[Video] Startup 101: Tip Penggalangan Dana dari Prasetia Dwidharma

DailySocial bersama Arya Setiadharma dari Prasetia Dwidharma membahas  cerita di balik kesuksesan sebuah startup dan bagaimana tip untuk mengatasi sejumlah tantangan sebelum berhasil memperoleh pendanaan.

Untuk video menarik lainnya seputar startup dan teknologi, kunjungi kanal YouTube DailySocialTV.

PINA Secures Seed Funding, to Launch Investment and Financial Management App

The developer of personal financial management application PINA announced seed funding with an undisclosed amount. This round was led by 1982 Ventures, with the participation of iSeed Asia, Prasetia Dwidharma, Oberyn Capital, and a series of angel investors. The fresh funds will be used to accelerate product development and growth before its launching in November 2021.

Later, the PINA application will help people manage and grow their money by providing management and investment solutions in a single app. The startup was founded by former Grab executive Daniel van Leeuwen and financial services veteran Christian Hermawan.

“Our mission is to help everyone achieve financial independence by providing products and advice to make complex financial decisions simple and relevant. Wealth creating tools for high net worth individuals are now available to everyone. PINA empowers people to invest and manage their money in an understandable way,” Daniel said.

1982 Ventures’ Managing Partner, Herston Powers revealed to DailySocial, although the platform is yet to launch, its founders’ mature experience is enough to be a strong reason for investors to invest.

“PINA is the first Indonesian personal finance app to serve all Indonesians. The path to personal investment is not stock trading or crypto exchange, but a financial product made for the masses that focuses on building wealth. PINA’s holistic approach and values ​​are fully aligned with our mission to transform financial services and empower millions of Indonesians,” Herston said.

1982 Ventures is a venture capitalist that focuses on fintech startups. Based in Singapore, they focused on early stage funding, for businesses in Southeast Asia. Aside from PINA, Brick and Wagely are 1982 Ventures’ other portfolios in Indonesia.

Meanwhile, Prasetia Dwidharma’s CEO, Arya Setiadharma said, “PINA’s vision is to empower Indonesians to pursue and secure financial freedom in a simple and straightforward way. Reducing barriers to accessing markets is as important as educating those who want to access them – financial literacy must be a priority. ”

Other platforms that offer similar services are including Halofina, Finansialku, and Fundtatstic. Not only a personal financial recording application, it also embed investment services and financial education in its application — their mission is to make it easier for every user to achieve their financial goals.

Targeting young generation

PINA’s mission is not only to provide an easier way to invest in Indonesia’s emerging financial markets, but also to provide access, trust, and financial literacy to address the low penetration of retail investors, particularly the lower middle class, younger generation, and beginners.

In order to achieve this goal, they have partnered with several institutions, including BNI Sekuritas to offer various investment products, Asli RI for e-KYC and biometric security, and other leading asset management companies. Currently, PINA has been registered and is under the supervision of the Financial Services Authority (OJK).

Until Q2 2021, we noted some wealthtech (financial and investment management) startups that received funding from investors, including:

Announcement Startup Round Amount Investor
January-2021 Zipmex Series A $ 6,000,000 Jump Capital
March-2021 Pluang Pre-Series B $ 20,000,000 Openspace Ventures, Go-Ventures
February-2021 FUNDtastic Series A $ 7,700,000 Ascend Capital Group, Indivara Group
January-2021 Ajaib Series A $ 25,000,000 Horizons Ventures, Alpha JWC Ventures, SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, Y Combinator
January-2021 Bibit Series A $ 30,000,000 Sequoia Capital India, East Ventures, EV Growth, 500 Startups
March-2021 Ajaib Series A $ 65,000,000 Ribbit Capital, Y Combinator Continuity, ICONIQ Capital, Bangkok Bank PLC, angel investors
May-2021 Pintu Series A $ 6,000,000 Coinbase, Blockchain Ventures, Castle Island Ventures, Intudo Ventures, Alameda Ventures, Angel Investor
May-2021 Bibit Series B $ 65,000,000 Sequoia Capital India, Prosus Ventures, Tencent, Harvard Management Company, AC Ventures, East Ventures

It is projected to increase, in line with market opportunities for financial management services that continue to be in demand. A study mentioned, the wealthtech solutions market size will reach $54.62 billion by 2021; and will continue to grow to $137.44 billion in 2028 with a CAGR of 12.1%.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

PINA Kantongi Pendanaan Awal, Segera Luncurkan Aplikasi Pengelolaan Keuangan dan Investasi

Pengembang aplikasi pengelolaan keuangan personal PINA mengumumkan telah mendapatkan pendanaan awal dengan nominal dirahasiakan. Putaran ini dipimpin 1982 Ventures, dengan keterlibatan iSeed Asia, Prasetia Dwidharma, Oberyn Capital, dan sejumlah angel investor. Dana segar akan dimanfaatkan untuk mempercepat pengembangan dan pertumbuhan produk sebelum diluncurkan pada November 2021 depan.

Nantinya aplikasi PINA akan membantu orang mengelola dan mengembangkan uang mereka dengan menyediakan solusi pengelolaan dan investasi di satu aplikasi. Startup ini didirikan oleh mantan eksekutif Grab Daniel van Leeuwen dan veteran layanan keuangan Christian Hermawan.

“Misi kami adalah membantu setiap orang mencapai kemandirian finansial dengan menyediakan produk dan saran yang membuat keputusan keuangan yang rumit menjadi sederhana dan relevan. Wealth creating tools yang disediakan untuk individu dengan kekayaan bersih tinggi kini tersedia untuk semua orang. PINA memberdayakan orang untuk berinvestasi dan mengelola uang mereka dengan cara yang dapat dipahami,” ujar Daniel.

Kepada DailySocial.i,d Managing Partner 1982 Ventures Herston Powers mengungkapkan, meskipun platform belum diluncurkan, namun dilihat dari pengalaman para pendirinya yang cukup matang menjadi alasan kuat bagi investor untuk memberikan investasi.

“PINA merupakan aplikasi keuangan pribadi Indonesia pertama yang melayani semua orang Indonesia. Jalan menuju investasi pribadi bukanlah perdagangan saham atau pertukaran kripto, tetapi produk keuangan yang dibuat untuk orang banyak yang berfokus pada membangun kekayaan. Pendekatan dan nilai-nilai holistik PINA sepenuhnya selaras dengan misi kami untuk mengubah layanan keuangan dan memberdayakan jutaan orang Indonesia,” kata Herston.

1982 Ventures sendiri merupakan pemodal ventura yang fokus kepada startup fintech. Berbasis di Singapura, cakupan pendanaan mereka di tahap awal, untuk pebisnis di Asia Tenggara. Selain PINA, portofolio milik 1982 Ventures lainnya di Indonesia adalah Brick dan Wagely.

Sementara itu, CEO Prasteia Dwidharma Arya Setiadharma mengatakan, “Visi PINA adalah memberdayakan masyarakat Indonesia untuk mengejar dan mengamankan kebebasan finansial dengan cara yang sederhana dan lugas. Mengurangi hambatan untuk mengakses pasar sama pentingnya dengan mendidik mereka yang ingin mengaksesnya – literasi keuangan harus menjadi prioritas.”

Platform yang menawarkan layanan serupa seperti PINA di antaranya adalah Halofina, Finansialku, dan Fundtatstic. Tidak sekadar aplikasi pencatatan keuangan pribadi, mereka juga menyematkan layanan investasi dan edukasi keuangan di aplikasinya — misinya memudahkan setiap pengguna mencapai tujuan finansialnya.

Targetkan generasi muda

Misi PINA tidak hanya menyediakan cara yang lebih mudah untuk berinvestasi di pasar keuangan yang sedang berkembang di Indonesia, tetapi juga memberikan akses, kepercayaan, dan literasi keuangan untuk mengatasi rendahnya penetrasi investor ritel, khususnya segmen kelas menengah ke bawah, generasi muda, dan pemula.

Untuk memuluskan tujuannya, mereka telah bermitra dengan beberapa pihak, termasuk perusahaan BNI Sekuritas untuk  menawarkan berbagai produk investasi, Asli RI untuk e-KYC dan keamanan biometrik, dan perusahaan manajemen aset terkemuka lainnya. Saat ini PINA telah terdaftar dan berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Hingga Q2 2021, kami mencatat terdapat sejumlah startup wealthtech (pengelolaan keuangan dan investasi) yang mendapatkan pendanaan dari investor, antara lain:

Announcement Startup Round Amount Investor
January-2021 Zipmex Series A $ 6,000,000 Jump Capital
March-2021 Pluang Pre-Series B $ 20,000,000 Openspace Ventures, Go-Ventures
February-2021 FUNDtastic Series A $ 7,700,000 Ascend Capital Group, Indivara Group
January-2021 Ajaib Series A $ 25,000,000 Horizons Ventures, Alpha JWC Ventures, SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, Y Combinator
January-2021 Bibit Series A $ 30,000,000 Sequoia Capital India, East Ventures, EV Growth, 500 Startups
March-2021 Ajaib Series A $ 65,000,000 Ribbit Capital, Y Combinator Continuity, ICONIQ Capital, Bangkok Bank PLC, angel investors
May-2021 Pintu Series A $ 6,000,000 Coinbase, Blockchain Ventures, Castle Island Ventures, Intudo Ventures, Alameda Ventures, Angel Investor
May-2021 Bibit Series B $ 65,000,000 Sequoia Capital India, Prosus Ventures, Tencent, Harvard Management Company, AC Ventures, East Ventures

Proyeksinya ke depan masih akan terus meningkat, seiring peluang pasar layanan pengelolaan keuangan yang terus diminati pasar. Menurut sebuah studi, ukuran pasar solusi wealthtech akan mencapai $54,62 miliar pada tahun 2021; dan akan terus bertumbuh hingga $137,44 miliar pada 2028 mendatang dengan CAGR 12,1%.

From Social Commerce to Online Grocery, Pasarnow Scored 47 Billion Rupiah Seed Funding

Starting from a social commerce platform, startup Jamannow has established the online grocery service “Pasarnow”. This business model shifting (pivot) was welcomed by investors with the announcement of a seed funding of $3.3 million or equivalent to 47 billion Rupiah. This round was led by East Ventures with the participation of SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, and several angel investors.

The startup was founded in 2019 by James Rijanto, Donald Wono, and Cindy Ozzie. Its currently focus on simplifying the supply chain in the fresh grocery sector and offering quality fresh food products to customers through a multi-channel platform. The multi-channel approach allows them to embrace the B2B and B2C sectors at the same time. Each channel offers different prices, promotions, and key features to meet specific customer needs.

“Ensuring the freshness of products when they arrive at customers is a big challenge for businesses in the fresh food sector. Food products such as fruits, vegetables, and frozen meats are perishable, therefore, requiring fast delivery with well-controlled temperatures, and ultimately causing high logistics costs,” Pasarnow’s Co-founder & CEO, James Rijanto said.

“That’s why Pasarnow is investing heavily in technology and operational infrastructure to solve this problem. Moreover, Pasarnow’s multi-channel platform helps us achieve faster economies of scale and create greater efficiencies in our operations,” he added.

In the process, the operating system on the backend collects order history to generate market demand predictions, therefore, more than 1,000 partner farmers and suppliers can better plan and optimize their harvest schedules. That way, they can offer customers high quality and fresh ingredients at the best prices and minimize the amount of wasted fresh ingredients.

Currently, Pasarnow operates in Greater Jakarta and Bandung with more than 100 employees and 200 daily workers and driver partners.

Pasarnow will use the fresh funds to expand into new cities, recruit talent, improve its data and technology infrastructure and build micro warehouses, Frontline Mini Hubs (FMH). In order to complement the 10 hubs that are currently availbale across Jabodetabek, FMH will be built in densely populated areas and equipped with special storage devices for fresh and frozen foodstuffs.

Online grocery investment keeps pouring

On the same day (07/9), another online grocery startup, Segari, also announced funding in the Series A round, led by a venture arm owned by Gojek. This adds to the long list of startups in related fields receiving funding since the pandemic. Based on DailySocial.id’s data, since Q2 2020 [the early period of the pandemic] until now, there have been 10 investments, including:

Periode Startup Investasi
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A

“Changes in consumer shopping behavior due to the pandemic pose new challenges in the grocery industry. Customers demand fresh and high-quality products every day amid complex grocery supply chains. Pasarnow is here to address these challenges by eliminating inefficiencies through a data-driven business model. With heavy growth since last year, we believe that the Pasarnow team can accelerate their operational capacity building and business development,” East Ventures’ Managing Partner, Willson Cuaca said.

It is said that the retail market value of foodstuffs in Indonesia was estimated to have reached $108 billion in 2019, but online grocery only contributed less than 1%. Under current conditions, the size of the online grocery market is expected to increase by around $13 billion by 2025.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dukungan Prasetia Dwidharma untuk Ekosistem Startup Global

Sebagai perusahaan modal ventura yang berdiri sejak tahun 2016, Prasetia Dwidharma berinvestasi ke startup Indonesia, startup regional Asia Tenggara, dan bahkan startup yang berpusat di Amerika Serikat. Tercatat terdapat 100 startup yang telah didanai mereka.

Kepada DailySocial, CEO Prasetia Dwidharma Arya Setiadharma mengungkapkan strategi investasi dan harapannya ke pendiri startup yang memiliki passion dan hunger yang cukup besar untuk mengembangkan bisnis mereka.

Fokus ke teknologi

Para pendiri Prasetia Dwidharma Arya, Ardi dan Budi Setiadharma

Didirikan bersama saudara kembarnya Ardi Setiadharma, Prasetia Dwidharma memposisikan diri sebagai CVC. Semua investasi berasal dari balance sheet perusahaan yang didirikan Arya, Ardi, dan sang ayah, Budi Setiadharma.

Salah satu industri yang menjadi fokus Prasetia Dwidharma adalah industri game.

“Gaming merupakan industri di mana teknologi baru banyak digunakan, seperti AR dan VR. Saya melihat akan terus tumbuh ditambah dengan pengalaman pengguna yang semakin baik saat ini. Ke depannya saya melihat semakin banyak teknologi dimasukan ke dalam ekosistem tersebut,” kata Arya.

Setelah sebelumnya berinvestasi ke Touchten, Prasetia Dwidharma tahun ini memberikan dana segar ke pengembang platform mobile gaming Singapura Goama. Goama memungkinkan aplikasi lain memasukkan segmen gaming ke dalam platform-nya, biasanya untuk tujuan user retention.

“Saya melihat angle-nya sangat scalable. Tidak hanya pasar Indonesia, konsep ini juga bisa diterapkan di pasar global. Kita melihat angle yang menarik menyasar segmen B2B hingga B2B2C,” kata Arya.

Selain gaming, Prasetia Dwidharma juga tertarik berinvestasi di sektor robotika. Di tahun 2018 mereka mendanai startup Singapura Ratio. Menurut mereka, pendiri Ratio memiliki pengalaman yang sangat matang. Selain itu, model bisnis dan teknologi yang dihadirkan relevan untuk pasar global.

“Saya mengenal pendirinya saat studi di Universitas Purdue. Melihat pengalamannya yang pernah bekerja di Tiongkok turut membesarkan Yum China, ke depannya dengan teknologi robot yang mereka hadirkan bisa mengatasi masalah sumber daya, seperti tenaga barista di cafe atau coffee shop. Terutama di negara yang memiliki cost labor cukup besar,” kata Arya.

Arya menambahkan, bisnis yang paling sulit untuk di-scale up adalah industri makanan dan minuman. Solusi robotika dari Ratio diharapkan bisa meminimalisir persoalan tersebut.

Diversifikasi kategori startup

Selama pandemi, Prasetia Dwidharma terbilang aktif memberikan pendanaan. Dalam waktu dua tahun terakhir terdapat 14 startup yang telah didanai. Startup yang telah didanai tahun lalu termasuk Neurobit, Traktor, Decentro, Danamart, MyRobin, Brick dan LunaPOS. Sementara tahun ini tercatat Jago Coffee, Populix, Bamms, Dagangan, Goama dan Fresh Factory sebagai portofolionya.

“Untuk Fresh Factory kami tertarik dengan model bisnis yang ditawarkan. Mereka meng-convert ruko yang ada menjadi cold storage. Logistic angle tersebut yang kemudian menjadi perhatian kita, ditambah dengan pendirinya yang sudah sangat berpengalaman,” kata Arya.

Portofolio investasi yang dimiliki Prasetia Dwidharma cukup beragam. Sekitar 60% investasi diberikan untuk perusahaan yang beroperasi di Indonesia. Mereka juga mengalokasikan dana 20% untuk startup Asia Tenggara (di luar Indonesia) dan 20% lagi untuk startup Amerika Serikat.

Meskipun pasar di Indonesia sangat besar potensinya, Arya melihat kebanyakan startup Indonesia masih fokus ke pasar lokal. Berbeda dengan startup asal Singapura atau Amerika Serikat yang kebanyakan menargetkan pasar global.

Investasi di luar negeri biasanya didapatkan tim Prasetia Dwidharma berdasarkan rekomendasi program inkubator, seperti Y Combinator dan Antler. Mereka juga banyak menerima rekomendasi dari berbagai organisasi yang relevan. Cara ini dinilai Arya cukup efektif karena keterbatasan sumber daya untuk melakukan kurasi dan background check.

“Kita berupaya untuk mendiversifikasi tesis investasi dan strategi. Dengan demikian kita makin ter-expose kepada teknologi yang berbeda. Bukan hanya consumer oriented, SaaS dan lainnya,” kata Arya.

Arya juga mengajak lebih banyak korporasi berinvestasi ke startup. Tidak hanya fokus ke pendiri startup yang masih belia usianya, namun juga ke startup yang memiliki passion dan semangat muda, meskipun pendirinya sudah berusia lebih senior (40 tahun ke atas).

“Sebagai investor kita bisa memposisikan sebagai helicopter view. Berdasarkan pengalaman yang dimiliki sebagai korporasi, kita bisa melihat industri mana yang bakal tumbuh dan tentunya memiliki potensi yang baik,” kata Arya.

Dari Social Commerce Menjadi Online Grocery, Pasarnow Bukukan Pendanaan Awal 47 Miliar Rupiah

Berawal dari platform social commerce, startup Jamannow kini mantapkan layanan online grocery “Pasarnow”. Peralihan model bisnis (pivot) ini disambut baik investor dengan diumumkannya pendanaan awal senilai $3,3 juta atau setara 47 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin East Ventures dengan partisipasi SMDV, Skystar Capital, Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, dan beberapa angel investor.

Startup ini didirikan sejak tahun 2019 oleh James Rijanto, Donald Wono, dan Cindy Ozzie. Kini fokus utama mereka menyederhanakan rantai pasok di sektor bahan makanan segar dan menawarkan produk makanan segar berkualitas kepada pelanggan melalui platform multi-channel. Pendekatan multi-channel memungkinkan mereka merangkul sektor B2B dan B2C sekaligus. Setiap channel menawarkan harga, promosi, dan fitur utama yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan.

“Memastikan kesegaran produk saat sampai di pelanggan merupakan sebuah tantangan besar bagi pelaku bisnis di sektor bahan makanan segar. Produk makanan seperti buah-buahan, sayuran, dan daging beku mudah rusak, sehingga membutuhkan pengiriman yang cepat dengan kontrol suhu yang terjaga, dan akhirnya menyebabkan tingginya biaya logistik,” ujar Co-founder & CEO Pasarnow James Rijanto.

“Itu sebabnya Pasarnow banyak berinvestasi di teknologi dan infrastruktur operasional untuk memecahkan masalah ini. Selain itu, platform multi-channel Pasarnow membantu kami mencapai skala ekonomis yang lebih cepat dan menciptakan efisiensi yang lebih baik dalam operasional kami,” imbuhnya.

Dalam proses kerjanya, sistem operasi di backend mengumpulkan riwayat pesanan untuk menghasilkan prediksi permintaan pasar, sehingga lebih dari 1.000 mitra petani dan pemasok dapat merencanakan dan mengoptimalkan jadwal panen mereka dengan lebih baik. Dengan begitu, mereka dapat menawarkan bahan makanan berkualitas tinggi dan segar dengan harga terbaik kepada pelanggan dan meminimalkan jumlah bahan segar yang terbuang.

Saat ini Pasarnow beroperasi di Jabodetabek dan Bandung dengan lebih dari 100 karyawan dan 200 pekerja harian dan mitra pengemudi.

Dana segar yang didapat akan dimanfaatkan Pasarnow ekspansi ke kota-kotabaru, merekrut talenta, meningkatkan infrastruktur data dan teknologinya serta membangun gudang mikro, Frontline Mini Hubs (FMH). Untuk melengkapi 10 hub yang saat ini sudah tersebar di Jabodetabek, FMH akan dibangun di daerah padat penduduk dan dilengkapi dengan alat penyimpanan khusus bahan makanan segar dan beku.

Investasi startup online grocery terus mengalir

Di hari yang sama (07/9), startup online grocery lain yakni Segari juga mengumumkan pendanaan dalam putaran seri A. dipimpin lengan ventura milik Gojek. Ini menambah panjang daftar startup di bidang terkait yang mendapatkan pendanaan sejak masa pandemi. Dari catatan DailySocial.id, sejak Q2 2020 [masa awal pandemi] hingga sekarang, ada 10 investasi yang dibukukan, meliputi:

Periode Startup Investasi
Agustus 2021 Pasarnow Pendanaan Awal
Agustus 2021 Segari Seri A
Juli 2021 HappyFresh Seri D
Apri 2021 Sayurbox Seri B
Maret 2021 Dropezy Pendanaan Awal
Maret 2021 Segari Pendanaan Awal
Maret 2021 Eden Farm Pendanaan Awal
Agustus 2020 Wahyoo (meluncurkan Langganan.co.id) Seri A
Juli 2020 BorongBareng Pra-Seri A
Maret 2020 Chilibeli Seri A

“Perubahan perilaku belanja konsumen akibat pandemi memberikan tantangan baru di industri bahan makanan. Pelanggan menuntut produk segar dan berkualitas tinggi setiap hari di tengah rantai pasok bahan makanan yang kompleks. Pasarnow hadir untuk mengatasi tantangan tersebut dengan menghilangkan inefisiensi lewat model bisnis berbasis data. Dengan pertumbuhan yang kuat sejak tahun lalu, kami percaya bahwa tim Pasarnow dapat mempercepat peningkatan kapasitas operasional dan pengembangan bisnis mereka,” ujar Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Turut disampaikan, nilai pasar ritel bahan makanan di Indonesia diperkirakan telah mencapai $108 miliar pada tahun 2019, namun online grocery baru berkontribusi kurang dari 1%. Dengan kondisi yang ada sekarang, ukuran pasar online grocery diperkirakan akan meningkat sekitar $13 miliar pada tahun 2025.

Application Information Will Show Up Here

Kevin Aluwi and Some VCs Participate in GoTrade’s Seed Funding

Last Friday (6/25) Singapore-based equity investment platform Gotrade announced a $7 million seed funding led by LocalGlobe. In this round, Gojek’s Co-Founder & CEO, Kevin Aluwi participated as an angel investor.

Some local venture capitalists were involved, including Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, and Brama One Ventures. Also, a Surabaya-based venture capitalist who has invested in a number of startups, including Ayoconnect, Halodoc, NalaGenetics, and others.

Gotrade offers a seamless experience of trading from the United States stock exchange. Currently, this service has been accessible for users in Indonesia on a limited basis. Since its launch, until now, it’s still using the invitation model for new users.

The model requires potential users to first get an invitation from the previous user. It is due to the early stage of the application. Gotrade’s statistic have shown more than 100 thousand users 13 weeks since the application’s launch.

This startup was founded in 2019 by David Grant, Norman Wanto, and Rohit Mulani. They are currently participating in the Y Combinator accelerator program [YC being one of the initial investors].

One of the value propositions Gotrade offers is to break down geographic restrictions for investments, by not charging commissions and removing the minimum deposit size. Users from 150 countries can buy fractional shares in the Dow Jones, S&P 500, and NASDAQ starting at $1.

Investment platforms or wealthtech are getting quite popular in Indonesia, along with increasing young people (millennials and Gen Z) interest to start investing. Several local startups developing related services received lots of support from investors. For example, Ajaib just completed the series A funding round last March 2021 with a total value of 1.3 trillion Rupiah. It is after Sequoia’s announcement of IDR 938 billion additional funding in May 2021.

Apart from that, there are many other platforms offering investment services with various instruments. Those that also provide access to the US stock exchange are Pluang – limited to the S&P 500; they are also supported by Go-Ventures as investors and currently integrated in the Gojek service ecosystem.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kevin Aluwi dan Sejumlah VC Lokal Turut Terlibat dalam Pendanaan Awal Gotrade

Jumat (25/6) lalu platform investasi saham asal Singapura, Gotrade, mengumumkan perolehan pendanaan awal senilai $7 juta yang dipimpin oleh LocalGlobe. Di putaran tersebut, Co-Founder & CEO Gojek Kevin Aluwi turut serta menjadi angel investor.

Sejumlah pemodal ventura lokal juga terlibat di dalamnya, di antaranya Amand Ventures, Prasetia Dwidharma, dan Brama One Ventures. Yang terakhir adalah pemodal ventura berbasis di Surabaya yang telah berinvestasi di sejumlah startup, termasuk Ayoconnect, Halodoc, NalaGenetics, dan lain-lain.

Gotrade sendiri hadir menawarkan kemudahan untuk melakukan trading saham dari bursa Amerika Serikat. Saat ini layanan tersebut juga sudah bisa diakses oleh pengguna di Indonesia secara terbatas. Sejak diluncurkan, hingga saat ini, mereka masih menjalankan model undangan bagi pengguna barunya.

Model tersebut mengharuskan calon pengguna untuk terlebih dulu mendapatkan undangan dari pengguna sebelumnya. Hal ini dilakukan lantaran aplikasi memang masih di tahap awal. Statistik yang disampaikan Gotrade telah menggaet lebih dari 100 ribu pengguna sejak 13 minggu aplikasi diluncurkan.

Startup ini didirikan sejak tahun 2019 oleh David Grant, Norman Wanto, dan Rohit Mulani. Mereka juga tengah bergabung dalam program akselerator Y Combinator [YC menjadi salah satu investor tahap awalnya].

Salah satu proposisi nilai yang coba ditawarkan Gotrade, mereka meleburkan batasan geografis untuk investasi, dengan tidak memungut komisi dan menghapus ukuran setoran minimum. Pengguna dari 150 negara dapat membeli saham pecahan di Dow Jones, S&P 500, dan NASDAQ mulai dari $1.

Platform investasi atau wealthtech memang cukup berkembang di Indonesia, seiring meningkatkan kemauan kalangan muda (milenial dan gen Z) untuk mulai berinvestasi sejak dini. Beberapa startup lokal yang mengembangkan layanan terkait juga mendapatkan dukungan yang cukup baik dari investor. Misalnya Ajaib, bulan Maret 2021 lalu mereka baru merampungkan putaran pendanaan seri A dengan total nilai mencapai 1,3 triliun Rupiah. Setelah Sequoia juga mengumumkan pendanaan lanjutan 938 miliar Rupiah pada Mei 2021.

Di luar itu, juga masih banyak platform lain yang tawarkan layanan investasi dengan berbagai instrumen. Adapun yang juga memberikan akses ke bursa saham AS adalah Pluang – baru terbatas S&P 500; mereka juga didukung Go-Ventures sebagai investor, saat ini juga terintegrasi di ekosistem layanan Gojek.

Application Information Will Show Up Here

Edtech B2B Startup ProSpark Announces Seed Funding Led by AC Ventures

ProSpark, a learning management system (LMS) platform for the B2B segment, today (5/7) announced to secure follow-on funding for its seed round. Led by AC Ventures, participated also other investors, including 500 Startups, Azure Ventures, Prasetia Dwidharma (follow-on), Assembly Ventures, and several angel investors.  Some investors were involved in their pre-seed last April 2020. The value is undisclosed.

ProSpark’s LMS service combines distributed content marketplace features with a gamification system that encourages user engagement in an organization. Through this platform companies can train and improve the workforce’s skills online. This funding is also considered in the right momentum, changes in behavior due to the pandemic are driving growth and demand for edtech services for businesses.

Specifically, fresh funds will be used to expand markets and improve technology infrastructure. Currently, ProSpark is struggling to immediately initiate regional expansion in Southeast Asia. Based in Singapore, ProSpark services are available to Indonesian users; and now it started to penetrate the Philippines market.

“Companies are constantly trying to find their best approach amidst the pandemic. Now that e-learning is growing, offline learning is becoming relatively more expensive, inefficient and less scalable. The ProSpark service comes with personalized and scalable solutions, through adaptive learning with results that can be monitored,” ProSpark’s Co-Founder & CEO, Alfa Bumhira said.

He continued, “This funding will help us expand our end-to-end user experience by providing a wider range of content solutions, better competency on gap mapping capabilities, and a focus on user learning outcomes [..] This is the right product, at the right time, in the right area.”

The corporate education sector is now developing as the rise of self-development activities trend  through the application. Actually, the B2B edtech service has been implemented by several other players in Indonesia. From HarukaEDU with its product CorporateEdu, then the SaaS Mekari platform which also released Mekari University last year, also Codemi that has received capital support from a venture unit of Bukalapak’s former founder. Each platform has offered a different approach.

“The offline workforce is at risk of falling behind in the new digital economy and this problem has been accelerated by the global pandemic. Training the workforce with the skills they need to survive and thrive is urgently needed [..] We believe ProSpark e-learning solutions can thrive across the Southeast Asian region and tackle these skills upgrading problems in various sectors,” 500 Startups’ General Partner, Binh Tran said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Startup Edtech B2B ProSpark Umumkan Pendanaan Awal, Dipimpin AC Ventures

ProSpark, startup pengembang platform learning management system (LMS) untuk segmen B2B, hari ini (07/5) mengumumkan telah mendapatkan investasi lanjutan untuk putaran pendanaan awal mereka. Dipimpin AC Ventures, beberapa investor lain yang terlibat meliputi 500 Startups, Azure Ventures, Prasetia Dwidharma (follow-on), Assembly Ventures, dan beberapa angel investor. Beberapa di antaranya merupakan investor yang terlibat dalam pre-seed mereka April 2020 lalu. Tidak disebutkan nominal nilai yang didapat.

Layanan LMS ProSpark memadukan antara fitur marketplace konten terdistribusi dengan sistem gamifikasi yang mendorong keterlibatan pengguna di sebuah organisasi. Lewat platform tersebut perusahaan bisa melatih dan meningkatkan keterampilan para tenaga kerjanya secara daring. Pendanaan ini juga dinilai hadir pada momentum yang tepat, perubahan perilaku akibat pandemi mendorong pertumbuhan dan permintaan akan layanan edtech untuk bisnis.

Secara spesifik dana segar juga akan digunakan untuk memperluas pasar dan meningkatkan infrastruktur teknologi. Saat ini ProSpark tengah berjuang untuk segera memulai rencana ekspansi regional di Asia Tenggara. Berbasis di Singapura, layanan ProSpark dijajakan untuk pengguna di Indonesia; dan sekarang sudah mulai meluas ke Filipina.

“Para perusahaan terus mencoba menemukan pendekatan terbaik mereka di tengah pandemi. Sekarang setelah e-learning berkembang, pembelajaran offline menjadi relatif lebih mahal, tidak efisien dan kurang skalabel. Layanan ProSpark hadir dengan solusi yang dipersonalisasi dan terukur, melalui pembelajaran adaptif dengan hasil yang dapat dipantau,” ujar Co-Founder & CEO ProSpark Alfa Bumhira.

Ia melanjutkan, “Pendanaan ini akan membantu kami memperluas pengalaman pengguna secara end-to-end dengan menyediakan solusi konten yang lebih luas, kemampuan pemetaan kesenjangan kompetensi yang lebih baik, dan fokus pada hasil pembelajaran pengguna [..] Ini adalah produk yang tepat, di waktu yang tepat, di wilayah yang tepat.”

Sektor pendidikan untuk korporat kini berkembang mengikuti tren kegiatan pengembangan diri yang dapat dilakukan fleksibel melalui aplikasi. Sebenarnya layanan edtech B2B sendiri sudah coba digarap beberapa pemain lain di Indonesia. Dimulai dari HarukaEDU dengan produknya CorporateEdu, kemudian juga platform SaaS Mekari yang juga merilis Mekari University di tahun lalu, ada juga Codemi yang telah mendapatkan dukungan permodalan dari unit ventura besutan mantan founder Bukalapak. Masing-masing tentu memiliki pendekatan yang berbeda.

“Tenaga kerja offline berisiko tertinggal dalam ekonomi digital baru dan masalah ini telah dipercepat oleh pandemi global. Melatih tenaga kerja dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk bertahan dan berkembang sangat diperlukan [..] Kami yakin solusi e-learning ProSpark dapat berkembang di seluruh kawasan Asia Tenggara dan mengatasi masalah peningkatan keterampilan ini di berbagai sektor,” ujar General Partner 500 Startups Binh Tran.

Application Information Will Show Up Here