Gandeng Gojek, Pinhome Luncurkan Layanan “On-Demand” untuk Jasa Kebersihan

Sebagai bentuk komitmen untuk mempermudah akses dalam mendapatkan jasa kebersihan properti yang dimiliki oleh pengguna, platform proptech Pinhome menghadirkan Pinhome Home Service dan memperluas jangkauan layanannya melalui aplikasi Gojek.

Kepada DailySocial, Head of Marketing & Project Partnership Pinhome Dani Budianto mengungkapkan, Pinhome Home Service merupakan produk baru dari Pinhome yang bermitra dengan GoService dalam menawarkan layanan pembersihan, cuci mobil, hingga cuci AC untuk membantu menjaga kebersihan dan lingkungan kerja yang aman — baik di rumah atau di kantor.

“Layanan Pinhome Home Service sudah tersedia di aplikasi GoService mulai bulan Januari 2021. Namun, hingga kini Pinhome Home Service belum melakukan press realese dikarenakan ekspansi wilayah yang dapat dijangkau oleh Pinhome Home Service dilakukan secara bertahap.”

Saat ini layanan Pinhome Home Service baru terbatas di kawasan Jakarta dan sekitarnya. Cara Kerja Pinhome Home Service yaitu, sebagai platform yang mempertemukan antara penyedia jasa yang kredibel dengan pengguna melalui menu GoService di aplikasi GoJek. Mengingat luasnya pengguna aplikasi GoJek, hal ini sangat memudahkan bagi Pinhome Home Service untuk dapat menghubungkan pengguna dengan penyedia jasa yang dibutuhkan.

Untuk memastikan kualitas, Pinhome mengenakan syarat yang cukup ketat dalam menerima mitra. Termasuk dilengkapi dengan sertifikasi dan pelatihan yang diberikan oleh Mitra Bisnis Pinhome. Proses pelayanan mengedepankan protokol kesehatan 4P (Pengecekan berkala, Perlengkapan pelindung, Proses aman, Pencegahan dan pengawasan) dari Pinhome Home Service serta protokol J3K dari Gojek.

Geliat layanan on-demand untuk jasa kebersihan mulai tampak kembali seiring dengan awareness masyarakat untuk menjaga kebersihan. Terbaru, KliknClean menggandeng Bukalapak untuk sediakan layanan serupa melalui aplikasi. Saat ini sudah bisa diakses pengguna di Jabodetabek, Bandung, dan Surabaya. Sebelumnya JD.id juga mulai masuk ke segmen bisnis ini melalui JD Life, menghadirkan kanal khusus untuk menghubungkan penyedia jasa dengan pengguna.

Menampung mantan mitra GoLife

Pinhome Home Service bekerja sama dengan Gojek melalui Third-Party Platform (3PP). Sebelumnya CEO Pinhome Dayu Dara Permata pernah menjabat sebagai Sr.VP GO-JEK, Head of Lifestyle & Commerce Product Group, dan memiliki pengalaman membangun layanan GoLife yang resmi ditutup semua layanan pada awal tahun 2020 lalu.

Layanan Pinhome Home Service hadir pertama kali pada masa pandemi Covid-19. Kehadiran Pinhome Home Service juga diharapkan dapat memberikan dampak sosial yang positif juga beriringan dengan bangkitnya perekonomian masyarakat dengan cara membantu mitra penyedia jasa bertemu dengan pengguna jasa.

“Pinhome Home Service membuka kesempatan bermitra termasuk kepada mantan mitra GoLife untuk bergabung, di mana para Rekan Jasa mitra Pinhome Home Service adalah para penyedia layanan yang ahli di bidangnya dengan pengalaman kerja yang memenuhi syarat, dilengkapi dengan sertifikasi terpercaya, dan menerima pelatihan memadai yang diberikan oleh Mitra Bisnis Pinhome Home Service,” kata Dani.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Bobobox Expands Services, Optimistic with Local Tourism Industry

The tourism industry is the first most affected layer by the Covid-19 pandemic. Many companies are competing to develop other businesses as a pivot to buffer due to survival. The same strategy is taken by proptech startup Bobobox, which is developing several innovations outside the capsule hotel.

Bobobox’s Co-Founder and CEO, Indra Gunawan said to DailySocial that his startup was quite affected by the pandemic. However, thanks to the team persistence, the company was able to adapt quickly and continue to innovate during that time.

“As a result, we managed to get a V shape recovery that is much faster than we predicted. This is also the fact that 90% of our market is domestic, has helped us to survive the crisis better,” Indra said.

The Series A funding was announced in March 2020, which is the right ammunition for Bobobox to stay afloat. Currently, the company has launched two new products, accommodation services with the concept of co-living (Boboliving) and glamping/glamor camping (Bobocabin). There are other products currently in progress, including hourly rental single pods and campervan accommodation.

Indra explained that Bobobox and Boboliving originated from the company’s internal findings from its customers. It was found that the domestic market rose faster and used to stay in the range of 1-2 days, now it is longer by around weeks to months. This condition is reflected in the Bobobox report, where long-term guests have grown rapidly during the pandemic.

As narrowed down, there are now two types of hotel guests. First, those who still need to go to the office during the pandemic and want to avoid long-distance travel. Second, people who work from home, but do not have fast work facilities such as high-speed Wi-Fi and a safe environment. “This led us to develop Boboliving and the product was sold out within 3 weeks on the market.”

The result is, Bobobox noticed that WFH lifestyle will continue in the future, even when Covid-19 has ended. Then, today’s consumer trends are driven by self-protection and social distancing. “We want to develop solutions where people can have alternative options for work and school fees (for the younger ones).”

Bobocabin and Boboliving

Boboliving / Bobobox
Boboliving / Bobobox

Bobocabin and Boboliving take advantage of existing technology for their operations. In terms of design, Bobocabin is designed by adopting a futuristic modular design with a capacity of two adults and one child while considering the need for social distancing restrictions. Each cabin is equipped with modern facilities, supported by IoT technology to control the features in it, such as windows, lights, doors, and audio speakers that can be controlled from a visitor’s smartphone.

Bobocabin is available in two areas in Bandung, Rancupas, and Cikole by utilizing land owned by Perhutani. Respectively an area of ​​1.26Ha and 1Ha. Apart from the rooms, Bobocabin is also equipped with 24-hour front desk, barbecue and bonfire. The official fee ranges from IDR 450 thousand to IDR 550 thousand per night.

Bobocabin emphasizes the need for sustainable tourism through the nature-based tourism segment that offers more benefits from an economic, social, and environmental perspective.

Meanwhile, Boboliving is like a boarding house with more spacious room facilities for work areas. The rooms are prepared with 10 pods containing mattresses and wardrobes. These capsules can be rented daily, weekly, monthly, and yearly. Currently, Boboliving is available in Pancoran, South Jakarta.

“Bobobox sees the huge economic potential with the existence of a residential business ecosystem such as co-living, especially for property business activists who want to start a business yet constrained by limited land. This is also driven by the need for housing which is increasing every year, but it is inversely proportional to the availability of land, especially in big cities,” Indra said in an official statement.

Regarding the latest development of the Bobobox capsule hotel, it has distributed in several cities on Java, including Yogyakarta, Semarang, and Solo. Until the fourth quarter of 2020, this product recorded an occupancy rate of back to 80% from the pre-pandemic position which reached the 80% -90% range.

Indra is optimistic from the various sources he summarized, indicating that more than 70% are interested in traveling. This shows that vacations seem non-negotiable to many. “With a market fit for our new product, we are confident that we can reimagine tourism across Indonesia with an extraordinary experience.”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ekspansi Layanan, Bobobox Optimis dengan Industri Pariwisata Lokal

Industri pariwisata adalah layer pertama yang paling terdampak akibat pandemi Covid-19. Perusahaan banyak berlomba-lomba mengembangkan bisnis lain sebagai langkah pivot untuk buffer agar tidak jatuh terlampau dalam. Strategi yang sama juga diambil oleh startup proptech Bobobox yang mengembangkan beberapa inovasi di luar hotel kapsul.

Kepada DailySocial, Co-Founder dan CEO Bobobox Indra Gunawan menuturkan, startupnya juga ikut terdampak dari pandemi. Akan tetapi berkat kegigihan tim, perusahaan dapat beradaptasi dengan cepat dan tetap melanjutkan inovasi dalam kurun waktu tersebut.

“Sebagai hasilnya, kami berhasil mendapat pemulihan kurva V (V shape recovery) yang jauh lebih cepat dari yang kami prediksi. Ini juga fakta bahwa 90% pasar kami adalah domestik, berhasil membantu kami untuk bertahan lebih baik dari krisis,” terang Indra.

Pendanaan Seri A yang diumumkan pada Maret 2020 lalu merupakan amunisi tepat buat Bobobox untuk tetap bertahan. Saat ini perusahaan sudah meluncurkan dua produk baru, yakni produk jasa akomodasi dengan konsep co-living (Boboliving) dan glamping/glamour camping (Bobocabin). Produk lainnya yang sedang disiapkan adalah akomodasi dengan konsep sewa perjam (hourly rental single pods) dan campervan.

Indra menjelaskan Bobobox dan Boboliving berawal dari hasil temuan internal perusahaan dari para konsumennya. Ditemukan bahwa pasar domestik bangkit lebih cepat dan dulunya masa inap berada di kisaran 1-2 hari, sekarang jadi lebih panjang sekitar mingguan hingga bulanan. Kondisi inilah yang tercermin dengan laporan Bobobox, yang mana tamu jangka panjang telah berkembang pesat selama pandemi.

Bila dikerucutkan, kini ada dua tipe tamu hotel. Pertama, mereka yang masih perlu pergi ke kantor selama pandemi dan ingin menghindari perjalanan jarak jauh. Kedua, orang yang bekerja dari rumah, tatapi tidak memiliki fasilitas kerja yang cepat seperti Wi-Fi berkecepatan tinggi dan lingkungan aman. “Ini mengarahkan kami untuk mengembangkan Boboliving dan produknya terjual habis dalam waktu 3 minggu di pasaran.”

Dari hasil kajian ini, Bobobox menangkap bahwa ke depannya WFH adalah gaya hidup yang akan terus berlanjut, bahkan ketika Covid-19 sudah berakhir. Lalu, tren konsumen saat ini didorong oleh perlindungan diri dan jarak sosial. “Kami ingin mengembangkan solusi di mana orang dapat memiliki pilihan alternatif untuk bekerja dan biaya sekolah (untuk yang lebih muda).”

Bobocabin dan Boboliving

Boboliving / Bobobox
Boboliving / Bobobox

Bobocabin dan Boboliving memanfaatkan keberadaan teknologi untuk operasionalnya. Dari segi desain, Bobocabin dirancang dengan mengadopsi desain modular yang futuristik berkapasitas dua orang dewasa dan satu anak dengan tetap memerhatikan kebutuhan untuk pembatasan jarak sosial. Tiap kabin dilengkapi dengan fasilitas modern, didukung teknologi IoT untuk mengontrol fitur-fitur di dalamnya, seperti jendela, lampu, pintu, dan audio speaker yang bisa dikendalikan dari smartphone pengunjung.

Bobocabin tersedia di dua kawasan di Bandung, yaitu Rancupas dan Cikole dengan memanfaatkan lahan milik Perhutani. Masing-masing seluas 1,26Ha dan 1Ha. Selain kamar, Bobocabin dilengkapi dengan fasilitas resepsionis 24 jam, barbeque, dan api unggun. Biaya yang banderol berkisar dari Rp450 ribu hingga Rp550 ribu per malam.

Bobocabin ini mengedepankan kebutuhan pariwisata yang keberlanjutan melalui segmen nature-based tourism yang menawarkan manfaat lebih dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Sementara itu, Boboliving seperti indekos dengan fasilitas kamar yang lebih luas untuk area bekerja. Kamar yang disiapkan sebanyak 10 unit pods berisi kasur dan lemari pakaian. Kapsul ini dapat disewa harian, mingguan, bulanan, hingga tahunan. Saat ini Boboliving sudah tersedia di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan.

“Bobobox melihat potensi ekonomi yang besar dengan adanya ekosistem bisnis hunian seperti co-living, terutama bagi pegiat bisnis properti yang ingin memulai bisnis namun terkendala oleh keterbatasan lahan. Hal ini didorong pula oleh adanya kebutuhan hunian yang semakin meningkat setiap tahunnya, namun berbanding terbalik dengan ketersediaan lahan terutama di kota-kota besar,” ujar Indra dalam keterangan resmi.

Terkait perkembangan terkini hotel kapsul Bobobox, sekarang sudah tersebar di beberapa kota di pulau Jawa, antara lain Yogyakarta, Semarang, dan Solo. Hingga kuartal IV 2020, produk ini mencatatkan tingkat okupansi kembali ke besaran 80% dari posisi sebelum pandemi yang mencapai kisaran 80%-90%.

Indra optimis dari berbagai sumber yang ia rangkum, menunjukkan bahwa lebih dari 70% tertarik untuk bepergian. Hal ini memperlihatkan bahwa liburan tampaknya tidak bisa dinegosiasikan bagi banyak orang. “Dengan kesesuaian pasar untuk produk baru kami, kami sangat yakin dapat menata kembali pariwisata di seluruh Indonesia dengan pengalaman yang luar biasa.”

Application Information Will Show Up Here

Cove Ramaikan Persaingan Layanan Co-Living di Indonesia

Industri proptech khususnya yang mengusung konsep co-living di Indonesia tampaknya kian ramai. Cove, proptech asal Singapura memperluas kehadirannya di Indonesia dengan setelah membukukan pendanaan seri A yang baru mereka umumkan.

Cove telah hadir di Jakarta sejak April 2020. Proptech yang bermarkas di Singapura ini dipimpin oleh Guillaume Castagne, Sophie Jackson, Luca Bregoli. Bertindak sebagai country director di Indonesia adalah Rizky Kusumo. Layanan tersebut menargetkan profesional muda dan mahasiswa sebagai pasarnya. Mereka mengklaim sudah memiliki total 550 kamar di Singapura dan Jakarta.

Guillaume melihat masalah yang muncul dalam industri penyewaan kamar yang kerap ditemui adalah harga yang tidak terjangkau; desain yang tak sesuai dengan cita rasa muda-mudi saat ini; pemeliharaan properti yang kurang baik; hingga proses penyewaan yang tidak fleksibel, lamban, dan tidak transparan.

“Cove mampu meningkatkan efisiensi ruang dan menciptakan produk yang sesuai dengan minat pasar milenial dan generasi Z yang sedang berkembang sehingga dapat memaksimalkan keuntungan bagi para pemilik aset,” jelas Guillaume.

Guillaume mengklaim yang membedakan Cove dengan pemain lain adalah prosesnya yang lebih mulus dan transparan dalam proses penyewaan. Di samping itu Cove menawarkan kamar yang sudah lengkap dengan perabotan, housekeeping berkala, pemeliharaan rutin, koneksi wifi, dan kontrak bulanan fleksibel.

Adapun sistem kerja sama yang mereka buat dengan pemilik properti ada beberapa jenis termasuk sistem bagi hasil. Laporan dari e27 menyebut Cove juga menawarkan jaminan pemasukan untuk pemilik properti. Namun satu yang pasti mereka menjamin tidak ada biaya bagi untuk middlemen.

“Kini okupansi kami sudah di atas 90 persen,” imbuhnya.

Baru mengantongi pendanaan seri A

Dalam jumpa media hari ini (16/12), Cove juga mengumumkan pendanaan seri A senilai $4,6 juta atau setara Rp64,84 miliar. Pendanaan tersebut dipimpin oleh Keppel Land diikuti oleh Idinvest Partners-Eurazeo Group, Smarty City Venture Fund, dan Idinvest HEC Venture Fund.

Sebagai tambahan informasi, Cove mengamankan pendanaan awal pada September 2019 yang diikuti oleh Venturra Capital, Yuj Ventures, Investigate, dan Picus Capital.

Dengan pendanaan tersebut Cove meneguhkan fokus bisnisnya di Indonesia. Fokus pertama Cove masih di Jakarta dan sekitarnya, namun mereka juga berniat ekspansi ke kota-kota besar lain seperti Bandung, Surabaya, Bali, dan Semarang. Target mereka hingga pertengahan 2021 adalah menggandakan akuisisi semua kamar mereka hingga 1.000 unit.

“Cuma untuk ekspansi ke kota-kota baru pertama-tama kita harus tumbuh dulu di pasar utama kita yakni di Jakarta,” tukas Rizky Kusumo.

Setelah cukup yakin dengan pencapaian di Indonesia, negara berikutnya yang akan Cove singgahi adalah Vietnam dan Filipina. “Pasar di Indonesia itu nomor satu dalam prioritas,” pungkas Guillaume.

Hadirnya Cove di Indonesia jelas kian meramaikan persaingan proptech yang mengusung konsep co-living. RoomMe, Rukita, dan Flokq adalah beberapa contohnya. Belum lagi pemain lain seperti RedDoorz dan Bobobox yang turut mengeluarkan produk co-living.

Portal Property 99.co Acquired Singapore’s Property Sales and Data Provider Platform

99 Group, the parent company of 99.co Singapore and Indonesia, as well as several property portals in Southeast Asia, announced an acquisition of the property platform and real estate data provider Singapore Real Estate Exchange (SRX) with undisclosed value. It is said to take 99 Group as the leading player of the property market in Singapore within 18 months.

The agreement has signed on 7 November 2020. 99 Group will acquire all the shares of SRX through Streetsine Singapore Pte Ltd. The transaction is expected to be completed by the beginning of the first quarter of next year. All SRX employees will join the 99 Group, migration will begin in the coming weeks.

Joining SRX under the same flag as 99.co and iproperty.com.sg add strength in terms of a collection of listings, information, and various tools to support the parent in providing added value and competitive services to consumers and real estate professionals in Singapore.

In Indonesia, this business acquisition will also have a positive impact on the future for developers, agents, and property seekers. Here, after the acquisition of UrbanIndo, 99.co formed a joint venture company with Real Estate Australia (REA). Two property sites owned by REA, namely iproperty.com.sg and Rumah123.com, are managed by 99.co to win the Southeast Asian market.

99 Group’s CEO, Darius Cheung said SRX’s data analysis capabilities were very suitable for the 99 Group platform which currently places great importance on listing quality and content for users. He is optimistic, exclusive, and best-in-class technology, the SRX can enhance the 99 Group’s ability to launch different innovations.

“Reliable property data is very important. This is because property search continues to shift to the online realm, even though direct visits or open houses have been permitted again. This indicates that there has been a change in consumer behavior. The real estate industry certainly needs to digitize accordingly to meet the growing needs of consumers,” he said in an official statement, Tuesday (10/11).

SRX was founded in 2009, quickly proclaiming itself as a comprehensive property data provider in Singapore. One of the innovations is the AI ​​X-Value algorithm, which provides an instant and accurate prediction of the value of a property. This device is familiar to property agents and consumers alike.

Their other products, Analyzer and Home Report are also considered indispensable in today’s real estate industry.

Technology innovation amid pandemic

Related to changes in consumer behavior during the pandemic, Darius said that his party responded by developing technology that had been adapted to new habits. One of these is the option of virtually viewing ideal properties and using videos.

In addition, the company held the Singapore Property Show last month. This property exhibition is held online and has a service that allows the public to feel as if they are in a sample unit of 18 participant property projects in person. Also equipped with a narrative to add to the consumer experience.

In response to the incessant digital transformation in the process of buying and selling property. The company announced last September that it plans to recruit 100 technology staff over the next year to develop its product and engineering teams.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Portal Properti 99.co Akuisisi Platform Jual Beli dan Penyedia Data Properti di Singapura

99 Group, induk 99.co Singapura dan Indonesia, serta sejumlah portal properti di Asia Tenggara, mengumumkan akuisisi terhadap platform properti dan penyedia data real estate Singapore Real Estate Exchange (SRX) dengan nominal dirahasikan. Akuisisi ini diklaim menjadikan 99 Group sebagai pemimpin pasar properti di Singapura dalam kurun waktu 18 bulan.

Perjanjian jual beli telah diselesaikan pada 7 November 2020. 99 Group akan mengakuisisi semua saham SRX melalui Streetsine Singapore Pte Ltd. Transaksi diharapkan selesai pada awal kuartal pertama tahun tahun depan. Seluruh karyawan SRX akan bergabung bersama 99 Group, migrasi akan dimulai dalam beberapa pekan mendatang.

Bergabungnya SRX di bawah payung yang sama dengan 99.co dan iproperty.com.sg, kian menambah kekuatan dari segi kumpulan listing, informasi, dan berbagai perangkat untuk mendukung induk dalam memberikan nilai tambah dan layanan kompetitif kepada konsumen dan profesional real estate di Singapura.

Bagi bisnisnya di Indonesia, akuisisi ini juga membawa dampak positif pada masa mendatang untuk para pengembang, agen, hingga pencari properti. Di sini, pasca akuisisi UrbanIndo, 99.co membentuk perusahaan patungan bersama Real Estate Australia (REA). Dua situs properti milik REA, yakni iproperty.com.sg dan Rumah123.com, dikelola 99.co untuk memenangkan pasar Asia Tenggara.

CEO 99 Group Darius Cheung mengatakan kemampuan analisis data SRX sangat cocok untuk platform 99 Group yang saat ini sangat mengedepankan kualitas listing dan konten untuk para pengguna. Ia optimis, teknologi eksklusif dan terbaik di kelasnya, SRX dapat meningkatkan kemampuan 99 Group untuk meluncurkan inovasi yang berbeda.

“Data properti yang andal adalah hal yang sangat penting. Pasalnya, pencarian properti terus bergeser ke ranah online, meskipun kegiatan visit atau open house secara langsung telah kembali diizinkan. Ini menunjukkan suda ada perubahan dalam perilaku konsumen. Industri real estate tentu perlu melakukan digitalisasi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berkembang,” tuturnya dalam keterangan resmi, Selasa (10/11).

SRX didirikan pada 2009, dengan cepat mereka memproklamirkan dirinya sebagai penyedia data properti komprehensif di Singapura. Salah satunya inovasinya adalah algoritma AI X-Value, yang memberikan prediksi nilai dari sebuah properti secara akurat dan instan. Perangkat ini akrab di telinga agen properti dan konsumen.

Produk mereka lainnya adalah Analyzer dan Home Report juga dianggap sangat diperlukan dalam industri real estate saat ini.

Inovasi teknologi di tengah pandemi

Masih berkaitan dengan perubahan perilaku konsumen selama pandemi, Darius menuturkan pihaknya menjawabnya dengan mengembangkan teknologi yang telah disesuaikan dengan kebiasaan baru. Salah satu di antaranya adalah opsi meninjau properti idaman secara virtual dan menggunakan video.

Di samping itu, perusahaan menyelenggarakan Singapore Property Show pada bulan lalu. Pameran properti ini diselenggarakan secara online dan memiliki layanan yang memungkinkan masyarakat seolah tengah berada di unit contoh dari 18 proyek properti partisipan secara langsung. Dilengkapi pula dengan narasi untuk menambah pengalaman konsumen.

 

Dalam menjawab gencarnya transformasi digital dalam proses jual beli properti. Perusahaan telah mengumumkan pada September lalu mengenai rencana merekrut 100 staf teknologi selama setahun mendatang untuk mengembangkan tim produk dan tekniknya.

Application Information Will Show Up Here

RealVantage Mulai Kenalkan Platform “Co-Investing” Real Estat di Indonesia

RealVantage, platform co-investing real estat atau properti berbasis di Singapura berniat matangkan bisnisnya di Indonesia. Realisasinya mereka telah tunjuk Dr Teddy Tjandra sebagai Country Managing Director Indonesia. Kantor representatif pun didirikan untuk menunjang aktivitas pengembangan bisnis, pemasaran, dan operasional.

DailySocial berkesempatan berbincang dengan Teddy untuk mengetahui lebih detail mengenai apa yang tengah mereka persiapkan di pasar Indonesia. Teddy sebelumnya dikenal sebagai founder platform edtech Sukawu. Sukawu sendiri masih beroperasi sampai saat ini sebagai proyek sosial.

Teddy Tjandra
Country Managing Director Indonesia RealVantage, Dr Teddy Tjandra

Model bisnis

Mengawali perbincangan, Teddy banyak menjelaskan tentang model bisnis RealVantage. Ia mengumpamakan perusahaannya tersebut layaknya sebuah Private Equity, hanya saja berinvestasi pada real estat seperti gedung, hotel, bangunan komersial atau residensial yang menghasilkan pendapatan sewa. RealVantage juga memungkinkan investor individu untuk turut andil dalam pengembangan proyek properti.

Sejauh ini, proyek properti yang ditawarkan berada di Australia, Amerika Serikat, dan Inggris. Tapi hadirnya Teddy dan tim tidak menutup kemungkinan untuk mengeksplorasi peluang kerja sama dengan pengembang real estat di Indonesia.

“Biasanya kalau investasi di properti kita sebagai investor pada umumnya beli satu unit apartemen [keseluruhan]. Tapi kalau unit tersebut bentuknya gedung atau hotel, maka nilainya sudah tidak terjangkau untuk perorangan. RealVantage menjembatani kesenjangan tersebut, dengan mencarikan properti yang bernilai, dengan biaya akuisisi rendah, dan menghasilkan pemasukan reguler; untuk dipaketkan pada kalangan investor individu dengan modal investasi yang cukup rendah dan terjangkau, misalkan minimal SGD10 ribu atau sekitar 100 juta Rupiah per unit saham,” terang Teddy.

Kalangan individu yang dimaksud adalah High Networth Individual (HNW) atau Accredited Investor (AI) yaitu Investor Terakredisasi yang mempunyai nilai asset yang besar. Sesuai regulasi di Singapura, biasanya kalangan tersebut setidaknya memiliki satu dari tiga kriteria berikut: (1) memiliki pemasukan SGD300 ribu per tahun, (2) memiliki net financial asset minimal SGD1 juta, atau (3) memiliki net personal asset termasuk properti dan sebagainya minimal SGD2 juta.

Kriteria tersebut yang juga turut membedakan konsep co-investing RealVantage dengan model equity crowdfunding. Di Indonesia, platform seperti CrowdDana tawarkan model equity crowdfunding agar masyarakat luas dapat gotong-royong membiayai sebuah properti — namun dengan nilai investasi dan proyek yang jauh lebih kecil.

“Konsepnya hampir mirip [dengan equity crowdfunding], investor akan menjadi shareholder. Hanya saja untuk co-investing, setiap peluang investasi real estate yang ditawarkan oleh RealVantage akan dibuatkan sebuah Special Purpose Vehicle (SPV) yang berbentuk persoraan terbatas dan terdaftar di otoritas Singapura dan semua dana dikumpulkan dalam escrow bank account di Singapura. RealVantage akan mengelola dana serta aset properti yang telah diakuisisi bersama partner lokal yang ditunjuk,” ujar Teddy.

Teddy turut menjelaskan, properti dipilih karena menjanjikan imbal hasil yang lebih baik dibandingkan instrumen investasi lainnya, khususnya jika berbicara long-term investment. “RealVantage juga memungkinkan investor melakukan diversifikasi portofolio atau portfolio diversification dengan jenis aset yang bersifat secured dan berbasis properti. Jadi kalau dia punya 3 miliar Rupiah, bisa diinvestasikan ke beberapa proyek properti dengan return yang menarik dibanding deposito atau term deposit. Kami akan bantu lakukan end-to-end process mulai dari due diligencefinancial projection sampai manajemen aset dengan mekanisme teknologi [berbasis AI] sehingga membuat semua prosesnya transparan dan mulus,” ujarnya.

Setiap investor individu yang terlibat, namanya tercatat di pusat registrasi Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA) yang dapat diakses secara publik. Proses pencatatan dan pengelolaan dokumen untuk setiap investor dieksekusi secara digital, sehingga memungkinkan diakses dari mana pun – termasuk proses transaksinya dari transfer dana sampai dengan laporan untuk investor. Investor juga akan mendapatkan pembaruan informasi terkait perkembangan aset dan investasinya minimal setiap 3 bulan sekali, termasuk mendapatkan bagi hasil deviden dalam rentang waktu yang sama.

“RealVantage mengakuisisi satu building penuh, kemudian membuat atau meningkatkan value added di dalamnya. Imbal hasil yang didapat biasanya maksimal di rentang 3-5 tahun. Keuntungannya juga bisa didapat dari biaya rental yang rata-rata ada kenaikan 3-5% setiap tahunnya dan kenaikan price appreciation dari properti tersebut. Investor juga bisa exit dengan dijualkan propertinya setelah masa investasi berakhir” imbuh Teddy.

Perkembangannya di Indonesia

Di Jakarta, Teddy memimpin tim business development dan marketing. Untuk saat ini, setiap referral yang berhasil dikonversi akan ditujukan langsung (transaksinya) ke tim di Singapura. Target utamanya tahun ini adalah membangun operasional dan membuka pasar di Indonesia.

“Dalam beberapa bulan, kami bakal mengeksplorasi lebih dalam bisnis properti di Indonesia. Ke depan, kami juga berharap untuk mendapatkan lisensi OJK untuk mengoperasikan model bisnis di Indonesia [..] Kami juga terus mengembangkan kemitraan strategis dengan rekanan di bidang properti, termasuk dari sisi investor potensial,” ujar Teddy.

Gambar Header: Depositphotos.com

Strategi Pertumbuhan RoomMe dengan Digitalkan Seluruh Proses Bisnis

Bertujuan untuk memudahkan pengguna, startup manajemen indekos RoomMe telah menyematkan teknologi secara menyeluruh di platformnya. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO RoomME Glen Ramersan mengungkapkan, tahun ini layanan yang diusung telah sepenuhnya digital. Di tahun-tahun sebelumnya, RoomMe memanfaatkan teknologi untuk membantu merampingkan pengoperasian harian rumah kos.

“Platform RoomMe membantu pemilik indekos untuk menstandardisasi operasional sehari-hari guna memastikan transparansi dan keandalan, mulai dari manajemen reservasi, proses check-in/out, revenue management, penjadwalan housekeeping, dan banyak lagi,” kata Glen.

RoomMe juga telah memperluas cakupan platformnya, mendigitalkan proses secara end-to-end. Pengguna sekarang dapat memilih kamar sesuai keinginan mereka dan memesannya melalui situs, aplikasi, hingga langsung di tempat. Pengguna akan menikmati pengalaman digital menyeluruh, mulai dari proses check-in, stay extensions, bergabung dengan komunitas, mengirimkan permintaan/pertanyaan, check-out, dan memberikan ulasan unit.

Cara ini yang diklaim membedakan RoomMe dengan platform serupa lainnya. Dalam liputan #DStour, proses tersebut diperlihatkan oleh tim RoomMe saat menggunakan aplikasi. Hanya dengan melakukan proses scan QR Code, kegiatan mencari, melakukan kunjungan, hingga pembayaran semua bisa dilakukan melalui aplikasi. Hingga kini perusahaan telah memiliki hampir 10 ribu unit kamar dan 500 ribu monthly active user (MAU).

Di Indonesia, sudah ada beberapa pemain serupa. Menyajikan daftar indekos di berbagai kota-kota di Indonesia. Salah satunya adalah Mamikos. Startup yang telah berdiri sejak tahun 2015 tersebut, terakhir kali diwawancara DailySocial pada November 2019, mengaku telah mengakomodasi 110 ribu pemilik indekos di berbagai kota di Indonesia dengan 8 juta pengguna. Sama dengan RoomMe, Mamikos juga membantu pemilik properti untuk menstandardisasi unitnya.

Rencana dan target bisnis

Tahun 2019 lalu RoomME telah berhasil mengantongi pendanaan Seri A dengan nilai yang dirahasiakan, dipimpin oleh BAce Capital. Dua investor sebelumnya, Vertex Ventures dan KK Fund turut berpartisipasi dalam putaran ini. Tahun ini RoomMe tidak memiliki rencana untuk melanjutkan tahapan penggalangan dana.

“Untuk rencana penggalangan dana kami belum memiliki rencana yang pasti, mungkin tahun depan, no specific timeline yet,” kata Glen.

Saat ini RoomMe telah memperluas jangkauan wilayah bukan hanya di Jabodetabek, namun juga sudah mencapai ke Karawang, Bandung, dan Yogyakarta. Masih memiliki target yang ingin dicapai, pandemi yang berlangsung telah menghambat rencana mereka dan tentunya mempengaruhi bisnis. Namun perusahaan masih melihat sisi positif agar bisnis bisa terus berjalan.

“Saya pikir situasi pandemi ini telah mempengaruhi semua bisnis, sebagian positif dan sebagian tidak. Untungnya bagi kami, situasi ini telah menyoroti perlu adanya peningkatan standar layanan, seperti yang telah kami lakukan selama beberapa tahun terakhir. Kami melihat lebih sedikit pertumbuhan penyewa baru, tetapi kami mengalami lonjakan perpanjangan masa inap (stay extensions) dan peningkatan jumlah penyewa yang ingin tinggal lebih lama,” kata Glen.

Application Information Will Show Up Here

Induk Rumah.com Kembali Dapat Pendanaan, Persaingan Bisnis Proptech Makin Menarik Disimak

Hari ini (02/9) induk perusahaan Rumah.com, yakni PropertyGuru Group, mengumumkan perolehan pendanaan baru senilai $220 juta atau setara 3,2 triliun Rupiah. Investor yang terlibat adalah TGP Capital dan KKR melalui KKR Asian Fund III. Sebelumnya pada putaran seri D tahun 2018 lalu, kedua investor tersebut juga turut terlibat, didukung EMTEK dan Square Peg Capital.

Dana segar tersebut akan difokuskan untuk mempercepat pertumbuhan bisnis PropertyGuru di semua pangsa pasar. Dua layanan yang akan turut dimaksimalkan adalah pembiayaan rumah PropertuGuru Finance dan platform untuk pengembang properti PropertyGuru FastKey. Di Indonesia, selain Rumah.com mereka juga turut mengoperasikan RumahDijual.com. Merek berbeda juga dimiliki untuk mendukung bisnisnya di Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand.

Didasarkan pada riset sebelumnya yang dilakukan DailySocial, meninjau dari tingkat kunjungan di situs web dan aplikasi, kedua platform kelolaan PropertyGuru di Indonesia tergolong memimpin pasar. Mereka bersaing langsung dengan beberapa startup dan grup perusahaan. Misalnya dengan Emerging Markets Property Group (EMPG) yang kini hadir di Indonesia melalui akuisisinya terhadap Lamudi; atau 99.co yang saat ini terafiliasi dengan REA Group melalui joint venture, mereka turut mengoperasikan Rumah123 dan mencaplok situs listing properti Urbanindo.

Startup proptech di Indonesia
Startup proptech di Indonesia

Para pemain mencoba menangkap momentum pertumbuhan industri properti seiring dengan peningkatan perekonomian di Indonesia, khususnya saat merujuk data sebelum pandemi. Permintaan akan hunian terus meningkat, baik apartemen, rumah, sampai indekos. Sebarannya pun mulai menyeluruh, tidak hanya terpaku di ibukota, seiring dengan adanya pertumbuhan bisnis yang merata di berbagai kota.

Beberapa yang solusi yang dihadirkan proptech menyelesaikan permasalahan mendasar seperti memudahkan proses pencarian properti, transparansi proses bisnis dan transaksi properti, memberdayakan pengembang dan pebisnis lainnya dengan alat digital, hingga menyediakan alternatif solusi properti (seperti coworking atau coliving).

Sekilas startup proptech di Indonesia

Selain tiga grup perusahaan tersebut, ada banyak startup proptech di Indonesia yang berdiri secara independen, mengadopsi model bisnis yang spesifik. Misalnya yang dilakukan Travelio, selain sajikan listing apartemen untuk konsumer, mereka juga miliki bisnis Property Management yang membantu pemilik apartemen mengelola unitnya. Selain memasarkan, menerapkan standardisasi sehingga meningkatkan nilai jual apartemen yang hendak disewakan.

Yang paling anyar ada juga Pinhome, didirikan Dayu Dara Permata dan Ahmed Aljunied. Alih-alih menjadi marketplace atau situs listing, mereka mencoba menjadi platform online yang memfasilitasi interaksi antara pemilik, pembeli, dan agen properti. Di luar aplikasi berbasis sistem informasi, dari startup lokal juga sudah melahirkan platform pembiayaan untuk pembelian properti. Dua di antaranya Gradana dan Taphomes.

Juni lalu, startup proptech lokal Jendela360 juga baru bukukan pendanaan 14 miliar Rupiah. Layanan mereka unik, memadukan unsur visual dengan virtual reality untuk memudahkan pengguna melihat detail apartemen yang hendak disewa. YukStay tahun ini juga bergabung di Y Combinator, bersamaan dengan itu mereka berhasil kumpulkan pendanaan seri A senilai 65 miliar Rupiah.

Application Information Will Show Up Here

The Rent-to-Own Concept by TapHomes Allows User to Rent While Making Down Payment

The low rate of house ownership becomes one of TapHomes’ reasons to run the proptech startup. Victor Ramli Kwan as co-founder revealed to DailySocial, there are currently people who have lost the opportunity of house ownership. And he finds it as a problem that affects many people in Indonesia.

TapHomes applies the “rent-to-own” concept as a bridge to help customers get houses. It allows users to pay rent while saving for the house’s down-payment.

Victor said, most of TapHomes‘ customers are new homeowners who cannot obtain traditional home mortgages; most of the issues are due to incapability to pay a down payment or pay a mortgage loan of at least 15-20% of the price of the house.

Through the application, prospective buyers can simply pay a deposit of 2%, then TapHomes will buy the desired house. The customer will then start to inhabit the house and pay monthly rent starting from 1.2 million Rupiah. The cost is allocated 70% for rent and 30% for savings on home ownership.

Regarding the type of house, the TapHomes team will conduct an analysis according to the ability of prospective buyers. Because it has been purchased, the rental process can be modified or renovated according to residents’ wishes.

The rental period is 3-5 years; and at the end of the lease, the customer will have a savings with a total equivalent value of a 15% deposit for the purchase of a home. They can continue to buy the house in cash or through mortgages.

When the customer cannot continue the house purchase plan at the end of the program, TapHomes and the customer will sell the house to a third party. Proceeds from the sale of the house will be divided according to the proportion of home ownership between TapHomes and customers.

“We make it easier for new families to buy their homes with affordable down payment and the development of regular home ownership, that in 3 years later our customers can apply for mortgages in banks,” said Victor.

Technology Development

TapHomes is said to have processed around more than 2 thousand potential customer submissions. Later on will be curated process of customers who are entitled to get services.

Regarding technology, TapHomes is developing an Automated Valuation Engine that makes it easier for the platform to evaluate the value of house prices more efficiently.

TapHomes currently has some objectives, including expanding to major cities in Indonesia. To date, TapHomes’ focus is still on the Greater Jakarta area, especially in Bekasi, Tangerang and Depok.

“We have received seed funding from VC and previously bootstrapping. TapHomes is now involved in batch 3 Accelerator Program from SYNRGY by the BCA group in and batch 7 Plug & Play Accelerator,” Victor said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian