Startup Healthtech Zi.Care Dilaporkan Dapat Tambahan Pendanaan

Startup healthtech Zi.Care dikabarkan mendapat tambahan putaran pendanaan seri A dengan tambahan investasi sebesar $1,34 juta (sekitar Rp20,5 miliar). Berdasarkan data yang dilaporkan kepada regulator, seperti dikutip dalam VentureCap Insight, pendanaan ini diikuti oleh PT Madina Mentari Utama, Medical Informatics co Ltd, Iterative, hingga Telkomsel Mitra Inovasi (TMI).

Sebagai informasi, Zi.Care sebelumnya telah memperoleh $2 juta (sekitar Rp44,1 miliar) dari target penggalangan dana seri A sebesar $3 juta. Pendanaan yang diperoleh pada April 2023 tersebut dipimpin oleh Greenwillow Capital Management melalui dana kelolaan Oriza Greenwillow Technology Fund.

Dengan tambahan pendanaan tersebut, total investasi yang telah dikumpulkan oleh Zi.Care adalah sebesar $3,34 juta.

DailySocial.id telah menghubungi Co-Founder & CEO Zi.Care Jessy Abdurrahman untuk mengonfirmasi kabar di atas, tetapi belum ada respons hingga berita ini diturunkan.

Zi.Care merupakan startup pengembang solusi untuk digitalisasi rumah sakit, dengan fokus utama pada rekam medis elektronik (RME) yang mencakup diagnosis, hasil tes kesehatan, obat-obatan, hingga perawatan. Zi.Care menyebut bahwa perusahaan telah mengantongi pendapatan sebesar $1,3 juta di semester II 2022, serta mencapai EBITDA positif pada kuartal IV 2022.

Mengutip informasi dari situs resminya, solusi Hospital Information System (HIS) Zi.Care kini telah diimplementasikan sebanyak 81 rumah sakit, serta dimanfaatkan untuk perawatan 200 ribu pasien dan administrasi 2.178 tenaga kesehatan.

Diketahui, sektor teknologi kesehatan atau healthtech Indonesia terus mengalami perkembangan. Utamanya didorong oleh situasi pandemi Covid-19 serta kebijakan pemerintah dengan menerbitkan Peta Jalan Transformasi Digital Kesehatan Indonesia.

Berdasarkan riset kolaborasi East Ventures, PwC Indonesia, dan Katadata Insight Center (KIC), nilai transaksi dari layanan healthtech Indonesia diproyeksi tumbuh 20% secara tahunan (YoY), lebih tinggi dibandingkan layanan kesehatan konvensional yang sekitar 7% (YoY) pada periode 2022-2027.

Nilai transaksi healthtech pada 2017 ditaksir mencapai Rp6 triliun, lalu meningkat menjadi Rp13 triliun pada 2022. Adapun, nilai transaksi ini diproyeksi meroket ke angkat Rp34 triliun pada 2027 mendatang.

Ekosistem pemain healthtech di Indonesia saat ini masih didominasi oleh platform telekonsultasi. Namun, inovasinya terus berkembang ke segmen lain, seperti digitalisasi fasilitas kesehatan (faskes), wellness, hingga eksplorasi di bidang biotech.

Application Information Will Show Up Here

Waste4Change Dapat Pendanaan Tambahan dari Rumah Group Setelah Memenangkan CIIC 2023

East Ventures dan Temasek Foundation baru saja mengumumkan juara dari pagelaran Climate Impact Innovations Challenge (CIIC) 2023. Seperti diketahui sebelumnya, ini merupakan program kompetisi yang ditujukan untuk startup dengan solusi teknologi iklim di Indonesia. Pengumuman ini disampaikan dalam sideline event ASEAN Business and Investment Summit 2023 yang berlangsung 2 September 2023 di Ritz-Carlton Jakarta.

Kompetisi ini mengambil 4 pemenang dengan trek yang berbeda. Berikut daftar pemenangnya: AferOil dari trek Energi Terbarukan; Qarbotech dari trek Pangan & Pertanian; BANIQL dari trek Mobilitas; dan Waste4Change dari trek Kelautan. Para pemenang mendapatkan total hadiah Rp10 miliar.

Waste4Change juga turut mendapatkan investasi senilai $70 ribu atau Rp1 miliar dari Rumah Group. Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) juga berkomitmen untuk memberikan investasi dengan nilai yang sama kepada salah satu finalis CIIC 2023. Namun demikian sampai saat ini masih di tahapan internal review — akan diumumkan segera.

Sejak diluncurkan pada awal Maret 2023 lalu, CIIC berhasil menerima 330 pendaftar. Lalu terpilih 12 finalis untuk maju ke babak final mewakili 4 trek yang dilombakan.

“Di tengah tantangan yang dihadapi dunia, CIIC 2023 menjadi sebuah harapan yang menampilkan aksi nyata dalam mendorong perkembangan solusi iklim yang positif menuju masa depan yang berkelanjutan […] Menjelang akhir dari program ini, kami yakin masih banyak yang dapat kami lakukan untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Oleh karena itu, kami tetap berkomitmen untuk terus mendukung inovator iklim di Indonesia dan kawasan,” kata Co-Founder & Managing Partner East Ventures Willson Cuaca.

Sementara itu Head Programmes Temasek Foundation Lim Hock Chuan mengatakan, “Keempat pemenang masing-masing menawarkan cara yang menjanjikan untuk mengatasi masalah iklim yang mendesak dengan potensi untuk berdampak luas jika ditingkatkan. Kami antusias dengan prospek keberlanjutan baterai mobilitas ramah lingkungan melalui penggunaan bijih limbah nikel; energi terbarukan melalui produksi gas sintetis dari limbah biomassa; meningkatkan hasil panen dan nutrisi melalui peningkatan fotosintesis dengan larutan semprot; dan model bisnis sirkular dalam mendaur ulang sampah plastik.”

East Ventures –sebagai inisiator CICC 2023—beberapa tahun terakhir memang santer menyerukan tentang investasi berdampak. Keseriusan mereka turut dibarengi dengan dibentuknya tim impact investment di dalam firmanya. Sejumlah startup yang fokus ke energi hijau dan perubahan iklim juga telah mendapatkan investasi seperti Xurya, Waste4Change, Rekosistem, Aria, Kabina, dan beberapa lainnya.

Mereka juga telah mengembangkan Kerangka Kerja Investasi Berkelanjutan (Sustainable Investment Network) untuk mengukur, melacak, dan meningkatkan dampak portofolionya terhadap lingkungan, ekonomi, dan masyarakat.

Laporan investasi berdampak East Ventures / East Ventures

Andi Kristianto: INDICO Manfaatkan Aset Telkomsel untuk Membesarkan Bisnis Digital

Andi Kristianto bukanlah sosok baru di industri telekomunikasi. Ia telah dipercaya memimpin berbagai inisiasi dan langkah strategis dalam meningkatkan nilai Telkomsel sebagai penyedia jaringan terbesar melalui produk digital.

Andi merupakan Founder dari program inkubasi dan akselerasi Telkomsel Innovation Center (TINC). Ia juga sempat ditunjuk menakhodai entitas baru Telkomsel di bidang investasi, yakni Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) selama dua tahun. Kini ia kembali dipercaya memimpin Telkomsel Ekosistem Digital (TED) melalui brand INDICO. Pendirian entitas INDICO tentu menjadi penanda penting yang menunjukkan komitmen Telkomsel dalam membesarkan bisnis digital, lepas dari cangkangnya.

Sebelum mendirikan INDICO, Telkomsel telah memperkenalkan produk digital Kuncie (edtech) dan Fita (healthtech) pada paruh 2021. Kedua produk ini dikembangkan berbasis dua hipotesis penting, yakni (1) “inside-out” atau potensi melepas (spin off) bisnis untuk membesarkan valuasinya apabila sukses di pasar dan (2) “outside-in” berfokus dalam mencari ide atau use case yang punya keterkaitan erat dengan business unit Telkomsel.

Hingga akhir 2021, Telkomsel memiliki tiga portofolio dengan mendirikan perusahaan patungan yang didirikan bersama GoTo melalui PT Aplikasi Multimedia Anak Bangsa (AMAB), yakni Majamojo.

DailySocial berkesempatan berbincang dengan Andi seputar pendirian INDICO dan bisnisnya. Berikut rangkumannya.

Ceritakan alasan pendirian entitas baru dengan brand Indonesia Digital Ecosystem (INDICO)?

Jawab: INDICO punya dua peran; (1) sebagai holding atau horizontal platform dan (2) untuk mengembangkan vertikal bisnis. Di poin kedua, INDICO sudah menaungi Kuncie, Fita, dan Majamojo. Potentially more to come.

Holding pada umumnya adalah bagaimana membuat vertikal bisnis punya competitive advantage. Maksudnya begini, semua orang bisa buat startup. Namun, yang membedakan INDICO adalah leverage aset yang telah dibangun Telkomsel selama 27 tahun di industri telekomunikasi. [Aset] ini punya banyak relevansi dalam mendorong kemajuan inovator dengan metrik berbeda. Misalnya, metrik cost acquisition atau market delivery pada startup.

Masalah engagement itu lebih ke “how”, tapi “why”-nya adalah aset Telkomsel bisa relevan. Semua bisa berinvestasi di startup, tetapi ekosistemnya semakin mature selama lima tahun terakhir. Ada VC, ada inkubator. Sudah ada pakem. Kami yakin akan ada pembeda jika aset Telkomsel bisa relevan dalam mendorong inovator [berinovasi dengan cara] berbeda. INDICO menjadi titik awal untuk bisa engage, bisa ke investor, ekosistem partner, dan startup sendiri.

Dari cara [berinovasi], kami sebetulnya agile. Organisasi kami berkembang, ada saya, Andry Firdiansyah (CFO dan CHRO), dan Luthfi K Arif (CTO), ke depan akan terus bertambah. Saat ini cukup untuk kickstart sambil menyiapkan operasional, culture, dan hal teknis lain. Penting untuk punya culture baru dan fundamental bagus ketika membentuk perusahaan, karena tim founder ini yang akan membawa INDICO lebih maju.

Bagaimana cara INDICO leverage aset ini?

Jawab: Kami punya 170 juta pelanggan dan lebih dari 300 mitra outlet di 514 kota. Ini merupakan [aset] yang luar biasa. Ternyata ada banyak use case yang dapat dieksplorasi dari offline presence ini. Selama ini, sebagai perusahaan telekomunikasi, kita tahu ada aset, tetapi leverage ke bisnis digital belum terbayang. Justru terkadang dapat dari ekosistem inovator.

Mungkin ada inovator bingung mulai dari mana, mungkin biaya akuisisi berat. Bisa saja kita go global, tetapi ada banyak yang dapat dieksplorasi. Di sini kita bisa engage untuk mencari win-win. [INDICO] dapat membuat startup bisa go to market lebih cepat, ada efisiensi cost.

Dari sisi konektivitas, semua orang saat ini butuh, berbeda dengan dulu di mana penetrasi masih rendah. Saat ini, kita tinggal membangun di atas konektivitas, yakni platform untuk enable layanan digital lain.

Industri telekomunikasi selama ini dilihat sebagai vertikal bisnis. Namun, sebagai vertikal bisnis, kita juga harus siap jadi enabler di horizontal. Konektivitas itu akan selalu ada, tapi aset kami tidak cuma konektivitas saja. Aset itu sangat luas, bisa networking atau pemahaman terhadap pasar lokal. Kalau bicara horizontal enablement, banyak yang bisa dieksplorasi. Kita tidak mimpi semua bisa dibangun sendiri, makan cost dan waktu, dan eksplorasi ide juga tidak mungkin dilakukan sendiri.

Use case apa yang sedang dieksplorasi oleh INDICO?

Jawab: Saya melihat [industri] telekomunikasi di skala global sudah mencoba [eksplorasi digital], mungkin karena dulu mereka merasa punya basis pelanggan, lalu bikin sendiri saja [produknya]. Sekarang, tidak hanya telekomunikasi, semua perusahaan besar harus membuka diri ke ekosistem jika ingin berinovasi. Tidak bisa bangun sendiri. R&D terlalu lama, banyak potensi di luar sana.

Telkomsel ada di 514 kota. Kami jadi tahu karakteristik pasar di daerah–banyak unknown yang belum kita ketahui. Pada akhirnya, kita harus buka diri dan gabung ke ekosistem.

Bicara pasar healthtech dan edtech, pasarnya besar di Indonesia. Kami yang masuk di dua vertikal ini melihat ini bukan sesuatu yang baru. Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) sudah punya portofolio di dua vertikal itu. TMI memang VC, tapi ada bridging ke sinergi.

Mengenai hipotesis inside-out atau outside-in, keduanya kita garap agar inovator manapun bisa engage. Di dalam telkomsel, ada banyak inovator yang paham market dan punya sense of purpose yang kuat. Dunia Games dan Maxstream itu kan dikembangkan dari dalam Telkomsel. Telkomsel juga punya TMI, Telkomsel Innovation Center (TINC), dan The NextDev. Jadi tidak perlu [semua use case] di INDICO, tergantung di mana modelnya cocok.

Saat ini, fokus vertikal kami agnostik. Kami melihat opportunity, juga mengombinasikan antara market dan right-to-play. Ada banyak potensi menarik, tapi ini masih too early to say. Untuk sekarang, saya melihat vertikal di video [streaming atau on-demand], agritech, dan leisure economy menarik. Kalau blockchain, tampaknya masih terlalu early ya.

Apa peran INDICO dalam pengembangan bisnis portofolio?

Jawab: Saat ini, Kuncie, Fita, dan Majamojo sudah punya entitas sendiri. Sudah jadi legal company, bukan business unit lagi. Setiap perusahaan punya CEO dan mereka yang paling paham bisnisnya. Peran kami adalah sebagai holding atau horizontal platform. Awalnya, ada funding [internal], tetapi ke depan harus terbuka. Mereka harus act as a founder. 

Nah yang kami lakukan di INDICO adalah create value. Kami sudah tahu tesisnya. Apa opportunity yang dapat diambil? Apa aset Telkomsel yang bisa di-leverage agar mereka bisa create a difference?

Sejauh ini tiga bulan berdiri, kami sudah melihat perkembangan positif, initial indicator-nya menarik. Memang masih too early ya, apalagi inovator harus menjaga persistensinya.

Operator telekomunikasi umumnya mengacu pada metrik ROI dan EBITDA. Bagaimana INDICO dalam menetapkan metrik bisnis pada portofolionya?

Jawab: Sebetulnya, sebuah perusahaan pada akhirnya akan melihat metrik itu seiring berkembangnya bisnis. Contohnya GoTo. Jadi saya tidak ingin mengkotak-kotakan soal ini. Memang kami memisahkan diri supaya lebih agile, tetapi ini karena mereka sedang berada di fase eksplorasi. Jangan sampai perusahaan yang masih eksplorasi dan belum product market-fit, langsung dihadapkan pada metrik-metrik besar.

Yang lebih penting di masa eksplorasi adalah alasan di belakangnya. Contoh, Objective and Key Result (OKR) menjadi sebuah referensi bagaimana membuat kita aspirasional dalam mengejar target. Proses “so what” itu lebih penting. Selain mengembangkan produk dan mencapai target product market-fit, pastikan jalan menuju monetisasinya juga jelas.

Dengan model OKR, kita bisa diskusikan kenapa target tercapai terlalu cepat? Apakah target kerendahan atau kontribusi kami kurang? Pasti ada sesuatu. Yuk kita coba raise the bar supaya kita bisa proud kerjanya. Kalau tidak tercapai kenapa? Apa ada metrik yang mengganjal? Jadi kita sudah punya mentality di sana.

Apakah INDICO terbuka mencari sumber pendanaan eksternal?

Jawab: Secara struktur, Kuncie, Fita, dan Majamojo tetap punya entitas berbeda. Mereka bisa fundraise sendiri dan menurut saya perlu. Ini bukan masalah uangnya, tetapi pendanaan eksternal itu perlu bagi kredensial bisnis. Belum tentu semua investor punya tesis yang cocok dengan korporat yang filled with startups. Justru ini akan membuat perubahan besar, dalam satu tahun bisa sebesar ini [bisnisnya]. Kami punya network lebih luas. Sementara, mungkin [startup] lain butuh waktu 3 tahun atau lebih. Memang perlu timing yang tepat untuk fundraise. Saat ini [Kuncie, Fita, dan Majamojo] belum, belum decide. Tapi, kami sangat terbuka dengan pendanaan eksternal.

Dalam jangka pendek, kami ingin menunjukkan lewat kesuksesan kami bahwa aset Telkomsel dapat relevan bagi startup, dan beneficial juga buat Telkomsel dan INDICO. Ini bisa menjadi bisnis baru, model bisnis ini ada yang mau beli. Dalam jangka panjang, visi kami adalah membuat sebagian besar orang Indonesia yang tinggal di pedesaan, punya rezeki kota dan bisnisnya mendunia.

Platform Podcast Inspigo Dapat Investasi dari Telkomsel Mitra Inovasi

Platform podcast Inspigo dikabarkan mendapat investasi tahap awal dari Telkomsel Mitra Inovasi (TMI). Dari sumber yang kami peroleh, ini merupakan bagian dari putaran pendanaan awal. Unit CVC yang dinakhodai Andi Kristianto tersebut masuk lewat Signific Digital Asia Pte Ltd.

Pada April 2021, sebagaimana diberitakan Bisnis.com, perusahaan berbasis di Singapura, Signific Digital Asia Pte Ltd mencaplok saham Inspigo. Namun, Inspigo tidak menyebutkan besaran nilai yang dibayarkan Signific Digital Asia atas pengalihan saham tersebut.

DailySocial telah mengonfirmasi hal ini ke Founder Inspigo dan perwakilan TMI, namun berita ini diterbitkan belum ada pernyataan resmi dari keduanya. Kendati demikian, Inspigo justru sudah muncul di jajaran portofolio TMI pada website resminya.

Inspigo atau “Inspiration on the Go” merupakan platform podcast on-demand yang didirikan oleh Tyo Guritno, Yoris Sebastian, dan Eva Ditasari. Platform ini menghadirkan konten podcast dengan ragam topik dan speaker, mulai dari kesehatan, keuangan, musik, hingga gaya hidup. Konten-konten ini dapat dinikmati secara gratis maupun berbayar.

Perkembangan konten podcast Indonesia

Diberitakan juga baru-baru ini, TMI dikabarkan terlibat dalam pendanaan awal team esports lokal EVOS Esports. Masuknya TMI ke vertikal bisnis baru, yakni esports dan podcast, memperkuat anggapan bahwa Telkomsel tengah memperluas cakupan portofolionya.

Sejak awal berdiri di 2019, TMI telah memfokuskan investasinya pada vertikal big data, IoT, dan hiburan (musik, game, dan video). Investasi ini diharapkan dapat meningkatkan ekosistem bisnis digital, terutama yang dapat disinergikan ke bisnis utamanya di telekomunikasi.

Di sisi lain, industri konten berbasis suara memang tengah berkembang pesat di Indonesia. Karena hanya berbasis suara, ini menjadi salah satu faktor podcast mudah diterima di berbagai lanskap media di dunia. Terlebih, masa pandemi Covid-19 mendorong peningkatan konsumsi konten podcast di sejumlah platform digital, misalnya Spotify dan Google Podcast.

Podcast User Research in Indonesia di 2018 menyebutkan Spotify (52,02%) sebagai platform terpopuler untuk mendengarkan konten podcast. Namun, rupanya ada Inspigo yang masuk sebagai satu-satunya pemain lokal di jajaran 10 besar. Ini menandakan awareness terhadap platform podcast lokal sudah mulai terbangun.

Sumber: Podcast User Research in Indonesia 2018 / DailySocial
Sumber: Podcast User Research in Indonesia 2018 / DailySocial

Di 2020, Indonesia mendominasi konsumsi podcast terbanyak se-Asia Tenggara menurut data Spotify. Sebanyak 20% dari total pengguna Spotify di Indonesia mendengarkan podcast setiap bulan, dan jumlah tersebut lebih tinggi dari persentase rata-rata global.

Application Information Will Show Up Here

TaniHub to Secure Series B Funding Worth Nearly 1 Trillion Rupiah

The agritech startup TaniHub Group reportedly secured $65.5 million (over 940 billion Rupiah) Series B funding led by MDI Ventures. According to DailySocial’s source, participated also in this round, UOB Global Capital, Vertex Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, BRI Ventures, Add Ventures, Flourish Ventures, Intudo Ventures, Openspace Ventures, Tenaya Capital, and others.

This round has brought TaniHub’s valuation up to over $200 million.

One of the investors showed the “green signal” on the news and mentioned this investment is the company’s commitment to advancing the agricultural industry in Indonesia with a technological approach.

Previously, TaniHub management had boasted about the investment round the company was raising earlier this year. TaniHub Group’s Co-Founder & CEO, Pamitra Wineka said that investors in this round was very enthusiast, the value even oversubscribed from the initial target.

“We want to give this fund back to Indonesian farmers. We want to expand where we can reach more farmers, hopefully further to Papua,” he said.

TaniHub announced the Series A round in April 2020 worth of $17 million led by Openspace Ventures and Intudo Ventures.

In an official statement the company anounced today (5/21), Pamitra said, “[..] Furthermore, we plan to strengthen our role in every region in Indonesia to be closer to farmers and the community. Therefore, what we do at least to reduce the price disparity between farmers and consumers.”

MDI Ventures’ Portfolio Director, Sandhy Widyasthana added, “[..] MDI will continue to focus on investing in technology startups with big role in various sectors that influence people’s lives and can make a big difference in Indonesia. MDI considers TaniHub Group as having a big role in agriculture and has proven that its existence can have a positive impact on improving the quality of life for Indonesian farmers [..]” he said.

This year, TaniHub Group is increasingly expanding, also through the launching of the NFC (National Fulfillment Center) in Cikarang to provide agricultural supply chain infrastructure that can support national and global market demands. The NFC is ready to serve inbound and outbound to other islands outside Java and Bali as well as foreign markets.

On an area of ​​12,000 square meters, there’s a large capacity for cold storage and it accommodates non-fresh products such as groceries and processed food from various brands. In addition, the company is building more regional distribution facilities (DC), processing and product packaging centers (PPC), poultry processing centers (PPC), and rice mills at various points.

It is located in some areas, including North Sumatra, Riau, Palembang, Lampung, Banjarmasin, Banjarmasin, Manado and Makassar. Currently, the fully-operated PPC location is in Malang, which supports the supply chain of various regional distribution facilities spread across five cities, including Bogor, Bandung, Kartasura, Surabaya and Denpasar.

Last April, the company exported 14.5 tons of watermelon from its farming partners in Lampung to the United Arab Emirates. In this country, it is predicted that the potential for sustainable demand from the UAE market will reach 156 tons per month.

They also target other countries to export fruits, such as pineapples, bananas, mangoes and oranges, including Singapore, Taiwan, South Korea and Malaysia with a capacity of 1,000 tons per month with an export value of IDR 15.31 billion this year.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

TaniHub Dikabarkan Peroleh Pendanaan Seri B Hampir 1 Triliun Rupiah (UPDATED)

Startup agritech TaniHub Group dikabarkan mengantongi perolehan pendanaan seri B sebesar $65,5 juta (lebih dari 940 miliar Rupiah) yang dipimpin oleh MDI Ventures. Menurut informasi yang DailySocial terima, putaran ini juga diikuti oleh UOB Global Capital, Vertex Ventures, Telkomsel Mitra Inovasi, BRI Ventures, Add Ventures, Flourish Ventures, Intudo Ventures, Openspace Ventures, Tenaya Capital, dan lainnya.

Putaran ini membawa valuasi TaniHub melambung senilai lebih dari $200 juta.

Salah satu investor yang kami hubungi memberikan “sinyal hijau” atas kabar tersebut. Menurut mereka, investasi ini adalah komitmen perusahaan untuk memajukan industri pertanian di Indonesia dengan pendekatan teknologi.

Sebelumnya, manajemen TaniHub memang sudah sesumbar dengan putaran investasi yang sedang digalang perusahaan pada awal tahun ini. Co-Founder & CEO TaniHub Group Pamitra Wineka mengatakan antusiasme investor pada putaran ini diklaim begitu bagus, hingga oversubscribed dari dana yang ditargetkan.

“Dana ini mau kita kontribusikan balik kepada petani-petani di Indonesia. Kita mau ekspansi ke mana kita bisa jangkau lebih banyak petani, hopefully bisa sampai Papua,” ucapnya kala itu.

Putaran seri A sudah diumumkan Tanihub pada April 2020 sebesar $17 juta yang dipimpin Openspace Ventures dan Intudo Ventures.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan perusahaan hari ini (21/5), Pamitra menyampaikan, “[..] Oleh karena itu kami berencana untuk memperkuat peran kami di setiap wilayah Indonesia agar semakin dekat dengan petani dan masyarakat. Sehingga pada akhirnya apa yang kami lakukan dapat mengurangi disparitas harga antara petani dan konsumen.”

Direktur Portfolio MDI Ventures Sandhy Widyasthana menambahkan, “[..] MDI akan terus fokus berinvestasi kepada startup-startup teknologi yang mempunyai peran besar di berbagai sektor yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat dan dapat membuat perbedaan besar di Indonesia. MDI melihat TaniHub Group mempunyai peran besar di bidang pertanian dan telah membuktikan bahwa keberadaannya dapat memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas kehidupan para petani di Indonesia [..]” ucapnya.

TaniHub Group semakin ekspansif pada tahun ini, salah satunya lewat peresmian NFC (National Fulfillment Center) di Cikarang untuk mendukung infrastruktur rantai pasok agrikultur yang dapat menunjang permintaan pasar nasional dan global. Di lokasi tersebut siap melayani inbound dan outbound untuk pulau-pulau lain di luar Jawa dan Bali serta pasar luar negeri.

Di lahan seluas 12.000 meter persegi, memiliki kapasitas besar untuk cold storage dan menampung produk non-fresh seperti sembako dan pangan olahan
(processed food) dari berbagai macam jenama. Tak hanya itu, perusahaan membangun lebih banyak fasilitas distribusi regional (DC), pusat pemrosesan dan pengemasan produk (processing packing center/PPC), pusat pengolahan unggas (poultry processing center/PPC), dan penggilingan padi di berbagai titik.

Lokasi yang dipilih antara lain, Sumatera Utara, Riau, Palembang, Lampung, Banjarmasin, Banjarmasin, Manado, dan Makassar. Saat ini, lokasi PPC yang sudah beroperasi penuh adalah di Malang yang mendukung rantai pasok dari berbagai fasilitas distribusi regional yang tersebar di lima kota, yakni Bogor, Bandung, Kartasura, Surabaya, dan Denpasar.

Pada April kemarin, perusahaan melakukan ekspor buah semangka sebanyak 14,5 ton yang berasal dari mitra petaninya di Lampung ke Uni Emirat Arab. Di negara tersebut diprediksi adanya potensi permintaan yang berkelanjutan dari pasar UAE mencapai 156 ton per bulannya.

Negara lainnya yang tengah diincar untuk ekspor buah-buahan, termasuk nanas, pisang, mangga, dan jeruk ke Singapura, Taiwan, Korea Selatan, dan Malaysia dengan kapasitas 1.000 ton per bulannya dengan nilai ekspor mencapai Rp15,31 miliar pada tahun ini.

*Kami menambahkan pernyataan resmi dari TaniHub

Application Information Will Show Up Here

TADA Announces Series B1 Funding, to Enhance Business in Southeast Asia

TADA, a customer retention platform startup, announced the series B1 funding. This investment round was led by MDI Ventures, with the participation of Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) and the previous investors Finch Capital and Sovereign’s Capital.

In addition to upgrading the technology platform and infrastructure, TADA will use the funds to strengthen its position in Indonesia while expanding its strategy arund Southeast Asia. In addition, team building and partnerships will be intensified to support expansion.

Based on our records, TADA’s series B round was first announced in mid-2018, led by Finch Capital and supported by Sovereign’s Capital. In the previous round, TADA was supported by some investors, including RMK Ventures, SMDV, Venturra Capital, and Gunung Sewu Group.

TADA’s Founder & CEO, Antonius Taufan said, the participation of MDI Ventures and TMI is a strategic opportunity for the company, enabling it to reach markets from various businesses in the group. There will be various synergy collaboration opportunities to explore. “This investment will enable us to fulfill our mission of enhancing business sustainability by enabling them to better retain customers.”

MDI Ventures’ CEO, Donald Wihardja added, “We see opportunities for a synergistic partnership between TADA and Telkom Indonesia to bring more interesting and beneficial engagement and collaboration between various corporate clients in the Telkom ecosystem. This funding will be in line with MDI Ventures’ long-term goal to empower digital entrepreneurial growth.”

In a general note, TADA offers digital solutions for businesses to build relationships with customers (loyalty), helping to accelerate business growth and sustainability by maximizing customer lifetime value. The strategies applied is varied, from digital membership, subscriptions, referrals, and digital rewards platforms. To date, they claim to have 400 business clients spread across Indonesia, Malaysia and the Philippines.

In fact, there are still a few local startups engaged in the loyalty platform, apart from TADA, there are two other platforms that offer similar services with their respective approaches, GetPlus and Member.id. Earlier this year Member.id just announced series A funding obtained from East Ventures and Traveloka.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

TADA Umumkan Pendanaan Seri B1, Kuatkan Kehadiran Bisnis di Asia Tenggara

TADA, startup pengembang customer retention platform, mengumumkan telah mengamankan pendanaan seri B1. Putaran investasi ini dipimpin oleh MDI Ventures, dengan keterlibatan Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) dan investor sebelumnya yakni Finch Capital dan Sovereign’s Capital.

Selain untuk meningkatkan platform dan infrastruktur teknologi, TADA akan menggunakan dana tersebut untuk memperkuat posisinya di Indonesia sembari memperluas strategi memasuki ke kawasan Asia Tenggara. Selain itu penguatan tim dan kemitraan juga akan dijalankan guna mendukung ekspansi.

Dari catatan kami, putaran seri B TADA pertama kali diumumkan pada pertengahan tahun 2018 lalu, dipimpin Finch Capital dan didukung Sovereign’s Capital. Di putaran sebelumnya, TADA didukung sejumlah investor seperti RMK Ventures, SMDV, Venturra Capital, dan Gunung Sewu Group.

Founder & CEO TADA Antonius Taufan mengatakan, masuknya MDI Ventures dan TMI menjadi peluang strategis bagi perusahaannya, memungkinkan untuk menjangkau pasar dari berbagai bisnis di dalam grup. Berbagai peluang kolaborasi sinergi juga akan dieksplorasi. “Investasi ini akan memungkinkan kami mewujudkan misi untuk meningkatkan keberlanjutan bisnis dengan memungkinkan mereka mempertahankan pelanggan dengan lebih baik.”

CEO MDI Ventures Donald Wihardja menambahkan, “Kami melihat peluang kemitraan sinergis antara TADA dan Telkom Indonesia untuk menghadirkan keterlibatan dan kolaborasi yang lebih menarik dan bermanfaat antara berbagai klien perusahaan dalam ekosistem Telkom. Pendanaan ini juga sejalan dengan tujuan jangka panjang MDI Ventures untuk memberdayakan pertumbuhan kewirausahaan digital.”

Seperti diketahui, TADA menawarkan solusi digital bagi bisnis untuk membangun hubungan dengan pelanggan (loyalty), membantu mempercepat pertumbuhan dan keberlanjutan bisnis dengan memaksimalkan customer lifetime value. Strategi yang diterapkan pun beragam, mulai dari digital membership, subscription, referral, dan digital rewards platform. Sejauh ini mereka mengklaim telah memiliki 400 klien bisnis yang tersebar di Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

Memang tidak banyak startup lokal yang bermain di ranah loyalty, kendati demikian selain TADA ada dua platform lainnya yang menjajakan layanan serupa dengan pendekatan masing-masing, yakni GetPlus dan Member.id.  Awal tahun ini Member.id baru mengumumkan pendanaan seri A yang didapat dari East Ventures dan Traveloka.

Kepala Bidang Investasi Strategis Telkomsel: Mengenai Penggalangan Dana Bukanlah Segalanya

Nazier Ariffin memberi dukungan kepada para pendiri yang menciptakan perubahan penting melalui dana strategis Telkomsel TMI dengan hampir 6 tahun pengalaman di bidang teknologi, lebih dari 30 investasi di bawah campur tangannya. Dia berdiskusi dengan dalam Startup Hour podcast radio, berbagi ide (re: meme) yang tidak akan Anda temukan di tempat lain di Instagram-nya, sosok yang terobsesi dengan jiu-jitsu, dan menghibur diri di hari Minggu pagi yang tenang dengan chai tea latte ekstra-panas.

Anggota komunitas kami dapat mengajukan pertanyaan kepadanya tentang Slido.

Nazier Arifin, Kepala Bidang Investasi Strategis Telkomsel

KrASIA (Kr): Apa yang menjadi harapan Anda ke depan mengenai ekosistem startup lokal?

Nazier Ariffin (NA): Saya pikir kita semua lelah mendengar hal yang sama berulang kali tentang COVID-19 serta orang-orang yang kehilangan pekerjaan. Pengusaha mungkin bosan mendengar tentang bagaimana investasi VC melambat. Saat-saat ini bisa jadi membuat frustrasi.

Semua hal melambat. Siklus penjualan yang lebih lama adalah indikator utama. Dengan perjalanan yang dibatasi, menutup pelanggan baru membutuhkan penjualan melalui telepon atau video, dan lebih sulit untuk membangun kepercayaan, terutama untuk transaksi besar melalui telepon. Akibatnya, pemesanan akan lebih tidak stabil. Jadi, lebih banyak pipeline diperlukan untuk menciptakan konsistensi, tetapi pembuatan pipeline akan lebih sulit. Semua orang akan melakukan ini pada saat yang sama, meningkatkan CPA, CPM, dan BPK, serta mengisi kotak masuk email dengan materi pemasaran. Tingkat respons akan turun.

Momentum penggalangan dana kemungkinan besar akan melambat karena alasan yang sama seperti memperlambat penjualan: Hanya saja lebih sulit untuk bertemu orang. Penilaian mungkin ditekankan untuk perusahaan yang meningkatkan modal sekarang dengan rencana pertumbuhan yang lebih konservatif. Jika perusahaan rintisan memperkirakan pertumbuhan yang lebih lambat, maka penilaian akan turun, karena tingkat pertumbuhan adalah korelasi tertinggi dari kelipatan penilaian.

Selain itu, ketidakpastian di pasar saham dapat menekan valuasi, terutama dalam tahap pertumbuhan, meskipun kelipatan valuasi belum bergerak secara intrinsik. Kami masih mendekati titik tertinggi sepanjang masa, jadi ini mungkin sedikit lebih rumit dari yang diharapkan.

Saya berharap ketidakpastian yang kita lihat hari ini akan mereda dengan cepat. Untuk kuartal ini, [sebaiknya] berhati-hati dan rumuskan rencana yang lebih konservatif. Tetapkan indikator utama yang dapat membuat perubahan. Jangan hanya membaca tentang dewa industri — ambillah inspirasi dari para pendiri di sekitar Anda. Anda perlu mendengar kisah horor yang akan membuat Anda terus maju.

Kr: Banyak investor yang menciptakan “tema” sebagai standar mereka dalam mengkategorikan jenis investasi tertentu dan tren di Indonesia. Bagaimana dengan Anda?

NA: Terkadang, tema bersifat prediktif dan praktis. Seringkali, “tema” hanyalah pemasaran konten untuk VC dan narasi untuk pengusaha. Pada saat ada dana bertujuan khusus yang berkomitmen untuk suatu tren, mungkin sudah terlambat untuk membangun perusahaan yang berarti di ruang itu. Meskipun demikian, perusahaan yang mulai terlambat tidak akan gagal. Tokopedia menjadikan e-commerce sebagai “masalah yang terselesaikan” sampai Shopee menciptakan platform mobile-first yang menemukan cara untuk mengisi ceruk dan menghasilkan miliaran melalui agregat kapitalisasi pasar.

Startup yang berasal dari IP yang sudah dikenal adalah yang cenderung lepas landas. Bukan berarti harus memiliki paten, melainkan pengetahuan dasar yang tidak bisa didapat dari ruang seperti Github. Dalam kasus PrivyID, membangun solusi tanda tangan elektronik memerlukan banyak sekali infrastruktur, perangkat lunak, dan bahkan masalah hukum yang perlu diselesaikan. Produk yang kompleks memberi Anda keuntungan.

Selama pandemi ini, kita harus memiliki pandangan yang jernih tentang “mengapa” ini mungkin waktu yang tepat bagi pengusaha: Kasus penggunaan baru bermunculan hampir setiap hari, CAC berada di posisi terendah selama satu dekade, dunia telah berubah. Tidak ada ahli dan VC akan lambat untuk mendanai pesaing. Dengan segala cara, harap bercita-cita untuk membuat “penyok di alam semesta” yang positif dengan menerapkan bakat Anda pada tantangan terbesar yang kami hadapi. Buku pedoman komersial lama tidak lagi berfungsi, dan yang baru perlu ditulis.

Pengusaha baru pun bermunculan. Banyak dari mereka pernah bekerja untuk unicorn sebelumnya, atau baru saja kembali dari Amerika Serikat atau China. Saya melihat bahwa akan ada gelombang keempat. Kesepakatan yang lebih baru, lebih segar, dan lebih menarik akan muncul setelah COVID-19, karena kita harus mengakui bahwa pandemi juga mempercepat proses transformasi digital banyak UKM. Inovasi dan kreativitas telah muncul dalam beberapa hari terakhir. Oleh karena itu, saya yakin kita akan melihat lebih banyak jenis startup baru.

Indonesia memiliki bakat luar biasa, banyak ide yang muncul, dan banyak peluang untuk menyelesaikan masalah. Dan Telkomsel ingin memberi [orang-orang ini] sumber daya, akses, dan jaringan.

Nazier dalam program podcast radio lokal, Startup Hour. Dokumentasi oleh Nazier Ariffin

Kr: Anda juga sempat menjadi mentor dalam beberapa program inkubator dan akselerator, penyelenggara serta yang memproduksi Startup Hours, program radio tentang lanskap startup, berbagi berita tentang startup dan tips penggalangan dana di media sosial. Apa yang telah Anda pelajari dari pengalaman ini?

NA: Saya belajar bahwa banyak sumber daya yang tersedia untuk startup tahap awal dimulai dari ketika Anda mencapai kesesuaian dalam pasar produk (product market fit). Bayangkan Anda ingin menjadi pelari kelas dunia dan pergi ke Olimpiade, akankah lebih baik jika mempelajari cara menegosiasikan sponsor Nike Anda, atau hanya berlatih dan menguasai kemampuan berlari?

Begitu banyak pendiri yang bertanya, “bagaimana Anda mengumpulkan dana, bagaimana Anda berkembang?” dan lewati bagian awal dari startup. Jika Anda memiliki sesuatu yang benar-benar berhasil, investor akan menemukan Anda, jurnalis akan menemukan Anda — dunia cenderung menemukan hal-hal yang cemerlang dan mendorong Anda menuju kesuksesan. Jika Anda merasa bahwa Anda terus-menerus harus mengerjakan penggalangan dana dan PR tanpa mengetahui inti dari produk itu sendiri, Anda akan mengalami waktu yang sangat sulit.

Hal lain misalnya, banyak orang berpikir bahwa kartu skor untuk siapa yang sukses adalah siapa yang menghasilkan uang paling banyak. Ini tidak benar. Jumlah uang yang Anda kumpulkan, dan pers yang Anda baca tentang semua hal hebat ini terjadi, tidak memberi Anda wawasan tentang apakah suatu produk berfungsi dan mencapai kesuksesan. Saya akan menyebut penggalangan dana sebagai indikator tertinggal dari perusahaan yang mencapai tonggak sejarah. Ini sebenarnya semakin sulit setiap kali Anda menggalang dana, karena taruhannya meningkat dan perusahaan Anda semakin besar. Terkadang semakin sulit untuk tumbuh saat Anda mengumpulkan uang.

Kr: Apa yang menjadi poin penting dalam penggalangan dana?

NA: Penggalangan dana bisa menjadi salah satu bagian tersulit meskipun “kesenangan” tepat dalam kata itu. Sepertinya pasar terbuka, tetapi tidak rasional dan jarang adil. Anda akan mendengar tentang pendiri yang berkata, “Penggalangan dana itu mudah. Saya masuk ke kedai kopi dan orang-orang menghujani saya dengan uang. ” Itu pengecualian, bukan aturannya. Penggalangan dana adalah lari maraton yang membutuhkan perhatian hampir konstan. Prosesnya bisa lebih menghukum dan lebih berisiko dari yang kita bayangkan. Bersiaplah untuk banyak penolakan. Perusahaan rintisan yang menjanjikan akan mendapatkan, rata-rata, 17 hingga 20 TIDAK untuk setiap YA.

Anda akan mendengar alasan mengapa startup Anda tidak akan berhasil, mengapa produk Anda tidak bagus, mengapa peluang yang Anda bicarakan tidak nyata. Terkadang mereka juga benar, tetapi Anda tidak boleh percaya itu. Cara Anda akan bertahan adalah dengan menjadi tangguh dan ulet, dan yang terpenting, dengan percaya. Tidak peduli apa yang Anda dengar, Anda harus percaya.

Persiapan yang tepat adalah separuh pekerjaan. Anda tidak ingin terkejut dengan pertanyaan atau kehilangan momentum karena terlalu lama memberikan informasi yang diminta. Bersiaplah untuk memindahkan garis waktu. Saat ini, komite investasi akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengambil keputusan.

Kr: Apa pendapat Anda mengenai hal “membangun karir atau mengikuti passion?”

NA: Berhentilah terobsesi menemukan passion Anda. Hal itu bukan untuk ditemukan, namun dibangun. Ini adalah proses penemuan, bukan takdir dari surga. Jika Anda belum menemukan passion, ada dua kemungkinan: Anda tahu apa yang ingin Anda lakukan tapi terlalu takut untuk mengejarnya, atau Anda belum menemukan passion Anda karena terlalu takut untuk menjelajah. Kedua alasan tersebut adalah hasil dari ketakutan. YOLO.

Begitu menemukan passion itu, Anda menghadapi kenyataan. Anda menyadari itu akan sulit. Anda mengetahui kemungkinan terburuk. Saat itulah Anda memutuskan: Apakah Anda bersedia untuk tetap bersabar dan berjuang untuk itu? Dengan masyarakat kita yang berubah dengan cepat, pasti akan ada banyak perubahan dan kejutan di sepanjang jalan, jadi selalu coba untuk menyesuaikan dan menghargai jaringan Anda.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

MDI Ventures to Release Two More Managed Funds in 2020

MDI Ventures is to release two more managed funds to enhance Telkom Group’s startup investment portfolio from early-stage to the later stage.

MDI Ventures’ Head of Investor Relations & Capital Raising, Kenneth Li said to DailySocial that this step was taken due to the first-round fund distribution has run out in four years.

“True, that is the plan. However, I’m not in the position to share the details because the process is just begun,” he added.

In early December 2019, Telkom Group through MDI Ventures with South Korea-based KB Financial Group established a new managed fund named Centauri Fund.

mdi

Prior to this, halfway through 2019, Telkomsel, a subsidiary in cellular business, created an investment arm named Telkomsel Mitra Inovasi (TMI) managed by MDI Ventures.

Kenneth affirmed the plan of two new managed funds would create diversity in Telkom Group’s investment portfolio and its subsidiaries.

“Centauri focused on Series A and B. Meanwhile, TMI has a specific requirement from Telkomsel to be a single LP fund and more CVC style with synergy requirement,” he added.

In terms of funding, he said the company is to make another fundraising on every new managed fund.

“[Fundraising] Rp1.4 trillion is only for Centauri Fund. Each fund, [the allocation] is different. Later [there will be] another fundraising,” he said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian