Super App Terkini: Masih Soal Gojek vs Grab

Super app kini jadi terminologi yang makin akrab didengar. Dua pesohornya, Gojek dan Grab, terus kampanyekan jadi aplikasi yang paling super. Keduanya memang bersaing keras (secara langsung) di hampir semua lini. Tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di cakupan regional. Dengan status valuasi yang sama-sama “decacorn”, tak ayal pangsa pasar yang ditargetkan cukup ambisius.

Berikut ini cakupan bisnis terkini dari kedua layanan:

Cakupan Layanan Grab dan Gojek di Asia Tenggara

Grab memang cenderung lebih unggul terkait luasan cakupan. Mereka mulai ekspansi sudah sejak tahun 2014 – termasuk ke Indonesia. Sementara Gojek sendiri baru memulai ekspansi regional mereka di pertengahan tahun 2018. Ditinjau dari jenis layanan, yang terlengkap memang di pasar Indonesia. Kelengkapan layanan tersebut yang mendorong julukan super app tadi dibubuhkan.

Menurut data App Annie, per Juni 2020 aplikasi Grab sudah diunduh 187 juta pengguna, sementara Gojek 170 juta pengguna. Basis pengguna terbesarnya masih di Indonesia. Untuk Grab di kisaran 66%, sementara Gojek 90%.

Sebelumnya Gojek juga meluncurkan aplikasi terpisah untuk ekspansinya di luar Indonesia. Mulai bulan ini mereka mulai menyatukan aplikasi dan brand menjadi Gojek – sudah dimulai untuk layanan di Vietnam dengan mengubah Go-Viet menjadi Gojek. GET di Thailand juga akan menyusul dalam waktu dekat.

Laporan terbaru yang dirilis investment bank China Renaissance merangkum sejumlah capaian dan strategi bisnis Gojek dan Grab. Salah satunya terkait dengan data monthly active users. Data MAU Gojek saat ini sudah mencapai 36 juta pengguna di empat negara, sementara Grab tidak membeberkan datanya. Riset tersebut juga mengalkulasi total addressable market untuk layanan ride-hailing tahun ini akan mencapai $25 miliar.

Perbandingan Bisnis Gojek dan Grab

Strategi menuju profitabilitas

Pandemi Covid-19 jelas memberikan dampak signifikan terhadap bisnis rid hailing. Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan DailySocial, tim internasional mereka mengonfirmasi hal tersebut. Pun demikian untuk Grab. Untuk efisiensi operasional bisnis, kedua perusahaan sempat melakukan layoff pada bulan Juni lalu. Grab merumahkan 5% pegawainya, setara 360 orang. Sementara Gojek merumahkan 9% dari total pegawainya setara 430 orang.

Meskipun demikian platform super app ini masih terus bertahan, karena area bisnis lainnya cenderung berpotensi terus meningkat, termasuk saat pandemi. Merujuk pada data-data bisnis yang ada, China Renaissance optimis mengatakan bahwa layanan food delivery dan e-wallet berkemungkinan besar menopang strategi keberlanjutan super app. Monetisasi dengan jumlah besar sangat mungkin dilakukan pada dua fitur tersebut.

Pertama soal food delivery. Menurut pengukuran pasar, bisnis ini berpotensi menghadirkan hingga $20 miliar tiap tahunnya. Dengan asumsi masing-masing super app mampu menguasai 5% dari pasar, minimal mereka bisa membukukan pendapatan $1 miliar tiap tahunnya dari bisnis ini. Grab pernah membeberkan revenue untuk di lini pesan antar makanan. Tahun 2017 mereka sudah membukukan $2 miliar dan bertumbuh menjadi $5 miliar di tahun 2019.

TAM Food Delivery in SEA

Di awal tahun ini, Gojek pun sudah sesumbar mengenai strategi membawa GoFood ke arah profit. Chief Food Officer Gojek Group Catherine Hindra Sutjahyo mengungkapkan, seluruh dorongan investor membuahkan GoFood dalam model bisnis yang sesuai dengan arah profitabilitas. Dari waktu ke waktu benchmark pencapaian GoFood berkembang, dari awalnya angka transaksi menjadi gross transaction value, dan sekarang revenue.

Melihat bisnis makanan yang berpotensi hasilkan banyak cuan, berbagai inisiatif pun digencarkan. Salah satunya dengan pengembangan cloud kitchen untuk membantu para mitra dapat secara efisien memproduksi dan menyuguhkan produk. Baik Grab dan Gojek terus memperluas cloud kitchen sebagai “dapur bersama” yang dapat diakses mitra UKM penjual makanan. Di dalamnya terdapat kedai-kedai yang hanya melayani pembelian via pemesanan di GrabFood atau GoFood.

Dompet digital jadi sumber profit berikutnya

Perjalanan super app dilalui dengan beberapa fase: akuisisi pengguna, akuisisi mitra, dan perluasan produk. Fase pertama telah dilalui dengan sukses. Jutaan mitra pengemudi yang tersebar di berbagai kota menjadi modal meyakinkan pengguna terkait keandalan dan ketersediaan layanan. Fase kedua mencatatkan capaian yang sama. Pandemi turut mendorong secara signifikan adopsi layanan pesan antar makanan dan grocery.

Lantas fase ketiga tengah dimaksimalkan masing-masing pemain. Di Indonesia, GoPay menjadi platform pembayaran yang paling banyak digunakan oleh masyarakat, bersaing ketat dengan Ovo yang kini diaplikasikan Grab (juga Tokopedia dan beberapa layanan lainnya). Jelas keberadaannya memberikan dampak besar bagi bisnis masing-masing perusahaan. Sistem pembayaran menjadi penghubung antar pelaku di dalam ekosistem aplikasi: konsumen, mitra pengemudi, dan merchant.

Superapp development phase

Kondisi ini sekaligus membuka peluang para mitra dan merchant untuk mendapatkan akses finansial yang lebih layak. Platform fintech seperti dompet digital diyakini dapat menjembatani celah yang ada, termasuk menghubungkan mereka dengan berbagai produk finansial (transfer, pinjaman, investasi).

Beberapa indikasi mengarah ke sana, termasuk keseriusan Grab melalui unit GrabFinancial. GoPay sendiri disebut sudah mencapai valuasi unicorn.

Fase berikutnya: integrasi

Prinsip super app seperti “harus menjadi yang paling lengkap” membuat Gojek dan Grab berlomba-lomba menyuguhkan berbagai layanan yang relevan. Menambahkan layanan tidak berarti harus mengembangkan semuanya sendiri. Untuk layanan telemedicine, Gojek menggandeng Halodoc, sementara Grab bersama Ping An Good Doctor. Pun untuk layanan lain, seperti insurtech, lending, hingga OTA yang terintegrasi dengan platform pihak ketiga.

Dibutuhkan unit-unit bisnis yang memungkinkan perusahaan terhubung dengan pemain terkait. Strateginya pun serupa, mulai dari mengembangkan unit ventura, program akselerasi, hingga akuisisi.

Persaingan ketat seperti ini sejauh ini dianggap bagus untuk pembentukan pasar dan seringkali menguntungkan konsumen. Sempat tersiar bahwa kedua super app ini akan melakukan merger, namun tampaknya masih menjadi wacana.

Daftar Integrasi Gojek dan Grab

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Gojek’s Initiatives for Its Southeast Asia’s Business Amid Pandemic

Gojek is one of Indonesia’s digital startups in which business penetration reached regional. GoViet was launched in 2018, but GET was launched in 2019. Then, they arrived in Singapore. Previously, Gojek had the opportunity to test online motorcycle taxi services in Malaysia with a local player, Dego Ride.

Earlier this year the company has announced business plans, including strengthening its services abroad. Afterall, the Covid-19 pandemic puts significant pressure on businesses around the world, including Gojek.

DailySocial had the opportunity to talk with Gojek’s Head of Corporate Communications, Audrey Petriny. She explained, the GET, GoViet, and Gojek business models are quite adaptable to the current conditions. Some services actually have a good impact on society. Gojek already launched food-delivery services and digital wallets in foreign countries, such as GET Food in Thailand or Go Food in Vietnam.

“Because people stay at home and place more orders in the past few months, we see ongoing resilience in the online trading business (food and package delivery), non-cash payments, and digital content. Consumers are increasingly interested in this digital habit, even before Covid-19. Nowadays, online services become a daily necessity,” Audrey said.

However, there has been a decline in transportation transactions in the past few months. The biggest one is at the beginning of the pandemic in March-April 2020. Partners have decreasing orders. Various efforts were made to maintain the resilience of this business ecosystem and hope to recover quickly when entering a phase of adaptation to new habits.

“In March, we established Gojek Partner Support Fund to support partners’ income stability across markets. We have also implemented several other initiatives to provide financial or social assistance to drivers, including ongoing food distribution programs, financial partnerships to provide vehicle installment relief or low-interest loans and a consumer activation program to increase tips for driver partners,” Gojek’s representative said the initiative.

Cashless payment penetration

Similar to Indonesia, Gojek’s overseas partners are increasing, not only the driver. They also embraced merchant to enliven the market locations provided in the application. Pandemic is actually seen as an opportunity to be more active in bringing merchants into the platform to keep the business going. Various programs have been performed to encourage the digitalization, including digital payment systems.

“We also make adjustments and introduce new services, such as GET Pay in Thailand for food delivery, delivery without direct contact, [and] to ensure that consumers’ needs are safely delivered,” Audrey continued.

GetPay Thailand
GET Pay Thailand / Gojek

Currently, Gojek has only applied digital payment services in Thailand (GET Pay). The plan to expand Gojek’s fintech services has been scheduled, including in subsequent transit countries, such as the Philippines. In the Philippines, Gojek has already acquired the local company Coins.ph.

Another strategy is to increase promotion programs to maintain consumer demand while reducing the operational costs of merchant partners. The shifting of consumer’s needs is answered by improving services, such as accommodating basic needs shopping through applications – including selling ready-to-cook food.

Being mentioned about the company’s efforts to ensure its partners are safe from the transmission of Covid-19, Gojek team said that they have made various adjustments to the rules.

“To ensure driver partner’s safety and hygiene, also to provide consumers with greater assurance, we provide online training and cleaning equipment for all partners. We also make amendments to SOPs. This includes sending food without contact to ensure proper physical and sanitary measures. for the driver’s partner vehicle.”

Independent brand

As previously reported, to accelerate the adoption of Gojek services abroad, the company plans to rebrand GET and GoViet to “Gojek”, including to launch a single application. It was directly announced by the Head of International Gojek Andrew Lee.

In his statement, Andrew said this decision had been planned for several months and taken to facilitate the company to be able to increase the business scale more efficiently.

Previously, when launching GoViet and GET, the ex-CEO, Nadiem Makarim said that the local element was very important to advance business in a new country. He considers the use of different names more easily accepted by the local community. The assumption turned out to be different.

The use of a single brand and application has been applied by Gojek since its expansion to Singapore in late 2018.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Upaya Gojek Pertahankan Bisnis Luar Negeri di Tengah Pandemi

Gojek adalah salah satu startup digital Indonesia yang sudah merambah bisnis di kancah regional. Sejak pertengahan tahun 2018, perusahaan menghadirkan GET di Thailand dan Go-Viet di Vietnam. Tak lama berselang, mereka hadir di Singapura. Awal tahun ini, Gojek berkesempatan menguji coba layanan ojek online di Malaysia bersama pemain lokal setempat, Dego Ride.

Awal tahun ini perusahaan memiliki berbagai rencana bisnis, termasuk  memperkuat layanannya di luar negeri. Apa daya, pandemi Covid-19 memberikan tekanan yang cukup signifikan untuk bisnis di seluruh dunia, termasuk Gojek.

DailySocial berkesempatan berbincang dengan Head of Corporate Communications Gojek Audrey Petriny. Secara umum, ia menjelaskan, model bisnis GET, GoViet, dan Gojek cenderung bisa beradaptasi dengan kondisi saat ini. Beberapa layanan justru memberikan dampak baik di masyarakat. Layanan pesan-antar makanan dan dompet digital juga sudah digulirkan Gojek di mancanegara, seperti GET Food di Thailand atau Go Food di Vietnam.

“Karena orang-orang lebih sering tinggal di rumah dan melakukan pemesanan lebih banyak selama beberapa bulan terakhir, kami melihat ketahanan berkelanjutan dalam bisnis perdagangan online (pengiriman makanan dan paket), pembayaran non-tunai, dan konten digital. Konsumen makin tertarik pada kebiasaan digital ini, bahkan sebelum Covid-19. Kini layanan online seperti itu benar-benar menjadi kebutuhan sehari-hari,” ujar Audrey.

Meskipun demikian, diakui bahwa selama beberapa bulan terakhir terjadi penurunan di transaksi transportasi. Paling parah saat awal pandemi di bulan Maret-April 2020. Dampak pesanan sepi turut diderita para mitra. Berbagai upaya dilakukan untuk menjaga ketahanan ekosistem bisnis ini dan berharap cepat pulih ketika memasuki fase adaptasi kebiasaan baru.

“Pada bulan Maret, kami mendirikan Gojek Partner Support Fund untuk mendukung stabilitas pendapatan mitra di seluruh pasar (juga direalisasikan dalam subsidi makan, bantuan cicilan kendaraan, dan pinjaman berbunga rendah). Pimpinan Gojek menyumbangkan 25% dari gaji tahunan mereka untuk dana ini, dan semua rencana kenaikan gaji perusahaan telah dialihkan ke dana tersebut,” ujar juru bicara Gojek menceritakan inisiatif yang telah dilakukan.

Penetrasi pembayaran nontunai

Sama seperti di Indonesia, mitra Gojek di luar negeri juga terus berkembang. Tak hanya sebatas pengemudi. Di sana mereka juga merangkul pedagang untuk meramaikan loka pasar yang sediakan di aplikasi. Pandemi justru dilihat sebagai kesempatan untuk lebih giat membawa pedagang masuk ke platformnya demi membuat bisnis tetap berjalan. Berbagai program dijalankan untuk mendorong digitalisasi tersebut, termasuk sistem pembayaran digital.

“Kami juga melakukan penyesuaian dan memperkenalkan layanan baru, seperti GET Pay di Thailand untuk pengiriman makanan, pengiriman tanpa kontak langsung, [dan] untuk memastikan kebutuhan konsumen dipenuhi dengan aman,” sambung Audrey.

GetPay Thailand
Fitur GETPay di Thailand / Gojek

Sejauh ini Gojek baru mengaplikasikan layanan pembayaran digital di Thailand (GETPay). Rencana peluasan layanan fintech Gojek juga sudah diagendakan, termasuk di negara persinggahan selanjutnya, seperti Filipina. Di sana Gojek sudah mengakuisisi perusahaan lokal Coins.ph.

Strategi lain adalah dengan meningkatkan program promosi, yang dilakukan untuk menjaga permintaan konsumen, sembari mengurangi biaya operasional mitra pedagang. Kebutuhan konsumen yang berubah juga disikapi dengan peningkatan layanan, salah satunya dengan mengakomodasi belanja kebutuhan pokok melalui aplikasi–termasuk menjual bahan makanan siap masak.

Disinggung mengenai upaya apa saja yang dilakukan perusahaan untuk memastikan mitranya aman dari penularan Covid-19, pihak Gojek mengatakan bahwa mereka telah melakukan penyesuaian berbagai aturan.

“Untuk memastikan keamanan dan kebersihan para mitra dan memberi konsumen jaminan yang lebih besar, kami menyediakan pelatihan online dan perlengkapan kebersihan untuk semua mitra. Kami juga membuat amandemen terhadap SOP. Ini termasuk pengiriman makanan tanpa kontak untuk memastikan langkah-langkah fisik dan sanitasi yang tepat untuk kendaraan mitra pengemudi.”

Brand tunggal

Seperti diberitakan sebelumnya, untuk mempercepat adopsi layanan Gojek di luar negeri, perusahaan berencana melakukan rebranding GET dan GoViet menjadi “Gojek”, termasuk memanfaatkan aplikasi tunggal. Kabar ini disampaikan langsung oleh Head of International Gojek Andrew Lee.

Dalam keterangannya Andrew menyampaikan, keputusan ini sudah digodok selama beberapa bulan dan diambil demi memudahkan perusahaan untuk bisa meningkatkan skala bisnis secara lebih efisien.

Sebelumnya, ketika meluncurkan GoViet dan GET, ex-CEO saat itu Nadiem Makarim mengatakan, unsur lokal sangat penting untuk memajukan bisnis di negara baru. Ia menganggap penggunaan nama berbeda lebih mudah diterima masyarakat setempat. Ternyata asumsi ini belum tepat.

Penggunaan merek dan aplikasi tunggal sudah diaplikasikan Gojek sejak ekspansinya ke Singapura akhir 2018 lalu.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

BRI Partners with Grab to Enable Buka Rekening Digital Saving

BRI has recently reported to partner with Grab as a digital platform to enable online-based account opening (digital saving).

Based on DailySocial observation, the collaboration can be seen from the promotional banners displayed on the main page of the Grab application. From its official website, BRI said that this program is valid from July 14 to July 20, 2020.

Grab adds up to BRI’s collaboration with digital platforms in Indonesia. Previously, BRI had collaborated with Tokopedia and Traveloka to introduce BRI Ceria or digital loans for transactions through e-commerce or online travel sites.

BRI is known to aggressively increase the number of customers through digital platforms. A week earlier, BRI had just introduced an online-based account opening through the BRI Open Account platform. This service is accessible through the official website bukarekening.bri.co.id.

This service allows customers to create new accounts without having to visit the bank and directly meet the staff. The company utilizes face recognition and digital signature technology in the KYC process. Potential customers who make online accounts will automatically become BRI internet banking users (BRImo).

“We are targeting to add 1 million new customers through this online account opening channel,” BRI’s Consumer Director Handayani said in her official statement.

Separately, BRI’s Digital Director, Information Technology and Operations Indra Utoyo revealed that this collaboration is quite a big picture of the state-owned banks to move into the “banking everywhere” era.

“Now, there is another way to open an account besides BRImo application. Prospective customers can use partner’s platforms, such as e-commerce partners, ride-sharing, fintech, and others. This platform is the front-end of our service,” Indra told DailySocial.

Digital saving with digital platforms

In general note,  Indonesian banking is now increasingly open in utilizing digital technology to increase the number of its customers. Not only application-based banking services and Open API, but also offers digital-based account opening.

Some banks already offer online account opening services, however, mostly through mobile banking applications, such as BRI, CIMB Niaga, Mandiri, and PermataBank applications.

In BRI’s case, the company utilizes the digital platform as a front-end for digital banking services. To date, BRI has collaborated with Grab, Tokopedia (BRI Ceria), and Tokopedia (BRI Ceria).

This is a proof of Indonesian banks’ effort to change the conventional approach to consumers. Moreover, many unbanked segments in Indonesia with limited access to branch offices is quite an obstacle. This has become a strategic collaboration with the support of the application platform and customer base.

“The digital essence is to provide solutions and benefits to customers to make it faster, better, and more efficient. BRI became the first bank to offer a full digital account opening and has been approved by the Financial Services Authority (OJK). Other players still have the KYC process with video calls and meet at physical outlets. ”


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BRI Gandeng Grab untuk Layanan Buka Rekening Online

Baru-baru ini BRI diketahui menggandeng Grab sebagai salah satu mitra platform digital untuk mendorong pembukaan rekening berbasis online (digital saving).

Berdasarkan pantauan DailySocial, kerja sama tersebut terlihat dari banner promosi yang ditampilkan di laman utama aplikasi Grab. Dari laman resminya, BRI menyebutkan program ini berlaku pada periode 14 Juli 2020-20 Juli 2020.

Kolaborasi dengan Grab menambah deretan kerja sama BRI dengan platform digital di Indonesia. Sebelumnya, BRI telah menggandeng Tokopedia dan Traveloka untuk memperkenalkan BRI Ceria atau pinjaman digital untuk pembiayaan transaksi melalui e-commerce atau online travel site.

BRI diketahui tengah gencar meningkatkan jumlah nasabah melalui platform digital. Seminggu sebelumnya, BRI baru saja memperkenalkan layanan pembukaan rekening secara digital melalui platform BRI Buka Rekening. Layanan ini dapat diakses lewat situs resmi bukarekening.bri.co.id.

Layanan ini memungkinkan nasabah membuat rekening baru tanpa perlu datang ke bank dan bertatap muka dengan petugas. Perusahaan memanfaatkan teknologi face recognition dan digital signature pada proses KYC. Calon nasabah yang membuat rekening online otomatis akan menjadi pengguna internet banking BRI (BRImo).

“Kami menargetkan penambahan 1 juta nasabah baru melalui channel pembukaan rekening online ini,” ungkap Direktur Consumer BRI Handayani dalam keterangan resminya.

Dihubungi terpisah, Direktur Digital, Teknologi Informasi, dan Operasi BRI Indra Utoyo mengungkap bahwa kolaborasi ini menjadi salah satu gambaran besar bank pelat merah ini untuk menuju era “banking everywhere“.

“Sekarang buka tabungan tidak harus lewat aplikasi BRImo. Calon nasabah bisa menggunakan platform dari mitra e-commerce, ride-sharing, fintech, dan lainnya. Platform ini menjadi front-end dari layanan kami, ” tutur Indra kepada DailySocial.

Digital saving dengan memanfaatkan platform digital

Sebagaimana diketahui, perbankan Indonesia kini semakin terbuka dalam memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan jumlah nasabahnya. Tak hanya layanan perbankan berbasis aplikasi dan Open API, tetapi juga menawarkan pembukaan rekening berbasis digital.

Sejumlah bank sudah menawarkan layanan pembukaan rekening online, tetapi kebanyakan masih melalui aplikasi mobile banking, seperti pada aplikasi milik BRI, CIMB Niaga, Mandiri, dan PermataBank.

Pada kasus BRI, perusahaan memanfaatkan platform digital sebagai front-end untuk layanan perbankan digital. Sejauh ini, BRI telah berkolaborasi dengan Grab, Tokopedia (BRI Ceria), dan Tokopedia (BRI Ceria).

Ini menandakan upaya perbankan Indonesia untuk mengubah pendekatan konvensional terhadap konsumen. Terlebih masih banyak segmen unbanked di Indonesia di mana keterbatasan akses ke kantor cabang menjadi salah satu kendala. Kolaborasi ini menjadi strategis dengan dukungan platform dan basis pelanggan aplikasi tersebut.

“Esensi digital itu adalah memberikan solusi dan manfaat kepada customer agar lebih cepat, lebih baik, dan lebih efisien. BRI menjadi bank pertama yang menawarkan pembukaan rekening secara full digital dan sudah disetujui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pemain lain masih ada proses KYC dengan video call dan bertemu di outlet fisik.”

Gojek Closes Down GoLife and GoFood Festival, 430 Employees are Getting Laid Off

Gojek gets another business downsizing, this time by stopping GoLife services and the GoFood Festival food program. GoLife will be effectively closed as of July 27, 2020. Previously, at the end of 2019, five official GoLife services were stopped, leaving only GoMassage and GoClean.

The number of Gojek’s employees to be laid off is 430 and the company promises that this will be the only lay-off in terms of the pandemic situation.

For affected employees, Gojek delivers severance packages as follows:

  1. Affected employees will receive severance pay (minimum 4-week salary) plus an additional 4-week salary for each year of work.
  2. Payment of salary during the notice period. Affected employees are not required to work when they enter the notification period, but salaries are paid in full.
  3. Equity arrangement. The waiting period (annual cliff) for employees who have ownership rights will be eliminated, therefore, employees who leave will immediately get company shares.
  4. Payment of annual leave and other rights not used
  5. Extension of health insurance for affected employees and their families until 31 December 2020.
  6. Employees can continue to have laptops to help find other opportunities.
  7. Extension of mental health, financial, and other consultation services over the next three months.
  8. An Outplacement program that should help everyone to find a job.Closing this service will also have an impact on GoMassage and GoClean partners. Gojek promises an appreciation package for partners, in the form of cash and online training, which is expected to be used by partners to get up and look for new opportunities.

Meanwhile, the GoFood Festival was stopped because it was not in line with the concept of physical distancing during the pandemic. GoFood Festival partners can optimize the business through GoFood and Gojek’s cloud kitchen initiative.

Previously, Gojek’s closest competitor, Grab, had announced a reduction of around 5% for employees, 360 people, regionally.

Focus on core business

Starting as a ride-sharing application, Gojek has the ambition to be a super app, an application that is able to accommodate the various daily needs of its users. In recent years, the company has been steady with this vision and continues to offer new services, including various features in GoLife.

Currently, along with the consumers’ changing habits during the pandemic, Gojek has chosen to focus on several services with larger potential to generate revenue. In addition to transportation and logistics, Gojek’s focus is now on the payment platforms (GoPay), food delivery (GoFood), and health (GoMed with Halodoc).

The innovation was carried out with two strategies, as internal through independent and external development through collaboration. In order to support collaborative innovation, Gojek used the Go-Ventures investment unit, which provides a lot of funding for potential startups.

Earlier this month, Gojek announced funding from Facebook and PayPal in the Series F round. Reportedly after the funding, the company’s valuation stood at $12.5 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Gojek Tutup GoLife dan GoFood Festival, 430 Pegawai Terkena Layoff (UPDATED)

Gojek kembali melakukan perampingan bisnis, kali ini dengan menghentikan layanan GoLife dan program food court GoFood Festival. GoLife akan efektif ditutup per 27 Juli 2020. Sebelumnya, akhir tahun 2019 lalu, lima layanan GoLife resmi dihentikan, hanya menyisakan GoMassage dan GoClean.

Pegawai Gojek yang terdampak berjumlah 430 orang dan perusahaan menjanjikan langkah pengurangan pegawai ini menjadi satu-satunya keputusan pengurangan di tengah situasi pandemi.

Bagi pegawai yang terdampak, Gojek menyampaikan paket pesangon sebagai berikut:

  1. Karyawan yang terdampak akan menerima pesangon (minimum gaji 4 pekan) ditambah tambahan 4 pekan gaji untuk setiap tahun lamanya bekerja.
  2. Pembayaran gaji selama periode pemberitahuan. Karyawan terdampak tidak wajib untuk bekerja saat sudah memasuki periode pemberitahuan, tapi gaji tetap dibayar secara penuh.
  3. Equity arrangement. Masa tunggu (annual cliff) bagi karyawan yang memiliki hak kepemilikan saham akan dihapus, sehingga karyawan yang meninggalkan Gojek langsung mendapatkan saham perusahaan.
  4. Pembayaran cuti tahunan dan hak lainnya yang tidak digunakan
  5. Perpanjangan asuransi kesehatan bagi karyawan yang terdampak dan keluarga mereka hingga 31 Desember 2020.
  6. Karyawan dapat tetap memiliki laptop untuk membantu mencari peluang lain.
  7. Perpanjangan program layanan kesehatan mental, finansial, dan konsultasi lainnya selama tiga bulan ke depan.
  8. Program outplacement yang akan membantu setiap orang untuk mencari pekerjaan.

Penutupan layanan ini juga akan memberikan dampak kepada para mitra GoMassage dan GoClean. Gojek menjanjikan adanya paket apresiasi bagi mitra, berupa dana tunai dan pelatihan daring, yang diharapkan dapat dimanfaatkan para mitra untuk bangkit dan mencari peluang baru.

Sementara itu, GoFood Festival dihentikan karena tidak sejalan dengan konsep physical distancing selama pandemi. Mitra GoFood Festival bisa mengoptimalkan bisnis melalui GoFood dan inisiatif cloud kitchen milik Gojek.

Sebelumnya, pesaing terdekat Gojek, Grab, telah mengumumkan pengurangan sekitar 5% pegawai, 360 orang, secara regional.

Fokus pada bisnis inti

Berawal sebagai aplikasi ride-sharing, Gojek berambisi menjadi super app, yakni aplikasi yang mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan sehari-hari penggunanya. Mantap dengan visi tersebut, beberapa tahun belakangan perusahaan terus hadirkan layanan-layanan baru, termasuk varian fitur di GoLife.

Kini, seiring dengan perubahan fokus konsumen selama pandemi, Gojek memilih kembali fokus ke beberapa layanan yang memiliki potensi menghasilkan revenue besar. Selain transportasi dan logistik, fokus Gojek adalah platform pembayaran (GoPay), pengantaran makanan (GoFood), dan kesehatan (GoMed bersama Halodoc).

Inovasi tersebut dilakukan dengan dua strategi sekaligus, yakni internal melalui pengembangan mandiri dan eksternal melalui kolaborasi. Untuk menunjang inovasi kolaboratif, Gojek memanfaatkan unit investasi Go-Ventures yang banyak memberikan pendanaan bagi startup-startup potensial.

Awal bulan ini Gojek mengumumkan kucuran pendanaan dari Facebook dan PayPal di putaran Seri F. Dikabarkan setelah pendanaan tersebut valuasi perusahaan berada di angka $12,5 miliar.

Application Information Will Show Up Here

Initiatives from “Sharing Economy” Platforms to Support Partners Amid Pandemic

In 2015, the concept of sharing economy has not become part of the daily life of the Indonesian people. In a survey involving 1008 people, 85% of respondents said they had heard this concept, but still less than 40% had tried it. In 2020, such services have become a necessity and part of a lifestyle.

According to data at the end of the first quarter of 2020, Gojek, Indonesia’s largest local economic sharing platform, has operated in 214 cities and five Southeast Asian countries with more than 2 million driver-partners. The application is claimed to have been downloaded more than 170 million times by consumers in the region. According to App Annie’s report titled “2020 State of Mobile Report”, Gojek has become the most widely used on-demand application for Indonesians throughout 2019.

The sharing economy has now become many people’s sources of income in the ecosystem, including driver-partners, restaurant business owners, and various service providers (cleaning, massage, health, etc.).

The current outbreak of Covid-19 in Indonesia directly affects the use of services and the welfare of these ecosystem partners. According to INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Researcher, Nailul Huda, the impact is a bit burdensome for the business industry with the concept of sharing economy.

“The demand will automatically decrease. There will be less people ordering motorcycle taxi services online or lodging based on sharing economy. This is quite hard for some partners that their services will lose a significant income,” Huda said.

Gojek’s initiative to support partners and merchants

With no further explanation on the percentage decrease in the number of uses in the ecosystem, Gojek’s Chief of Corporate Affairs Nila Marita told DailySocial that there are many changes during this pandemic. Nevertheless, Gojek claims to build a strategic and sustainable business that does not only rely on one service.

“Although the large-scale restrictions (PSBB) has affected online transportation services, we finally see a shift in people’s behavior from transacting offline to online, because most people have to do most activities from home to avoid the risk of spreading the virus,” Marita said.

She also added the shift in offline to online transactions is quite a thing, especially in food delivery services, groceries, and shipping goods. People’s habit of eating on the spot (dine-in) and buying their groceries in stores or supermarkets, is now shifting to online purchases.

Gojek moves quickly to adjust, such as expanding GoFood services from only food delivery orders to groceries, daily necessities and ready-to-cook food.

“We also help our SME partners to be able to conduct their business online so that they do not lose the opportunity to maintain revenue and business turnover. The ability to adapt quickly to this situation is one of our competitive advantages to be able to continue to maintain business sustainability amid pandemic,” She added.

Gojek also provides financial support to partners. The funding comes from three sources. Gojek’s co-CEO and senior management will donate 25% of their annual salary over the next 12 months, the annual salary increase of all Gojek employees will be diverted to aid funds, and also creating a foundation to help others make donations, including Gojek’s corporate partners.

In a joint statement, Gojek’s Co-CEO Andre Soelistyo and Kevin Aluwi said, “This fund will support the driver-partners as part of our core business and have become a vital part of people’s lives who are currently experiencing limited mobility. The thing is that every company has the responsibility to provide as much support as possible and this is something we can do to help our partners through this hard season.”

Furthermore, Gojek and Bank BRI launched a mild interest loan facility for GoRide partners, GoCar, and GoFood merchants. Gojek partners who register and fulfill BRI requirements have the potential to obtain a loan facility of Rp.5-20 million.

Seekmi’s new innovation

Meanwhile, Seekmi platform is trying to expand services to accommodate the needs of its consumers. According to the CEO, Clarissa Leung, most businesses in Indonesia and throughout the world have experienced a slowdown due to the crisis. The best thing about Seekmi is the flexibility of the business changes.

“For example, we have been able to reuse cleaning workers and utilize their existing expertise, with some additional training, to provide disinfection cleaning services. We’re also able to provide jobs for our engineers to help build and assemble furniture, a developed area as a result of Work From Home implementation. Our technology platform is very powerful that it can manage all types of ‘blue-collar’ workforce and easily adapt to different situations,” Leung said.

After the pandemic, Clarissa can see that the services provided by her company would experience technology adoption faster than before. In fact, households and businesses can no longer function in the same way.

“We are also exploring partnerships with lending companies to provide loans to our technicians and cleaners,” she said.

Grab Indonesia’s campaign #KitaVSCorona

With a policy to remain at home in order to reduce the spread of the Covid-19 virus, many SMEs are feeling the impact on their livelihoods. Digitalization can help them. The move was chosen by Grab to help small and traditional businesses to adapt to this new trend. The company tried to help them maintain revenue, even with various restrictions.

Grab claims, during the pandemic, delivery business services have increased, including GrabFood, GrabExpress, GrabMart, GrabFresh by HappyFresh, and the latest concierge on-demand access, GrabAssistant.

“As a super-app, Grab believes in technology for good (tech for good) to create positive social impacts both for each of our partners, such as driver-partners, merchant partners, delivery partners, and also our customers. Therefore, Grab always strives “to create large-scale economic opportunities, financial inclusion for the underserved, and easy access to safer and higher-quality daily services,” Grab Indonesia’s Managing Director Neneng Goenadi told DailySocial.

Similar to Gojek, Grab Indonesia and Bank BRI collaborated to launch a mild interest loan facility for Grab driver-partners, GrabFood merchant partners, and GrabKios partners. This loan aims to ease the financial burden of the affected driver-partners. In addition, the distribution of People’s Business Credit (KUR) is expected to help GrabFood merchants and GrabKios partners to get the financial assistance they need to overcome challenges during this pandemic.

“We are conducting socialization for driver-partners who have the opportunity to get this loan facility. Driver-partners who can get this loan are productive and active partners and have been Grab’s driver-partners for several years. In addition, the partners concerned must have good performance including certain average income amounts,” Goenadi said.

The future of sharing economy

The new normal term seems to affect the sharing economy platforms such as Gojek, Seekmi, and Grab. Not only in terms of the approach to target customers but also the company’s approach to driver and merchant partners. The use of non-cash payments is becoming more common and the application of technology is expected to provide a more efficient and faster implementation of new situations.

After the pandemic, the community will be more concerned with health and hygiene factors. Digital industry services based on sharing economy will also be more selective in choosing partners.

“Their business will soon arise following the good record,” Huda said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Upaya Platform “Sharing Economy” Membantu Mitra di Tengah Pandemi

Di tahun 2015, konsep sharing economy belum menjadi bagian dari keseharian masyarakat Indonesia. Dalam sebuah survei kepada 1008 orang, 85% responden menyatakan pernah mendengar konsep ini, tapi masih kurang dari 40% yang pernah mencobanya. Di tahun 2020, layanan seperti ini telah menjadi kebutuhan dan bagian dari gaya hidup.

Menurut data per akhir kuartal pertama 2020, Gojek, platform sharing economy lokal terbesar di Indonesia, telah beroperasi di 214 kota dan lima negara Asia Tenggara dengan lebih dari 2 juta mitra pengemudi. Aplikasi Gojek diklaim telah diunduh lebih dari 170 juta kali oleh konsumen di kawasan ini. Menurut laporan App Annie yang berjudul “2020 State of Mobile Report”, Gojek menjadi aplikasi on-demand paling banyak digunakan masyarakat Indonesia sepanjang 2019.

Sharing economy kini menjadi tumpuan penghasilan bagi banyak pihak di dalam ekosistem, termasuk mitra pengemudi, pemilik usaha restoran, dan pemberi berbagai jasa (kebersihan, pemijatan, kesehatan, dan lain-lain).

Penyebaran Covid-19 yang sedang terjadi di Indonesia secara langsung mempengaruhi penggunaan layanan dan kesejahteraan mitra ekosistem ini. Menurut Peneliti INDEF (Institute for Development of Economics and Finance) Nailul Huda, dampaknya sedikit memberatkan industri bisnis yang berkonsep sharing economy.

“Permintaan layanan jasa mereka otomatis akan menurun. Akan sangat berkurang orang yang memesan layanan ojek online ataupun penginapan berbasiskan sharing economy. Dampaknya tentu saja mitra yang menyewakan jasanya akan kehilangan pendapatan yang cukup signifikan,” kata Huda.

Upaya Gojek membantu mitra dan merchant

Meskipun tidak dijelaskan lebih lanjut berapa persen penurunan jumlah penggunaan di ekosistem, Chief of Corporate Affairs Gojek Nila Marita, kepada kepada DailySocial menjelaskan, di masa pandemi ini berlangsung banyak perubahan yang terjadi. Meskipun demikian Gojek mengklaim membangun bisnis secara strategis dan berkelanjutan yang tidak hanya bertumpu pada satu layanan.

“Walau pembatasan berskala besar berpengaruh terhadap layanan transportasi online, kami melihat terdapat pergeseran perilaku masyarakat dari bertransaksi offline menjadi ke online, karena sebagian besar masyarakat harus beraktivitas dari rumah untuk menghindari risiko penyebaran virus,” kata Nila.

Ditambahkan Nila, pergeseran transaksi offline ke online ini banyak dirasakan terutama di layanan food delivery, groceries, dan pengiriman barang. Kebiasaan masyarakat untuk makan di tempat (dine-in) dan membeli kebutuhan pokok sehari-hari di toko atau supermarket, saat ini bergeser menjadi menjadi pembelian secara online.

Gojek bergerak cepat menyesuaikan diri, seperti memperluas layanan GoFood dari sebelumnya pesan antar makanan menjadi juga melayani pembelian bahan pokok, kebutuhan sehari-hari, dan makanan siap masak.

“Kami juga membantu mitra UKM kami untuk dapat melakukan bisnisnya secara online, sehingga mereka tidak kehilangan peluang untuk menjaga pendapatan dan omzet usaha. Kemampuan untuk beradaptasi cepat dengan situasi inilah yang menjadi salah satu competitive advantage kami untuk dapat terus memelihara keberlangsungan bisnis di masa pandemi,” ujar Nila.

Dukungan finansial juga dilancarkan Gojek ke mitra. Pendanaan tersebut berasal dari tiga sumber. Co-CEO dan jajaran manajemen senior Gojek akan mendonasikan 25% dari gaji tahunan mereka selama 12 bulan ke depan, anggaran kenaikan gaji tahunan seluruh karyawan Gojek akan dialihkan untuk dana bantuan, dan pembentukan yayasan untuk membantu pihak lain memberikan donasi, termasuk mitra korporat Gojek.

Dalam pernyataan bersamanya, Co-CEO Gojek Andre Soelistyo dan Kevin Aluwi mengatakan, “Dana ini akan mendukung mitra pengemudi yang merupakan urat nadi bisnis kami dan telah menjadi bagian vital dari kehidupan masyarakat yang saat ini mengalami keterbatasan ruang gerak. Yang jelas adalah bahwa setiap perusahaan punya tanggung jawab untuk memberikan dukungan sebisa mungkin dan ini adalah sesuatu yang bisa kami lakukan untuk membantu mitra kami melalui periode sulit ini.”

Lebih lanjut, Gojek dan Bank BRI meluncurkan fasilitas pinjaman bunga ringan bagi mitra GoRide, GoCar, dan merchant GoFood. Mitra Gojek yang mendaftar dan memenuhi persyaratan BRI berpotensi mendapatkan fasilitas pinjaman Rp5-20 juta.

Inovasi baru layanan Seekmi

Sementara itu, platform Seekmi mencoba memperluas layanan yang demi mengakomodir kebutuhan konsumennya. Menurut CEO Seekmi Clarissa Leung, sebagian besar bisnis di Indonesia dan seluruh dunia telah mengalami pelambatan akibat krisis. Hal terbaik dari bisnis Seekmi adalah dapat dengan mudah mengubah posisi.

“Sebagai contoh, kami telah dapat menggunakan kembali tenaga pembersih dan memanfaatkan keahlian mereka yang sudah ada, dengan beberapa pelatihan tambahan, untuk menyediakan layanan pembersihan desinfeksi. Kami juga mampu menyediakan pekerjaan bagi teknisi kami untuk membantu membangun dan merakit furnitur, area yang berkembang sebagai efek dari aturan Kerja Dari Rumah. Platform teknologi kami sangat kuat sehingga dapat mengelola segala jenis tenaga kerja ‘kerah biru’ dan mudah beradaptasi dengan situasi yang berbeda,” kata Clarissa.

Pasca pandemi, Clarissa melihat layanan yang dihadirkan perusahaannya akan mengalami adopsi teknologi lebih cepat dari sebelumnya. Kenyataanya rumah tangga dan bisnis tidak lagi dapat berfungsi dengan cara yang sama seperti sebelumnya.

“Kami juga menjajaki kemitraan dengan perusahaan pemberi pinjaman untuk memberikan pinjaman kepada teknisi dan petugas kebersihan kami,” kata Clarissa.

Kampanye #KitaVScorona Grab Indonesia

Dengan kebijakan untuk tetap berada di rumah dalam rangka mengurangi penyebaran virus Covid-19, banyak UKM yang merasakan dampak terhadap mata pencaharian mereka. Digitalisasi dapat membantu mereka. Langkah tersebut dipilih Grab untuk membantu bisnis kecil dan tradisional untuk beradaptasi ke tren baru ini, Perusahaan mencoba membantu mereka mempertahankan pendapatan, bahkan dengan berbagai pembatasan.

Grab mengklaim, selama pandemi, layanan bisnis pengantaran memiliki peningkatan, termasuk layanan pengantaran makanan GrabFood, layanan pengantaran GrabExpress, layanan pembelian barang GrabMart, layanan GrabFresh yang didukung HappyFresh, dan layanan concierge on-demand access terbaru GrabAssistant.

“Sebagai aplikasi serba bisa, Grab percaya pada teknologi untuk kebaikan (tech for good) untuk menciptakan dampak sosial positif baik bagi setiap mitra kami, seperti mitra pengemudi, mitra merchant, mitra pengantaran, dan juga pelanggan kami. Oleh karena itu, Grab selalu berusaha untuk menciptakan peluang ekonomi dalam skala besar, menciptakan inklusi keuangan bagi yang kurang terlayani, serta memungkinkan akses ke layanan sehari-hari yang lebih aman dan berkualitas tinggi,” kata Managing Director Grab Indonesia Neneng Goenadi kepada DailySocial.

Serupa dengan Gojek, Grab Indonesia dan Bank BRI berkolaborasi meluncurkan fasilitas pinjaman bunga ringan untuk mitra pengemudi Grab, mitra merchant GrabFood, dan mitra GrabKios. Pinjaman ini bertujuan meringankan beban finansial mitra pengemudi yang terkena dampak. Selain itu, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) diharapkan membantu merchant GrabFood dan mitra GrabKios untuk mendapatkan bantuan finansial yang mereka butuhkan untuk mengatasi tantangan selama pandemi ini.

“Saat ini kami sedang melakukan sosialisasi bagi mitra pengemudi yang berkesempatan mendapatkan fasilitas pinjaman ini. Mitra pengemudi yang bisa mendapatkan pinjaman ini adalah mitra yang produktif dan aktif serta telah menjadi mitra pengemudi Grab selama beberapa tahun. Selain itu mitra yang bersangkutan harus memiliki performa yang baik termasuk jumlah pendapatan rata-rata tertentu,” kata Neneng.

Masa depan layanan sharing economy

Istilah new normal nampaknya bakal berpengaruh ke platform sharing economy seperti Gojek, Seekmi, dan Grab. Tidak hanya dalam hal pendekatan ke target pelanggan, tetapi juga pendekatan perusahaan ke mitra pengemudi dan merchant. Penggunaan pembayaran nontunai menjadi lebih umum dan penerapan teknologi diharapkan bisa memberikan implementasi situasi baru yang lebih efisien dan cepat.

Usai pandemi, masyarakat akan lebih mementingkan faktor kesehatan dan kebersihan. Pelayanan industri digital berbasiskan sharing economy juga akan lebih selektif lagi memilih mitra.

“Bisnis mereka akan kembali menggeliat dengan catatan tersebut,” kata Huda.

Gojek Wraps Up Acquisition of Moka at 2 Trillion Rupiah Valuation

The acquisition news of Moka point-of-sales startup by Gojek finally comes to an agreement, after spreading rumors since Agustus 2019. First, the company has submitted corporate action to the regulator, in this case, through KPPU official page as of April 9th, 2020.

Keterangan akuisisi Moka oleh Gojek di laman KPPU
Moka’s acquisition by Gojek in KPPU official page

Second,  Bloomberg also reported from a reliable source that Moka has acquired by Gojek at US$130 million or around 2 trillion Rupiah. The number has increased from the reported ones at US$120 million. The transaction is ongoing since last year and met an agreement just few months ago.

Gojek has taken the strategic step to channel the Series F funding which has been going since October 2018. In mid-March 2020, the company reportedly received additional funds of US$ 1.2 billion or equivalent to 18 trillion Rupiah for the round, completing the acquisition target of US $ 3 billion or equivalent to 42.2 trillion Rupiah.

Moka’s role can be very significant. Based in Jakarta, the company currently established by Grady Laksmono and Haryanto Tanjo since 2014 has reached users in 100 cities in Indonesia. More than 35 thousand restaurants, cafes, and other retail outlets take advantage of its POS mobile application.

Catatan capaian Moka sepanjang tahun 2019 / Moka
Moka’s achievement lists during 2019 / Moka

Moka aware of the tight competition in this vertical and continues to innovate including to launch Moka Fresh platform (purchasing raw materials) and Moka Capital (merchant loan funds) – in his statement Tanjo said that Moka’s vision of becoming a “merchant supper app”, intends to accommodate various retailers’ needs in an integrated manner through a digital platform.

In addition to cash transactions, the Moka cashier system allows business owners to accept payments with digital platforms such as Gopay, Ovo, LinkAja, even Kredivo and Akulaku. While a deeper collaboration scenario between Gojek and Moka has not been delivered.

This is becoming one, out of many Gojek’s acquisitions for Indonesian startups. Previously, the local decacorn also took several startups including Loket, Kartuku, Midtrans, Mapan, and Promogo.

Some acquisitions has succeeded in expanding the Gojek service ecosystem, for example, the consolidation with Loket team that produced the GoTix service. Loket Founder Edy Sulistyo was lined up to lead the entertainment division owned by Gojek.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here