Startup Asal Singapura Eatsy Siap Hadir di Jakarta, Tawarkan Aplikasi Pemesanan Antrean di Restoran

Eatsy, startup asal Singapura yang memosisikan diri sebagai “dining mobile app” mengumumkan kesiapan untuk segera beroperasi di Jakarta. Startup ini sebelumnya didukung East Ventures dalam seed round pada Januari 2019 lalu, dengan nilai $550 ribu.

Aplikasi Eatsy membantu pengguna untuk memesan antrean dan makanan di restoran. Sehingga saat sampai, tidak perlu lagi menunggu lama untuk antre tempat duduk dan memesan hidangan.

“Dengan Eatsy, pelanggan tidak hanya menghemat waktu, mereka juga bebas memilih makanan dengan tenang. Restoran, terutama yang hanya memiliki tempat kecil dan yang sedang diminati, dapat mengurangi antrean dan mengatur alur pemesanan dengan baik,” terang Founder & CEO Eatsy Shaun Heng.

Pihak Eatsy sejauh ini sudah menjaring ratusan restoran di Indonesia untuk bergabung dalam sistem mereka. Mereka juga menjajaki kerja sama dengan Ovo untuk sistem pembayarannya.

Sementara untuk memanjakan para merchant restoran dengan pengalaman terbaik, Eatsy juga menggandeng Moka (yang juga merupakan portofolio East Ventures) untuk layanan point of sales. Kolaborasi tersebut juga memungkinkan seluruh pesanan terintegrasi ke dalam sistem. Sementara itu merchant Moka juga akan otomatis terdaftar dalam aplikasi Eatsy, lengkap dengan informasi menu yang mereka miliki.

Saat ini di Singapura Eatsy sudah memiliki 400 rekanan merchant, solusi yang ditawarkan diklaim berhasil mendongkrak penjualan hingga 1,5 kali lipat.

“Kami sangat senang dapat menghadirkan Eatsy di Jakarta, dan ke depannya kami berharap Eatsy juga dapat hadir di kota-kota besar lainnya di Asia Tenggara,” tutup Shaun.

Application Information Will Show Up Here

Helpster Berganti Nama Jadi Workmate, Umumkan Pendanaan Seri A Senilai 75 Miliar Rupiah

Workmate (sebelumnya Helpster) hari ini (12/11) mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $5,2 juta atau setara 75 miliar Rupiah. Putaran investasi ini dipimpin oleh Atlas Ventures dengan partisipasi Gobi Partners, Beacon Venture Capital (Kasikorn Bank), dan investor sebelumnya. Jika ditotal, bisnis yang didirikan oleh Mathew Ward dan John Srivorakul sudah mengumpulkan total modal usaha $10 juta.

Dana segar akan difokuskan untuk meningkatkan strategi penjualan, memperbesar tim teknologi, dan memperluas bisnis ke kota-kota baru. Sejak didirikan tahun 2016, perusahaan memiliki misi utama untuk memfasilitasi sektor tenaga kerja informal di Asia Tenggara. Workmate berkantor pusat di Singapura, dengan kantor cabang di Bangkok, Jakarta, dan Bali.

Perubahan nama platform

Persisnya sejak 8 November 2019, Mathew Ward (Co-Founder & CEO) mengumumkan secara resmi perubahan nama dari Helpster menjadi Workmate. Menurutnya nama baru ini lebih mewakili visi dan cakupan platform yang ada saat ini – tidak hanya menjembatani pekerja informal, namun membantu bisnis dengan serangkaian alat terintegrasi.

“Sebagai bagian dari pembaruan ini, kami akan meluncurkan portal pelanggan dan aplikasi pekerja baru dalam beberapa bulan mendatang, yang akan membawa peningkatan signifikan pada platform dan cara kami mendukung bisnis […] Dengan nama baru, logo, dan dana segar yang didapat, kami akan terus berinovasi dan bekerja tanpa lelah untuk memberikan pelanggan dan mitra kami solusi terbaik untuk kepegawaian di pasar.”

Potensi bisnis

Disebutkan di Asia Tenggara sektor tenaga kerja informal menyumbang lebih dari 50% dari total tenaga kerja, dengan perputaran upah mencapai $200 miliar per tahun. Pada tahun 2025, pasar rekrutmen tenaga kerja informal diprediksi meningkat dua kali lipat. Namun, dibalik potensi besar ini, metode pencarian tenaga kerja masih berkutat pada cara tradisional, seperti sosialisasi mulut ke mulut.

“Kami telah mengembangkan sistem otomatis, perusahaan bisa langsung menghubungi calon karyawan tanpa harus melalui jasa agen yang biasa menetapkan tarif perantara hingga 30%,” jelas Mathew. “Jika dilihat, model bisnis ini belum berubah banyak selama 40 tahun terakhir. Karena itu, sektor tenaga kerja informal ini punya potensi besar untuk mendapatkan disrupsi. Model bisnis yang kami tawarkan juga sedang berkembang pesat di pasar internasional – bahkan Uber baru meluncurkan Uber Works sebagai solusi perekrutan tenaga kerja di AS.”

Tidak hanya berperan sebagai job marketplace, platform Workmate juga mengelola kontrak kerja, manajemen kehadiran, time sheet, dan proses pembayaran pekerja. Ke depannya akan turut disinergikan dengan layanan asuransi dan dukungan akses keuangan bagi pekerja.

“Kami bukan hanya situs pencari kerja atau situs penghubung. Lebih dari itu, kami menawarkan solusi tenaga kerja end-to-end yang memberdayakan dan melindungi para pekerja. Di saat yang sama, kami juga membantu perusahaan untuk mendapatkan staf yang mereka butuhkan agar dapat beroperasi secara optimal,” kata Mathew.

Di Indonesia, startup yang menghadirkan platform terkait ketenagakerjaan cukup banyak dan berkembang. Masing-masing menawarkan nilai unik, sebut saja Glints, mereka mengaplikasikan teknologi automasi untuk pemilahan kandidat pekerja. Ada juga Kalibrr yang mengedepankan keabsahan kompetensi calon pekerja melalui serangkaian pra-pengujian sebelum lamaran disubmisi ke perusahaan. Ada juga Ekrut, Urbanhire, hingga Karir.com yang mencoba menawarkan solusi serupa.

Application Information Will Show Up Here

GDP Venture Pimpin Pendanaan Gushcloud, Agensi Talenta Berbasis Digital Asal Singapura

Agensi talenta berbasis digital Gushcloud International baru saja mengumumkan perolehan pendanaan lanjutan senilai $11 juta atau setara dengan 154,8 miliar Rupiah. GDP Venture memimpin putaran investasi ini, dengan keterlibatan KB Investments, Golden Equator Capital and Korea Investment Partners, dan Kejora Ventures.

Sebelumnya pada bulan Juli 2019 lalu, perusahaan juga baru saja membukukan pendanaan $3 juta dari YG Investment. Salah satu ambisinya ialah membuka pasar di Indonesia, Filipina dan Vietnam. Dengan adanya suntikan modal baru, startup berbasis di Singapura tersebut ingin segera merambah ke wilayah Amerika Serikat dan China.

“Amerika adalah rumah bagi talenta dan brand besar dunia, sementara China jadi salah satu kunci utama di bidang teknologi dan konsumen dunia. Dengan investor dan mitra baru yang telah bergabung, kami akan memanfaatkan jaringan dan bakat yang dimiliki untuk mencapai pertumbuhan signifikan di tahun mendatang, ujar Co-Founder Gushcloud International Vincent Ha.

Salah satu strategi yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut, bersamaan dengan pengumuman investasi ini, perusahaan juga memaparkan suksesi di jajaran manajemen. Penguatan dilakukan di beberapa posisi terkait brand, strategi dan finansial.

Terdapat beberapa unit bisnis yang dimiliki Gushcloud, selain sebagai agensi telenta, mereka juga menggerakkan pemasaran, investasi, dan mengembangkan platform teknologi untuk menghubungkan brand, influencer, hingga pembuat konten.

Pada tahun 2015, Gushcloud diakuisisi oleh Yello Mobile, perusahaan digital di bidang O2O asal Korea Selatan. Namun kemudian para founder memutuskan untuk kembali menjadi shareholders utama. Investasi dari GDP menjadi debut putaran pendanaan setelah para founder kembali memegang kepemilikan bisnis mayoritas.

TranSwap Plans to Expand, Introducing “Cross Border Payment” Platform for Business in Indonesia

Not a while ago, a cross border payment provider, TranSwap, announced license from Bank Indonesia to run the money-transfer service. It’s also an opportunity taken by the Singapore-based startup to expand.

Benjamin Wong, TranSwap’s Co-Founder & CEO said to DailySocial, the license allows their company to run cross border payment service for business. They’re targeting SMEs and e-commerce in particular.

The license registered under PT TranSwap Dunamis Indonesia – part of TranSwap Group which is currently based in Hong Kong. In its debut, TranSwap is backed by an international bank with a branch office in Indonesia, but he avoids to mention any title.

“It didn’t take long to come up with Indonesia. We’re neighbors, besides, the number of cross border transaction between both countries are quite big in the last few years. Also, Indonesia runs the exponential growing e-commerce and export market,” he added.

TranSwap is available through its official website. Currently, Rupiah is yet to pop up as an option – only SGD and HKD. Later on, the platform will have special dashboard for cross border transfer/payment.

In Singapore and Hong Kong, they’ve acquired a license from the local authority. Prior to this, Koku had first arrived in Indonesian market. They offer an SaaS-based platform that allows the financial institution to digitization, including remittance or cross-border transfer. For those targeting B2C, there is also a fintech startup from Medan, TopRemit.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Rencana Ekspansi TranSwap ke Indonesia, Hadirkan Platform “Cross Border Payment” untuk Bisnis

Beberapa waktu lalu, penyedia layanan cross border payment TranSwap mengumumkan telah mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia untuk mengoperasikan layanan transfer dana. Kabar itu sekaligus menjadi pembuka rencana ekspansi startup asal Singapura tersebut.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO TranSwap Benjamin Wong mengatakan, lisensi tersebut memungkinkan perusahaannya mengadakan layanan pengiriman uang antar negara untuk bisnis. UKM dan layanan e-commerce akan menjadi target pasar prioritasnya.

Lisensi terdaftar melalui PT TranSwap Dunamis Indonesia –bagian dari TranSwap Group yang juga sudah beroperasi di Hong Kong. Dalam debutnya, TranSwap didukung oleh sebuah bank internasional yang telah beroperasi di Indonesia, namun Benjamin enggan menyebutkan namanya.

“Tidak butuh waktu lama untuk menentukan Indonesia. Selain tetangga, volume transaksi antar kedua negara (Singapura-Indonesia) sangat besar dalam beberapa tahun terakhir. Ditambah lagi Indonesia memiliki pasar ekspor dan e-commerce yang bertumbuh eksponensial,” terang Benjamin.

Layanan TranSwap dapat diakses melalui situsnya. Sejauh ini, opsi Rupiah belum muncul di formulir pengiriman –baru antar Dollar Singapura dan Hong Kong. Nantinya bisnis yang menggunakan platform tersebut akan memiliki dasbor khusus yang dapat digunakan untuk pengiriman uang ke negara tujuan.

Di Singapura dan Hong Kong mereka juga sudah mendapatkan lisensi dari otoritas setempat.

Sebelumnya ada juga Koku yang hadir di Indonesia. Mereka menyajikan layanan berbasis SaaS yang memungkinkan institusi keuangan melakukan digitalisasi, termasuk menyajikan layanan remitansi atau transfer uang antar negara. Untuk yang menyasar ke B2C ada juga TopRemit, sebuah startup fintech asal Medan.

Aspire Secures Funding Over 455 Billion Rupiah, to Introduce Neobank for SMEs

The startup developer for digital banking services (neobank) “Aspire” today (8/1) announced series A funding worth $32.5 million or around 455.4 billion Rupiah. Mass-Mutual Ventures led this round, including Arc Labs and the previous investors, such as Y-Combinator, Hummingbird, and Picus Capital.

Aspire is a Singapore-based startup which operates in various country, including Thailand, Vietnam, and Indonesia. The product works like a credit card (revolving credit line). With SMEs as the main target, they provide online registration. When it’s approved, they will have a limit for instant credit to take care of certain matters.

“Additional cost will be charged for cash withdrawal or payment transaction. Unlike the one-time loan, the amount given should be used right away. There’s no membership or annual fee,” Aspire Indonesia’s Head of Growth, Donnie Silalahi said.

The product is wrapped as AspireAccount. It has another job to help financial flow management for SMEs. There’s also a feature that allows business players receiving virtual payment. Later in this year, Aspire to launch a business credit card that connects all accounts.

Aspire developer team
Aspire developer team

“Aspire is developing a scalable banking infrastructure marketplace using service provider as the third party. We’ve been running the business under Indonesian law and partnered up with law consultant to keep on track with the regulation,” Silalahi said as he was asked about the company towards authority regulation.

They aim to reach 100 thousand consumers from business players. Indonesia is expected to be the major contributor along the path.

Target Aspire ingin capai 100 ribu konsumen dari kalangan pelaku usaha. Indonesia diharapkan dapat menjadi kontributor mayoritas untuk capaian tersebut.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Aspire Raih Pendanaan Lebih dari 455 Miliar Rupiah, Hadirkan Layanan Neobank di Kalangan UKM

Startup pengembang layanan perbankan digital (neobank) “Aspire” hari ini (01/8) mengumumkan telah mendapatkan pendanaan seri A senilai $32,5 juta atau setara 455,4 miliar Rupiah. Mass-Mutual Ventures SEA memimpin babak investasi ini, dengan partisipasi Arc Labs dan investor sebelumnya seperti Y-Combinator, Hummingbird, Picus Capital.

Aspire adalah startup asal Singapura, namun saat ini sudah beroperasi di berbagai negara, termasuk Thailand, Vietnam dan Indonesia. Produknya sendiri bekerja seperti kartu kredit (lini kredit bergulir). Pelaku UKM sebagai target pasar utamanya, dapat melakukan pendaftaran secara online. Ketika disetujui, mereka akan memiliki batas kredit instan yang bisa dipakai untuk berbagai keperluan.

“Biaya hanya dibebankan terhadap jumlah dana yang ditarik atau digunakan untuk pembayaran. Tidak seperti pinjaman satu kali waktu, jumlah yang diberikan harus langsung dipakai. Dan juga tidak ada biaya keanggotaan atau layanan tahunan,” terang Head of Growth Aspire Indonesia Donnie Silalahi.

Produk tersebut dikemas dalam layanan AspireAccount. Manfaat lain untuk UKM adalah membantu pengelolaan arus kas bisnis. Fitur di dalamnya juga memungkinkan pebisnis penerima pembayaran secara virtual. Sebelum akhir tahun Aspire akan segera merilis produk kartu kredit bisnis yang dapat terhubung di setiap akun.

Aspire
Tim pengembang Aspire

“Yang Aspire sedang bangun adalah marketplace infrastruktur perbankan yang scalable dengan memanfaatkan penyedia layanan keuangan pihak ketiga. Kami menjalankan operasional sesuai hukum Indonesia dan bekerja sama dengan penasihat hukum kami untuk mematuhi ketentuan yang mana diperlukan,” terang Donnie ketika disinggung soal kepatuhan perusahaannya terhadap regulasi otoritas.

Target Aspire ingin capai 100 ribu konsumen dari kalangan pelaku usaha. Indonesia diharapkan dapat menjadi kontributor mayoritas untuk capaian tersebut.

soCash Segera Meluncur di Indonesia, Mungkinkan Siapa Saja Jadi “ATM Virtual” Layani Tarik Tunai

Startup fintech soCash hari ini (22/7) umumkan perolehan pendanaan seri B senilai $6 juta atau setara 83,6 miliar Rupiah. Pendanaan tersebut dipimpin oleh Glory Ltd., dengan dukungan SC Ventures dan Vertex Ventures. Perusahaan berbasis di Singapura tersebut menyajikan layanan yang memungkinkan nasabah bank untuk menarik uang tunai dan mengajukan pinjaman melalui kios-kios terdekat, seperti mini market, cafe, atau jasa perorangan.

Melalui pendanaan baru ini, soCash akan melakukan ekspansi ke Indonesia, Malaysia, dan Hong Kong. Perusahaan mengklaim juga telah mengantongi izin operasional dari otoritas setempat di tiga negara tersebut. Di Indonesia sendiri soCash sudah terdaftar sebagai penyelenggara teknologi finansial di Bank Indonesia melalui ​PT Socash Software Service.

Terkait dengan rencana kehadirannya di Indonesia, DailySocial telah berbincang dengan Co-Founder & CEO soCash Hari Sivan. Saat ini timnya tengah dalam tahap persiapan, termasuk gencar melakukan perekrutan untuk tim business development, sales, merchant acquiring, dan marketing & strategy.

“Kami merencanakan peluncuran ke publik sekitar Q3 tahun ini, begitu proyek pilot kami dengan bank mitra selesai,” ujar Hari.

Hari turut menegaskan bahwa platform soCash bukanlah dompet digital atau e-money yang saat ini marak di Indonesia. Namun merupakan platform digital yang dapat mengubah toko atau seseorang menjadi ATM virtual. Tujuannya untuk mengatasi inefisiensi dalam sirkulasi uang tunai.

“Kami melihat hal tersebut sebagai kebutuhan penting dalam kerangka inklusi keuangan, karena jaringan ATM dan cabang bank tidak mengalami peningkatan skala yang cukup cepat,” lanjut Hari.

Untuk menghadirkan layanan tersebut, soCash bermitra langsung dengan bank terkait. Aplikasi soCash juga memungkinkan transaksi tanpa adanya kartu ATM atau mesin EDC bank, karena akun bank pengguna akan diintegrasikan ke dalam aplikasi. Selama ini penarikan uang tunai di luar mesin ATM, misalnya melalui mini market, dilakukan menggunakan mesin EDC, pun demikian agen laku pandai yang saat ini banyak tersebar di desa-desa.

Application Information Will Show Up Here

Ezyhaul Logistics Startup Secures Funding Worth of 226 Billion Rupiah, Preparing for Expansion to Indonesia

A logistics service and platform developer startup Ezyhaul today (7/10) announced series B funding worth of $16 million (around 226 billion Rupiah). There’s no further information about the investor related. The capital is to be focused on the expansion to Indonesia and the Philippines.

Founded by Mudasar Mohamed and Raymond Gillon, the company providing delivery services has a headquarter in Singapore. They run a B2B business model with shorthaul (short-distance), longhaul (long-distance), and cross-border (cross-countries).

Using the series A funding in 2018, Ezyhaul has been running operation in Malaysia, India, and Thailand. It’s an end-to-end product, starts from logistics vehicles, door-to-door transportation (pick-up and delivery), also logistic management.

The clients only required to plan logistics delivery. After filling the order details and make a payment, the system will offer delivery options based on specification, for example, related to the items, its size, etc.

The driver partners can take an order from the mobile app – it’s similar to Go-Send – only for bigger shipment. In the current dashboard, customers can also track the delivery.

In addition to the analytic and report features, Ezyhaul also develops API service to be integrated into the company’s system. It is to provide efficiency in time for delivery.

In this e-commerce era, logistics are very vital. On the other hand, Indonesia offers various challenges for the logistics business, sometimes breaking a validated business model in other countries. For example, in terms of geographic as islands, the logistics business should be prepared for two modes shipping process, land-sea or air-land. Thus, there will always be adjustments in the operational process.

There are already some startups providing similar solutions in Indonesia. One of them is Waresix, they have just received 205 billion series A funding business development in Indonesia.

In detail, DailySocial has published quite in-depth articles on the challenges and trends on the logistics business in Indonesia, titled “Ramai Beradu Teknologi Realisasikan Smart Logistics“.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Dapat Pendanaan 226 Miliar Rupiah, Startup Logistik Ezyhaul Siapkan Kehadiran di Indonesia

Startup pengembang platform dan layanan logistik Ezyhaul hari ini (10/7) mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai $16 juta (setara 226 miliar Rupiah). Dalam rilisnya, tidak diinformasikan mengenai investor yang terlibat pendanaan. Modal usaha tersebut akan difokuskan untuk melancarkan ekspansi ke Indonesia dan Filipina.

Didirikan oleh Mudasar Mohamed dan Raymond Gillon, perusahaan yang menyajikan layanan pengantaran barang via jalur darat tersebut memiliki markas pusat di Singapura. Mereka menjalankan model bisnis B2B dengan tipe layanan shorthaul (pengiriman jarak pendek), longhaul (pengiriman jarak jauh) dan cross-border shipments (pengiriman antar negara).

Dengan pendanaan seri A yang didapatkan pada tahun 2018, Ezyhaul telah mematangkan operasi di Malaysia, India dan Thailand. Produk yang disediakan end-to-end, mulai dari penyediaan kendaraan logistik, transportasi door-to-door (ambil dan antar barang), dan optimasi pengelolaan logistik.

Cara kerjanya, klien hanya perlu melakukan perencanaan pengiriman logistik. Setelah selesai menginformasikan detail pesanan dan pembayaran, sistem akan menyajikan opsi pengiriman sesuai spesifikasi yang diberikan, misalnya terkait jenis barang yang dikirim, ukuran dll.

Mitra pengemudi bisa mengambil pesanan dari aplikasi mobile yang telah didistribusikan –modelnya mirip dengan layanan Go-Send yang selama ini sering dijumpai di sini—hanya saja ini untuk pengiriman dengan armada besar. Di dasbor yang disediakan, pengguna bisa memantau posisi kendaraan.

Dikembangkan untuk bisnis, selain fitur analisis dan pelaporan, Ezyhaul turut menghadirkan layanan API untuk diintegrasikan ke sistem yang telah dimiliki perusahaan. Diharapkan bisa memberikan efisiensi ketika membutuhkan jasa angkut sewaktu-waktu.

Di era e-commerce, layanan logistik dibutuhkan sebagai salah satu komponen penting. Di lain sisi, Indonesia menyajikan beragam tantangan untuk bisnis logistik, kadang mematahkan model bisnis yang telah tervalidasi baik di negara lain. Sebagai contoh, dengan kondisi geografis berupa kepulauan, bisnis logistik harus siap mendesain proses pengiriman menjadi dua moda, darat-laut atau darat-udara. Sehingga harus selalu ada penyesuaian dalam proses operasional.

Sudah ada beberapa startup yang menyajikan solusi serupa di Indonesia. Salah satunya Waresix, mereka baru mendapatkan pendanaan seri A senilai 205 miliar untuk penguatan bisnis di Indonesia.

Secara mendetail, DailySocial pernah menerbitkan artikel yang cukup mendalam mengenai tantangan dan tren bisnis logistik di Indonesia, bertajuk “Ramai Beradu Teknologi Realisasikan Smart Logistics“.