Bermacam Fungsi pada Mobil Besutan VW Sekarang Bisa Dikontrol dengan Siri

Siapa yang menyangka voice assistant bakal memegang peran sepenting ini dalam kehidupan manusia? Awalnya hanya dipandang sebagai gimmick di smartphone, voice assistant sekarang juga sudah menjadi salah satu komponen esensial buat sistem infotainment mobil. Tidak percaya? Lihat saja apa yang baru-baru ini diumumkan VW.

Mereka mengumumkan integrasi yang cukup mendalam antara aplikasi smartphone-nya, VW Car-Net, dengan Siri di perangkat iOS. Menggunakan perangkat dengan iOS 12, pemilik mobil VW yang kompatibel bisa meminta bantuan Siri untuk mengunci atau membuka mobilnya.

Itu baru satu fungsi. Sisanya masih ada fungsi untuk mengecek estimasi jarak tempuh dengan bahan bakar yang tersisa, serta fungsi untuk membunyikan klakson atau mengedipkan lampu depan. Berhubung ini Siri yang kita bicarakan, fungsi-fungsi tersebut bisa diaktifkan dengan frasa seperti “Hey Siri, lock my car” dan sejenisnya.

Pada kenyataannya, VW sengaja membuat agar aplikasinya ini kompatibel dengan Siri Shortcuts, sehingga pengguna bebas menciptakan frasa-frasa perintahnya sendiri, semisal untuk menyesuaikan suhu dalam kabin, mengaktifkan komponen defroster, atau malah menanyakan lokasi mobilnya di sebelah mana.

Ya, Siri Shortcuts bukan sekadar untuk mengontrol perangkat smart home atau memudahkan workflow aplikasi mobile. VW Car-Net merupakan bukti bahwa fitur tersebut juga berlaku untuk memanjakan pengemudi dan penumpang mobil.

VW memang bukan yang pertama menerapkan voice assistant dalam mobil, tapi pendekatan yang mereka ambil cukup menarik. Mereka mungkin tengah menyiapkan voice assistant-nya sendiri, tapi setidaknya untuk sekarang konsumen sudah bisa menikmati kemudahannya dengan bantuan Siri.

Sumber: VentureBeat dan Volkswagen.

BMW Siap Luncurkan Empat Mobil Elektrik dalam Tiga Tahun ke Depan

Perkembangan pesat Tesla pasca Model S sering membuat dunia lupa kalau pabrikan otomotif lain sebenarnya juga sudah lama menginvestasikan waktunya di segmen mobil elektrik. Selain Nissan dengan hatchback Leaf, juga ada BMW yang merilis i3 di tahun 2013.

Dalam kasus BMW, i3 merupakan satu-satunya mobil buatannya yang sepenuhnya mengandalkan energi listrik hingga kini. Pabrikan asal Jerman itu bukannya menyerah, hanya saja sekadar tidak mau buru-buru. Namun mereka juga harus bergerak cepat, mengingat dua rival sebangsanya sudah resmi masuk ke segmen elektrik lewat Audi e-tron dan Mercedes-Benz EQC.

Mini Electric / BMW
Mini Electric / BMW

Belum lama ini, BMW menyingkap rencana ke depan mereka untuk segmen mobil elektrik. Menurut CEO-nya, Harald Kruger, BMW Group bakal merilis lima mobil bermesin listrik dalam waktu tiga tahun ini. Yang pertama adalah Mini Electric, dijadwalkan meluncur tahun depan.

Tahun 2020, BMW iX3 akan menyusul meramaikan pasar SUV elektrik, sekaligus menjadi mobil pertama yang mengusung mesin listrik generasi kelima buatan BMW. Setelahnya sedan i4 bakal menyusul, mengambil konsep iVision Dynamics sebagai basisnya. Terakhir, crossover BMW iNext dijadwalkan mengaspal pada tahun 2021.

BMW iVision Dynamics / BMW
BMW iVision Dynamics / BMW

Dari situ bisa kita lihat bahwa i3 dapat dianggap sebagai batu sandungan buat BMW. Lima tahun pasca peluncurannya dipakai untuk mengamati kebutuhan pasar, sehingga tidak kaget apabila portofolio mobil elektrik BMW ke depannya mencakup banyak segmen sekaligus.

Lalu apakah ini merupakan indikasi berakhirnya masa kejayaan mobil bermesin bensin? Belum. Sebab menurut BMW, pada tahun 2025, jumlah mobil elektriknya bakal bertambah lagi menjadi 12 model, tapi ini juga mencakup model plug-in hybrid, meski tentu saja kapabilitas motor elektriknya bakal jauh lebih baik daripada yang ada sekarang.

BMW iNext / BMW
BMW iNext / BMW

Sumber: Electrek.

Hyundai dan Kia Bakal Pasangkan Panel Surya pada Mobil Buatannya

Mobil elektrik dan panel surya merupakan kombinasi yang tepat demi mewujudkan Bumi yang lebih hijau. Namun ketika keduanya disatukan, efisiensi pun menjadi pertanyaan besar. Karena bidang yang tersedia untuk menempatkan panel surya tergolong kecil serta posisi yang kurang optimal, panel surya belum bisa menjadi sumber energi utama suatu mobil elektrik.

Namun itu tidak mencegah Hyundai dan Kia untuk bereksperimen di bidang ini. Meski tak bisa menjadi sumber energi utama, panel surya setidaknya bisa membantu menghasilkan output ekstra untuk mobil elektrik, dan itu tidak ada salahnya diterapkan selama tidak memberikan pengaruh negatif apa-apa.

Hyundai dan Kia tengah sibuk mengembangkan tiga jenis panel surya untuk mobil sekaligus. Generasi yang pertama ditujukan untuk mobil hybrid, yang diestimasikan mampu mengisi 30 – 60 persen kapasitas baterai mobil hybrid dalam kondisi normal dan cuaca yang optimal (tidak hujan atau berawan).

Hyundai semi-transparent solar panel

Generasi yang kedua ditujukan untuk mobil bensin biasa, akan tetapi panel suryanya sendiri berwujud semi-transparan. Karena hampir tembus pandang, panel surya ini dapat diintegrasikan ke panoramic sunroof, membiarkan lebih banyak cahaya masuk selagi mengisi aki mobil secara konstan.

Generasi ketiga adalah yang ditujukan buat mobil bermesin listrik sepenuhnya. Panel ini dirancang untuk dipasang pada bagian atap dan kap mesin demi memaksimalkan output energi yang dihasilkan.

Tujuan akhir yang hendak dicapai Hyundai dan Kia adalah supaya mobil tidak sekadar mengonsumsi energi secara pasif, tapi juga aktif memproduksinya. Kalau untuk menjadi sumber energi utama, sepertinya teknologi panel surya masih harus dikembangkan lebih jauh lagi.

Sumber: Hyundai via Electrek.

Fitur Summon Diperbarui, Mobil Tesla Bisa Dikemudikan Menggunakan Ponsel Layaknya Mobil R/C

Pemilik mobil buatan Tesla tentunya sudah tidak asing dengan kebiasaan sang pabrikan merilis fitur baru melalui software update. Fitur barunya sendiri sering terkesan sepele, tapi terkadang juga bisa sangat berpengaruh, seperti misalnya fitur Autopilot di tahun 2015.

Di samping Autopilot, Tesla juga sempat meluncurkan fitur bernama Summon yang memungkinkan mobil untuk keluar-masuk garasi sendiri. Sepele seperti yang saya bilang, tapi dalam waktu enam minggu lagi, fitur ini bakal berubah drastis menjadi seperti sihir.

Seperti biasa melalui Twitter, Elon Musk mengungkapkan secuil detail mengenai pembaruan fitur Summon ini. Yang paling keren, Summon memungkinkan mobil untuk mengemudi sendiri menuju pemiliknya layaknya seorang petugas valet. Dari mana mobil mengetahui pemiliknya? Dari ponsel dan aplikasi yang terhubung.

Kalau tombol “Summon” di aplikasinya ditekan terus, mobil dapat mengikuti ke mana pun sang pemiliknya pergi. Seperti hewan peliharaan, kalau kata Elon. Saya membayangkan penyempurnaan fitur Summon ini bakal sangat berguna ketika pemilik mobil selesai berbelanja. Ketimbang harus berjalan sambil membawa belanjaan menuju mobil, tunggu saja di area lobi dan panggil mobilnya lewat aplikasinya.

Di samping itu, Elon juga bilang bahwa Summon memungkinkan pengguna untuk mengontrol mobil lewat ponsel, ibarat mobil R/C katanya. Syaratnya, mobil masih harus berada dalam jarak pandang orang yang memegang ponsel, demi keselamatan tentunya.

Syarat terakhir yang harus dipenuhi untuk bisa menikmati semua fitur ini adalah, mobil harus mengemas hardware Autopilot versi kedua, alias yang baru diproduksi minimal dua tahun lalu. Lebih tua dari itu, hardware-nya tidak cukup kapabel untuk fitur-fitur yang lebih advanced seperti ini.

Via: Reuters.

Samsung Umumkan Chipset dan Sensor Kamera untuk Bidang Otomotif

Kita mengenal nama “Exynos” sebagai branding yang digunakan Samsung untuk chipset smartphone bikinannya. Pertama kali Samsung menggunakan branding tersebut adalah ketika mereka meluncurkan Samsung Galaxy S II di tahun 2011, dan sekarang Exynos bisa kita temui di semua smartphone Samsung yang dipasarkan di luar AS.

Sebelum era Exynos, Samsung sebenarnya sudah punya pengalaman yang cukup panjang di bidang produksi system-on-chip (SoC) untuk pabrikan lain. Maka dari itu, tidak heran apabila mereka akhirnya memutuskan untuk melebarkan cakupan Exynos ke ranah otomotif lewat branding baru Exynos Auto.

Samsung Exynos Auto

Samsung Exynos Auto bakal ditawarkan dalam tiga seri yang berbeda: Exynos Auto A untuk pengolahan sistem driving assistance, Exynos Auto V untuk sistem infotainment, dan Exynos Auto T untuk sistem telematika alias navigasi satelit pada mobil.

Samsung pada dasarnya cukup percaya diri akan keunggulan chipset Exynos dalam hal komputasi dan efisiensi energi untuk dipasok ke mobil-mobil modern. Sayangnya sejauh ini belum ada informasi pabrikan mobil mana yang tertarik menggunakan Exynos Auto.

Samsung ISOCELL Auto

Di samping Exynos Auto, Samsung turut memperkenalkan ISOCELL Auto. ISOCELL, seperti yang kita tahu, adalah branding yang dipakai untuk sensor kamera smartphone bikinan Samsung. Branding ini pertama kali dipakai di tahun 2013, dengan keunggulan dalam hal teknik isolasi pixel guna meningkatkan kualitas gambar di kondisi minim cahaya.

Samsung percaya kelebihan ini dapat diterapkan pada teknologi penunjang sistem kemudi otomatis, spesifiknya kamera yang bisa mengidentifikasi objek di sekitar mobil secara akurat, bahkan di malam hari sekalipun. Sejauh ini ISOCELL Auto telah ditawarkan dalam tiga varian resolusi dari 960p sampai 4K.

Kehadiran Exynos Auto dan ISOCELL Auto pada dasarnya semakin menekankan niat Samsung dalam menyeriusi segmen otomotif setelah sebelumnya mengakuisisi Harman senilai $8 miliar di tahun 2016.

Sumber: Samsung via Engadget.

Honda Demonstrasikan Teknologi Smart Intersection untuk Mengurangi Angka Kecelakaan

Di Surabaya, ada satu perempatan antara Jalan Diponegoro dan Jalan Dr. Sutomo yang hampir setiap harinya selalu terjadi kecelakaan. Penyebabnya sering kali adalah pengguna jalan yang melanggar lampu lalu lintas.

Yang melanggar ini jelas tidak sayang nyawa, tapi yang dirugikan justru adalah ‘lawan’ tabrakannya yang sebenarnya sudah taat peraturan. Mengubah tabiat buruk pengguna jalan memang sulit, akan tetapi teknologi setidaknya bisa membantu mengurangi angka kecelakaan di perempatan jalan, seperti yang baru-baru ini didemonstrasikan oleh Honda.

Di kota Marysville di Amerika Serikat, Honda memasang sejumlah kamera di atas empat lampu lalu lintas pada suatu perempatan jalan. Fungsi dari kamera-kamera tersebut adalah menjadi ‘mata’ dan ‘telinga’ tambahan bagi pengguna jalan.

Honda sengaja memilih perempatan jalan yang sekitarnya dikelilingi oleh gedung-gedung tinggi, yang kerap menyulitkan pengguna jalan untuk melihat kendaraan dari arah lain. Kebetulan juga pejalan kaki di area itu cukup banyak, menjadikannya semakin ideal untuk dijadikan lokasi uji coba teknologi yang Honda sebut dengan istilah “Smart Intersection” ini.

Honda Smart Intersection

Kamera-kamera tadi mengirimkan informasi ke unit HUD (heads-up display) yang terpasang pada mobil pengujian. Informasinya berupa simbol peringatan untuk tiga macam skenario: ada pejalan kaki yang sedang menyeberang, ada kendaraan darurat (ambulans, mobil pemadam kebakaran, dll) dari arah lain, dan ada kendaraan yang melanggar lampu merah.

Peringatan visual itu juga dibarengi peringatan dalam bentuk audio. Jadi pada skenario yang pertama misalnya, sebelum pengemudi membelok, sistem akan memperingatkan terlebih dulu ketika ada pejalan kaki yang menyeberang di arah tujuannya.

Untuk skenario yang kedua dan ketiga, pemilik mobil akan diingatkan ketika ada kendaraan darurat atau pengemudi tidak sayang nyawa yang sedang melintas dari arah lain dalam kecepatan tinggi sekaligus melanggar lampu merah demi tiba di tujuannya lebih cepat. Sistem ini diklaim bisa mendeteksi keberadaan kendaraan-kendaraan itu dari jarak sejauh 100 meter.

Pada akhirnya, pemilik mobil bisa mengantisipasi skenario-skenario tadi dengan lebih sigap. Sistem semacam ini tentunya juga akan sangat ideal buat mobil kemudi otomatis yang benar-benar mengandalkan data untuk bisa bekerja dengan baik.

Honda Smart Intersection

Untuk sekarang, kendala dari sistem ini adalah ongkos produksi unit HUD yang masih mahal, akan tetapi ini pasti bakal teratasi ketika produksi massal sudah diterapkan. Di samping itu, tentu saja juga harus ada persetujuan dari pemerintah daerah yang tertarik mengimplementasikan teknologi ini.

Honda sejauh ini belum punya rencana apa-apa terkait implementasinya. Namun mereka bilang bahwa teknologinya dapat disesuaikan guna mengakomodasi kota yang lebih besar dan yang lalu lintasnya lebih padat. Semoga saja Bu Risma tertarik dan Surabaya bisa menjadi lokasi pengujian selanjutnya.

Sumber: Motor Trend dan Honda.

Audi e-tron Resmi Diperkenalkan, Siap Tantang SUV Elektrik Lain dengan Seabrek Teknologi Canggih

Setelah lama dinantikan, Audi akhirnya resmi menyingkap mobil elektrik perdananya, sebuah SUV bernama e-tron. Penawaran Audi ini rupanya datang tidak lama setelah rival sekampungnya, Mercedes-Benz, juga menjalani debutnya di segmen elektrik melalui mobil bernama EQC, yang kebetulan juga bertipe SUV.

Dalam mengembangkan e-tron, Audi tampaknya berfokus pada aspek terpenting dari sebuah mobil elektrik, yakni efisiensi daya. Baterai berkapasitas total 95 kWh yang diposisikan di bagian lantai sanggup menyuplai energi yang cukup untuk menempuh jarak sekitar 400 km. Bukan yang paling efisien, tapi tetap saja mengesankan.

Audi e-tron

Yang lebih istimewa menurut saya adalah fitur regenerative braking yang dimiliki e-tron. Tesla maupun mobil elektrik lainnya juga dilengkapi fitur serupa, tapi garapan Audi sepertinya adalah salah satu yang paling efisien saat ini. Kesimpulan ini saya ambil berdasarkan pengujian prototipe e-tron yang dilakukan Carwow, yang bisa Anda tonton sendiri videonya.

Regenerative braking bekerja saat pedal gas dilepas, tidak harus ketika pedal rem diinjak. Saat aktif, motor elektrik yang ada pada mobil justru bekerja sebaliknya, menjadi generator listrik ketimbang mengonversinya menjadi tenaga penggerak. Singkat cerita, di jalan menurun, baterai mobil elektrik seperti Audi e-tron bukannya berkurang, tapi malah bertambah.

Audi e-tron

Dalam kasus e-tron, penambahannya cukup signifikan. Dari hasil pengujian Carwow tadi, e-tron berhasil mengumpulkan energi sebesar ± 10 kWh setelah diajak jalan menurun sepanjang 30 km. 10 kWh kalau dihitung-hitung bisa dikonversikan menjadi jarak tempuh sejauh 60 km. Jalan 30 km, baterai malah bertambah untuk jalan 60 km lebih lagi.

Selain irit, e-tron juga termasuk jagoan soal charging. Di stasiun pengisian yang mendukung, e-tron bisa di-charge dengan kapasitas 150 kW – lebih tinggi dari Tesla dan sistem Supercharger-nya yang ‘hanya’ 120 kW – sehingga charging dari 0 sampai 80% hanya memerlukan waktu sekitar 30 menit saja. Untuk pengisian ulang di rumah, e-tron sudah dilengkapi charger bawaan dengan kapasitas yang cukup tinggi pula di angka 11 kW.

Audi e-tron

Soal performa, e-tron masih kalah dibanding Tesla Model X, tapi akselerasinya jelas menang jauh ketimbang SUV bermesin bensin: 0 – 100 km/jam dalam waktu 5,7 detik. Top speed-nya sendiri berada di angka 200 km/jam.

e-tron ditenagai oleh dua motor elektrik yang diposisikan di depan dan belakang. Perpaduannya mampu menghasilkan tenaga sebesar 265 kW (± 350 hp), akan tetapi angka akselerasi tadi didapat dengan mengaktifkan “Boost Mode”, yang bakal menambah lagi output dayanya hingga mencapai 300 kW (± 400 hp).

Audi e-tron

Tenaganya ini disalurkan ke penggerak empat roda (Quattro), akan tetapi sistem Quattro di sini rupanya juga sudah dielektrifikasi. Hasilnya, sistem dapat menyesuaikan penyaluran torsi ke masing-masing roda dalam waktu 5 milidetik saja, jauh lebih cepat ketimbang sistem Quattro mekanis.

Baik performa dan efisiensi dayanya ini juga bergantung pada faktor aerodinamika, dan spion virtual milik e-tron sangat berjasa dalam hal ini. Ya, teknologi itu bukan sekadar untuk keren-kerenan saja, tapi memang ada faedahnya ke pengalaman berkendara secara keseluruhan.

Audi e-tron

Dari luar, bisa dilihat kalau penampilannya sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda dari versi konsepnya yang pertama dipamerkan tiga tahun silam. Sepintas, e-tron bisa dilihat sebagai versi baru dari SUV Audi Q5, dan tidak akan kelihatan terlalu mencolok apabila dijajarkan dengan barisan SUV tradisional Audi lainnya.

Interior e-tron sendiri sudah pernah kita bahas; tidak kelewat futuristis, tapi masih canggih dan terasa mewah layaknya mobil Audi biasanya. Urusan kemewahan, pabrikan Jerman memang masih sulit ditandingi, dan ini berlaku baik untuk Mercedes-Benz EQC maupun Audi e-tron.

Audi e-tron

Berbeda dari Mercy yang masih bungkam soal banderol harga EQC, Audi tidak segan mengungkap harga e-tron, yang dimulai di angka $74.800, dan akan dipasarkan pada pertengahan tahun 2019 nanti. Untuk varian termurahnya ini, harganya berada di bawah Tesla Model X, tapi masih sedikit di atas Jaguar I-Pace.

Sumber: Electrek dan Audi.

BMW Vision iNext Demonstrasikan Teknologi Kabin yang Amat Canggih

Mobil konsep dulunya identik dengan pintu bergaya gullwing maupun elemen visual lain yang dapat menambah kesan keren secara instan. Zaman jelas sudah berubah. Sekarang, mobil konsep identik dengan interior minimalis ibarat sebuah lounge berjalan, maupun yang dapat berubah-ubah sesuai kebutuhan.

Tema yang sama juga diangkat oleh BMW lewat konsep terbarunya, BMW Vision iNext. Melalui iNext, BMW sejatinya ingin mendemonstrasikan teknologi-teknologi yang bakal mendikte perkembangan mereka selama setidaknya sepuluh tahun ke depan.

BMW Vision iNext Concept

Motor elektrik sudah pasti menjadi atribut utama, demikian pula integrasi sistem kemudi otomatis. iNext masih mempunyai lingkar kemudi pada dashboard penuh layarnya, yang berarti Anda masih bisa memilih untuk menyetir sendiri. Namun saat mode otomatisnya aktif, setir akan bergerak mundur, mengindikasikan sistem telah mengambil alih.

Yang cukup janggal dari kabin ini adalah absennya tombol atau kenop kontrol fisik. Oke, memang sudah ada beberapa mobil produksi zaman sekarang yang mengandalkan interface sentuh sepenuhnya. Lalu apakah iNext juga demikian? Ya, tapi jauh lebih canggih dari yang kita bayangkan.

BMW Vision iNext Concept

Untuk mengatur volume audio misalnya, tidak perlu menyentuh slider di layar atau menerapkan gesture tangan tertentu. Cukup letakkan jari di permukaan jok di samping paha, lakukan gerakan seperti menggambar lingkaran, maka volume bakal membesar atau mengecil.

BMW menyebut teknologi ini dengan istilah “Shy Tech”. Maksudnya, teknologi ini akan hanya tersedia ketika kita membutuhkannya saja. Sebaliknya, teknologi bakal membaur dengan material-material dalam kabin ketika tidak diperlukan, sama sekali tidak mengganggu pengalaman berkendara semua penumpang.

BMW Vision iNext Concept

Sepintas kedengarannya memang seperti sihir, akan tetapi BMW memanfaatkan teknologi Jacquard hasil garapan Google untuk mewujudkannya. Teknologi itu pada dasarnya memungkinkan material kain untuk disulap menjadi panel kapasitif karena ditenun menggunakan benang induktif.

Contoh lain Shy Tech yang lebih ekstrem adalah proyektor sebagai sumber segala konten. Bukan cuma konten yang tampil di layar infotainment saja, tapi juga yang muncul di halaman buku; saat berada di dalam kabin iNext, Anda cuma perlu membawa satu buku kosong, lalu proyektor akan mendeteksi keberadaannya dan memproyeksikan bacaan ke atasnya.

BMW Vision iNext Concept

Apakah ini lebih efisien ketimbang membawa sebuah iPad? Entahlah, toh ini memang mobil konsep, jadi semua hal tidak harus terdengar rasional. Kendati demikian, harus diakui filosofi Shy Tech ini sangat menarik, terutama apabila BMW bisa menerapkannya guna mengatasi problem-problem yang nyata, bukan sebatas keren-kerenan seperti mengganti buku dengan hasil proyeksi itu tadi.

BMW Vision iNext Concept

Beralih ke luar, kelihatan sekali wajah SUV yang amat futuristis. Ciri khas BMW masih dipertahankan lewat grille depannya, meski kini wujudnya sudah agak berbeda, demikian pula fungsinya yang telah beralih menjadi tempat bernaungnya sensor-sensor sistem kemudi otomatis.

Rencananya, BMW akan menggarap versi produksi iNext pada tahun 2021. Setahun sebelum itu, SUV elektrik BMW iX3 yang lebih tradisional bakal lebih dulu direalisasikan.

Sumber: CNET dan BMW.

Konsep Volvo 360c Gambarkan Kondisi Transportasi Pribadi di Masa Depan

Anggap Anda hendak menuju Bandung dari Jakarta, Anda pilih naik mobil atau pesawat? Naik pesawat memang jelas lebih cepat, tapi jika ditotal waktu yang dihabiskan sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda; yang mencakup perjalanan ke bandara, waktu menunggu boarding, dan perjalanan dari bandara Husein Sastranegara ke lokasi yang dituju di kota Bandung.

Poin yang ingin saya angkat adalah, naik mobil dari Jakarta ke Bandung memang lebih lama dan lebih melelahkan, tapi jauh lebih praktis. Setidaknya satu kekurangannya itu (melelahkan) dapat diatasi oleh perkembangan mobil kemudi otomatis. Kira-kira demikian pemikiran di balik pengembangan mobil konsep terbaru Volvo, 360c.

Volvo 360c Concept

Volvo 360c dideskripsikan sebagai mobil elektrik yang fully autonomous alias sama sekali tidak memerlukan kehadiran seorang sopir. Tidak ada ruang untuk pengemudi di dalam kabinnya, yang ada hanyalah interior modular yang bisa diatur sesuai kebutuhan; apakah Anda perlu tidur selama perjalanan, perlu bekerja, perlu bertatap muka bersama kolega, atau mungkin sebatas perlu menghabiskan satu season serial favorit di Netflix.

Karena ini adalah Volvo yang kita bicarakan, faktor keselamatan selalu menjadi prioritas sejak mereka pertama kali menciptakan sabuk pengaman tiga titik di tahun 1959, dan 360c pun tidak luput dari filosofi tersebut. Salah satu contohnya, selimut yang ada di dalam kabin juga dilengkapi sistem pengaman serupa, sehingga penumpang dapat tidur nyenyak sepanjang perjalanan selagi masih dijaga keselamatannya.

Pendekatan yang diambil Volvo ini tergolong cukup unik karena selama ini jarang sekali ada konsep-konsep mobil tanpa sopir yang menekankan fitur keselamatan, seakan-akan pengembangnya berasumsi mobil-mobil tersebut tidak akan pernah mengalami kecelakaan.

Masih seputar keselamatan, 360c juga dirancang agar dapat menyampaikan intensinya kepada pengguna jalan lain lewat perpaduan indikator suara dan lampu. Volvo berharap sistem komunikasi satu arah semacam ini dapat menjadi standar dalam pengembangan mobil kemudi otomatis ke depannya.

Volvo 360c Concept

Balik lagi ke cerita perjalanan Jakarta-Bandung tadi, Volvo 360c pada dasarnya bisa memberikan kepraktisan yang sama seperti naik mobil sendiri (tidak perlu ke bandara dan sebagainya) sekaligus kenyamanan seperti naik pesawat (cukup pejamkan mata saja sepanjang perjalanan). Namun selama mobil seperti 360c masih berstatus konsep, semua ini hanyalah angan-angan semata.

Juga penting untuk dicatat adalah, seandainya Volvo memproduksi mobil serupa di masa yang akan datang, kemungkinan Anda tidak akan bisa membelinya. Volvo bakal menawarkannya dalam bentuk layanan berlangganan (car sharing) ketimbang menjualnya ke konsumen secara langsung – ya setidaknya debat mengenai “bikin garasi dulu sebelum beli mobil” jadi bisa diselesaikan.

Sumber: CNET dan Volvo.

Mobil Elektrik Perdana Mercy, Mercedes-Benz EQC, Resmi Diperkenalkan

Pertama kali Mercedes-Benz mengungkapkan rencananya untuk memproduksi mobil elektrik adalah di tahun 2016 lewat sebuah mobil konsep bernama Generation EQ. Dua tahun berselang, mimpi tersebut akhirnya menjadi kenyataan. Inilah Mercedes-Benz EQC, mobil elektrik murni perdana dari sang pionir industri otomotif.

Dari luar, penampilannya tidak mencerminkan sebuah mobil elektrik. Anda bisa melihat grille berukuran besar di hidungnya, dan ini jelas palsu alias untuk hiasan semata mengingat mekanisme pendingin mobil elektrik sangat berbeda dari mobil bermesin bensin. Pun demikian, setidaknya tampangnya jadi tidak kelewat futuristis.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Mercy tidak membual saat berkata bahwa desain mobil elektrik versi produksinya tidak akan jauh-jauh dari mobil konsep yang diperkenalkan dua tahun lalu. Secara keseluruhan, EQC sangat mirip dengan Generation EQ, hanya saja kesan futuristisnya sedikit ditekan sehingga wujudnya lebih menyerupai SUV/crossover tradisional Mercy.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Urusan performa, EQC mengandalkan sepasang motor elektrik yang masing-masing diposisikan di tengah-tengah roda depan dan belakang. Tenaga yang dihasilkan mencapai angka 300 kW (402 hp), dan torsi maksimumnya mencapai 765 Nm yang disalurkan ke keempat rodanya (all-wheel-drive). Top speed-nya dibatasi di angka 180 km/jam, sedangkan akselerasi 0 – 100 km/jam berhasil diselesaikan dalam 5,1 detik saja.

Motor elektrik ini menerima suplai energi dari baterai lithium-ion berkapasitas total 80 kWh. Layaknya mobil-mobil buatan Tesla, baterainya ditempatkan di bagian dasar mobil demi menekan center of gravity, dan pada akhirnya meminimalkan efek limbung. Dalam satu kali pengisian, EQC dapat menempuh jarak sekitar 450 kilometer.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Terkait charging, kita tahu bahwa Daimler (induk perusahaan Mercy) telah membentuk aliansi bersama nama-nama besar industri otomotif lainnya untuk mengembangkan jaringan charger mobil elektrik bernama Ionity. Namun yang cukup unik, Mercy telah menyematkan charger terintegrasi di dalam EQC yang dilengkapi sistem water cooling. Fungsinya adalah supaya konsumen dapat mengisi ulang baterai EQC di kediamannya dengan lebih cepat, tepatnya dengan kapasitas 7,4 kW.

Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC

Masuk ke dalam kabinnya, Anda akan disambut oleh interior yang cukup mewah dan lagi-lagi tidak terlampau futuristis seperti yang ada pada versi konsepnya. Panel instrumen dan sistem infotainment-nya mengandalkan satu layar memanjang dari balik setir ke tengah dashboard, sama seperti sejumlah model Mercy terbaru, dan EQC masih menggunakan sistem MBUX meski ada sejumlah perubahan yang disesuaikan untuk ekosistem mobil elektrik.

Rencananya, mobil bernama lengkap Mercedes-Benz EQC 400 4MATIC ini baru akan diproduksi secara massal mulai tahun 2019. Sayang Mercy masih bungkam soal harga maupun jadwal pemasarannya.

Sumber: Electrek dan Daimler.