CoLearn Announces 143 Billion Rupiah Series A Funding, Heating up Local Edtech Competition

CoLearn edtech announced series A funding worth of $10 million or equivalent to 143 billion Rupiah. This investment round involved some investors, including Alpha Wave Incubation, GSV Ventures – as well as venture capitalists in their initial funding round, namely Surge (Sequoia Capital India) and AC Ventures. The company plans to use this fresh fund to develop products, technology and marketing.

“Despite having the fourth largest education ecosystem in the world with 50 million students, 3 million teachers and about half a million schools; the quality of education in Indonesia has remained far below its true potential for decades. A passion to motivate students and ensure them to be succeed in the global world is what drives us all at CoLearn,” CoLearn’s Co-Founder & CEO, Abhay Saboo said.

Abhay continued, “Many Indonesians do not realize that education is a means to improve the country’s economic strength. Parents have not connected the two points. However, it slowly changes. Our mission is to accelerate this change by improving the quality of education.”

Apart from Abhey, CoLearn was also founded by Marc Irawan and Sandeep Devaram. Since the application launching in August 2020, they currently claim to have 3.5 million students. In its debut, CoLearn was supported by several seed investors [apart from those already mentioned above], including Leo Capital, TNB Aura, S7V, January Capital, Alpha JWC Venutres, Taurus Ventures, Alter Global, and Mahanusa Capital.

One of its main features is to allow students asking for solutions in answering questions in a certain lesson (doing homework) – around 5 million questions in average are uploaded per month. There’s an AI technology embedded in the system, therefore, it automates the process of finding solutions.

CoLearn also provides educational content services packaged in on-demand video and live online class sessions, interactively delivered by experienced tutors. It also has a training program for teachers. They have target to train 200 teachers, especially in the STEM field in the next 2 years.

Other edtech startups offer similar services, for example, Ruangguru has a “Roboguru” feature, combining Photo Search and User Generated Content capabilities to help students do homework independently at home. In terms of learning, besides Ruangguru, there are other platform providers such as Zenius and Quipper competing in the field.

The edtech sector has been stepping up the game due to the pandemic. Educational activities are getting online, making edtech services an option to guide school from home activities. Investors can see this as a first step to get serious about working on this business landscape. During Q1 2020 there were at least 3 funding targeting the edtech business –  there were 10 transactions throughout 2020.

GSV Ventures, CoLearn’s investor, specializes in educational technology. In his remarks, Deborah Quazzo as Managing Partner said, “The opportunity to build successful learning solutions for the fourth largest country in the world is enormous. The best businesses are created when entrepreneurs take big and important problems and solve them. CoLearn is doing that thing.”

Until now, Ruangguru has become the edtech startup with the largest valuation in Indonesia. Our internal data says that they have reached the final stage of the unicorn aspiring (valuation is close to $1 billion). Earlier this week, they announced $55 million funding as a follow-on round of the series C.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

CoLearn Umumkan Pendanaan Seri A 143 Miliar Rupiah, Ramaikan Persaingan Edtech Lokal

Startup edtech CoLearn mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara 143 miliar Rupiah. Putaran investasi ini diikuti sejumlah investor, di antaranya Alpha Wave Incubation, GSV Ventures — juga pemodal ventura di putaran pendanaan awal mereka yakni Surge (Sequoia Capital India) dan AC Ventures. Perusahaan berencana untuk menggunakan dana segar ini untuk mengembangkan produk, teknologi, dan pemasaran.

“Meskipun memiliki ekosistem pendidikan terbesar keempat di dunia dengan 50 juta murid, 3 juta guru, dan sekitar setengah juta sekolah; selama beberapa dekade kualitas pendidikan di Indonesia tetap jauh di bawah potensi yang sebenarnya. Semangat untuk memotivasi murid dan memastikan mereka bisa sukses di dunia yang kian mengglobal adalah hal yang menggerakkan kami semua di CoLearn,” ujar Co-Founder & CEO CoLearn Abhay Saboo.

Abhay melanjutkan, “Orang Indonesia banyak yang belum sadar bahwa pendidikan adalah sarana untuk memperbaiki kekuatan ekonomi negara. Orang tua belum menyambungkan kedua titik itu. Tapi sekarang, perlahan-lahan sudah ada perubahan. Misi kami adalah mempercepat perubahan itu dengan meningkatkan kualitas pendidikan.”

Selain Abhey, CoLearn turut didirikan oleh  Marc Irawan dan Sandeep Devaram. Sejak aplikasi diluncurkan pada Agustus 2020, saat ini mereka mengklaim telah memiliki 3,5 juta siswa. Dalam debut awalnya, CoLearn juga didukung beberapa investor seed [selain yang sudah disebut di atas], termasuk Leo Capital, TNB Aura, S7V, January Capital, Alpha JWC Venutres, Taurus Ventures, Alter Global, dan Mahanusa Capital.

Salah satu fitur andalan mereka adalah memungkinkan siswa untuk menanyakan solusi dalam menjawab soal di suatu pelajaran (dalam mengerjakan PR) — rata-rata per bulan ada sekitar 5 juta pertanyaan yang diunggah. Dalam sistem disematkan teknologi AI sehingga mengautomasi proses penemuan solusi.

CoLearn juga memiliki layanan konten pendidikan yang di kemas dalam video on-demand dan sesi kelas live online yang dibawakan secara interaktif oleh tutor berpengalaman. Selain itu juga memiliki program pelatihan untuk guru. Targetnya, dalam 2 tahun ke depan mereka ingin bisa melatih 200 guru terutama di bidang STEM.

Layanan serupa juga ditawarkan startup edtech lain, misalnya untuk membantu menjawab soal pelajaran, Ruangguru memiliki fitur “Roboguru” menggabungkan kapabilitas Photo Search dan User Generated Content membantu siswa mengerjakan PR secara mandiri di rumah. Sementara untuk konten pembelajaran, selain Ruangguru juga memiliki layanan yang sama, ada penyedia platform lain seperti Zenius dan Quipper juga bermain di sana.

Sektor edtech cukup terakselerasi akibat pandemi. Aktivitas pendidikan berbondong-bondong menuju online, membuat layanan edtech dijadikan pilihan untuk menemani kegiatan school from home. Investor melihat ini sebagai langkah permulaan untuk makin serius menggarap lanskap bisnis ini. Sepanjang Q1 2020 ada setidaknya 3 pendanaan yang menyasar bisnis edtech — sepanjang tahun 2020 ada 10 transaksi.

GSV Ventures, salah satu investor CoLearn, memiliki spesialisasi di bidang teknologi pendidikan. Dalam sambutannya, Deborah Quazzo selaku Managing Partner mengatakan, “Peluang untuk membangun solusi belajar yang sukses untuk negara keempat terbesar di dunia sangat besar. Bisnis-bisnis yang terbaik tercipta ketika para pengusaha mengambil masalah yang besar dan penting, lalu menyelesaikannya. CoLearn sedang melakukan hal itu.”

Hingga saat ini Ruangguru menjadi startup edtech dengan valuasi terbesar di Indonesia. Data internal kami menyebutkan, bahwa mereka telah mencapai aspiring unicorn tahap akhir (valuasi mendekati $1 miliar). Awal Minggu ini mereka baru umumkan perolehan dana $55 juta yang merupakan lanjutan dari seri C yang digalang perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

Ajaib Receives Additional Series A Funding, Securing 1.3 Trillion Rupiah

Ajaib Group today (29/3) announced additional funding in Series A round worth $65 million, led by Ribbit Capital. Combined with the previously announced series A, Ajaib has managed to book a total of $90 million or equivalent to 1.3 trillion Rupiah in this round – and is said to be the largest Series A funding round in Southeast Asia.

This is Ribbit Capital’s debut in Southeast Asia. They previously invested in global players such as Coinbase, Affirm, Revolut and Robinhood. In addition, several investors involved in Ajaib’s funding, including Y Combinator Continuity, ICONIQ Capital, and Bangkok Bank PLC; as well as several angel investors from fintech founders such as David Velez from Nubank and SG Lee from Toss.

Previous investors such as Horizons Ventures, Softbank Ventures Asia, Alpha JWC Ventures, and Insignia Ventures were also involved in this round. Previously, he said, the company will use the fresh funding to improve technology infrastructure, recruit technical teams, and expand product offerings.

“We are witnessing an unprecedented revolution in retail investment. Ajaib is at the forefront and they are building the most trusted brand in Indonesia. Its commitment to providing transparency and serving Indonesian millennial investors with the best products matched the world class company ,” Ribbit Capital’s Managing Partner, Micky Malka said.

Was founded in 2018, Ajaib Group currently accommodates two investment arms on its digital platform, including Ajaib Sekuritas (PT Ajaib Sekuritas Asia – acquisition of Primasia Unggul Sekuritas) for shares and Ajaib Reksadana (PT Takjub Tekonologi Indonesia) for mutual fund products.

Even though there are several existing players in the retail investment segment, Ajaib considers the potential is remain large. To date, less than 1% of Indonesia’s total population has invested in stocks. Therefore, they intensified educational acts amidst various business expansion agendas.

Ajaib Sekuritas currently positioned in the 4th largest stock broker  based on trading quantity. In four months, Ajaib’s share investment platform has accommodated around 10 million transactions.

Founder Ajaib Group Yada Piyajomkwan dan Anderson Sumarli / Ajaib
Ajaib Group Founder, Yada Piyajomkwan with Anderson Sumarli / Ajaib

“Our mission is to welcome new generation of investors to modern financial services. We believe in the power of young Indonesian retail investors. We also believe that the best products and education will win. Ajaib is growing rapidly organically and we will continue to invest in product development and our educational campaign,” Ajaib Group’s Co-Founder & CEO, Anderson Sumarli said.

Apart from Ajaib Group, there is also Stockbit as a stock investment application. It has secured series A funding led by East Ventures in 2019. Later in the same year they also acquired Bibit mutual fund investment platform to expand their business scope. Earlier this year, Bibit announced a $30 million funding led by Sequoia Capital India with the participation of East Ventures, EV Growth, and 500 Startups.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Ajaib Dapat Tambahan Pendanaan Seri A, Bukukan Total Dana 1,3 Triliun Rupiah

Ajaib Group hari ini (29/3) mengumumkan perolehan tambahan investasi di putaran seri A senilai $65 juta, dipimpin oleh Ribbit Capital. Digabungkan dengan seri A yang diumumkan sebelumnya, secara total Ajaib berhasil membukukan $90 juta atau setara 1,3 triliun Rupiah dalam putaran ini — diklaim menjadi pendanaan seri A terbesar di Asia Tenggara.

Ini merupakan debut Ribbit Capital di Asia Tenggara. Sebelumnya mereka telah berinvestasi pada pemain global seperti Coinbase, Affirm, Revolut,dan Robinhood. Selain itu beberapa investor yang terlibat di pendanaan Ajaib juga meliputi Y Combinator Continuity, ICONIQ Capital, dan Bangkok Bank PLC; juga beberapa angel investor dari kalangan fintech founder seperti David Velez dari Nubank dan SG Lee dari Toss.

Para investor sebelumnya seperti Horizons Ventures, Softbank Ventures Asia, Alpha JWC Ventures, dan Insignia Ventures juga terlibat dalam investasi di babak ini. Sebelumnya disampaikan, dana segar yang didapat akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan infrastruktur teknologi, merekrut tim teknis, dan memperluas penawaran produk.

“Kita sedang menyaksikan revolusi investasi ritel yang belum pernah terjadi sebelumnya. Ajaib berada di garis paling depan dalam revolusi ini dan mereka sedang membangun brand paling terpercaya di Indonesia. Komitmen mereka untuk menyediakan transparansi dan melayani investor milenial Indonesia dengan produk terbaik dapat disandingkan dengan perusahaan kelas dunia,” sambut Managing Partner Ribbit Capital Micky Malka.

Sejak berdiri di tahun 2018, saat ini Ajaib Group mengakomodasi dua instrumen investasi di platform digitalnya, meliputi Ajaib Sekuritas (PT Ajaib Sekuritas Asia – hasil akuisisinya terhadap Primasia Unggul Sekuritas) untuk saham dan Ajaib Reksadana (PT Takjub Tekonologi Indonesia) untuk produk reksa dana.

Kendati sudah ada beberapa pemain di segmen investasi ritel, Ajaib menilai potensinya masih sangat besar. Sejauh ini tercatat, baru ada kurang dari 1% dari total penduduk Indonesia yang berinvestasi saham. Untuk itu upaya edukasi juga terus digencarkan di tengah berbagai agenda perluasan bisnis.

Ajaib Sekuritas sendiri saat ini menduduki posisi ke-4 broker saham terbesar jika didasarkan pada kuantitas perdagangan. Sejak empat bulan diluncurkan, platform investasi saham milik Ajaib sudah mengakomodasi sekitar 10 juta transaksi.

Founder Ajaib Group Yada Piyajomkwan dan Anderson Sumarli / Ajaib
Founder Ajaib Group Yada Piyajomkwan dan Anderson Sumarli / Ajaib

“Misi kami adalah untuk menyambut investor generasi baru menuju layanan keuangan yang modern. Kami percaya pada kekuatan investor-investor muda ritel Indonesia. Kami juga percaya bahwa produk dan edukasi terbaiklah yang akan menang. Ajaib tumbuh dengan pesat secara organik dan kami akan terus berinvestasi pada pengembangan produk serta kampanye edukasi kami,” ujar Co-Founder & CEO Ajaib Group Anderson Sumarli.

Selain Ajaib Group, ada juga Stockbit sebagai aplikasi investasi saham. Mereka telah membukukan pendanaan seri A yang dipimpin East Ventures sejak tahun 2019 lalu. Kemudian di tahun yang sama mereka juga mengakuisisi platform investasi reksa dana Bibit untuk memperluas cakupan bisnisnya. Awal tahun ini, Bibit baru mengumumkan pendanaan $30 juta yang dipimpin Sequoia Capital India dengan partisipasi East Ventures, EV Growth, dan 500 Startups.

Application Information Will Show Up Here

KitaBeli Announces 144 Billion Rupiah Series A Funding, to Focus on Rural Social Commerce

The social commerce platform KitaBeli today announced series A funding worth $10 million or equivalent to 144.3 billion Rupiah. This round was led by Gojek’s investment arm, Go-Ventures, and also supported by AC Ventures and East Ventures as the previous investors.

The fresh funds will be used to expand service coverage throughout Java, expand the logistics network, and develop its mobile applications. In addition, product diversification will be enhanced, starting with beauty products. Since launching in March 2020, KitaBeli claims to reach 80% business growth.

From our observation on the app, it is currently limited to a few areas in the provinces of Central Java, West Java, East Java, DKI Jakarta, and Banten. In seconds, it works like an e-commerce application, however, it focuses on serving daily needs; and capable to form purchasing groups (currently through a quick connection to form a WhatsApp group).

KitaBeli offers internal logistics for delivery options with D +1 maximum claim. The model runs through a network of partnerships that have been built in each area of ​​its operation. This concept is considered to be effective since daily needs do require a fast delivery process.

From the official statement, this application will be focused on users in rural areas, including those who have never done online shopping. The Co-Founder & CEO, Prateek Chaturvedi said, the social commerce business model that connects businesses with end-users makes it possible to form and maintain loyalty.

Not to rely on resellers

Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli
KitaBeli development team / KitaBeli

Social commerce services are mushrooming in Indonesia. The Super App also focuses on a similar concept in the rural areas. However, just like any other platform – including Woobiz, RateS, BorongBareng, or RateS – the partnership model is a reseller. In addition to being the end consumer, people are encouraged to become a bridge between business and customers using a commission system.

It’s quite different with KitaBeli, they don’t build a network of resellers or marketing agents. Each item is ordered directly through the app by end-users (direct-to-consumer), allowing them to participate in group purchases for more effective pricing. Prateek also said that this concept allows companies to minimize the risk of losing their customer base whether an agent/partner decides to quit.

KitaBeli was founded by Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, and Gopal Singh Rathore. Users invite their acquaintances or join to form groups based on regional proximity, then buy products together at a discounted price. Pinduoduo in China is a successful example of this business model.

“With the concept of sharing and inviting your friends to join the application, our users get more discounts. They can also see what their friends are buying, and join the group of friends, to get a cheaper price,” Prateek explained in a previous interview with DailySocial.

Go-Ventures investment

Regarding investment, Go-Ventures’ SVP Investment, Aditya Kumar said that e-commerce penetration in rural areas is quite low. There are some factors, including a lack of trust, product availability, and high logistics costs. KitaBeli’s business model is considered relevant to solve these challenges.

There is no further details on whether there will be an integration of KitaBeli with Gojek, considering that one of the VC’s missions is to form a consolidation of strengthening the ecosystem.

For local startups, Go-Ventures has invested in several other players. Also to lead the investment for eFishery’s series B funding, Pluang’s series A, as well as investing in the Kumparan and Narasi media.

Pluang alone is now integrated into the GoInvestasi feature, making it easy for Gojek users to invest gold online. In addition, Kumparan also provides news through the Gojek application.

Meanwhile, for startups outside Indonesia, some of the announced investments include funding to an Uganda-based ride-hailing platform called SafeBoda, the Mobile Premier League (MPL) esports platform from India, and cloud kitchen startup Rebel Foods from India.

Rebel Foods has arrived in Indonesia to form a new cloud kitchen business line under the Gojek Group. Meanwhile, MPL’s presence in Indonesia is also supported by Gopay payments as its initial payment platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

KitaBeli Umumkan Pendanaan Seri A 144 Miliar Rupiah, Garap “Social Commerce” di Daerah

Platform social commerce KitaBeli hari ini mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara dengan 144,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin unit ventura milik Gojek, yakni Go-Ventures, serta didukung AC Ventures dan East Ventures selaku investor tahap awalnya.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperluas cakupan layanan di seluruh Jawa, menumbuhkan jaringan logistik, dan mengembangkan aplikasi selulernya. Selain itu diversifikasi produk juga akan dilakukan, dimulai dengan menghadirkan produk kecantikan. Sejak diluncurkan pada Maret 2020, KitaBeli mengklaim telah berhasil menumbuhkan bisnis hingga 80%.

Dari uji coba kami dalam menggunakan aplikasi, saat ini baru terbatas melayani sedikit wilayah di provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Banten. Sekilas cara kerjanya seperti layaknya aplikasi e-commerce, hanya saja fokus menyajikan kebutuhan sehari-hari; dan dapat membentuk kelompok pembelian (saat ini melalui sambungan cepat untuk membentuk grup WhatsApp).

Opsi pengiriman yang diberikan juga dari logistik internal KitaBeli dengan klaim pengiriman maksimal H+1 hari. Modelnya melalui jaringan kemitraan yang telah di bangun di setiap wilayah operasinya. Konsep ini dinilai akan efektif, mengingat kebutuhan sehari-hari memang membutuhkan proses pengantaran sesegera mungkin.

Dilansir dari pernyataan resminya, aplikasi ini akan difokuskan untuk pengguna di luar kota-kota besar, termasuk orang yang belum pernah melakukan belanja online sebelumnya. Menurut Co-Founder & CEO Prateek Chaturvedi, model bisnis social commerce yang menghubungkan bisnis dengan pengguna akhir memungkinkan untuk membentuk dan menjaga loyalitas yang lebih besar.

Tidak mengandalkan basis reseller

Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli
Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli

Layanan social commerce cukup menjamur di Indonesia. Aplikasi Super juga memfokuskan konsep serupa di pedesaan. Namun sama seperti platform lain – termasuk Woobiz, RateS, BorongBareng, atau RateS – model kemitraan yang dijalin berbentuk reseller. Selain menjadi konsumen akhir, masyarakat didorong untuk menjadi jembatan antara bisnis dengan pelanggan dengan sistem komisi.

KitaBeli sedikit berbeda, mereka tidak membangun jaringan reseller atau agen pemasaran. Setiap barang dipesan langsung melalui aplikasi oleh pengguna akhir (direct-to-consumer), memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pembelian berkelompok untuk mendapatkan harga yang lebih efektif. Prateek juga mengatakan, konsep ini memungkinkan perusahaan meminimalkan risiko kehilangan basis pelanggan jika ada agen/mitra yang  memutuskan berhenti.

KitaBeli didirikan oleh Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore.  Pengguna aplikasi KitaBeli mengundang kenalannya atau bergabung untuk membentuk grup didasarkan pada kedekatan wilayah, kemudian membeli produk bersama dengan potongan harga. Pinduoduo di Tiongkok adalah contoh sukses dari model bisnis ini.

“Dengan konsep berbagi dan mengajak teman Anda untuk bergabung dengan aplikasi, pengguna kami mendapatkan lebih banyak diskon. Mereka juga bisa melihat apa yang dibeli temannya, dan bergabung dengan grup teman tersebut, untuk mendapatkan harga yang lebih murah,” jelas Prateek dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial.

Investasi Go-Ventures

Menanggapi investasinya, SVP Investment Go-Ventures Aditya Kumar mengatakan bahwa penetrasi e-commerce di luar perkotaan besar masih rendah. Ada beberapa faktor, di antaranya kurangnya kepercayaan, ketersediaan produk, dan biaya logistik yang tinggi. Model bisnis yang digarap KitaBeli dianggap relevan untuk menyelesaikan tantangan tersebut.

Belum diinfokan apakah selanjutnya akan ada integrasi KitaBeli dengan Gojek, mengingat salah satu misi venture arm tersebut membentuk konsolidasi penguatan ekosistem.

Untuk startup lokal, Go-Ventures telah berinvestasi ke beberapa pemain lainnya. Termasuk memimpin pendanaan seri B eFishery, memimpin pendanaan seri A Pluang, juga berinvestasi ke platform media Kumparan dan Narasi.

Pluang sendiri sekarang sudah terintegrasi membentuk fitur GoInvestasi, mudahkan pengguna Gojek berinvestasi emas secara online. Demikian pula pemberitaan kumparan yang sempat disuguhkan juga lewat aplikasi Gojek.

Sementara untuk startup di luar Indonesia, beberapa investasi yang diumumkan termasuk pendanaan ke platform ride-hailing Uganda bernama SafeBoda, platform esports Mobile Premier League (MPL) asal India, dan startup cloud kitchen Rebel Foods asal India.

Rebel Foods sudah diboyong ke Indonesia membentuk lini bisnis cloud kitchen baru di bawah Gojek Group. Sementara kehadiran MPL di Indonesia juga didukung pembayaran Gopay sebagai platform pembayaran tahap awalnya.

Application Information Will Show Up Here

Esensi Solusi Buana Secures Series A Funding Worth 43.5 Billion Rupiah

Esensi Solusi Buana (ESB) today (15/3) announced series A funding worth $3 million or 43.2 billion Rupiah. The investment was led by Beenext with the participation of Skystar Capital, Selera Kapital, Innovation Partners, and a previous round investor, AC Ventures.

The fresh funding will be focused on developing features and technology, including extensive partnerships with restaurants to create a more inclusive ecosystem. ESB alone provides a SaaS platform for digitizing the culinary business, which includes ordering systems, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), loyalty platforms, and ERP.

Regarding market size, based on research, the F&B business in Indonesia contributes around $57 billion in annual revenue. The trend continues to grow along with the increasing number of middle-class consumers. Unfortunately, the pandemic is on its way to drop the culinary business order, impacting 80% of business players.

“We built ESB in 2018 to introduce automation and reduce costs for F&B outlets […] Today we are also helping clients improve their operations and build more resilient businesses during the pandemic,” ESB’s Co-Founder & CEO, Gunawan Woen said.

One of its popular features allows culinary outlets to provide delivery. ESB also released the EZ Order application for both merchant and driver-partners.

“Previously invested in Moka (acquired by Gojek), we are very excited about a platform with the potential to revolutionize the way merchants and vendors operate. ESB’s data-driven and hardware-agnostic approach enables the platform to solve pressing problems for today’s sellers […] This current round will allow ESB to accelerate their growth and seize closer opportunities in the F&B market,” AC Ventures’ Managing Partner, Adrian Li said.

In an earlier interview with DailySocial, Gunawan said that restaurants will lose income starting from 10% (even more) due to inefficiency. Therefore, three aspects need to be improved, including order & outlet management, HQ & operations management, and purchase & vendor management. These solutions can be resolved by technology.

In addition, there are several other digital platforms that also serve a similar market share. For example, DigiResto, developed by MCAS, was recently received investment from the logistics company SiCepat. With a concept that is more integrated with cloud kitchens, the “decacorn” Gojek and Grab also have special services to democratize culinary merchants’ business processes, through the GoBiz and GrabMerchant applications.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Andalin Logistics Secures Series A Funding from BRI Ventures

BRI Ventures, through Sembrani Nusantara Venture Fund, announced series A funding for Andalin logistics startup. The investment value was undisclosed, but it adds to the bags of pre-series A funding that the company previously obtained in October 2020 worth around seven-figure.

In his remarks, Andalin’s Co-Founder & CEO, Rifki Pratomo said, “We see an opportunity in digitizing first-mile logistics, simplifying processes that are often complicated and confusing for MSMEs, as well as reducing cost barriers. If all goes well, it will encourage MSMEs to do more export-import activities.”

Based on the data, local players account for 70% of the transportation and logistics industry in Indonesia, but the market conditions are still very fragmented. For instance, the top 10 players control less than 30% of the market share.

Last year, Andalin alone managed to facilitate the delivery of goods worth a total of $20 million and was close to positive EBITDA. With GMV reaching $100 million, they are also quite optimistic to secure new funding round at the end of 2021.

This industry potential is projected to grow. One of the motors is the increase in export demand from China, following the ratification of the Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), which has 15 members in the Asia Pacific. RCEP is estimated to help increase Indonesia’s overall exports by 11%, and increase investment by up to 20% in the five years after the agreement runs.

Was founded in 2016, Andalin helps many businesses to run export-import shipments. This includes having a B2B model to help shipping companies in Indonesia find affordable cargo transportation – using aircraft (Air Cargo & Air Courier) or ships (Full Container Load & Low Container Load).

In addition, Andalin also has a supply chain service. This includes consulting services, customs management for export-import, and cargo insurance. They have also become Alibaba’s official partner in Indonesia, bridging the needs of local entrepreneurs to embrace the international market through the Alibaba platform.

“We are very pleased to support Andalin’s mission to bridge the logistical gap which has historically been a major obstacle for Indonesian businesses trying to go global. This is in line with BRI’s commitment to developing and empowering the nation’s MSMEs,” BRI Ventures’ CEO, Nicko Widjaja said.

Logistics startups continue to attract investors. In 2020, besides Andalin, there were 6 other startups that also received funding, including Webtrace, Logisly, Shipper, GudangAda, Kargo Technologies, and Waresix. Even Wasresix’s last investment round in series B managed to realize the total fund worth $75 million.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Gambar Header: Depositphotos.com

Startup Logistik Andalin Bukukan Pendanaan Seri A dari BRI Ventures

BRI Ventures, melalui Dana Ventura Sembrani Nusantara, mengumumkan pendanaan seri A untuk startup logistik Andalin. Tidak disebutkan nilai investasi yang diberikan, namun menambah pundi-pundi modal dari dana pra-seri A yang sebelumnya didapat perusahaan Oktober 2020 lalu dengan kisaran nilai 7-digit dolar.

Dalam sambutannya, Co-Founder & CEO Andalin Rifki Pratomo mengatakan, “Kami melihat peluang dalam mendigitalkan logistik first-mile, menyederhanakan proses yang sering berbelit-belit dan tidak jelas untuk UMKM, sekaligus mengurangi hambatan biaya. Jika semua lancar, maka akan mendorong UMKM untuk lebih banyak melakukan kegiatan ekspor impor.”

Dari data yang disampaikan, pemain lokal menyumbang 70% dari industri pengangkutan dan logistik di Indonesia, namun kondisi pasarnya masih sangat terfragmentasi. Sebagai gambaran, 10 pemain teratas menguasai kurang dari 30% dari pangsa pasar.

Andalin sendiri tahun lalu berhasil memfasilitasi pengiriman barang senilai total $20 juta dan mendekati EBITDA positif pada akhir tahun lalu. Dengan GMV mencapai $100 juta, mereka juga cukup optimis bisa membukukan putaran pendanaan baru di akhir tahun 2021 ini.

Diproyeksikan potensi industri ini akan terus bertumbuh. Salah satu penggeraknya adalah peningkatan permintaan ekspor dari China, menyusul ratifikasi Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang beranggotakan 15 negara di Asia Pasifik. RCEP diperkirakan dapat membantu meningkatkan ekspor Indonesia secara keseluruhan sebesar 11%; dan meningkatkan investasi hingga 20% dalam lima tahun setelah kesepakatan tersebut berjalan.

Didirikan sejak tahun 2016, Andalin banyak membantu bisnis untuk melakukan pengiriman ekspor-impor. Termasuk memiliki model B2B untuk membantu perusahaan pengiriman di Indonesia menemukan angkutan kargo yang terjangkau — menggunakan pesawat (Air Cargo & Air Courier) atau kapal laut (Full Container Load & Low Container Load).

Selain itu Andalin juga memiliki layanan supply chain. Di dalamnya termasuk jasa konsultan, kepengurusan bea cukai untuk ekspor-impor, dan asuransi kargo. Mereka juga sudah menjadi mitra resmi Alibaba di Indonesia, menjembatani kebutuhan pengusaha lokal untuk merangkul pasar internasional lewat platform Alibaba.

“Kami sangat senang untuk mendukung misi Andalin dalam menjembatani kesenjangan logistik yang secara historis menjadi rintangan utama bagi bisnis Indonesia yang mencoba mendunia. Hal ini sejalan dengan komitmen BRI untuk mengembangkan dan memberdayakan UMKM bangsa,” ujar CEO BRI Ventures Nicko Widjaja.

Startup logistik terus memikat para investor. Tahun 2020 lalu, selain Andalin ada 6 startup lainnya yang juga mendapatkan pendanaan, meliputi Webtrace, Logisly, Shipper, GudangAda, Kargo Technologies, dan Waresix. Bahkan putaran investasi terakhir yang dibukukan Waresix dalam seri B berhasil menggenapkan total dana yang dihimpun senilai $75 juta.

Gambar Header: Depositphotos.com

Esensi Solusi Buana Umumkan Pendanaan Seri A 43,2 Miliar Rupiah

Esensi Solusi Buana (ESB) hari ini (15/3) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $3 juta atau 43,2 miliar Rupiah. Investasi dipimpin oleh Beenext dengan partisipasi Skystar Capital, Selera Kapital, Inovasi Partners, dan investor di putaran sebelumnya yakni AC Ventures.

Dana yang didapat akan difokuskan untuk pengembangan fitur dan teknologi, termasuk memperdalam kemitraan dengan restoran guna menciptakan ekosistem yang lebih inklusif. ESB sendiri menyediakan platform SaaS untuk digitalisasi bisnis kuliner, di dalamnya termasuk sistem ordering, POS (Point of Sales), KDS (Kitchen Display System), CDS (Customer Display System), platform loyalitas, dan ERP.

Terkait ukuran pasar, merujuk pada hasil riset yang disampaikan, bisnis F&B di Indonesia menyumbang sekitar $57 miliar dalam pendapatan tahunan. Trennya terus bertumbuh seiring dengan peningkatan jumlah konsumen kelas menengah. Sayangnya pandemi cukup membuat tatanan bisnis kuliner bergejolak kencang, berimbas pada 80% pebisnis.

“Kami membangun ESB pada tahun 2018 untuk memperkenalkan otomatisasi dan mengurangi biaya untuk di gerai F&B […] Saat ini kami juga membantu klien meningkatkan operasional mereka dan membangun bisnis yang lebih tangguh selama masa pandemi,” ujar Co-Founder & CEO ESB Gunawan Woen.

Salah satu fitur populer digunakan adalah memungkinkan gerai kuliner untuk melayani pesan-antar. ESB juga merilis aplikasi pemesanan EZ Order baik untuk mitra merchant maupun pengemudi.

“Setelah sebelumnya berinvestasi di Moka (diakuisisi oleh Gojek), kami sangat senang dengan platform yang berpotensi merevolusi cara pedagang dan vendor beroperasi. Pendekatan agnostik berbasis data dan perangkat keras ESB memungkinkan platform untuk memecahkan masalah yang mendesak bagi pedagang saat ini […] Putaran saat ini akan memungkinkan ESB untuk mempercepat pertumbuhan mereka dan menangkap peluang yang lebih berdekatan di pasar F&B,” sambut Managing Partner AC Ventures Adrian Li.

Sebelumnya dalam wawancara bersama DailySocial, Gunawan menceritakan, restoran akan kehilangan pendapatan mulai dari 10% (bahkan lebih) akibat dari inefisiensi. Oleh karenanya, ada tiga aspek yang perlu ditingkatkan, yakni manajemen order & outlet, manajemen HQ & operasional, dan manajemen purchase & vendor. Solusi tersebut dapat terselesaikan apabila memanfaatkan teknologi.

Selain ESB, ada beberapa platform digital lain yang juga melayani pangsa pasar serupa. Misanya DigiResto yang dikembangkan MCAS, baru-baru ini juga dapatkan investasi dari perusahaan logistik SiCepat. Dengan konsep yang lebih terintegrasi dengan cloud kitchen, decacorn Gojek dan Grab juga memiliki layanan khusus untuk mendemokratisasi proses bisnis merchant kuliner, yakni lewat aplikasi GoBiz dan GrabMerchant.

Application Information Will Show Up Here