Ambisi RaRa Delivery Optimalkan Pengiriman Instan Berbasis Data

Logistik last mile bisa dikatakan sebagai salah satu segmen di logistik yang memiliki banyak pemain baru beberapa tahun belakangan. Meski demikian, segmen ini masih memiliki pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, yakni mengatasi efisiensi. Hal inilah yang menjadi pendekatan RaRa Delivery untuk pengiriman instan (same day delivery).

Startup ini didirikan oleh Karan Bhardwaj pada 2019. Bhardwaj memiliki pengalaman bekerja untuk Unilever di bidang supply chain e-commerce di Asia Pasifik. Menurutnya, kepuasan konsumen terhadap hal-hal yang instan telah menjadi suatu norma di seluruh kategori.

Hal tersebut terjadi tak lain karena berubahnya kebiasaan belanja online masyarakat, sehingga pengiriman cepat menjadi kebutuhan dan bukan kemewahan. Sayangnya di Indonesia, untuk menikmati hal tersebut konsumen perlu membayar lebih mahal.

Dalam sebuah riset yang ia kutip, pasar pengiriman same-day diperkirakan akan tumbuh hingga 30% dengan total 4,5 juta paket per hari pada tahun 2023. Adapun, untuk biaya logistik di layanan pengiriman same-day diproyeksikan akan meningkat menjadi Rp65 triliun pada tahun yang sama, naik dari Rp4,4 triliun di 2018.

Ketika membahas soal layanan e-commerce di negara besar dan padat penduduk, seperti Indonesia, tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana membangun teknologi dan infrastruktur untuk memecahkan masalah pengiriman cepat dan terukur dengan biaya paling optimal.

Dalam hal ini ada peluang pasar yang signifikan untuk perusahaan pengiriman last-mile khususnya dalam infrastruktur pengiriman instan yang melayani banyak pedagang melalui satu interface yang mulus.

Dibandingkan pemain sejenis yang fokus pada pengiriman one-to-one untuk pengiriman instan, RaRa fokus pada model many-to-many agar dapat membuat pengiriman instan lebih terukur dengan biaya yang paling optimal. “Hal ini dapat kami raih dengan alat pengelompokan (batching) secara real time dan serangkaian produk yang komprehensif,” ujarnya kepada DailySocial.

Dijelaskan lebih jauh, pihaknya mengembangkan teknologi pengelompokan real time yang eksklusif untuk melakukan pengiriman ke banyak titik (many-to-many) dalam beberapa jam, sehingga biaya pengiriman dapat ditekan secara optimal. Pada saat yang bersamaan, para kurir dapat menghasilkan pendapatan yang lebih banyak dalam waktu dan jarak tempuh yang lebih sedikit.

Selain pengiriman instan, platform RaRa juga menawarkan keandalan dan kenyamanan pelanggan melalui pemberitahuan dan pembaruan status secara real time. Pelanggan dapat berbincang dengan CS, kurir, atau keduanya secara bersamaan dalam satu platform chat.

Di dalam sistem, RaRa menerima pesanan dari bisnis dan merchant melalui integrasi API, kemudian menghitung kapasitas, slot waktu, jarak, dan optimalisasi rule untuk mengelompokkan pesanan-pesanan dan memaksimalkan produktivitas untuk mengurangi biaya per pesanan tersebut. Pihaknya juga mampu menyediakan rekonsiliasi CoD secara real time.

Pemain sejenis RaRa yang fokus pada pengiriman instan adalah Grab, Gojek, Paxel, Lalamove, Anteraja, Deliveree, Ninja Xpress, SiCepat, hingga perusahaan logistik konvensional seperti JNE dan Tiki.

Mengacu laporan The 2nd Series Industry Roundtable: Logistics Industry Perspective yang dirilis MarkPlus Inc pada Oktober 2020, frekuensi jasa kurir meningkat pesat selama masa pandemi. Peningkatan ini dipicu oleh sejumlah faktor utama antara lain kegiatan belanja online, harga, dan waktu pengiriman.

Selain itu, layanan same day delivery diproyeksikan bakal meningkat lebih pesat penggunaannya pasca-pandemi (67,2%) dibandingkan layanan pengiriman regular (78,7%) meski porsinya masih lebih besar. Adapun riset ini diikuti oleh sebanyak 122 responden dari wilayah Jabodetabek (59,8%) dan non-Jabodetabek (40,2%).

Terima pendanaan seri A

Armada pengemudi RaRa Delivery / RaRa Delivery

Untuk meneruskan misinya tersebut, RaRa mendapat dukungan pendanaan tahap awal dari sejumlah investor sebesar $3,25 juta (hampir Rp47 miliar). Putaran tersebut dipimpin oleh Surge dari Sequoia Capital India dan East Ventures. Juga didukung oleh 500 Startups, Angel Central, GK Plug and Play, dan angel investor Royston Tay dan Yang Bin Kwok.

RaRa sebelumnya masuk sebagai bagian dari kohor kelima Surge, bersama 23 perusahaan lainnya.

Bhardwaj menjelaskan pendanaan ini akan digunakan untuk meningkatkan penawaran produk, mengembangkan tim dari berbagai fungsi, dan memperluas jangkauan di Indonesia. Tidak disebutkan total armada RaRa yang beroperasi saat ini. ”Kami hadir di Jabodetabek saat ini dan akan meluncur ke beberapa kota lain sebelum akhir 2021.”

Bisnis RaRa selama setahun ini diklaim tumbuh 15 kali lipat. Para pengguna RaRa di antaranya adalah Sayurbox, Alodokter, Blibli, Kopi Kenangan, Merchant Grab, dan lainnya. Di Alodokter telah menjadi pelanggan utama yang menyediakan layanan pengiriman satu hingga tiga jam. Diklaim, RaRa mampu memberikan layanan pengiriman tiga jam hingga 20% lebih murah karena efisiensi teknologi pengelompokan cerdas (Smart Batching System).

Tak hanya perusahaan besar, perusahaan juga menyasar pelaku bisnis social commerce dan UMKM untuk memanfaatkan layanannya. “Kami sudah memiliki tim sales yang telah berhasil menarik UMKM dan social sellers. Mereka dapat melakukan pengelolaan order secara menyeluruh, pengelolaan pengantaran, rekonsiliasi dan penarikan kas, CS, analisa dan pelaporan dalam satu platform,” pungkasnya.

Perusahaan induk RaRa Delivery berada di Singapura, sementara pusat operasionalnya ada di Indonesia.

Tiga Startup Asal Indonesia Lolos ke Program Akselerator Surge Kohort Kelima

Program scale-up untuk startup dari Sequoia Capital India, Surge, hari ini (30/6) mengumumkan kohort kelima dan terbesar. Dana sebesar $55 juta berhasil dikumpulkan dan siap dikucurkan untuk 23 perusahaan rintisan tahap awal, tiga di antaranya berasal dari Indonesia.

Ketiga startup asal Indonesia yang terpilih mengikuti gelombang ini adalah Durianpay, penyedia pembayaran end-to-end; Rara Delivery, pengiriman instan revolusioner untuk brand e-commerce di Indonesia; dan Bukugaji/Vara, platform manajemen staf yang mudah digunakan dan ringan untuk UMKM di seluruh Asia Tenggara.

Dari 23 perusahaan rintisan tahap awal yang dipilih, mayoritas berada di sektor fintech, pembayaran, komunikasi, logistik, dan SaaS.

Sebelumnya, ada beberapa perusahaan Indonesia yang juga telah mendapat dukungan dari Surge. Di gelombang pertama, terdapat Bobobox dan Qoala, serta Chilibeli, Storie, dan Rukita yang terpilih pada gelombang kedua. BukuKas, Hangry dan CoLearn berhasil masuk di gelombang ketiga, dan Otoklix menjadi satu-satunya startup dari Indonesia yang terpilih di gelombang sebelum ini.

Rajan Anandan selaku Managing Director Surge & Sequoia Capital India mengatakan, “Sequoia Capital India adalah mitra awal untuk beberapa perusahaan paling berpengaruh di Indonesia sejak 2014. Dengan Surge, kami bersemangat untuk mendukung startup Indonesia di masa depan. Perusahaan-perusahaan ini membantu mendigitalkan dan modernisasi industri tradisional dan kami bangga mendukung mereka.”

Pertama kali dimulai pada Maret 2019, Surge telah berhasil menggandeng 72 startup dalam program akseleratornya. Hampir 50% perusahaan dari tiga kohort pertama telah mendapatkan pendanaan seri A.  Saat ini, komunitas Surge telah memiliki 203 founder, dari 91 perusahaan di 15 sektor. Salah satu fakta menarik di kohort kelima ini, terdapat 10 founder wanita, terbanyak di antara gelombang lainnya.

Mulai tanggal 30 Juni ini, para founder Surge akan menjalani program ketat selama 16 minggu secara virtual untuk meningkatkan bisnis dan memberi mereka akses ke Sequoia dengan pengetahuan global selama 49 tahun, serta alat dan pengalaman dari jaringan pendiri dan operator perusahaan yang sukses.

Program ini mencakup hal-hal fundamental dalam membangun perusahaan, dan diakhiri dengan minggu investor yang disebut sebagai UpSurge. Di sana para founder memiliki kesempatan untuk membangun koneksi dan hubungan, serta menemukan calon investor dan mitra yang akan menjadi bagian dari perusahaan mereka untuk jangka panjang.

Dalam gelombang ini, Surge memiliki satu benang merah yaitu mengubah potensi manusia dengan mendigitalisasi cara hidup, bekerja, dan belajar. Ide-ide yang dibawa oleh sekelompok pendiri yang beragam ini memiliki tujuan untuk menunjukkan bahwa mereka tertarik memainkan peran penting dalam membentuk potensi Asia Tenggara dan India pasca pandemi.

Selain melalui program akselerator Surge, Sequoia Capital juga telah menggelontorkan investasi ke beberapa perusahaan ternama di Indonesia seperti Tokopedia, Gojek, dan Traveloka.

Melihat Minat Investor pada Startup Logistik di Tengah Pandemi Covid-19

Meskipun secara global industri logistik terhambat pertumbuhannya, namun tidak menurunkan demand dari pihak terkait yang membutuhkan layanan tersebut. Sebagai tulang punggung layanan e-commerce, logistik memiliki peranan penting untuk mendukung kegiatan berbagai pihak terkait. Terlebih di tengah pandemi yang terjadi saat ini, terlihat peranan logistik makin krusial, mendukung anjuran work from home dan social distancing.

Di Indonesia sendiri layanan e-commerce seperti JD.ID, Tokopedia, Shopee, hingga Bukalapak menerima permintaan cukup tinggi untuk barang-barang yang paling banyak dibutuhkan saat ini. Mulai dari produk bahan segar hingga obat-obatan dan alat kesehatan. Promo bebas ongkos kirim hingga pemberian voucher dan penawaran menarik lainnya juga diberikan kepada pelanggan.

Fenomena lain yang kemudian terjadi dalam industri logistik adalah, ketika banyak perusahaan hingga startup yang harus merumahkan pegawai mereka akibat dari penyebaran Covid-19, justru startup yang menyasar layanan logistik merekrut banyak pegawai, dengan tujuan untuk membantu mengatasi permintaan meningkat untuk belanja online. Mulai dari Amazon yang harus menambah sekitar 100 ribu pegawai, hingga GudangAda yang membuka lowongan pekerjaan untuk mendukung bisnis mereka selama masa karantina berlangsung.

Sektor logistik tancap gas

Beberapa layanan logistik menerima pendanaan dari investor sepanjang awal tahun 2020 ini. Akhir Maret 2020 tercatat, RaRa Delivery yang merupakan salah satu startup lulusan program akselerator batch 4 GKPnP, mengumumkan pendanaan tahap awal (seed funding) $1,2 juta atau sekitar Rp 19,7 miliar. Investasi tersebut dipimpin oleh 500 Startups. AngelCentral juga terlibat dalam putaran pendanaan ini.

Startup yang menyediakan layanan “same day delivery” ini rencananya akan menggunakan dana segar tersebut untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, pengembangan operasi dan teknologi di Indonesia. Didirikan oleh CEO Karan Bhardwaj, RaRa Delivery termasuk dalam daftar startup logistik yang menerima pendanaan saat penyebaran Covid-19 terjadi secara global.

Januari 2020 lalu, platform jasa truk dan pergudangan Waresix, mengumumkan pendanaan tambahan dari EV Growth dan Jungle Ventures. Kurang dari 6 bulan setelah mengumumkan meraih US$14,5 juta pada putaran pendanaan seri A yang dipimpin oleh EV Growth pada Juli 2019, Waresix mendapatkan tambahan modal US$11 juta dalam perpanjangan putaran pendanaan tersebut.

Dalam 18 bulan terakhir, perusahaan berhasil menghimpun modal US$27,1 juta. Perusahaan juga menopang pertumbuhannya menggunakan pinjaman dan fasilitas modal kerja dari bank dan institusi finansial lain yang terkemuka di regional.

“Untuk logistik menurut saya itu adalah enduring business. As soon as the market normalizes, the goods will need to flow. Untuk pendanaan harusnya sekarang dari sisi venture capital dan private equity akan melihat perusahaan yang memiliki solid business model dan sustainability plan. Karena kalau hanya mengandalkan subsidi saja di saat seperti ini cukup sulit ya, karena value proposition tidak jelas,” kata CEO Waresix Andree Susanto kepada DailySocial.

Sementara itu platform manajemen armada logistik yang mencoba untuk membantu pengelola armada mengadopsi teknologi untuk memaksimalkan bisnis mereka, Webtrace, juga telah mengumumkan pendanaan tahapan awal yang dipimpin oleh Prasetia Dwidharma. Turut bergabung dalam pendanaan ini Astra Ventura.

Kepada DailySocial CEO Webtrace Erwin Subroto menyebutkan, di Indonesia saat ini pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai US$290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Webtrace mencoba menjadi platform yang bisa dimanfaatkan oleh pengelola armada untuk memberikan solusi teknologi agar usaha logistik bisa berjalan lebih efisien serta meningkatkan produktivitas dan keamanan. Caranya dengan menerapkan sensor dan solusi IoT yang akan menghasilkan berbagai data dan analisis real time.

“Dengan atau tanpa adanya penyebaran Covid-19, logistik akan selalu menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia. Terutama setelah penyebaran virus Covid-19 mulai mereda, nantinya akan ada perubahan pola ekonomi dan konsumsi yang makin berpusat kepada layanan logistik itu sendiri,” kata CEO & Co-Founder Webtrace Erwin Subroto.

Pertumbuhan positif bisnis logistik

Kondisi yang berbentuk negara kepulauan membuat biaya logistik di Indonesia menjadi salah satu yang tertinggi di Asia, bahkan berkontribusi terhadap seperempat dari produk domestik bruto Indonesia yang mencapai $1 triliun. Posisi Indonesia dalam Indeks Daya Saing Logistik 2018 yang dirilis Bank Dunia memang terus membaik.

Sejak bulan Maret 2019, layanan logistik di Indonesia termasuk industri yang paling banyak dilirik oleh investor. DailySocial mencatat sekitar 7 startup mendapatkan pendanaan tahapan awal hingga tahapan lanjutan dari para investor. Mulai dari Kargo, Triplog, Ritase, Waresix, Logisly, Shipper, dan Finfleet. Investor yang terlibat di antaranya adalah EV Growth, Golden Gate Ventures, East Ventures hingga Kejora Ventures. Besarnya jumlah pendanaan yang diberikan berkisar antara $3,5 juta hingga $14,5 juta.

Tercatat di tanah air, pengeluaran untuk logistik darat diperkirakan mencapai $290 miliar pada tahun 2020. Selain dari pasar yang besar, jumlah populasi kendaraan komersial (9,6 juta unit pada 2019) telah menciptakan persaingan harga yang ketat.

Namun, rasio biaya logistik terhadap PDB Indonesia masih mencapai 24%, tertinggal dari Thailand dan Malaysia. Kondisi tersebut menciptakan potensi senilai $240 miliar dalam sektor logistik di Indonesia. Biaya logistik yang tinggi tidak hanya melemahkan daya saing industri, tetapi juga meningkatkan cost of doing business bagi pelaku UKM di Indonesia. Diharapkan layanan logistik saat ini, bisa mengatasi persoalan tersebut dengan menghadirkan layanan yang mendukung pertumbuhan UKM dan layanan e-commerce di Indonesia.