanya saja, AMV saat ini masih memfokuskan ke pendanaan untuk sektor UKM non digital, beberapa di antaranya merupakan mitra Astra yang bergerak di manufaktur, otomotif, perkebunan, dan lain sebagainya.

“AMV itu baru untuk UKM biasa. Kami belum tahu apakah nantinya mau pakai itu [AMV] atau bentuk khusus [untuk startup digital]. Belum ada pembicaraan. Kami kan sudah ada arm [modal ventura], belum tahu apakah akan digabung ke AMV atau bentuk lagi terpisah.”

Ambil porsi saham minoritas

Hubungan simbiosis mutualisme antara startup dengan korporat harus terus terjalin. Agar jiwa semangat startup tetap hidup, menurut Roderick, sebaiknya korporat harus menyuntik dana dengan penyertaan saham minoritas. Tujuannya agar startup yang didanai tidak terkekang dengan aturan korporat yang menjelimet dan semangat kerja startup tidak luntur.

“Makanya dalam SMDV, kami ambil porsi minoritas agar identitas startup dalam perusahaan yang kami danai tetap hidup. Kami bantu mereka agar inovasi bisa terus berkembang, maintain, dan support apa yang bisa kami berikan kepada mereka agar bisa sama-sama sukses,” sambung Roderick.

Selain itu, antara investor dengan startup harus memiliki batasan fungsi kontrol dan kepemilikan. Model bisnis SMDV sedari awal adalah fungsi kontrol dengan tidak mengambil saham mayoritas, sehingga manajemennya terpisah.

“Kami tidak ikut kontrol perusahaan startup karena kebanyakan setiap pendanaan baru kami tidak masuk sendiri, ada investor lainnya. Keuntungannya bagi startup, mereka masih memiliki identitas sendiri dan secara finansial independen karena manajemennya terpisah.”

Cara startup gaet konsumen korporat

Tak ketinggalan, dalam acara diskusi panel dihadiri oleh Founder dan CEO Bizzy Peter Goldsworthy. Bizzy merupakan salah satu pelopor e-commerce B2B untuk suplai perlengkapan kantor dan layanan bisnis. Meski tergolong perusahaan startup, Goldsworthy mengklaim pihaknya mampu melayani kebutuhan korporat sebagai target konsumen Bizzy.

Menurutnya, kunci utama agar bisa menarik korporat menjadi konsumen, sekaligus investor adalah membuat produk yang sesuai kebutuhan. Selain itu, startup harus bisa merekrut pekerja yang tepat untuk mendukung proses bisnis.

“Startup itu seperti yang dikatakan Roderick adalah speedboat. Oleh karena itu geraknya harus cepat dan tepat agar bisa mendapatkan perhatian dari korporat besar,” ujarnya.

Baru-baru ini, Bizzy mengeluarkan produk terbarunya Bizzy Travel dan Bizzy Guide. Kedua produk ini diklaim dapat membantu korporate untuk mengatur dan memonitor pemesanan hotel domestik, dan panduan pembelian perangkat TI yang tepat untuk UKM.

Bizzy Tunjuk Norman Sasono Sebagai Chief Innovation Officer

Layanan marketplace B2B untuk suplai perlengkapan dan layanan bisnis Bizzy, yang didukung Ardent Capital, mengumumkan penunjukan Norman Sasono sebagai Chief Innovation Officer. Norman, yang 7 tahun terakhir bekerja di sisi technical bersama Microsoft, bakal memimpin Bizzy mengembangkan produk yang ditujukan untuk pasar korporasi, khususnya produk baru fasilitas karyawan (employee perks) yang mengadopsi gaya korporasi Silicon Valley.

Bizzy, yang didirikan dengan modal awal 34 miliar Rupiah, telah memiliki sejumlah klien startup, seperti Tiket.com, Traveloka, Halomoney, dan GrabTaxi. Saat ini Bizzy memiliki layanan di delapan segmen dan setiap pesanan di Bizzy sudah mencapai nilai hampir $2000. Dengan pengalaman lebih dari 15 tahun di industri, mereka menganggap Norman sebagai orang yang cocok untuk membantu Bizzy menyasar segmen ini.

Founder dan CEO Bizzy Peter Goldsworthy dalam pernyataannya mengatakan, “Norman telah membangun platform dari beberapa perusahaan terbesar di Indonesia untuk sektor keuangan dan asuransi. Kami senang memiliki seseorang dengan visi dan keahlian seperti beliau bergabung dengan kami dalam perjalanan untuk secara radikal mengubah cara perusahaan berbelanja.”

Norman akan memimpin Bizzy mengembangkan satu kategori segmen baru, fasilitas karyawan (employee perks). Kita sering mendengar bagaimana Google, Facebook, dan perusahaan teknologi lain di Silicon Valley memanjakan karyawannya dengan makan siang gratis, ketersediaan berbagai layanan dan fasilitas di dalam kantor, dan berbagai hal menarik lainnya supaya karyawan nyaman dan betah. Bizzy akan membantu perusahaan membangun sistem mengelolal hal ini, yang terutama ditujukan untuk tim HR.

“Kami melihat semakin banyak kecenderungan di mana tim HR menjadi pusat dari pembelanjaan kantor. Mereka menginvestasikan waktu yang banyak dalam memikirkan cara untuk menjaga tim mereka tetap bahagia. Sudah ada beberapa contoh baik yang menunjukkan hal ini.” ujar Goldsworthy.

Bizzy disebutkan telah memberikan konsultasi untuk grup MNC dalam membantu mendirikan taman dalam ruangan sebagai area karyawan. Selain itu mereka juga membantu Traveloka dan TNT Express berinvestasi dalam mengisi pantry untuk stafnya.

Tentang bergabungnya ia dengan Bizzy, Norman mengungkapkan, “Saya sangat senang bisa bergabung dengan Bizzy. Sebagai startup, Bizzy telah menunjukkan pertumbuhan pendapatan bulanan yang kuat, memvalidasi product-market fit mereka di pasar yang luas ini. Kami akan bekerja dengan pelanggan untuk menghasilkan produk dengan tingkat keunggulan teknologi internasional, membantu menyederhanakan cara pembelanjaan perusahaan, dan menciptakan standar baru dalam memberikan employee benefit.”

Bizzy Besutan Ardent Capital Masuki Pasar E-Commerce B2B Indonesia

Ardent Capital memasuki pasar e-commerce B2B Indonesia dengan memperkenalkan Bizzy. Dengan komitmen modal awal mencapai $2.5 juta, Bizzy melayani kebutuhan akan perlengkapan kantor, persediaan dan layanan lainnya. Kompetisi pada segmen ini masih terbilang rendah, karena kebanyakan pemain e-commerce lebih berfokus kepada pasar ritel. Bizzy telah berhasil menjadikan beberapa startup sebagai pelanggan pertama mereka. Continue reading Bizzy Besutan Ardent Capital Masuki Pasar E-Commerce B2B Indonesia

Ardent Capital’s Well-Funded Bizzy Enters Indonesia’s B2B E-Commerce Market

Bizzy's team ready to target B2B market needs / Bizzy

Ardent Capital enters Indonesia’s B2B e-commerce market by unveiling Bizzy. With $2.5 million war chest, Bizzy targets office inventory, supplies, and services needs. The competition is still relatively low, with most e-commerce service set their eye on retail market. In the beginning, Bizzy has already snapped some startups as its early customers.

Continue reading Ardent Capital’s Well-Funded Bizzy Enters Indonesia’s B2B E-Commerce Market

Kebangkitan Program Akselerasi dan Inkubasi Startup di Indonesia

Sesi Diskusi Kebangkitan Program Akselerasi dan Inkubasi Startup di Indonesia  / DailySocial

Beberapa tahun yang lalu, terdapat banyak program akselerator dan inkubasi untuk startup di Indonesia. Seiring berjalannya waktu, gaung mereka seolah-olah menghilang hingga pada titik di mana hanya beberapa saja yang dirasa masih aktif. Padahal kedua program ini memiliki peran penting di masa-masa awal pertumbuhan startup. Ajang Echelon Indonesia 2015 pun memberikan sesi diskusi khusus terkait dengan problem ini.

Continue reading Kebangkitan Program Akselerasi dan Inkubasi Startup di Indonesia

Ketika Era Inkubator dan Akselerator Startup Mungkin Hidup Kembali di Indonesia

Kesempatan Hidupnya Kembali Akselerator dan Inkubator Startup / Shutterstock

Inkubator dan akselerator startup adalah bagian yang tak terpisahkan dari ekosistem perkembangan startup itu sendiri. Peran keduanya bisa sangat membantu di masa-masa awal pertumbuhan startup dalam mengembangkan bisnisnya. Namun kini di Indonesia gaung keduanya seolah-olah redup. Apa yang menjadi penyebabnya? Akankah era inkubator dan akselerator startup hidup kembali di Indonesia?

Continue reading Ketika Era Inkubator dan Akselerator Startup Mungkin Hidup Kembali di Indonesia

Ardent Labs Indonesia Rekrut Batista Harahap Sebagai VP of Research and Development

Mantan Chief Innovation Officer Urbanesia dan Lead Engineer Icehouse Corp Batista Harahap menjadi salah satu rekrutan pertama Ardent Labs Indonesia. Tista, demikian ia biasa disebut akan menjadi VP Research and Development. Sebuah posisi strategis bagi “pabrik” produk dan talenta di bidang teknologi informasi.

Continue reading Ardent Labs Indonesia Rekrut Batista Harahap Sebagai VP of Research and Development

Ardent Capital Receives $12.5 Million Funding from Sinarmas Group and Opens Indonesia Office

The investment company and venture builder Ardent Capital, which is based in Thailand, announces that it has already received $12.5 million (around Rp 150 billion) from group of investor led by Sinarmas Group and supported by several existing investors. The fund will be utilized to expand the business built by Ardent within Ardent Labs, including aCommerce and online retail group WhatsNew. Roderick Purwana from Sinarmas will join Ardent board.

Continue reading Ardent Capital Receives $12.5 Million Funding from Sinarmas Group and Opens Indonesia Office