Sepi Pengguna, Twitter Hapus Fitur Story-nya, Fleet

Format konten ephemeral atau Story yang Snapchat dan Instagram populerkan memang pada akhirnya sudah diadopsi oleh banyak platform sosial lain, tapi itu bukan berarti format tersebut cocok untuk semua platform. Di Twitter misalnya, format tersebut sangat jarang digunakan sampai-sampai Twitter berniat untuk menghapusnya.

Lewat sebuah blog post, Twitter mengumumkan bahwa per 3 Agustus 2021, mereka bakal menghapus fitur Story yang mereka namai Fleet. Pengumuman ini cukup mengejutkan mengingat Fleet sendiri sebenarnya baru diluncurkan secara resmi pada bulan November 2020. Dengan kata lain, meski belum ada satu tahun berselang, Twitter rupanya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa sebagian besar penggunanya tidak butuh fitur ini.

Saat pertama kali Fleet diluncurkan, Twitter pada dasarnya berspekulasi bahwa fitur ini bisa membantu mendorong penggunanya lebih aktif dalam percakapan ketimbang sebatas menjadi silent reader. Sifat Fleet yang sementara (bakal dihapus secara otomatis setelah 24 jam) semestinya bakal membuat pengguna Twitter lebih nyaman dalam berekspresi.

Namun pada kenyataannya, seperti yang Twitter beberkan sendiri, yang sering menggunakan Fleet justru adalah mereka yang sebelumnya juga sudah aktif berdiskusi di Twitter, dan sering kali mereka memanfaatkan Fleet untuk mengamplifikasi cuitan demi cuitan yang mereka unggah. Spekulasi Twitter salah, dan mereka pun memutuskan untuk segera move on.

Meski Fleet merupakan produk gagal, beberapa fitur yang ditawarkannya masih akan dipertahankan oleh Twitter. Tiga di antaranya, yakni fitur kamera full-screen, opsi formatting teks, dan stiker GIF, bakal diintegrasikan ke dalam jendela compose Tweet.

Baris di atas linimasa yang selama ini dihuni Fleet juga bakal tetap eksis, hanya saja yang menempatinya nanti cuma Spaces, fitur live audio room yang Twitter luncurkan belum lama ini untuk bersaing dengan Clubhouse. Meski mungkin masih terlalu dini untuk menilai, namun Twitter Spaces nampaknya memang jauh lebih populer ketimbang Fleet.

Penghapusan Fleet ini sekaligus Twitter jadikan bukti bahwa mereka tidak segan untuk terus berevolusi. Menurut Twitter, sesekali memang harus ada fitur-fitur yang dipensiunkan kalau memang terbukti tidak berhasil, dan ini juga menunjukkan kemauan Twitter untuk mendengarkan feedback dari para penggunanya.

Via: The Verge.

Dengan Jutaan Orang Mulai Mengakses Internet Setiap Tahunnya, Perubahan Monumental akan Terjadi di Daerah Rural Indonesia

Jakarta adalah kota yang penuh jukstaposisi. Di samping banyaknya masjid terdapat kehidupan malam yang semarak, meskipun banyak juga lingkungan yang tutup setelah gelap. Lebih dari setengah dekade yang lalu, jika Anda ingin menikmati camilan larut malam, pilihannya terbatas—berkreasilah di dapur sendiri atau tunggu hingga fajar menyingsing. Namun, semua hal tersebut telah berubah. Sekarang, Anda bisa mendapatkan makanan yang diantarkan langsung ke depan pintu rumah hampir setiap saat hanya dengan beberapa ketukan di ponsel. Ponsel cerdas dan koneksi internet yang stabil telah mengubah harapan kita dan cara kita membelanjakan uang kita. Urbanites, khususnya, dimanjakan dengan kenyamanan.

Transformasi serupa sedang terjadi di daerah yang tidak terlalu padat di negara ini. Dengan pandemi yang belum berakhir dan pembangunan infrastruktur baru yang berkelanjutan, perkembangan ini hanya terjadi pesat di negara-negara berkembang. Sekitar 40 juta orang di enam negara di Asia Tenggara—Singapura, Malaysia, Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Thailand—online untuk pertama kalinya pada tahun 2020, menurut laporan Google, Temasek Holdings, dan Bain & Company. Ini jauh lebih tinggi dari jumlah tahun 2018 sebesar 10 juta, atau total 100 juta antara tahun 2015 dan 2019. Tujuh wilayah metropolitan, termasuk Jakarta, menyumbang lebih dari 50% ekonomi internet di kawasan itu, tetapi wilayah di luar kota-kota besar memiliki potensi untuk tumbuh dua kali lebih cepat, sebut penulis laporan.

Dengan semua perkembangan baru ini, masyarakat Asia Tenggara akan lebih terhubung dari sebelumnya. Apa sebenarnya harapan para pendatang baru di dunia maya?

Social media mendominasi

Pada tahun 2019, Amalia yang bekerja di sebuah instansi pemerintah dipindahkan ke provinsi paling timur Indonesia, Papua. Lahir dan besar di Jakarta, kepindahannya membutuhkan banyak penyesuaian. “Koneksi internet cukup stabil di siang hari, tetapi sering tiba-tiba turun di malam hari,” katanya kepada KrASIA.

Pada Q2 2020, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7 juta atau 73,7% dari populasi. Negara ini melihat 25,5 juta orang online untuk pertama kalinya dalam rentang waktu 2019 hingga 2020, menurut sebuah laporan oleh asosiasi penyedia internet Indonesia.

Jumlah pengguna internet di Indonesia

Pengguna internet baru di Pulau Jawa mencapai 56,4%, diikuti oleh Sumatera (22,1%), Pulau Sulawesi (7%), Kalimantan (6,3%), Bali dan Nusa Tenggara (5,2%), dan Maluku-Papua (3%), disebut dalam laporan.

Seperti yang biasa terjadi di negara berkembang, banyak orang Indonesia telah melalui komputer pribadi dan mengakses internet terutama melalui ponsel cerdas mereka. Motivasi utama adalah untuk mengakses media sosial, aplikasi perpesanan, serta konten informasi dan rekreasi.

Penetrasi internet (%) di Indonesia dari 2019 hingga Q2 2020

“Ada beberapa hotspot publik yang tersedia di daerah perkotaan. Banyak orang “nongkrong” di sekitar hotspot untuk internet gratis. Kebanyakan dari mereka menggunakan internet untuk hiburan, seperti streaming musik, dan untuk mengakses platform media sosial. Orang-orang juga mulai banyak menggunakan alat pembelajaran online selama pandemi,” kata Amalia.

Senada dengan pengamatan Amalia, operating partner East Ventures, David Fernando Audy mengatakan bahwa kebutuhan pengguna internet pemula tentu berbeda dengan kebutuhan masyarakat yang tech-savvy di wilayah metro. Biasanya, mereka mencari akses ke informasi baru, menyerap teks dan gambar melalui kueri di mesin pencari sebelum bergabung dengan jaringan media sosial.

“Begitu mereka memiliki kecepatan internet yang cukup untuk mencari dan berbagi gambar, mereka akan menjadi pengguna aktif platform media sosial seperti Facebook atau Instagram. Mereka juga ingin mengonsumsi konten audio-visual dari platform seperti YouTube. Setelah terbiasa menggunakan internet dan media sosial, mereka akan mulai menjajaki perdagangan online, yang merupakan layanan yang lebih maju,” kata Audy.

Namun, penyedia layanan digital cenderung merancang dan membuat produk berdasarkan kebutuhan masyarakat perkotaan karena mereka sering kali menjadi pengguna pertama dengan pendapatan yang dapat dibelanjakan lebih tinggi, dan pasarnya jauh lebih padat dan lebih besar. Misalnya, mudah untuk mencari informasi tentang restoran di Jakarta, dan ada banyak daftar acara, yang semuanya dapat dicari di aplikasi pesan-antar makanan atau tiket acara. Namun, selangkah saja meninggalkan area metro, keadaannya akan jauh berbeda.

“Kami memiliki Gojek dan Grab di sini, tetapi mereka tidak selalu tersedia seperti di Jakarta,” kata Amalia. “Untuk mendapatkan informasi terbaru, kami biasanya mengikuti akun komunitas lokal seperti Info Jayapura di Facebook dan Instagram—ini adalah dua aplikasi yang harus dimiliki di sini.”

Di luar kota-kota besar, meski sudah tidak asing lagi dengan belanja online, mereka tetap lebih suka menggunakan Facebook daripada Tokopedia atau Shopee. “Berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya, orang suka membeli barang secara online melalui Facebook Marketplace karena mereka memiliki banyak pilihan lokal, dan lebih mudah untuk menghubungi penjual di sana,” tambah Amelia. Secara garis besar, media sosial merupakan pintu gerbang pertama bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam menjalankan bisnisnya secara online. Mereka mulai dengan Facebook dan WhatsApp dan pada akhirnya beralih ke platform e-commerce untuk memperluas jangkauan pasar mereka.

Layanan spesifik untuk pengguna internet baru

Arena yang paling kompetitif—yang hampir tidak ada di kota-kota urban—akan menjadi layanan hyperlocal yang dibangun untuk kota-kota dengan tingkat yang lebih rendah. Ini dapat terwujud dalam pembelian kelompok dan social commerce, di mana jaringan komunitas memindahkan kebiasaan belanja orang secara online, seringkali dengan penduduk setempat yang bertindak sebagai pemimpin atau perwakilan kelompok. Sentuhan manusiawi dalam pengaturan ini menghilangkan keraguan yang mungkin dimiliki beberapa orang tentang melakukan transaksi online.

Investor telah menggelontorkan cek untuk penyedia layanan hyperlocal dalam mengantisipasi pertumbuhan bisnis yang melonjak. Penyedia perdagangan sosial Super baru-baru ini mengumpulkan USD 28 juta dalam putaran Seri B yang dipimpin oleh SoftBank, dan KitaBeli meraih USD 10 juta dari AC Ventures dan East Ventures pada bulan April. Kedua platform tersebut menjual barang-barang konsumen yang bergerak cepat di daerah-daerah di luar kota-kota besar Indonesia dan seringkali melayani orang-orang yang belum pernah berbelanja online sebelumnya. Di tempat lain di kawasan ini, social commerce masih merupakan sektor baru, dengan kemunculan platform-platform baru dalam beberapa tahun terakhir, seperti Webuy di Singapura dan Mio di Vietnam, yang mengumpulkan pendanaan awal pada bulan Mei.

Selain selera konsumen yang besar, digitalisasi usaha kecil juga akan membentuk kembali lanskap komersial Indonesia. Melalui laporan digital competitiveness report-nya, East Ventures memproyeksikan seluruh wilayah di Tanah Air akan terkoneksi internet tahun depan, dan 18,4 juta UMKM akan go digital pada akhir 2022.

Beberapa startup sudah mewujudkannya. Startup pembukuan seperti BukuWarung dan BukuKas juga tengah naik daun. Mereka berhasil mendapatkan pendanaan besar baru-baru ini, dan keduanya mengklaim telah mendigitalkan jutaan UMKM di kota-kota kecil di seluruh negeri. Sementara itu, Mitra Tokopedia, Mitra Bukalapak, GrabKios by Kudo, Warung Pintar, dan Ula telah mengembangkan platform bagi pemilik toko untuk mengelola inventaris dan pesanan mereka secara digital. Sejauh ini, banyak dari layanan ini terbatas di Jawa, tetapi Audy dari East Ventures percaya bahwa jejak mereka dapat menyebar karena UMKM diwariskan kepada anak muda yang mobile-first.

“Usaha kecil seperti warung tetangga dan rumah makan biasanya dimiliki oleh keluarga, dan sekarang telah terjadi regenerasi dimana para milenial mengelola kios tersebut, dan mereka lebih terbuka untuk menggunakan layanan digital,” kata Audy. “Semakin banyak UMKM yang mau berjualan online, namun seringkali mengalami kesulitan dalam mengelola beberapa toko online secara bersamaan, terutama karena sebagian besar usaha mikro dan kecil tidak memiliki karyawan. Oleh karena itu, akan ada lebih banyak permintaan untuk e-commerce enabler. Misalnya, ada Sirclo, yang memungkinkan pemilik usaha kecil untuk membuka dan mengelola beberapa toko online dengan mudah.”

Pentingnya teknologi di daerah terpencil

Ada bermacam-macam konsekuensi dari percepatan transformasi digital yang cepat selama pandemi —akses yang lebih baik ke pendidikan dan keterlibatan yang lebih kuat dalam masyarakat yang lebih luas di luar lingkungan terdekat mereka. Namun, sementara populasi ini sekarang memiliki akses ke jalur baru untuk pertukaran informasi, mereka masih membutuhkan kecepatan internet yang lebih tinggi, koneksi yang stabil, dan layanan lokal.

Dalam pidato yang diberikan tahun lalu, Presiden Indonesia Joko Widodo mengatakan pandemi adalah katalis untuk transformasi ekonomi pedesaan. Dia berjanji pemerintah akan memberikan lebih banyak akses ke teknologi, modal, dan peningkatan kapasitas. Salah satu upaya publik adalah pembangunan jaringan kabel serat optik Palapa Ring khususnya di kawasan timur Indonesia.

Pandemi telah memaksa bisnis dan organisasi publik untuk menempatkan karyawan mereka bekerja dari rumah. Banyaknya alat produktivitas dan kolaborasi yang tersedia, ditambah dengan internet dengan kecepatan tinggi, memungkinkan hal ini. Banyak orang yang tinggal dan bekerja di perkotaan kembali ke kampung halamannya untuk menghemat biaya sewa dan biaya hidup. Jika pengaturan ini berlanjut setelah pandemi, urbanisasi mungkin melambat, dan orang-orang yang tinggal di kota-kota kecil akan dapat bekerja dari jarak jauh untuk bisnis di mana pun di negara ini. Ini membuka peluang baru bagi orang-orang di kota tingkat-2 dan tingkat-3 dan bahkan dapat mengubah cara kantor dan kantor pusat perusahaan akan beroperasi dalam waktu dekat.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

TED Bakal Hadirkan Konten Eksklusif di Clubhouse

Format ‘podcast interaktif’ yang Clubhouse populerkan sudah tidak bisa lagi dikatakan eksklusif. Pesaing aplikasi social audio tersebut bukan cuma satu sekarang, melainkan tiga sekaligus, dan semuanya berasal dari perusahaan besar: Twitter Spaces, Spotify Greenroom, dan Facebook Live Audio Room.

Di titik ini, Clubhouse pada dasarnya butuh amunisi baru untuk tetap relevan. Salah satu yang sudah mereka siapkan adalah konten eksklusif. Bukan dari sembarang kreator, melainkan yang disajikan oleh TED. Baru-baru ini, kedua perusahaan rupanya telah meneken kontrak kerja sama supaya TED bisa menghadirkan konten audio eksklusif di Clubhouse.

Konten yang pertama adalah “Thank Your Ass Off”, yang akan disiarkan seminggu sekali setiap hari Senin pukul 22.00 WIB mulai tanggal 12 Juli ini juga. Konten-konten lainnya bakal segera menyusul ke depannya, dan semuanya tentu bakal dihadirkan melalui akun resmi TED sendiri di Clubhouse.

Kepada The Verge, perwakilan Clubhouse menjelaskan bahwa TED bebas menjual iklan atau sponsorship pada kontennya, dan Clubhouse sama sekali tidak akan mengambil untung dari situ. Nama besar dan popularitas TED boleh dibilang sudah cukup menguntungkan bagi Clubhouse di tengah panasnya persaing platform social audio.

Sebagai perspektif, TED meluncurkan jaringan podcast-nya pada bulan Februari lalu, dan mereka mengklaim koleksi kontennya diunduh sebanyak 1,65 juta kali setiap harinya oleh pengguna di seluruh dunia. Di Spotify, TED Talks Daily merupakan podcast terpopuler kedua setelah The Joe Rogan Experience di sepanjang tahun 2020.

Buat TED sendiri, Clubhouse tentunya bisa menjadi wadah alternatif untuk menyajikan konten audio yang lebih interaktif, seperti misalnya sesi live Q&A, yang tentunya mustahil diwujudkan lewat format podcast tradisional. Kebetulan Clubhouse juga cukup sering dibanding-bandingkan dengan TED sehubungan dengan banyaknya sesi live yang inspiratif.

Pada akhirnya, kedua pihak bakal sama-sama diuntungkan berkat kerja sama ini, dan kita sebagai pengguna juga pasti tidak akan menolak adanya konten-konten ekstra yang berkualitas. Apakah platform pesaing Clubhouse juga bakal mengambil langkah serupa dan menghadirkan konten eksklusif ke depannya? Kita tunggu saja.

Sumber: The Verge. Gambar header: Depositphotos.com.

Lewat Program TikTok Resumes, TikTok Berniat Menjadi LinkedIn-nya Kalangan Gen Z

Melamar pekerjaan lewat sebuah video TikTok mungkin terkesan kurang profesional atau bahkan kurang sopan. Namun ada kemungkinan tren ini bakal diadopsi secara luas ke depannya. Di Amerika Serikat, TikTok baru saja meluncurkan TikTok Resumes, sebuah program yang pada dasarnya bakal menambah fungsi TikTok menjadi semacam bursa lowongan kerja.

Lewat program ini, pengguna TikTok pada dasarnya dapat mengirimkan lamaran dalam bentuk video untuk sejumlah posisi di berbagai perusahaan. Di AS misalnya, TikTok sudah menggandeng perusahaan-perusahaan ternama macam Chipotle, Target, WWE, Alo Yoga, Shopify, Contra, Movers+Shakers, dan masih banyak lagi, untuk ikut berpartisipasi dalam program ini.

Sama halnya seperti melamar pekerjaan dengan cara tradisional, di sini kandidat dianjurkan untuk menunjukkan berbagai keahlian beserta pengalamannya dengan cara sekreatif mungkin. Baru-baru ini, TikTok telah menambah durasi video maksimum untuk semua pengguna dari 60 detik menjadi 3 menit, dan itu pastinya dapat membantu kandidat untuk mengekspresikan kelebihan-kelebihannya secara lebih maksimal.

@coop.cmTiktok do your thing! Check out ➡️ #TikTokResumes #TikTokPartner #productmanagment #jobsearch #graduated

♬ original sound – Christian 🚀

Usai dibuat, video resume-nya bisa langsung diunggah ke TikTok dengan tagar #TikTokResumes, kemudian dikirim ke perusahaan-perusahaan yang membuka lowongan. Sejauh ini, sebagian lowongannya melibatkan pekerjaan-pekerjaan di bidang kreatif seperti membuat konten TikTok untuk brand maupun mengembangkan strategi media sosial.

Meski demikian, ada juga beberapa posisi yang sepintas tidak ada kaitannya sama sekali dengan bidang kreatif, seperti misalnya lowongan untuk posisi Senior Data Scientist yang dibuka oleh Shopify. Namun yang paling mencuri perhatian mungkin adalah lowongan untuk posisi “WWE Superstar” yang dibuka oleh sang raksasa media di bidang gulat profesional asal Amerika Serikat, WWE.

Juga sama seperti lowongan pekerjaan pada umumnya, program TikTok Resumes ini hanya bersifat sementara dan punya batas waktu. Di AS, program ini bakal berakhir pada tanggal 31 Juli mendatang. Bukan tidak mungkin ke depannya TikTok akan membuka program yang sama di negara-negara lain, sampai akhirnya mereka bisa dikenal sebagai LinkedIn-nya kalangan Gen Z.

Sumber: TikTok dan The Verge.

Instagram Jabarkan Langkah-Langkah yang Diambil dalam Mengurutkan Konten

Saat diluncurkan pertama kali di tahun 2010, Instagram tidak lebih dari sebatas kumpulan foto unggahan banyak orang yang disajikan secara kronologis. Namun sejak April 2016, Instagram mulai menerapkan algoritma khusus sehingga foto dan video di linimasa seakan-akan tersaji secara acak.

Perubahan ini jelas memicu banyak pertanyaan. Yang paling utama adalah bagaimana Instagram menyortir konten dan menentukan mana yang muncul di paling atas. Sebagian dari kita mungkin juga penasaran terkait kriteria-kriteria yang Instagram jadikan acuan dalam menyajikan konten di tab Explore.

Guna menghindari miskonsepsi, tim Instagram memutuskan untuk menjelaskannya sendiri ke publik. Lewat sebuah blog post, Instagram menjabarkan langkah-langkah apa saja yang mereka ambil dalam mengurutkan konten di Feed, Stories, Explore, maupun Reels.

Salah satu miskonsepsi yang paling banyak tersebar adalah bahwa Instagram cuma menggunakan satu algoritma saja untuk menyortir konten. Pada kenyataannya, Instagram memanfaatkan kumpulan algoritma yang bervariasi, yang masing-masing dirancang untuk tujuan yang berbeda. Dengan kata lain, algoritma yang digunakan di Feed dan Stories betul-betul berbeda dari yang digunakan di Explore maupun Reels.

Untuk Feed dan Stories, yang pengguna ekspektasikan adalah konten dari orang-orang yang dekat dengan mereka, sedangkan di Explore, pengguna pasti berharap untuk menemukan konten yang betul-betul baru buat mereka. Instagram bilang bahwa mereka memperhatikan ribuan ‘sinyal’ untuk menentukan apa saja yang disajikan ke tiap-tiap pengguna.

Dari sinyal-sinyal tersebut, Instagram kemudian membuat sekumpulan prediksi terkait bagaimana pengguna bakal berinteraksi dengan suatu unggahan, semisal menyukainya, memberikan komentar, atau sebatas melihatnya sekian detik lebih lama dari post lainnya. Semakin besar kemungkinan pengguna mengambil tindakan, dan semakin berat bobot yang Instagram tetapkan untuk tindakan tersebut, maka semakin tinggi posisi suatu konten pada Feed.

Jadi jangan heran seandainya foto atau video unggahan mantan sering kali muncul di Feed meski Anda tidak pernah membubuhkan like maupun komentar, sebab mungkin bisa jadi Anda mengamatinya terlalu lama — jauh lebih lama daripada foto dan video unggahan pengguna lain yang muncul di Feed — dan Instagram melihat itu sebagai indikasi bahwa Anda tertarik dengan post darinya.

Lalu adakah yang bisa pengguna lakukan untuk mempengaruhi algoritma Instagram? Kalau menurut Instagram, ada tiga langkah yang bisa diambil. Yang pertama adalah menentukan daftar Close Friends, sehingga Instagram bakal memprioritaskan unggahan dari orang-orang yang tercantum di daftar tersebut.

Sebaliknya, pengguna juga bisa memanfaatkan fitur mute sebagai alternatif dari tombol unfollow. Terakhir, jangan segan memilih opsi “Not Interested” ketika melihat kumpulan post yang muncul di Explore maupun Feed, sehingga Instagram bisa lebih paham mengenai hal-hal apa saja yang menarik buat masing-masing pengguna.

Ke depannya, Instagram berkomitmen untuk menghadirkan lebih banyak lagi blog post seperti ini, memberikan kejelasan mengenai cara kerja teknologi yang diadopsi Instagram, serta menepis miskonsepsi-miskonsepsi yang ada.

Sumber: Instagram. Gambar header: Depositphotos.com.

Twitter Luncurkan Layanan Berlangganan Twitter Blue, Tawarkan Sejumlah Fitur Eksklusif untuk Power User

Setelah dinanti-nanti, Twitter akhirnya resmi memperkenalkan layanan berlangganan (subscription) perdananya yang dijuluki Twitter Blue. Di tahap awal peluncurannya ini, untuk sementara Twitter Blue baru tersedia bagi konsumen di dua negara saja, yakni Kanada dan Australia.

Tarif berlangganan Twitter Blue di kedua negara tersebut dipatok 3,49 dolar Kanada (CAD) atau 4,49 dolar Australia (AUD) per bulannya. Masing-masing pelanggan tentu saja bisa menikmati sejumlah fitur eksklusif, seperti misalnya fitur Bookmark Folders, Undo Tweet, Reader Mode, dan opsi kustomisasi tampilan antarmuka.

Bookmark Folders, sesuai namanya, memungkinkan para pelanggan untuk merapikan kumpulan Tweet yang mereka simpan agar lebih mudah dicari ke depannya. Bookmark bukanlah fitur baru di Twitter, dan ke depannya masih akan tersedia bagi seluruh pengguna Twitter. Bedanya, khusus para pelanggan Twitter Blue, mereka dapat menyimpan Tweet di beberapa folder yang berbeda.

Beralih ke Undo Tweet, fitur ini memang bukan fitur Edit Tweet seperti yang selama ini diimajinasikan oleh kalangan power user Twitter, tapi setidaknya fitur ini masih memungkinkan pengguna untuk merevisi cuitan sebelum cuitan tersebut dapat terbaca oleh seluruh jagat maya.

Cara kerjanya adalah, pengguna bisa menetapkan timer dengan durasi maksimum 30 detik. Setelahnya, setiap kali pengguna mengunggah sebuah cuitan, mereka punya waktu maksimal hingga 30 detik untuk mengklik tombol “Undo” dan membatalkannya. Dari situ mereka bisa merevisi cuitan seandainya ada saltik (typo), atau seandainya ada seseorang yang lupa di-mention.

Untuk Reader Mode, fitur ini dirancang agar pengguna bisa membaca sebuah utas (thread) dengan tampilan yang jauh lebih rapi layaknya sebuah artikel. Fitur ini berbeda dari yang Twitter janjikan ketika mereka mengakuisisi Scroll, namun Twitter memastikan bahwa platform tersebut bakal mereka integrasikan ke Twitter Blue ke depannya.

Terakhir, pelanggan Twitter Blue juga dapat mengatur kustomisasi tampilan antarmuka aplikasi Twitter, mulai dari mengganti icon aplikasinya di home screen, sampai mengganti tema warna di dalam aplikasinya. Menurut Twitter, semua fitur ini mereka buat berdasarkan masukan-masukan yang mereka terima dari kalangan power user selama ini.

Belum diketahui kapan Twitter Blue akan merambah konsumen di negara-negara lain. Namun satu hal yang pasti, Twitter bakal tetap bisa digunakan secara gratis selamanya. Kehadiran layanan subscription ini semata hanya untuk memenuhi hasrat kalangan power user, dan tentu saja di saat yang sama bisa menjadi salah satu sumber pemasukan tambahan yang sustainable buat Twitter.

Sumber: Twitter dan TechCrunch. Gambar header: Depositphotos.com.

Twitter Spaces Kini Dapat Diakses Lewat Browser

Di saat Clubhouse sudah tersedia di Android tapi masih mempertahankan sistem invite-only, Twitter justru semakin membuka lebar pintu akses ke Spaces, fitur live audio yang mereka buat untuk menyaingi Clubhouse. Awalnya cuma tersedia di aplikasi Twitter versi iOS, Spaces lanjut merambah ke Android tidak lama kemudian, dan sekarang fitur ini pun akhirnya hadir di Twitter versi web.

Ya, Twitter Spaces sekarang sudah bisa diakses melalui browser di perangkat desktop maupun mobile. Setiap kali Anda mengklik suatu Space, Twitter akan menampilkan jendela preview-nya terlebih dulu, sehingga Anda dapat melihat siapa saja pembicara dan partisipan yang hadir beserta topik yang dibahas, sebelum akhirnya ikut bergabung.

Selagi bergabung di dalam suatu Space, Anda tetap bisa lanjut memantau linimasa. Di perangkat desktop, tampilan Space-nya akan diperkecil dan ditempatkan di sebelah kanan, menutupi porsi yang biasanya dihuni oleh daftar trending topic.

Partisipan juga memiliki opsi untuk mengaktifkan fitur transcription, dan seperti yang bisa dilihat pada gambar di atas, teksnya pun akan ikut ditampilkan di jendela kecil tadi sehingga partisipan tetap bisa mengikuti percakapan walaupun speaker-nya mati. Tentu saja fitur ini juga Twitter siapkan untuk mengakomodasi pengguna yang memiliki gangguan pendengaran.

Belum lama ini, Twitter memang sempat membeberkan rencananya agar Spaces dapat lebih mudah diakses oleh kaum difabel. Selain faktor accessibility, Twitter pun tidak lupa berfokus pada fitur-fitur lain yang tak kalah penting, seperti misalnya fitur reminder untuk Space yang dijadwalkan tayang di waktu tertentu, serta tampilan antarmuka yang bisa beradaptasi dengan baik dengan ukuran layar perangkat.

Sekadar informasi, semua pengguna Twitter tanpa terkecuali dapat bergabung dalam suatu Space, akan tetapi yang bisa menjadi host hanyalah yang mempunyai paling tidak 600 follower. Dalam setiap Space, jumlah maksimum pembicara yang didukung adalah 11 (termasuk host), namun jumlah pendengarnya sama sekali tidak dibatasi.

Sumber: Engadget dan Twitter.

GDILab Rilis Produk SaaS “UMKMLab” dan Perbarui Fitur Media Sosial “SocialConnext”

GDILab, anak usaha Young on Top yang bergerak di digital analitik, mengumumkan produk SaaS untuk bantu pelaku usaha yang memasarkan produknya di platform media sosial “UMKMLab,” serta memperbarui tampilan dan fitur aplikasi media sosial “SocialConnext.”

Executive Assistant of CEO YoT Chelen menjelaskan, UMKMLab dirilis untuk membantu para pelaku usaha yang memanfaatkan platform media sosial seperti Facebook Shop dan Instagram Shop untuk berjualan. Selama ini, setiap transaksi yang terjadi lewat kedua platform tersebut masih sangat manual karena menggunakan WhatsApp.

Kondisi tersebut membuat banyak pelaku usaha yang kehilangan leads dengan berbagai alasan, misalnya lama membalas, proses inventori tidak rapi, dan masih banyak lagi. Agar mereka tetap dapat berjualan di Facebook Shop dan Instagram Shop, maka proses transaksi harus dilakukan secara otomatis. Untuk itu dibutuhkan situs yang dapat langsung terintegrasi dengan keduanya.

“UMKMLab hadir sebagai penyedia website yang dapat langsung terintegrasi dengan Facebook dan Instagram Shop sehingga proses transaksi bisa dilakukan lebih otomatis,” ucap Chelen saat dihubungi DailySocial.

UMKMLab memiliki berbagai fitur, di antaranya memilih domain dan desain website profesional, otomatis terintegrasi dengan jasa pengiriman dan pembayaran, dapat mengakses data statistik penjualan kapan saja, cetak label pesanan & faktur, dan notifikasi email pesanan untuk setiap transaksi. Setiap fitur tersebut disediakan oleh GDILab hasil kerja sama dengan berbagai pihak ketiga yang sudah dikurasi demi menyesuaikan dengan kebutuhan UMKM.

Pembeda tersebut membuat UMKMLab jadi lebih kompetitif di industri. Dari segi harga berlangganan yang tertera di situsnya dimulai dari Rp228 ribu per bulan. Untuk segmen usaha yang dapat menggunakan UMKMLab sebenarnya sangat luas, tapi Chelen mengaku saat ini sedang fokus untuk menyasar pelaku usaha yang bergerak di fesyen, F&B, dan kerajinan lokal.

“Harapannya Young on Top dan GDILab melalui UMKMLab ini dapat membantu para UMKM bisa go digital yang pada akhirnya dapat menaikkan omzet mereka melalui Facebook Shop dan Instagram Shop.”

Pembaruan SocialConnext

Sementara itu, GDILab juga sebelumnya merintis aplikasi media sosial SocialConnext sejak 2018 bertepatan pada acara Young on Top National Conference. Dalam perjalanannya hingga versi teranyar, Partnership SocialConnext Iis Dayanti menuturkan platform tersebut banyak mengalami peningkatan dari sisi UI/UX serta performa aplikasinya. Dari segi jumlah unduhan kini sudah menembus ke angka 5000 unduhan dengan pengguna aktif 933 orang. Para pengguna ini berada di rentang usia 18-25 tahun.

Tampilan aplikasi SocialConnext / YoT
Tampilan aplikasi SocialConnext / YoT

SocialConnext membawa pendekatan yang berbeda dibandingkan aplikasi sejenisnya, yakni pengembangan komunitas anak muda. Dari visi tersebut, SocialConnext menghadirkan fitur-fitur yang didesain dan dikembangkan secara relevan untuk generasi muda dalam mengembangkan kreativitas, soft skill, dan hard skill, seperti Artikel, Podcast, Trivia, Community, Chat, dan Ask Mentor.

Fitur unggulan dari SocialConnext adalah Community yang memungkinkan para pengguna terhubung dengan komunitas lainnya di seluruh Indonesia dan Ask Mentor yang memberikan kesempatan para pengguna untuk bertanya kepada para mentor yang sudah berpengalaman di bidangnya. Ada berbagai topik yang bisa ditanyakan, mulai dari teknologi, investment, self-development, karier, dan lainnya.

Iis menuturkan ada 15 mentor yang sudah bergabung. Mereka adalah Billy Boen (CEO dan Founder YoT), Richie Wirjan (VP Investment at Kejora SBI Orbit), Gunawan Susanto (Country Manager AWS Indonesia), Maya Arvini (CCO dan COO Qlue), Nendra Rengganis (CEO hipwee) dan masih banyak lagi.

Tantangan SocialConnext untuk menjaring lebih banyak pengguna yang tidak sebatas mengunduh aplikasinya saja, tapi juga mampu memanfaatkan fitur-fitur untuk pengembangan komunitasnya. “Peluang SocialConnext adalah aplikasi one stop solution platform bagi para komunitas, mereka bisa engage, connect, bahkan memonetisasi kegiatan mereka untuk mendapatkan keuntungan,” tutup Iis.

Application Information Will Show Up Here

Twitter Sedang Siapkan Layanan Subscription, Salah Satu Fasilitasnya Adalah Pengalaman Membaca Bebas Iklan

Twitter sedang sibuk menyiapkan sebuah layanan berlangganan (subscription) demi meningkatkan pendapatannya di luar pemasukan dari iklan. Seperti halnya layanan subscription di banyak platform lain, Twitter bakal memberikan sejumlah fasilitas menarik yang hanya bisa dinikmati oleh mereka yang mau membayar.

Salah satu fasilitasnya adalah pengalaman membaca berita tanpa diganggu oleh iklan. Ini dikarenakan Twitter baru saja mengakuisisi Scroll, sebuah layanan subscription yang pada dasarnya mencoba menjadi penengah antara pembaca dan penerbit berita, memberikan pengalaman membaca yang nyaman (bebas iklan), tapi di saat yang sama tidak mengurangi pemasukan yang diterima oleh sang penerbit berita.

Tampilan standar artikel (kiri) dan tampilan setelah dipermak Scroll (kanan) / Twitter

Dengan kata lain, para pelanggan layanan subscription Twitter nantinya bisa membaca artikel atau newsletter di Twitter dengan tampilan yang bersih dan terfokus seperti yang ditawarkan oleh Scroll selama ini. Pengguna gratisan Twitter tentu masih bisa mengakses konten yang sama, hanya saja tampilannya bakal berbeda karena iklan-iklan yang ada di masing-masing situs berita masih akan muncul seperti biasa.

Satu hal yang perlu dicatat adalah, tidak semua situs berita dapat dipermak tampilannya oleh Scroll, sebab masing-masing situs harus menjadi mitra Scroll terlebih dulu. Sejauh ini sudah ada ratusan situs berita yang tergabung sebagai mitra Scroll, termasuk halnya media-media kenamaan seperti BuzzFeed, Insider, Salon, Slate, Vox, The Atlantic, The Daily Beast, dan masih banyak lagi.

Ilustrasi pemasukan yang diterima mitra-mitra Scroll dari tarif subscription yang dibayarkan oleh pelanggan / Twitter

Menurut Scroll, mitra-mitranya bisa memperoleh pemasukan hingga 40% lebih banyak ketimbang sebatas mengandalkan pemasukan dari iklan berkat adanya semacam sistem bagi hasil. Situasinya masih akan tetap sama pasca akuisisi ini, di mana sebagian dari biaya subscription yang dibayarkan oleh pelanggan Twitter akan diteruskan ke media-media yang tergabung sebagai mitra Scroll.

Sejauh ini Twitter masih sibuk menggodok layanan subscription-nya, dan kita belum tahu fitur premium apa lagi yang bakal mereka tawarkan nantinya. Selain mencari sumber pemasukan baru, Twitter belum lama ini juga mengumumkan inisiatif supaya kalangan kreator juga bisa ikut mendapatkan pemasukan tambahan dengan memanfaatkan platform Twitter.

Sumber: TechCrunch dan Twitter. Gambar header: Depositphotos.com.

Aplikasi Facebook Kini Dilengkapi Miniplayer untuk Memutar Konten Audio dari Spotify

Facebook sedang keranjingan dengan konten audio. Pekan lalu, mereka membeberkan rencananya untuk lebih berfokus pada penyajian konten audio, termasuk halnya meluncurkan kompetitor Clubhouse. Bukan cuma itu, mereka rupanya juga tidak segan menggandeng salah satu nama terbesar di industri konten audio saat ini, Spotify.

Buah kerja sama di antara keduanya adalah semacam miniplayer Spotify yang dapat ditemukan langsung di aplikasi Facebook versi Android maupun iOS. Fitur ini sekarang sudah tersedia di 27 negara, termasuk Indonesia, dan dijadwalkan menyusul ke lebih banyak negara lagi dalam beberapa bulan ke depan.

Setiap lagu atau episode podcast yang dibagikan ke Facebook sekarang dapat diputar langsung lewat aplikasi Facebook. Cukup klik tombol “Play” pada lagu atau podcast yang dijumpai di News Feed, maka audio akan langsung dijalankan di background. Namanya miniplayer, fitur ini hanya memakan porsi kecil dari tampilan antarmuka aplikasi Facebook di bagian bawah.

Selama audio diputar, pengguna masih bisa terus melihat isi News Feed seperti biasa. Ketika lagu atau episode podcast-nya usai, maka konten berikutnya dari Spotify akan diputar secara otomatis. Kalau Anda bukan pelanggan Spotify Premium, maka sesekali Anda juga akan mendengarkan iklan, sama persis seperti di aplikasi Spotify itu sendiri.

Satu hal yang perlu dicatat adalah, agar bisa memutar audio via miniplayer Facebook ini, Anda masih harus meng-install aplikasi Spotify. Pasalnya, ketika Anda mengklik tombol “Play”, perangkat otomatis akan membuka aplikasi Spotify dan memutar konten audionya dari situ. Dengan kata lain, miniplayer yang muncul di aplikasi Facebook itu pada dasarnya hanya berfungsi sebagai remote control aplikasi Spotify.

Ini berarti audio masih tetap akan berjalan meski pengguna menutup aplikasi Facebook. Lebih lanjut, pengguna yang belum pernah memakai Spotify sama sekali juga wajib mendaftarkan akun Spotify terlebih dulu agar fitur miniplayer di aplikasi Facebook ini bisa bekerja.

Sumber: Spotify dan TechCrunch.