SiCepat Logistics Secures 2.4 Trillion Rupiah Series B Funding

Last-mile logistics player, SiCepat secured a Series B funding worth $170 million or 2.44 trillion Rupiah. The number is claimed to be the largest for the Series B stage in Southeast Asia. Investors in this round including Falcon House Partners, Kejora Capital, DEG (German Development Finance Institute), Asia-based insurer, MDI Ventures, Indies Capital, Pavilion Capital (a subsidiary of Temasek Holdings), Tri Hill, and Daiwa Securities. .

In DailySocial observation, SiCepat Ekspres had proceeded transactions of IDR 3.5 trillion during 2020, an increase of 194% compared to 2019 with a total shipment of 180 million packages throughout Indonesia.

Pandemic drives business growth

Increased business growth during the pandemic is the main reason for investor confidence in SiCepat. Sicepat is considered to be one of the few players providing logistics services for a new age economy providing e-commerce and social commerce transactions.

The fresh funds will be used by the company to tighten its position as a leading end-to-end logistics service provider in Indonesia and explore potential expansion into other markets in Southeast Asia.

“We are even better equipped to support and empower millions of SMEs and local businesses not only to survive but to thrive during these difficult times,” SiCepat’s Founder and CEO, Kim Hai said.

The company also plans to invest in infrastructure. SiCepat currently provides Last-mile, Warehousing & Fulfillment, Commerce-Enabling Services, Online Distribution, and Middle-Mile Logistics.

“The Indonesian e-commerce market will reach $32 billion in 2020 with a projected 5-year CAGR of 21% at $82 billion industry by 2025. We believe that SiCepat is ideally positioned to serve customers of the e-commerce giant,” Kejora Capital’s Founding Partner, Sebastian Togelang said.

In the previous interview with DailySocial, SiCepat will also enter into a new business in the food delivery segment.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Platform Logistik SiCepat Rampungkan Pendanaan Seri B 2,4 Triliun Rupiah

Pemain logistik last mile, SiCepat merampungkan penggalangan dana Seri B dengan nilai total $170 juta atau 2,44 triliun Rupiah. Pendanaan ini diklaim merupakan jumlah paling besar untuk tahapan Seri B di Asia Tenggara. Investor yang turut berpartisipasi dalam pendanaan ini adalah Falcon House Partners, Kejora Capital, DEG (Lembaga Keuangan Pembangunan Jerman), Penjamin asuransi berbasis di Asia, MDI Ventures, Indies Capital, Pavilion Capital (anak perusahaan Temasek Holdings), Tri Hill, dan Daiwa Securities.

DailySocial mencatat, sepanjang 2020, SiCepat Ekspres telah membukukan transaksi sebesar Rp3,5 triliun atau naik 194% dibandingkan 2019 dengan total pengiriman sebanyak 180 juta paket ke seluruh Indonesia.

Pandemi dorong pertumbuhan bisnis

Meningkatnya pertumbuhan bisnis selama pandemi menjadi alasan utama kepercayaan investor bagi SiCepat. Sicepat dianggap sebagai salah satu dari sedikit pemain yang menyediakan layanan logistik untuk ekonomi zaman baru yang melayani transaksi e-commerce dan perdagangan sosial.

Dana segar ini akan digunakan perusahaan untuk memperkuat posisi mereka sebagai penyedia layanan logistik end-to-end terkemuka di Indonesia dan berpotensi untuk menjajaki ekspansi ke pasar lain di Asia Tenggara.

“Kami bahkan lebih siap untuk mendukung dan memberdayakan jutaan UKM dan bisnis lokal tidak hanya untuk bertahan, tetapi untuk berkembang selama masa-masa sulit ini. ” kata Founder dan CEO SiCepat Kim Hai.

Perusahaan juga memiliki rencana berinvestasi ke infrastruktur. Saat ini SiCepat telah menyediakan layanan Last-mile, Warehousing & Fulfillment, Commerce-Enabling Services, Distribusi Online dan Middle-Mile Logistics.

“Pasar e-commerce Indonesia mencapai $32 miliar pada tahun 2020 dengan proyeksi CAGR 5 tahun sebesar 21% menjadi industri senilai $82 miliar pada tahun 2025. Kami percaya bahwa SiCepat memiliki posisi yang ideal untuk melayani pelanggan dari raksasa e-commerce,” kata Founding Partner Kejora Capital Sebastian Togelang.

Dalam wawancara terdahulu dengan DailySocial, SiCepat juga akan masuk ke bisnis baru di segmen food delivery.

 

Kejora InterVest Lead the Investment on DIVA

InterVest Star SEA Growth Fund I, the fund managed by Kejora Ventures and InterVest, led the investment on DIVA (PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk) shares. They didn’t mention an exact number on the investment.

This is followed by some investors, including Korea Development Bank, Korea Venture Investment Corporation, NH Investment & Securities, Industrial Bank of Korea, and Barito Pacific Group.

It may take a significant portion of shares in exchange for a position in DIVA’s boards of directors in the next annual meeting.

“Supported by strong partners and investors, DIVA is to make comprehensive offerings to our partners, particularly Indonesia’s SMEs. From all digital platforms. payment enabler, and our current banking services, we aim to reach financial industry, logistics, and artificial intelligence, IoT, fulfillment, and supply chain,” DIVA’s Director, Dian Kurniadi said.

“We are so glad to have this opportunity. We believe this collaboration can accelerate DIVA’s growth significantly through synergy with our ecosystem and connection worldwide,” Kejora Ventures Founding Partner, Sebastian Togelang said.

Previously, DIVA has officially acquired 30% shares of the point of sales developer, Pawoon. Both companies are planning platform integration to provide all-in-one services for SMEs.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Kejora InterVest Pimpin Investasi ke DIVA

InterVest Star SEA Growth Fund I, dana kelolaan Kejora Ventures dan InterVest, memimpin investasi dalam pembelian beberapa porsi saham DIVA (PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk). Tidak disebutkan secara pasti nominal transaksi yang digelontorkan.

Investasi ini turut didukung beberapa investor lain meliputi Korea Development Bank, Korea Venture Investment Corporation, NH Investment & Securities, Industrial Bank of Korea, dan Barito Pacific Group.

Kemungkinan persentase pengambilalihan saham cukup signifikan, pasalnya pemberi dana akan ditunjuk menjadi dewan DIVA pada rapat umum luar biasa yang akan digelar.

“Dengan mitra sekaligus pendukung yang kuat, DIVA dapat menciptakan penawaran komprehensif kepada mitra kami, terutama UKM di Indonesia. Mulai dari berbagai produk digital, payment enabler, dan layanan perbankan kami saat ini, kami berharap dapat berkembang ke ranah keuangan, logistik, kecerdasan buatan, IoT, fulfilment, dan supply chain,” sambut Direktur DIVA Dian Kurniadi.

“Kami sangat gembira dengan adanya kesempatan ini. Kami percaya melalui kolaborasi ini, kami dapat mendorong pertumbuhan DIVA secara signifikan melalui sinergi dengan ekosistem dan jaringan kami di seluruh dunia,” ujar Founding Partner Kejora Ventures Sebastian Togelang.

Kabar sebelumnya, DIVA telah resmi mengakuisisi 30% saham milik pengembang layanan point of sales Pawoon. Kedua perusahaan rencanakan integrasi platform untuk hadirkan layanan menyeluruh bagi kalangan UKM.

Peranan Tim SDM Tingkatkan Kemampuan dan Loyalitas Pegawai

Rendahnya kemampuan dan kualitas pendidikan tenaga kerja di Indonesia menjadi salah satu tantangan saat ini, ketika perusahaan teknologi dan startup semakin membutuhkan talenta baru untuk mengisi posisi penting di perusahaan.

Menurut Co-Founder Qareer Group Asia yang juga merupakan Founding Partner Kejora Ventures Sebastian Togelang di sesi #SelasaStartup, peranan HR (SDM) atau personalia bisa membantu meningkatkan kualitas tenaga kerja, dengan memberikan pelatihan hingga edukasi yang tepat.

“Perusahaan konvensional juga harus sudah mulai mengadopsi teknologi dan menerapkannya bukan hanya kepada bisnis tapi juga pegawai. Teknologi pun tidak harus yang canggih, pastikan mudah untuk digunakan.”

Untuk bisa menarik talenta yang tepat, perusahaan harus bisa melakukan branding agar bisa menarik perhatian tenaga kerja yang saat ini mulai didominasi oleh kalangan milenial. Dengan demikian bukan hanya perusahaan popular saja yang dicari talenta baru, namun perusahaan konvensional dan perusahaan baru, jika dipromosikan secara tepat.

Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah working population tertinggi secara global. Makin banyak working age yang bermunculan dan membutuhkan pelatihan yang tepat dari perusahaan.

“Dibandingkan dengan negara tetangga, masih banyak tenaga kerja Indonesia yang memiliki kualitas dan kemampuan kurang. Itulah tantangan yang ada saat ini,” kata Sebastian.

Meningkatkan kemampuan

Agar bisa bersaing dengan tenaga kerja lainnya, penting bagi masing-masing individu untuk meningkatkan kemampuan dan pengalaman bekerja. Semua bisa didapatkan dengan cara sendiri, hingga memanfaatkan pengalaman bekerja sejak awal di perusahaan saat ini. Gali terus kemampuan dan perluas wawasan, dengan demikian peningkatan skill di karir akan semakin meningkat dan secara langsung mempengaruhi gaji yang akan didapat.

“Orang Indonesia saat ini memang masih salary oriented. Namun demikian semua itu akan dapat diraih, jika kemampuan dan edukasi yang dimiliki semakin bertambah,” kata Sebastian.

Kultur perusahaan

Salah satu cara yang juga bisa diterapkan perusahaan adalah menerapkan kultur perusahaan yang ideal. Semua tentu bisa disesuaikan dengan kondisi di perusahaan masing-masing. Melihat tren yang ada, ketika fleksibilitas, keterbukaan dan transparansi makin banyak dicari oleh kalangan milenial, ada baiknya bagi perusahan untuk mulai mengadopsi cara-cara baru tersebut.

“Dia ntaranya adalah dengan menerapkan kerja remote yang saat ini makin banyak dicari oleh kalangan milenial saat mencari pekerjaan. Kemudahan dan kenyamanan yang ditawarkan oleh coworking space hingga coffee shop menjadikan suasana kerja lebih menyenangkan dan dinamis,” kata Sebastian.

Bukan hanya teknologi yang harus diadopsi, perusahaan juga harus mulai menerapkan peraturan yang lebih fleksibel yang bertujuan untuk menjaga work balance pegawai perusahaan.

Loyalitas pegawai

Ketika makin banyak startup yang bermunculan menawarkan posisi dengan gaji yang beragam, banyak pegawai yang tergoda dan memutuskan untuk meninggalkan posisi bekerja di perusahaan saat ini. Untuk bisa terhindar dari pegawai yang kurang loyal, penting bagi perusahaan untuk bisa menerapkan suasana bekerja yang menyenangkan. Pastikan semua pekerjaan, visi perusahaan, hingga target yang ingin dicapai disampaikan sejak awal kepada pegawai.

Dengan demikian pegawai tersebut bisa melihat, masa depan dan arah yang akan diambil perusahaan. Sesuaikan ekspektasi dan fakta yang bakal didapatkan pegawai, jika bekerja di perusahaan tersebut.

“Dari sini biasanya akan terlihat pegawai yang bakal loyal, dilihat dari passion mereka dan motivasi memilih untuk bekerja di perusahaan,” kata Sebastian.

Cara lain yang bisa dilakukan perusahaan agar pegawai bisa loyal adalah memberikan pelatihan, training, hingga mendukung pertumbuhan karier pegawai selama bekerja di perusahaan. Pada akhirnya, perusahaan yang dinilai berhasil adalah jika memiliki lingkungan kerja yang positif, standarisasi gaji yang sesuai, dan pegawai yang loyal.

Persoalan Ekosistem dan Masa Depan Startup di Indonesia

Sebagai salah satu negara di Asia Tenggara yang mengalami pertumbuhan paling cepat dari sisi teknologi, penetrasi smartphone dan lainnya, Indonesia juga dikenal memiliki potensi untuk investasi startup dan teknologi. Namun demikian dengan berbagai masalah yang ada, seperti kemacetan, regulasi yang kadang “tidak jelas” hingga kurangnya infrastruktur dan ekosistem starup saat ini, bagaimana masa depan Indonesia selanjutnya?

Dalam kesempatan Global Mobile Internet Conference (GMIC) Jakarta 2017, dihadirkan pelaku startup lokal hingga asing yang sudah cukup lama berkecimpung di lanskap tersebut, seperti CMO GDP Venture Danny Oei Wirianto, Co-CEO, Lazada Indonesia Florian Holm dan President Go-Jek Andre Soelistyo. Dipandu oleh Founding Partner Kejora Ventures Sebastian Togelang sebagai moderator, mengupas beberapa hal menarik terkait dengan masa depan startup di Indonesia.

Makin maraknya kehadiran investor asing

Sejak kemunculan nama besar di dunia startup yang telah sukses di Indonesia seperti GO-JEK, Tokopedia dan Traveloka, secara otomatis menarik perhatian investor dari berbagai negara. Dengan pendanaan yang bisa mencapai jumlah yang fantastis, para investor tersebut menunjukkan ketertarikan mereka untuk berinvestasi di Indonesia. Di satu sisi dinamika ini dipandang oleh CMO GDP Venture Danny Oei Wirianto merupakan hal yang positif. Dengan demikian investor asing dan lokal bisa saling belajar.

“Terkadang investor asing yang belum mengetahui kondisi startup di Indonesia banyak belajar dari investor lokal, begitu juga dengan investor lokal ada baiknya untuk melihat lebih jauh kemampuan dari investor asing.”

Menurut President GO-JEK Andre Soelistyo, meskipun saat ini sudah banyak investor asing yang masuk ke Indonesia, namun sebagian besar dari mereka menanamkan modal hanya kepada angel investor. Untuk itu calon pelaku startup harus bisa memahami dengan jelas kesepakatan yang dituntut oleh investor asing tersebut.

Hal senada juga diungkapkan oleh Co-CEO Lazada Indonesia Florian Holm, masuknya berbagai modal asing ke Indonesia, idealnya wajib dicermati dengan baik oleh startup sebelum menyetujui perjanjian tersebut.

Ekosistem startup Indonesia

Bicara mengenai ekosistem startup yang melibatkan peranan investor, stakeholder hingga pelaku startup sendiri, menurut Danny saat ini masih belum maksimal. Salah satu kendala masih belum banyaknya pendanaan yang langsung masuk ke Indonesia dan masih disimpan di Singapura, karena kondisi kemacetan di ibukota, yang menyebabkan sebagian besar investor asing enggan untuk hijrah ke Indonesia.

“Kondisi jalan dan kemacetan di Jakarta merupakan salah satu kendala mengapa saat ini masih belum banyak investor asing yang langsung memberikan pendanaan ke Indonesia.”

Sementara itu menurut Florian, persoalan talenta yang masih minim kualitas dan jumlahnya, hingga mahalnya untuk mempekerjakan tenaga engineer asing, merupakan salah satu hal yang menghambat perkembangan dunia startup di Indonesia.

Berbeda dengan Danny dan Florian, menurut Andre berbagai kendala tersebut seharusnya bukan menjadi hambatan untuk menciptakan ekosistem startup yang baik di Indonesia. Saat ini meskipun perlahan tapi pasti, Indonesia didukung oleh pemerintah, tengah mengejar ketinggalan tersebut, dan pada akhirnya bakal mampu tampil lebih unggul.

“Saya melihat 2-3 tahun ke depan bisnis vertikal bakal tumbuh dengan baik dan tidak kalah dengan negara lainnya. Berikan sedikit waktu, jika nantinya semua sudah establish pasti akan menjadi indah pada waktunya.”

Andre melanjutkan, dengan berbagai permasalahan yang ada, GO-JEK bisa hadir menjadi transportasi alternatif di awal, dan saat ini berkembang menjadi layanan pembayaran digital yang memiliki potensi sangat luas untuk dikembangkan.

––

Disclosure: DailySocial adalah media partner Global Mobile Internet Conference Jakarta 2017.

Gandeng Kejora Ventures, H-Cube Resmikan Komunitas Healthtech di Indonesia

Dalam beberapa kesempatan, para investor dan pelaku startup kerap menyebutkan bahwa healthtech, industri teknologi kesehatan, bakal menjadi salah satu sektor menjanjikan yang bisa dikembangkan startup. Masih minimnya kemudahan dan fleksibilitas dari layanan kesehatan konvensional di tanah air, memberikan celah kepada pengembang hingga pelaku startup untuk menghasilkan layanan berbasis digital di bidang kesehatan.

Untuk mendukung lebih banyak pelaku startup dan ekosistem berkembang lebih cepat, H-Cube coworking space yang secara khusus menargetkan startup di kategori kesehatan, gaya hidup dan life science, bersama dengan Kejora Ventures telah menyetujui Nota Kesepahaman (MoU) untuk kemajuan healthtech di Indonesia.

Fokus utama dari kerja sama ini adalah membentuk komunitas Healthtech 1.0. Acara peresmian tersebut turut dihadiri Dr Ivan Rizal Sini, SpOG (Komisaris BMHS), Sebastian Togelang (Founding Partner Kejora Ventures), Dr Bimantoro (Founder Prosehat), Christina (Founder Medis Online Indonesia), dan Alva Erwin (Big Data Expert).

Kepada DailySocial, Community Manager H-Cube Herman Sutiono mengungkapkan komunitas ini bisa menjadi wadah yang tepat untuk pelaku startup yang serius untuk menciptakan inovasi di bidang kesehatan sekaligus menjadikan healthtech sebagai sektor startup yang memiliki potensi cerah di masa mendatang.

Healthtech  community adalah komunitas yang di harapkan di penuhi oleh seluruh penggiat startup kesehatan, baik yang sudah mendapatkan pendanaan atau masih melakukan bisnis secara boostrapping untuk saat ini.”

Menggandeng Kejora Ventures

Masuknya Kejora Ventures mendukung komunitas healthtech diharapkan bisa menambah dukungan serta perluasan informasi untuk merangkul lebih banyak talenta muda yang memiliki ketrampilan dan produk yang relevan dengan dunia kesehatan.

“Saya harap ini adalah permulaan dari bangkitnya healthtech di Indonesia. Kita menggabungkan ide-ide, pikiran serta tenaga,” tambah Sebastian.

Sebagai langkah awal, komunitas healthtech bakal menggelar berbagai kegiatan yang terintegrasi. Hal ini untuk mempermudah para pelaku startup mendapatkan informasi, bertemu dengan pihak terkait yang relevan, dan membuka lebih banyak kesempatan talenta muda melakukan eksplorasi terhadap layanan kesehatan di Indonesia.

Potensi Cerah Produk SaaS dan Makin Maraknya Kehadiran Investor Tiongkok di Indonesia

Memasuki hari kedua kegiatan Global Ventures Summit 2017, rangkaian acara lebih banyak diisi dengan penjabaran serta diskusi dari investor asing dan lokal. Venture capital lokal yang dihadirkan adalah Kejora Ventures dan Convergence Ventures. Ada pula VC asing seperti Wavemaker Partners yang memiliki beberapa portofolio di Asia Tenggara. Terdapat tiga hal yang menjadi sorotan dan disepakati oleh masing-masing investor tersebut, yaitu networking, SaaS dan pelokalan sebagai kunci kesuksesan membangun startup di Indonesia.

Kejora dan rencana ekpansi ke mancanegara

Sebagai salah satu venture capital dari Indonesia yang termasuk aktif membina startup lokal, Kejora Ventures memiliki rencana yang cukup agresif sepanjang tahun 2017. Salah satu rencana yang akan diwujudkan Kejora adalah menambah lebih banyak lagi kantor perwakilan Kejora di berbagai negara dan menambah jumlah partner dari Eropa, Korea Selatan, dan Thailand.

“Kami memang sedang menempatkan beberapa kantor oprasional di negara tujuan yang kami anggap memiliki potensi dan layak untuk ditempatkan kantor perwakilan, seperti yang baru kami lakukan di Bangkok baru-baru ini,” kata Managing Director Kejora Ventures Andy Zain.

Dalam proses pemilihan startup yang tepat di Indonesia, Andy dan tim melihat ke industri yang hingga kini masih belum disentuh oleh pemain lainnya. Contoh keberhasilan yang telah diterapkan Kejora adalah dengan menjadi salah satu venture capital yang serius mengembangkan layanan financial technology (fintech).

“Kami dari Kejora melihat nampaknya sudah cukup sulit untuk memasuki industri e-commerce di Indonesia. Dengan alasan itulah kami akhirnya memilih layanan fintech, HR dan logisitik yang menjadikan Kejora salah satu pionir di industri tersebut,” kata Founding Partner Kejora Group (Mountain Kejora Ventures) Sebastian Togelang.

Kekuatan networking untuk mendukung pertumbuhan startup

David Siemer dari Wavemaker Partners

Dalam beberapa diskusi yang digelar dalam cara GVS 2017 hari kedua, pentingnya networking saat membangun startup banyak disampaikan oleh para investor. Menurut Andy, sebaik apa pun ide yang dimiliki atau seberapa besar pendanaan yang didapatkan, tidak akan memberikan impact yang cukup baik jika tidak dibarengi dengan kemampuan untuk networking yang baik.

Kekuatan networking juga disinggung David Siemer dari Wavemaker Partners. Wavemaker adalah venture capital asal Amerika Serikat yang telah mendalami dunia startup di Asia Tenggara selama 10 tahun terakhir. Menurut Andrew, penggiat startup wajib mencermati seperti apa jaringan atau networking yang dimiliki oleh venture capital tersebut sebelum mendapatkan pendanaan. Jaringan tersebut seyogyanya akan memberikan keuntungan lebih kepada startup.

“Selain jaringan, hal lain yang harus diperhatikan oleh startup ketika memilih VC adalah siapa saja capital partner mereka, personality dari VC tersebut dan tentunya LP (limited partner).”

Potensi menjanjikan SaaS

Terkait dengan sektor yang paling menjanjikan untuk diinvestasikan di Indonesia, Adrian Li dari Convergence Ventures menyebutkan layanan atau produk Software as a Service (SaaS) tidak disangka memiliki potensi yang cukup cerah di Indonesia. Adrian juga menambahkan selain SaaS, sektor yang menarik untuk dikembangkan adalah mobile internet, O2O dan fintech.

“Awalnya saya tidak yakin dengan produk SaaS atau bisnis software di Indonesia, namun saat ini sudah banyak produk SaaS dan software tumbuh dengan baik di Indonesia,” kata Adrian.

Sementara itu menurut Andrew dari Wavemaker, produk SaaS di Asia Tenggara, nilai valuasinya masih sangat rendah. Namun hal tersebut tidak menjadikan sektor SaaS kurang diminati.

Kehadiran perusahaan dan VC Tiongkok di Indonesia

Adrian Li dari Convergence, Jefferson Chen dari GSR Ventures, Ian Goh dari 01VC

Salah satu topik menarik yang juga dibahas dalam acara GVS 2017 adalah kehadiran investor dan perusahaan raksasa asal Tiongkok seperti Alibaba ke Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang banyak dan kebiasaan konsumen yang tidak jauh berbeda dengan Tiongkok, Indonesia menjadi pasar yang menarik untuk dijajaki  investor Tiongkok.

Namun demikian, pelokalan masih menjadi faktor penentu keberhasilan perusahaan asing yang berencana masuk ke Indonesia. Hal ini ditegaskan Jefferson Chen dari GSR Ventures.

“Untuk menjalankan bisnis di Indonesia harus mengerti kultur dan pasar di Indonesia. Hal ini berlaku untuk semua bisnis dari luar negeri untuk selalu menempatkan tim lokal terlebih dahulu di Indonesia.”

Akuisisi yang dilakukan oleh Alibaba kepada Lazada, kolaborasi antara Emtek dengan Alipay juga membuktikan bahwa secara perlahan makin banyak investor asal Tiongkok yang mulai melirik pasar di Indonesia. Menurut Ian Goh, Founding Partner 01vc, diperkirakan akan lebih banyak lagi investor asal Tiongkok yang berinvestasi di Indonesia.

“Saya melihat akan makin banyak Chinese capital masuk ke bisnis di Indonesia. Untuk itu masalah seperti kurangnya talenta yang berkualitas hingga minimnya kemampuan dan pengalaman dari pendiri startup harus diminimalisir,” kata Goh.


DailySocial adalah media partner Global Venture Summit 2017

Kejora Ventures Buka Kantor Baru di Thailand

Kejora Ventures, salah satu perusahaan venture capital di Asia Tenggara, hari ini mengumumkan pembukaan kantor mereka di Thailand m,elengkapi tiga negara sebelumnya, yakni Indonesia, Filipina, dan Singapura. Pembukaan kantor di Thailand ini menegaskan bahwa Thailand merupakan salah satu negara yang dipandang Kejora Ventures sebagai negara yang potensial untuk industri digital.

Disampaikan dalam rilis resminya, Kejora Ventures menjelaskan bahwa pembukaan kantor di Thailand ini merupakan upaya untuk mencapai misi perusahaan yakni membantu pengusaha dengan memperluas akses mereka ke mitra strategis dan jaringan investor Asia Tenggara. Thailand juga dipandang sebagai negara dengan kekuatan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara setelah Indonesia dan memilik potensi yang senada untuk industri digitalnya.

Untuk ekosistem startup sendiri, disebutkan pemerintah Thailand memberikan dukungannya. Salah satu buktinya dengan pengumuman rencana penyediaan dana ventura sebesar 20 milyar Baht di tahun 2016 silam, yang setengahnya akan diinvestasikan untuk startup.

“Kami melihat besarnya peluang di industri startup teknologi Thailand dan kami ingin berada di barisan depan dalam upaya mendukung inovasi korporasi di negeri ini. Thailand adalah bagian dari kelanjutan visi kami dalam mewujudkan komunitas teknologi yang akan terus bekerja sama dalam berbagi pengetahuan,” tutur Founding Partner Kejora Ventures Sebastian Togelang.

Ia juga menuturkan bahwa di tahun 2017 ini akan banyak konsolidasi industri. Momen yang tepat bagi korporasi dan pelaku Industrindo ASEAN bergabung dan bahu membahu untuk melahirkan pemimpin regional di sektor teknologi.

“Dengan jaringan bisnis yang kuat dan peluang ekonomi yang tinggi, kami ingin mewujudkan hal ini,” ucap Sebastian.

Seremonial pembukaan kantor Kejora Ventures di Bangkok dihadiri berbagai investor regional dan diresmikan langsung oleh Chatchaval Jiaravanon, mewakili Dewan Penasehat Kejora Ventures dan anggota Dewan Direksi di True Corporation, bersama Sebastian.

Tahun ini akan menjadi tahun yang sibuk untuk Kejora Ventures. Sebelumnya, Kejora Ventures mengumumkan penutupan pertama dari modal ventura Kejora Star Capital II Fund yang telah berhasil menggalang lebih dari sepertiga dari target USD 80 juta berkat dukungan kuat investor ternama seperti Barito Pacific Group, Charoen Pokphan Thailand, dan Hubert Burda Media. Dana Kejora Star Capital II Fund telah diinvestasikan di 6 startup, yaitu C88Fintech Group, Qareer Group Asia, Etobee, Investree, Pawoon, dan MoneyTable.

Kejora Ventures Dorong Kolaborasi Bisnis Antar Startup dalam Grup

Banyaknya perusahaan startup yang bermunculan di Tanah Air, di satu sisi memang memicu persaingan apalagi dengan perusahaan yang memiliki ranah bisnis yang serupa. Namun di sisi lain, perlu ada proses sinergi sebagai bentuk dukungan satu sama lain. Hal inilah yang ingin didorong oleh Kejora Ventures untuk seluruh startup inkubatornya.

Sejak 2,5 tahun Kejora berdiri, sudah ada 28 startup yang pernah didanai. Beberapa di antaranya adalah CekAja, Qerja, Y Digital Asia, Etobee, Investree, Jualo, Wavoo, dan ProSehat. Hampir semua startup disatukan dalam space coworking seluas 4.000 m2 bernama Kejora Headquarters.

Sebastian Togelang, Founding Partner Kejora Ventures, menjelaskan dengan menyatukan seluruh startup yang pernah mereka danai menunjukkan keinginan agar antar perusahaan saling membantu satu sama lain untuk mendukung pertumbuhannya bisnisnya.

[Baca juga: Kejora Ventures Siap Berinvestasi di Startup Baru Akhir Tahun Ini]

Tak hanya itu, dengan penyatuan ruangan kerja pada akhirnya akan tercipta ide baru dan kolaborasi yang bakal tercipta. Pasalnya, antar startup memiliki hubungan komplementer satu sama lain.

Tidak hanya itu, sambungnya, pihaknya juga menyediakan berbagai kegiatan sharing session dengan para pembicara dan ahli dari bidang startup, konferensi developer seperti kerja sama dengan Facebook, hingga mengadakan Founder Institute Acceleration untuk meningkatkan kapabilitas pemimpin startup.

“Tujuan kami menyatukan startup yang pernah didanai agar mereka saling belajar satu sama lain. Dari situ akan banyak tercipta ide, masukan, bahkan kerja sama lain yang bisa membantu akselerasi pertumbuhannya. Tak hanya itu, kami ingin membentuk suatu ekosistem yang positif dalam pengembangan industri startup di Tanah Air lewat berbagai kegiatan yang kami adakan,” ujarnya, Kamis (20/10).

Suasana ruangan kerja dalam salah satu lantai di Kejora Headquarters / Kejora
Suasana ruangan kerja dalam salah satu lantai di Kejora Headquarters / Kejora

Salah satu kolaborasi bisnis yang akan segera hadir sebelum akhir tahun ini adalah kerja sama antara Investree dengan CekAja dan Etobee. Adrian Gunadi, Co-Founder dan Chairman Investree, menjelaskan dengan CekAja pihaknya akan memanfaatkan platform untuk distribusi produk Investree.

“Investree juga pernah melakukan kerja sama dengan Qerja dalam hal referral memperkenalkan produk kami ke klien mereka. Untuk Etobee dan CekAja diharapkan sebelum akhir tahun ini sudah bisa dilaksanakan,” terangnya.

Irijanto, Head of Content and Media Relations CekAja, menjelaskan dalam situs CekAja terdapat kolom afiliasi, di situ rekanan CekAja dapat dibantu penjualan dan promosi produk-produknya. Bentuknya, melalui penempatan banner, rekomendasi, produk finansial terbaik, kalkulator finansial, dan lainnya.

Iman Kusnadi, Co-Founder dan COO Etobee, menambahkan tak hanya mengandalkan kerja sama dengan antar startup dalam inkubator Kejora, pihaknya ingin terus menambah eksistensi di luar inkubator agar branding bisa lebih kuat. “Kami ingin branding Etobee bisa lebih terdengar di luar grup Kejora, klien kami adalah perusahaan e-commerce. Hal ini jadi langkah kami dalam mengejar volume bisnis.”

Kejora juga aktif melakukan kerja sama dengan berbagai institusi yang bergerak di bidang teknologi digital, mulai dari operator telekomunikasi, cloud server, dan lainnya guna mendukung akselerasi bisnis.

Veronika Linardi, Co-Founder Qerja, menjelaskan pasca pihaknya bergabung sebagai inkubator startup dari Kejora banyak arahan ilmu yang bisa didapat, serta jaringan relasinya pun semakin luas. “Kejora tidak hanya memberikan dana, tetapi juga memberi kami guidance saat mencari pendanaan, biasanya diberi arahan siapa investor potensial. Untuk menjadi besar di bidang teknologi itu butuh kolaborasi, tidak bisa besar sendirian.”