Dikabarkan Dapat Pendanaan Seri A, Moladin Capai Tonggak “Centaur” dengan Valuasi 3,3 Triliun Rupiah

Moladin dikabarkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $42 juta atau setara 601,5 miliar Rupiah. Menurut data yang diinputkan ke regulator, Sequoia Capital India dan Northstar Group terlibat memimpin pendanaan ini. Diikuti sejumlah investor sebelumnya termasuk East Ventures dan Global Founder Capital. Dengan dana segar yang didapat, diklaim valuasi perusahaan telah mencapai $231 juta atau setara 3,3 triliun Rupiah.

Kabar soal penggalangan dana ini sebenarnya sudah terendus sejak pertengahan tahun 2021 lalu. Adapun putaran terakhir secara resmi diumumkan Moladin pada Januari 2020 dalam pra-seri A.

Didirikan sejak 2017, Molaldin dinakhodai oleh Jovin Hoon dan Mario Tanamas. Awalnya platform tersebut didirikan untuk menjembatani kebutuhan pembelian motor baru da bekas. Hanya saja kini mereka sudah mengalihkan fokus ke jual-beli mobil bekas. Bahkan sudah tidak ada menu “Motor” lagi di situs mereka.

Masuknya Moladin ke bisnis ini semakin menambah peta persaingan car marketplace yang beberapa waktu terakhir menyita perhatian publik. Diketahui sebelumnya dua platform dari negeri tetangga Carro dan Carsome telah mencapai tonggak unicorn – keduanya juga memiliki basis bisnis yang cukup kuat di Indonesia. Sebelumnya juga ada BeliMobilGue yang kini menjadi OLX Autos.

Pasar yang besar

Pada paruh pertama 2021, OLX Autos menyampaikan capaian transaksi mobil bekas di platformnya telah melampaui $1 miliar secara global. OLX Autos sendiri mulai beroperasi sejak Januari 2020. Menurut riset yang dilakukan perusahaan, dampak Covid-19 juga masih memberikan tren positif pada industri jual-beli mobil bekas di Indonesia. Bahkan selama pandemi, permintaan secara umum untuk produk mobil bekas masih bisa naik 15-20%.

Pun demikian data yang disampaikan Carro. Sampai Q3 2021, mereka mendapati peningkatan transaksi 11x lipat. Untuk unit bisnisnya di Indonesia, 45,87% transaksi dilakukan secara online dengan pengguna dari Jabodetabek menjadi penyumbang utama penjualan.

Selama ini layanan penjualan mobil bekas memang masih tersentralisasi pada bisnis offline. Layanan Moladin, Carro, dan lainnya mencoba mendemokratisasi proses tersebut. Tidak hanya menyediakan layanan listing, infrastruktur mereka juga meliputi pembiayaan. Model bisnis yang diterapkan juga menyeluruh melalui C2B2C – membeli mobil dari pengguna, lalu menjualnya baik ke diler dengan sistem lelang maupun secara langsung ke konsumen melalui situs.

Perjalanan Moladin

Sejak meluncur, Moladin mendapatkan dukungan pendanaan awal dari East Ventures dan sejumlah investor lainnya. Layanan awal mereka pembelian motor untuk pengguna yang tinggal di area Jabodetabek, Banten, Bandung, Yogyakarta, Solo, dan Semarang. Pendanaan $1,2 yang kala itu didapat juga difokuskan untuk perluasan wilayah dan memperkuat aspek kemitraan bisnis dengan diler dan perusahaan leasing di berbagai daerah.

Kala itu, sampai pertengahan 2018, bisnis penjualan motor masih mendapati traksi yang sangat menarik. Moladin mengklaim mengalami pertumbuhan penjualan 20-30% per bulannya dengan total nilai transaksi lebih dari $1 juta.

Di tahun 2019, Moladin juga menyampaikan berhasil menggandakan GMV dari tahun sebelumnya. Mereka berhasil menambahkan 8000 listing sepeda motor bekas di sistem mereka, termasuk 8 kali lipat pertumbuhan penggunaan aplikasi. Moladin juga memperkenalkan produk baru seperti auto mortgage loan untuk memudahkan pengguna yang membutuhkan pilihan dalam mendapatkan sepeda motor mereka.

Lalu pada awal Januari 2020 East Ventures kembali memimpin pendanaan untuk Moladin di putaran pra-seri A. Pendanaan masih difokuskan untuk memperkuat posisinya di industri dengan penguatan bisnis dan ekspansi.

Sampai pada akhirnya di tahun 20121, Moladin mulai beralih dari produk motor ke mobil bekas. Kami sempat mengirimkan inquiry untuk menanyakan soal perkembangan bisnis dan konfirmasi pendanaan, namun demikian pihak Moladin untuk waktu dekat ini masih belum bersedia menerima wawancara dari media.

Menjadi menarik untuk ditunggu rancangan strategi berikutnya Moladin dengan model bisnis baru yang ditekuni. Terlebih ia langsung akan berhadapan dengan pemain-pemain yang notabenenya sudah memiliki power yang besar.

Application Information Will Show Up Here

Xurya Confirms the Series A Funding Worth of 308 Billion Rupiah Led by East Ventures and Saratoga

Xurya renewable energy startup announced a $21.5 million (approximately 308 billion Rupiah) series A funding round led by East Ventures (Growth Fund) and PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (Saratoga). The confirmed value was much bigger than what we’ve been informed in December 2021, at $14 million.

Schneider Electric and New Energy Nexus Indonesia, Xurya’s former investors, also participated in the round. Last year, New Energy Nexus Indonesia finalized its investment in five renewable energy companies. Meanwhile, Schneider Electric, through Schneider Electric Energy Access Asia (SEEAA) made its investment debut to Indonesia’s renewable energy startup, Xurya.

Xurya will allocate the fresh funds to continue the construction of Rooftop Solar Panel which has tripled in the past year, technology development, and human resources, therefore, efforts to accelerate the clean energy transition can be immediately executed.

“We appreciate the support and trust given by investors, partners and customers to assist us in accelerating the transition to new renewable energy in Indonesia since Xurya was founded three years ago,” Xurya Daya Indonesia’s Managing Director, Eka Himawan said in an official statement, Wednesday (1/12).

East Ventures’ Managing Partner, Roderick Purwana said, “East Ventures believes in the essential of investing in the right companies, not only for profit, but also to provide social and environmental impact. As one of the pioneers of VC applying an ESG approach to investment, we are very pleased to be able to support the Xurya team from the very beginning of their journey to create a clean and sustainable energy revolution in Indonesia, and protect the earth.”

Saratoga’s President Director, Michael Soeryadjaya added, “This investment is a good opportunity for Saratoga to strengthen support in the New & Renewable Energy (EBT) technology sector, which is now one of the government’s priority.”

He said, Rooftop Solar Panel (PLTS) can provide a solution for the clean, environmentally friendly and sustainable energy in Indonesia. The growth of Rooftop PLTS capacity is rapidly significant in the last three years, it proves the NRE technologyis getting higher demand.

As one of the government-supported initiatives, Saratoga can help accelerate the government’s efforts to achieve the NRE mix target of up to 23% by 2025 and 31% by 2050.

Until the end of 2021, Xurya has operated 57 Rooftop Solar Panel and is currently building in 38 other locations from various industries and businesses, such as manufacturing companies (food and beverage, consumer goods, agriculture, automotive, steel, building materials, textiles, etc), cold storage, hotels, and shopping centers across Jakarta, Banten, West Java, East Java, Central Java, Lampung, South and North Sumatra, and South Sulawesi.

Xurya products

Xurya Daya Indonesia (Xurya) offers several products, including solar-based energy solutions, which applied to building roofs. Aside from installation and equipment, the company also develops an application to facillitate owners in managing energy easier.

In addition, Xurya also pioneered the no-investment method to switch to solar power with a monthly fee model. In its implementation, it is a one-stop solution, Xurya will help from the design process, equipment selection, licensing, construction to the selection of financing products for solar electricity customers.

Eka said in tan interview, “Amid the slowdown in PV mini-grid investment, we believe that commercial and industrial customers have become a bright spot for electricity investors in Indonesia, not only in terms of profit, but more importantly from a climate impact perspective.”

Eka admits that consumer education is one of the toughest challenges. Because there are many companies and individuals who do not understand solar panels and many have the wrong idea about the electrical stability of PLTS. “The main target this year is to expand its business throughout Indonesia to offer go green solutions to more companies.”

The opportunity for Rooftop PLTS development in Indonesia is very large, exceeding its potential capacity of 200 thousand megawatts. Currently, the cost of Rooftop PLTS components is lower than other renewable energies, but this market has not been fully utilized so that less than 150 megawatts have been installed throughout Indonesia.

Apart from Xurya, there are already several startups engaged in this segment. Some of those are Warung Energi, Weston Energy, Forbetric, Erenesia, Khaira Energy, and Syailendra Power. Most work on the potential of solar power.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Xurya Konfirmasi Pendanaan Seri A 308 Miliar Rupiah Dipimpin East Ventures dan Saratoga

Startup energi terbarukan Xurya mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $21,5 juta (sekitar 308 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures (Growth Fund) dan PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (Saratoga). Nilai yang dikonfirmasi ini lebih besar dari informasi yang DailySocial.id terima pada Desember 2021 sebesar $14 juta.

Schneider Electric dan New Energy Nexus Indonesia, investor sebelum dari Xurya, turut berpartisipasi dalam putaran tersebut. New Energy Nexus Indonesia pada tahun lalu telah menyelesaikan investasinya di lima perusahaan energi terbarukan. Sementara, Schneider Electric, melalui Schneider Electric Energy Access Asia (SEEAA) melakukan debut investasinya di startup energi terbarukan di Indonesia kepada Xurya.

Xurya akan mengalokasikan dana segarnya tersebut untuk melanjutkan pembangunan PLTS Atap yang telah tumbuh hingga tiga kali lipat sepanjang tahun lalu, pengembangan teknologi, dan sumber daya manusia agar upaya akselerasi transisi energi bersih bisa segera terealisasi.

“Kami mengapresiasi dukungan dan kepercayaan yang diberikan oleh para investor, partner, dan customer untuk membantu kami dalam mempercepat transisi energi baru terbarukan di Indonesia sejak Xurya berdiri tiga tahun lalu,” ujar Managing Director Xurya Daya Indonesia Eka Himawan dalam keterangan resmi, Rabu (12/1).

Managing Partner East Ventures Roderick Purwana mengatakan, “East Ventures percaya pentingnya berinvestasi di perusahaan yang tepat, tidak hanya untuk mengejar profit, tapi juga memberikan dampak sosial dan lingkungan. Sebagai salah satu pelopor VC yang menerapkan pendekatan ESG dalam investasi, kami sangat senang bisa mendukung tim Xurya sejak awal perjalanan mereka dalam menciptakan revolusi energi yang bersih dan berkelanjutan di Indonesia, serta melindungi bumi.”

Presiden Direktur Saratoga Michael Soeryadjaya menambahkan, “Investasi ini merupakan kesempatan yang baik bagi Saratoga untuk memperkuat dukungan di sektor teknologi Energi Baru & Terbarukan (EBT) yang kini menjadi salah satu sumber energi prioritas yang akan dikembangkan oleh pemerintah.”

Menurutnya, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap dapat memberikan solusi bagi tersedianya energi bersih, ramah lingkungan, dan berkelanjutan di Indonesia. Pertumbuhan kapasitas terpasang PLTS Atap sangat pesat dalam tiga tahun terakhir, ini membuktikan bahwa kebutuhan terhadap industri teknologi EBT semakin tinggi.

Sebagai salah satu inisiatif yang didukung pemerintah, Saratoga dapat membantu mempercepat upaya pemerintah dalam mencapai target bauran EBT hingga 23% pada 2025 dan 31% pada 2050.

Hingga akhir 2021, Xurya telah mengoperasikan 57 PLTS Atap dan saat ini sedang membangun di 38 lokasi lainnya dari berbagai industri dan bisnis yang semakin beragam, seperti perusahaan manufaktur (makanan dan minuman, consumer goods, pertanian, otomotif, baja, bahan bangunan, tekstil, dll), cold storage, hotel, hingga pusat perbelanjaan yang tersebar di Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan dan Utara, serta Sulawesi Selatan.

Produk Xurya

Xurya Daya Indonesia (Xurya) memiliki beberapa produk, meliputi solusi energi berbasis surya, yang diaplikasikan pada atap bangunan. Selain jasa pemasangan dan perangkat, perusahaan juga mengembangkan platform aplikasi untuk memudahkan pemilik aset melakukan pengelolaan energi.

Selain itu, Xurya juga mempelopori metode no investment (tanpa investasi) untuk beralih ke tenaga surya dengan model biaya bulanan. Dalam implementasinya, solusi mereka berbasis satu pintu, Xurya akan membantu dari proses design, pemilihan equipment, perizinan, konstruksi sampai dengan pemilihan produk pembiayaan untuk listrik surya pelanggan.

Dalam sebuah kesempatan wawancara, Eka mengatakan, “Di tengah perlambatan investasi PLTS utilitas, kami percaya bahwa pelanggan komersial dan industri telah menjadi titik terang bagi para investor ketenagalistrikan di Indonesia, tidak hanya dari perspektif keuntungan, tetapi lebih penting lagi dari perspektif dampak iklim.”

Dalam menyajikan produk-produknya, Eka mengakui bahwa edukasi konsumen menjadi salah satu tantangan terberat. Karena masih banyak perusahaan dan individu yang kurang paham mengenai solar panel dan banyak yang salah sangka mengenai stabilitas listrik dari PLTS. “Target utama tahun ini melakukan ekspansi bisnis ke seluruh wilayah Indonesia untuk menawarkan solusi go green ke lebih banyak perusahaan.”

Peluang pengembangan PLTS Atap di Indonesia sangat besar, melebihi potensi kapasitasnya yang mencapai 200 ribu megawatt. Saat ini biaya komponen PLTS Atap lebih rendah dibandingkan energi terbarukan lainnya, namun pasar tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga baru terpasang kurang dari 150 megawatt di seluruh Indonesia.

Selain Xurya, di Indonesia sudah ada beberapa startup yang turut bermain di ranah tersebut. Beberapa di antaranya Warung Energi, Weston Energy, Forbetric, Erenesia, Khaira Energy, dan Syailendra Power. Sebagian besar menggarap potensi tenaga surya.

Power Commerce Asia Receives Series A Funding, Expanding Business to Malaysia

The ERP solution provider startup, Power Commerce Asia, announced series A funding with an undisclosed amount from PT Interport Mandiri Utama, a subsidiary of PT Indika Energy, and a logistics and courier company, PT SAP Express. The fresh money will be used to expand to Malaysia to serve global brand partners in serving its customers in the country.

After this investment, Interport’s directors, including Yukki Nugrahawan Hanafi and Alif Sasetyo with SAP Express’ President Director, Budiyanto Darmastono, are now part of the Board of Commissioners at Power Commerce Asia.

On this occasion, he officially announced the launching of Power Commerce after running in stealth mode since its operations began three years ago. Starting this year, the company will significantly scale its business using the latest investment round.

The Power Commerce Asia’s Founder & CEO, Hadi Kuncoro said that the team is now focused on building the company’s fundamentals in the form of omni-channel ERP and supply chain solutions for the business ecosystem. Thus, Power Commerce Asia can become a sustainable company.

“We did not build an app, but a tech company that is building a digital ecosystem for industry. We have B2B users, from brands, manufacturers, brand owners, global brands and SMEs. Conceptually, we want to build an omni-channel e-commerce and supply chain solution, therefore, brands can sell through any platform and integrated in real-time,” Hadi explained at a press conference yesterday (1/6).

The investment, he continued, was not solely for the money but also strategic partnerships with investors. It is known that Interport has an extensive network in handling cross-border transactions, while SAP Express has a warehousing and procurement network throughout Indonesia.

Power Commerce will optimally utilized these assets to expand its business, targeting growth up to seven times this year. “Our vision is not only applicable in Indonesia, we are trying to build something to solve problems in the global market. Therefore, we will enter the regional market in the near future.”

The company will explore the SME segment in order to experience omni-channel and supply chain solutions. The solution is planned to be available in the middle of this year as an SaaS concept with a subscription model. Hadi said, the subscription model is considered more effective to capture the SME market as it doesn’t require them to pay for long term.

Solutions

Power Commerce Asia provides an end-to-end solution that includes e-commerce marketplace enabler, technology development, warehouse management, shipping management & delivery service, digital marketing, payment management, and omni-channel ERP system management. Power Commerce Asia’s omni-channel technology ensures all brands to take advantage of all existing sales channels, both offline and online.

Within three years of operation, Power Commerce Asia claims to have grown significantly up to 132 times. It began with the start-up phase, smart-up company, and has now turned into a scale-up company. The positive growth in late  2021 is indicated by some metrics, including the total transaction that increased by 28 times, the average monthly transaction grew by 28 times, the Net Revenue (NMV) increased by 22 times, and the average monthly sales grew by 12 times. The previous percentages aren’t followed with detailed numbers.

The company has collaborated with several local and global brands from various industries in managing e-commerce sales channels. The partners include Soho Global (Imboost, Curcuma, Diapet), Menarini (Dermatix, Transpulmin), Kino Indonesia, Galeri24, Mamasuka, Combiphar, Twinings, Ovaltine, Probalance, Prodiet, Evalube, Dompet Dhuafa and many others.

In the future, the company will expand ERP solutions not only for finished products, but also for raw materials that can be integrated in a real-time system from upstream to downstream. This will certainly make it easier for manufacturers to monitor the work flow to be more efficient.

Hadi is optimistic with the well-developed business fundamentals to lead the company achieving sustainability and accelerate the IPO in 2025. “In 2025 our mission is to enter the ASEAN market, and conduct an IPO for the exit plan,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Power Commerce Asia Peroleh Pendanaan Seri A, Siap Ekspansi ke Malaysia

Startup penyedia solusi ERP Power Commerce Asia mengumumkan pendanaan seri A dengan nominal dirahasiakan dari PT Interport Mandiri Utama, anak usaha dari PT Indika Energy, dan PT SAP Express, perusahaan logistik dan kurir. Dana segar ini akan dimanfaatkan untuk melancarkan aksi ekspansi ke Malaysia untuk melayani rekan merek global dalam melayani konsumennya di negara tersebut.

Pasca investasi ini, direktur di Interport seperti Yukki Nugrahawan Hanafi dan Alif Sasetyo, dan Presdir SAP Express Budiyanto Darmastono, kini menjadi bagian dari Dewan Komisaris di Power Commerce Asia.

Dalam kesempatan tersebut sekaligus mengumumkan secara resmi kehadiran Power Commerce setelah berada dalam stealth mode semenjak operasionalnya dimulai pada tiga tahun lalu. Mulai tahun ini, perusahaan akan mengeskalasi bisnisnya jauh lebih signifikan dengan amunisi yang didapat dari putaran pendanaan tersebut.

Founder & CEO Power Commerce Asia Hadi Kuncoro menuturkan selama ini ia dan tim fokus membangun fundamental perusahaan berupa solusi ERP omni-channel dan supply chain untuk ekosistem bisnis. Dengan demikian, Power Commerce Asia dapat menjadi perusahaan yang berkelanjutan.

“Kami tidak bangun aplikasi, tapi tech company yang bangun ekosistem digital untuk industri. Pengguna kami adalah B2B, dari brand, manufaktur, brand owner, brand global hingga UKM. Secara konsep, kami ingin bangun e-commerce omni-channel dan supply chain solution, sehingga brand bisa berjualan di mana pun dan di platform mana pun dan terintegrasi secara real-time,” terang Hadi dalam konferensi pers, kemarin (6/1).

Investasi yang diperoleh Power Commerce, lanjutnya, bukan semata-mata mengincar dana segar tapi juga kemitraan strategis bersama para investor. Diketahui, Interport memiliki jaringan yang luas dalam menangani transaksi lintas negara, sementara SAP Express punya kehadiran jaringan pergudangan dan pengadaan yang tersebar di seluruh Indonesia.

Aset-aset tersebut akan diutilisasi secara maksimal oleh Power Commerce dalam meningkatkan bisnisnya yang ditargetkan dapat tumbuh hingga tujuh kali lipat sepanjang tahun ini. “Kita tidak hanya punya visi di Indonesia saja, apa yang kita coba bangun ini untuk meresolusi problematika di pasar global. Makanya pada stage kedua, kami akan masuk ke pasar regional.”

Perusahaan akan merambah segmen UKM agar dapat merasakan solusi omni-channel dan supply chain. Rencananya solusi tersebut akan hadir pada pertengahan tahun ini dalam bentuk SaaS dengan model berlangganan. Menurut Hadi, konsep berlangganan dinilai lebih efektif untuk menarik UKM karena tidak perlu berkomitmen untuk membayar dalam jangka waktu lama.

Solusi Power Commerce Asia

Power Commerce Asia menghadirkan end-to-end solution services yang mencakup e-commerce marketplace enabler, technology development, warehouse management, shipping management & delivery service, digital marketing, payment management, dan omni-channel ERP system management. Teknologi omni-channel yang dimilki oleh Power Commerce Asia dapat memastikan bahwa seluruh brand dapat memanfaatkan seluruh saluran penjualan yang ada, baik offline maupun online.

Dalam kurun waktu tiga tahun, Power Commerce Asia mengklaim tumbuh signifikan hingga mencapai 132 kali lipat. Dimulai dengan fase start-up, smart-up company, dan kini telah masuk ke tahap scale-up company. Pertumbuhan positif di penghujung 2021 ditunjukkan dengan metriks, di antaranya jumlah transaksi yang bertumbuh 28 kali lipat, rata-rata transaksi bulanan bertumbuh 28 kali lipat, pertumbuhan Net Revenue (NMV) sebanyak 22 kali lipat, dan rata-rata penjualan bulanan bertumbuh 12 kali lipat. Tidak dijelaskan secara rinci dalam bentuk angka mengenai seluruh pencapaian di atas.

Perusahaan telah berkolaborasi bersama berbagai brand lokal dan global dari berbagai macam industri dalam mengelola channel penjualan e-commerce. Beberapa namanya adalah, Soho Global (Imboost, Curcuma, Diapet), Menarini (Dermatix, Transpulmin), Kino Indonesia, Galeri24, Mamasuka, Combiphar, Twinings, Ovaltine, Probalance, Prodiet, Evalube, Dompet Dhuafa dan masih banyak lainnya.

Ke depannya perusahaan akan perluas solusi ERP tidak hanya untuk produk jadi saja, tapi juga barang mentah (raw material) dapat terintegrasi secara sistem dan real-time dari hulu ke hilir. Hal tersebut tentunya akan permudah produsen dalam memantau proses kerjanya jadi lebih efisien.

Hadi optimis dengan fundamental bisnis yang sudah dibangun secara matang ini, dapat membawa perusahaan menjadi perusahaan yang berkelanjutan dan menyegerakan aksi IPO pada 2025 mendatang. “Pada 2025 misi kami masuk ke pasar ASEAN, dan melakukan IPO untuk exit plan-nya,” tutup dia.

East Venture Leads Series A Funding for the Healthtech Startup “Smarter Health”

Smarter Health announced a series A funding worth of S$ 5.15 million (approximately 54 billion Rupiah) led by East Ventures. The fresh moeny will be used for product development and market expansion in Southeast Asia. Also participated in this round some strategic investors, such as Orbit Malaysia, Citrine Capital, HMI Group, and EMTEK.

The Smarter Health platform facilitates secure exchange of data between insurance companies, healthcare providers and patients. This enables the use of data to guide patient decision making, and increases the accuracy and speed of claims. Future developments will drive greater operational efficiency, effectiveness, and enhance customer security.

After the promising traction in Singapore, Malaysia, Indonesia, Smarter Health is looking to further enhance and expand its market and series of solutions.

“We are excited to partner with East Ventures and other strategic investors to realize our vision of being an ‘Easy to Access, Affordable and Accountable’ healthcare service. We look forward to collaborating with more insurance companies, healthcare providers, and doctors to achieve this vision,” Smarter Health’s CEO Liaw Yit Ming said in an official statement, Monday (3/1).

East Ventures’ Co-Founder & Managing Partner, Willson Cuaca added, “The Covid-19 pandemic has forced insurance companies and healthcare providers to reconsider and restructure their operations strategies by accelerating digital transformation. Smarter Health is here to make healthcare more accessible, affordable and accountable by providing an AI-operable platform.

“We are excited to support Smarter Health in resolving inefficiencies in the health care process between stakeholders in the health ecosystem,” Willson added.

One of Smarter Health’s solutions in Indonesia is the Second Medical Opinion service, which allows patients to get a complete overview of their medical condition from a collaborative network of specialist doctors carefully curated by Smarther Health.

These specialist doctors come from Singapore and have different medical specialties and disciplines. They practice in major private hospitals such as Elizabeth Novena Hospital, Mount Elizabeth Hospital, Gleneagles Hospital and others for a flat rate of S$250.

Indonesian patients will be scheduled for a 20-minute teleconsultation session and receive a written medical report from the selected specialist within five working days after the consultation session.

Digital transformation for health industry is currently on the spot

The Ministry of Health publishes a roadmap contained in the blueprint of the Indonesian health sector transformation and digitization for 2021-2024. There are three priority agendas for the Ministry, integration and development of data systems, service applications, and ecosystems in the field of health technology (healthtech).

Apart from the right momentum due to the Covid-19 pandemic, the roadmapis haunted by a number of big challenges. It includes the data system and the unbalanced ratio of the number of health workers and room capacity to the total population.

Currently, there are hundreds of applications which data management still based on individual information. In the government, there are more than 400 applications in the health sector, and this number does not include the regional level. This is yet to mention the medical records of 270 million Indonesians, which are yet to be fully digital.

Meanwhile, the current Ministry of Health noted that the ratio of doctors reached 03.8 per 1,000 population, while the ratio of hospital beds was around 1.2 per 1,000 population in Indonesia.

“We have seen how the Covid-19 pandemic has had a significant impact on various things, including changing the way people consult. We must start this transformation and focus on developing platforms and implementing collaborative initiatives with stakeholders. We expect to create a healthy Indonesia and create integrated health platforms,” the Chief Digital Transformation Office of the Ministry of Health, Setiaji said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

East Ventures Pimpin Pendanaan Seri A Startup Healthtech “Smarter Health”

Smarter Health mengumumkan telah memperoleh pendanaan seri A senilai S$ 5,15 juta (sekitar 54 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh East Ventures. Dana segar akan dimanfaatkan untuk pengembangan produk dan perluasan pasar di Asia Tenggara. Putaran ini turut diikuti oleh jajaran investor strategis lainnya, seperti Orbit Malaysia, Citrine Capital, HMI Group, dan EMTEK.

Platform Smarter Health memfasilitasi pertukaran data yang aman antara perusahaan asuransi, penyedia layanan kesehatan, dan pasien. Hal ini memungkinkan penggunaan data untuk memandu pengambilan keputusan bagi pasien, serta meningkatkan akurasi dan kecepatan pemrosesan klaim. Perkembangan masa depan akan mendorong efisiensi operasional yang lebih besar, efektif, dan meningkatkan pengamanan pelanggan.

Setelah mencapai traksi yang menjanjikan di Singapura, Malaysia, Indonesia, Smarter Health ingin lebih meningkatkan dan memperluas pasar dan rangkaian solusi.

“Kami sangat senang dapat bermitra dengan East Ventures dan investor strategis lainnya untuk mewujudkan visi kami menjadi layanan kesehatan ‘Mudah diakses, Terjangkau, dan Akuntabel’. Kami berharap dapat berkolaborasi dengan lebih banyak perusahaan asuransi, penyedia layanan kesehatan, dan dokter untuk mencapai visi ini,” kata CEO Smarter Health Liaw Yit Ming dalam keterangan resmi, Senin (3/1).

Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menambahkan, pandemi Covid-19 telah memaksa perusahaan asuransi dan penyedia layanan kesehatan untuk mempertimbangkan dan menyusun ulang strategi operasi mereka dengan mempercepat transformasi digital. Smarter Health hadir untuk membuat kesehatan dapat diakses, terjangkau, dan akuntabel dengan menyediakan platform yang dapat dioperasikan dengan AI.

“Kami sangat antusias untuk mendukung Smarter Health dalam menyelesaikan inefisiensi proses pelayanan kesehatan antara pemangku kepentingan di ekosistem kesehatan,” ucap Willson.

Salah satu solusi Smarter Health yang bisa diakses di Indonesia adalah layanan Pendapat Medis Kedua (Second Medical Opinion), yang memungkinkan pasien mendapatkan tinjauan lengkap tentang kondisi medis mereka dari jaringan kolaboratif dokter spesialis yang dikuratori oleh Smarther Health dengan cermat.

Para dokter spesialis ini berasal dari Singapura dan memiliki spesialisasi dan disiplin ilmu medis berbeda-beda. Mereka berpraktik di rumah sakit swasta utama seperti Rumah Sakit Elizabeth Novena, Rumah Sakit Mount Elizabeth, Rumah Sakit Gleneagles, dan lainnya dengan biaya tetap sebesar S$250.

Pasien Indonesia akan dijadwalkan untuk sesi telekonsultasi selama 20 menit dan menerima laporan medis tertulis dari dokter spesialis terpilih dalam waktu lima hari kerja setelah sesi konsultasi.

Transformasi digital industri kesehatan tengah jadi perhatian

Kementerian Kesehatan menerbitkan peta jalan yang tertuang dalam cetak biru (blueprint) transformasi dan digitalisasi sektor kesehatan Indonesia pada periode 2021-2024. Ada tiga agenda utama yang menjadi prioritas Kementerian, yaitu integrasi dan pengembangan pada sistem data, aplikasi pelayanan, dan ekosistem di bidang teknologi kesehatan (healthtech).

Alasan peluncuran roadmap ini, selain mendapat momentum yang tepat karena pandemi Covid-19, dihantui oleh sejumlah tantangan besar. Di antaranya, tantangan pada sistem data serta tidak seimbangnya rasio jumlah tenaga kesehatan dan kapasitas kamar dengan jumlah penduduk.

Saat ini, terdapat ratusan aplikasi Saat ini, terdapat ratusan aplikasi yang pengelolaan datanya masih berbasis informasi individu. Di pemerintahan, ada lebih dari 400 aplikasi di bidang kesehatan, dan jumlah ini belum termasuk di tingkat daerah. Ini belum lagi bicara rekam medis milik 270 juta penduduk Indonesia yang belum sepenuhnya berbasis digital.

Sementara itu, Kementerian Kesehatan 2020 mencatat rasio dokter mencapai 03,8 per 1.000 populasi, sedangkan rasio tempat tidur RS berkisar 1,2 per 1.000 populasi di Indonesia.

“Kita telah melihat bagaimana pandemi Covid-19 berdampak signifikan pada berbagai hal, termasuk mengubah cara masyarakat berkonsultasi. Kami harus mulai transformasi ini dan fokus pada pengembangan platform serta pelaksanaan insiatif yang kolaboratif dengan para pemangku kepentingan. Kami harap bisa wujudkan Indonesia sehat dan membuat platform kesehatan terintegrasi,” papar Chief Digital Transformation Office Kementerian Kesehatan Setiaji.

Otoklix Bags 143.5 Billion Rupiah Series A Funding

After receiving $2 million seed funding or equivalent to 28 billion Rupiah in late 2020, the online-to-offline solution platform that digitizes the automotive aftermarket industry in Indonesia, Otoklix, has received another series A funding worth of $10 million or equivalent to 143.5 billion Rupiah.

This round was led by Alpha JWC Ventures and AC Ventures. The previous investors, including Surge (Sequoia Capital India), Astra International’s Ex-CEO, Prijono Sugiarto, YouTube’s Co-founder and Google’s Executives at XA Network, Steve Chen also participated in this funding.

The company will use the fresh funding to improve touchpoint technology by managing flagship workshops with the O2O concept throughout Indonesia.

Otoklix’ Co-founder & CEO, Martin Suryohusodo revealed to DailySocial that his team is trying to build an automotive ecosystem, not just as a platform. Therefore, Otoklix can provide an O2O Managed Flagship Workshop which is required as a customer experience guarantee.

“After we build a flagship workshop ecosystem with expected customer experience, that is the beginning for us to start using the ecosystem to expand to other adjacent markets. In every business, anyone with an ecosystem will become a market champion. That’s why Indomaret cannot be replaced until now,” Martin said.

In the past year, Otoklix claims to have grown from 100 to more than 1,900 partner workshops, providing services to more than 100,000 customers annually.

“Through an all-in-one application and an integrated ecosystem of manufacturers, distributors, retailers, and workshops, Otoklix provides answers to customers’ and workshops’ challenges at the same time. We are excited to join the Otoklix team to build the best company and product for the market,” Alpha JWC Ventures’ Co-founder & General Partner, Jeffrey Joe said.

Business in time of pandemic

Founded in 2019, Otoklix bridges the gap between automotive vehicle owners and Indonesia’s fragmented independent auto repair sector. They are trying to transform the vehicle maintenance experience for consumers and equip workshops with business software solutions and procurement savings. With the current business growth, Otoklix has the potential to become the largest after-sales service network in Indonesia.

During the pandemic, the automotive industry was one of the most affected markets. With reduced mobility, which resulted in many workshop closures during PPKM.

“To date, we have not only recovered business growth, we have grown even bigger. Our revenue has increased by 5x in November 2021 compared to November 2020,” Martin said.

He also said that due to the rapid recovery of the automotive industry, Otoklix aimed to grew even faster. Also, focus on strengthening the core. Therefore, in the first and second quarters of 2022 the company will focus on being top of mind in car maintenance. This will be Otoklix’s strategy playbook for penetration into other markets outside Jabodetabek.

“In 2022, we will develop from a platform to become a consumer brand. In 2022, we will establish Otoklix flagship workshop, launch private label products, seamless experience using technology for all consumers in all major cities in Java island,” Martin said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Otoklix Kantongi Pendanaan Seri A Senilai 143,5 Miliar Rupiah

Setelah menerima pendanaan awal bernilai $2 juta atau setara 28 miliar Rupiah akhir tahun 2020 lalu, platform solusi online-to-offline yang mendigitalkan industri aftermarket otomotif di Indonesia “Otoklix” kembali menerima pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara 143,5 miliar Rupiah.

Putaran ini dipimpin Alpha JWC Ventures dan AC Ventures. Turut berpartisipasi investor sebelumnya yaitu Surge (Sequoia Capital India), Ex-CEO Astra International Prijono Sugiarto, Co-founder YouTube dan Google Executives di XA Network Steve Chen.

Dana segar ini akan dimanfaatkan perusahaan untuk meningkatkan teknologi touchpoint dengan mengelola bengkel flagship dengan konsep O2O di seluruh Indonesia.

Kepada DailySocial.id, Co-founder & CEO Otoklix Martin Suryohusodo mengungkapkan, pihaknya berusaha membangun sebuah ekosistem otomotif, bukan hanya sebagai platform. Maka dari itu, diperlukan O2O Managed Flagship Workshop yang Otoklix dapat berikan sebagai garansi customer experience.

“Setelah kita membangun ekosistem flagship workshop dengan customer experience yang kita harapkan, itu merupakan awal permulaan sebelum kita menggunakan ekosistem tersebut untuk ekspansi ke adjacent market lainnya. Di setiap bisnis, siapa pun yang mempunyai ekosistem akan menjadi market champion. Itulah sebabnya Indomaret sampai detik ini pun belum bisa tergantikan,” kata Martin.

Dalam satu tahun terakhir, Otoklix mengklaim telah berkembang dari 100 menjadi lebih dari 1.900 bengkel mitra, menyediakan layanan kepada lebih dari 100.000 pelanggan setiap tahunnya.

“Melalui aplikasi all-in-one dan terintegrasi ekosistem produsen, distributor, pengecer, dan bengkel, Otoklix memberikan jawaban untuk tantangan yang dihadapi oleh pelanggan dan bengkel sekaligus. Kami bersemangat untuk bergabung dengan tim Otoklix untuk membangun perusahaan dan produk terbaik untuk pasar,” kata Co-founder & General Partner Alpha JWC Ventures Jeffrey Joe.

Pertumbuhan bisnis saat pandemi

Didirikan pada tahun 2019, Otoklix menjembatani kesenjangan antara pemilik kendaraan otomotif dan sektor bengkel mobil independen Indonesia yang terfragmentasi. Mereka mencoba mengubah pengalaman pemeliharaan kendaraan bagi konsumen dan melengkapi bengkel dengan perangkat lunak bisnis solusi dan penghematan pengadaan. Dengan pertumbuhan bisnis yang telah dicapai, Otoklix memiliki potensi untuk menjadi jaringan layanan purnajual terbesar di Indonesia.

Selama pandemi industri otomotif merupakan salah satu pasar yang sangat terdampak. Dengan penurunan mobilitas, yang mengakibatkan banyak penutupan bengkel selama PPKM.

“Namun saat ini, kami bukan hanya telah memulihkan pertumbuhan bisnis, bahkan telah bertumbuh lebih. Pendapatan kami telah meningkat sebesar 5x di bulan November 2021 jika dibandingkan dengan November 2020,” kata Martin.

Ditambahkan olehnya, melihat pemulihan industri otomotif yang cukup pesat, Otoklix ingin memastikan tumbuh lebih pesat lagi. Namun memfokuskan diri untuk strengthening the core. Maka di kuartal 1 dan 2 tahun 2022 perusahaan akan fokus untuk menjadi top of mind ketika melakukan servis mobil. Hal tersebut akan menjadi playbook strategi Otoklix untuk penetrasi ke pasar-pasar lainnya di luar Jabodetabek.

“Di tahun 2022 ini, kami akan berkembang dari sebuah platform menjadi sebuah consumer brand. Di tahun 2022, kami akan mendirikan Bengkel flagship Otoklix, peluncuran produk private label, seamless experience menggunakan teknologi bagi seluruh konsumen di seluruh kota besar di Pulau Jawa,” kata Martin.

Application Information Will Show Up Here

Xurya Dikabarkan Bukukan Pendanaan Seri A 200 Miliar Rupiah

Xurya dikabarkan telah mendapatkan pendanaan untuk putaran seri A senilai $14 juta atau setara 200 miliar Rupiah. Berdasarkan data yang kami dapat, putaran ini dipimpin oleh East Ventures dan AC Ventures, dua pemodal ventura yang juga terlibat di pendanaan tahap awal mereka.

New Energy Nexus Indonesia kembali terlibat dalam putaran ini, juga Clime Capital melalui inisiatif The Southeast Asia Clean Energy Facility (SEACEF).

Ketika dihubungi DailySocial.id, tim manajemen Xurya memilih tidak berkomentar terkait dengan hal ini. Namun demikian turut disampaikan, dalam waktu dekat perusahaan akan mengumumkan aksi sebuah strategis [yang disinyalir terkait pendanaan] ke publik.

Xurya Daya Indonesia (Xurya) memiliki beberapa produk, meliputi solusi energi berbasis surya, yang diaplikasikan pada atap bangunan. Startup ini didirikan pada Juli 2018 oleh Eka Himawan, Edwin Widjonarko, dan Philip Effendy. Saat ini layanannya sudah dijajakan di sektor komersial dan industri di wilayah Jabodetabek, Jawa Timur, Palembang, dan Makassar.

Saat ini mereka sudah memiliki sekitar 50 pelanggan, sebagian besar dari kalangan industri. Menghasilkan setara 31,7 juta kWh energi hijau. Selain jasa pemasangan dan perangkat, mereka juga mengembangkan platform aplikasi untuk memudahkan pemilik aset melakukan pengelolaan energi.

Selain itu Xurya juga mempelopori metode no investment (tanpa investasi) untuk beralih ke tenaga surya dengan model biaya bulanan. Dalam implementasinya, solusi mereka berbasis satu pintu, Xurya akan membantu dari proses design, pemilihan equipment, perizinan, konstruksi sampai dengan pemilihan produk pembiayaan untuk listrik surya pelanggan.

Dalam sebuah kesempatan wawancara, Managing Director Xurya Daya Indonesia Eka Himawan mengatakan, “Di tengah perlambatan investasi PLTS utilitas, kami percaya bahwa pelanggan komersial dan industri telah menjadi titik terang bagi para investor ketenagalistrikan di Indonesia, tidak hanya dari perspektif keuntungan, tetapi lebih penting lagi dari perspektif dampak iklim.”

Dalam menyajikan produk-produknya, Eka mengakui bahwa edukasi konsumen menjadi salah satu tantangan terberat. Karena masih banyak perusahaan dan individu yang kurang paham mengenai solar panel dan banyak yang salah sangka mengenai stabilitas listrik dari PLTS.

“Target utama tahun ini melakukan ekspansi bisnis ke seluruh wilayah Indonesia untuk menawarkan solusi go green ke lebih banyak perusahaan,” tutup Eka.

Peluang pengembangan PLTS Atap di Indonesia sangat besar, melebihi potensi kapasitasnya yang mencapai 200 ribu megawatt. Saat ini biaya komponen PLTS Atap lebih rendah dibandingkan energi terbarukan lainnya, namun pasar tersebut belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga baru terpasang kurang dari 150 megawatt di seluruh Indonesia.

Selain Xurya, di Indonesia sudah ada beberapa startup yang turut bermain di ranah tersebut. Beberapa di antaranya Warung Energi, Weston Energy, Forbetric, Erenesia, Khaira Energy, dan Syailendra Power. Sebagian besar menggarap potensi tenaga surya.