Privy Kantongi Pendanaan Seri C Sebesar 744 Miliar Rupiah Dipimpin KKR

Startup penyedia layanan tanda tangan digital dan identitas digital Privy mengumumkan pendanaan seri C senilai $48 juta atau sekitar 744 miliar Rupiah yang dipimpin perusahaan investasi global KKR. Putaran ini diikuti oleh investor terdahulu, yakni MDI Ventures, GGV Capital, dan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI), serta investor baru Singtel Innov8.

Sebelumnya, GGV Capital memimpin putaran seri B di Privy dengan nilai $17,5 juta pada Oktober 2021.

Privy akan menggunakan dana segar untuk memperkuat posisinya sebagai penyedia tanda tangan digital dan identitas digital di Indonesia, mempercepat transformasi digital, serta mendukung pengembangan produk konsumen agar masyarakat dan pelaku bisnis dapat mengakses layanan lebih luas secara aman. Selain itu, perusahaan juga berencana ekspansi ke luar negeri untuk mempercepat pertumbuhan dengan dukungan jaringan investornya.

Dalam keterangan resminya, Co-founder dan CEO Privy Marshall Pribadi mengatakan pihaknya senang menyambut KKR sebagai salah satu investor baru di Privy. Dukungan KKR dan investor sebelumnya merupakan bukti kemajuan yang telah dibuat selama ini dan keyakinan pada visi jangka panjang Privy untuk membangun kepercayaan dan mendorong potensi transformasi digital di Indonesia.

“Dengan dukungan dan pengalaman global KKR, dikombinasikan dengan dukungan investor MDI Ventures, GGV Capital, dan TMI yang telah memainkan peran penting dalam membantu kami mencapai kesuksesan kami sejauh ini, Privy berada di posisi tepat untuk berinovasi lebih jauh dengan penawaran dan kemampuan lebih kuat, serta membangun fondasi yang kuat untuk ekspansi ke luar negeri,” ucap Marshall.

Sementara, Partner dan Head of Growth Equity Asia Pacific KKR Mukul Chawla mengatakan, “Privy telah memantapkan dirinya sebagai pelopor dalam ruang kepercayaan digital Indonesia dengan ambisi yang kuat. Kami sangat antusias dengan potensi pertumbuhan Privy dan peluang untuk memajukan transformasi digital dan kemakmuran Indonesia.”

Growth Technology Lead KKR di Asia Tenggara Louis Casey menambahkan, “Privy telah membangun platform terdepan di industri yang menggabungkan fitur-fitur utama, desain yang ramah pengguna, serta infrastruktur yang aman dan kuat. Kami ingin memanfaatkan jaringan global dan keahlian operasional KKR untuk membawa Privy ke tingkat pertumbuhan berikutnya dan memperluas kepemimpinannya dalam kepercayaan digital bagi individu dan perusahaan di Indonesia dan sekitarnya.”

Investasi di Privy merupakan bagian dari strategi KKR “Asia Next Generation Technology”. Privy menjadi portofolio investasi terbaru KKR pada kategori software di Asia Tenggara, menambah deretan portofolio di kawasan ini setelah platform e-commerce B2B asal Filipina GrowSari dan platform untuk merchant UKM asal Vietnam KiotViet.

Di kawasan Asia Pasifik, KKR juga menambah portofolionya, termasuk Education Perfect (Selandia Baru), dataX (Jepang), NetStars (Jepang), dan Livspace (India dan Singapura).

Mempercepat transformasi digital

Marshall melanjutkan, investasi terbaru ini dilandasi atas komitmen kuat pemerintah Indonesia untuk mempercepat transformasi digital pada empat sektor strategis, yakni infrastruktur digital, tata kelola digital, ekonomi digital, dan kewarganegaraan digital yang berkontribusi pada pengembangan komunitas digital di Asia Tenggara.

Adapun, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai $146 miliar pada 2025, dan menjadi yang terbesar di Asia Tenggara dengan nilai lebih dari $300 miliar pada 2030.

Menurut laporan Statista, pasar solusi identitas digital secara global diproyeksikan tumbuh dari $23,3 miliar pada 2020 menjadi $49,5 miliar pada 2026. Pertumbuhan pasar yang sangat cepat ini didorong oleh meningkatnya kasus penipuan identitas, pelanggaran data, dan peraturan pemerintah baru.

Didirikan pada 2016, Privy menawarkan berbagai layanan termasuk identitas digital, tanda tangan digital, verifikasi digital, dan produk dan layanan manajemen dokumen di berbagai sektor termasuk layanan keuangan, kesehatan, dan pendidikan.

Dalam perkembangannya di 2018, Privy menjadi lembaga non-pemerintah pertama yang mendapatkan lisensi sebagai Otoritas Sertifikat (CA) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika Indonesia. Setahun kemudian, menjadi penyedia layanan e-KYC pertama yang terdaftar di OJK.

Diklaim, saat ini Privy adalah pemimpin pasar dengan lebih dari 30 juta pengguna terverifikasi dan 1.800 konsumen perusahaan pada produk tanda tangan digital, verifikasi digital, dan langganannya, serta memproses lebih dari 40 juta tanda tangan digital per tahun.

Selain Privy, saat ini juga muncul startup dengan layanan serupa, misalnya TekenAja, Verihub, dan Vida.

Carro Umumkan Pendanaan Lebih dari 428 Miliar Rupiah, Akuisisi Layanan Jualo.com

Pengembang layanan marketplace otomotif Carro hari ini (06/8) mengumumkan mendapatkan pendanaan lanjutan senilai $30 juta atau setara dengan 428,2 miliar Rupiah. Investasi ini merupakan kelanjutan dari penggalangan seri B yang sebelumnya diumumkan pada Mei 2018 ($30 juta) dan Maret 2019 ($30 juta).

SoftBank Ventures Asia kembali memimpin pendanaan, kali ini bersama EDB Investment. Dietrich Foundation, NCORE Ventures, Insignia Ventures, B Capital Group, Singtel Innov8 dan Alpha JWC turut terlibat dalam pendanaan ini.

Jika ditotal dari pendanaan pertama, kurang lebih Carro telah mengumpulkan total lebih dari $100 juta dari para investor.

Suntikan modal tambahan tersebut akan difokuskan untuk melanjutkan ekspansi Carro di Asia Tenggara. Termasuk melakukan akuisisi platform marketplace C2C Jualo.com di Indonesia.

“Akuisisi kami terhadap Jualo.com akan meningkatkan jangkauan platform teknologi kami Asia Tenggara, terutama karena Indonesia merupakan pasar otomotif terbesar di kawasan ini,” ujar Founder & CEO Carro Aaron Tan.

Sementara itu terkait akuisisi ini, CEO Jualo.com Pedro Principe mengatakan “Model bisnis kami saling melengkapi dalam banyak aspek dan akuisisi ini mendorong visi kami bersama dalam memberdayakan masyarakat Indonesia dengan marketplace yang aman dan terpercaya.”

Selama setahun terakhir, Carro cukup berkembang di pasar Indonesia dan Thailand. Mereka mengklaim per bulan sudah ada lebih dari 4 ribu transaksi kendaraan dengan nilai $500 juta. Sementara pada Maret 2019 lalu, Carro meluncurkan layanan mobil berlangganan pertamanya di Singapura.

Sementara Jualo.com didirikan pada 2013 oleh Chaim Fetter. Awalnya Jualo diposisikan sebagai marketplace penjualan barang baru dan bekas seperti OLX. Beberapa waktu terakhir, Jualo fokus menyajikan feature produk otomotif.

Telkomsel Introduces New Investment Arm, Prepare 576 Billion Rupiah for Startup Funding

Telkomsel announces a new sub unit called TMI (Telkomsel Mitra Inovasi) in charge of the company’s funding management and business synergy. A $40 million (around 576 billion Rupiah) is ready to be poured on some Indonesia’s startups. In this investment, Telkomsel partners with MDI Ventures and Singtel Innov8.

Funding will be focused on startup in big data, IoT, and entertainment (music, game, and video). They expect this to increase corporate awareness in the developing digital business ecosystem.

Telkomsel, being known as connectivity and telecommunication company, had initiative to create a new business model. In terms of concept, it was already made three years ago.

Telkomsel’s President Director, Ririek Adriansyah said, “Through TMI, Telkomsel aims to create an engagement model that is more flexible, responsive, and reliable for startups seeking access to strategic investment, meanwhile making a better user experience with a sustainable symbiotic alliance.

As an investment arm of Telkom Group, MDI Ventures is to play role as the Fund Manager, and focus to share insight with Telkomsel in running TMI.

In the official release, Nicko Widjaja as MDI Ventures CEO said, “In three years, we’ve grown as an experimental CVC (Corporate Venture Capital) to a reinforcement agent for Telkom Indonesia [..] We’re very much into this collaboration with TMI and can’t wait to work in various sector of digital telecommunication.”

In terms of the first year’s timeline, Widjaja admitted to have some startups in mind for the portfolio. The target is to invest in ten or more early stage startups.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Telkomsel Bentuk Unit Investasi Baru, Siapkan 576 Miliar Rupiah untuk Pendanaan Startup

Telkomsel mengumumkan pembentukan sub-unit investasi baru bernama TMI (Telkomsel Mitra Inovasi) yang akan bertanggung jawab atas pengelolaan dana investasi dan proses sinergi lini bisnis perusahaan. Dana sebesar $40 juta (setara dengan 576 miliar Rupiah) sudah disiapkan untuk diinvestasikan ke sejumlah startup di Indonesia. Dalam pengucuran investasi tersebut, Telkomsel bermitra dengan MDI Ventures dan Singtel Innov8.

Pendanaan akan fokus pada startup di bidang big data, IoT, serta industri hiburan (musik, game, dan video). Pihaknya berharap hal ini dapat membantu meningkatkan corporate awareness dalam ekosistem bisnis digital yang kian berkembang.

Sekian lama dikenal sebagai perusahaan konektivitas dan telekomunikasi, Telkomsel berinisiatif  untuk memulai model bisnis baru. Secara konsep sebenarnya sudah dimulai sejak tiga tahun lalu.

Direktur Utama Telkomsel Ririek Adriansyah menjelaskan, “Melalui TMI, Telkomsel ingin menghadirkan engagement model yang lebih fleksibel, responsif dan dapat diandalkan bagi startup yang mencari akses ke permodalan strategis dan di saat bersamaan juga dapat menghadirkan user experience yang lebih baik dengan aliansi simbiosis yang berkelanjutan.”

Sebagai modal ventura hasil perpanjangan tangan Telkom Group, MDI Ventures akan berperan sebagai Fund Manager, serta fokus berbagi insight dengan Telkomsel dalam menjalankan TMI.

Dalam keterangan resminya, Nicko Widjaja selaku CEO dari MDI Ventures mengungkapkan, “Dalam jangka waktu tiga tahun, kami berkembang dari sebuah CVC (Corporate Venture Capital) eksperimental menjadi kendaraan pertumbuhan untuk Telkom Indonesia [..] Kami antusias dapat berkolaborasi dengan TMI untuk berpartisipasi dalam pendanaan ini dan bekerja dalam berbagai sektor telekomunikasi digital.”

Mengenai timeline di tahun pertama, Nicko mengakui pihaknya sudah mengincar beberapa startup untuk jadi portofolio. Targetnya di tahun ini adalah untuk bisa berinvestasi di lebih dari sepuluh startup tahap awal.

Halodoc Receives Series B Funding of 919 Billion Rupiah, Led by UOB Venture Management

Medical startup Halodoc today (3/4) announces series B funding of $65 million or equivalent with 919.5 billion rupiah. It was led by UOB Venture Management, involving Singtel Innov8, Korea Investment Partners, WuXi AppTec, and some previous investors.

The capital is to be used for technology and infrastructure development of Halodoc’s medical services. In addition, to expand strategic partnership with some hospitals and medical services throughout Indonesia.

Founded in April 2016, Halodoc is an app and website-based that allows its users to connect with more than 20 thousand licensed doctors in Indonesia. They can also make an online booking for lab check-up and drug order through pharmacy network with delivery less than 1 hour – they’ve partnered up with more than 1300 pharmacies.

“For the past two years, we’ve grown rapidly as a health digital platform in Indonesia. To date, Halodoc has managed to provide convenient and trusted health service for 2 million users every month, where half of it are outside Java. It’s a big potential for us to use technology in order to extend network for conventional medical services, and provide better medical access to the huge population of Indonesia,” Halodoc’s Founder & CEO, Jonathan Sudharta said.

In 2018, Halodoc users increased to more than 2500%, it reflects the high demand of digital health service.Based on Frost and Sullivan, the value of health industry in Indonesia considered to reach $21 trillion in 2019, increased by $7 trillion in 2014.

Halodoc recently named as the “Most Innovative Start-up in Asia” in November 2018 by Galen Growth Asia, an organization that observes medical startup ecosystem in Asia Pacific.

UOB Venture Management’s Managing Director & CEO, Kian-Wee Seah said, “Halodoc vision is to use technology in expanding high-quality medical services access and optimizing the use of limited health resources in Indonesia. Our investment in Halodoc reflects the responsible investment approach to support economic and social advance.”

Halodoc has partnered with more than 1400 hospitals and medical services in Indonesia. It allows its users to cut the waiting line in pharmacy and use the insurance facility in hospital.

Aside from hospital, Halodoc also forms a strategic partnership with some of its partners, such as Openspace Ventures, Grup Clemont, Blibli.com, InvesIdea, and Gojek, they’ve applied Halodoc system for Go-Med service.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Halodoc Dapatkan Pendanaan Seri B Senilai 919 Miliar Rupiah, Dipimpin UOB Venture Management

Startup kesehatan Halodoc hari ini (04/3) mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai $65 juta atau setara dengan 919.5 miliar Rupiah. Pendanaan dipimpin oleh UOB Venture Management, dengan keterlibatan Singtel Innov8, Korea Investment Partners, WuXi AppTec, dan beberapa investor Halodoc sebelumnya.

Dana modal tersebut akan digunakan untuk melanjutkan pengembangan teknologi dan infrastruktur layanan kesehatan Halodoc. Selain itu akan digunakan juga untuk memperluas kerja sama strategis dengan berbagai rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan di seluruh Indonesia.

Didirikan sejak April 2016, Halodoc merupakan platform layanan kesehatan digital berbasis apkikasi dan website yang memungkinkan penggunanya untuk melakukan komunikasi dengan lebih dari 20 ribu dokter berlisensi di Indonesia. Pengguna juga dapat melakukan pemesanan cek laboratorium di rumah dan pemesanan obat melalui jaringan apotek dengan durasi pengantaran kurang dari 1 jam — sudah ada lebih dari 1300 apotek yang bermitra.

“Dua tahun terakhir ini kami mengalami perkembangan yang pesat sebagai platform digital kesehatan di Indonesia. Sampai hari ini, Halodoc telah memberikan layanan kesehatan yang nyaman dan terpercaya bagi 2 juta penggunanya setiap bulan, di mana setengahnya berada di luar pulau Jawa. Terdapat potensi yang besar bagi kami untuk memanfaatkan teknologi guna memperluas jangkauan layanan kesehatan konvensional, serta menyediakan akses kesehatan yang lebih baik bagi populasi besar Indonesia,” ujar Founder & CEO Halodoc Jonathan Sudharta.

Di tahun 2018 pengguna Halodoc meningkat lebih dari 2.500%, mencerminkan tingginya permintaan layanan kesehatan digital. Berdasarkan data Frost and Sullivan, nilai industri kesehatan di Indonesia diperkirakan akan mencapai $21 triliun pada 2019, meningkat dari $7 triliun di 2014.

Halodoc belum lama ini dinobatkan sebagai “Most Innovative Start-up in Asia” pada November 2018 oleh Galen Growth Asia, sebuah organisasi yang mengamati ekosistem startup kesehatan di Asia Pasifik.

Managing Director & CEO UOB Venture Management Kian-Wee Seah mengatakan, “Visi Halodoc adalah menggunakan teknologi untuk memperluas akses pelayanan kesehatan berkualitas dan mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kesehatan yang terbatas di negara yang luas seperti Indonesia. Investasi kami di Halodoc ini merefleksikan pendekatan investasi bertanggung jawab untuk mendukung kemajuan ekonomi dan sosial.”

Halodoc telah bekerja sama dengan lebih dari 1400 rumah sakit dan penyedia layanan kesehatan di Indonesia. Kerja sama ini memungkinkan penggunanya untuk memangkas waktu tunggu di apotek serta memanfaatkan kemudahan layanan asuransi pada kunjungan ke rumah sakit.

Selain dengan rumah sakit, Halodoc juga membangun kemitraan strategis dengan para mitranya, misalnya Openspace Ventures, Grup Clemont, Blibli.com, InvesIdea, dan Gojek. Dengan Gojek, mereka mengaplikasikan sistem Halodoc untuk layanan Go-Med.

Application Information Will Show Up Here