Layanan Digital Berhasil Mengubah Kebiasaan Masyarakat di Asia Tenggara

Laporan Google-Temasek bertajuk “e-Conomy SEA 2019” menempatkan e-commerce dan online travel menjadi sektor digital yang paling besar partisipasinya terhadap ekonomi digital regional. Tahun 2019, masing-masing memberikan sumbangsih $38 miliar dan $34 miliar, akan meningkat hingga $153 miliar dan $78 miliar tahun 2025 nanti.

Sebelumnya di tahun 2018 riset yang sama menempatkan online travel di peringkat pertama, pengalaman yang diberikan e-commerce dalam memberikan pengalaman baru membuat pertumbuhannya menggeliat. Upaya pemain dalam melakukan promosi juga dinilai memberikan dampak yang signifikan – festival belanja online seperti 9.9, Singles Day, 12.12 selalu disambut meriah oleh seluruh komponen bisnis.

Data Google Trends mencatat, peningkatan promosi layanan e-commerce selalu konsisten setiap tahunnya. Strateginya pun mulai beragam, mulai dengan menggandeng influencer hingga membuat fitur gamifikasi untuk menarik minat pengguna terhubung dengan aplikasi. Teknologi seperti machine learning juga telah memberikan dampak yang signifikan dalam meningkatkan penawaran produk untuk para konsumen.

Gambar 1

Perluasan saluran logistik juga dinilai turut menyumbangkan peningkatan bisnis e-commerce. Bahkan untuk memanjakan penggunanya, beberapa pemain memberikan opsi pengiriman cepat – kurang dari 24 jam pasca pesanan diselesaikan. Dari semua upaya tersebut, mulai dari promosi sampai opsi logistik, berhasil mengubah kebiasaan mendasar ketika orang berbelanja online. Jika sebelumnya e-commerce banyak digunakan untuk membeli barang-barang “besar” seperti smartphone atau televisi, saat ini kebutuhan sehari-hari pun dapat diakomodasi.

Rata-rata per hari ada lebih dari 5 juta pesanan yang diproses e-commerce dengan nilai rata-rata $15-$20.

Pesan antar makanan jadi tren kekinian

Tahun 2015, sektor ride-hailing terhitung memiliki kapitalisasi pasar $3 miliar, tahun ini angkanya mencapai $13 miliar dan diproyeksikan mencapai $40 miliar di tahun 2025. Jika empat tahun lalu industri ini masih tentang penyediaan transportasi alternatif, sekarang sudah bertransformasi lebih luas mengakomodasi banyak kebutuhan lain. Yang mulai terlihat signifikan adalah layanan pesan antar makanan, seperti GoFood atau GrabFood –dan mungkin ke depan juga terkait layanan finansial.

Gambar 2

Riset menyoroti, sejak tahun 2018 layanan pesan antar makanan ini telah memberikan pengaruh besar pada pergeseran kebiasaan konsumen. Berbagai kalangan mulai gemar menikmati layanan tersebut, dengan dalih efektivitas di tengah kepadatan lalulintas dan cuaca. Di area metro, layanan ini memiliki tingkat pesanan yang sangat tinggi.

Banyak hal yang menjadi pendorong, terlepas dari promo dan pemasaran yang dilakukan terus-menerus para decacorn, aksesibilitas ke produk makanan menjadi lebih luas. Layanan pesan antar makanan menjembatani menu-menu dari restoran hingga pedagang kaki lima. Dari sisi bisnis, hadirnya platform tersebut juga menghadirkan banyak keuntungan. Beberapa telah memanfaatkan untuk meningkatkan hubungan dengan konsumen melalui program loyalty dan reward.

Kanal hiburan di internet tetap diminati

Sejak tahun 2015, setidaknya tercatat adanya 100 juta pengguna internet baru di kawasan Asia Tenggara. Aplikasi video, musik, hingga game menjadi kanal hiburan yang banyak diminati — melalui ponsel pintar. Tahun ini tercatat nilai pasarnya menyentuh $14,2 miliar dan akan tumbuh hingga lebih dari 2x lipat di tahun 2025. Kebanyakan pengguna masih memilih konten gratis, kendati memaksanya untuk melihat iklan di aplikasi.

Tren baru yang ditangkap ialah konten video singkat seperti Bigo Live dan Tik Tok yang berhasil memesona pasar. Dukungan kemampuan seperti lip-sync menghasilkan konten-konten viral yang disukai hampir semua kalangan masyarakat. Selain itu penikmat game online juga mendapatkan pertumbuhan yang sangat besar. Dicontohkan salah satu yang terpopuler, Fire Fire yang dikembangkan Garena, berhasil menggaet 450 juta pendaftar dengan 50 juta pengguna aktif.

Budget hotel menopang industri travel

Sektor ini dinilai sebagai yang paling matang dalam ekonomi digital Asia Tenggara. Potensi pariwisata menjadi salah satu pendorong utama. Di sisi pasar, peningkatan minat kelas menengah untuk bepergian –baik domestik maupun internasional—memberikan sumbangsih berarti untuk online travel. Alternatif layanan pun muncul, misalnya dengan lahirnya budget hotel seperti OYO dan RedDoorz.

Platform agregator seperti Tiket.com, Traveloka, hingga Booking.com juga mulai meningkatkan manuver. Kemitraan dengan pemain digital lain, misalnya ride-hailing, juga terus diupayakan. Tidak berhenti hanya sebagai penyedia tiket perjalanan, kini aplikasi online travel mulai menyediakan kanal “experience“, didorong kebutuhan pengguna yang ingin memaksimalkan pengalaman perjalanan mereka. Berbagai hal kini bisa diakses melalui satu platform, seperti tiket hiburan hingga karcis ke sebuah pertunjukan.

Integrasi layanan

Catatan lain yang menarik disimak adalah soal integrasi antar layanan yang dihadirkan platform untuk meningkatkan kenyamanan pengguna. Misalnya awal tahun lalu, Hooq menyepakati kerja sama untuk menghadirkan layanan streaming video di aplikasi Grab. Atau aplikasi Gojek yang kini menghadirkan kanal berita dari Kumparan. Soal integrasi ini, menghadirkan varian layanan yang lebih luas di tiap platform.

Gambar 3

Jika diamati, ride-hailing dan e-commerce menjadi yang paling gencar melakukannya. Di kedua aplikasi tersebut, hampir setiap layanan digital mulai ada. Aksi perusahaan seperti akuisisi dan investasi pada akhirnya dipilih beberapa startup untuk meningkatkan kapabilitas menyeluruh di platformnya.

Indonesia’s Digital Economy is Now at $40 Billion, E-commerce as the Biggest Participant

Google and Temasek have published another annual report on Southeast Asia’s digital economy. Titled as e-Conomy SEA 2019, there are some issues worth highlighting. Since 2015, the internet user has exceeded 100 thousand people-increased by 10% in the past year. In 2019, SEA’s total internet user has reached 360 million. New users are mostly at the age of 15-19 years old.

The increasing number has an impact on the internet/digital economy. The number has reached $100 billion in 2019, projected to reach $300 by the year 2025. The estimated number increased after last year’s report prediction at $240 – in 2018 the value reached out to $72 billion.

As seen from the internet industry’s sub-sector, most of the internet users are in the online game category (180 million active users), followed by e-commerce and ride-hailing. The number is getting higher as esports trend arises in the region – still exploring the true identity with business models that keeps changing, more than just a game.

Indonesian digital economy 1

The ride-hailing demand also gives quite an impact. Since 2015, the report shows increasing internet users five times up. In terms of industry players, Grab and Gojek are still competing for the regional market. Both are consistently raise funding for expansion.

Indonesia is leading

Indonesia’s digital economy is predicted to reach $130 billion by 2025, it’s already at $40 billion this year49% growth in average per year. E-commerce and ride-hailing become the main industry; as the digital payment dominating all the app-based services. The related growth is supported by endless investment. It includes funding for Indonesian unicorns, the value is at $4 billion in 2018.

Indonesian digital economy 2

Indonesia, compared to six other countries with the rapid-growing internet economy, is more significant in terms of value. Based on its geographical condition and total population, it’s far indeed. Vietnam is projected as the second biggest market after Indonesia. The digital players start eyeing the region to settle. Some of Indonesian giant digital companies – such as Gojek and Traveloka – has its debut there.

In its report, Google-Temasek always highlighting e-commerce, online travel, online media, and ride-hailing. The four main sectors are playing great roles for business transformation in Southeast Asia – as the locomotive and gate to the digital economy. In fact, the e-commerce and ride-hailing sectors in Indonesia has opened new opportunities, particularly to encourage SMEs to level-up and create more job offers.

Indonesian digital economy 3

Indonesia is getting momentum, for at least 152 million internet users, has exceeded the total population. The online travel sector leads the last year achievement, this year is for e-commerce to rise. The growth has reached 88% since 2015, the number (GMV – Gross Merchandise Value) this year has reached $21 billion. While online travel is still at $10 billion. Ride-hailing on the other side is at $6 billion.

Centralized area

One of the highlighted issues in the report is the internet economy distribution in the region. Research has compared the economic cycle that occurs in the metro or urban areas, has outperformed the other regions. Take Indonesia for example, the GMV per capita for the internet economy in Jabodetabek is $555 while the other region is at $103.

Indonesian digital economy 3

Meanwhile, only 15% of the total Southeast Asia population living in the urban area. Some digital startups have a “holy mission” to reach the rurals. As in Indonesia, the digital payment app penetration aims for the unbankable. It includes some e-commerce trying to accommodate SMEs from the rural area.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Ekonomi Digital Indonesia Capai $40 Miliar, Bisnis E-commerce Beri Sumbangsih Terbesar

Google dan Temasek kembali merilis laporan tahunannya menyorot perkembangan ekonomi digital di Asia Tenggara. Bertajuk e-Conomy SEA 2019, ada beberapa hal menarik disorot dalam laporan. Sejak tahun 2015 tercatat pertumbuhan jumlah pengguna internet mencapai 100 juta orang –penambahan satu tahun terakhir mencapai 10 juta. Untuk tahun 2019 jumlah pengguna internet di Asia Tenggara mencapai 360 juta orang. Pengguna baru hadir sebagian besar dari demografi usia 15-19 tahun.

Pertumbuhan tersebut turut memberikan sumbangsih pada pertumbuhan ekonomi internet/digital. Tahun 2019 tercatat nilainya mencapai $100 miliar, diproyeksikan akan mencapai $300 miliar pada tahun 2025 mendatang. Prakiraan tersebut meningkat, setelah laporan tahun lalu memprediksi angkanya akan sampai $240 miliar saja – tahun 2018 nilainya $72 miliar.

Ditinjau dari sub-sektor industri internet, alokasi jumlah pengguna paling banyak masuk ke kategori online game (180 juta pengguna aktif), dilanjutkan e-commerce dan ride-hailing. Angka tersebut diperkuat dengan tren esports yang memang terus berkembang di kawasan ini – secara bisnis masih terus mencari jati diri dengan model bisnis yang terus berevolusi, dari sekadar permainan game biasa.

e-Conomy SEA 2019

Permintaan layanan ride-hailing juga memberikan dampak berarti. Sejak tahun 2015, laporan mencatat pertumbuhan jumlah pengguna mencapai 5x lipat. Ditinjau dari pemain industri, Grab dan Gojek yang tengah mencoba untuk terus memenangkan pasar regional. Keduanya secara konsisten menggalang pendanaan baru untuk menguatkan ekspansi di tiap negara.

Indonesia masih mendominasi

Ekonomi digital Indonesia diperkirakan mencapai $130 miliar pada tahun 2025 mendatang, tahun ini angkanya sudah mencapai $40 miliar – rata-rata pertumbuhannya 49% per tahun. E-commerce dan ride-hailing menjadi pendorong utama di kawasan ini; ditambah adopsi pembayaran digital yang mendominasi semua layanan berbasis aplikasi. Pertumbuhan bisnis terkait didukung investasi yang terus mengalir. Termasuk dukungan yang diberikan pada unicorn Indonesia, nilainya mencapai $4 miliar pada tahun 2018 lalu.

e-Conomy SEA 2019

Dibandingkan enam negara lain yang turut mendapat lonjakan tinggi dari ekonomi internet, Indonesia memang memiliki signifikansi lebih dari sisi nilai. Ditinjau dari luas geografis dan total populasi perbandingannya memang sangat jauh. Vietnam digadang-gadang sebagai pangsa pasar terbesar kedua setelah Indonesia. Pebisnis digital mulai memperhatikan wilayah tersebut untuk memantapkan bisnis. Beberapa perusahaan digital besar di Indonesia –sebut saja Gojek dan Traveloka—juga telah debut di sana.

Dalam laporannya, Google-Temasek selalu menyoroti e-commerce, online travel, online media, dan ride-hailing. Empat sektor utama tersebut dianggap memiliki peran besar dalam mentransformasi bisnis di wilayah Asia Tenggara –sebagai lokomotif sekaligus gerbang ekonomi digital. Di Indonesia sendiri, platform e-commerce dan ride-hailing telah mampu menghadirkan banyak kesempatan baru, khususnya dalam rangka mendorong UKM untuk naik kelas dan membuka kesempatan kerja lebih luas.

e-Conomy SEA 2019

Indonesia mendapatkan momentum, sekurangnya jumlah pengguna internet tahun ini mencapai 152 juta pengguna, telah melebihi dari total populasi. Tahun lalu sektor online travel masih memimpin perolehan, tahun ini giliran e-commerce. Peningkatan e-commerce dari tahun 2015 mencapai 88%, tahun ini angkanya (GMV – Gross Merchandise Volume) sudah mencapai $21 miliar. Sementara untuk online travel masih berada di $10 miliar. Ride-hailing mendapatkan porsi $6 miliar.

Terpusat di area metro

Sorotan lain yang turut disampaikan dalam laporan mengenai sebaran ekonomi internet di kawasan tersebut. Riset membandingkan antara putaran ekonomi yang terjadi di area metro atau pusat perkotaan, sebagian besar mengungguli berkali-kali lipat daerah lain. Di Indonesia misalnya, GMV per kapita untuk ekonomi internet yang terjadi di Jabodetabek mencapai $555 sementara di luar kawasan itu hanya di angka $103.

e-Conomy SEA 2019

Sementara secara keseluruhan populasi di Asia Tenggara yang berada di kawasan metro hanya 15% dari total. Namun beberapa startup digital memiliki “misi mulia” untuk menjangkau kawasan rural. Seperti di Indonesia, penetrasi aplikasi pembayaran digital banyak ditargetkan untuk menjangkau pengguna unbankable. Termasuk beberapa e-commerce yang mencoba mengakomodasi produk-produk dari UKM di daerah.

Grab Perluas Inklusivitas Layanan Lewat Program “Grab for Good”

Grab mengumumkan program terbaru “Grab for Good” di Indonesia. Program sosial ini berisi komitmen mereka untuk membuka pelatihan keterampilan bagi mitra pengemudi dan memperluas kesempatan warga penyandang disabilitas ke dalam ekosistem aplikasi.

“Pada intinya, program Grab for Good ini menciptakan akses ekonomi, akses digital dan kesetaraan untuk semua orang di Asia Tenggara,” ujar Founder & CEO Grab Anthony Tan.

Inklusivitas menjadi perhatian Grab dalam program ini. Sepanjang tahun ini saja mereka mengklaim sudah memiliki 800 mitra pengemudi yang menyandang berbagai jenis disabilitas di seluruh Asia Tenggara. Khusus untuk penyandang tuli, mereka menargetkan bertambah jadi 1000 mitra yang bergabung pada tahun depan.

Ihwal keterampilan, Grab menggandeng Microsoft untuk memberikan pelatihan digital. Pelatihan ini menjadi penting untuk meningkatkan kapabilitas dan literasi digital mitra. Kerja sama ini bersifat regional dan diharapkan membuka jalan bagi kelas pekerja di Asia Tenggara yang memiliki keterbatasan terhadap informasi teknologi.

“Grab dan Microsoft akan bekerja sama untuk meningkatkan kemampuan mitra pengemudi Grab dan menempatkan mereka ke karier teknologi dengan dukungan dari Generation: You Employed, sebuah organisasi nirlaba global,” imbuh Anthony.

Kontribusi ekonomi

Dalam forum yang sama, Anthony mengumumkan bahwa mereka sudah berkontribusi sekitar US$5,8 miliar atau Rp81,5 triliun untuk ekonomi Asia Tenggara per Maret 2019 selama setahun sebelumnya. Managing Director Grab Indonesi, Neneng Goenadi menambahkan, sekitar Rp48,9 triliun di antaranya terjadi di Indonesia.

Mereka menyebut ada 9 juta orang di Asia Tenggara yang menerima pendapatan sebagai wirausahawan mikro yang terhubung di ekosistem Grab. Itu artinya 1 dari 70 orang di seluruh kawasan mendapat dampak ekonomi dari Grab.

“Lebih dari 20 persen mitra pengemudi Grab sebelumnya tidak bekerja, sementara di Indonesia lebih dari 30 persen agen tidak punya pemasukan sebelum bergabung di jaringan Kudo,” pungkas Anthony.

Menteri Keuangan Sri Mulyani yang turut hadir dalam acara tersebut mengapresiasi langkah Grab dalam aspek sosial-ekonomi masyarakat. Namun sang menteri mengaku berharap lebih kepada Grab agar dampak itu bisa lebih besar di daerah-daerah lain selain Jakarta.

“Kami berekspektasi akan ada cerita Rudi yang lain di luar Jakarta. Kisah itu dapat terjadi karena di Jakarta semuanya relatif sudah well established,” tutur Sri Mulyani.

Maka dari itu sebagai bagian dari pemerintah, Sri Mulyani berkata pihaknya berkomitmen mendukung ekonomi digital dengan membangun infrastruktur yang diperlukan seperti ketersambungan listrik, koneksi internet, hingga jalan penghubung antardesa.

Application Information Will Show Up Here

ABI Research: Transportasi Saja Tidak Cukup untuk Menopang Bisnis “Super App”

ABI Research sebuah lembaga riset yang bermarkas di London, Inggris, mengeluarkan sebuah hasil penelitian mengenai industri transportasi online. Dalam laporannya dikemukakan beberapa data, Asia Pasifik memiliki 70% dari total seluruh perjalanan transportasi online di dunia dengan Indonesia dan Vietnam menjadi dua negara yang dominan.

Riset juga mengemukakan data bahwa untuk bertahan sebagai sebuah bisnis, penyedia layanan transportasi online harus berinovasi dengan menambah layanannya.

Di kawasan ini Grab disebut sebagai pemilik pangsa pasar tertinggi dengan persebaran 11,4% secara keseluruhan; dengan rincian 64% di Indonesia dan 74% di Vietnam. Sementara Gojek, sebagai pesaing utama memiliki 35,3 persen pasar Indonesia dan 10,3 persen di pasar Vietnam.

ABI Research juga menyoroti perkembangan industri transportasi online yang mengalami penurunan dari jumlah perjalanan jika dibanding tahun kemarin. Hal ini mengindikasikan bahwa para pemainnya harus segera berbenah untuk tetap di jalur yang benar.

“Pertumbuhan transportasi online mengalami perlambatan. Setelah mencapai 22 miliar perjalanan pada tahun 2018, tahun ini diperkirakan akan ditutup dengan angka perjalanan sedikit di bawah 22 miliar,” terang Smart Mobility Principal Analyst ABI Research James Hodgson.

Penurunan jumlah perjalanan ini membuat penyedia layanan transportasi online harus mulai mengembangkan ke layanan lainnya, seperti pengiriman makanan, pengiriman barang, hingga layanan-layanan lainnya.

“Super app” sebagai bentuk evolusi selanjutnya

Menurutnya, posisi yang didapat Grab ini tidak terlepas dari strategi transformasi menjadi “super app” yang mereka lakukan saat ini. Menambah jumlah layanan dan menggabungkan banyak fitur ke dalam satu aplikasi membuat banyak pengguna betah.

Strategi menjadikan diri sebagai aplikasi dengan beragam layanan memang ditempuh Grab dan Gojek dalam beberapa tahun belakangan. Layanan pengantaran makanan sekarang bahkan menjadi andalan keduanya dalam melayani pengguna.

Belum lagi strategi kerja sama, akuisisi, dan juga integerasi yang mulai gencar dilakukan setahun belakangan. Membuat keduanya menjadi aplikasi yang cukup komplit.

Di regional Gojek memang masih berada di belakang Grab, terutama dari segi implementasi inovasi. Sejauh ini layanan seperti Go[ay dan GoCar bahkan belum ada di Vietnam, sehingga membuat semangat “super app” sedikit terhambat di regional.

AIA Indonesia Berpartisipasi dalam Pendanaan Seri F Gojek, Akan Berkolaborasi Hadirkan Produk Wellness

AIA Indonesia hari ini (18/9) mengumumkan keterlibatannya dalam putaran pendanaan seri F Gojek dengan nilai yang tidak disebutkan. Kedua perusahaan juga akan menjalin sinergi bisnis untuk mengintegrasikan platform dan produk yang dimiliki.

Sebagai bagian dari kerja sama, AIA Indonesia akan menjadi salah satu pilar dalam strategi layanan finansial Gojek. Salah satu realisasinya pada penyediaan solusi asuransi jiwa dan asuransi kesehatan bagi pengguna, mitra pengemudi, dan merchant Gojek.

Selain itu mereka juga akan bersama-sama merancang dan mengembangkan penawaran wellness dari Grup AIA serta ekosistem Gojek, untuk membantu masyarakat Indonesia hidup lebih sehat.

“Melalui putaran pendanaan seri F, berbagai perusahaan kelas dunia turut bergabung dengan Gojek. Bergabungnya AIA Indonesia semakin mengukuhkan langkah Gojek untuk menghadirkan lebih banyak lagi perubahan-perubahan positif,” sambut Co-Founder Gojek Kevin Aluwi.

Sementara itu Presiden Direktur AIA Indonesia Sainthan Satyamoorthy mengatakan, “Melalui kerja sama strategis ini, AIA Indonesia dan Gojek akan dapat menggabungkan berbagai produk dan layanan terdepan kami untuk mengembangkan cara inovatif yang lebih tepat sasaran untuk para konsumen kami di seluruh Indonesia.”

Dikenal sebagai perusahaan penyedia produk asuransi jiwa dan investasi, AIA Indonesia (PT AIA Financial) merupakan anak usaha dari AIA Group Limited.

Baru-baru ini Visa dan Siam Commercial Bank juga mengumumkan telah berpartisipasi dalam pendanaan putaran seri F yang menargetkan dana hingga $3 miliar tersebut. Sebelumnya putaran pendanaan telah dimulai dari keterlibatan JD, Tencent, Google, Astra International, dan Mitsubishi Corporation.

Dalam rilis yang kami terima turut disampaikan, bahwa saat ini aplikasi Gojek sudah digunakan lebih dari 155 juta pengguna di Asia Tenggara.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Kenalkan GoCar Instan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta

Gojek secara resmi memperkenalkan fitur GoCar Instan. Sebuah fitur yang memungkinkan pengguna yang ada di Bandara Internasional Soekarno-Hatta mendapatkan layanan GoCar dengan cepat.

Co-Founder Gojek Kevin Aluwi menyebutkan fitur GoCar Instan mampu mempersingkat waktu tunggu penjemputan di terminal kedatangan sehingga berdampak pada lancarnya arus keluar masuk kendaraan di bandara.

“Kami sangat berterima kasih kepada Angkasa Pura II atas sambutan hangat serta keterbukaan untuk mengadopsi teknologi yang memudahkan mobilitas pengguna bandara. Untuk itu, kami menghadirkan fitur baru, GoCar Instan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Fitur tersebut merupakan salah satu solusi Gojek untuk transportasi cepat dan mudah dari bandara,” jelas Kevin.

Mengenai GoCar Instan di Bandara Internasional Soekarno-Hatta Kevin menjelaskan, mereka tak hanya menyediakan fitur pemesanan on the spot tetapi juga dilengkapi oleh solusi pengelolaan antrian untuk membantu konsumen mendapatkan kendaraan dengan cepat tanpa menunggu kelancaraan arus kendararaan. Bagi mitra driver Gojek, fitur ini memudahkan mereka untuk bisa cepat bertemu dnegan pelanggan.

Seremoni Sambung Pita oleh Gojek, Angkasa Pura II dan Koperasi Ligat Utama Sejahtera (Maesa) disaksikan oleh perwakilan Kemenhub dan Kemenkominfo.

“Kami tawarkan solusi pengelolaan antrian yang membuat arus masuk dan keluarnya kendaraan jadi ringkas. Kami melihat bahwa penumpukan antrian kendaraan cukup sering terjadi di bandara, sementara zaman sekarang masyarakat ingin semuanya serba cepat. Untuk itu kami hadirkan fitur GoCar Instan agar pemesan layanan dan mitra driver cepat bertemu dan dapat langsung berangkat,” jelas Kevin.

Fitur GoCar Instan juga didukung dengan hadirnya titik jemput GoCar Instan di Terminal Kedatangan 2D, dan 2F. Dalam waktu dekat juga akan diperluas untuk area kedatangan 1A dan Terminal 3 Domestik serta Internasional di Bandara Soekarno-Hatta.

“Dukungan dari Angkasa Pura II menjadi tonggak sejarah pengembangan layanan pemesanan on the spot yang cepat dan mudah. Kami juga berharap masyarakat mencoba layanan baru kami di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan tidak ragu berbagi pengalaman bersama kami agar kami dapat ide-ide fresh untuk terus berinovasi,” terang Kevin.

Selain GoCar Instan, Gojek juga memperkenalkan GoRide Instan yang mulai tersedia di Stasiun Depok Baru dan Pasar Blora Dukuh Atas, lokasi ini berdekatan dengan Stasiun Sudirman maupun Stasiun MRT Dukuh Atas. Fitur GoRide Instan ini merupakan fitur yang serupa dengan GrabNow milik Grab.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Mulai Uji Coba Fitur Voucher Berlangganan untuk GoRide

Gojek mulai melakukan uji coba sistem voucher berlangganan untuk layanan GoRide. Fitur dan penawaran serupa sebelumnya juga ada di GoFood.

Layanan ini memungkinkan pengguna membeli paket layanan hemat. Bisa jadi ini akan menjadi fitur yang menggantikan model promo. Model layanan berlangganan seperti ini nantinya akan menjadi salah satu strategi yang bisa bisa membuat pengguna betah.

Untuk penawaran yang dijumpai dalam masa uji coba ini nominalnya cukup menggiurkan. Contohnya seperti tangkapan layar di bawah, dengan harga Rp9.000 kita bisa mendapat voucher GoRide seharaga Rp160.000.

screenshot_20190830-152821_gojek

Sejauh ini belum ada informasi apa pun dari pihak Gojek mengenai fitur voucher berlangganan GoRide. Saat tulisan ini ditulis, website resmi Gojek pun masih nihil informasi. Besar kemungkinan startup yang dibesarkan Nadiem Makarim dan Kevin Aluwi ini masih mencari skema dan penawaran yang sesuai.

Informasi yang ada saat ini, pengguna hanya bisa membeli voucher berlangganan GoRide satu kali. Masa penawaran pun terbatas dalam kurun waktu promosi.

Menghadirkan penawaran menarik tampaknya menjadi bagian dari “perlombaan” Grab dan Gojek dalam menarik pengguna baru dan menjaga mengguna setia mereka. Setelah memanjakan pengguna dengan sederet promo dan cashback perlombaan tampaknya akan dilanjutkan melalui ragam voucher dan fitur berlangganan.

Lebih dulu hadir, Grab juga mempunyai fitur serupa. Memungkinkan pengguna membeli voucher yang bisa digunakan untuk mendapatkan layanan. Sedikit berbeda, Grab menggunakan sistem berlangganan, tergantung jenis dan durasi paket yang dibeli. Bisa dua mingguan dan bulanan.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Dapat “Lampu Hijau” Beroperasi di Malaysia

Dalam waktu yang cukup singkat, Pemerintah Malaysia memberikan “lampu hijau” kepada pemain ride hailing, pasca pertemuan kabinet yang sudah diinformasikan sebelumnya oleh Menteri Pemuda dan Olahraga Syed Saddiq Syed awal pekan ini.

Lampu hijau ini tidak hanya berlaku buat Gojek saja, tapi juga buat Dego Ride pemain sejenis dari Malaysia.

Dalam keputusan kabinet dijelaskan pemerintah setuju untuk mengimplementasikan ride hailing moda motor di Malaysia. Akan tetapi, Kementerian Pemuda dan Olahraga dan Kementerian Transportasi diminta untuk diskusi bersama perihal aturan apa saja yang harus diterapkan.

Menteri Pengembangan Wirausaha Datuk Seri Mohd Redzuan Yusof menjelaskan aturan terpenting yang harus diperhatikan adalah dari sisi keamanan, misalnya tidak dibolehkan pakai motor ketika masuk jalur tol. Aturan lainnya, seperti mencegah terjadinya praktik monopoli.

Legalitas adalah unsur terpenting yang harus dipenuhi apabila ingin diimplementasikan di Malaysia. Dia merasa prosesnya tidak akan cukup sulit karena cukup menyesuaikan dengan aturan yang sudah ada.

Salah satu aturan yang telah berlaku adalah mengenai geofencing untuk memantau operasional pemain aplikasi ride hailing.

Dia memprediksi butuh “sebulan atau dua bulan” buat dua kementerian tersebut untuk merumuskannya, setelah itu meminta persetujuan kembali dari kabinet.

“Kami ingin memastikan apapun yang kita kembangkan untuk menghidupi ekonomi anak muda, tidak boleh bertentangan dengan aturan yang sudah ada,” terangnya seperti dikutip dari The Star Malaysia.

Dalam unggahan resmi (22/8) Menteri Pemuda dan Olahraga Syed Saddiq di akun media sosial, dia mengatakan pada Rabu kemarin (21/8) kabinet dengan suara bulat setuju untuk mengizinkan layanan berbasis aplikasi, mirip seperti mobil pribadi, untuk tersedia di Malaysia.

“Kami tulus ingin memastikan kelompok ‘mat motor’ memiliki puluhan ribu peluang kerja. Sekaligus, memastikan para paman dan bibi pemilik warung bisa menjual produknya lewat aplikasi, tak menutup juga pengusaha muda,” katanya.

Di samping itu, bisa menjadi opsi berkendara yang lebih murah, dan sebagai “last mile” untuk mendorong masyarakat menggunakan transportasi publik.

Pasca kabar ini tersebar, sontak terjadi penolakan dari para pemain lokal. Operator taksi terbesar di Malaysia, Big Blue Taxi sepakat untuk menolak kehadiran Gojek. Mereka justru meminta kesetaraan antara pemain ride hailing dengan pengemudi taksi.

Founder Big Blue Taxi Shamsubahrin Ismail menambahkan Gojek sebagai karier tidak akan menjamin masa depan yang menjanjikan, generasi muda Malaysia pantas mendapat lebih dari itu.

Dalam sepak terjang ekspansi Gojek, Singapura dan Malaysia adalah dua negara yang paling menentang ride hailing moda motor karena dianggap tidak aman. Makanya, kehadiran Gojek Singapura hanya menyediakan roda empat saja. Selain Indonesia, opsi moda motor Gojek tersedia di Vietnam dan Thailand.

Application Information Will Show Up Here

Gojek Kemungkinan Segera Mengaspal di Malaysia

Menteri Pemuda dan Olahraga Malaysia Syed Saddiq mengungkapkan rencananya untuk memboyong Gojek masuk ke negaranya dalam upaya mendukung mata pencaharian kelompok pengendara motor lokal.

Dalam unggahan video berdurasi satu menit di Twitter, dia mengatakan dalam mendukung kelompok ini, tidak cukup bagi pemerintah untuk mengatur program satu kali atau membangun lajur khusus motor saja.

“Mereka perlu dipertahankan, mereka membutuhkan pekerjaan, itu masalah yang lebih mendesak. Itulah sebabnya saya bertemu dengan pendiri Gojek Nadiem Makarim yang telah membantu menciptakan lapangan kerja bagi lebih dari dua juta pengendara motor di Indonesia dan ratusan ribu lainnya di Thailand, Singapura, dan Vietnam,” ujar Syed.

Senin kemarin (19/8), sambungnya, telah diadakan pertemuan antara perwakilan Gojek dengan Perdana Menteri Mahathir Mohammad dan Menteri Transportasi Anthony Loke. Menurutnya, presentasi yang diberikan Gojek telah diterima dengan baik dan akan dibicarakan lebih lanjut dalam pertemuan kabinet yang digelar esok hari (21/8).

Sehari sebelumnya, sebelum video ini diunggah, Syed membuka jajak pendapat di Twitter. Dia bertanya apakah anak muda Malaysia menyetujui kehadiran Gojek di Malaysia untuk menaikkan perekonomian dengan hadirnya lapangan kerja baru.

Dari 56.427 orang yang mengikuti, 88% responden menyatakan setuju dan 12% lainnya tidak setuju dengan kehadiran Gojek.

Kabar yang disampaikan ini cukup kontradiktif dengan pernyataan pemerintah Malaysia yang melarang pemain lokal sejenis Gojek yakni Dego Ride untuk mengaspal di sana. Pada September 2018, Anthony Loke mengatakan pemerintah tidak akan ragu untuk mengambil tindakan terhadap Dego Ride jika beroperasi secara ilegal.

Pemerintah tetap mempertahankan sikapnya terhadap layanan ride sharing roda dua karena alasan keamanan.

“Kami tidak akan pernah mengesahkan Dego Ride di Malaysia karena kami tidak setuju dengan semua jenis layanan ride sharing yang melibatkan motor. Di Malaysia ada terlalu banyak kecelakaan yang melibatkan motor sehingga kami tidak bisa mengambil risiko,” terangnya.

Pertanyaan ini ditanyakan oleh seorang netizen dalam unggahan Syed, dia pun membalasnya lewat cuitan, “Pemerintah Malaysia hanya tidak akan menyetujui operasi penyedia layanan ojek tunggal. Bukan hanya satu perusahaan. Harus ekosistem yang kondusif, terbuka untuk semua. Tidak boleh ada monopoli,” ujarnya.

Sebelumnya Nadiem memang sudah mengisyaratkan rencana untuk ekspansi ke Malaysia, Myanmar dan Kamboja, setelah resmi hadir di Vietnam, Thailand, dan Singapura. Rencana perusahaan untuk masuk ke Filipina terganjal karena masalah kepemilikan saham yang belum memenuhi ketentuan.

Application Information Will Show Up Here