Razer Lancehead Diklaim Sebagai Mouse Gaming Wireless Tercanggih

Meski praktis karena tidak melibatkan kabel, mouse gaming wireless selama ini kurang begitu populer di kalangan gamer profesional yang kerap berpartisipasi dalam turnamen. Masalah utamanya berkaitan dengan koneksi, dimana dalam venue turnamen biasanya ada banyak gangguan sinyal wireless yang pada akhirnya menyebabkan koneksi mouse jadi tidak stabil.

Hal itu tidak akan menjadi masalah buat mouse gaming wireless terbaru Razer. Razer Lancehead memastikan transmisi sinyal bisa tetap stabil dan lancar berkat penerapan teknologi Adaptive Frequency Technology (AFT), dimana perangkat akan lompat dengan sendirinya dari frekuensi 2,4 GHz ke lainnya hanya ketika benar-benar ada gangguan sinyal.

Singkat cerita, Razer mengklaim Lancehead punya kinerja terbaik jika dibandingkan dengan mouse gaming wireless lain. Tapi ingat, Logitech juga mempunyai klaim serupa dengan G900 Chaos Spectrum yang berharga sangat mahal untuk kategori mouse gaming.

Razer Lancehead mengadopsi gaya ambidextrous / Razer
Razer Lancehead mengadopsi gaya ambidextrous / Razer

Secara desain, Lancehead mengadopsi gaya ambidextrous supaya pemain kidal tidak merasa terdiskriminasi. Seperti DeathAdder Elite, kedua tombol milik Lancehead juga mengandalkan switch mekanik yang Razer rancang sendiri bersama Omron. Selain menjanjikan feel mengklik yang optimal, switch ini diyakini juga sanggup bertahan hingga 50 juta klik.

Performanya ditopang oleh sensor laser 16.000 DPI, dengan kemampuan tracking 210 IPS (inci per detik) dan akselerasi 50 G. Unik juga untuk Lancehead adalah penerapan sistem hybrid memory, dimana pengguna dapat menyimpan profil konfigurasi langsung di perangkat sekaligus di cloud lewat bantuan software Razer Synapse Pro.

Baterainya diklaim bisa bertahan selama sekitar 24 jam, dan charging-nya mengandalkan kabel USB yang termasuk dalam paket penjualan.

Razer Lancehead rencananya siap dipasarkan mulai bulan Mei mendatang seharga $140. Razer juga akan menawarkan Lancehead Tournament Edition – pada dasarnya versi non-wireless dengan kemampuan tracking lebih tinggi di angka 450 IPS – seharga 80. Tanpa harus terkejut, tentu saja keduanya turut mengemas sistem pencahayaan RGB Chroma.

Sumber: Razer.

Razer Akuisisi Produsen Smartphone Robin, Nextbit

Ada sejumlah hal yang membuat Nextbit Robin lebih istimewa dari smartphone lain. Pertama, device Android ini terlahir berkat kesuksesan kampanye crowdfunding di Kickstarter, mengumpulkan modal US$ 1 juta lebih hanya dalam dua minggu. Kedua, Robin mengintegrasikan memori internal 32GB dengan cloud storage 100GB, sebuah jawaban atas kendala keterbatasan penyimpanan handset.

Perjalanan tampaknya cukup mulus bagi startup yang didirikan oleh mantan kepala pengembagan bisnis Android, teknisi software Android, dan desainer HTC itu. Namun sebuah berita mengejutkan terdengar di penghujung bulan ini. Lewat press release, perusahaan ternama di bidang gaming gear Razer Inc. mengumumkan telah mengakuisisi mayoritas aset dari Nextbit System, termasuk tim manajemen dan para karyawannya.

Razer belum memberi tahu  nilai dari transaksi pembelian tersebut, tapi kabarnya proses negosiasi sudah rampung sejak awal Januari 2017. Akuisisi ini juga memperlihatkan kekuatan finansial perusahaan pimpinan Min-Liang Tan itu, setelah sebelumnya mereka membeli THX di bulan Oktober 2016. Menariknya lagi, Razer juga menerapkan kebijakan serupa buat Nextbit.

Seperti THX, Nextbit tetap dipersilakan berbisnis layaknya perusahaan independen, beroperasi sebagai ‘unit mandiri’ dengan tim manajemennya sendiri dan terpisah dari ranah bisnis perusahaan induk. Dan para pemilik Robin juga tidak perlu cemas karena Nextbit akan terus menyediakan layanan purna jual serta mengimplementasikan pembaruan software ke smartphone mereka.

Min-Liang Tan menjelaskan hal yang memotivasi mereka untuk merangkul startup perangkat bergerak tersebut, “Nextbit adalah salah satu perusahaan paling menarik di segmen mobile. Razer sendiri punya reputasi dalam ‘mengganggu’ industri dengan teknologi baru serta inovasi yang memungkinkan kami mendominasi bidang periferal dan laptop. Dengan bergabungnya talenta Nextbit ke tim kami, Razer bisa melancarkan lebih banyak ‘gangguan’ serta memperluas bisnis ke area-area baru.”

Nextbit Robin

Co-founder dan CEO Nextbit Tom Moss turut mengungkap alasan mereka memutuskan buat bergabung bersama Razer. Menurut Moss, langkah ini merupakan cara Nextbit menjangkau lebih banyak konsumen dan meneruskan misinya. Nextbit juga merasa beruntung mereka telah menemukan perusahaan seperti Razer yang menghargai upaya dalam mendorong batasan dari kemampuan perangkat bergerak.

Razer tetap akan menggunakan branding Robin di produk Nextbit selanjutnya, namun Moss dan timnya belum punya agenda untuk menyiapkan penerus smartphone perdana mereka itu. Robin sendiri rencananya akan mendapatkan update Android 7.0 Nougat di kuartal pertama 2017.

Via CNET.

Razer BlackWidow Chroma V2 Hadir dengan Desain Baru dan Switch Baru Pula

Sejak diluncurkan pertama kali di tahun 2010, Razer BlackWidow telah menjadi salah satu gaming keyboard terpopuler sejagat raya. Tahun demi tahun Razer terus menyempurnakannya, mempercantik desainnya sekaligus menambahkan fitur canggih macam sistem pencahayaan Chroma.

Di tahun 2017 ini, mereka sudah siap dengan BlackWidow Chroma V2. CEO Razer, Min-Liang Tan, mengklaim bahwa BlackWidow Chroma V2 merupakan keyboard mekanik terbaik yang pernah timnya buat, meneruskan tradisi versi orisinilnya yang berfokus pada aspek kenyamanan dan durabilitas.

Dari segi desain, BlackWidow V2 tampak lebih elegan sekaligus premium dari versi sebelumnya, meski perbedaannya tidak terlalu mencolok. Lima tombol macro di sebelah kiri masih ada, begitu juga dengan sistem backlighting yang bisa menyala dalam 16,8 juta warna dan menawarkan beragam efek.

Razer BlackWidow Chroma V2 tanpa palm rest terpasang / Razer
Razer BlackWidow Chroma V2 tanpa palm rest terpasang / Razer

Perubahan terbesar yang dibawa V2 adalah kehadiran switch mekanikal baru, yakni Yellow switch. Dibanding Green dan Orange switch yang versi sebelumnya tawarkan, Yellow switch bersifat linear dan lebih senyap, selagi masih mengedepankan ketahanan hingga 80 juta kali klik.

Razer menyebut Yellow switch ini dirancang spesifik untuk mereka yang gemar bermain game FPS atau MOBA, dimana tombol bisa ditekan lebih cepat daripada ketika menggunakan switch yang lain – penting mengingat pemain FPS dan MOBA bisa menekan tombol tertentu selama ribuan kali dalam satu sesi gaming.

Estetika, fungsionalitas, Razer tentunya juga tidak lupa dengan aspek ergonomi. Setiap konsumen BlackWidow Chroma V2 akan mendapatkan sebuah palm rest magnetik yang dapat dilepas-pasang dengan mudah. Dari gambarnya saja, kelihatan kalau palm rest ini cukup empuk dan bisa membuat sesi gaming yang panjang tetap nyaman.

Razer BlackWidow Chroma V2 saat ini sudah dipasarkan seharga $170, sama persis seperti iterasi sebelumnya.

Sumber: Razer.

Razer Project Ariana Sajikan Pengalaman Gaming yang Immersive Tanpa Melibatkan VR

Project Valerie bukan satu-satunya kejutan Razer untuk CES 2017. Mereka rupanya juga telah menyiapkan konsep lain yang tak kalah radikal. Didapuk Project Ariana, Razer pada dasarnya ingin menyuguhkan pengalaman gaming yang lebih immersive tanpa melibatkan virtual reality.

Project Ariana pada dasarnya merupakan sebuah proyektor 4K yang punya fungsi utama untuk memperluas tampilan game yang tampak di monitor. Sederhananya, Project Ariana akan memberikan Anda sebuah layar raksasa, meski fokusnya tetap berada di monitor Anda di tengah.

Untuk bisa mewujudkan semua ini, lensa fisheye saja tentunya tidak cukup. Project Ariana juga harus dilengkapi dengan sepasang kamera 3D beserta software pendampingnya agar bisa mendeteksi posisi monitor sekaligus bentuk ruangan dan faktor-faktor pendukung lainnya.

Tidak cuma lensa fisheye, Project Ariana turut mengemas sepasang kamera 3D dan teknologi Razer Chroma / Razer
Tidak cuma lensa fisheye, Project Ariana turut mengemas sepasang kamera 3D dan teknologi Razer Chroma / Razer

Project Ariana juga mengandalkan teknologi Razer Chroma yang sekarang terdapat pada hampir semua produk buatan Razer. Chroma pada dasarnya memungkinkan perangkat untuk berkomunikasi dengan game secara real-time demi menyajikan efek pencahayaan – atau proyeksi video dalam kasus ini – yang sesuai.

Project Ariana sejauh ini memang baru berupa konsep, akan tetapi Razer sudah punya prototipenya dan tidak segan mendemonstrasikannya di hadapan pengunjung CES 2017 di Las Vegas. Razer juga optimis bisa merilis versi finalnya ke konsumen pada akhir tahun ini juga.

Kalau Anda masih penasaran bagaimana Razer bisa menumbuhkan kesan immersive tanpa melibatkan VR, video di bawah bisa menjawabnya.

Sumber: Razer dan Gizmodo.

Razer Umumkan Project Valerie, Konsep Laptop Gaming dengan Tiga Monitor Sekaligus

Sejak pertama berdiri, Razer dikenal sangat berani bereksperimen dengan konsep-konsep perangkat gaming yang cukup radikal macam Project Christine. Meski memang tidak ada yang bisa memberikan kepastian terkait realisasi dari konsep-konsep ini, apa yang Razer lakukan setidaknya bisa memberikan gambaran mengenai masa depan industri gaming.

Dalam perhelatan CES 2017, Razer kembali tampil dengan konsep yang tidak kalah ekstrem. Didapuk Project Valerie, Razer merancang konsep ini sebagai laptop gaming pertama yang memiliki lebih dari satu monitor. Tiga buah tepatnya, yang masing-masing berukuran 17,3 inci dengan resolusi 4K dan dukungan teknologi Nvidia G-Sync.

Dua monitor tambahan tersebut tersembunyi di balik monitor utamanya saat sedang tidak digunakan. Begitu diaktifkan, keduanya akan keluar dari huniannya secara otomatis, menyesuaikan angle dengan sendirinya supaya pemain bisa menikmati konten seoptimal mungkin dalam sudut pandang seluas 180 derajat.

Project Valerie dalam posisi tertutup, dengan tebal bodi tak lebih dari 3,8 cm / Razer
Project Valerie dalam posisi tertutup, dengan tebal bodi tak lebih dari 3,8 cm / Razer

Secara fisik, Project Valerie mengambil Razer Blade Pro sebagai basisnya, lengkap hingga jeroan-jeroannya yang mencakup GPU Nvidia GTX 1080 – krusial untuk menenagai tiga monitor sekaligus dengan resolusi total 12K – plus keyboard mekanik berwujud tipis rancangan Razer sendiri.

Semuanya dikemas dalam sasis aluminium unibody dengan tebal tak lebih dari 3,8 cm dan bobot kurang dari 5,4 kg. Razer juga merancang power adapter-nya seringkas mungkin supaya aspek portable tetap bisa dikedepankan.

Razer Project Valerie memang baru sebatas konsep, tapi saya cukup optimis Razer sanggup merealisasikannya. Potensi pasarnya pun cukup kuat seandainya Razer bisa mematok harga yang masuk akal, bukan cuma di kalangan gamer saja, tapi juga para kreator dari berbagai bidang.

Sumber: Razer.

Sony Perkenalkan Dua Gamepad Baru Untuk Pro Gamer di PlayStation 4

Di waktu ke depan, kata eSport akan lebih sering lagi kita dengar. Meski sangat lekat dengan platform PC, ranah gaming kompetitif juga bukanlah hal baru di console. Di sana, game-game ber-genre fighting dan olahraga jadi favorit. Dan demi mendukung pengembangan ekosistemnya, satu console maker raksasa asal Jepang menggandeng dua perusahaan spesialis periferal gaming ternama.

Lewat blog PlayStation, Sony menyingkap dua controller berlisensi resmi khusus para gamer profesional, yaitu Razer Raiju dan Nacon Revolution. Sang produsen tidak sekedar ‘menunjuk’ perangkat yang pas untuk dipasangkan ke PlayStation 4. Proses pengembangannya dilakukan secara kolaboratif oleh Sony dan kedua perusahaan tersebut, di mana mereka mencoba membenamkan elemen DualShock 4 serta memastikan gamepad beroperasi optimal dengan console.

Nacon Revolution

Dengan layout yang mirip, sadar atau tidak, Nacon Revolution terlihat seperti upaya menghadirkan controller Xbox ke PlayStation 4. Para gamer di platform ‘sebelah’ akan segera familier dengan penempatan thumb stick yang menyilang, bahkan wujud grip-nya hampir serupa. Bedanya, Revolution dibekali touchpad di area atas, lalu Nacon turut membubuhkan empat tombol shortcut ekstra.

Nacon Revolution 2

D-pad Revolution mampu membaca delapan arah, lalu stik analognya mempunyai amplitudo 46 derajat, didukung oleh firmware agar menyajikan jangkauan dan keakuratan maksimal saat dipakai dalam permainan-permainan eSport. Nacon tersambung ke PlayStation 4 melalui kabel USB detachable sepanjang 3m, dan ia juga menyimpan kompartemen internal buat menyimpan pemberat – bisa ditambah atau dikurangi sesuai keinginan Anda.

Nacon Revolution 1

Uniknya lagi, Anda dipersilakan mengkonfigurasi gamepad – dari mulai mengubah fungsi tombol sampai mengaktifkan fungsi macro – dapat dilakukan via aplikasi companion di PC.

Razer Raiju

Lewat Raiju, Razer mencoba memanjakan gamer profesional di console PS4. Layout-nya mirip DualShock 4, tapi tubuhnya sedikit lebih tebal dan mengusung desain dramatis. Selain thumb stick dan rangkaian tombol familer, ada akan menemukan tidak kurang dari tiga pasang trigger button – dua di depan dapat dilepas dan satu pasang mirip pelatuk pistol. Cap stick analog juga bisa diganti dengan material karet sehingga cengkraman jari lebih mantap.

Razer Raiju 2

Raiju dilengkapi switch trigger-stop dan mode hair trigger, menjanjikan respons ‘ultra-cepat’. Terdapat control panel build-in di depan gamepad; kemudian Anda dipersilahkan memodifikasi dua profile, mengutak-atik fungsi tombol, serta dibebaskan beralih ke profile lain kapanpun diperlukan. Seperti Nacon Revolution, Raiju memanfaatkan kabel USB detachable sepanjang 3m untuk tersambung ke PlayStation 4.

Razer Raiju 1

Di situs mereka, baik Razer dan Nacon Gaming belum menyingkap rincian fitur dan info harga gamepad Raiju serta Revolution. Pihak Sony sendiri menyebutkan bahwa kedua controller akan mulai dijual pada ‘musim liburan’ tahun ini.

Cuma Setebal 2,2 Cm, Razer Blade Pro Usung GPU GTX 1080 dan Keyboard Mekanik

Setelah mengakuisisi THX, Razer sepertinya masih belum mau berhenti jadi buah bibir. Mereka baru saja memperkenalkan Razer Blade Pro generasi teranyar, yang tidak lain merupakan laptop tercanggih yang pernah Razer buat sejauh ini. Jarak tiga tahun dengan pendahulunya sudah pasti berarti perubahan yang dibawa sangat signifikan.

Seperti versi tahun 2013, Razer Blade Pro baru ini juga sama-sama bongsor. Tidak heran, mengingat layarnya berukuran 17,3 inci. Bicara soal layar, Razer memakai panel IGZO beresolusi 4K yang didukung teknologi Nvidia G-Sync, plus sanggup menyajikan spektrum warna Adobe RGB dengan akurasi 100 persen.

Akan tetapi besar bukan berarti harus tebal. Entah bagaimana caranya, tebal bodi Razer Blade Pro generasi teranyar ini cuma sekitar 2,2 cm, padahal spesifikasinya bahkan jauh lebih sangar ketimbang desktop PC saya. Bobotnya pun tidak lebih dari 3,54 kg, dan sasis perangkat masih terbuat dari material aluminium unibody.

Tebal keseluruhan Razer Blade Pro tidak lebih dari 2,2 cm / Razer
Tebal keseluruhan Razer Blade Pro tidak lebih dari 2,2 cm / Razer

Terlepas dari keterbatasan ruang tersebut, Razer berhasil menjejalkan sederet komponen gaming kelas atas, dimulai oleh processor Intel Core i7-6700HQ, GPU Nvidia GeForce GTX 1080, RAM 32 GB DDR4, dan PCI M.2 SSD berkapasitas 2 TB. Singkat cerita, 4K gaming maupun VR gaming siap ia lahap tanpa kesulitan.

Lebih menarik lagi, Razer juga sukses menanamkan keyboard mekanik di dalam Blade Pro. Tentu saja desainnya berbeda dari keyboard mekanik standar, dimana tiap-tiap tuts-nya punya ukuran lebih tipis, tapi masih bisa memberikan efek tactile yang gamer suka dari keyboard mekanik.

Touchpad yang cukup lapang diposisikan di sebelah kanan keyboard. Tepat di atasnya, terdapat sebuah scroll wheel yang menurut saya sangat cerdas implementasinya. Sebagai pemanis, baik keyboard dan touchpad-nya bisa menyala dalam jutaan variasi warna berkat integrasi teknologi Razer Chroma.

Touchpad-nya ditempatkan di sisi kanan, lengkap beserta tombol multimedia dan scroll wheel / Razer
Touchpad-nya ditempatkan di sisi kanan, lengkap beserta tombol multimedia dan scroll wheel / Razer

Razer Blade Pro juga tidak pelit soal konektivitas. Di sisi kiri dan kanannya, Anda akan menjumpai tiga buah port USB 3.0, sebuah port Thunderbolt 3 yang juga merupakan port USB-C, HDMI 3.0, Ethernet dan slot SD card. Tidak berlebihan rasanya jika ia disebut sebagai pengganti desktop PC yang gampang dibawa-bawa.

Ada rupa ada harga; Anda butuh budget $3.699 untuk menebus laptop gaming kwalitet super ini. Pemasarannya dijadwalkan akan dimulai pada bulan November untuk kawasan Amerika Serikat dan Eropa.

Sumber: Razer.

Perusahaan Gaming Gear Razer Mengakuisisi THX, Apa Motivasi Mereka?

Mereka yang gemar menikmati film layar lebar sudah pasti tidak asing dengan THX. Perusahaan Amerika ini merupakan spesialis audio, terkenal berkat pengembangan standar reproduksi audio/video hi-fi untuk bioskop, home theater, console sampai speaker. Tapi George Lucas mungkin tak pernah membayangkan THX akan jadi bagian dari perusahaan gaming gear ternama.

Betul sekali, THX dan Star Wars punya hubungan erat. THX yang saat ini kita kenal didirikan di tahun 2002 sebagai spin-off dari Lucasfilm. Namanya sendiri ada sejak tahun 1983, waktu itu dimanfaatkan untuk memastikan soundtrack Return of the Jedi tersaji sempurna. Dan di awal minggu ini, muncul sebuah berita mengejutkan. Mayoritas aset dan kekayaan intelektual THX kabarnya telah jadi milik Razer.

Sejauh ini belum diketahui seberapa besar uang yang dikeluarkan oleh Razer, namun beralihnya kepemilikan aset membuka probabilitas baru pemanfaatan sistem ‘quality assurance‘ THX. Secara tertulis CEO Min-Liang Tan menuturkan bahwa Razer mempunyai visi untuk menyajikan inovasi di berbagai level hiburan. Visi tersebut juga menjadi kebanggaan THX sejak didirikan. Akuisisi ini memungkinkan Razer menjaga kepemiminan mereka di ranah gaming gear serta segmen hiburan secara umum.

Kabar gembirannya, tim THX akan bekerja secara normal sebagai entitas independen dengan tim management-nya sendiri bersama para partner. Dari penjelasan mereka, Razer membeli THX tepat saat perkembangan bisnisnya menunjukkan kenaikan. Dalam beberapa bulan ke belakang, THX diketahui tengah memperluas program sertifikasi ke jenis hiburan live dan konser-konser musik.

Misi THX sendiri tidak berubah, yaitu menyediakan pengalaman hiburan berkualitas baik di bioskop, rumah atau on-the-go. Namun dengan kesempatan ini, THX percaya diri mereka dapat menggapai kategori-kategori baru, dibantu Razer dalam upaya mengoptimalkan mutu audio visual di semua segmen.

“Memastikan tiap orang memperoleh hiburan bermutu tetap menjadi fokus utama kami, terlepas dari apapun medium yang mereka gunakan,” tutur CEO THX Ty Ahmad-Taylor di press release. “Bersama Razer, kami bisa memperkuat lini bisnis utama sembari memenuhi kebutuhan konsumen yang terus berubah.”

Saat ditanya oleh Venture Beat mengenai apa alasan Razer membeli THX, Tan bilang bahwa ia adalah penggemar berat THX. Brand ini menawarkan program sertifikasi audio video terbaik di kelasnya, didukung oleh teknisi-teknisi berbakat; lalu kekayaan intelektual dan teknologi THX juga relevan bagi konsumen utama Razer.

Dan Anda harus ingat, Razer bukan hanya fokus pada penyediaan gaming gear semata. Mereka juga merupakan salah satu ujung tombak dan penggagas proyek Open Source Virtual Reality (OSVR), jadi jangan kaget jika teknologi THX turut diterapkan ke ranah VR…

Razer Siap Melepas Dua Headphone Kraken Baru

Mengusung nama monster laut, ada tiga aspek yang jadi fokus penyajian headphone Razer Kraken: dibuat agar nyaman dikenakan, menggunakan earcup foldable sehingga ringkas, serta dibekali driver neodymium berukuran besar demi menyuguhkan audio bertenaga. Dan di bulan September ini, Razer siap melepas dua ‘ekor’ Kraken baru untuk memperkuat lineup produknya.

Lewat situs mereka, sang spesialis gaming gear Amerika itu memperkenalkan Kraken 7.1 V2 dan Kraken Pro V2. Keduanya kembali menjanjikan kenyamanan pemakaian dan daya tahan tinggi seperti varian terdahulu, namun Razer tak lupa membubuhkan beragam penyempurnaan – baik pada desain maupun performa penyajian suara. Dan tak hanya mendukung user PC dan Mac, headphone juga diracik agar kompatibel ke console PlayStation 4 dan Xbox One.

Razer Kraken 7.1 V2 1

Dari perspektif penampilan, Razer Kraken 7.1 V2 dan Kraken Pro V2 mempunyai wujud hampir identik. Berdasarkan info spesifikasi dan gambar yang ditampilkan sang produsen, perbedaan paling mencolok adalah kehadiran sistem lighting Chroma pada logo Razer khusus di varian 7.1 V2.

Razer Kraken Pro V2 1

Kedua headphone memanfaatkan headband ber-frame bauxite aluminium unibody, dimaksudkan untuk mengurangi bobotnya. Bantalan dibuat lebih besar, lebih empuk, dan lebih efektif dalam menyegel suara dan memblokir bunyi-bunyian eksternal. Menariknya lagi, Razer mulai memerhatikan para gamer berkacamata: bantalan tersebut memiliki ‘special inmold channels‘, fungsinya ialah mengurangi tekanan di kepala akibat memakai kacamata.

Razer Kraken 7.1 V2 2

Kedua headphone memperoleh upgrade driver, kali ini berukuran 50-milimeter (Kraken Pro biasa ditenagai driver 40mm), diklaim telah diramu agar menyajikan keseimbangan terbaik antara kapabilitas output audio game serta fungsi komunikasi. Artinya, suara derap kaki lawan yang berusaha menyergap Anda terdengar sama jelasnya dengan jeritan minta bantuan dari rekan satu tim.

Razer Kraken Pro V2

Mengulik lebih jauh, tentu saja ada perbedaan signifikan antara Kraken 7.1 V2 dan Pro V2. Seperti namanya, Kraken 7.1 V2 ditopang audio surround virtual di channel 7.1, dengan satu syarat: Anda harus menginstal software Razer Synapse, cuma tersedia di PC dan Mac. Kraken 7.1 V2 tersambung via USB dan didukung teknologi active noise cancellation; sedangkan Pro V2 dibekali connector 3,5-milimeter, jenis audio stereo, dan sistem noise cancelling pasif. Razer menyematkan mic BOOM unidirectional ECM di kedua produk, mampu merespons suara dari 100Hz sampai 10kHz.

Razer Kraken Pro V2 sudah bisa Anda pesan sekarang, dibanderol seharga US$ 80, lalu Kraken 7.1 V2 sendiri dijajakan di harga US$ 100. Kedua produk akan mulai tersedia di bulan Oktober.

Sumber: RazerZone.

Razer DeathAdder Elite Diklaim Sebagai Mouse Gaming dengan Sensor Optik Terbaik

Memilih mouse gaming terbaik tidak semudah mencari yang tombolnya paling banyak atau yang harganya paling mahal. Terkadang yang wujudnya simpel namun menawarkan keseimbangan antara performa dan harga bisa membuat banyak pengguna jatuh cinta, seperti yang telah dibuktikan oleh seri DeathAdder buatan Razer yang langganan titel “Best Gaming Mouse”.

Akan tetapi prestasi tersebut tidak membuat Razer kemudian jadi sombong dan puas dengan pencapaiannya begitu saja. Baru-baru ini, mereka memperkenalkan iterasi terbaru mouse terlarisnya, Razer DeathAdder Elite.

DeathAdder Elite masih mempertahankan desain simpel nan ergonomis yang telah dipakai sejak zaman DeathAdder orisinil di tahun 2006. Pun demikian, performanya meningkat pesat dengan ditanamkannya Razer 5G Optical Sensor yang punya kemampuan tracking hingga 16.000 DPI dalam kecepatan 450 inci per detik.

Simpel tapi fungsional, Razer DeathAdder Elite dibekali sepasang tombol macro dan tombol pengatur DPI / Razer
Simpel tapi fungsional, Razer DeathAdder Elite dibekali sepasang tombol macro dan tombol pengatur DPI / Razer

DeathAdder Elite juga menjadi mouse pertama Razer yang dibekali switch mekanikal. Switch ini merupakan buah kolaborasi antara Razer dan Omron, dan telah dioptimalkan untuk memberi respon yang cepat sekaligus durabilitas kelas dewa – Razer mengklaim switch ini tahan hingga 50 juta klik.

Menutup semua itu, fitur pencahayaan Chroma menjadi bumbu pemanis untuk DeathAdder Elite. Mouse ini akan tersedia di pasaran mulai bulan Oktober mendatang seharga $70.

Sumber: Razer.