DishServe Bags Pre Series A Funding, Ready to Expand Partnership

Delivery-focused ghost kitchen platform DishServe announced the closing of pre-series A fundraising this month. Some of the investors participated include Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, and several angel investors. In 2020, they also received early-stage funding from Insignia.

The company plans to use the fresh funds to plant over 500 outlets in Jakarta and expand to Bandung and Surabaya. In addition, this capital will be used to increase sales channels, develop technology, and conduct curation to increase food options.

DishServe’s Founder & CEO, Rishabh Singhi revealed to DailySocial, Indonesia is a very attractive market with a variety of signature dishes. Cloud kitchens can certainly help F&B brands reach more customers in various geographic areas.

“In a certain way, cloud kitchens have increased the food options available to customers. Delivery only internet kitchen or dark kitchen is the future of the food business,” Rishabh said.

The animo of today’s society to order food online, has encouraged DishServe’s growth which has been functioning as a ghost kitchen. The company recorded sales to grow nearly 20x since its debut. Currently, around 25 brands have joined the DishServe platform.

Strategic partnership

Apart from strategic partnerships with brands such as HongTang, Healthy Box by M Kitchen, and Chicken Pao by FoodStory, DishServe is also working with cloud kitchen platform providers such as YummyKitchen and
Grab Kitchen is leveraging its platform to scale its operations across Jakarta.

In terms of delivery, DishServe currently partnered with third-party platforms such as GrabFood, GoFood, ShopeeFood, and TravelokaEats. Through this partnership, DishServe claims to be able to increase the visibility and exposure of its F&B partners while helping them get more orders.

“Over the past year we have forged deep partnerships with these players that gives DishServe and our partner brands more exposure and visibility compared to other brands listed on the platform. For example if you open the Traveloka app and continue eating, you will find the DishServe banner on the home page which gives us more exposure,” Rishabh said.

In particular, DishServe also provides relevant technology services to its partners. Among these are branding and marketing, inventory management, procurement, enterprise POS solutions, logistics services and warehousing expansion, and logistics services without capital expenditure and low fixed costs.

Apart from SMEs, DishServe has partnered with several well-known chefs in Indonesia to curate savory dishes to be sold under their own brand names. Currently, DishServe sells the Asian Fusion Rice Bowl and a unique blend of cold teas under its own brand.

“There are no big players in the F&B segment after KFC, McDonalds, Pizzahut, Hokben. We have the opportunity to grow a top group of small-scale F&Bs with annual income of less than $100k and have the potential to generate more than $1 million per year,” Rishabh said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kantongi Pendanaan Pra-Seri A, DishServe Perluas Kemitraan

Platform ghost kitchen yang fokus kepada pengiriman, pengemasan untuk semua makanan siap saji DishServe bulan ini telah merampungkan penggalangan dana pra-seri A. Beberapa investor yang terlibat termasuk Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, dan beberapa angel investor. Tahun 2020 lalu mereka juga telah menerima pendanaan tahap awal dari Insignia.

Dana segar tersebut rencananya akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk menambahkan lebih dari 500 lokasi di Jakarta dan berekspansi ke Bandung hingga Surabaya. Selain itu, modal ini juga akan digunakan untuk meningkatkan kanal penjualan, mengembangkan teknologi, dan melakukan kurasi untuk memperbanyak pilihan makanan.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO DishServe Rishabh Singhi mengungkapkan, Indonesia saat ini merupakan pasar yang sangat menarik dengan pilihan makanan yang beragam. Cloud kitchen tentunya bisa membantu brand F&B menjangkau lebih banyak pelanggan di berbagai wilayah geografis.

“Dengan cara tertentu, cloud kitchen telah meningkatkan pilihan makanan yang tersedia bagi pelanggan. Delivery only internet kitchens atau dark kitchen adalah masa depan bisnis makanan,” kata Rishabh.

Meningkatnya minat masyarakat saat ini untuk melakukan pembelian makanan secara online, telah mendorong pertumbuhan DishServe yang selama ini berfungsi sebagai ghost kitchen. Perusahaan mencatat penjualan telah tumbuh hampir 20x sejak awal kehadirannya. Saat ini DishServe telah memiliki sekitar 25 brand yang telah bergabung dalam platform.

Kemitraan strategis

Selain menjalin kemitraan strategis dengan brand seperti HongTang, Healthy Box by M Kitchen, dan Chicken Pao by FoodStory, DishServe juga bekerja sama dengan penyedia platform cloud kitchen seperti YummyKitchen dan
Grab Kitchen yang memanfaatkan platformnya untuk meningkatkan skala operasi mereka di seluruh Jakarta.

Sementara untuk pengiriman, saat ini DishServe telah bermitra dengan platform pihak ketiga seperti GrabFood, GoFood, ShopeeFood, dan TravelokaEats. Melalui kemitraan ini DishServe mengklaim mampu meningkatkan visibilitas dan eksposur para mitra F&B sekaligus membantu mereka mendapatkan pesanan lebih banyak lagi.

“Selama setahun terakhir kami telah menjalin kemitraan yang mendalam dengan para pemain ini yang memberi DishServe dan brand mitra kami lebih banyak eksposur dan visibilitas dibandingkan dengan merek lain yang terdaftar di platform. Misalnya jika Anda membuka aplikasi Traveloka dan terus makan, Anda akan menemukan spanduk DishServe di halaman beranda yang memberi kami lebih banyak eksposur,” kata Rishabh.

Secara khusus DishServe juga menyediakan layanan teknologi yang relevan untuk mitra mereka. Di antaranya adalah branding dan pemasaran, manajemen persediaan, pengadaan, solusi POS perusahaan, layanan logistik dan ekspansi pergudangan, dan layanan logistik tanpa pengeluaran modal dan biaya tetap rendah.

Selain pelaku UKM, saat ini DishServe juga telah bermitra dengan beberapa koki ternama di Indonesia, untuk mengurasi hidangan gurih yang rencananya akan dijual dengan nama brand mereka sendiri. Saat ini, Dishserve menjual Asian Fusion Rice Bowl dan perpaduan unik dari teh dingin di bawah brand mereka sendiri.

“Tidak ada pemain besar di segmen F&B setelah KFC, McDonalds, Pizzahut, Hokben. Kami memiliki kesempatan untuk menumbuhkan kelompok teratas F&B skala kecil yang memiliki pendapatan tahunan kurang dari $100 ribu memiliki potensi untuk menghasilkan lebih dari $1 juta per tahun,” tutup Rishabh.

majoo Umumkan Pendanaan 56,6 Miliar Rupiah dari AC Ventures, BRI Ventures, dan Xendit

Startup pengembang layanan omnichannel untuk UMKM majoo mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri A senilai $4 juta atau setara 56,6 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin AC Ventures, dengan keterlibatan BRI Ventures dan Xendit. Selanjutnya, majoo akan fokus memperkaya fitur, memperluas tim, dan melakukan ekspansi hingga mencapai 100 kita pada akhir 2022 mendatang.

“UMKM sangat bergantung pada kegiatan penjualan offline. Melihat situasi pandemi, kami mengembangkan fitur e-commerce dalam misi mendukung UMKM melewati masa yang penuh tantangan ini. Kami memberi mereka alat untuk membuat situs web mereka sendiri, melakukan pembayaran secara online, dan terintegrasi dengan Grabfood, Tokopedia, Shopee, dan layanan lain dari e-commerce,” ujar Co-Founder & CEO majoo Adi W. Rahadi.

Selain oleh Adi, startup tersebut turut didirikan oleh Audia R. Harahap. Sejak berdiri pada 2019, majoo mengaku telah memproses lebih dari 80 juta transaksi senilai $600 juta atau lebih dari 8,4 triliun Rupiah untuk UMKM di lebih dari 600 kota/kabupaten di Indonesia dari berbagai jenis bisnis, mulai dari F&B hingga laundry.

“AC Ventures telah lama menyadari potensi luar biasa untuk digitalisasi ekonomi UMKM di Indonesia, dan pandemi telah mempercepat adopsi teknologi di sektor ini selama 3-5 tahun. Latar belakang dan pengalaman Adi dan Audia sangat cocok dengan misi mereka untuk menghadirkan teknologi yang memberdayakan pertumbuhan dan produktivitas bagi jutaan pemilik usaha kecil di Indonesia,” ujar Founder & Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Menjadi SaaS menyeluruh untuk UMKM

Layanan majoo dimulai dari sebuah point of sales (POS) alias aplikasi kasir. Saat ini terus diperluas mencakup pengelolaan karyawan, inventori, aplikasi CRM, hingga pemesanan online. Secara statistik, majoo mengklaim telah tumbuh 85% YoY dan telah mengakuisisi lebih dari 20 ribu pengguna aktif dengan tingkat retensi yang dinilai baik.

“Kami melihat banyak potensi sinergi yang dapat dilakukan antara majoo dan ekosistem BRI Group. Misalnya, sinergi dalam pemberian akses kepada UMKM untuk tabungan digital, pinjaman digital dan layanan buy now pay later dari Bank Raya (sebelumnya BRI Agro). Ketika masalah akses permodalan UMKM dapat terselesaikan dengan bantuan majoo, kami yakin mereka dapat lebih berfokus dalam mengembangkan bisnisnya dan mampu naik kelas dengan lebih cepat,” imbuh CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Untuk layanan POS sendiri, majoo berhadapan dengan beberapa pendahulunya seperti Moka yang saat ini menjadi bagian dari ekosistem merchant di GoTo Group. Selain itu ada Qasir yang sudah mulai menyasar pasar regional, Pawoon dengan 25 ribu merchant aktif, Youtap yang membungkus layanannya dengan program loyalitas, dan masih banyak lagi. Namun demikian potensi layanan untuk UMKM di Indonesia memang masih sangat besar. Tak heran para inovator berlomba-lomba menghadirkan produk aplikasi untuk membantu pelaku UMKM berkembang.

Menurut data di laporan MSME Empowerment Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate, terdapat beberapa permasalahan mendasar yang saat ini dialami oleh pelaku UMKM di Indonesia, di antaranya:

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, 83% dari pelaku UMKM mengaku menggunakan layanan dari startup digital. Dari hipotesis tersebut, para founder pun bergairah untuk menghadirkan ragam produk dengan proposisi nilai yang berbeda-beda. Saat ini ada puluhan startup yang menghadirkan berbagai jenis SaaS di segmen tersebut.

Application Information Will Show Up Here

Base Segera Rambah Kategori Produk Baru Setelah Dapatkan Pendanaan Pra-Seri A

Startup direct-to-consumer (DTC) “Base” akan segera melebarkan sayap ke kategori baru untuk melengkapi kebutuhan skincare dan wellness untuk konsumen, setelah mengantongi pendanaan pra-seri A. Putaran tersebut dipimpin oleh Skystar Capital dengan partisipasi dari East Ventures dan Antler, yang merupakan investor sebelumnya.

Tidak disebutkan nominal yang didapat, sejumlah jajaran investor baru turut berpartisipasi, di antaranya iSeed Southeast Asia, Pegasus Tech Ventures, XA Network, serta angel investor yang tidak disebutkan identitasnya.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & Chief Product Officer Base Ratih Permata Sari mengatakan, perusahaan juga akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat upaya pertumbuhan dengan fokus utama untuk mendapatkan lebih banyak konsumen di kota-kota regional Indonesia lainnya.

“Saat ini, kami sedang dalam tahap pemetaan dan eksplorasi lebih lanjut dengan beberapa perusahaan portfolio jaringan investor kami untuk upaya sinergi pertumbuhan Base dalam lingkup supply chain dan juga distribusi,” kata dia.

Base diluncurkan pada Januari 2020 dikenal sebagai brand skincare yang menawarkan personalisasi rekomendasi perawatan kulit dengan teknologi eksklusif, yaitu Smart Skin Test. Base menggunakan berbahan dasar berkualitas, vegan, organik, dan halal, untuk pembersih wajah hingga sunscreen yang dapat digunakan generasi muda sebagai target konsumennya.

Ratih melanjutkan, Base ingin menjadi perusahaan tech-beauty yang relevan untuk generasi muda. Oleh karenanya, perusahaan terus mendengarkan dan memperbarui pengalaman digital dan kualitas produk fisik agar dapat terikat erat dengan konsumen.

“Alur distribusi utama Base adalah melalui jalur pemasaran online dan kondisi pandemi membantu kami mempercepat laju adopsi pembelian produk Base karena semakin banyak jumlah konsumen yang berbelanja melalui handphone mereka,” tambah dia.

Produk Base / Base

Dalam keterangan resmi, Partner dari Skystar Capital Geraldine Oetama mengatakan keinginannya untuk dapat memperluas jangkauan Base di Indonesia. Menurutnya, skincare adalah segmen pasar yang berkembang pesat dan Base telah memecahkan masalah umum dalam menemukan produk yang sesuai dengan beragam jenis kulit, goals, dan gaya hidup.

“Base menggunakan teknologi dan data untuk memberikan skincare personalisasi yang efektif, bebas dari parabens, dan juga vegan. Meningkatnya permintaan akan skincare, ditambah dengan pendekatan teknologi dan personalisasi Base yang unik, membuat kami sangat bersemangat untuk membawa Base ke tahap selanjutnya,” terang Geraldine.

Co-founder & CEO Base Yaumi Fauziah Sugiharta menambahkan, “Kami sangat bersemangat untuk melanjutkan kemitraan jangka panjang dengan partner investor yang sudah bergabung dengan Base sejak tahap awal, dan memulai kemitraan strategis dengan investor baru untuk memperkuat posisi perusahaan dalam mengembangkan industri kecantikan di Indonesia.”

Dalam kesempatan yang sama, Base menyambut Cissylia Stefani-van Leeuwen sebagai Brand Director perusahaan dalam upaya masuk ke fase pertumbuhan selanjutnya. Sebelumnya, ia memegang peran sebagai VP Brand di perusahaan teknologi raksasa lokal seperti Gojek & Tokopedia. Berbekal pemahaman mengenai teknologi serta pengalaman konsumen yang inovatif, Base menciptakan gebrakan segar untuk kategori kecantikan yang ramai.

Potensi bisnis industri kecantikan

Yaumi melanjutkan, selama pandemi pendapatan tahunan Base tumbuh lebih dari 24 kali lipat yang didorong dengan langkah afiliasi komunitas. Konsumen Base telah membantu penjualan melalui komisi dan melakukan langkah co-creation dengan komunitas, seperti meluncurkan beberapa kemasan limited-edition yang dirancang oleh konsumen dan ilustrator muda ternama lokal.

“Berkat hubungan langsung yang kami miliki dengan konsumen kami, Base menjadi ruang aman bagi para konsumen untuk dapat merasa lebih nyaman dengan kulit masing-masing. Kami menjunjung tinggi keberagaman dan menawarkan produk yang fleksibel, terlepas dari jenis gender, seperti sunscreen yang dapat digunakan oleh siapa saja.”

Penelitian Euromonitor menunjukkan bahwa industri kecantikan tetap tangguh menghadapi pandemi dibandingkan dengan industri lain yang terkena dampaknya. Pasar kecantikan di Indonesia diprediksikan akan mencapai $10 miliar pada 2025, utamanya didorong oleh kategori perawatan diri (perawatan rambut, perawatan tubuh) dan skincare, dengan tingkat pertumbuhan tahunan yang pesat sebesar 6%.

Apa yang dipaparkan Euromonitor, tercermin dengan baik di Indonesia. Yaumi turut memantau bahwa selama pandemi ini, semakin banyak brand kecantikan indie lokal yang bermunculan. Ia menilai kondisi tersebut sangat positif karena memperlihatkan bahwa adanya potensi adanya potensi yang sangat besar dan juga antusiasme dari potensial konsumen yang mulai beralih untuk menggunakan produk lokal.

Meski persaingan mulai ketat, kue bisnis kecantikan ini masih begitu besar karena keberagaman profil konsumen yang membutuhkan opsi jenis produk, misalnya dari harga ataupun usia pengguna dari konsumen. “Dalam hal ini, Base merasa bangga dapat turut serta untuk menjadi salah satu pemain lokal yang dapat menggerakkan ekonomi Indonesia melalui industri kecantikan yang berfokus untuk melayani konsumen Gen-Z dan Millennial,” tutupnya.

Dropezy Secures 35.5 Billion Rupiah Series A Funding, Offering Quick Commerce Solution

Online grocery startup Dropezy announced a pre-series A funding of $2.5 million (approximately 35.5 billion Rupiah). This round was led by Forge Ventures with participation from Tekton Ventures, Next Billion Ventures, Nordstar, and a range of angel investors, including the founders of Kopi Kenangan and BukuKas.

Through this round, Dropezy will launch its newest expansion solution “quick commerce” which offers instant delivery within 20 minutes. The company will expand its micro fulfillment center (cloud store) to a dozen at various points throughout the Greater Jakarta.

Dropezy’s Co-founder & COO, Nitesh Chellaram said in an official statement, the ongoing pandemic is changing the way consumers shop for daily necessities to online platforms. However, existing online grocery services focus on circling the existing offline supply chain or minimizing costs.

There are some aspects left behind that they have not had time to resolve in fulfilling consumer experience with online shopping, a faster delivery. Dropezy comes with the vision to offer the most convenient way for people to get groceries.

“Dropezy was built from the scratch to satisfy urban consumers who demand convenience and speed that allows them to order daily necessities in small package without a minimum order, with the cheapest delivery rates in Indonesia,” Nitesh said, Thursday (23/9).

He said, with this vision, the company now has 60% of repeat customers still shopping at Dropezy after six months. Also, these customers prefer the consistency and freshness of the Dropezy product selection and reasonable prices.

In its business operations, Dropezy controls inventory and logistics in-house with a committed fleet of riders allocating at least 6 hours a day for small package deliveries. This quick commerce solution is available due to Dropezy’s consumers demand to send orders faster.

“If you’re making coffee and realize you’re out of milk, Dropezy will give it to you before your coffee gets cold. We are excited to partner with investors who share our vision and customer obsession.”

In order to support the company’s vision, Dropezy has one micro fulfillment center (cloud store) assisted by a total team of 100 people to serve next-day delivery. In realizing the company’s ambition to provide 20-minute delivery to the buyer’s location, Dropezy plans to open up to a dozen cloud stores by the end of this year.

Dropezy’s Co-founder & CEO, Chandni Chainani added, “Expanding from 1 warehouse to 10 is very challenging, and there was no way we could have done this without the 18 months of learning and insight we gained from our customers.”

Forge Ventures’ partner, Kaspar Hidayat said, his team is very enthusiastic to partner with Dropezy to revolutionize the online grocery industry. He said, current players are not solving important problems and that is why penetration in this segment is much lower than in the e-commerce industry.

“And Dropezy changed all that. As Dropezy grows, this will allow customers to buy groceries and daily necessities on time, and running out of something essential will be a thing of the past.”

Competition in online grocery industry

The online grocery industry has fierce competition, however, it has high growth space as its penetration is still concentrated in big cities.

A report from Statista said, last year the online grocery market share in this country only reached 0.3%, it is predicted to be increased by 20 basis points to 0.5% in 2022. The pandemic is said to be one of the main factors that triggered the increase in the popularity of online grocery services among consumers.

Based on data, apart from changing consumer online buying behavior, a further impact of the pandemic is a change in consumer mindset in shopping. “Worried about the economic impact of the pandemic, many Indonesian consumers are becoming more budget conscious. In addition, the purchasing  priority  of basic needs and health among consumers is visible during the pandemic,” the report said.

Source: Statista

Therefore, instant delivery solutions at affordable costs are increasingly relevant as it holds potential consumer segment. Aside from Dropezy, more online grocery players are concerned with instant delivery. Among them are Sayurbox, which offers delivery within two hours, BlibliMart, which offers same-day delivery for purchases made between 8 am and 4 pm, and HappyFresh which promises delivery within one hour of ordering.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Dropezy Kantongi Pendanaan Pra-Seri A 35,5 Miliar Rupiah, Hadirkan Solusi “Quick Commerce”

Startup online grocery Dropezy mengumumkan pendanaan pra-seri A senilai $2,5 juta (sekitar 35,5 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Forge Ventures dengan partisipasi dari Tekton Ventures, Next Billion Ventures, Nordstar, serta jajaran angel investor, termasuk di antaranya founder Kopi Kenangan dan BukuKas.

Melalui putaran ini, Dropezy akan melancarkan ekspansi solusi terbarunya “quick commerce” yang menawarkan pengiriman instan 20 menit sampai di lokasi setelah pemesanan. Perusahaan akan memperluas pusat fulfillment mikro (cloud store) hingga belasan di berbagai titik di seluruh wilayah Jabodetabek.

Dalam keterangan resmi, Co-founder & COO Dropezy Nitesh Chellaram mengatakan, pandemi yang masih berlangsung ini mengubah cara konsumen berbelanja kebutuhan sehari-hari ke platform online. Namun, layanan online grocery yang ada sekarang berfokus pada sekitar rantai pasokan offline yang ada atau meminimalkan biaya.

Ada aspek yang tertinggal dan belum sempat diselesaikan oleh mereka untuk memuaskan pengalaman konsumen saat belanja online, yakni pengiriman yang lebih cepat. Dropezy hadir dengan visi ingin menawarkan cara paling nyaman bagi masyarakat untuk mendapatkan bahan makanan.

“Dropezy dibangun dari bawah untuk memuaskan konsumen perkotaan yang menuntut kenyamanan dan kecepatan yang memungkinkan konsumen untuk memesan kebutuhan sehari-hari dalam ukuran gigitan tanpa minimum order, dengan tarif pengiriman termurah di Indonesia,” ucap Nitesh, Kamis (23/9).

Dia melanjutkan, dengan visi tersebut, perusahaan kini memiliki 60% repeat customers yang masih berbelanja di Dropezy setelah enam bulan. Menurutnya, para pelanggan ini menyukai konsistensi dan kesegaran pilihan produk Dropezy dan harga yang wajar.

Dalam operasional bisnisnya, Dropezy mengontrol inventaris dan logistik in-house dengan armada pengendara yang berkomitmen yang mengalokasikan setidaknya 6 jam sehari untuk pengiriman paket kecil. Kehadiran solusi quick commerce ini pun hadir karena kebutuhan konsumen Dropezy yang ingin mengirimkan pesanannya lebih cepat dari sekarang.

“Jika Anda membuat kopi dan menyadari bahwa Anda kehabisan susu, Dropezy akan memberikannya kepada Anda sebelum kopi Anda dingin. Kami sangat senang dapat bermitra dengan investor yang memiliki visi dan obsesi pelanggan yang sama dengan kami.”

Untuk mendukung visi perusahaan, saat ini Dropezy memiliki satu pusat fulfillment mikro (cloud store) yang dibantu dengan total tim saat ini 100 orang untuk melayani pengiriman next-day. Untuk merealisasikan ambisi perusahaan dalam menyediakan pengiriman 20 menit sampai ke lokasi pembeli, Dropezy berencana untuk membuka hingga belasan cloud store hingga akhir tahun ini.

Co-founder & CEO Dropezy Chandni Chainani menambahkan, “Memperluas dari 1 gudang menjadi 10 sangat menantang, dan tidak mungkin kami dapat melakukan ini tanpa pembelajaran dan wawasan selama 18 bulan yang kami peroleh dari konsumen kami.”

Partner Forge Ventures Kaspar Hidayat menuturkan, pihaknya antusiasme untuk bermitra lebih jauh dengan Dropezy untuk merevolusi industri online grocery. Menurutnya, pemain yang ada saat ini tidak menyelesaikan masalah yang penting dan itulah sebabnya penetrasi di segmen ini jauh lebih rendah daripada di industri e-commerce.

“Dan Dropezy mengubah semua itu. Seiring pertumbuhan Dropezy, ini akan memungkinkan pelanggan untuk membeli bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari tepat waktu, dan kehabisan sesuatu yang penting akan menjadi masa lalu,” tutupnya.

Kompetisi industri online grocery

Industri online grocery memiliki persaingan yang sengit, namun masih memiliki ruang tumbuh yang tinggi karena penetrasinya yang masih terpusat di kota-kota besar.

Laporan dari Statista menyampaikan, pada tahun lalu pangsa pasar online grocery di negara ini baru mencapai 0,3%, diprediksi akan meningkat 20 basis poin menjadi 0,5% pada 2022 mendatang. Pandemi yang melanda tanah air disebut-sebut sebagai salah satu faktor utama yang memicu peningkatan popularitas layanan online grocery di kalangan konsumen.

Menurut data, dampak lebih lanjut dari pandemi selain mengubah perilaku pembelian online konsumen, adalah perubahan pola pikir konsumen dalam berbelanja. “Karena khawatir akan dampak ekonomi dari pandemi, banyak konsumen Indonesia menjadi lebih sadar anggaran. Selain itu, prioritas pembelian kebutuhan pokok dan kesehatan di kalangan konsumen juga terlihat selama pandemi,” tulis laporan tersebut.

Sumber: Statista

Sehingga solusi pengiriman instan dengan biaya terjangkau semakin relevan karena ada segmen konsumen di sana. Selain Dropezy, semakin banyak pemain online grocery yang concern dengan pengiriman instan. Di antaranya ada Sayurbox yang menawarkan pengiriman sampai dalam waktu dua jam, BlibliMart yang menawarkan pengiriman same-day untuk pembelian yang dilakukan antara jam 8 pagi sampai jam 4 sore, dan HappyFresh yang menjanjikan barang diantar dalam satu jam setelah pemesanan.

***
Ada penawaran spesial nih buat Anda! Pakai kode voucher DROPXDAILY25, ada potongan 25ribu untuk min. belanja Rp50ribu di seluruh area yang tercover Dropezy. Kode ini hanya berlaku sampai dengan 31 Maret 2022.
Application Information Will Show Up Here

Feedloop Receives Pre Series A Funding, Currently Operating a Codeless Application Development Platform

SaaS service developer for business digitization Feedloop secures pre-series A funding of an undisclosed amount. This round was led by Telkomsel Mitra Innovation (TMI) with the participation of Aksara Ventures and the previous investor, East Ventures.

Funds will be focused on accelerating the development of technology products, recruiting more human resources, and building distribution networks.

Was founded by Ahmad Rizqi Meydiarsi (CEO), Ronaldi Kurniawan Saphala (CTO), and Muhammad Aji Santika (CMO) in 2018; Feedloop provides much different services than in the early days. They first debuted with a platform that allows marketers to create interactive content such as surveys, quizzes, or digital stories to support online marketing.

While the existing SaaS has been expanded with two main products, Qore and AIXP. Qore is a no code development platform (NCDP), allowing users to develop applications without code/programming for various purposes, such as HR management, warehouse management, consumer applications, and others.

Moreover, AXIP was developed as a customer data and experience platform (CDXP), enabling users to manage digital data from various channels to improve their marketing capabilities. Including aimed at analyzing customer behavior in real-time.

“Entering its third year, Feedloop will continue its commitment to become a digital-enabler for Indonesian companies [..] The investment from TMI will help us to accelerate the realization of our great mission to create equitable digital transformation throughout Indonesia,” Rizqi said.

Potential synergy

Since its debut in May 2019 with an initial managed fund of IDR 576 billion, TMI focused on investing in various types of startups that can be synergized with the main business of the parent. Synergy is an important point that is underlined, as a corporate venture capital (CVC), they carry an important mission to help companies achieve certain goals, in this case digital transformation.

The strategic partnership with Feedloop is no exception. Along with that, Telkomsel will jointly develop a data management platform and consumer experience. Various types of customer data will be formulated to be a more targeted marketing reference and product innovation. The purpose of developing this platform is also to help other SOEs (outside the Telkomsel group) adopt digital transformation.

Feedloop is now TMI’s 13th portfolio company. Previously they have invested in Kredivo, Inspigo, EVOS Esports, TaniHub, Qlue, Tada, PrivyID, Roambee, Halodoc, SiCepat, Skor, and Sekolahmu.

“In the future, TMI will be further developed to open up various opportunities for collaboration and wider startup empowerment. We have prepared many things to realize various strategic plans in the future,” TMI’s CEO, Marlin R. Siahaan said on a media briefing (22/7).

Data and no-code platform projection

Previously there were Typedream and Cotter, no-code platforms developed by founders from Indonesia. They managed to secure seed funding from Y Combinator and some global angel investors. The service concept takes the form of a web builder and a passwordless login platform, allowing users to build their websites without programming; and create secure login access without requiring a password.

The convenience offered makes the no-code platform, or often also called low-code, growing rapidly. In the global arena, currently there are many SaaS-based platforms that offer similar capabilities for various specific needs.

No-Code Platform
Various kinds of no-code platforms in global market / Petro Inverinizzi (Stride VC) and Ben Tossell (Makerpad)

According to the findings of the Appinventiv survey, no-code services are in great demand by business people because it makes it easier for them to innovate and transform. As is known, businesses are required to agilely carry out digital transformation by going online. The manual development process can take a long time for companies just starting out, as they have to go through many stages, from planning to recruiting programming experts.

Survey on user’s reasons to use low-code platform / Appinventiv

This potential brings the market value of these services to $45.5 billion by 2025. The existing platform variants not only facilitate the specific needs of large companies, but also for MSMEs who want to increase their online presence or minimize friction in their operational activities.

No-code platform market share in the world / MarketsandMarkets


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Feedloop Dapat Pendanaan Pra-Seri A, Kini Jadi Platform Pengembangan Aplikasi Tanpa Kode

Pengembang layanan SaaS untuk digitalisasi bisnis Feedloop mendapatkan pendanaan pra-seri A dengan nilai yang tidak diumumkan. Putaran ini dipimpin oleh Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) dengan keterlibatan Aksara Ventures dan investor di tahap sebelumnya, yakni East Ventures.

Dana akan difokuskan untuk mendorong pengembangan produk teknologi, merekrut lebih banyak SDM, dan membangun jaringan distribusi.

Didirikan oleh Ahmad Rizqi Meydiarsi (CEO), Ronaldi Kurniawan Saphala (CTO), dan Muhammad Aji Santika (CMO) sejak tahun 2018; layanan yang disajikan Feedloop saat ini sudah jauh berbeda dibandingkan di masa awalnya. Mereka pertama kali debut dengan platform yang memungkinkan pemasar untuk membuat konten interaktif seperti survei, kuis, atau cerita digital untuk mendukung pemasaran daring.

Sementara SaaS yang ada sekarang sudah diperluas dengan dua produk utama, yakni Qore dan AIXP. Qore sendiri merupakan no code development platform (NCDP), memungkinkan pengguna mengembangkan aplikasi tanpa kode/pemrograman untuk berbagai kepentingan, seperti pengelolaan SDM, manajemen gudang, aplikasi konsumen, dan lain-lain.

Kemudian AXIP dikembangkan sebagai sebuah customer data and experience platform (CDXP), memungkinkan pengguna untuk mengelola data digital dari berbagai kanal untuk meningkatkan kapabilitas pemasarannya. Termasuk ditujukan untuk menganalisis perilaku pelanggan secara real-time.

“Memasuki tahun ketiganya, Feedloop akan melanjutkan komitmen untuk menjadi digital-enabler bagi perusahaan-perusahaan Indonesia [..] Investasi dari TMI akan membantu kami untuk mempercepat realisasi misi besar kami untuk dapat menciptakan pemerataan transformasi digital di seluruh Indonesia,” ujar Rizqi.

Agenda sinergi

Sejak debut pada Mei 2019 membawa dana kelolaan awal 576 miliar Rupiah, TMI fokus untuk berinvestasi ke berbagai jenis startup yang dapat disinergikan dengan bisnis utama induknya. Sinergi menjadi poin penting yang digarisbawahi, sebagai corporate venture capital (CVC), mereka membawa misi penting untuk membantu perusahaan mencapai tujuan tertentu, dalam hal ini transformasi digital.

Tak terkecuali kemitraan strategisnya dengan Feedloop. Bersamanya, Telkomsel akan bersama-sama mengembangkan platform pengelolaan data dan pengalaman konsumen. Berbagai jenis data pelanggan akan diracik untuk menjadi referensi pemasaran dan inovasi produk yang lebih tepat sasaran. Tujuan pengembangan platform ini juga untuk membantu BUMN lain (di luar grup Telkomsel) mengadopsi transformasi digital.

Feedloop kini jadi perusahaan portofolio ke-13 milik TMI. Sebelumnya mereka telah berinvestasi ke Kredivo, Inspigo, EVOS Esports, TaniHub, Qlue, Tada, PrivyID, Roambee, Halodoc, SiCepat, Skor, dan Sekolahmu.

“Ke depan, TMI akan semakin dikembangkan untuk membuka berbagai peluang kolaborasi dan pemberdayaan startup lebih luas lagi. Sudah ada banyak hal yang telah kami persiapkan untuk merealisasikan berbagai rencana strategis dalam beberapa waktu ke depan,” ujar CEO TMI Marlin R. Siahaan dalam sebuah kesempatan temu media (22/7).

Data dan proyeksi platform no-code

Sebelumnya ada Typedream dan Cotter, platform no-code yang dikembangkan founder asal Indonesia. Mereka berhasil membukukan pendanaan awal dari Y Combinator dan sejumlah angel investor global. Konsep layanannya berbentuk web bulider dan passwordless login platform, memungkinkan pengguna untuk membangun situs webnya tanpa pemrograman; serta membuat akses login yang aman tanpa memerlukan kata sandi.

Kemudahan yang ditawarkan membuat platform no-code, atau sering juga disebut low-code, berkembang pesat. Di kancah global, saat ini banyak sekali platform berbasis SaaS yang menawarkan kapabilitas serupa untuk berbagai kebutuhan spesifik.

No-Code Platform
Berbagai layanan no-code yang saat ini beredar di pasar global / Petro Inverinizzi (Stride VC) dan Ben Tossell (Makerpad)

Menurut temuan hasil survei Appinventiv, layanan no-code banyak diminati oleh pebisnis lantaran memudahkan langkah mereka melakukan inovasi dan transformasi. Seperti diketahui, bisnis dituntut untuk secara tangkas melakukan transformasi digital dengan go-online. Proses pengembangan manual dapat memakan waktu panjang untuk perusahaan yang baru memulai langkah tersebut, karena harus melakukan banyak tahapan, mulai perencanaan hingga perekrutan staf ahli di bidang pemrograman.

Survei mengenai alasan pengguna memakai platform low-code / Appinventiv

Potensi ini membawa nilai pasar layanan tersebut mencapai $45,5 miliar pada tahun 2025 mendatang. Varian platform yang ada tidak hanya memfasilitasi kebutuhan spesifik perusahaan besar, melainkan juga kepada UMKM yang ingin meningkatkan kehadirannya secara online atau meminimalkan friksi dalam kegiatan operasionalnya.

Proyeksi pangsa pasar platform no-code di dunia / MarketsandMarkets

Desty Bags 46 Billion Rupiah Pre-Series A Led by 5Y Capital

Desty micro site provider startup announced a pre-series A funding round worth of $3.2 million or around 46 billion rupiah. The new funding was led by 5Y Capital. Some investors also participated, including Fosun RZ Capital, January Capital, IN Capital, and East Ventures.

For further information, 5Y Capital is a China-based VC (formerly Morningside Venture Capital) that focuses on early-stage funding. 5Y Capital has invested in Xiaomi and Kuaishou. Currently, Desty is 5Y Capital’s first investment portfolio in Indonesia.

Desty is a digital platform that helps content creators, influencers and sellers on social media to market and sell their products. Users can create a mini site placed on a social media bio link or online store for free in just a few minutes. The concept is similar to Linktree with broader features.

Desty was founded in October 2020 by Mulyono Xu (CEO) and Bill Wang (COO). Both have experience and expertise in building e-commerce for 17 years under the Alibaba Group. The startup has previously secured an undisclosed amount of seed funding from East Ventures.

Through this additional investment, the company is still focused on increasing the number of teams and its user base. Xu said, Desty team is currently backed by talents with working experience in giant technology companies, from Alibaba, Facebook, Google, and Bukalapak.

In addition, he said, Desty also continues to ensure that sellers who have joined its ecosystem can develop their business efficiently. The platform is said to have been used by hundreds of thousands of users. Especially in the Covid-19 pandemic situation, sellers or merchants should be able to adapt to manage their business digitally.

“We’ve seen Desty’s exponential growth at the right time due to the rapid growth of e-commerce in Indonesia during the pandemic. Therefore, we believe merchants need various options for where to shop for consumers, either through marketplaces, independent websites, or social media,” Xu said.

East Ventures’ Co-founder & Managing Partner, Willson Cuaca agreed on this. He said, the pandemic has had a positive impact in accelerating digital adoption to the wider community. Desty is considered to have paved the way for merchants, influencers, and creators to start digitizing product sales digitally.

Based on data compiled by Desty from several sources, the number of e-commerce transactions jumped 18.1% to 98.3 million with an additional 12 million new users throughout 2020. Indonesian people has three main destinations to shop, marketplaces (97%) ), independent business domain/website (91%), and social media (82%).

5Y Capital’s VP of Investment, Hanson Hu added that links are very important key in the internet ecosystem as they can bring people together, online with offline, and demand with supply.

“In terms of e-commerce, links open up great opportunities in connecting social and content with e-commerce transactions as we have seen this trend in China. We believe Desty can become the infrastructure for links in Southeast Asia’s e-commerce industry. Therefore, its presence can contribute to creating a closer content, social and e-commerce ecosystem,” he added.

Currently, Desty offers two main products, Desty Page and Desty Store. Desty Page is a landing page service to optimize the link feature on social media accounts, especially Instagram. Meanwhile, Desty Store is a complement to the marketplace channel that provides a platform to help users easily open online stores.

As a supporting product, Desty also developed Desty Academy as an information and training center for users who want to develop their business.

Desty Peroleh Pendanaan Pra-Seri A 46 Miliar Rupiah Dipimpin 5Y Capital

Startup penyedia situs mikro Desty kembali mengumumkan perolehan pendanaan putaran pra-seri A senilai $3,2 juta atau sekitar 46 miliar rupiah. Pendanaan baru ini dipimpin oleh 5Y Capital. Sejumlah investor juga turut berpartisipasi di antaranya Fosun RZ Capital, January Capital, IN Capital, dan East Ventures.

Sekadar informasi, 5Y Capital merupakan VC asal Tiongkok (sebelumnya bernama Morningside Venture Capital) yang fokus pada pendanaan tahap awal. 5Y Capital pernah berinvestasi di Xiaomi dan Kuaishou. Saat ini, Desty menjadi portofolio investasi pertama 5Y Capital di Indonesia.

Desty adalah platform digital yang membantu kreator konten, influencer, dan penjual di media sosial untuk memasarkan dan menjual produk mereka. Pengguna dapat membuat situs mini yang diletakkan pada tautan bio media sosial atau toko online secara gratis hanya dalam beberapa menit. Konsepnya mirip dengan Linktree dengan fitur yang lebih luas.

Desty didirikan pada Oktober 2020 oleh Mulyono Xu (CEO) dan Bill Wang (COO). Keduanya memiliki pengalaman dan keahlian membangun e-commece selama 17 tahun di bawah naungan Alibaba Group. Startup ini sebelumnya telah mengantongi pendanaan tahap awal dengan nilai yang tidak disebutkan dari East Ventures.

Melalui tambahan investasi ini, perusahaan masih fokus untuk menambah jumlah tim dan meningkatkan basis penggunanya. Menurut Mulyono, saat ini tim Desty diperkuat oleh talenta-talenta yang telah berpengalaman bekerja di perusahaan teknologi raksasa, mulai dari Alibaba, Facebook, Google, Bukalapak.

Di samping itu, ungkapnya, Desty juga terus berupaya memastikan penjual yang telah tergabung di ekosistem Desty dapat mengembangkan bisnisnya secara efisien. Platform Desty diklaim telah digunakan ratusan ribu pengguna. Terlebih di situasi pandemi Covid-19, penjual atau merchant harus bisa beradaptasi mengelola bisnis mereka secara digital.

“Kami melihat pertumbuhan eksponensial Desty tercapai di saat yang tepat dikarenakan pesatnya pertumbuhan e-commerce di Indonesia selama pandemi. Maka itu, kami percaya para merchant membutuhkan berbagai opsi tempat berbelanja kepada konsumen, baik lewat marketplace, website milik sendiri, atau media sosial,” papar Mulyono.

Hal ini juga diamini oleh Co-founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca. Menurutnya, pandemi telah memberikan dampak positif dalam mengakselerasi adopsi digital ke masyarakat luas. Desty dinilai telah membuka jalan bagi merchant, influencer, dan kreator untuk mulai mendigitalisasi penjualan produk secara digital.

Berdasarkan data yang dihimpun Desty dari sejumlah sumber, jumlah transaksi e-commerce melonjak 18,1% menjadi 98,3 juta dengan tambahan 12 juta pengguna baru di sepanjang 2020. Ada tiga destinasi utama yang dipilih masyarakat Indonesia untuk berbelanja, yaitu marketplace (97%), domain/situs web bisnis sendiri (91%), dan media sosial (82%).

VP of Investment 5Y Capital Hanson Hu menambahkan bahwa tautan menjadi kunci penting dalam ekosistem internet karena dapat mempertemukan orang dengan orang, online dengan offline, hingga permintaan dengan suplai.

“Dalam konteks e-commerce, tautan membuka peluang besar dalam menghubungkan sosial dan konten dengan transaksi e-commerce sebagaimana tren ini kami lihat di Tiongkok. Kami yakin Desty dapat menjadi infrastruktur bagi tautan di industri e-commerce Asia Tenggara. Dengan begitu, kehadirannya dapat berkontribusi menciptakan ekosistem konten, sosial, dan e-commerce yang lebih erat,” tambahnya.

Saat ini, Desty menawarkan dua produk utama, yakni Desty Page dan Desty Store. Desty Page adalah layanan landing page untuk mengoptimalkan fitur tautan pada akun media sosial, khususnya Instagram. Sementara, Desty Store merupakan pelengkap kanal marketplace yang menghadirkan platform untuk membantu pengguna membuka toko online dengan mudah.

Sebagai produk pendukung, Desty juga membuka Desty Academy sebagai pusat informasi dan pelatihan bagi pengguna yang ingin mengembangkan bisnis.