Bluebird Ikut Suntik Pendanaan Pra-Seri A Startup Social Commerce Dagangan

Startup social commerce Dagangan mengumumkan pendanaan pra-seri A dengan nilai dirahasiakan dari sejumlah investor, di antaranya CyberAgent Capital, Spiral Ventures, 500 Startups, dan Bluebird Group. Putaran ini merupakan awal menuju pendanaan seri A yang ditargetkan dapat ditutup dalam waktu dekat.

Menurut keterangan resmi yang disampaikan perusahaan pada hari ini (18/6), dana segar akan dimanfaatkan sebagai amunisi untuk ekspansi ke 7 ribu desa pada tahun ini agar semakin banyak masyarakat di daerah rural mendapatkan kebutuhan harian yang selama ini jauh dari pusat perbelanjaan.

Managing Director CyberAgent Capital Nobuaki Kitagawa menyampaikan, pihaknya yakin Dagangan mampu memberikan dampak positif dalam membantu, serta meningkatkan ekonomi masyarakat di wilayah tier 3 dan 4. “[..] Dengan pengalaman dan pengetahuan mendalam dari tim Dagangan di industri FMCG, kami yakin bahwa Dagangan akan berhasil menembus pasar lokal yang kurang terlayani di mana rantai pasokan yang sangat tidak efisien dan kurangnya kepercayaan dari masyarakat lokal masih ada,” ucapnya.

Dagangan adalah aplikasi social commerce yang menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga, mulai dari sembako, produk segar, hingga kebutuhan harian lainnya secara eceran dan grosir. Startup yang didirikan sejak 2019 ini menyasar pemilik warung di desa yang selama ini harus menempuh jarak 20 km-30 km ke pasar basah untuk belanja kebutuhan.

“Mereka biasanya underserved oleh brand prinsipal karena letaknya yang jauh dari perkotaan dan butuh bantuan daripada harus tutup tokonya untuk belanja dengan jarak 20 km-30 km,” terang Co-Founder Dagangan Wilson Yanaprasetya secara terpisah dalam konferensi pers virtual yang digelar hari ini.

Dagangan memiliki gudang yang tersebar di berbagai pelosok daerah di pulau Jawa sebagai hub dan kanal distribusi di setiap desa, melibatkan komunitas lokal untuk menyelesaikan masalah akses distribusi di pedesaan. Wilson melanjutkan, seluruh proses pengadaan di Dagangan dilakukan dengan dua cara, ada yang diambil langsung dari brand prinsipal lalu disimpan di hub-hub, dan mengambil langsung dari pemilik produk untuk produk dari UMKM di desa sekitar.

Kini, tak hanya menyediakan kebutuhan rumah tangga, platform Dagangan juga menjual beragam produk UMKM, mulai dari snack, bumbu dapur, olahan makanan siap saji, hingga membuat label sendiri dengan harga produk terjangkau.

Dagangan memanfaatkan dua jenis konsumen, yakni pemilik warung sebagai pelaku usaha yang biasa melakukan transaksi dalam jumlah besar dan melakukan pembelanjaan di aplikasi Dagangan. Berikutnya, pembeli eceran yakni perorangan yang ingin belanja kebutuhan sehari-hari melalui aplikasi Dagangan Mall. Produk yang dipesan konsumen akan diantar dalam kurun waktu 1×24 jam oleh armada Dagangan.

Tidak hanya membantu mereka yang kesulitan dalam penyediaan kebutuhan sehari-hari, Dagangan bermitra dengan pengusaha lokal yang menjadi mitra untuk menjadi penyediaan barang. Dengan demikian, mereka dapat meningkatkan kualitas hidupnya lewat berwirausaha. Ada beberapa partner hub yang telah bergabung. Saat ini, Dagangan beroperasi di lebih dari 4 ribu desa yang tersebar di wilayah Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat.

Co-Founder Dagangan Ryan Manafe menambahkan, dengan model bisnis seperti ini pihaknya mampu menarik tokoh lokal untuk tumbuh bersama. “Dagangan hadir memberikan kemudahan kepada masyarakat lokal dalam menjalankan kegiatan ekonomi sehari-hari. Dengan semangat membangun ekonomi lokal, Dagangan menawarkan solusi layanan digital satu pintu dalam menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga,” ujarnya.

Ke depannya, Dagangan akan ekspansi ke lokasi desa lainnya di sekitar Jawa. Diharapkan pada akhir tahun ini dapat hadir di 7 ribu desa, 30 hub, dan 40 ribu konsumen aktif.

“Kami senang mendengarkan permintaan dari masyarakat terkait kebutuhan harian. Jika ada permintaan yang cukup tinggi terkait suatu barang, maka kami akan carikan untuk mereka. Harapannya kami bisa menjadi aplikasi yang dapat diandalkan untuk masyarakat di pedesaan,” tutup Ryan.

Application Information Will Show Up Here

Social Commerce Platform Super Secures 405 Billion Rupiah Series B Funding Led by Softbank Ventures Asia

Social commerce platform Super announced a series B funding of $28 million (over 405 billion Rupiah) led by Softbank Ventures Asia. Several investors returned to participate in this round, including Amasia, Insignia Ventures Partners, Y Combinator Continuity Fund, and Stephen Pagliuca (Co-Chairman of Bain Capital and Owner of Boston Celtics). New investors included in this series are Partners from DST Global and TNB Aura.

To date, Super has raised funding worth more than $36 million (more than IDR 502 billion), which is claimed to be the largest for a social commerce company in Indonesia. The series A round had previously been held by the companyearlier last year and succeeded with $7 million (more than Rp.101 billion) led by Amasia. With the participation of some other investors, Y Combinator, B Capital, Insignia Ventures Partners, Alpha JWC Ventures, Indonesia FMCG Group UNIFAM, Mari Elka Pangestu, and Arrive, part of the Roc Nation founded by Jay-Z.

The fresh money will be used to increase the company’s business activities in East Java, as its headquarter, and expand to other provinces in eastern Indonesia this year. In addition, Super business which focuses on FMCG products will expand its product range, as well as develop a white label brand, called SuperEats.

In an official statement, Super’s Co-Founder & CEO, Steven Wongsoredjo said that as a consumer tech-company, Super’s mission is to provide equal economic access for all people. Currently, the grocery price in Indonesian regions and remote areas can reach 200% higher than the price in Jakarta. However, the purchasing power of people in remote areas is not as large as those in the capital city area.

“I think it’s unfair when a mother in a remote area can only afford one glass of milk, while with the same amount of money she can buy two or three glasses of milk in Jakarta. We want to provide a fair price for people everywhere, that’s why we built Super,” Steven explained, Thursday (29/4).

Some of the representative investors also commented on this. Softbank Ventures Asia’s partner, Cindy Jim said, the social commerce trend is increasing in the global industry, they are also proud of the Super team’s commitment to the remote areas of Indonesia with lack of attention.

“We believe that a hyperlocal team like them [Super] will be able to navigate and build a platform in Indonesia. Super is at the forefront of capturing the momentum of social commerce in remote areas in Indonesia,” Cindy said.

Amasia’s Co-Founder & Managing Partner, John Kim added, “There are more than two families living outside Jakarta and the majority of trading is still offline. This great opportunity will present great competition, but Steven is a leader with a solid mission. We will continue to support Super on the way forward.”

Super currently operates in 17 cities in East Java. The company utilizes a hyperlocal logistics platform to distribute consumer goods to agents in less than 24 hours after ordering. Super works with thousands of agents to distribute thousands to millions of goods every month. Most of these agents are women.

It is said, by linking large suppliers to small agents, Super was able to reduce the need for excess warehouses and fleets in the less effective supply chain. In this way, as the company expands its reach, Super helps reduce carbon emissions in Indonesia.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Platform Social Commerce “Super” Kantongi Pendanaan Seri B 405 Miliar Rupiah Dipimpin Softbank Ventures Asia

Platform social commerce Super mengumumkan perolehan pendanaan seri B senilai $28 juta (lebih dari 405 miliar Rupiah) yang dipimpin Softbank Ventures Asia. Beberapa investor kembali berpartisipasi dalam putaran ini, di antaranya Amasia, Insignia Ventures Partners, Y Combinator Continuity Fund, dan Stephen Pagliuca (Co-Chairman Bain Capital dan Pemilik Boston Celtics). Investor baru yang masuk dalam seri ini adalah Partners dari DST Global dan TNB Aura.

Hingga kini Super telah mengantongi pendanaan senilai lebih dari $36 juta (lebih dari Rp502 miliar), diklaim terbesar untuk perusahaan social commerce di Indonesia. Putaran seri A sebelumnya telah selesai digelar perusahaan pada awal tahun lalu berhasil mengantongi $7 juta (lebih dari Rp101 miliar) yang dipimpin Amasia. Diikuti oleh jajaran investor lainnya, yakni Y Combinator, B Capital, Insignia Ventures Partners, Alpha JWC Ventures, Indonesia FMCG Group UNIFAM, Mari Elka Pangestu, dan Arrive, bagian dari Roc Nation yang didirikan oleh Jay-Z.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk meningkatkan aktivitas bisnis perusahaan di Jawa Timur, yang merupakan markasnya, dan merambah ke provinsi lain di Indonesia bagian timur pada tahun ini. Tak hanya itu, bisnis Super yang fokus pada produk-produk FMCG akan memperluas cakupan produknya, serta mengembangkan brand white label, dinamai SuperEats.

Dalam keterangan resmi, Co-Founder & CEO Super Steven Wongsoredjo menyampaikan sebagai perusahaan teknologi konsumer, misi Super adalah menyediakan akses ekonomi yang setara bagi semua masyarakat. Saat ini, harga barang kebutuhan di daerah dan pelosok Indonesia bisa lebih tinggi sampai 200% dibandingkan harga barang yang sama di Jakarta. Akan tetapi, kemampuan membeli masyarakat di pelosok tidak sebesar dengan kemampuan di area ibu kota.

“Menurut saya ini tidak adil ketika seorang ibu di area pelosok hanya mampu membeli satu gelas susu, sedangkan dengan jumlah uang yang sama ia bisa membeli dua tau tiga gelas susu di Jakarta. Kami ingin memberikan harga yang adil untuk masyarakat di mana pun karena itu kami membangun Super,” terang Steven, Kamis (29/4).

Sejumlah perwakilan dari para investor juga turut memberikan pernyataannya. Partner Softbank Ventures Asia Cindy Jim mengatakan, tren social commerce sedang meningkat di ranah global, mereka pun bangga dengan komitmen tim Super pada daerah-daerah Indonesia yang kurang diperhatikan.

“Kami percaya bahwa hyperlocal team seperti mereka [Super] akan mampu menavigasi dan membangun platform di Indonesia. Super ada di garda terdepan untuk menangkap momentum social commerce di area pelosok di Indonesia,” kata Cindy.

Co-Founder & Managing Partner Amasia John Kim menambahkan, “Terdapat lebih dari keluarga yang tinggal di luar Jakarta dan mayoritas perdagangan masih dilakukan secara offline. Peluang besar ini akan menghadirkan kompetisi yang besar, akan tetapi Steven adalah seorang pemimpin dengan misi yang solid. Kami akan terus mendukung Super dalam perjalanan ke depan.”

Super saat ini beroperasi di 17 kota di Jawa Timur. Perusahaan memanfaatkan platform logistik hyperlocal untuk mendistribusikan barang kebutuhan konsumen ke agen-agen dalam waktu kurang dari 24 jam setelah pemesanan. Super bekerja sama dengan ribuan agen untuk mendistribusikan ribuan sampai jutaan barang kebutuhan setiap bulannya. Kebanyakan para agen tersebut adalah kaum perempuan.

Diterangkan, dengan menghubungkan pemasok besar ke agen-agen kecil, Super mampu mengurangi kebutuhan gudang dan armada yang berlebih dalam rantai suplai yang kurang efektif. Alhasil, dengan cara ini, saat perusahaan memperluas jangkauan, Super membantu mengurangi emisi karbon di Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

VariousDigital Solutions for SME Players

Recently, digitization for SME is getting intense to create competitiveness amidst the economic challenges caused by the pandemic. Startups are using this huge business cake by presenting various digital solutions through all aspects, fintech, supply chain, logistics, e-commerce, marketing, and others.

In order to present the bigger picture, DailySocial describes the players in each segment. Here’s the summary:

Ragam layanan SaaS untuk UMKM / DailySocial
SaaS services for SMEs / DailySocial

A. Go Digital

1. E-commerce enabler: omnichannel, commerce site builder

        The existence of a brand on an online platform is quite an obligation to be recognized by many people nowadays. These e-commerce enabler players usually present various solutions according to their business stages to facilitate the overall migration process, starting from online store creation services and synchronizing sales to various marketplaces and online shop sites in one dashboard.

The larger the business scale, the more complex the e-commerce solution. For example, when you want to implement an omnichannel strategy or need a supply chain system to help the logistics process, you need experts and the right solution. Some of the players are:

      • Omnichannel:
        – Sirclo
        – Jet Commerce
        – PowerCommerce
        – iSeller
      • Commerce site builder:
        – Sirclo
        – aCommerce
        – ForStok
        – Egogo Hub
        – Intrepid22. On demand services: online delivery, online order

This on-demand service is generally dominated by the culinary sector, which is fully supported by GrabFood and GoFood. By combining the strength of the driver’s fleet and some culinary business, the food delivery service is increasingly booming in Indonesia.

Apart from offering easy access and delivery, there are many digital solutions for MSMEs, such as marketing solutions, payments, inventory, financial records, and so on. We divided these solutions into two parts, as follows:

      • Online delivery:
        – GoBiz
        – GrabMerchant
      • Online order:
        – DigiResto
        – Mangan.id

3. Online marketplace: B2B, B2C, partnership

The presence of the e-commerce platform creates an impact as it’s easier for MSMEs to reach many new users. With the whole ecosystem prepared for the e-commerce players, it is expected that more MSMEs will take advantage of this opportunity to expand their business. Here are the players:

      • B2B:
        – Ralali
        – Bhinneka
      • B2C:
        – Shopee
        – Tokopedia
        – Bukalapak
      • Partnership:
        – Mitra Tokopedia
        – Mitra Bukalapak
        – Mitra Shopee
        – Blibli Mitra
        – GrabKios

4. Social commerce

Amid the efforts of e-commerce players to encourage more MSMEs to enter their platforms, MSMEs are keen to sell through social media platforms such as Instagram and Facebook. This application is considered more personal as it can directly interact with consumers.

The enthusiasm of MSMEs to join social media does not immediately subside, in fact, it is getting increased. The social commerce players are using the big opportunity by offering easy sales via short message applications and social media. The players are quite diverse:

– Woobiz
– Storie
– Chilibeli
– RateS
– Super
– Desty
– Halosis
– Qios by Kata.ai
– GoStore by Gojek
– Kitabeli
– Evermos

B. Financial

1. Loan: working capital, supply chain

In order for MSMEs to grow continuously, they need capital loans from conventional financial institutions. However, as their business is unbankable, there are difficulties in accessing loans. Fintech lending players are trying to solve this issue, not only providing working capital, another form of which is being provided is supply chain loans. The players include:

        • Working capital
          – Amartha
          – Modalku
          – Investree
          – KoinWorks
          – Akseleran
          – Modal Rakyat
        • Supply Chain:
          – AwanTunai
          – Crowdo
        • Crowdfunding:
          – Santara
          – Bizhare
          -CrowdDana
          – LandX

2. Payment : e-money, payment gateway, POS

Payment players are paying attention to the sustainability of MSMEs to be connected to various payment methods, adjusting to the latest conditions. The presence of the POS application is also considered very helpful for MSMEs as this all-in-one application does not only function to record finances. There are many players in this segment:

  • E-money:
    – LinkAja
    – OVO
    – DANA
    – GoPay
    – ShopeePay
  • Payment gateway:
    – Cashlez
    – Midtrans
    – DOKU
    – Xendit
    – iPaymu
    – Finpay
  • POS:
    – Jubelio
    – Majoo
    – Qasir
    – Kasir Pintar
    – YouTap
    – Moka
    – Cashlez
    – Pawoon
    – iSeller
    – Olsera

3. Tax

Although it still in the MSME stage, taxation should not be taken lightly. There are several players in this sector trying to invite business owners to comply as taxpayers as soon as possible. The services provided start from the payment process, reporting, and tax management. Some of the players are:

– KlikPajak (Mekari)
– OnlinePajak
– HiPajak
– Pajak.io

4. API Enabler

When businesses have rapidly grow, the digital solutions needed will continue to follow the needs. API enabler players are here to answer these needs, especially in the financial-related field. They provide integrated solutions in one API, for payment, financial and banking services, therefore, businesses can add value to their customers. Here are some of the players:

– Ayoconnect
– Finantier
– Brankas
– Brick

C. Marketing: email marketing, influencer marketing

SMEs should also pay attention to marketing strategies to acquire consumers with existing budgets. Simple marketing via social media platforms or short messages is not necessarily enough. Therefore, there are players in this sector who specifically help MSMEs to market their products:

  • Email marketing: MTarget
  • Influencer marketing: Allstar

D. Operational

1. Accounting: micro-small, medium-large

The biggest reason why MSMEs are unbankable is due to poor financial management, they still use manual recording, making it difficult to see how the business is progressing or is it actually experiencing loss. Therefore, the existence of special software is clearly required. Here’s a list of startup players who present financial management solutions:

  • Micro-Small:
    – Credibook
    – BukuKas
    – Moodah
    – BukuWarung
    – Akuntansi UKM
    – Akun.biz
    – Lababook
    – Teman Bisnis
    – Akuntansiku
    – Kasvlo
    – Kasir Pintar
    – Majoo
    – KODI
    – Paper.id
  • Medium-Large:
    – Jubelio
    – Jurnal (Mekari)
    – Jojonomics
    – Accurate
    – Zahir

2. HR Management: HRIS, employee benefit, field worker management, productivity & collaboration tools

As MSMEs grow, it will face advanced challenges. One that is often highlighted is the human resources management, from payroll, attendance, annual leave, reimbursement, and so on. It takes the presence of a software to help make it quick and efficient. Here are some startups that focus on providing HR management:

  • HRIS:
    – Catapa
    – Talenta (Mekari)
    – Jojonomics
    – KaryaOne
    – Gadjian
    – Gaji.id
    – Benemica
    – Synergo
  • Employee benefit:
    – Payuung
  • Field worker management:
    – JARI
    – Lacak.io
  • Productivity & collaboration tools

E. Business Growth: CRM, ERP, loyalitas, Environment Health Safety (EHS)

In order for the company to continue to survive, it requires a business development strategy that does not only focus on product expansion, but how the company can maintain relationships with customers. It has to do with CRM. Another thing is the ERP solution when the business starts become real.

ERP solutions are not only for the enterprise level, it’s also gaining popularity at the SME level because of the benefits. For example, purchasing raw materials, maintaining network with other companies, and managing job descriptions for workers.

The objectives of CRM and ERP are interrelated for the development of the company’s business, there are also other supporting elements that startups should take seriously. Here are the players who focus on business development services:

  • CRM:
    – Jala.ai
    – Qontak
    – Majoo
    – Digiresto
    – Smartlink
    – Jojonomics
  • ERP:
    – Runsystem
    – Esensi Solusi Buana (ESB)
    – Genie
  • Loyalitas:
    – TADA
  • Environment Health Safety (EHS):
    – Nimbly

F. Logistics: Transportation management, warehouse, warehouse management system (WMS), 3PL aggregator, last mile logistics

Logistics is essential for the MSME business as it’s going digital related to service to consumers. Moreover, Indonesia’s logistics issues are still a handful. Various logistics players who are specialists in their respective fields offer solutions for MSMEs:

  • Manajemen transportasi:
    – Mile.app
    – Advotics
    – Waresix
    – Kargo
  • Pergudangan:
    – Shipper
    – Crewdible
    – Pakde
    – LODI
  • Warehouse management system (WMS):
    – Jubelio
    – Genie
    – Mile.app
    – Anchanto
    – Advotics
    – Waresix
    – Pakde
  • 3PL agregator:
    – Shipper
    – Paket.id
  • Supply chain:
    – Ula
  • Last mile logistics:
    – Paxel
    – Ninja Express
    – SiCepat
    – Anteraja
    – JNE
    – TIKI
    – Pos Indonesia
    – Wahana

G. Legal

As the MSMEs getting more developed, it requires preparation for legality in order to become a legal entity. However, as the legal language is difficult for common people to understand, the existence of startups in this field to provide assistance is needed. The startups in this segment are:

– Legalku
– Lexar
– Izin.co.id
– HukumOnline

H. Software/IOT

MSMEs are not always about businesses engaged in services or trade, but also fisheries, livestock, and others that need digital solutions to help develop their businesses. Generally, the solutions presented for this sector are in the form of smart devices powered by IoT. This tool operates many tasks, one of which is to provide automatic feed for a successful harvest in the future. The players in this sector are:

– eFishery
– Jala.ai


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian
Foto header: Depositphotos.com

Ragam Solusi Digital untuk UMKM

Digitalisasi bisnis UMKM belakangan semakin gencar agar mereka punya daya saing di tengah tantangan ekonomi akibat pandemi. Kue bisnis yang begitu besarnya ini dimanfaatkan startup untuk menyajikan berbagai solusi digital di seluruh aspek, baik itu fintech, supply chain, logistik, e-commerce, pemasaran, dan lain-lain.

Agar mendapat gambaran yang lebih rinci, DailySocial menjabarkan para pemain di tiap segmennya. Berikut rangkumannya:

Ragam layanan SaaS untuk UMKM / DailySocial
Ragam layanan SaaS untuk UMKM / DailySocial

A. Go Digital

1. E-commerce enabler: omnichannel, commerce site builder

Kehadiran suatu brand di platform online, saat ini menjadi suatu kewajiban agar semakin dikenal banyak orang. Para pemain e-commerce enabler ini biasanya menyajikan berbagai solusi sesuai tahapan bisnisnya untuk permudah proses migrasi secara menyeluruh, mulai jasa pembuatan toko online dan sinkronisasi penjualan ke berbagai marketplace dan situs toko online dalam satu dashboard.

Semakin besar skala bisnis suatu usaha, maka semakin kompleks solusi e-commerce yang dibutuhkan. Misalnya, saat ingin menerapkan strategi omnichannel atau butuh sistem rantai pasok untuk bantu proses logistik, dibutuhkan pakar dan solusi yang tepat. Sejumlah pemainnya adalah:

  • Omnichannel:
    – Sirclo
    – Jet Commerce
    – PowerCommerce
    – iSeller
  • Commerce site builder:
    – Sirclo
    – aCommerce
    – ForStok
    – Egogo Hub
    – Intrepid

2. On demand services: online delivery, online order

Jasa on demand ini umumnya didominasi oleh sektor kuliner yang didukung penuh oleh GrabFood dan GoFood. Dengan menggabungkan kekuatan armada pengemudi dan jumlah pemain kuliner, bisnis jasa pengantaran makanan ini semakin menggurita di Indonesia.

Selain menawarkan kemudahan akses dan pengantaran, lebih dari itu ada banyak solusi digital yang dibutuhkan para UMKM, seperti solusi pemasaran, pembayaran, inventaris, pencatatan keuangan, dan lain sebagainya. Solusi-solusi tersebut kami bagi menjadi dua bagian, sebagai berikut:

  • Online delivery:
    – GoBiz
    – GrabMerchant
  • Online order:
    – DigiResto
    – Mangan.id

3. Online marketplace: B2B, B2C, kemitraan

Kehadiran platform e-commerce begitu terasa dampaknya karena mempermudah UMKM untuk menjangkau banyak pengguna di luar jangkauannya. Dengan kelengkapan ekosistem yang sudah disiapkan para pemain e-commerce, diharapkan semakin banyak UMKM memanfaatkan kesempatan tersebut untuk perlebar bisnis. Berikut para pemainnya:

  • B2B:
    – Ralali
    – Bhinneka
  • B2C:
    – Shopee
    – Tokopedia
    – Bukalapak
  • Kemitraan:
    – Mitra Tokopedia
    – Mitra Bukalapak
    – Mitra Shopee
    – Blibli Mitra
    – GrabKios

4. Social commerce

Di tengah upaya para pemain e-commerce untuk mendorong lebih banyak UMKM masuk ke platform-nya, menariknya UMKM masih tertarik untuk berjualan lewat platform media sosial seperti Instagram dan Facebook. Lantaran aplikasi ini dianggap lebih personal karena bisa langsung berinteraksi dengan konsumen.

Antusiasme UMKM untuk terjun ke media sosial tidak serta merta surut, melainkan sebaliknya. Kue bisnis yang besar ini akhirnya dicoba dimanfaatkan oleh para pemain social commerce dengan menawarkan kemudahan penjualan lewat aplikasi pesan singkat dan media sosial. Para pemainnya juga cukup beragam:

– Woobiz
– Storie
– Chilibeli
– RateS
– Super
– Desty
– Halosis
– Qios by Kata.ai
– GoStore by Gojek
– Kitabeli
– Evermos

B. Finansial

1. Pinjaman: modal kerja, rantai pasok
Agar UMKM dapat terus berkembang, mereka membutuhkan pinjaman modal dari lembaga keuangan konvensional. Akan tetapi, karena bisnis mereka unbankable terjadi kesulitan dalam mengakses pinjaman. Isu tersebut dicoba diselesaikan oleh pemain fintech lending, tidak sekadar memberikan modal kerja, bentuk lainnya yang diberikan adalah pinjaman supply chain. Para pemain tersebut diantaranya:

  • Modal kerja:
    – Amartha
    – Modalku
    – Investree
    – KoinWorks
    – Akseleran
    – Modal Rakyat
    – Danamas, dan lain-lain di segmen produktif
  • Rantai pasok:
    – AwanTunai
    – Crowdo
  • Crowdfunding:
    – Santara
    – Bizhare
    – CrowdDana
    – LandX

2. Pembayaran: uang elektronik, payment gateway, POS

Para pemain pembayaran juga turut menaruh perhatiannya terhadap keberlangsungan UMKM agar mereka dapat terhubung dengan berbagai metode pembayaran, menyesuaikan diri dengan kondisi terkini. Kehadiran aplikasi POS juga dianggap sangat membantu UMKM karena aplikasi serba bisa ini tidak hanya berfungsi mencatat keuangan saja. Tak mau kalah pemain di segmen ini juga ada banyak, nama-namanya adalah:

  • Uang elektronik:
    – LinkAja
    – OVO
    – DANA
    – GoPay
    – ShopeePay
  • Payment gateway:
    – Cashlez
    – Midtrans
    – DOKU
    – Xendit
    – iPaymu
    – Finpay
  • POS:
    – Jubelio
    – Majoo
    – Qasir
    – Kasir Pintar
    – YouTap
    – Moka
    – Cashlez
    – Pawoon
    – iSeller
    – Olsera

3. Perpajakan

Meski status usaha masih UMKM, soal perpajakan tidak boleh dianggap sepele. Ada sejumlah pemain di sektor ini yang berusaha untuk mengajak para pemilik usaha untuk taat sebagai wajib pajak sejak dini. Layanan yang disediakan mulai dari proses bayar, lapor, hingga pengelolaan pajak. Beberapa nama pemainnya adalah:

– KlikPajak (Mekari)
– OnlinePajak
– HiPajak
– Pajak.io

4. API Enabler

Ketika bisnis sudah mulai berkembang pesat, tentu solusi digital yang dibutuhkan juga terus mengikuti kebutuhan. Para pemain API enabler hadir untuk menjawab kebutuhan tersebut, apalagi yang berbau finansial. Mereka menyediakan solusi integrasi dalam satu API, untuk kebutuhan pembayaran, layanan finansial dan perbankan, dengan demikian bisnis dapat memberi nilai tambah kepada konsumennya. Berikut nama-nama pemainnya:

– Ayoconnect
– Finantier
– Brankas
– Brick

C. Pemasaran: email marketing, influencer marketing

Strategi pemasaran juga perlu diperhatikan UMKM agar mereka tetap dapat mengakuisisi konsumen dengan budget yang ada. Sekadar memasarkan lewat platform media sosial atau pesan singkat saja belum tentu cukup. Oleh karena itu, ada pemain di sektor ini yang khusus membantu UMKM memasarkan produknya. Mereka adalah:

  • Email marketing: MTarget
  • Influencer marketing: Allstar

D. Operasional

1. Akuntansi: mikro-kecil, menengah-besar
Alasan terbesar mengapa UMKM unbankable karena pengelolaan keuangan yang buruk, masih menggunakan pencatatan manual, sehingga sulit untuk melihat bagaimana progres bisnis apakah bertumbuh atau justru mencatatkan rugi. Oleh karenanya, keberadaan software khusus jelas sangat dibutuhkan. Berikut daftar pemain startup yang menghadirkan solusi pengelolaan keuangan:

  • Mikro-Kecil:
    – Credibook
    – BukuKas
    – Moodah
    – BukuWarung
    – Akuntansi UKM
    – Akun.biz
    – Lababook
    – Teman Bisnis
    – Akuntansiku
    – Kasvlo
    – Kasir Pintar
    – Majoo
    – KODI
    – Paper.id
  • Menengah-Besar:
    – Jubelio
    – Jurnal (Mekari)
    – Jojonomics
    – Accurate
    – Zahir

2. Pengelolaan SDM: HRIS, employee benefit, field worker management, productivity & collaboration tools

Saat UMKM semakin berkembang, tantangan yang mereka hadapi juga turut bertambah. Salah satu yang sering disoroti adalah pengelolaan SDM, mulai dari penggajian, absensi, pengajuan cuti, reimburse, dan sebagainya. Dibutuhkan kehadiran sebuah software untuk membantunya agar dapat ditangani dengan cepat dan efisien. Berikut beberapa nama startup yang fokus menyediakan pengelolaan SDM:

  • HRIS:
    – Catapa
    – Talenta (Mekari)
    – Jojonomics
    – KaryaOne
    – Gadjian
    – Gaji.id
    – Benemica
    – Synergo
  • Employee benefit:
    – Payuung
  • Field worker management:
    – JARI
    – Lacak.io
  • Productivity & collaboration tools

E. Pengembangan Bisnis: CRM, ERP, loyalitas, Environment Health Safety (EHS)

Agar perusahaan terus bertahan, maka perlu strategi pengembangan bisnis yang tidak hanya berfokus pada ekspansi produk saja, tapi bagaimana perusahaan bisa menjaga hubungan dengan pelanggan. Itu berkaitan dengan CRM. Hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah solusi ERP ketika bisnis sudah mulai menggurita.

Solusi ERP tidak hanya dibutuhkan oleh level enterprise saja, tapi level UKM sudah sudah mulai populer karena banyak manfaat yang dirasakan. Seperti, melakukan pembelian bahan baku, hubungan dengan perusahaan lain, hingga mengelola job desc pekerja.

Objektif dari CRM dan ERP saling berkaitan bagi pengembangan bisnis perusahaan, tidak hanya itu ada unsur pendukung lainnya yang diseriusi oleh startup. Berikut nama-nama pemain yang fokus ke layanan pengembangan bisnis:

  • CRM:
    – Jala.ai
    – Qontak
    – Majoo
    – Digiresto
    – Smartlink
    – Jojonomics
  • ERP:
    – Runsystem
    – Esensi Solusi Buana (ESB)
    – Genie
  • Loyalitas:
    – TADA
  • Environment Health Safety (EHS):
    – Nimbly

F. Logistik: Manajemen transportasi, pergudangan, warehouse management system (WMS), 3PL agregator, last mile logistics

Keberadaan logistik begitu esensial dalam bisnis UMKM saat go digital karena berkaitan dengan pelayanan kepada konsumen. Terlebih lagi, isu logistik di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Berbagai pemain logistik yang spesialis di bidangnya masing-masing menawarkan solusi untuk UMKM, mereka adalah:

  • Manajemen transportasi:
    – Mile.app
    – Advotics
    – Waresix
    – Kargo
  • Pergudangan:
    – Shipper
    – Crewdible
    – Pakde
    – LODI
  • Warehouse management system (WMS):
    – Jubelio
    – Genie
    – Mile.app
    – Anchanto
    – Advotics
    – Waresix
    – Pakde
  • 3PL agregator:
    – Shipper
    – Paket.id
  • Supply chain:
    – Ula
  • Last mile logistics:
    – Paxel
    – Ninja Express
    – SiCepat
    – Anteraja
    – JNE
    – TIKI
    – Pos Indonesia
    – Wahana

G. Legal

Semakin berkembangnya bisnis dari level UMKM ke tahap lebih lanjut, tentunya memerlukan persiapan legalitas agar menjadi badan hukum. Namun karena bahasa hukum sulit dicerna oleh orang biasa, maka keberadaan startup di bidang ini untuk memberikan pendampingan begitu dibutuhkan. Nama-nama startup yang bermain di segmen ini adalah:

– Legalku
– Lexar
– Izin.co.id
– HukumOnline

H. Perangkat/IOT

UMKM itu tidak hanya bicara mengenai bisnis yang bergerak di jasa atau perdagangan saja, tapi juga ada perikanan, peternakan, dan lainnya yang membutukan solusi digital untuk bantu pengembangan bisnisnya. Umumnya solusi yang dihadirkan untuk sektor ini berbentuk perangkat pintar bertenaga IOT. Alat tersebut punya banyak tugas, salah satunya adalah memberi pakan otomatis demi kesuksesan panen di masa mendatang. Adapun pemain di sektor ini ada:

– eFishery
– Jala.ai


Foto header: Depositphotos.com

KitaBeli Announces 144 Billion Rupiah Series A Funding, to Focus on Rural Social Commerce

The social commerce platform KitaBeli today announced series A funding worth $10 million or equivalent to 144.3 billion Rupiah. This round was led by Gojek’s investment arm, Go-Ventures, and also supported by AC Ventures and East Ventures as the previous investors.

The fresh funds will be used to expand service coverage throughout Java, expand the logistics network, and develop its mobile applications. In addition, product diversification will be enhanced, starting with beauty products. Since launching in March 2020, KitaBeli claims to reach 80% business growth.

From our observation on the app, it is currently limited to a few areas in the provinces of Central Java, West Java, East Java, DKI Jakarta, and Banten. In seconds, it works like an e-commerce application, however, it focuses on serving daily needs; and capable to form purchasing groups (currently through a quick connection to form a WhatsApp group).

KitaBeli offers internal logistics for delivery options with D +1 maximum claim. The model runs through a network of partnerships that have been built in each area of ​​its operation. This concept is considered to be effective since daily needs do require a fast delivery process.

From the official statement, this application will be focused on users in rural areas, including those who have never done online shopping. The Co-Founder & CEO, Prateek Chaturvedi said, the social commerce business model that connects businesses with end-users makes it possible to form and maintain loyalty.

Not to rely on resellers

Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli
KitaBeli development team / KitaBeli

Social commerce services are mushrooming in Indonesia. The Super App also focuses on a similar concept in the rural areas. However, just like any other platform – including Woobiz, RateS, BorongBareng, or RateS – the partnership model is a reseller. In addition to being the end consumer, people are encouraged to become a bridge between business and customers using a commission system.

It’s quite different with KitaBeli, they don’t build a network of resellers or marketing agents. Each item is ordered directly through the app by end-users (direct-to-consumer), allowing them to participate in group purchases for more effective pricing. Prateek also said that this concept allows companies to minimize the risk of losing their customer base whether an agent/partner decides to quit.

KitaBeli was founded by Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, and Gopal Singh Rathore. Users invite their acquaintances or join to form groups based on regional proximity, then buy products together at a discounted price. Pinduoduo in China is a successful example of this business model.

“With the concept of sharing and inviting your friends to join the application, our users get more discounts. They can also see what their friends are buying, and join the group of friends, to get a cheaper price,” Prateek explained in a previous interview with DailySocial.

Go-Ventures investment

Regarding investment, Go-Ventures’ SVP Investment, Aditya Kumar said that e-commerce penetration in rural areas is quite low. There are some factors, including a lack of trust, product availability, and high logistics costs. KitaBeli’s business model is considered relevant to solve these challenges.

There is no further details on whether there will be an integration of KitaBeli with Gojek, considering that one of the VC’s missions is to form a consolidation of strengthening the ecosystem.

For local startups, Go-Ventures has invested in several other players. Also to lead the investment for eFishery’s series B funding, Pluang’s series A, as well as investing in the Kumparan and Narasi media.

Pluang alone is now integrated into the GoInvestasi feature, making it easy for Gojek users to invest gold online. In addition, Kumparan also provides news through the Gojek application.

Meanwhile, for startups outside Indonesia, some of the announced investments include funding to an Uganda-based ride-hailing platform called SafeBoda, the Mobile Premier League (MPL) esports platform from India, and cloud kitchen startup Rebel Foods from India.

Rebel Foods has arrived in Indonesia to form a new cloud kitchen business line under the Gojek Group. Meanwhile, MPL’s presence in Indonesia is also supported by Gopay payments as its initial payment platform.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

KitaBeli Umumkan Pendanaan Seri A 144 Miliar Rupiah, Garap “Social Commerce” di Daerah

Platform social commerce KitaBeli hari ini mengumumkan perolehan pendanaan seri A senilai $10 juta atau setara dengan 144,3 miliar Rupiah. Putaran ini dipimpin unit ventura milik Gojek, yakni Go-Ventures, serta didukung AC Ventures dan East Ventures selaku investor tahap awalnya.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk memperluas cakupan layanan di seluruh Jawa, menumbuhkan jaringan logistik, dan mengembangkan aplikasi selulernya. Selain itu diversifikasi produk juga akan dilakukan, dimulai dengan menghadirkan produk kecantikan. Sejak diluncurkan pada Maret 2020, KitaBeli mengklaim telah berhasil menumbuhkan bisnis hingga 80%.

Dari uji coba kami dalam menggunakan aplikasi, saat ini baru terbatas melayani sedikit wilayah di provinsi Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta, dan Banten. Sekilas cara kerjanya seperti layaknya aplikasi e-commerce, hanya saja fokus menyajikan kebutuhan sehari-hari; dan dapat membentuk kelompok pembelian (saat ini melalui sambungan cepat untuk membentuk grup WhatsApp).

Opsi pengiriman yang diberikan juga dari logistik internal KitaBeli dengan klaim pengiriman maksimal H+1 hari. Modelnya melalui jaringan kemitraan yang telah di bangun di setiap wilayah operasinya. Konsep ini dinilai akan efektif, mengingat kebutuhan sehari-hari memang membutuhkan proses pengantaran sesegera mungkin.

Dilansir dari pernyataan resminya, aplikasi ini akan difokuskan untuk pengguna di luar kota-kota besar, termasuk orang yang belum pernah melakukan belanja online sebelumnya. Menurut Co-Founder & CEO Prateek Chaturvedi, model bisnis social commerce yang menghubungkan bisnis dengan pengguna akhir memungkinkan untuk membentuk dan menjaga loyalitas yang lebih besar.

Tidak mengandalkan basis reseller

Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli
Tim pengembang aplikasi KitaBeli / KitaBeli

Layanan social commerce cukup menjamur di Indonesia. Aplikasi Super juga memfokuskan konsep serupa di pedesaan. Namun sama seperti platform lain – termasuk Woobiz, RateS, BorongBareng, atau RateS – model kemitraan yang dijalin berbentuk reseller. Selain menjadi konsumen akhir, masyarakat didorong untuk menjadi jembatan antara bisnis dengan pelanggan dengan sistem komisi.

KitaBeli sedikit berbeda, mereka tidak membangun jaringan reseller atau agen pemasaran. Setiap barang dipesan langsung melalui aplikasi oleh pengguna akhir (direct-to-consumer), memungkinkan mereka untuk berpartisipasi dalam pembelian berkelompok untuk mendapatkan harga yang lebih efektif. Prateek juga mengatakan, konsep ini memungkinkan perusahaan meminimalkan risiko kehilangan basis pelanggan jika ada agen/mitra yang  memutuskan berhenti.

KitaBeli didirikan oleh Prateek Chaturvedi, Ivana Tjandra, Subhash Bishnoi, dan Gopal Singh Rathore.  Pengguna aplikasi KitaBeli mengundang kenalannya atau bergabung untuk membentuk grup didasarkan pada kedekatan wilayah, kemudian membeli produk bersama dengan potongan harga. Pinduoduo di Tiongkok adalah contoh sukses dari model bisnis ini.

“Dengan konsep berbagi dan mengajak teman Anda untuk bergabung dengan aplikasi, pengguna kami mendapatkan lebih banyak diskon. Mereka juga bisa melihat apa yang dibeli temannya, dan bergabung dengan grup teman tersebut, untuk mendapatkan harga yang lebih murah,” jelas Prateek dalam wawancara sebelumnya dengan DailySocial.

Investasi Go-Ventures

Menanggapi investasinya, SVP Investment Go-Ventures Aditya Kumar mengatakan bahwa penetrasi e-commerce di luar perkotaan besar masih rendah. Ada beberapa faktor, di antaranya kurangnya kepercayaan, ketersediaan produk, dan biaya logistik yang tinggi. Model bisnis yang digarap KitaBeli dianggap relevan untuk menyelesaikan tantangan tersebut.

Belum diinfokan apakah selanjutnya akan ada integrasi KitaBeli dengan Gojek, mengingat salah satu misi venture arm tersebut membentuk konsolidasi penguatan ekosistem.

Untuk startup lokal, Go-Ventures telah berinvestasi ke beberapa pemain lainnya. Termasuk memimpin pendanaan seri B eFishery, memimpin pendanaan seri A Pluang, juga berinvestasi ke platform media Kumparan dan Narasi.

Pluang sendiri sekarang sudah terintegrasi membentuk fitur GoInvestasi, mudahkan pengguna Gojek berinvestasi emas secara online. Demikian pula pemberitaan kumparan yang sempat disuguhkan juga lewat aplikasi Gojek.

Sementara untuk startup di luar Indonesia, beberapa investasi yang diumumkan termasuk pendanaan ke platform ride-hailing Uganda bernama SafeBoda, platform esports Mobile Premier League (MPL) asal India, dan startup cloud kitchen Rebel Foods asal India.

Rebel Foods sudah diboyong ke Indonesia membentuk lini bisnis cloud kitchen baru di bawah Gojek Group. Sementara kehadiran MPL di Indonesia juga didukung pembayaran Gopay sebagai platform pembayaran tahap awalnya.

Application Information Will Show Up Here

Raena’s Target in Indonesia Post Series A Funding and Business Pivot

The impact of the pandemic can significantly drive startup businesses, especially for those who promote online services and trending products among communities. One that has experienced an increase during the pandemic is Raena. The platform helps promotional activities take advantage of social media influencers.

In order to increase traction, the company’s decided to pivot (in the sense of turning a business direction to widen market share), by providing integrated solutions not only for influencers but also for women who want to have additional income to become beauty entrepreneurs.

Raena’s Founder & CEO, Sreejita Deb revealed to DailySocial, from the beginning to the end of 2020, Raena’s new business line has experienced massive growth. One of the reasons is the increasing number of people who make online transactions during the pandemic.

“Even though many claims pivoting is something negative, for us, it is an opportunity for business to be more flexible. Previously, we only provide a platform to influencers, now, we want to provide a comprehensive solution for those who want to have their own business,” Sreejita said.

Raena’s new concept is social commerce, managing all the needs and processes that are usually performed by online sellers. Starting from managing stock of goods, suppliers, selecting brands, to logistics. For those who want to join Raena and want to become a seller, they can focus more on developing their number of followers on social media, WhatsApp, marketplace channels such as Shopee, Lazada, Tokopedia, and others.

“Previously, we have a one-to-one model that links one supplier to one influencer. Now, we offer a many-to-many model, which connects various brands and various suppliers to various influencers,” she added.

Series A funding

In order to massively grow business, Raena has completed a $9 million Series A fundraising activity led by Alpha Wave Incubation and Alpha JWC Ventures. Other investors involved in this year’s funding include AC Ventures, Beenext, Beenos, and Strive. In 2019, Raena secured $1.8 million in early-stage funding.

“To date, we have not spent too much money on marketing activities. That’s why we are not too aggressive in raising funds. Our focus is to increase the value of influencers or those who join Raena,” Sreejita said.

With this fresh fund, Raena’s future plans are to increase the number of sellers, increase the number of brands, and the internal team. Currently, Raena has a team consisting of 15 people in Indonesia. And until the end of next year, the number is planned to be increased. Raena also sees the Indonesian market as the main target.

Alpha JWC Ventures said the reason they were interested in investing was Raena’s vision to empower female entrepreneurs throughout Indonesia by opening access to high-quality beauty products. In addition, Raena is a solution for brands that expect to enter Southeast Asia, especially Indonesia, and for entrepreneurs who are looking for business consistency.

“By serving these two segments, Raena is entering a large market that continues to grow along with the growing middle class in Indonesia and Southeast Asia. With the expertise of Raena’s founding team and our support, we are confident that Raena can grow into a leading player in the Southeast Asian beauty industry,” Alpha JWC Ventures’ Co-founder & General Partner, Chandra Tjan said.

Previously, DailySocial had reviewed the beautytech trend in Indonesia, which is defined as a new model for actors in the beauty industry to reach consumers. Its business model no longer revolves around conventional distribution channels but combines the strengths of technology and digital.

Based on the Euromonitor report, the beauty market value in Indonesia was estimated to reach $8.46 billion in 2022, up from the estimated value in 2019 of $6.03 billion.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Fokus Raena di Indonesia Setelah Kantongi Pendanaan Seri A dan Lakukan Pivot

Dampak pandemi bisa mendorong bisnis startup secara signifikan, terutama bagi mereka yang mengedepankan layanan online dan produk yang menjadi tren di kalangan masyarakat. Salah satu yang mengalami peningkatan selama pandemi adalah Raena. Platform tersebut membantu kegiatan promosi memanfaatkan influencer media sosial.

Guna meningkatkan traksi, kini memutuskan untuk melakukan pivoting (dalam artian berbelok haluan bisnis untuk memperlebar pangsa pasar), dengan memberikan solusi terpadu bukan hanya untuk influencer, namun juga untuk kalangan perempuan yang ingin memiliki penghasilan tambahan menjadi beauty entrepreneur.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Raena Sreejita Deb mengungkapkan, sejak awal hingga akhir tahun 2020, bisnis baru yang dikembangkan oleh Raena telah mengalami pertumbuhan yang cukup masif. Salah satu alasan adalah makin besarnya jumlah masyarakat yang melakukan transaksi secara online selama pandemi.

“Meskipun banyak yang mengatakan pivoting adalah sesuatu hal yang negatif, namun bagi kami justru menjadi peluang agar bisnis bisa menjadi lebih fleksibel. Jika di awal kami hanya ingin memberikan platform kepada influencer, kini kami ingin memberikan solusi menyeluruh kepada mereka yang ingin memiliki bisnis sendiri,” kata Sreejita.

Konsep baru yang ditawarkan oleh Raena adalah social commerce, mengelola semua kebutuhan dan proses yang biasanya dilakukan oleh penjual secara online. Mulai dari pengelolaan stok barang, supplier, pemilihan brand, hingga logistik. Untuk mereka yang ingin bergabung dengan Raena dan ingin menjadi penjual, selanjutnya bisa lebih fokus mengembangkan jumlah pengikut mereka di media sosial, WhatsApp, kanal marketplace seperti Shopee, Lazada, Tokopedia dan lainnya.

“Sebelumnya model kita adalah oneto-one yang menghubungkan satu supplier ke satu influencer saja. Sekarang konsep yang kita tawarkan adalah many-to-many model, yang menghubungkan berbagai brand dan berbagai supplier kepada berbagai influencer,” kata Sreejita.

Kantongi pendanaan seri A

Untuk mengembangkan bisnis lebih masif lagi, Raena telah merampungkan kegiatan penggalangan dana tahapan seri A senilai $9 juta yang di pimpin oleh Alpha Wave Incubation dan Alpha JWC Ventures. Investor lain yang terlibat dalam pendanaan kali ini di antaranya AC Ventures, Beenext, Beenos, dan Strive. Tahun 2019 lalu Raena telah mengantongi pendanaan tahap awal senilai $1,8 juta.

“Selama ini kita tidak terlalu banyak mengeluarkan uang untuk kegiatan pemasaran. Karena itu kami tidak terlalu gencar untuk melakukan penggalangan dana. Fokus kami adalah meningkatkan nilai para influencer atau mereka yang bergabung dengan Raena,” kata Sreejita.

Dengan dana segar ini rencana Raena ke depannya adalah menambah jumlah penjual, menambah jumlah brand, dan tim internal. Hingga kini Raena telah memiliki tim di Indonesia sebanyak 15 orang. Dan hingga akhir tahun depan, jumlah tersebut rencananya akan ditambah. Raena juga melihat pasar Indonesia sebagai fokus utama yang disasar oleh mereka.

Alpha JWC Ventures menyebutkan, alasan mereka tertarik untuk berinvestasi adalah visi Raena untuk memberdayakan entrepreneur perempuan di seluruh Indonesia dengan cara membuka akses pada produk kecantikan berkualitas tinggi. Tidak hanya itu, Raena menjadi solusi bagi brand yang ingin masuk ke Asia Tenggara, terutama Indonesia, dan untuk entrepreneur yang mencari konsistensi usaha.

“Dengan melayani dua segmen ini, Raena memasuki pasar besar yang terus berkembang seiring pertumbuhan kelas menengah di Indonesia serta Asia Tenggara. Dengan keahlian tim pendiri Raena serta dukungan kami, kami yakin Raena dapat tumbuh menjadi pemain unggul di industri kecantikan Asia Tenggara,” kata Co-founder & General Partner Alpha JWC Ventures Chandra Tjan.

Sebelumnya DailySocial sempat mengulas tren beautytech di Indonesia, yang didefinisikan sebagai model baru bagi pelaku di industri kecantikan dalam menjangkau konsumen. Model bisnisnya tak lagi berkutat pada jalur distribusi konvensional, tetapi mengombinasikan kekuatan teknologi dan digital.

Berdasarkan laporan Euromonitor, nilai pasar kecantikan di Indonesia sempat ditaksir bakal mencapai $8,46 miliar di 2022, naik dari estimasi nilai di 2019 yang sebesar $6,03 miliar.

Application Information Will Show Up Here

RateS Announces Series A Funding Led by Vertex Ventures and Genesis Alternative Ventures

The social commerce platform RateS today (22/2) announced Series A funding with an undisclosed value. Vertex Ventures and Genesis Alternative Ventures lead this funding. Previously, the Singapore-based startup had secured seed funding from Alpha JWC Ventures and Insignia Ventures Partners in 2018.

Fresh funds will be focused on developing RateS‘s business in Indonesia, including market penetration to tier 2 and 3 cities. The objective is to increase the number of resellers, which currently reached up around 500 thousand people.

“The benchmark for RateS ‘success lies in how much we can help increase reseller revenue and business [..] Our shared vision is to revolutionize social commerce through technology, create digital entrepreneurs, and increase digital literacy for people to run the business smoothly and more. profitable,” RateS’ Co-Founder & CEO, Jake Goh said.

Simply put, with the RateS application, people can start selling (becoming resellers) without having to buy goods beforehand. Users can set up their own stalls and select items to sell from the list available in the application. They will get special prices, which are then sold to consumers at market prices. Users focus on promotion and selling, while packaging, shipping and payment infrastructure are all managed by RateS.

“We see that the e-commerce market in Southeast Asia has developed into a competition for profit. On the other hand, RateS has discovered an effective way of entering cities in tier 2 and 3 in Indonesia, which can not only save costs, will but more importantly it has huge and untapped market potential. With the pandemic that threatened the livelihoods of many people, we are delighted that RateS has been and will continue to be a useful platform to empower those in need,” Vertex Ventures SEA’s Managing Partner, Chua Joo Hock said.

Perbandingan Social Commerce dan E-commerce
Comparison of Social commerce and e-commerce

In Indonesia, there are several social commerce services that strives to win the market with their own unique values. For example, Halosis, they focused on sales channels in the messaging application at the beginning of their debut, for this reason, a chatbot was introduced into the application to facilitate the transaction conversion process.

Woobiz also runs a similar business model, by emphasizing the aspects of empowering women in the regions. In addition, there are several other applications such as Jamanow, BorongBareng, Taptalk.io, and Super which also make it easier for resellers to restock.

The McKinsey report states, social commerce is expected to grow into a business sector valued at up to $25 billion by 2022. RateS seeks to maximize this potential. From the internal data collection, their service coverage has reached 400 cities/regencies by 2020.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here