East Ventures dan EMTEK Suntik Pendanaan Startup Pengembang NFT Proyek Real Estat

Fraction, startup fintech berbasis di Hong Kong dan Bangkok, mengumumkan perolehan dana sebesar $3 juta (hampir 43 miliar Rupiah) dalam putaran pra-seri A yang dipimpin oleh East Ventures. Turut diikuti oleh EMTEK Group, Thakral Limited, V Ventures, dan jajaran investor regional lainnya.

Pengumpulan dana ini sejalan dengan penerimaan ICO Portal License Thailand (bergantung atas persetujuan aktivasi) dari Securities and Exchange Commission of Thailand (SEC). Juga rencana yang telah diumumkan sebelumnya untuk menawarkan kepemilikan secara parsial (fractional ownership) dari beberapa aset real estat ikonik di Thailand pada kuartal I 2022 melalui platform fractional ownership end-to-end yang didukung oleh NFT dan blockchain.

Dalam putaran tahap awal yang digelar sebelumnya, Fraction telah didukung oleh beberapa nama terkenal, baik dari industri teknologi maupun keuangan tradisional, termasuk SINGHA Ventures, Tanarra Capital milik John Wylie, dan Skystar Capital Indonesia.

Fraction didirikan oleh Eka Nirapathpongporn eks-Direktor and Partner Lazard, firma penasihat keuangan dan manajemen aset global berbasis di New York. Dan Shaun Sales, seorang pengusaha berpengalaman di bidang teknologi. Fraction membuka akses ke penciptaan kekayaan untuk semua orang dengan memungkinkan transaksi aset secara parsial dan digital untuk dimiliki maupun diperdagangkan, dimulai dengan proyek real estat ikonik yang terkenal di dunia.

Dengan platform plug-and-play milik Fraction, setiap orang dan perusahaan kini dapat melakukan investasi, menjual, dan mengelola kepemilikan secara parsial mulai dari saham kecil di kondominium kota, penginapan tepi pantai, atau karya seni hingga mengelola dana pribadi, aset, dan investor.

“Menghilangkan hambatan dan memberikan akses yang sama ke berbagai peluang untuk mencapai kekayaan bagi semua orang telah menjadi isu global yang mendesak. Kami senang menjadi pelopor dalam menerapkan NFT dan solusi digital Ethereum terdesentralisasi untuk mengelola kepemilikan atas banyak aset secara parsial,” ujar Nirapathpongporn dalam keterangan resmi, Senin (17/1).

Dia melanjutkan, “Mulai dari sekarang, kami dapat mengaktifkan inklusi keuangan yang memungkinkan para investor kecil untuk berpartisipasi dalam kelas-kelas aset menarik yang tidak dapat diakses sebelumnya. Peluang pertumbuhan untuk Fraction sangatlah besar, di mana pasar tokenisasi real estat diperkirakan akan bernilai US$ 80 triliun dan kami senang dapat berada pada garis terdepan gelombang baru konvergensi keuangan dan teknologi blockchain.”

Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mengungkapkan kegembiraannya karena telah menjadi bagian dari visi Fraction untuk menciptakan akses ke investasi modal yang saat ini hanya diperuntukkan untuk segelintir orang saja.

“Namun kami semakin bersemangat akan peluang pertumbuhan yang besar dari platform ini; membuat digitalisasi dan kepemilikan rasa parsial akan aset dunia nyata menjadi aktivitas sehari-hari yang mudah. Real estat adalah kelas aset pertama dan kami berharap dapat mendukung Fraction seiring dengan perkembangannya menjadi beberapa kelas aset dan yurisdiksi,” kata Willson.

Produk Fraction

Dengan lisensi ICO yang diperoleh dari otoritas Thailand, perusahaan dapat menautkan aset offline seperti real estat ke non-fungible token (NFT), mendigitalkan mereka, dan menawarkan sebagian kecil dari mereka kepada pihak yang berkepentingan. “Kami membagi kepemilikan NFT ini, dan token kepemilikan ini ditawarkan kepada investor. Oleh karena itu, ini adalah token kepemilikan yang didukung aset, ” Co-founder dan CEO Eka Nirapathpongporn seperti dikutip dari Tech in Asia.

Fraction mencetak NFT yang memiliki “tautan hukum dunia nyata” ke sebuah properti. Token ini akan terdiri dari token yang dapat dipertukarkan yang berbeda, atau fraksi, dengan masing-masing mewakili sebagian dari properti. Kemudian, token tersebut didaftar melalui IFO dengan kepemilikan pecahan yang setara dengan kepemilikan sebagian dari aset real estat yang sebenarnya. Fraction dapat diperdagangkan di antara investor.

“Sekarang Anda dapat […] secara legal memiliki bagian dari vila ini – mungkin 1% darinya – daripada harus membayar US$5 juta untuk membeli semuanya,” tambah dia.

Dalam perjalanannya, Fraction telah mengembangkan platform terpadu di dunia yang meliputi, i) Digitalisasi dan kepemilikan aset secara fraksi yang terintegrasi, ii) Penawaran fraksi perdana kepada para investor (Initian Fraction Offering/IFO). Kemudian, iii) Platform perdagangan token fraksi pada pasar sekunder di antara para investor, iv) Seluruh layanan untuk mengakomodasi pengalaman end-to-end.

East Ventures Leads Pre Series A Funding for SaaS Supply Chain Startup “Praktis”

Praktis (formerly known PTS.sc), a startup providing data-driven supply chain solutions for the D2C (Direct to Consumer) brand, announced the pre-series A funding with an undisclosed value. This round was led by East Ventures with the participation of the Triputra Group.

Praktis will use the funds to improve its technology, build a team, and improve product offerings to provide better service to clients.

This startup was founded in 2017 by Adrian Gilrandy with two colleagues, Dipta Imanto and Mohamad Fahrul. Dipta has a background in strategic management and operations while working at the Triputra Group, where he met Dipta Imanto, who has experience in improving operations in various industries, from manufacturing, logistics, to agriculture. Later, the two of them founded Practical with Fahrul, a creative industry entrepreneur and also supports several local shoe brands.

The three of them aware that many local MSME brands are still having difficulties in managing a sustainable business in developing their business. Therefore, Praktis’ solutions focus on providing assistance to brand owners in managing day-to-day operations with the help of technology.

Company’s innovations

Praktis platform has full visibility of all supply chain processes, therefore, production planning and inventory control processes can be optimized and cost effective. The solutions consist of procurement and production activities, enabling brands to take advantage of praktis’ wide network of suppliers to create and develop their products.

Furthermore, logistics and fulfillment services that offer operational efficiencies through automated systems and reliable partners; an order management system for brands to enter the right sales channels based on accurate data and demand predictions; and, access to working capital financing that assists brand development.

“Sorting out business operations and managing procurement, logistics, and store apart from designing and marketing good products can be a big problem for the D2C MSME brand. This is what we’re trying to provide, a seamless operational management services,” Praktis’ Co-founder, Dipta Imanto in an official statement, Tuesday (12/14).

In 2025 projection, Indonesia’s D2C market in fashion, food and personal care as well as furniture and household appliances will grow to a total of $36,120 billion per year. This bright prospect is reflected in Praktis’ performance. It is claimed, Practis’ current monthly income is experiencing more than 12-fold growth on a YOY basis in 2021 with an estimated CAGR of up to 24x and 31% CMGR based on an eight-month period from January to September 2021.

“As a single point of contact, we enable D2C brands to focus more on their core competencies, which in turn helps brands to achieve much higher revenue with efficient utilization of working capital. In the near future, we anticipate revenue growth of up to 6x,” added Practical Co-founder Adrian Gilrandy.

Willson Cuaca, East Ventures’ Co-Founder and Managing Partner said, “We invested in Practical with the belief that their product offerings will be able to help the D2C MSME brand to grow and thrive. Based on their performance so far, we can see that Practical products do indeed solve the main problems of their customers. We are excited about Practical’s development as they continue to grow.”

Currently, Praktis has been trusted by more than 100 brand customers, and has more than 1,000 supplier and manufacturing partners. Some of its clients include Brodo, NAH Project, Visval, Elhaus, Roughneck 1991, JakCloth.co.id, Kintakun, Pyopp, Rose All Day Cosmetics, and many more. Every month, Praktis can handle more than 300,000 shipments and more than 20,000 product items produced through supplier and manufacturing partners.

SaaS Solution

D2C is a business model that performs the sales process without intermediaries. Simply put, a businessman who produces goods, packages, and sends them directly to consumers without the intervention of other parties or third parties. These intermediaries vary, they can be resellers, dropshippers, to retail stores such as minimarkets.

Without the help of these intermediaries, business people can market their products through direct networks, such as websites, social media, to physical stores. However, this business model has drawbacks as businesses have to manage their own supply lines, facing long preparations, and dealing with consumers directly.

This is where Praktis comes in handy, and it is not the only players in this segment, there is also Sirclo which provides end-to-end e-commerce enabler solutions for brands with larger business scales.

Based on the MSME Empowerment Report 2021 by DSInnovate, there are several basic problems experienced by MSME players in Indonesia, including: lack of working capital, shortage of raw materials, procurement processes, accounting miscalculations, difficulties in marketing products, and process transaction.

In order to overcome this problem, 83% of MSME actors admit to using services from digital startups. From this hypothesis, the founders are passionate about presenting a variety of products with different value propositions. Currently there are dozens of startups that present various types of SaaS in this segment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Pimpin Pendanaan Pra-Seri A Startup SaaS Supply Chain “Praktis”

Praktis (sebelumnya bernama PTS.sc), startup penyedia solusi rantai pasokan berbasis data untuk brand D2C (Direct to Consumer), mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A dengan nilai dirahasiakan. Putaran ini dipimpin oleh East Ventures dengan partisipasi dari Grup Triputra.

Praktis akan memanfaatkan dana yang diraih ini untuk meningkatkan teknologinya, membangun tim, dan meningkatkan penawaran produk guna memberikan layanan yang lebih baik untuk klien.

Startup ini didirikan pada 2017 oleh Adrian Gilrandy bersama dua rekannya, Dipta Imanto dan Mohamad Fahrul. Dipta memiliki latar belakang di manajemen strategis dan operasi saat bekerja di Grup Triputra, tempat ia bertemu dengan Dipta Imanto, yang memiliki pengalaman dalam peningkatan operasi di berbagai industri, mulai dari manufaktur, logistik, hingga pertanian. Kemudian, mereka berdua mendirikan Praktis bersama Fahrul, seorang pelaku usaha industri kreatif dan turut mendukung beberapa merek sepatu lokal.

Ketiganya menyadari bahwa banyak merek UMKM lokal yang masih kesulitan dalam mengelola bisnis yang berkelanjutan dalam mengembangkan bisnisnya. Oleh karenanya, solusi yang dibangun Praktis fokus pada pemberian bantuan kepada pemilik merek dalam mengelola kegiatan operasional sehari-hari dengan bantuan teknologi.

Solusi yang dihadirkan

Platform Praktis memiliki visibilitas penuh terhadap semua proses rantai pasokan, sehingga perencanaan produksi dan proses pengontrolan inventaris bisa lebih optimal dan hemat biaya. Solusi yang dihadirkan terdiri dari aktivitas pengadaan dan produksi, memungkinkan merek memanfaatkan jaringan luas pemasok milik Praktis untuk membuat dan mengembangkan produknya.

Selanjutnya, layanan logistik dan fulfillment yang menawarkan efisiensi operasional melalui sistem otomatis dan mitra yang andal; sistem manajemen pesanan bagi merek untuk memasuki kanal penjualan yang tepat berdasarkan data yang akurat dan prediksi permintaan; dan, akses ke pembiayaan modal kerja yang membantu pengembangan merek.

“Mengatur operasional bisnis dan mengelola pengadaan, logistik, hingga manajemen toko selain merancang dan memasarkan produk bagus dapat menjadi masalah besar bagi brand UMKM D2C. Di sinilah kami hadir dengan menyediakan layanan manajemen operasional yang mulus,” ucap Co-founder Praktis Dipta Imanto dalam keterangan resmi, Selasa (14/12).

Diprediksi pada 2025, pasar D2C Indonesia di bidang fesyen, makanan dan perawatan pribadi serta mebel dan peralatan rumah tangga  akan tumbuh dengan total $36.120 miliar per tahun. Prospek cerah ini tercermin dari kinerja Praktis. Diklaim, saat ini pendapatan bulanan Praktis yang mengalami pertumbuhan lebih dari 12 kali lipat secara YOY pada tahun 2021 dengan perkiraan CAGR hingga 24x dan 31% CMGR berdasarkan periode delapan bulan dari Januari hingga September 2021.

“Sebagai titik kontak tunggal, kami memungkinkan brand D2C untuk lebih fokus pada kompetensi inti mereka, yang pada akhirnya membantu brand untuk meraih pendapatan yang jauh lebih tinggi dengan pemanfaatan modal kerja yang efisien. Dalam waktu dekat, kami mengantisipasi pertumbuhan pendapatan hingga 6x lipat,” tambah Co-founder Praktis Adrian Gilrandy.

Willson Cuaca, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures mengatakan, “Kami berinvestasi di Praktis dengan keyakinan bahwa penawaran produk mereka akan dapat membantu brand UMKM D2C untuk tumbuh dan berkembang pesat. Berdasarkan kinerja mereka sejauh ini, kita dapat melihat bahwa produk-produk Praktis memang memecahkan masalah utama pelanggan mereka. Kami sangat antusias dengan perkembangan Praktis karena mereka terus bertumbuh.”

Hingga kini, Praktis telah dipercaya oleh lebih dari 100 brand customer, dan memiliki lebih dari 1.000 mitra supplier dan manufaktur. Beberapa kliennya seperti Brodo, NAH Project, Visval, Elhaus, Roughneck 1991, JakCloth.co.id, Kintakun, Pyopp, Rose All Day Cosmetics, dan masih banyak lagi. Tiap bulannya, Praktis mampu menangani lebih dari 300.000 pengiriman barang dan lebih dari 20.000 item produk yang diproduksi melalui mitra supplier dan manufaktur.

Solusi SaaS

D2C merupakan salah satu model bisnis yang melakukan proses penjualan tanpa adanya bantuan perantara. Sederhananya, pebisnis yang memproduksi barang, mengemas, dan mengirimnya langsung ke konsumen tanpa adanya campur tangan pihak lain atau pihak ketiga. Perantara ini bermacam-macam, bisa reseller, dropshipper, sampai toko retail seperti minimarket.

Dengan tanpa bantuan perantara tersebut, pebinis bisa langsung memasarkan produknya ke jaringan yang sudah dimiliki, seperti situs, media sosial, sampai toko fisik. Namun, model bisnis ini punya kelemahan karena pebisnis harus mengatur alur pasokannya sendiri, perlu persiapan panjang, dan harus menghadapi konsumen langsung.

Di sinilah peranan seperti Praktis hadir, sebetulnya tidak hanya Praktis yang bermain di segmen ini, juga ada Sirclo yang menyediakan solusi end-to-end e-commerce enabler untuk merek dengan skala bisnis yang lebih besar.

Menurut data di laporan MSME Empowerment Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, di antaranya: kekurangan modal kerja, kekurangan bahan baku, proses pengadaan, salah perhitungan akuntansi, kesulitan memasarkan produk, dan proses transaksi.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 83% dari pelaku UMKM mengaku menggunakan layanan dari startup digital. Dari hipotesis tersebut, para founder pun bergairah untuk menghadirkan ragam produk dengan proposisi nilai yang berbeda-beda. Saat ini ada puluhan startup yang menghadirkan berbagai jenis SaaS di segmen tersebut.

Moduit Secures 65 Billion Rupiah Pre Series A Funding to Expand Wealth Management Product

Investment fintech startup Moduit announced $4.5 million (over 65 billion Rupiah) pre-series A round led by Singapore’s Reciprocus Moduit Holding (RMH). RMH is a consortium consisting of Reciprocus Financial Services Pte Ltd, insurtech entrepreneur Walter de Oude, and Helicap. In this round, participated also Djarum Group’s subsidiary, PT Alto Network.

Moduit is the first portfolio of the RMH consortium with the ambition to develop the fintech business in Southeast Asia, especially in Indonesia.

In fact, the fundraising plan has been disclosed since October 2019 through DailySocial’s last interview with the company. Nevertheless, with the right momentum amidst this pandemic, the company managed to boost optimism to pursue growth. The series A fundraising is said to be held next year.

In an official statement, Moduit’s Founder & CEO, Jeffrey Lomanto explained that his team will use fresh funds to expand its platform to offer additional curated products from wealth management, aside from mutual funds and bonds. Also, to improve the Moduit Robo-Advisor feature, which provides algorithm-based automated financial planning services with little or no human involvement.

“We plan to attract more professionals to join us as financial planning partners at Moduit. We will offer them more opportunities and a better life balance,” he said, Wednesday (11/10).

David J. Emery as Reciprocus International Pte Ltd’s Founder & Chairman, also Reciprocus Financial Services Pte Ltd’s CEO said that the pandemic is a double-edged sword. “Moduit has developed a digital platform that can help its Financial Planning Partners to open important wealth gateways for gen-Z and millennials,” he said.

Singlife’s Founder, Walter de Oude said, “Moduit is the perfect platform that combines technology with financial planning in Indonesia. Moduit has all the recipes for rapid growth and success.”

Jeffrey continued, throughout this year, without marketing support, Moduit’s Assets Under Advisory (AUA) grew by more than 40% in line with the average investment value for B2C reaching $4600 or Rp66.7 million per client. Simultaneously, the number of Moduit Advisory Partners grew 74%, these partners handling an average portfolio of $60,000 or IDR 870 million per client.

In 2020, the company aims to triple the number of Financial Planning Partners and push AUA up to seven times. “The entire Moduit team is very excited about this development. With such a huge opportunity in Indonesia, our ultimate goal going forward is expansion throughout Indonesia, and we also plan to pursue series A funding by the end of 2022,” he said.

Different approach

Moduit takes a different approach in marketing investment products. There are two target consumers, B2C to target retail investors, and B2B2C by targeting securities marketers to reach investors with larger amounts.

This strategy was taken as the current wealth management industry is very fragmented. There are three main activities, educating clients by finding out their financial needs and what their cashflow is like. Instead of solely provided KYC (Know Your Customer).

Furthermore, the second activity is a financial planning to simulate the investment portfolio based on the data obtained during the first activity. Finally, the execution to transact activities in the second section.

“This last part requires an PI (Investment Advisor) license to administer, connect with custodians, KSEI (Indonesian Central Securities Depository) and so on. In Indonesia, wealth management startup players are very fragmented, if we expect it to be end-to-end,” Moduit’s Founder & CEO, Jeffry Lomanto told DailySocial.id in a previous interview.

Based on OJK statistics, the number of representatives of mutual fund selling agents (WAPERD) was monitored to increase to 24,351 WAPERDs as of January 2021, from the previous 24,972 agent representatives in 2017.

The B2B2C business is the biggest vehicle in Moduit. However, Jeffrey still wants his two businesses to grow together with the combination of ticket size and number of tickets generated from each.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Moduit Tutup Putaran Pra-Seri A 65 Miliar Rupiah, Siap Perluas Produk “Wealth Management”

Startup fintech investasi Moduit mengumumkan perolehan pendanaan putaran pra-seri A senilai $4,5 juta (lebih dari 65 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh Reciprocus Moduit Holding (RMH) Singapura. RMH merupakan konsorsium yang terdiri dari Reciprocus Financial Services Pte Ltd, pengusaha insurtech Walter de Oude, dan Helicap. Dalam putaran ini, turut berpartisipasi PT Alto Network, anak usaha Grup Djarum.

Moduit menjadi portofolio pertama dari konsorsium RMH yang berambisi ingin mengembangkan bisnis fintech di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia.

Rencana penggalangan ini sebenarnya sudah diungkapkan sejak Oktober 2019 dalam wawancara terakhir bersama DailySocial.id. Kendati demikian, dengan momentum yang tepat di tengah pandemi, mampu meningkatkan optimisme perusahaan untuk mengejar pertumbuhan. Direncanakan penggalangan seri A akan dilangsungkan pada tahun depan.

Dalam keterangan resmi, Founder & CEO Moduit Jeffrey Lomanto menjelaskan pihaknya akan menggunakan dana segar untuk memperluas platformnya dalam menawarkan produk terkurasi tambahan dari wealth management, selain reksa dana dan obligasi. Serta, meningkatkan fitur Moduit Robo-Advisor, yang menyediakan layanan perencana keuangan otomatis berbasis algoritma dengan sedikit keterlibatan atau tanpa pengawasan manusia.

“Kami berencana menarik lebih banyak profesional untuk bergabung dengan kami sebagai mitra perencana keuangan di Moduit. Kami akan menawarkan kepada mereka lebih banyak peluang dan keseimbangan hidup yang lebih baik,” ujarnya, Rabu (10/11).

Founder & Chairman Reciprocus International Pte Ltd dan CEO Reciprocus Financial Services Pte Ltd (RFS) David J. Emery menuturkan bahwa pandemi adalah pedang bermata dua. “Moduit telah mengembangkan platform digital yang dapat membantu para Mitra Perencana Keuangannya untuk membuka pintu gerbang penting menuju kekayaan bagi gen-Z dan milenial,” kata dia.

Founder Singlife Walter de Oude mengatakan, “Moduit adalah platform sempurna yang menggabungkan teknologi dengan perencana keuangan di Indonesia. Moduit memiliki semua resep untuk mencetak pertumbuhan cepat dan kesuksesan.”

Jeffrey melanjutkan, sepanjang tahun ini, tanpa dukungan pemasaran, Assets Under Advisory (AUA) Moduit tumbuh lebih dari 40% seiring dengan rata-rata nilai investasi untuk B2C mencapai $4600 atau senilai Rp66,7 juta per klien. Bersamaan dengan itu, jumlah Advisory Partner (Mitra Penasehat Keuangan) Moduit tumbuh 74%, para mitra ini rata-rata menangani portofolio sebesar $60.000 atau Rp870 juta per klien.

Dia menargetkan pada tahun 2022, perusahaan akan menambah tiga kali lipat jumlah Mitra Perencana Keuangan dan mendorong AUA hingga tujuh kali lipat. “Seluruh tim Moduit sangat bersemangat dengan perkembangan ini. Dengan peluang yang sangat besar di Indonesia, tujuan akhir kami ke depan adalah ekspansi ke seluruh Indonesia, dan kami juga berencana untuk mengejar pendanaan seri A pada akhir tahun 2022,” paparnya.

Pendekatan berbeda

Moduit mengambil pendekatan yang berbeda dalam memasarkan produk investasi. Ada dua target konsumen yang disasar, yakni B2C untuk menyasar investor ritel, dan B2B2C dengan menyasar tenaga pemasar efek yang ingin menjangkau investor dengan nominal besar.

Strategi ini diambil karena di sini industri wealth management sangat terfragmentasi. Ada tiga aktivitas utama di dalamnya, mengedukasi klien dengan mencari tahu kebutuhan finansialnya dan cashflow-nya seperti apa. Tidak sekadar melakukan KYC (Know Your Customer) saja.

Lalu masuk ke aktivitas kedua, yakni perencanaan keuangan untuk mensimulasikan portofolio investasinya berdasarkan data-data yang diperoleh saat aktivitas pertama. Terakhir, masuk ke bagian eksekusi untuk mentransaksikan kegiatan yang ada di bagian kedua.

“Bagian terakhir ini butuh lisensi PI (Penasihat Investasi), untuk mengadministrasikan, menghubungkan dengan kustodian, KSEI (Kustodian Sentral Efek Indonesia) dan semacamnya. Di Indonesia pemain startup wealth management itu sangat terfragmentasi, kalau kami maunya end-to-end,” terang Founder & CEO Moduit Jeffry Lomanto kepada DailySocial.id dalam wawancara sebelumnya.

Berdasarkan statistik OJK, jumlah wakil agen penjual reksa dana (WAPERD) terpantau meningkat menjadi 24.351 WAPERD per Januari 2021, dari sebelumnya sebanyak 24.972 wakil agen pada 2017.

Bisnis B2B2C menjadi motor terbesar di Moduit. Kendati begitu, Jeffrey tetap ingin kedua bisnisnya sama-sama tumbuh karena ada kombinasi dari ticket size dan number of tickets yang dihasilkan dari masing-masingnya.

Application Information Will Show Up Here

Base Segera Rambah Kategori Produk Baru Setelah Dapatkan Pendanaan Pra-Seri A

Startup direct-to-consumer (DTC) “Base” akan segera melebarkan sayap ke kategori baru untuk melengkapi kebutuhan skincare dan wellness untuk konsumen, setelah mengantongi pendanaan pra-seri A. Putaran tersebut dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi dari East Ventures dan Antler, yang merupakan investor sebelumnya.

Tidak disebutkan nominal yang didapat, sejumlah jajaran investor baru turut berpartisipasi, di antaranya iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, serta angel investor yang tidak disebutkan identitasnya.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & Chief Product Officer Base Ratih Permata Sari mengatakan, perusahaan juga akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat upaya pertumbuhan dengan fokus utama untuk mendapatkan lebih banyak konsumen di kota-kota regional Indonesia lainnya.

“Saat ini, kami sedang dalam tahap pemetaan dan eksplorasi lebih lanjut dengan beberapa perusahaan portfolio jaringan investor kami untuk upaya sinergi pertumbuhan Base dalam lingkup supply chain dan juga distribusi,” kata dia.

Base diluncurkan pada Januari 2020 dikenal sebagai brand skincare yang menawarkan personalisasi rekomendasi perawatan kulit dengan teknologi eksklusif, yaitu Smart Skin Test. Base menggunakan berbahan dasar berkualitas, vegan, organik, dan halal, untuk pembersih wajah hingga sunscreen yang dapat digunakan generasi muda sebagai target konsumennya.

Ratih melanjutkan, Base ingin menjadi perusahaan tech-beauty yang relevan untuk generasi muda. Oleh karenanya, perusahaan terus mendengarkan dan memperbarui pengalaman digital dan kualitas produk fisik agar dapat terikat erat dengan konsumen.

“Alur distribusi utama Base adalah melalui jalur pemasaran online dan kondisi pandemi membantu kami mempercepat laju adopsi pembelian produk Base karena semakin banyak jumlah konsumen yang berbelanja melalui handphone mereka,” tambah dia.

Produk Base / Base

Dalam keterangan resmi, Partner dari Skystar Capital Geraldine Oetama mengatakan keinginannya untuk dapat memperluas jangkauan Base di Indonesia. Menurutnya, skincare adalah segmen pasar yang berkembang pesat dan Base telah memecahkan masalah umum dalam menemukan produk yang sesuai dengan beragam jenis kulit, goals, dan gaya hidup.

“Base menggunakan teknologi dan data untuk memberikan skincare personalisasi yang efektif, bebas dari parabens, dan juga vegan. Meningkatnya permintaan akan skincare, ditambah dengan pendekatan teknologi dan personalisasi Base yang unik, membuat kami sangat bersemangat untuk membawa Base ke tahap selanjutnya,” terang Geraldine.

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta menambahkan, “Kami sangat bersemangat untuk melanjutkan kemitraan jangka panjang dengan partner investor yang sudah bergabung dengan Base sejak tahap awal, dan memulai kemitraan strategis dengan investor baru untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mengembangkan industri kecantikan di Indonesia.”

Dalam kesempatan yang sama, Base menyambut Cissylia Stefani-van Leeuwen sebagai Brand Director perusahaan dalam upaya masuk ke fase pertumbuhan selanjutnya. Sebelumnya, ia memegang peran sebagai VP Brand di perusahaan teknologi raksasa lokal seperti Gojek & Tokopedia. Berbekal pemahaman mengenai teknologi serta pengalaman konsumen yang inovatif, Base menciptakan gebrakan segar untuk kategori kecantikan yang ramai.

Potensi bisnis industri kecantikan

Yaumi melanjutkan, selama pandemi pendapatan tahunan Base tumbuh lebih dari 24 kali lipat yang didorong dengan langkah afiliasi komunitas. Konsumen Base telah membantu penjualan melalui komisi dan melakukan langkah co-creation dengan komunitas, seperti meluncurkan beberapa kemasan limited-edition yang dirancang oleh konsumen dan ilustrator muda ternama lokal.

“Berkat hubungan langsung yang kami miliki dengan konsumen kami, Base menjadi ruang aman bagi para konsumen untuk dapat merasa lebih nyaman dengan kulit masing-masing. Kami menjunjung tinggi keberagaman dan menawarkan produk yang fleksibel, terlepas dari jenis gender, seperti sunscreen yang dapat digunakan oleh siapa saja.”

Penelitian Euromonitor menunjukkan bahwa industri kecantikan tetap tangguh menghadapi pandemi dibandingkan dengan industri lain yang terkena dampaknya. Pasar kecantikan di Indonesia diprediksikan akan mencapai $10 miliar pada 2025, utamanya didorong oleh kategori perawatan diri (perawatan rambut, perawatan tubuh) dan skincare, dengan tingkat pertumbuhan tahunan yang pesat sebesar 6%.

Apa yang dipaparkan Euromonitor, tercermin dengan baik di Indonesia. Yaumi turut memantau bahwa selama pandemi ini, semakin banyak brand kecantikan indie lokal yang bermunculan. Ia menilai kondisi tersebut sangat positif karena memperlihatkan bahwa adanya potensi adanya potensi yang sangat besar dan juga antusiasme dari potensial konsumen yang mulai beralih untuk menggunakan produk lokal.

Meski persaingan mulai ketat, kue bisnis kecantikan ini masih begitu besar karena keberagaman profil konsumen yang membutuhkan opsi jenis produk, misalnya dari harga ataupun usia pengguna dari konsumen. “Dalam hal ini, Base merasa bangga dapat turut serta untuk menjadi salah satu pemain lokal yang dapat menggerakkan ekonomi Indonesia melalui industri kecantikan yang berfokus untuk melayani konsumen Gen-Z dan Millennial,” tutupnya.

Dropezy Secures 35.5 Billion Rupiah Series A Funding, Offering Quick Commerce Solution

Online grocery startup Dropezy announced a pre-series A funding of $2.5 million (approximately 35.5 billion Rupiah). This round was led by Forge Ventures with participation from Tekton Ventures, Next Billion Ventures, Nordstar, and a range of angel investors, including the founders of Kopi Kenangan and BukuKas.

Through this round, Dropezy will launch its newest expansion solution “quick commerce” which offers instant delivery within 20 minutes. The company will expand its micro fulfillment center (cloud store) to a dozen at various points throughout the Greater Jakarta.

Dropezy’s Co-founder & COO, Nitesh Chellaram said in an official statement, the ongoing pandemic is changing the way consumers shop for daily necessities to online platforms. However, existing online grocery services focus on circling the existing offline supply chain or minimizing costs.

There are some aspects left behind that they have not had time to resolve in fulfilling consumer experience with online shopping, a faster delivery. Dropezy comes with the vision to offer the most convenient way for people to get groceries.

“Dropezy was built from the scratch to satisfy urban consumers who demand convenience and speed that allows them to order daily necessities in small package without a minimum order, with the cheapest delivery rates in Indonesia,” Nitesh said, Thursday (23/9).

He said, with this vision, the company now has 60% of repeat customers still shopping at Dropezy after six months. Also, these customers prefer the consistency and freshness of the Dropezy product selection and reasonable prices.

In its business operations, Dropezy controls inventory and logistics in-house with a committed fleet of riders allocating at least 6 hours a day for small package deliveries. This quick commerce solution is available due to Dropezy’s consumers demand to send orders faster.

“If you’re making coffee and realize you’re out of milk, Dropezy will give it to you before your coffee gets cold. We are excited to partner with investors who share our vision and customer obsession.”

In order to support the company’s vision, Dropezy has one micro fulfillment center (cloud store) assisted by a total team of 100 people to serve next-day delivery. In realizing the company’s ambition to provide 20-minute delivery to the buyer’s location, Dropezy plans to open up to a dozen cloud stores by the end of this year.

Dropezy’s Co-founder & CEO, Chandni Chainani added, “Expanding from 1 warehouse to 10 is very challenging, and there was no way we could have done this without the 18 months of learning and insight we gained from our customers.”

Forge Ventures’ partner, Kaspar Hidayat said, his team is very enthusiastic to partner with Dropezy to revolutionize the online grocery industry. He said, current players are not solving important problems and that is why penetration in this segment is much lower than in the e-commerce industry.

“And Dropezy changed all that. As Dropezy grows, this will allow customers to buy groceries and daily necessities on time, and running out of something essential will be a thing of the past.”

Competition in online grocery industry

The online grocery industry has fierce competition, however, it has high growth space as its penetration is still concentrated in big cities.

A report from Statista said, last year the online grocery market share in this country only reached 0.3%, it is predicted to be increased by 20 basis points to 0.5% in 2022. The pandemic is said to be one of the main factors that triggered the increase in the popularity of online grocery services among consumers.

Based on data, apart from changing consumer online buying behavior, a further impact of the pandemic is a change in consumer mindset in shopping. “Worried about the economic impact of the pandemic, many Indonesian consumers are becoming more budget conscious. In addition, the purchasing  priority  of basic needs and health among consumers is visible during the pandemic,” the report said.

Source: Statista

Therefore, instant delivery solutions at affordable costs are increasingly relevant as it holds potential consumer segment. Aside from Dropezy, more online grocery players are concerned with instant delivery. Among them are Sayurbox, which offers delivery within two hours, BlibliMart, which offers same-day delivery for purchases made between 8 am and 4 pm, and HappyFresh which promises delivery within one hour of ordering.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dropezy Kantongi Pendanaan Pra-Seri A 35,5 Miliar Rupiah, Hadirkan Solusi “Quick Commerce”

Startup online grocery Dropezy mengumumkan pendanaan pra-seri A senilai $2,5 juta (sekitar 35,5 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Forge Ventures dengan partisipasi dari Tekton Ventures, Next Billion Ventures, Nordstar, serta jajaran angel investor, termasuk di antaranya founder Kopi Kenangan dan BukuKas.

Melalui putaran ini, Dropezy akan melancarkan ekspansi solusi terbarunya “quick commerce” yang menawarkan pengiriman instan 20 menit sampai di lokasi setelah pemesanan. Perusahaan akan memperluas pusat fulfillment mikro (cloud store) hingga belasan di berbagai titik di seluruh wilayah Jabodetabek.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & COO Dropezy Nitesh Chellaram mengatakan, pandemi yang masih berlangsung ini mengubah cara konsumen berbelanja kebutuhan sehari-hari ke platform online. Namun, layanan online grocery yang ada sekarang berfokus pada sekitar rantai pasokan offline yang ada atau meminimalkan biaya.

Ada aspek yang tertinggal dan belum sempat diselesaikan oleh mereka untuk memuaskan pengalaman konsumen saat belanja online, yakni pengiriman yang lebih cepat. Dropezy hadir dengan visi ingin menawarkan cara paling nyaman bagi masyarakat untuk mendapatkan bahan makanan.

“Dropezy dibangun dari bawah untuk memuaskan konsumen perkotaan yang menuntut kenyamanan dan kecepatan yang memungkinkan konsumen untuk memesan kebutuhan sehari-hari dalam ukuran gigitan tanpa minimum order, dengan tarif pengiriman termurah di Indonesia,” ucap Nitesh, Kamis (23/9).

Dia melanjutkan, dengan visi tersebut, perusahaan kini memiliki 60% repeat customers yang masih berbelanja di Dropezy setelah enam bulan. Menurutnya, para pelanggan ini menyukai konsistensi dan kesegaran pilihan produk Dropezy dan harga yang wajar.

Dalam operasional bisnisnya, Dropezy mengontrol inventaris dan logistik in-house dengan armada pengendara yang berkomitmen yang mengalokasikan setidaknya 6 jam sehari untuk pengiriman paket kecil. Kehadiran solusi quick commerce ini pun hadir karena kebutuhan konsumen Dropezy yang ingin mengirimkan pesanannya lebih cepat dari sekarang.

“Jika Anda membuat kopi dan menyadari bahwa Anda kehabisan susu, Dropezy akan memberikannya kepada Anda sebelum kopi Anda dingin. Kami sangat senang dapat bermitra dengan investor yang memiliki visi dan obsesi pelanggan yang sama dengan kami.”

Untuk mendukung visi perusahaan, saat ini Dropezy memiliki satu pusat fulfillment mikro (cloud store) yang dibantu dengan total tim saat ini 100 orang untuk melayani pengiriman next-day. Untuk merealisasikan ambisi perusahaan dalam menyediakan pengiriman 20 menit sampai ke lokasi pembeli, Dropezy berencana untuk membuka hingga belasan cloud store hingga akhir tahun ini.

Co-founder & CEO Dropezy Chandni Chainani menambahkan, “Memperluas dari 1 gudang menjadi 10 sangat menantang, dan tidak mungkin kami dapat melakukan ini tanpa pembelajaran dan wawasan selama 18 bulan yang kami peroleh dari konsumen kami.”

Partner Forge Ventures Kaspar Hidayat menuturkan, pihaknya antusiasme untuk bermitra lebih jauh dengan Dropezy untuk merevolusi industri online grocery. Menurutnya, pemain yang ada saat ini tidak menyelesaikan masalah yang penting dan itulah sebabnya penetrasi di segmen ini jauh lebih rendah daripada di industri e-commerce.

“Dan Dropezy mengubah semua itu. Seiring pertumbuhan Dropezy, ini akan memungkinkan pelanggan untuk membeli bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari tepat waktu, dan kehabisan sesuatu yang penting akan menjadi masa lalu,” tutupnya.

Kompetisi industri online grocery

Industri online grocery memiliki persaingan yang sengit, namun masih memiliki ruang tumbuh yang tinggi karena penetrasinya yang masih terpusat di kota-kota besar.

Laporan dari Statista menyampaikan, pada tahun lalu pangsa pasar online grocery di negara ini baru mencapai 0,3%, diprediksi akan meningkat 20 basis poin menjadi 0,5% pada 2022 mendatang. Pandemi yang melanda tanah air disebut-sebut sebagai salah satu faktor utama yang memicu peningkatan popularitas layanan online grocery di kalangan konsumen.

Menurut data, dampak lebih lanjut dari pandemi selain mengubah perilaku pembelian online konsumen, adalah perubahan pola pikir konsumen dalam berbelanja. “Karena khawatir akan dampak ekonomi dari pandemi, banyak konsumen Indonesia menjadi lebih sadar anggaran. Selain itu, prioritas pembelian kebutuhan pokok dan kesehatan di kalangan konsumen juga terlihat selama pandemi,” tulis laporan tersebut.

Sumber: Statista

Sehingga solusi pengiriman instan dengan biaya terjangkau semakin relevan karena ada segmen konsumen di sana. Selain Dropezy, semakin banyak pemain online grocery yang concern dengan pengiriman instan. Di antaranya ada Sayurbox yang menawarkan pengiriman sampai dalam waktu dua jam, BlibliMart yang menawarkan pengiriman same-day untuk pembelian yang dilakukan antara jam 8 pagi sampai jam 4 sore, dan HappyFresh yang menjanjikan barang diantar dalam satu jam setelah pemesanan.

***
Ada penawaran spesial nih buat Anda! Pakai kode voucher DROPXDAILY25, ada potongan 25ribu untuk min. belanja Rp50ribu di seluruh area yang tercover Dropezy. Kode ini hanya berlaku sampai dengan 31 Maret 2022.
Application Information Will Show Up Here

Bluebird Invests in Social Commerce Startup Dagangan’s Pre Series A Funding

Social commerce startup Dagangan announced a pre-series A funding with an undisclosed amount from a series of investors, including CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, and Bluebird Group. This is the beginning round of series A funding that is expected to be closed soon.

According to the company’s official statement today (18/6), the fresh funds will be used to fuel the expansion to 7 thousand villages this year, therefore, more people in rural areas, far from shopping centers can get their daily needs.

CyberAgent Capital’s Managing Director Nobuaki Kitagawa said, “We believe that Dagangan can have a positive impact in helping and improving the economy of the community in tier 3 and 4 regions. “[..] With Dagangan team’s experience and in-depth knowledge of the FMCG industry, we believe that Dagangan will succeed in penetrating underserved local markets where highly inefficient supply chains and a lack of trust from local communities persist,” he said.

Dagangan is a social commerce application that provides various household needs, ranging from basic needs, fresh products, to other daily needs in retail and wholesale. The startup, which was founded in 2019, targets village stall owners who have had to travel 20 km-30 km to shop for daily needs.

“They are usually underserved by principal brands as they are far from urban areas and require help instead of having to close their shops for shopping within 20 km-30 km,” Dagangan’s Co-Founder, Wilson Yanaprasetya explained separately in a virtual press conference.

Dagangan has warehouses in various remote areas on Java Island as a hub and distribution channel in every village, involving local communities to solve distribution access problems in rural areas. Wilson continued, the entire Dagangan’s procurement process is carried out in two ways, taken directly from the principal brand and then stored in hubs, and taken directly from the product owner for products from MSMEs in the surrounding villages.

To date, not only providing household needs, Dagangan platform also sells various MSME products from snacks, kitchen spices, processed ready-to-eat foods, also making their own labels with affordable product prices.

Dagangan targets two types of consumers, shop owners as business actors who usually make large transactions and make purchases on the Dagangan application. Also, retail buyers, who are individuals intend to shop for daily necessities through the Dagangan Mall application. Products ordered by consumers will be delivered within 1×24 hours by its own fleet.

In addition to providing daily needs, Dagangan also partners with local entrepreneurs. Thus, they can improve their life quality through entrepreneurship. There are several hub partners that have joined. Currently, Dagangan operates in more than 4,000 villages spread across Yogyakarta, Central Java, and West Java.

Dagangan’s Co-Founder, Ryan Manafe added, with the current business model, his team is able to attract local community to grow together. “Dagangan is here to provide convenience to local communities in getting on with their daily economic activities. With the spirit of building the local economy, Dagangan offers a one-stop digital service solution to provide various household needs,” he said.

In the future, Dagangan is to expand to other village locations around Java. By the end of this year, it is expectd to be present in 7 thousand villages, 30 hubs, and 40 thousand active consumers.

“We are happy to listen to requests from the community regarding daily needs. If there is a high enough demand for an item, then we will look for them. We expect to become a reliable application for people in rural areas,” Ryan concluded.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Bluebird Ikut Suntik Pendanaan Pra-Seri A Startup Social Commerce Dagangan

Startup social commerce Dagangan mengumumkan pendanaan pra-seri A dengan nilai dirahasiakan dari sejumlah investor, di antaranya CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, dan Bluebird Group. Putaran ini merupakan awal menuju pendanaan seri A yang ditargetkan dapat ditutup dalam waktu dekat.

Menurut keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (18/6), dana segar akan dimanfaatkan sebagai amunisi untuk ekspansi ke 7 ribu desa pada tahun ini agar semakin banyak masyarakat di daerah rural mendapatkan kebutuhan harian yang selama ini jauh dari pusat perbelanjaan.

Managing Director CyberAgent Capital Nobuaki Kitagawa menyampaikan, pihaknya yakin Dagangan mampu memberikan dampak positif dalam membantu, serta meningkatkan ekonomi masyarakat di wilayah tier 3 dan 4. “[..] Dengan pengalaman dan pengetahuan mendalam dari tim Dagangan di industri FMCG, kami yakin bahwa Dagangan akan berhasil menembus pasar lokal yang kurang terlayani di mana rantai pasokan yang sangat tidak efisien dan kurangnya kepercayaan dari masyarakat lokal masih ada,” ucapnya.

Dagangan adalah aplikasi social commerce yang menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga, mulai dari sembako, produk segar, hingga kebutuhan harian lainnya secara eceran dan grosir. Startup yang didirikan sejak 2019 ini menyasar pemilik warung di desa yang selama ini harus menempuh jarak 20 km-30 km ke pasar basah untuk belanja kebutuhan.

“Mereka biasanya underserved oleh brand prinsipal karena letaknya yang jauh dari perkotaan dan butuh bantuan daripada harus tutup tokonya untuk belanja dengan jarak 20 km-30 km,” terang Co-Founder Dagangan Wilson Yanaprasetya secara terpisah dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini.

Dagangan memiliki gudang yang tersebar di berbagai pelosok daerah di pulau Jawa sebagai hub dan kanal distribusi di setiap desa, melibatkan komunitas lokal untuk menyelesaikan masalah akses distribusi di pedesaan. Wilson melanjutkan, seluruh proses pengadaan di Dagangan dilakukan dengan dua cara, ada yang diambil langsung dari brand prinsipal lalu disimpan di hub-hub, dan mengambil langsung dari pemilik produk untuk produk dari UMKM di desa sekitar.

Kini, tak hanya menyediakan kebutuhan rumah tangga, platform Dagangan juga menjual beragam produk UMKM, mulai dari snack, bumbu dapur, olahan makanan siap saji, hingga membuat label sendiri dengan harga produk terjangkau.

Dagangan memanfaatkan dua jenis konsumen, yakni pemilik warung sebagai pelaku usaha yang biasa melakukan transaksi dalam jumlah besar dan melakukan pembelanjaan di aplikasi Dagangan. Berikutnya, pembeli eceran yakni perorangan yang ingin belanja kebutuhan sehari-hari melalui aplikasi Dagangan Mall. Produk yang dipesan konsumen akan diantar dalam kurun waktu 1×24 jam oleh armada Dagangan.

Tidak hanya membantu mereka yang kesulitan dalam penyediaan kebutuhan sehari-hari, Dagangan bermitra dengan pengusaha lokal yang menjadi mitra untuk menjadi penyediaan barang. Dengan demikian, mereka dapat meningkatkan kualitas hidupnya lewat berwirausaha. Ada beberapa partner hub yang telah bergabung. Saat ini, Dagangan beroperasi di lebih dari 4 ribu desa yang tersebar di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Co-Founder Dagangan Ryan Manafe menambahkan, dengan model bisnis seperti ini pihaknya mampu menarik tokoh lokal untuk tumbuh bersama. “Dagangan hadir memberikan kemudahan kepada masyarakat lokal dalam menjalankan kegiatan ekonomi sehari-hari. Dengan semangat membangun ekonomi lokal, Dagangan menawarkan solusi layanan digital satu pintu dalam menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga,” ujarnya.

Ke depannya, Dagangan akan ekspansi ke lokasi desa lainnya di sekitar Jawa. Diharapkan pada akhir tahun ini dapat hadir di 7 ribu desa, 30 hub, dan 40 ribu konsumen aktif.

“Kami senang mendengarkan permintaan dari masyarakat terkait kebutuhan harian. Jika ada permintaan yang cukup tinggi terkait suatu barang, maka kami akan carikan untuk mereka. Harapannya kami bisa menjadi aplikasi yang dapat diandalkan untuk masyarakat di pedesaan,” tutup Ryan.

Application Information Will Show Up Here