Lika-Liku Proses Pencarian Pendanaan Seri A

Dalam proses membangun startup yang berkelanjutan, ada banyak tahapan yang harus dilalui, pendanaan menjadi salah satu yang signifikan dan tidak bisa dipisahkan dari metrik pertumbuhan bisnis sebuah perusahaan. Dalam artikel ini, DailySocial akan membahas lebih lanjut mengenai pendanaan eksternal pada tahapan Seri A atau sering disebut putaran Seri A. Tahapan ini adalah lanjutan dari  pendanaan tahap awal atau seed round. 

Startup yang sampai pada tahapan ini umumnya sudah memiliki beberapa produk yang matang dan mendapat beberapa klien / income yang lumayan, namun masih membutuhkan inovasi untuk terus growth. Hal ini juga yang membuat peran investor pada tahapan Seri A menjadi esensial, karena dapat menentukan keberlangsungan bisnis perusahaan.

Di Startup Report 2019 bertajuk “Scaling Through Technology Democratization” yang diterbitkan DSResearch, setidaknya ada 31 startup di Indonesia telah mendapatkan pendanaan Seri A di tahun 2019. Y Combinator juga telah merilis sebuah panduan lengkap bagi perusahaan yang sedang atau akan melanjutkan pendanaan ke tahapan Seri A.

Berikut ini beberapa tips bagi para pemain industri yang berencana menggalang pendanaan Seri A. Sebagai catatan, tips ini tidak disusun berdasarkan urutan langkah yang harus dilakukan pertama kali.

Apa saja yang harus “disajikan”?

Sebagaimana lanjutan dari pendanaan tahap awal, fokus pendanaan Seri A berkembang dari sekedar mengukur potensi produk serta mengidentifikasi calon pengguna. Hal-hal yang ditawarkan bukan lagi sekedar impian dan dramatisasi kreasi perusahaan. Pada tahap ini, perusahaan harus sudah memiliki traksidata-data pendukung cerita, dan target-target ke depannya.

pendanaan seri A
Ilustrasi timeline pendanaan seri A dari Y Combinator

Metrik menjadi kunci dari persiapan pendanaan Seri A. Dalam hal ini, Y Combinator mematok standar pertumbuhan 30% setiap bulan (month over month) untuk tahap awal. Dari sini dapat terlihat bahwa perusahaan telah menemukan product market fit dengan potensi pertumbuhan eksponensial. Masing-masing perusahaan bisa memiliki metrik yang berbeda-beda. Salah satu contoh adalah Xendit, sebagai bisnis pembayaran, metrik mereka adalah TPV (total payment value).

Metrik yang jelas serta dibuktikan dengan angka-angka yang tepat akan sangat membantu dalam membangun narasi yang bisa meyakinkan investor untuk berinvestasi pada perusahaan Anda.

“Ketika Anda telah menemukan pasar-produk yang sesuai dan Anda siap untuk memulai mengembangkan skala bisnis. VC hanya akan mendukung gagasan yang dapat berkembang,” ujar Founder dan CEO Xendit, Moses Lo.

The dos and don’ts

Jika Anda ingin berhasil dengan pendanaan Seri A ini, buatlah target yang terukur dan transparan. Misalnya dalam hal jumlah, daripada memberikan rentang, lebih baik langsung menentukan digit angka. Semakin rinci sebuah financial plan menunjukkan kematangan perusahaan.

Meskipun demikian, kejujuran dan transparansi tetap harus jadi prioritas. Investor sendiri punya tim khusus untuk melakukan background check serta perhitungan finansial perusahaan. Jadi hindari resiko fraud atau manipulasi, karena akan terlihat buruk dalam sejarah perusahaan.

Ketika Anda sudah yakin dengan semua perhitungan yang ada dan menyampaikan narasi dengan percaya diri, tapi kemudian mendapat penolakan, Anda tidak perlu berpikir terlalu dalam. Penggalangan dana, layaknya penjualan, adalah permainan angka dengan berbagai risiko penolakan. VC pun terkadang menggunakan strategi “tarik-ulur” dalam menentukan portfolio mereka.

“Jangan biarkan penolakan membuatmu patah semangat. Kami pun berkali-kali ditolak oleh VC. Namun, hal itu tidak jadi personal. Terkadang VC akan menolak dulu sebelum mengatakan ‘Ya’ untuk berinvestasi,” ujar Moses.

Memang membutuhkan lebih banyak ketekunan, waktu dan usaha, namun ketika Anda telah mengerahkan seluruh energi untuk membuat produk ini layak dan dicintai masyarakat, mengapa perlu patah semangat?

Mengenal investor yang tepat

Tidak sedikit founder yang menganalogikan pendanaan dengan pernikahan. Memang keduanya melibatkan komitmen yang tidak dangkal, serta rasa saling percaya bahwa masing-masing punya tanggung jawab dan bisa melaksanakan dengan baik. Karena itu, muncul pertimbangan lain ketika perusahaan dan investor memutuskan untuk mengikat janji dalam sebuah term sheet. 

Para investor pun punya metrik sendiri untuk menilai founder di luar perhitungan-perhitungan yang mereka buat. Anda juga perlu menciptakan sebuah proses di mana kurva permintaan dan penawaran sesuai dengan target valuasi. Dengan begitu, Anda bisa menilai investor mana yang menawarkan tidak hanya kuantitas namun juga kualitas.

Willson Cuaca, Managing Partner East Ventures, selalu menekankan, “Kuncinya adalah berinvestasi pada individu. Setelah Anda menemukan seseorang yang tepat dan klik, Anda akan percaya sepenuhnya pada kemampuan mereka untuk berjalan secara independen dan membawa hasil terbaik melalui kesepakatan [term sheet] ini.”

Dalam hal ini, penting sekali untuk memastikan bahwa investor memiliki value yang sejalan dengan visi dan misi perusahaan. Hal ini semata-mata demi menghindari adanya clash of understanding di tengah perjalanan.

Seperti dikutip dari Series A Guide by Y Combinator, “Sederhananya adalah seperti ini: dalam proses evaluasi, cobalah pahami setiap bagian dari kualifikasi dan kondisi yang bisa menciptakan efek domino jangka panjang. Ekonomi bersifat sementara, tetapi kontrol berjalan selamanya.”

Strategi bisnis ke depan

Berbicara pendanaan, bukan hanya tentang persiapan pelaksanaan namun juga berkaitan dengan rencana masa depan. Dalam kasus ini, pendanaan Seri A merupakan goal, namun bukan hasil akhir. Dana yang didapat hanya berlaku sebagai alat. Alat yang bisa dipakai untuk membangun perusahaan atau malah menjatuhkannya.

Beberapa founder memanfaatkan kesempatan ini untuk strategi burn money. Tidak ada yang salah dengan hal itu, selama masing-masing bertanggung jawab dengan keputusannya. Para pendiri yang sukses dengan pendanaan Seri A tidak lantas bisa beristirahat dengan tenang, karena jalanan di depan akan jauh lebih terjal.

Dengan demikian, menghabiskan waktu dengan menyusun strategi selanjutnya seperti rencana rekrutmen, pengembangan produk, manajemen para investor, serta bagaimana bertumbuh secara individu menjadi sebuah keputusan bijak.

Formula ini berlaku pada beberapa perusahaan dari berbagai sektor industri. Tidak bisa dipungkiri, akan ada anomali dalam beberapa kasus. Namun, selama Anda berinvestasi pada diri sendiri dan percaya dengan produk yang ditawarkan, panduan ini akan membantu dalam melancarkan proses serta mewujudkan target jangka panjang tersebut.

YukStay Tergabung di Y Combinator, Ramaikan Persaingan Startup Proptech di Indonesia

YukStay adalah startup proptech yang kembangkan layanan online marketplace untuk penyewaan apartemen dan indekos. Saat ini baru beroperasi di seputar Jabodetabek dan Surabaya.

Awal tahun 2020, mereka turut tergabung dalam program akselerator bisnis Y Combinator bersama beberapa pemain lokal lain yakni Pahamify dan Newman’s. Seperti diketahui, keikutsertaan ke program tersebut turut memberikan keuntungan kepada startup mendapatkan seed round berkisar 2 miliar Rupiah.

Didirikan tahun 2018, YukStay digawangi dua founder yakni Jacky Steven dan Christopher Kung. Sebelum melibatkan diri di YC, mereka juga sudah mengumpulkan pendanaan $4 juta atau setara 65 miliar Rupiah dari sejumlah investor dalam putaran seri A, termasuk Insignia Ventures dan K3 Ventures.

Persaingan di lanskap terkait

Menerapkan model bisnis B2B2C, YukStay tidak hanya mengakomodasi kebutuhan hunian temporer untuk konsumen, mereka juga membantu pemilik properti. Kepada pemilik properti, ada tiga layanan yang diberikan selain listing, meliputi kepengurusan syarat legal terkait sewa-menyewa, membantu calon konsumen untuk melihat unit properti, dan pengelolaan/pemeriksaan inventaris saat peralihan pengguna properti.

Selain penyewaan unit apartemen secara penuh, mereka juga mendaftar unit properti co-living, yakni konsep hunian dan fasilitas bersama dengan kamar privat. Minimal keanggotaan yang diterapkan ialah 6 bulan. Setiap properti juga sudah dilengkapi dengan fasilitas dasar, seperti furnitur, tempat tidur, almari, konektivitas wifi hingga jasa perawatan. Menariknya lagi, pengguna juga bisa mencicil pembayaran biaya sewa.

Tim YukStay / YukStay
Tim YukStay / YukStay

Proptech di Indonesia

Dengan cakupan wilayah yang lebih luas, di segmen serupa sebelumnya juga sudah ada platform Travelio dan Mamikos. Keduanya turut membantu pemilik properti mengelola unitnya. Terakhir untuk akselerasi bisnis, Travelio menerima putaran pendanaan seri B hingga 253,6 miliar Rupiah dari sejumlah investor, termasuk Pavilion Capital, Gobi Partners, Samsung Venture dan lainnya. Sementara Mamikos, lebih fokus mengelola dan memasarkan unit di kategori indekos.

Model bisnis proptech pun juga makin beragam. Misalnya yang sudah tenar sebelumnya ada C2C marketplace, bentuknya portal yang memungkinkan pemilik properti mengiklankan secara mandiri unitnya dan konsumen bisa melihat daftar lengkap properti di wilayah tertentu. Beberapa pemain yang sudah ada di Indonesia seperti 99.co, Rumah12, Rumah.com, Lamudi dan lain sebagainya.

Startup proptech di Indonesia
Startup proptech di Indonesia

Fintech untuk properti juga sudah mulai hadir, memberikan opsi mekanisme pembiayaan pembelian atau penyewaan properti. Beberapa pemain yang ada seperti Gradana, CicilSewa dan CrowdDana.

Gradana terapkan konsep p2p lending untuk memfasilitasi konsumen akhir produk cicilan untuk DP dan pembelian properti. Sementara CicilSewa memberikan pinjaman penyewaan properti. Dan CrowdDana hadirkan skema equity crowdfunding untuk membantu pengembangan unit properti.

Peta persaingan

Dinamika bisnis penyewaan properti di Indonesia terus menggeliat seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat urban akan hunian sementara. Aksi perusahaan pun terus digencarkan, tahun lalu 99.co memutuskan untuk membentuk joint venture bersama REA Group, menyepakati sinergi dengan platform Rumah123 di Indonesia. Sebelumnya 99.co juga mengakuisisi UrbanIndo dan telah menyatukan listing properti ke layanannya.

Di Indonesia juga beroperasi unit bisnis milik PropertyGuru. Mereka menjalankan dua situs, yakni Rumah.com dan Rumahdijual.com yang diakuisisi pada akhir 2015 lalu. Di Indonesia, operasionalnya turut didukung konglomerasi EMTEK Group sebagai investor di putaran pendanaan seri D.

Lamudi juga turut andil dalam persaingan. Mereka hadir sejak tahun 2014. Satu tahun beroperasi, pada tahun 2015 perusahaan melakukan akuisisi platform PropertyKita. Selain di Indonesia, saat ini mereka juga beroperasi di Filipina. Sementara operasional Lamudi di Timur Tengah telah diakuisisi Emerging Markets Property Group pertengahan tahun lalu.

Application Information Will Show Up Here

Visinema Receives Rp45.5 Billion Series A Funding Led by Intudo Ventures

Today (2/26) Visinema announced series A funding worth of US$3.25 million or equivalent to Rp45.5 billion. This round led by Intudo Ventures, followed by the previous investors, GDP Venture and Ancora Capital. In terms of seed, the company had a GDP investment worth of US$2 million.

Additional capital raised is to be focused on building capacity in terms of animation content production, talent acquisition, and international expansion.

“The Indonesian film industry has experienced rapid growth in recent years, both in feature films and other unique content formats, and there continues to gain significant demand for high-quality local content. With our self-produced Hollywood-caliber content, we believe that Visinema is well-positioned to convey more Indonesian stories to the audience, both local and worldwide,” Intudo Ventures’ Founding Partner, Patrick Yip said.

Bekraf, on one occasion, said, the number of Indonesian cinema audiences has grown 230% in the last five years. Followed by the number of cinema that grown rapidly in the last three years, from 800 to 1800 screens. While quoting MPAA data, Indonesia is now ranked 16th for the world’s Box Office market share. The resulting market value reaches $345 million.

In fact, with the work of local filmmakers, several films managed to seize the attention of millions of viewers. In 2016 for example, there are 30 million people acquired from the top 15 films. The data collected by Ideosource explained the well-filled value chain in the Indonesian film industry. Both in terms of production to distribution.

List of companies in the value chain of the national film industry / Ideosource
List of companies in the value chain of the national film industry / Ideosource

In the report published in 2017, also explained the amount of funding received by the industry. It is said that 50% of investment is targeting various companies in the film industry, not only the IP (intellectual property) owners but also the marketing and distribution channels, with the other 20% poured on filmmakers or independent producers

Visinema is to build the whole production ecosystem

The current market motion is enough for players in the industry to be optimistic. Wearing an ambitious vision, armed with available resources, Visinema wants to develop a comprehensive studio ecosystem. The aim is to help end-to-end film processes, from concept advancement, talent development, production, distribution to monetization.

The company currently has sub-organizations such as Visinema Music which produces music for films; Visinema Campus for creative recruitment and labs; and Skriptura as spaces for writers. Not only appearances in theaters or television, the produced film and serial content also began to be distributed through digital channels such as Netflix, iflix, and Goplay.

Besides being favored by consumers due to convenience, the on-demand video platform clearly provides better benefits for film creators as a fairly efficient distribution channel. Especially in the midst of cross-platform competition which now has reached over ten fingers, one of the strategies is that each player wants to present their original series. Through their work, such as Filosofi Kopi The Series, Visinema also gained profits.

The economic value produced from films is quite large – along with the increasing quality. Below listed the biggest films achievements of local studio productions based on revenue:

the highest record of local film revenue in the last two decade / Statista
the highest record of local film revenue in the last two decade / Statista

Visinema’s Founder & CEO, Angga Dwimas Sasongko founded the company in 2008. Through the successful story of Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini and Keluarga Cemara, this studio is getting well-known by the public.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Visinema Terima Pendanaan Seri A Rp45,5 Miliar Dipimpin Intudo Ventures

Hari ini (26/2) Visinema mengumumkan pendanaan seri A senilai US$3,25 juta atau setara Rp45,5 miliar. Putaran ini dipimpin oleh Intudo Ventures, didukung investor sebelumnya yakni GDP Venture dan Ancora Capital. Di tahap awal, perusahaan telah mendapatkan investasi dari GDP senilai US$2 juta.

Modal tambahan yang didapat akan difokuskan untuk membangun kapasitas dalam produksi konten animasi, akuisisi talenta dan ekspansi internasional.

“Industri film Indonesia telah mengalami pertumbuhan pesat selama beberapa tahun terakhir, baik dalam film panjang maupun format konten unik lainnya, dan terus ada permintaan yang signifikan untuk konten lokal bermutu tinggi. Dengan konten ‘Hollywood-caliber’ yang diproduksi sendiri, kami percaya bahwa Visinema memiliki posisi yang baik untuk menyampaikan lebih banyak cerita Indonesia kepada audiens, baik di dalam negeri maupun di seluruh dunia,” ujar Founding Partner Intudo Ventures Patrick Yip.

Di sebuah kesempatan Bekraf menyampaikan, dalam lima tahun terakhir pertumbuhan jumlah penonton bisokop Indonesia capai 230%. Bahkan jumlah layar lebar bertumbuh cepat dalam tiga tahun terakhir, dari 800 menjadi 1800 layar. Sementara mengutip data MPAA, Indonesia kini berada di peringkat ke 16 untuk pangsa pasar Box Office dunia. Nilai pasar yang dihasilkan mencapai $345 juta.

Pun demikian dengan karya sineas lokal, beberapa film berhasil menyita perhatian jutaan penonton. Pada tahun 2016 contohnya, dari 15 film teratas penonton yang dirangkul capai 30 juta orang. Data yang dihimpun Ideosource memaparkan bahwa sebenarnya value chain dalam industri perfilman Indonesia sudah terisi dengan baik. Baik dari sisi produksi hingga distribusi.

Jajaran perusahaan yang mengisi value chain industri perfilman nasional / Ideosource
Jajaran perusahaan yang mengisi value chain industri perfilman nasional / Ideosource

Dalam laporan yang diterbitkan tahun 2017 tersebut juga dirinci besaran alokasi pendanaan yang diterima industri. Disebutkan 50% investasi menyasar beragam perusahaan yang bermain dalam ekosistem perfilman, tidak hanya pemegang IP (intellectual property), tapi juga kanal distribusi dan pemasaran. Sementara 30% fokus pada investasi perusahaan produksi film, lalu sisanya 20% dikucurkan pada filmaker atau produser independen.

Visinema ingin bangun ekosistem produksi secara menyeluruh

Geliat pasar yang ada cukup membuat para pemain di industri optimis. Taruh visi ambisius, berbekal sumber daya yang ada, Visinema ingin kembangkan ekosistem studio yang komprehensif. Tujuannya untuk membantu proses film secara end-to-end, mulai dari pematangan konsep, pengembangan bakat, produksi, distribusi hingga monetisasi.

Saat ini perusahaan telah memiliki sub-organisasi seperti Visinema Music yang memproduksi musik untuk film; Visinema Campus untuk perekrutan dan lab kreatif; dan Skriptura yang menjadi ruang bagi penulis. Tidak hanya tampil di bioskop atau televisi, konten film dan serial yang diproduksi juga mulai didistribusikan melalui kanal digital seperti Netflix, iflix dan Goplay.

Selain digemari konsumen karena kemudahan yang diberikan, platform video on-demand nyata-nyata memberikan manfaat lebih baik kreator film sebagai kanal distribusi yang cukup efisien. Terlebih di tengah persaingan antar-platform yang kini jumlahnya sudah mencapai belasan, salah satu strateginya masing-masing pemain ingin sajikan serial orisinal mereka. Melalui karyanya, seperti Filosofi Kopi The Series, Visinema pun ikut dapat untung darinya.

Nilai ekonomi yang dihasilkan dari film juga sangat besar – sejalan dengan kualitas yang makin meningkat. Berikut ini catatan capaian terbesar film yang diproduksi studio lokal berdasarkan revenue:

Capaian revenue tertinggi dari film lokal selama dua dekade terakhir / Statista
Capaian revenue tertinggi dari film lokal selama dua dekade terakhir / Statista

Founder & CEO Visinema Angga Dwimas Sasongko mendirikan perusahaannya pada tahun 2008. Melalui kesuksesan film Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini, Keluarga Cemara membuat studio ini main dikenal kalangan masyarakat.

Printerous Secured Series A Funding, Currently Focusing on Expansion

The online platform for printing and packaging, Printerous announced series A funding from BAce Capital, AddVentures, GDP Ventures and Gobi Agung. Sovereign’s Capital, the previous investor also participated.

The investment is to be used for developing technology infrastructure and expanding coverage to 30 new cities in Indonesia, including to develop a sustainable business model. Pinterous is said to be profitable, therefore, the recent cash will be focused on expansion, in terms of business and products.

“The printing market in Indonesia has reached US$14.5 billion in 2019, this is quite big for the public’s majorty are still using conventional printing. This is encouraged us to improve technology innovation to help SMEs with solution for design, printing to distribution. The online printing innovation is to create a seamless, efficient, and transparent process,” Pinterous’ Founder & CEO, Kevin Osmond told DailySocial.

Since its debut in 2012, Printerous has collaborated with more than 250 printing merchants and supported more than 35 thousand business players. In the journey, they still have some issues, including market education. It’s because the service is quite new in Indonesia.

“We partner with printing and logistics partners, so we can create an easy, transparent and cost-effective printing solution. This business model has been implemented in the emerging markets such as Japan, China, the United States, and Europe, where the so-called-conventional printing industry transformed into digital,” Kevin said.

GDP Venture’s CEO, Martin Hartono said to continue to support the local startups in order to develop the domestic industry. “We always support local startups in Indonesia to develop new solutions, one of which is Printerous in the printing and packaging industry.”

“Printerous can empower the traditional industry using its technology and additional services, therefore, it can be very advantageous for the printing business and users. Printerous is one of Indonesia’s startups we believe to have big potential,” Mulyono said as BAce Capital’s Managing Director.

Previously, the company has received pre-series A funding worth of 18 billion Rupiah, led by Golden Gate Ventures, followed by Sovereign’s Capital and Gunung Sewu Kencana.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Printerous Terima Pendanaan Seri A, Fokus Lancarkan Ekspansi (UPDATED)

Platform online penyedia layanan cetak dan packaging Printerous mengumumkan perolehan pendanaan seri A dari BAce Capital, AddVentures, GDP Ventures dan Gobi Agung. Investor sebelumnya Sovereign’s Capital juga turut serta dalam putaran ini.

Investasi yang didapat akan dimanfaatkan untuk mengembangkan infrastruktur teknologi dan memperluas jaringan ke 30 kota baru di Indonesia, termasuk membangun model bisnis berkelanjutan. Printerous mengklaim saat ini perusahaan dalam kondisi profitable, sehingga pendanaan kali ini fokusnya memang untuk ekspansi, baik secara cakupan bisnis maupun produk.

Market printing di Indonesia mencapai US$14,5 miliar di tahun 2019, potensi ini masih sangat besar karena mayoritas masih menggunakan percetakan konvensional. Hal ini yang membuat kami terus meningkatkan inovasi teknologi untuk membantu UKM dengan solusi desain, cetak sampai distribusi. Inovasi cetak online ini akan membuat proses lebih praktis, efisien dan transparan,” ujar Founder & CEO Printerous Kevin Osmond kepada DailySocial.

Sejak meluncur pada tahun 2012, Printerous sudah bekerja sama dengan lebih dari 250 percetakan dan telah membantu lebih dari 35 ribu pelaku bisnis. Dalam perjalanannya, mereka masih menghadapi beberapa masalah, salah satunya edukasi pasar. Karena di Indonesia layanan yang diusung masih tergolong baru.

“Kami menggandeng mitra percetakan dan logistik, sehingga terciptalah solusi mencetak yang mudah, transparan dan hemat biaya. Model bisnis ini telah diimplementasikan di pasar berkembang seperti Jepang, China, Amerika Serikat dan Eropa, di mana industri percetakan yang kerap kali dianggap konvensional telah beralih menjadi digital,” terang Kevin.

CEO GDP Venture Martin Hartono menyatakan bahwa dukungan terhadap startup lokal harus terus dilakukan untuk perkembangan industri dalam negeri. “Kami selalu mendukung perusahaan lokal Indonesia yang bisa mengembangkan solusi-solusi baru, seperti salah satunya Printerous di industri percetakan dan packaging.”

“Printerous mampu memberdayakan industri tradisional dengan teknologi dan layanan tambahan lainnya, sehingga menguntungkan bagi percetakan maupun pengguna. Printerous adalah salah satu startup dari Indonesia yang kami percaya mempunyai peluang besar.” ujar Mulyono selaku Managing Director BAce Capital.

Sebelumnya perusahaan mendapatkan pendanaan pra-seri A senilai senilai 18 miliar Rupiah, dipimpin Golden Gate Ventures dan diikuti oleh Sovereign’s Capital dan Gunung Sewu Kencana.

Update : perubahan angka market printing di tahun 2019

Application Information Will Show Up Here

Zenius Plans Business Growth, to Rocus on Tech Development and Content Production

The huge market potential in the edtech sector in Indonesia has encouraged Zenius to accelerate business growth in order to acquire more students while raising positive retention.

Zenius’ CEO Rohan Monga told DailySocial, after receiving US$20 million Series A funding (around 260 billion Rupiah), the company plans to develop technology, increase the variety of content, as well as recruit talent to strengthen the team. Aside from Northstar Group, Kinesys Group and BeeNext also participated in this round.

“The power of online learning platform positioned is the ability to analyze and diagnose each student based on collected data. Using a personal approach, it is expected to provide students with improved abilities. In order to create technology, it requires a very large cost.

The company also plans to launch massive marketing activities. Regarding marketing activities, Rohan said it will be similar to other players, all online and offline activities will be carried out as authentic. Zenius’ engineer team are based in Indonesia and India, with the objective to build technology that supports business processes.

Zenius focus as an edtech platform

zenius

Prior to the CEO position, Rohan Monga was a former Gojek’s COO and contributed to establishing first Indonesia’s decacorn at the early stage. He also the angel investor for Zenius’ seed funding. The sharp vision and mission of Zenius’ Co-Founder, Sabda PS who currently serves as Chief Educational Officer at Zenius, is one reason Monga is digging into the edtech sector in Indonesia.

“I am very enthusiastic about Sabda’s vision and Zenius team to present an even better online learning platform. This is in line with my experience mission in the technology era and my passion for social impact,” Monga said.

Was founded in 2004, Zenius claims to have formulated a learning approach using technology that prioritizes conceptual understanding and thinking model. The basic competency is to form a deep understanding of scientific concepts, not just a matter of remembering and memorizing.

Therefore, students should ideally have a good mindset after learning and be able to adapt and find solutions to the current problems they’re facing. The thinking ability is quite essential for future generations to adapt, collaborate and compete.

“I am very happy and glad for Monga to join Zenius. Monga, with his character that is focused on solutions and has deep insight and extraordinary experience in his field, is the most appropriate person for this role. I hope to encourage Zenius’ growth to continue improving the education sector in Indonesia,” said Sabda.

Zenius offers several types of products, the core business is Zenius.net, an online learning website contains more than 80 thousand leaning videos and hundreds of thousands of practice question

Zenius has several types of products, with the main product being Zenius.net, an online learning website that contains more than 80 thousand learning videos and hundreds of thousands of practice questions for elementary and high school levels that have been adapted to the national curriculum. Throughout 2019, the site has been accessed by more than 12.8 million users. Zenius has also launched mobile applications on Google Play and the App Store.

“I predict within the next 2-3 years there will be more and more edtech startups in Indonesia to bring new innovations around the online learning platform with diverse skills material to formal education as we have,” Rohan said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Strategi Pertumbuhan Bisnis Zenius, Fokus Kembangkan Teknologi dan Produksi Konten

Besarnya potensi pasar sektor teknologi pendidikan di Indonesia menjadi salah satu alasan mengapa Zenius awal tahun ini ingin mempercepat proses pengembangan bisnis, agar bisa merangkul lebih banyak siswa sekaligus mendapatkan retention positif.

Kepada DailySocial CEO Zenius Rohan Monga mengatakan, usai mendapatkan pendanaan seri A sebesar US$20 juta (sekitar 260 Miliar Rupiah), perusahaan berencana mengembangkan teknologi, meningkatkan variasi konten, sekaligus merekrut talenta untuk memperkuat tim. Selain Northstar Group, investor lain yang turut berpartisipasi dalam pendanaan adalah Kinesys Group dan BeeNext.

“Kekuatan dari online learning platform adalah kemampuan untuk melakukan analisis dan diagnosis masing-masing siswa berdasarkan data yang masuk. Dengan pendekatan personalisasi, diharapkan bisa meningkatkan kemampuan siswa untuk lebih baik lagi. Untuk bisa menciptakan teknologi tersebut tentunya dibutuhkan biaya yang sangat besar.”

Perusahaan juga berencana untuk melancarkan kegiatan pemasaran yang masif. Disinggung apakah kegiatan pemasaran akan serupa dengan pemain lainnya, Rohan menyebutkan semua kegiatan online dan offline akan dilakukan secara autentik. Zenius juga telah memiliki tim engineer berbasis di Indonesia dan India, berfungsi untuk membangun teknologi yang menyokong proses bisnis.

Fokus Zenius sebagai platform edtech

Sebelum menjabat sebagai CEO, Rohan Monga pernah menempati posisi COO Gojek dan turut membantu membangun decacorn pertama Indonesia tersebut di fase awal. Ia juga menjadi angel investor untuk pendanaan tahap awal Zenius. Ketajaman visi dan misi yang dimiliki oleh Co-Founder Zenius Sabda PS yang saat ini menjabat sebagai Chief Eductaional Officer di Zenius, menjadi alasan Rohan tertarik menyelami sektor edtech di Indonesia.

“Saya sangat antusias dengan pandangan yang dimiliki oleh Sabda dan tim Zenius untuk menghadirkan online learning platform lebih baik lagi. Hal tersebut sejalan dengan misi pengalaman saya di dunia teknologi dan passion saya terhadap social impact,” kata Rohan.

Berdiri sejak 2004, Zenius mengklaim telah merumuskan pendekatan belajar dengan teknologi yang mengutamakan pemahaman konseptual dan pembentukan daya nalar. Kompetensi dasar yang ingin dibentuk adalah pemahaman mendalam mengenai konsep keilmuan, bukan hanya soal mengingat dan menghafal.

Sehingga setelah belajar pembelajar idealnya dapat memiliki pola pikir yang baik dan mampu beradaptasi serta mencari solusi dari masalah yang dihadapi. Kemampuan berpikir ini juga yang nantinya dibutuhkan oleh generasi masa depan untuk beradaptasi, berkolaborasi dan bersaing.

“Saya sangat senang dan turut mengucapkan selamat atas bergabungnya Rohan ke Zenius. Rohan dengan karakternya yang fokus pada solusi serta memiliki wawasan mendalam dan pengalaman yang luar biasa di bidangnya adalah orang yang paling tepat untuk peran ini. Saya berharap dapat terus mendorong pertumbuhan Zenius untuk terus memajukan dunia pendidikan di Indonesia,” kata Sabda.

Zenius memiliki beberapa jenis produk, dengan produk utama berupa Zenius.net, sebuah situs web pembelajaran online yang memuat lebih dari 80 ribu video pembelajaran dan ratusan ribu latihan soal untuk jenjang SD-SMA yang telah disesuaikan dengan kurikulum nasional. Sepanjang tahun 2019, situs tersebut telah diakses oleh lebih dari 12,8 juta pengguna. Zenius juga telah meluncurkan aplikasi mobile di Google Play dan App Store.

“Saya prediksi dalam waktu 2-3 tahun ke depan akan makin banyak lagi startup edtech di Indonesia yang menghadirkan inovasi baru seputar online learning platform dengan materi skill yang beragam hingga formal education seperti yang kami miliki,” kata Rohan.

Application Information Will Show Up Here

Hukumonline Secures Series A Funding, to Develop Technology for Legal Practitioners’ Essentials

The legal-tech startup Hukumonline, yesterday (2/3) announced series A investment. Funding was received from private equity focused on media company, Emerging Media Opportunity Fund (EMOF). The value is still undisclosed, but the previous investors also participated in this round.

The capital injection is to be focused on developing new products and improving the current services.

Hukumonline‘s CTO, Arkka Dhiratara spoke further details with DailySocial, the new variant will complete the legal content which relevant with legal practitioners’ requirements, either law firm or in-house counsels. An innovation that was previously released is the chatbot feature named “LIA”.

“We are to continue making innovations focused on new products using the latest technology. Some products have been developed and to be further improved, including document management systems, compliance solutions, and litigation tools. We expect these products can facilitate research and legal analysis,” he said.

Hukumonline was founded in 1999 by a group of legal practitioners, including Ibrahim Assegaf. Aside from being an information portal, they are now running two subsidiaries in the same sector with different services.

First, there is Justika, a consulting service for various legal cases. The concept is a marketplace, it’ll connect clients with attorneys. In its debut, Justika received pre-series A investment from Assegaf Hamzah & Partners.

Next, Easybiz was developed to help businessmen took care of legal stuff. As an example, to set up a Limited Company, tourism business license, foundation establishment, and others.

Justika.com's CEO, Melvin Sumapung and Hukumonline's CTO, Arkka Dhiratara as ASEAN Legaltech ambassador for Indonesia
Justika.com’s CEO, Melvin Sumapung and Hukumonline’s CTO, Arkka Dhiratara as ASEAN Legaltech ambassador for Indonesia

Although running differently, Arkka said the business still related to each other. He explained, “As for example, one of our biggest pageviews is the Klinik Hukum (people who clicked on legal question), we’ll set up a CTA (consulting with the experts) on Justika.com in the page.”

In terms of Hukumonline, the business model is freemium. The company claims to gain 20% premium user growth in two years. Most of the users come from lawfirm, in-house counsels, government institutions, and universities.

“We feel lucky that Hukumonline considered as the earliest media with the subscription model, while the other media rely on advertising. We have been using this business model since 2002 and will continue to do so. As a knowledge company, in which our main product is dynamic legal content, this is the most suitable business model for now,” he added.

In Indonesia, legal-tech startup has been listed under association, such as Indonesian Regtech and Legaltech Association (IRLA) and ASEAN LegalTech. Based on research, there are 88 legal-tech startups around Southeast Asia. Singapore and Indonesia are the most dominant countries with 25 and 21 startups.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dapatkan Dana Seri A, Hukumonline Ingin Kembangkan Teknologi untuk Akomodasi Kebutuhan Praktisi Hukum

Startup legaltech Hukumonline kemarin (03/2) mengumumkan perolehan pendanaan seri A. Investasi tersebut didapat dari ekutias swasta yang berfokus mendanai perusahaan media Emerging Media Opportunity Fund (EMOF). Tidak disebutkan besaran dana yang didapat, namun disampaikan juga investor di tahapan sebelumnya turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Suntikan modal ini akan difokuskan untuk pengembangan produk baru dan peningkatan layanan yang sudah ada sebelumnya.

Lebih detailnya kepada DailySocial CTO Hukumonline Arkka Dhiratara menyampaikan, varian produk baru tersebut akan melengkapi konten hukum yang relevan dengan kebutuhan praktisi hukum baik dari law firm maupun in-house counsels (pengacara internal perusahaan).  Inovasi yang sempat dirilis sebelumnya adalah layanan chatbot bernama “LIA”.

“Kami juga akan meneruskan inovasi-inovasi dengan fokus pada produk baru yang menggunakan teknologi terkini. Beberapa produk yang telah dikerjakan dan akan kami teruskan antara lain document management system, compliance solutions dan litigation tools. Kami mengharapkan agar produk-produk baru tersebut dapat memudahkan riset dan analisis hukum,” ujarnya.

Hukumonline didirikan pada tahun 1999 oleh sekelompok praktisi hukum termasuk salah satunya Ibrahim Assegaf. Selain portal informasi, kini mereka punya dua anak usaha di bidang yang sama dengan layanan berbeda.

Pertama ada Justika, layanan konsultasi untuk berbagai permasalahan hukum. Berbentuk marketplace, mereka menghubungkan langsung klien dengan pengacara pilihannya. Dalam debutnya Justika dapatkan pendanaan pra-seri A dari Assegaf Hamzah & Partners.

Kedua ada Easybiz, dikembangkan untuk membantu pebisnis urus berbagai hal terkait legal. Misalnya membuat PT baru, pembuatan izin usaha pariwisata, pendirian yayasan dan lain-lain.

CEO Justika.com Melvin Sumapung dan CTO Hukumonline.com Arkka Dhiratara menjadi duta ASEAN LegalTech untuk Indonesia
CEO Justika.com Melvin Sumapung dan CTO Hukumonline.com Arkka Dhiratara menjadi duta ASEAN LegalTech untuk Indonesia

Kendati beroperasi secara terpisah, menurut Arkka masing-masing unit bisnis memiliki keterkaitan satu sama lain. Ia menjelaskan, “Sebagai contoh, salah satu pageviews kami paling banyak ke halaman Klinik Hukum (orang yang memili pertanyaan hukum), kami buatkan CTA (konsultasi dengan ahli) untuk Justika.com di halaman tersebut.”

Untuk Hukumonline sendiri, model bisnis yang diterapkan adalah freemium. Perusahaan mengklaim dalam dua tahun terakhir mendapatkan user growth pelanggan premium hingga 20%. Mayoritas pelanggan berasal dari lawfirm, in-house counsels, lembaga pemerintah dan universitas.

“Kami merasa beruntung bahwa Hukumonline adalah media yang termasuk paling awal menerapkan subscription, di mana media-media lain masih mengandalkan advertising. Kami sudah menggunakan model bisnis tersebut sejak tahun 2002 dan akan terus dilanjutkan. Sebagai knowledge company, di mana produk utama kami adalah konten hukum yang bersifat dinamis, model bisnis ini yang paling sesuai untuk saat ini,” imbuh Arkka.

Di Indonesia, saat ini startup legaltech sudah dinaungi oleh asosiasi, di antaranya Indonesian Regtech and Legaltech Association (IRLA) dan ASEAN LegalTech. Dari riset yang dilakukan, saat ini ada sekitar 88 startup legaltech di seluruh Asia Tenggara. Singapura dan Indonesia merupakan paling dominan di kawasan dengan masing-masing 25 dan 21 startup.

Application Information Will Show Up Here