“New Consumption” Jadi Hipotesis Baru Investasi East Ventures Tahun Ini

East Ventures, yang spesialis mendanai startup tahap awal, mengungkapkan segmen new consumption menjadi hipotesis terbaru yang bakal mewarnai tren investasi pada tahun ini. Di samping itu, startup yang bergerak di bidang gaya hidup, wellness, kesehatan, O2O integration, dan new retail menjadi perhatian perusahaan modal ventura yang berpusat di Singapura tersebut.

“Tiap tahun kita selalu datang dengan hipotesis yang berbeda, cukup tematik. Ada naratif tertentu di belakangnya. Apakah lifestyle atau entertainment sebenarnya [kita] enggak begitu particular vertical. Intinya sekarang GDP Indonesia sudah mulai naik, artinya ada kebutuhan tidak dasar lagi yang mulai dicari orang. Di semua negara berkembang pasti begitu [arahnya],” katanya Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Segmen ini, menurutnya, tidak akan bisa terjadi apabila mundur ke 10 tahun belakangan. Pada saat itu, ekosistem digital di Indonesia belum terbangun secara menyeluruh dan terintegrasi, baik dari sistem pembayaran, logistik, dan layanan e-commerce. Sekarang kondisinya sudah berbeda jauh dan membuatnya jadi lebih efisien.

Willson mencontohkan, Fitmee, salah satu lini usaha dari The Fit Company yang baru mendapat pendanaan dari East Ventures, adalah bentuk new consumption. Fitmee adalah brand baru tapi model bisnisnya tidak kuno karena tetap menjual mie instan, namun menggunakan bahan-bahan yang sehat.

Kasus yang sama juga terjadi untuk Fore Coffee, konsepnya tetap berjualan kopi tapi bisa dipesan secara online dan diantar oleh kurir instan. Sebagai catatan, Fore Coffee adalah proyek percobaan baru East Ventures, setelah Co-Hive dan Warung Pintar.

“Kita ada hipotesis kenapa orang harus ke Starbucks? [saat mau ngopi], kenapa harus nongkrong di sana? Gimana kalau kopi bisa diantar ke tempat mereka? Mungkin enggak? [kalau sekarang] ya mungkin, tapi mungkin enggak kalau ini terjadi di 10 tahun lalu? Ya enggak mungkin.”

Willson mengaku tahun ini East Ventures akan terus berinvestasi ke startup. Bahkan disebutkan dalam seminggu melakukan close deal dengan dua sampai tiga startup. Terkait dana investasinya, dia mengklaim East Ventures masih memiliki persediaan dari penggalangan sebelumnya.

East Ventures terakhir kali mengumpulkan fund sebesar US$30 juta pada akhir 2017. Dana tersebut difokuskan untuk berinvestasi di Indonesia, dengan nominal dari pendanaan tahap awal dan seri A. Secara rutin, perusahaan melakukan penggalangan dana dari para investornya tiap dua tahun sekali karena sangat aktif berinvestasi.

Membaca tren lewat hipotesis

Pada kesempatan terpisah, saat Willson menjadi pembicara dalam Indonesia PE-VC Summit 2019 pekan lalu, dia menyebut berbagai hipotesis sudah dibuat East Ventures sejak awal kehadirannya. Pada tahun pertama, East Ventures aktif berinvestasi ke platform e-commerce karena Indonesia belum memiliki ekosistemnya.

“Jika Anda sadari, dari perjalanan komputer mulai dari konsumer lalu sampai ke tahap enterprise. Sama seperti Indonesia, di mana kami mulai dari e-commerce. Di 2013, kami datang kembali dengan hipotesis baru yakni SME, kami pun banyak berinvestasi di sana.”

Berikutnya, hipotesis baru berdatangan yakni SaaS lalu O2O. Segmen baru ini dengan cepat dimasuki East Ventures sehingga terkesan ada di posisi terdepan dibandingkan VC lainnya. Willson menggambarkan sebagai VC yang fokus di pendanaan awal harus selalu ada di depan gelombang, timing memainkan peran yang begitu penting.

“Jika Anda berada di belakang gelombang, maka Anda hanya dapat melihat gelombang. Penting bagi orang-orang tahap awal untuk menangkap pergerakan sebelum menjadi tren.”

Saat ini East Ventures memiliki sekitar 140 portofolio, 20 startup di antaranya telah tutup. Willson menyebut rasio ini dianggap lebih baik daripada teori yang umum dipaparkan industri. Umumnya rasio dari 10 startup yang dapat bertahan itu hanya satu.

Di sisi East Ventures, rasionya dari 10 startup yang diinvestasikan hanya dua yang mati, delapan di antaranya masih tetap hidup. Ada juga yang sudah exit karena diakuisisi perusahaan lain, contohnya Cermati, Disdus, Kudo, dan Loket.

Diklaim 70% startup Indonesia yang meraih pendanaan Seri A mendapat pendanaan tahap awal dari East Ventures.

Tidak kontrol portofolio startup

Meski banyak porfolio yang dikelola East Ventures, Willson mengaku pihaknya tidak melakukan kontrol terhadap perusahaan tersebut. Mereka juga tidak memberikan mentoring seperti yang ditawarkan VC lain. Dia percaya apabila founder itu adalah seorang wirausahawan sejati, maka harus tahu dasar-dasar administrasi bisnis.

Apabila founder tersebut baru pertama kali merintis startup, maka mereka harus memiliki cepat dan terampil dalam berbagai hal. Hal ini selaras hipotesis lainnya yang dibuat East Ventures, bahwa founder harus bisa membedakan antara visi, strategi, dan taktis.

Founder harus bisa menyelaraskan visi dan bagaimana memberi solusi atas masalah besar. Berbicara tentang strategi, pihaknya hanya memberi nasihat, tapi tidak memberi saran sampai di tahap taktis.

“Jadi kami setuju bahwa Anda harus pergi [ambil keputusan] ke sana tapi apakah Anda belok kiri atau kanan itu terserah Anda. Kami akan mengajari Anda apa yang harus dihindari, bukan apa yang harus dilakukan.”

“Karena jika kami mengajari Anda apa yang harus dilakukan, Anda akan terbatas pada batas-batas yang saya ajari. Jika kami mengajarkan 10, Anda akan sampai di 9 atau 9,5 saja. Tapi jika kita mengajarinya untuk tidak melakukan kesalahan, maka Anda bisa terbang ke langit,” pungkasnya.

East Ventures Beri Pendanaan Tahap Awal untuk Startup Kesehatan “The Fit Company”

East Ventures mengumumkan pendanaan teranyar untuk startup kesehatan dan gaya hidup The Fit Company dengan nilai yang tidak disebutkan. Tidak ada investor lain yang berpartisipasi di putaran ini. Pendanaan akan digunakan untuk ekspansi bisnis dan meluncurkan situs, serta aplikasi dalam rangka pergeseran dari offline ke online.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menuturkan, The Fit Company diisi orang-orang yang memiliki minat yang tinggi terhadap apa yang mereka kerjakan. Terlebih lagi, kategori wellness tergolong sangat baru di Indonesia dan ada peluang besar karena sekarang terjadi pergeseran gaya hidup di kalangan middle dan affluent.

“Kalangan ini kebutuhan dasarnya bukan lagi sandang dan pangan saja, tapi sudah ke wellness sehingga lebih sadar untuk menjalankan hidup sehat dan sebagainya. Kami percaya tim The Fit Company memiliki visi yang tepat dan kemampuan eksekusi yang kuat untuk membuka potensi wellness economy di Indonesia,” katanya, Selasa (29/1).

CEO The Fit Company Jeff Budiman menambahkan, konsep wellness ecosystem tergolong masih asing buat orang Indonesia. Padahal secara global potensi Wellness Economy (mencakup health-tech, fit-tech, dan makanan sehat), dikutip dari Global Wellness Insitute, mencapai $4,2 triliun atau sekitar Rp59 ribu triliun pada 2017. Angka tersebut diprediksi dapat tumbuh sekitar 6,4% setiap tahunnya.

Wellness itu bukan bicara soal kesehatan fisik saja, tapi juga tourism, personal care, makanan sehat, obat-obatan, dan fasilitas publik. Banyak irisan dengan semua unsur tersebut dengan lini bisnis kami,” terang Jeff.

The Fit Company merupakan perusahaan induk dengan lima lini bisnis yang terdiri dari Kredoaum (distributor alat fitness), 20Fit (MicroGym), Fitstop (Gym), Fit Lokal (restoran makanan sehat), dan Fitmee (mie instan sehat). Kredoaum dan 20Fit dirintis oleh Jeff bersama dua temannya sejak 2014. Kini 20Fit memiliki 16 studio tersebar di Jabodetabek.

Lalu, Fit Lokal hadir pada 2017 karena ada tantangan dalam gaya hidup sehat yakni pola makan. Fit Lokal kini tersedia di tiga lokasi, bersamaan di tahun yang sama meluncurkan Fitmee karena Indonesia termasuk negara dengan konsumsi mie instan tertinggi ke-2 di dunia.

Holding ini baru ada pada tahun ini, sebelumnya semua bisnis jalan sendiri-sendiri.”

Rencana bisnis The Fit Company

Jeff mengungkapkan dengan pendanaan ini, pada tahap awal perusahaan akan fokus mengalihkan bisnisnya dari konvensional ke online. Dimulai dari situs 20Fit versi beta pada Maret 2019 dengan menjual produk makanan sehat. Aplikasi akan menyusul pada tahap berikutnya.

Nanti baik aplikasi maupun situs akan menjadi marketplace yang menghubungkan semua lini bisnis The Fit Company sehingga lebih terintegrasi. Konsep besarnya, aplikasi ini akan menyediakan informasi terkait jadwal training, menu catering makan siang, memesan makan malam, dan sebagainya.

“Kita percaya bisnis dan gaya hidup sehat itu journey, jadi pertama-tama kita mau jual makanan sehat dulu lewat 20Fit. Setelah itu di semester II ini akan luncurkan aplikasinya, nanti bisa cari trainer lewat aplikasi.”

Perusahaan juga berencana untuk merekrut mantan atlit Indonesia agar ikut terdaftar sebagai pelatih di platform The Fit Company. Tujuannya agar mereka tetap memperoleh penghasilan dengan kemampuan mereka, pengguna pun akan semakin memiliki banyak pilihan olahraga yang bisa dipilih.

Jeff menerangkan pihaknya akan bersiap untuk memasuki segmen wellness tourism pada tahun depan. Belum banyak hal yang dia gambarkan terkait ini, apakah bakal dikerjakan bersama perusahaan lain atau sendiri.

Namun dia menganologikan wellness tourism itu daerah wisata yang menarik untuk dikunjungi dan memiliki alasan khusus untuk mendatanginya. Seperti Ubud dan Banyuwangi. Ubud menjadi kawasan wisata yang cocok untuk “healing.”

“Nanti kami mau explore lebih jauh, semoga tahun 2020 bisa segera kita wujudkan,” pungkasnya.

TADOtv Tawarkan Konsep Video Interaktif, Pengguna yang Tentukan Alur Cerita

TADOtv merupakan aplikasi video ponsel yang menawarkan konsep interaktif. Model penyampaian kontennya seperti ini, misal pengguna memilih menonton sebuah film pendek, tiap beberapa menit pengguna akan disuguhkan opsi guna menentukan jalan ceritanya. Dari video-video yang sudah ada, rata-rata ada dua pilihan opsi yang diberikan untuk tiap skenario.

Sebagai contoh di film pendek berjudul “Bucin”, di sebuah adegan makan malam dua sejoli, sang perempuan bertanya kepada laki-laki yang terus-menerus sibuk dengan ponselnya: “lagi sibuk chatting sama siapa?”. Lantas pengguna aplikasi disuguhkan dua opsi: (1) dengan teman atau (2) dengan Ayu. Setiap pilihan akan memiliki jalan ceritanya masing-masing.

Dapatkan pendanaan awal dari Insignia Ventures Partners

Diberitakan oleh DealStreetAsia, pengembang TADOtv yakni PT Karya Anak Digital baru saja mendapatkan pendanaan awal (seed funding) dari Insignia Ventures Partners. Tidak disebutkan nominal pendanaan yang didapat platform video interaktif tersebut.

Dari kabar yang sama, sebelumnya TADOtv juga sudah mendapatkan dana modal dari Merah Putih Incubator, Stellar Kapital, Prasetia Dwidharma, Benson Capital dan Everhaus. Kami sudah mencoba menghubungi founder TADOtv untuk menanyakan lebih lanjut seputar pendanaan tersebut dan akan memperbarui artikel ini.

Sebelum merilis TADOtv, pengembang terlebih dulu menghadirkan aplikasi TADO (Tanya Dong). Masih berkutat dengan video, namun konsepnya tanya-jawab antara influencer dengan penggemarnya. Konsep gamifikasi diterapkan, untuk memberikan reward kepada pemainnya.

Startup ini didirikan oleh dua founder, yakni Steven Koesno dan Dominik Laurus.

Bekerja sama dengan pembuat konten

Pada situs resminya, TADOtv turut menginformasikan bahwa pihaknya membuka peluang untuk pembuat konten bergabung di jaringannya. Setiap konten yang dibuat diharuskan memiliki alur cerita lebih dari satu, sehingga diharapkan memberikan pengalaman yang unik untuk tiap pemirsa.

Untuk mengelola video tersebut, dari sisi pengembang konten TADOtv menyiapkan CMS (Content Management System) khusus sehingga memudahkan pembuat video membubuhkan opsi skenario.

Application Information Will Show Up Here

Ajaib Acquires 29 Billion Rupiah Seed Funding

Recently, a Y Combinator graduate startup “Ajaib“, founded by Anderson Sumarli, Yada Piyajomkwan, and Kevin Lee, acquires seed funding worth of $2.1 million (around 29.6 billion rupiah). It was from several investors include Y Combinator, SoftBank Ventures, former partner of Sequoia (WhatsApp investor), Alpha JWC, and Insignia Ventures.

Anderson Sumarli, Ajaib’s CEO said to DailySocial that the fresh funding is to be used for business development, such as recruiting new talents, developing product, and connected with users to gain more feedback.

“Seed funding is the most initial investment source for startup. It usually represents the first official cash earned from business or company to create more in market development and research. One of our seed funding accelerator is Y-Combinator and SoftBank,” he added.

Financial inclusion for all

Ajaib provides personal portfolio based on user’s risk profile. The platform allows account creation for savings and investment using certified financial manager. All portfolios are automatically supervised by Ajaib. The ongoing portfolio is mutual funds. Furthermore, Ajaib team is committed to add more investment options.

“Ajaib’s benefit is that we combine technology with human skill. I am one of those people who wants to invest but have no time to follow market development. It also happened to my friends, Ajaib presents as a solution for all,” Anderson said.

Ajaib doesn’t charge for its service, both for account creation, buying , selling, and switching cost. In terms of user convenience, Ajaib also has a license from OJK (Financial Services Authority) and partners with some banks and experienced fund managers in investing.

Ajaib has ambition with this fresh funding, to cover the Southeast Asia market by targeting 650 million people.

“Our vision is regional. We think this problem is quite common throughout the region. However, in the short and medium term, we’ll be focused on Indonesia first,” Yada Piyajomkwan, Ajaib’s CMO said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ajaib Kantongi Pendanaan Awal Senilai 29 Miliar Rupiah

Startup lulusan Y Combinator “Ajaib” yang didirikan Anderson Sumarli, Yada Piyajomkwan, dan Kevin Lee mendapatkan pendanaan tahap awal (seed) beberapa waktu lalu senilai $2,1 juta (setara 29,6 miliar Rupiah). Pendanaan didapat dari beberapa investor, termasuk Y Combinator, SoftBank Ventures, mantan partner Sequoia (investor di WhatsApp), Alpha JWC dan Insignia Ventures.

Kepada DailySocial CEO Ajaib Anderson Sumarli mengungkapkan, dana segar tersebut akan dimanfaatkan untuk mengembangkan bisnis Ajaib, di antaranya dengan merekrut talenta baru, mengembangkan produk dan terhubung dengan pengguna untuk mendapatkan lebih baik masukan.

“Modal awal adalah sumber investasi paling awal untuk startup. Ini biasanya mewakili uang resmi pertama yang didapat dari usaha bisnis atau perusahaan untuk melakukan lebih banyak dalam penelitian dan pengembangan pasar. Salah satu akselerator seed funding kami adalah Y-Combinator dan Softbank,” kata Anderson.

Inklusi keuangan untuk semua

Ajaib menyediakan portofolio personal berdasarkan profil risiko pengguna. Platformnya memungkinkan pembukaan akun untuk tabungan dan investasi, memanfaatkan manajer keuangan yang memiliki lisensi. Secara otomatis semua portofolio tersebut diawasi Ajaib. Saat ini salah satu portofolio yang ditangani adalah reksa dana. Ke depan tim Ajaib berkomitmen akan menambah pilihan investasi lainnya.

“Keunggulan Ajaib adalah kami menggabungkan teknologi dan keahlian manusia. Saya adalah salah satu dari orang-orang yang ingin berinvestasi tetapi tidak memiliki waktu untuk mengikuti perubahan pasar. Hal ini dialami juga oleh teman-teman saya, sehingga Ajaib adalah solusi bagi kita semua,” kata Anderson

Ajaib tidak mengenakan biaya atas layanannya, baik untuk pembuatan akun, pembelian, penjualan, maupun biaya switching. Untuk kenyamanan pengguna, Ajaib juga telah memiliki lisensi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bermitra dengan sejumlah bank serta fund managers berpengalaman dalam investasi.

Dengan dana segar yang dimiliki, Ajaib memiliki ambisi untuk mencakup pasar Asia Tenggara dengan mengincar 650 juta orang.

“Visi kami adalah lingkup regional. Kami pikir masalah ini cukup umum di seluruh wilayah. Tetapi dalam jangka pendek dan menengah, kami akan fokus pada Indonesia terlebih dulu,” kata CMO Ajaib Yada Piyajomkwan.

Application Information Will Show Up Here

UMG Idealab Berencana Investasi ke 20 Startup Indonesia Tahun 2019

Setelah sebelumnya memberikan investasi kepada 11 startup asal Indonesia, UMG Idealab, sebuah Corporate Venture Capital (CVC) yang merupakan anak perusahaan UMG Myanmar, di tahun 2019 mendatang berencana untuk memberikan pendanaan kembali kepada startup asal Indonesia.

Rencananya UMG Idealab akan memberikan investasi ke 20 startup Indonesia yang menyasar sektor IoT, Big Data, AI, Voice Recognition dan tentu saja Agritech dengan ticket size $50.000 – $1.000.000.

Di bulan Oktober lalu, perusahaan telah memberikan investasi kepada Biotika dan bulan November kepada Bahasakita.

UMG Idealab memiliki dua lini bisnis. Yang pertama di Myanmar adalah inkubator yang membantu para startup memulai bisnis mereka. Sementara yang kedua berada di Indonesia berupa Corporate Venture Capital (CVC) yang mendanai startup dengan pendanaan seed funding.

Upaya UMG Idealab untuk fokus ke startup Indonesia ditunjukkan secara serius dengan memberikan seed funding kepada startup, sesuai dengan fokus mereka sebagai CVC yang bersifat agnostik, meskipun bisnis startup agriculture akan selalu mempunyai nilai lebih terhadap perusahaan. Hingga saat ini UMG Idealab telah mendanai startup di Myanmar, Indonesia dan Thailand.

Rencana lanjutan UMG Center of Excellence

Sesuai dengan rencana sebelumnya, UMG Idealab berencana mendirikan UMG Center of Excellence di Indonesia. Nantinya fasilitas ini akan dibangun di daerah Bangunkerto, Kec. Turi, Sleman. Fasilitas ini akan difungsikan sebagai laboratorium berbagai kegiatan penelitian Agro-Biotech, riset alat-alat pertanian, perikanan dan peternakan, serta penelitian berbagai hal terkait teknologi sektor pertanian. Jika sesuai dengan target, tahun 2019 mendatang sudah dibangun UMG Center of Excellence di Indonesia.

“Sekarang kita sedang menyelesaikan izin-izinnya untuk didirikan di Yogyakarta dan akan segera membangun bangunannya, namun untuk project / research saat ini sudah berjalan,” kata Founder UMG Idealab Kiwi Aliwarga.

Mengenal Startup Agrotech Inacom dan Rencananya Pasca Pendanaan Awal

Indonesia Agriculture & Commoditis (Inacom) mengumumkan telah mendapat pendanaan awal dengan nominal dan investor yang tidak disebutkan. Penambahan model ini rencananya difokuskan untuk membuka gudang kedua di Lampung. Gudang tersebut nantinya akan menampung komoditas kelapa dengan volume hingga 200 ton per minggu.

Inacom memposisikan diri sebagai platform agro-commodities. Mereka memiliki lima bidang usaha yang dijalani, yakni konsolidasi pemasaran, pengolahan komoditas, logistik dan distribusi, fintech dan solusi penanaman.

Kelima bidang tersebut dipilih karena adanya permasalahan harga komoditas hasil pertanian yang terlampau rendah, mahalnya beban transportasi, kurangnya jangkauan lembaga keuangan untuk petani, hingga permasalahan sustainable supply.

CEO Inacom Mochammad Nasrulyani menceritakan, pihaknya ingin membantu petani dari hulu ke hilir, mulai dari proses penanaman, membantu akses ke pasar (lokal dan luar negeri), hingga pendampingan standardisasi mutu.

“Besar keinginan Inacom untuk membantu petani naik kelas, sehingga dapat terhubung dengan para buyer di luar negeri. [Kami membantu] mulai dari pengiriman, standardisasi mutu, serta perizinan ekspornya. Inacom juga akan masuk ke sisi fintech,” terang Nasrul.

Pendanaan yang baru diterima menandai awal perjalanan panjang mereka di industri agrotech. Selain berusaha menghadirkan aplikasi untuk mendukung industri pertanian, tim Inacom juga aktif turun ke lapangan — baik untuk mendampingi petani atau membuka pasar penjualan.

Meski baru 6 bulan mulai beroperasi, Inacom mengklaim telah berhasil menggandeng tak kurang dari 700 petani besar. Dari situ pihaknya telah membantu mengekspor lebih dari 50 kontainer produk kelapa dan turunannya ke 7 negara dengan jumlah mencapai 1600 ton.

“Kami memerlukan tambahan gudang baru mengingat sudah terjalin kontrak kerja sama dengan buyer dari Thailand dan China dengan permintaan 15 kontainer per minggu,” imbuh Nasrul.

Startup Pertanian Inacom
Tampilan aplikasi Inacom yang diperuntukkan khusus untuk mitra

Di versi awal aplikasinya, Inacom membubuhkan fitur layanan penjualan, informasi komoditas, informasi harga pasar, hingga informasi ketersediaan stok. Ke depan aplikasi ini juga akan dikembangkan dengan menambahkan layanan fintech di dalamnya.

Sejauh ini ada tiga tipe pengguna di ekosistem Inacom selain petani, yakni pembeli, supplier dan marketer. Ketiganya menjadi bagian penting dalam model bisnis yang diusung Inacom.

Saat ini Inacom baru beroperasi di Lampung. Mereka tengah berencana untuk melebarkan sayap ke beberapa daerah yang memiliki pelabuhan internasional, sehingga memudahkan proses ekspor.

“Target realistis untuk 2-3 tahun ke depan adalah bisa beroperasi di 7 pelabuhan internasional yang merupakan pintu-pintu keluar komoditas agro. Dan dari sisi revenue, kami berharap bisa meningkatkan jumlah hingga 30 kali lipat dari kondisi sekarang dan bila dimungkinkan bisa melakukan IPO,” tutup Nasrul.

Rekeningku Optimis Bersaing di Bisnis Aset Digital, Andalkan Kualitas Pelayanan

Popularitas cryptocurrency di Indonesia memancing banyak pihak mengembangkan layanan untuk jual-beli aset digital. Salah satu layanan yang saat ini mengudara adalah Rekeningku. Beroperasi sejak Desember 2017, Rekeningku mencoba menawarkan pelayanan transaksi aset digital selama 24 jam.

“Kami meluncurkan Rekeningku karena pasarnya masih cukup besar. Kebetulan background saya di finansial. Target penggunanya adalah trader aktif dan minner. Karena minner butuh wallet dan tempat untuk menjual hasil minning-nya,” terang CEO Rekeningku, Sumardi Fung.

Rekeningku saat ini didukung oleh beberapa investor. Salah satunya RND Kapital yang berinvestasi di Rekeningku untuk seed funding. Sedangkan untuk putaran pendaan Seri A Sumardi, masih belum bisa membagikan investor mana saja yang terlibat.

Di segmen yang sama, Rekeningku berhadapan dengan beberapa platform, seperti Indodax, TokoCrypto, Luno, Coinone Indonesia dan beberapa lainnya. Menyikapi persaingan ini Sumardi optimis Rekeningku termasuk salah satu yang paling lengkap untuk cryptocurrency yang ditawarkan.

Dengan fitur marketplace cryptocurrency ditambah dengan pelayanan yang ada, Sumardi yakin Rekeningku bisa menjadi pilihan yang tepat bagi para minner maupun trader cryptocurrency.

“Kita menawarkan support live chat 24 jam, withdraw rupiah diproses di bawah 30 menit, semua masalah teknis akan selesai dalam 1×24 jam atau kami akan bertanggung jawab penuh,” terang Sumardi.

Untuk menggenjot pertumbuhan pengguna, saat ini Rekeningku sudah menyiapkan beberapa strategi seperti pengembangan aplikasi mobile untuk memudahkan pengguna mengakses layanan Rekeningku. Selain itu mereka juga rutin menghadirkan diskon dan bonus koin.

Sementara itu saat ini Rekeningku tengah fokus untuk meningkatkan kualitas platform dan terus berusaha untuk memberikan platform yang berkualitas bagi para penggunanya.

Sedangkan untuk jangka panjang Rekeningku tengah berusaha membangun perusahaan dengan sumber daya yang berkualitas dan profesional. Serta terus berusaha menambah daftar jenis coin atau token yang diperjualbelikan di platform Rekeningku.

Logistics Service Pakde Receives Seed Funding Worth of 6 Billion Rupiah from TNKapital

A logistics startup, Paket Delivery (Pakde) announced it has obtained seed funding from TNKapital worth of $400,000 (around 6 billion rupiah) this October. Previously, in July 2018, TNKapital became an angel investor for the same company.

TNKapital is a venture capital founded at the end of 2017. It’s focused on making a financial investment, mentorship, networking, publication, and resource allocation. TNKapital’s targets are startups in logistics, application, and system for HR management, administration, convection products, and supply chain.

Founded in 2016, Pakde claims to have significant growth. The peak was marked with the increase of warehouse transaction in May 2018 up to 2015% following the increase of online shopping transaction during Ramadhan. The similar achievement was made in September 2018 through the aggressive client acquisition and warehouse extension in Bandung.

Pakde provides operational service includes inbound, such as stock report and stock management. It also provides warehousing in private owned warehouse and outbound service such as packaging and delivery from client to partners.

“Since January 2018, Pakde has been recorded up to 194% transaction, and it was a positive response for all our partners,” Nicko Batubara, Pakde’s CEO, said.

Currently, Pakde has approximately 15 partners using its service. Aside from SMEs players, the online warehouse solution has been considered by corporates, particularly in health and electronic industries.

The company is said to make an expansion to six cities in Indonesia and two in Southeast Asia. The expansion plan is its main focus for the next funding round.

“Pakde targets to grow 5 times by December 2018 from July 2018,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Layanan Logistik Pakde Kantongi Pendanaan Awal 6 Miliar Rupiah dari TNKapital

Startup yang bergerak di industri logistik, Paket Delivery (Pakde), mengumumkan perolehan pendanaan awal dari TNKapital senilai $400 ribu (sekitar 6 miliar Rupiah) bulan Oktober ini. Sebelumnya, pada bulan Juli 2018, TNKapital telah menjadi angel investor untuk perusahaan yang sama.

TNKapital merupakan venture capital yang berdiri pada akhir 2017. Fokusnya adalah memberikan investasi finansial, mentorship, networking, publication, dan resource allocation. TNKapital fokus ke startup di sektor logistik, aplikasi dan sistem untuk pengelolaan SDM, pengelolaan administrasi, jasa pembuatan produk konveksi, dan supply chain.

Sejak didirikan tahun 2016 lalu, Pakde mengklaim mengalami pertumbuhan yang signifikan. Puncak pertumbuhannya ditandai dengan kenaikan transaksi gudang di bulan Mei 2018 sebesar 215% terdorong kenaikan transaksi belanja online selama bulan Ramadhan. Prestasi yang sama kembali dicetak pada bulan September 2018 melalui akuisisi klien secara agresif dan penambahan gudang di Bandung.

Pakde menyediakan jasa operasional, mencakup layanan inbound seperti stock report dan stock management. Pakde juga menyediakan layanan warehousing di gudang milik sendiri dan layanan outbound berupa pengemasan dan pengiriman barang ke partner dari klien.

“Sejak Januari 2018, transaksi Pakde sudah mencatat hingga 194%, dan ini merupakan respon yang positif untuk seluruh partner kami,” kata CEO Pakde Nicko Batubara.

Saat ini Pakde telah memiliki sekitar 15 mitra yang memanfaatkan layanan Pakde. Selain pelaku UKM, solusi gudang online yang dihadirkannya juga mulai dilirik korporasi, secara khusus di industri kesehatan dan elektronik.

Perusahaan disebut akan melakukan ekspansi ke enam kota lain di Indonesia dan merambah ke dua kota di Asia Tenggara. Rencana ekspansi tersebut merupakan fokus utama pendanaan di tahapan selanjutnya.

“Pakde menargetkan pertumbuhan mencapai 5 kali liat di bulan Desember 2018 dari bulan Juli 2018,” kata Nicko.