Logee Hadirkan Solusi Rantai Pasok Logistik di Indonesia

Pandemi Covid-19 telah mendorong transformasi digital di berbagai sektor, tidak terkecuali logistik. Salah satu pemain yang sudah mendigitalkan layanannya adalah “Logee”. Startup ini merupakan salah satu inisiatif baru dari Leap Digital Telkom untuk memajukan efisiensi dan efektivitas rantai pasok logistik.

Logee merupakan platform digital yang menawarkan solusi lengkap bagi berbagai kategori pemain logistik lokal. Tidak hanya mendigitalkan proses supply chain, mereka turut menghubungkan ekosistem secara luas untuk proses perdagangan yang lebih optimal. Salah satu fitur andalannya adalah Logee Trans, sebuah marketplace untuk armada truk.

Head of Logee Trans Dumoli HM Sirait mengungkapkan, Logee Trans hadir sebagai platform B2B yang menjembatani kebutuhan dan pasokan pemilik barang dan pemilik armada. Aplikasi Logee menyediakan fitur yang bisa diandalkan pemilik kargo dengan pemilik armada truk guna menginput dan menyimpan rute pengiriman rutin.

“Logee Trans memiliki visi menjadi platform yang netral dan aman yang mengutamakan kepentingan para pemilik barang dan pemilik truk dalam ekosistem pengangkutan barang di Indonesia. Ke depan, kami juga akan full menjadi perusahaan DigiCo dengan melepas saham ke publik,” ungkapnya pada keterangan resmi.

Jangkauan dan model bisnis

Sebagai aplikasi, Logee Trans disebut menyasar perusahaan-perusahaan yang ingin dimudahkan dalam pengiriman barang, dan juga para pemilik armada yang menginginkan kemudahan mendapatkan pesanan untuk meningkatkan produktivitas bisnis, efisiensi, dan efektivitas. Dua produk andalan mereka, yakni Logee Truck Apps dan Ecologee Web (Logee Port).

Dumoli memaparkan, Logee Trans Truck Marketplace memiliki dua model bisnis. Pertama, Pay As You Use atau penggunaan aplikasi sebagai marketplace B2B. Logee Trans memberikan akses kemudahan, kecepatan, transparansi mencari armada guna mendapatkan muatan yang dilengkapi fitur-fitur digitalisasi. Selain itu, Charge Per Transaction yang memungkinkan pemilik barang akan dibebankan charge fee.

Kedua model bisnis ini dinilai memberikan fleksibilitas, baik kepada pemilik kargo dan pemilik truk. Adapun,skema pembayaran Logee Trans Truck Marketplace yang ditawarkan adalah Internal B2B, Non 4th PL, dan 4th PL. Dengan menggabungkan dua model bisnis dengan tiga skema pembayaran tersebut, pihaknya mengklaim dapat mendorong produktivitas pengiriman barang dari pemilik kargo.

Saat ini, ekosistem Logee menyediakan setidaknya 84. 215 armada, dengan 507 trucker, dan 606 distributor yang menjangkau seluruh Indonesia.
Perusahaan juga telah bekerja sama dengan beragam pemain logistik untuk menciptakan ekosistem yang saling terhubung, seperti KAI Logistik, Pupuk Indonesia Pangan, dan Bangun Bantala Indonesia.

Belum lama ini, perusahaan meresmikan kerja sama dengan startup penyedia software business di bidang supply chain dan transportasi, McEasy. Kerja sama lintas sektoral ini dipercaya efektif untuk menjangkau lebih banyak pengguna hingga ke pelosok daerah yang belum tersentuh teknologi.

Perkembangan sektor logistik

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, pada tahun 2021 sektor logistik mampu tumbuh 3,24%. Banyak faktor yang melandasinya, mulai dari permintaan tinggi dari sektor e-commerce, sampai dengan transformasi digital yang ada di bisnis logistik itu sendiri.

Penetrasi digital diperlukan untuk membantu berbagai proses, membuatnya efisien, dan mengarah pada akselerasi bisnis. Pelaku sektor logistik juga dituntut harus memahami berbagai teknologi terkini guna dimanfaatkan dengan baik oleh pelaku usaha, di antaranya big data analytics, artificial intelligence, internet of things, cloud logistics, serta robotics & automation.

Di Indonesia, tren positif bisnis logistik juga menjadi kesempatan tersendiri bagi startup digital yang fokus menggarap sektor logistik untuk turut mengakomodasi pasar. Saat ini ada berbagai startup dengan solusi unik di bidang logistik, mulai dari layanan agregator, pengantaran, sampai dengan manajemen armada.

Beberapa jasa logistik yang fokus pada pengantaran, termasuk AnterAja, Paxel, Sicepat, dan J&T Express yang sudah menyandang gelar decacorn melalui putaran pendanaan sebesar $2,5 miliar atau setara Rp35,6 triliun valuasi mencapai $20 miliar (sekitar Rp285 Rupiah).

Upaya “Tridi Oasis” Daur Ulang Sampah Plastik Agar Bernilai Ekonomi

Mengutip data Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia masuk urutan kedua penyumbang sampah plastik sedunia pada 2019 dengan 3,21 juta metrik ton per tahun. Posisi pertama ditempati Tiongkok dengan 8,81 juta metrik ton per tahun. Sudah produsen terbesar, Indonesia juga tidak mampu mengolah sampah. Menurut Indeks Pengelolaan Plastik, Indonesia secara umum masih kalah dari Vietnam, Thailand, dan Malaysia.

Berbagai anggapan negatif sudah pasti menonjol ketika melihat kondisi di atas. Tak heran, kalau pemerintah memberlakukan larangan pemakaian plastik sekali pakai di sejumlah daerah untuk menekan laju sampah plastik. Namun ada sisi positif yang bisa diangkat dari permasalahan di atas, yakni mengangkat sampah agar memiliki nilai ekonomi yang dapat memberdayakan masyarakat. Dengan pandangan tersebut, melandasi Dian Kurniawati (CEO) dan Dinda Utami Ishah (COO) untuk mendirikan Tridi Oasis pada 2016.

Secara personal, Dian memiliki ketertarikan untuk mengelola limbah plastik, meski ia sendiri tidak punya latar belakang di dunia sirkular. Sebelumnya, Dian bekerja sebagai konsultan di sejumlah perusahaan multinasional.

“Saya lihat sampah sebagai bahan baku, masalah yang jadi peluang di mana ada kesempatan dari segi ekonomi yang bisa menciptakan ekonomi baru punya dampak sosial dan lingkungan,” kata Dian dalam kunjungan pabrik Tridi Oasis di Tangerang, Selasa (25/10).

PT Tridi Oasis Group berfokus pada daur ulang PET (polietilen tereftalat), seperti botol plastik diubah menjadi berbagai serpihan PET daur ulang berkualitas tinggi. Serpihan tersebut dibutuhkan untuk kemasan dan tekstil berkelanjutan yang dibutuhkan oleh industri kemasan makanan dan tekstil. Seluruh proses daur ulang dilakukan di pabrik Tridi Oasis yang berlokasi di Tangerang.

Ia memilih PET karena berdasarkan potensi pasarnya yang menjanjikan. Mengutip dari berbagai sumber yang ia rangkum, secara global, bahan input diestimasi bertambah 0,7 juta ton per tahun. Kemudian, nilai pasar plastik daur ulang global diproyeksikan mencapai $50,356 juta pada tahun 2022, dengan CAGR sebesar 6,4% dari 2017 hingga 2022. Terakhir, pengemasan adalah segmen pasar plastik daur ulang yang tumbuh paling cepat, berdasarkan industri penggunaan akhir, diikuti oleh industri otomotif, listrik, dan elektronik.

Sampai saat ini, Tridi Oasis telah mengumpulkan, memilah, dan mendaur ulang lebih dari 5 ribu ton limbah botol. Secara rata-rata, perusahaan mendaur ulang 500-700 ton sampah botol per bulannya. Hasil daur ulang ini sebanyak 90% diekspor ke luar negeri, misalnya Eropa, Vietnam, dan Amerika Serikat. Diestimasi perusahaan menggunakan 20 truk kontainer berbagai ukuran per bulannya, dengan berat mulai dari 20 ton per truk untuk ekspor hasil daur ulang.

Bahkan, kini untuk memenuhi standardisasi internasional, perusahaan sudah mengantongi sertifikasi Ocean Bound Plastic (OBP), yang dikembangkan oleh Zero Plastic Oceans berbasis di Prancis. Standardisasi ini memungkinkan Tridi untuk mendistribusikan serpih PET bersertifikat polietilen tereftalat (PET) melalui jaringan perdagangan globalnya.

Tak berhenti di situ, perusahaan mulai memikirkan daur ulang limbah plastik lainnya di luar botol. Setelah meriset lebih jauh, sampah kemasan sachet (MLP/multi layered plastics) punya isu yang tak kalah besar karena sulit untuk didaur ulang sehingga tingkat pengumpulannya rendah. Ditambah lagi, sebagian besar 90% sampah jenis ini berakhir di lautan, secara global hanya 9% plastik yang didaur ulang, dan sumber bahan baku banyak dan biaya rendah.

Adapun dari segi prospeknya, pemain yang mendaur ulang di limbah jenis ini sedikit karena sebagian besar daur berfokus pada plastik keras, terutama PET dan HDPE (High-density polyethylene).

Hasil daur ulang dari limbah sachet ini adalah palet. Palet adalah alas yang digunakan dalam proses pengiriman berbagai barang, yang berfungsi sebagai pelindung dan alat bantu untuk mempermudah proses pengangkatan hingga penyusunan selama di gudang dan kontainer. Prospek penggunaan palet juga besar karena berkolerasi erat dengan industri logistik yang terus bertumbuh.

Diestimasi, pangsa pasar palet akan mencapai $110.565,7 juta pada 2027, dari $79.008,6 juta pada 2019, tumbuh pada CAGR sebesar 5,1% dari 2020 hingga 2027. Untuk menyeriusi sektor ini, perusahaan membentuk perusahaan patungan dengan ALBA Group, perusahaan spesialis daur ulang, bernama PT Tridi Plastics Recycling (ALBA Tridi).

“Baru Agustus ini pembentukan badan hukum telah selesai. Kami akan pakai fasilitas pabrik di Kendal, Jawa Tengah untuk daur ulang limbah sachet ini. ALBA akan bantu dari sisi teknologinya yang sudah mutakhir.”

Disebutkan ALBA Tridi telah mengelola sampah sachet sebanyak lebih dari 400 ton sejak Januari hingga September 2022, naik 300% dibandingkan dengan 130 ton yang dihasilkan selama tahun sebelumnya. Pihaknya didukung oleh inisiatif pengumpulan yang dibangun bersama 50 mitra, yakni warung, bank sampah, pengepul, dan warga perumahan.

Menciptakan nilai ekonomi berkelanjutan

Dian menjelaskan, dalam rangka memberdayakan ekonomi berkelanjutan, perusahaan menetapkan proses pengumpulan sampah botol yang melibatkan lingkungan sekitar, seperti pengepul dan masyarakat lokal. Khusus untuk masyarakat lokal, perusahaan membuat program edukatif “Beberes”, kolaborasi dengan CleanHub, perusahaan sejenis asal Jerman.

Program tersebut dilakukan untuk membantu proses manajemen persampahan dan memungkinkan masyarakat setempat untuk menghasilkan sampah daur ulang bernilai tinggi. Saat ini, program Beberes telah diikuti oleh lebih dari 50 mitra yang mencakup warung, bank sampah, pengepul, dan warga perumahan sekitar.

Salah satunya adalah warga di wilayah Cibodasari, Tangerang. Miftah, Ketua RT 05 Perumnas I Cibodasari, menyampaikan dirinya antusias dengan program tersebut karena kekhawatiran terhadap sampah menumpuk dan banjir yang terus terjadi bila musim hujan tiba.

Sejak awal tahun ini ia berinisiatif untuk mulai mengumpulkan limbah botol dan sachet yang ditaruh di lingkungan RT. Bersama 10 warga terpilih lainnya, secara rutin mengumpulkan sampah yang ditaruh ke dalam satu tong plastik ukuran 50 liter. Masing-masing warga diberikan satu tong tersebut di rumahnya, biasanya sampah tersebut seberat 3-5 kg.

“Satu minggu sekali sampah diambil pihak Tridi. Ada pencatatannya tiap minggu dan diukur beratnya. Dalam sebulan, setelah empat kali pengambilan sampah, warga akan dapat sembako dari Tridi. Karena itu, warga jadi semangat.”

Proses pengambilan sampah dari masyarakat ini menggunakan aplikasi sederhana dengan fitur mencatat rutin sampah yang diangkut Tridi per mingggunya. Tiap warga sudah dilengkapi dengan kode barcode tersendiri yang perlu di-scan oleh petugas Tridi.

Adapun untuk limbah botol, Miftah secara pribadi mengumpulkannya dibantu warga untuk kemudian dijual ke pengumpul di Legok. Dalam dua bulan, ia bisa mengumpulkan 50-70 kg limbah botol yang dihargai per kilonya mulai dari Rp6 ribu, tergantung jenis botolnya.

“Saya simpan hasil penjualan ini untuk kas RT karena saya tidak mau memberatkan warga harus setor uang terus. Sebelum dijual ke pengepul, saya juga berdayakan karang taruna di sini untuk bantu bersih-bersih.”

Dian mengaku, pihaknya bekerja sama dengan para pengepul di sekitar Tangerang sebagai pemasok. Adapun, tim Tridi Oasis kini berjumlah 140 orang.

Didukung dana hibah dari DBS Foundation

Dalam mendukung seluruh rencana Tridi Oasis, perusahaan ikut serta dengan program hibah yang diselenggarakan oleh DBS Group melalui DBS Foundation pada tahun lalu. DBS Foundation Social Enterprise Grant diberikan kepada Tridi untuk mendukung penerapan ekonomi sirkular.

Secara total, DBS Foundation menyalurkan dana hibah sebesar SG$3 juta bagi pelaku usaha yang bisnisnya memberikan dampak bagi sosial dan lingkungan. Dari 19 penerima hibah di Asia, dua di antaranya dari Indonesia, yakni Tridi Oasis dan Waste4Change. Meski tidak bisa dirinci nominal yang didapat penerima hibah, namun nominalnya maksimal SG$250 ribu (sekitar 2,7 miliar Rupiah).

Dian bilang, dana hibah tersebut digunakan untuk melanjutkan studi kelayakan, riset pasar, dan menyelesaikan penelitian dan pengembangan terkait proses daur ulang kemasan plastik multi-lapis (MLP) atau sampah kemasan sachet, sebuah jenis plastik yang paling sedikit didaur ulang namun paling umum berakhir di lingkungan.

Berbeda dengan proses penyaluran dana hibah dengan perusahaan lainnya, DBS Group memantau secara rutin setiap perkembangan yang terbagi ke dalam beberapa milestones. Hal ini dimaksudkan bahwa DBS menginginkan perusahaan yang didukung itu dapat tetap bertumbuh dan berkembang.

“Kita ingin menumbuhkembangkan bisnis kewirausahaan ini agar mereka berkembang dan menciptakan lebih banyak dampak sosial dan lingkungan. Untuk itu dalam proposal harus disampaikan uang hibah untuk apa saja, bagaimana milestone-nya, dan butuh berapa lama capai tiap milestone-nya,” terang Head of Group Strategic Marketing & Communications Bank DBS Indonesia Mona Monika.

Dia melanjutkan, “Dukungan bagi wirausaha sosial di Indonesia ini sejalan dengan pilar sustainability ketiga kami, yakni Impact Beyond Banking atau komitmen kami dalam menciptakan dampak positif. Ke depannya, kami berharap dapat bekerja sama dengan lebih banyak wirausaha sosial yang memiliki misi sosial baik untuk lingkungan, edukasi maupun pemberdayaan masyarakat.

Ini adalah dana hibah kedua yang diterima Tridi Oasis. Sebelumnya, perusahaan mendapat dana dari Korea International Cooperation Agency (KOICA) sebesar $50 ribu pada Agustus 2020.

Pada tahun tersebut, perusahaan juga mengantongi pinjaman utang (debt financing) dari Circulate Capital, perusahaan manajemen investasi yang berbasis di Singapura. Tidak disebutkan nominal yang diterima Tridi. Selain Tridi Oasis, ada satu perusahaan asal India yang mendapat pinjaman dengan total $6 juta ini.

 

Platform Edtech “KOCO” Ingin Bantu Kelas Menengah Akses Pendidikan Berkualitas

Sebagai platform edtech, KOCO menawarkan layanan dan teknologi untuk meningkatkan kualitas guru dan performa murid di Indonesia. Didirikan di Singapura tahun 2020 lalu, saat ini Indonesia telah menjadi pasar terbesar mereka.

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & COO KOCO Faizal Abdullah menyampaikan rencana bisnisnya untuk memberikan layanan dan fitur yang relevan, sekaligus menghadirkan edukasi berkualitas untuk kalangan kelas menengah di tanah air.

Sasar kalangan underserved

Setelah melakukan survei dan riset, KOCO saat awal kehadirannya meluncurkan KOCO School dan Learning Management System (LMS) untuk para guru dan sekolah. Mereka menilai, untuk bisa meningkatkan kualitas pendidikan yang menjadi prioritas utama adalah dengan membantu para guru meningkatkan kompetensi atau kemampuan mereka.

Melalui KOCO School para guru bisa memanfaatkan fitur dan pelajaran untuk meningkatkan kemampuan mereka. Sementara untuk LMS, didesain untuk membantu produktivitas guru. Hingga saat ini KOCO mengklaim telah memiliki sekitar 20 ribu siswa, 3500 mitra guru, dan 300 sekolah yang bergabung ke dalam platform.

Melihat masih belum adanya layanan atau platform yang memberikan pilihan belajar untuk kalangan menegah, menjadi salah satu alasan kuat pada akhirnya KOCO meluncur di Indonesia. Menurut mereka, saat ini kebanyakan platform edtech yang sudah ada hingga fasilitas bimbingan belajar, masih terlalu mahal untuk bisa diakses oleh kalangan menegah yang juga ingin memberikan edukasi berkualitas kepada anak-anak mereka.

“Strategi kami adalah menyediakan akses pendidikan berkualitas bagi kelas menengah yang sedang naik daun. Di KOCO kami mengklasifikasikan kelas menengah sebagai mereka yang memiliki pendapatan rumah tangga per bulan Rp4juta – Rp19juta,” kata Faizal.

Kembangkan fitur untuk guru dan siswa

Untuk bisa memberikan layanan menyeluruh untuk guru dan siswa, KOCO meluncurkan KOCO Star. Layanan ini memberikan akses untuk self-learning bagi siswa yang membutuhkan konten pembelajaran tambahan. Dengan begitu, siswa hanya perlu mempelajari apa yang memang dibutuhkan, sehingga bisa lebih efisien dan efektif. Saat ini KOCO memfokuskan kepada pendidikan formal untuk siswa SD hingga SMA.

Melalui KOCO Star siswa bisa mengajukan pertanyaan melalui beberapa fitur yang mereka miliki. Di antaranya adalah fitur Tanya KOCO dan Live Guru.  Tidak perlu melakukan pemesanan dengan waktu yang lama, dengan durasi singkat juga bisa diakses edukasi berkualitas dari guru di KOCO Star.

Guru yang direkrut oleh mereka kebanyakan pengajar yang sudah memiliki pengalaman dan bekerja di sekolah umum. Untuk membantu guru honorer, KOCO juga menyediakan kesempatan terbuka bagi mereka yang ingin memiliki penghasilan tambahan dengan memanfaatkan KOCO Star.

“Pandemi telah membuat para guru terbiasa melakukan kegiatan belajar online. Sangat mudah bagi mereka untuk bergabung dengan KOCO, apalagi jika sebelumnya sudah familiar menggunakan Google Classroom, bisa secara langsung menggunakan KOCO,” kata Faizal.

Tersebar di pulau Jawa, Sumatera, dan Kalimantan, persentase guru profesional dan guru honorer yang bergabung di KOCO adalah 60% untuk guru profesional dan 40% guru honorer. Untuk komisi, KOCO hanya mengambil 15% saja dari para mitra guru, sisanya diberikan kepada mereka. Untuk para guru, ke depannya perusahaan juga ingin membangun sebuah framework yang bisa membantu para guru meningkatkan jenjang karier hingga gaji mereka.

“Strategi kami adalah mengembangkan ekosistem bagi siswa dan guru untuk kebutuhan pendidikan dan pengembangan diri mereka. Kami akan meluncurkan 2 produk baru yang akan membantu siswa termotivasi untuk belajar, meningkatkan kompetensi dan guru juga para stakeholder yaitu orang tua, siswa, sekolah, dan guru,” kata Faizal.

Sebagai pasar terbesar mereka, ada beberapa target yang ingin dicapai oleh KOCO untuk Indonesia. Salah satunya adalah memiliki 1 juta siswa tahun 2023 mendatang sekaligus lebih banyak menjangkau kelas menengah untuk mengakses pendidikan berkualitas dengan harga terjangkau.

Rencana galang dana Pra-Seri A

Setelah menerima pendanaan dari angel investor dari Singapura senilai SG$700 ribu tahun 2021 lalu, para pendiri KOCO kemudian memutuskan untuk tidak melakukan penggalangan dana tahapan lanjutan di tahun ini. Salah satu alasannya adalah, tech winter yang bakal terjadi usai pandemi dan ketika kondisi sudah mulai berangsur pulih.

Namun demikian perusahaan mengklaim dengan menjalankan bisnis secara bootstrap dan memanfaatkan revenue yang telah diperoleh, perusahaan mampu untuk mendapatkan pertumbuhan pengguna yang positif demikian juga revenue.

Awal tahun depan perusahaan memutuskan untuk melakukan penggalangan dana putaran Pra-Seri A. Jika sesuai dengan rencana, bulan Juni tahun 2023 mendatang diharapkan sudah bisa diperoleh dana segar tersebut. Nilai investasi yang ingin di galang oleh KOCO adalah sekitar $3-5 juta.

“Idealnya kami ingin mendapatkan venture capital Indonesia yang mengerti benar lanskap edtech saat ini. Kami juga berharap bisa menemukan investor yang memiliki koneksi dengan sekolah, guna menambah jumlah mitra guru sekaligus murid dalam platform,” kata Faizal.

Berbeda dengan konsep yang ditawarkan oleh platform edtech pada umumnya saat ini, KOCO tetap fokus untuk membantu guru meningkatkan kompetensi sekaligus meningkatkan kemampuan para siswa. Di sisi lain perusahaan juga ingin membantu lebih banyak kelas menengah mendapatkan akses edukasi yang berkualitas dengan harga terjangkau.

“Menurut saya platform yang menawarkan edukasi dan keterampilan kognitif dan STEM akan banyak bermunculan. Namun kebanyakan platform tersebut tidak menyasar ke kelas menengah. Platform edtech lain mungkin mau menggarap pasar tersebut, tapi fokus kami adalah kelas menengah Indonesia, saat ini belum banyak platform edtech yang menyasar mereka,” kata Faizal.

Rawdemy Hadirkan Kelas Online Belajar Anak untuk Mengasah Keterampilan Kognitif

Dirilis bulan September 2022 lalu, platform edtech yang fokus kepada keterampilan kognitif “Rawdemy” hadir memberikan pilihan baru kepada orang tua untuk mendidik dan mengasah bakat terpendam anak.

Didirikan oleh Hendriko Firman (CEO) dan Fatahul Akbar (CTO), Rawdemy juga memiliki misi memberikan penghasilan tambahan kepada guru honorer hingga instruktur yang memiliki kemampuan untuk memberikan pelatihan dan keterampilan kepada anak.

“Spesialisasi kami adalah lebih fokus kepada pelajaran di luar sekolah. Berbeda dengan platform edtech lainnya yang lebih fokus kepada pendidikan formal. Kami ingin mendorong lebih banyak guru untuk mengajarkan kegiatan ekstra kurikuler kepada anak secara online,” Hendriko.

Memanfaatkan tools seperti Zoom dan Google Meet pelaksanaan kelas, nantinya orang tua yang ingin mendaftarkan anak-anak mereka bisa memanfaatkan situs web Rawdemy. Jika sudah ditemukan kelas yang sesuai, bisa dilanjutkan ke proses pembayaran. Untuk satu kelas, Rawdemy menyediakan pilihan 1-5 anak, berusia usia 3 sampai 10 tahun. Hal ini dilakukan agar saat belajar nanti, bisa dengan mudah dipahami dan memberikan hasil yang positif untuk kemajuan anak.

Konsep ini yang diklaim menjadi unggulan Rawdemy, yaitu proses belajar-mengajar online secara langsung, bukan memanfaatkan video on-demand. Saat ini fokus Rawdemy adalah masih mengumpulkan instruktur atau guru yang memiliki ketrampilan seni, desain, olahraga hingga bahasa.

“Fokus kita saat ini adalah wilayah Jabodetabek dulu. Namun dengan konsep yang kita tawarkan, tidak menutup kemungkinan dari daerah di luar Jabodetabek juga bisa menggunakan platform Rawdemy,” kata Hendriko.

Rademy masih menjalankan bisnis secara bootstrap. Meskipun telah mendapatkan sedikit penghasilan, perusahaan tidak secara agresif melakukan penggalangan dana. Fokus mereka saat ini adalah menjalin kolaborasi dengan institusi terkait, menambah jumlah pengajar dan awareness kepada orang tua dan anak. Namun demikian jika menemukan investor yang tepat, peluang tersebut tetap terbuka.

“Fokus kita sejak awal adalah memecahkan masalah yang ada. Dengan demikian kita juga tidak memiliki budget yang banyak untuk kegiatan lainnya, berbeda dengan platforme edtech lainnya,” kata Hendriko.

Di Indonesia sendiri tercatat saat ini ada beberapa platform yang secara khusus menyasar kepada anak-anak, namun dengan fokus pendidikan yang beragam. Mulai dari kelas bahasa untuk anak Kiddo hingga Kalananti yang merupakan pusat edukasi anak usia 5-12 tahun.

Tingkatkan kesejahteraan guru honorer

Tercatat saat ini guru honorer kebanyakan memiliki gaji yang kecil. Guru anak, khususnya yang mengajar di SD daerah-daerah berkisar dibawah Rp1 juta. Bahkan ada yang hanya mendapat Rp300 ribu per bulan, atau hanya Rp10.000 rupiah seharinya. Kondisi ini cukup miris, karena justru 20% dari anggaran belanja pemerintah adalah pendidikan.

Salah satu upaya untuk bisa meningkatkan kesejahteraan para guru honorer adalah dengan memiliki pekerjaan sampingan. Melalui Rawdemy bisa mereka manfaatkan untuk memberikan pelajaran ketrampilan di luar pendidikan formal yang biasa mereka lakukan setiap harinya. Salah satu alasan mengapa Rawdemy tertarik bermitra dengan guru honorer adalah, latar belakang dan kemampuan mereka untuk memberikan pelajaran kepada anak.

Sebelum bisa menjadi instruktur di Rawdemy, perusahaan melakukan kurasi kepada calon instruktur tersebut, demikian juga dengan melakukan evaluasi kelas yang akan mereka berikan kepada anak. Jika semua sudah memenuhi ketentuan dari Rawdemy, mereka bisa secara bebas membuka kelas secara online.

“Salah satu alasan mengapa kelas offline untuk belajar gitar, bahasa, dan lainnya menurun jumlahnya saat ini adalah besarnya pengeluaran untuk setiap kegiatan. Dengan memindahkan konsep tersebut secara online, bisa membantu mereka yang memiliki sanggar tari atau lainnya dengan menjangkau lebih banyak murid belajar di berbagai daerah,” kata Hendriko.

Saat ini kelas yang paling banyak dipilih orang tua untuk anak mereka adalah kelas bahasa. Ke depannya Rawdemy juga ingin menambahkan kelas untuk les biola, menggambar dan lainnya khusus untuk anak.

Untuk biaya yang dikenakan setiap sesi kelasnya adalah Rp45 ribu s/d Rp100 ribu. Untuk pilihan pembayaran saat ini hanya ada pilihan bank transfer. Namun ke depannya Rawdemy memiliki rencana untuk menambah pilihan pembayaran lainnya. Pembagian komisi yang diberlakukan adalah 25% untuk Rawdemy dan 75% untuk instruktur.

“Sejak meluncur saat ini kami telah memiliki sekitar 52 instruktur. Targetnya di kuartal 4 tahun ini kami bisa merekrut sekitar 500 intsruktur untuk bergabung ke dalam platform,” kata Hendriko.

Bolafy Hadirkan Platform NFT untuk Fans Sepak Bola di Indonesia

Perkembangan industri Web3 di Indonesia semakin terlihat dari banyaknya platform pendukung, menjadi realisasi tren yang disinyalir akan menjadi masa depan internet ini. Berbagai kegiatan dan komunitas juga dibentuk untuk mewadahi sosialisasi. Salah satu platform yang memiliki misi untuk mengintegrasi Web3 di sektor olahraga, khususnya sepak bola, adalah Bolafy.

Platform ini didirikan oleh Joseph Bima, seorang lulusan teknik dari Universitas of Massachusetts. Bima mengungkapkan bahwa ide awalnya muncul ketika ia masih mengampu pendidikan di negeri Paman Sam. Ketika itu, Web3 sudah berkembang cukup pesat di sana. Setelah melakukan riset dan menemukan model bisnis, ia menarik salah satu temannya yang masih berstatus mahasiswa ITB untuk mulai menjalankan bisnis ini.

Bima juga mengaku bahwa pengalamannya menyaksikan langsung perkembangan Web3 di AS membuatnya banyak belajar. “Di US, bubble-nya sudah lebih terlihat. Banyak firm Web3 yang akhirnya gagal. Dari situ juga saya analisis kesalahan seperti apa yang berpotensi terjadi jika diimplementasi di Indonesia,” lanjutnya.

Moflip adalah karya pertama Bima yang meluncur di publik, platform ini dibuat untuk mewadahi bisnis sport dan entertainment di ranah Web3. Seiring berjalannya waktu, ia menyadari bahwa akan lebih baik jika memiliki platform yang berbeda untuk menaungi masing-masing industri. “Maka dari itu kita bikin Bolafy untuk sport, dan TiketNFT.com untuk entertainment,” jelas Bima.

Dari industri entertainment, melalui TiketNFT.com, pihaknya telah berhasil mengakomodasi tiket untuk konser ulang tahun ke-30 Dewa 19 di dua kota. Musisi kondang Indonesia ini meminta untuk semua tiket bisa dijadikan NFT, dengan begitu, semua yang hadir memiliki bukti konkret dan semuanya terintegrasi ke web3.

Proposisi nilai

Bolafy sendiri memosisikan diri sebagai “Digital Fans Engagement Platform” yang menawarkan koleksi digital resmi dari kolaborasinya dengan partner. Pihaknya menilai sepak bola sebagai cabang olahraga yang paling berpotensi dengan basis penggemar yang besar dan cukup solid. Selain itu, masih ada peluang yang bisa dimanfaatkan dari turunannya, seperti sepak bola putri dan para legend.

Salah satu proposisi nilai yang juga ditawarkan oleh Bolafy adalah kemudahan dalam melakukan pembayaran. Selama ini, NFT dinilai terlalu eksklusif dan sulit diakses karena sistem pembayaran yang menggunakan kripto. Melalui Bolafy, para fans bola bisa menikmati eksklusifitas dan nilai NFT dengan membayar menggunakan Rupiah dan bisa melihat setiap karya yang mereka beli di OpenSea.

Selain itu, platform ini juga menawarkan program loyalty untuk setiap klub. Setiap pembelian NFT akan mendapat koin yang kemudian bisa ditukarkan dengan hadiah. Ada dua bentukan reward yang bisa ditukarkan, monetary (fisik) dan non-monetary (experience). Perusahaan menilai hal ini sebagai engagement yang dibutuhkan oleh fans.

Pihaknya mengaku bahwa banyak fans yang masih enggan untuk membeli NFT menggunakan kripto karena proses yang cukup panjang. Untuk bisa masuk ke pasar yang sangat besar ini, kita harus bisa menyesuaikan metode dengan permintaan. “Salah satu objektif awal kita adalah untuk memungkinkan penjualan NFT yang mudah dan meminimalisir entry barrier untuk masyarakat yang besar dan menyeluruh,” tambah Bima.

Ia juga mengungkapkan bahwa proses pembelian menggunakan rupiah tidak berbeda dengan menggunakan kripto. Pihaknya menggunakan polygon chain untuk memastikan mekanisme minting tetap terjangkau bagi pengguna. Biaya minting yang dibebankan ke pengguna untuk semua NFT dengan harga 15 ribu – 500 ribu Rupiah adalah sama, yaitu 2 ribu Rupiah. Ini adalah sebuah protokol yang sekaligus jadi nilai tambah platform.

Hingga saat ini, total pengguna Bolafy selama 3 bulan resmi beroperasi ada di angka 9.200 orang yang didominasi oleh fans sepak bola. Bolafy sendiri sudah berkolaborasi dengan PT Liga Indonesia Baru (LIB) untuk memanfaatkan jaringan dari Liga 1 dan sudah merampungkan proyek untuk Piala Presiden.

Di bulan Juli lalu, perusahaan resmi berkolaborasi dengan Persija Jakarta untuk menghadirkan beragam koleksi digital yang special untuk The Jakmania (nama suporter Persija). Persija jadi klub bola pertama yang meluncurkan NFT yang bisa dibeli menggunakan Rupiah.

“Tujuan saya menyediakan layanan ini adalah agar para penggemar bisa mendapat benefit dan reward yang berkelanjutan. Sebagai penyelenggara lokal kita punya kelebihan. Kita tau permintaan klub dan fans bola tanah air. Ini akan jadi tahap pertama, bagaimana kita menawarkan konsep NFT yang terintegrasi web3 namun dengan metode yang relatif konvensional,” ungkap Bima.

Target ke depannya

Bima sendiri mengaku bahwa industri web3 di Indonesia masih di fase awal. Sebagai konsumen, masyarakat sudah difasilitasi berbagai kemudahan untuk masuk ke industri ini. Ketika ada satu terobosan yang bisa membuat orang merasakan dampak dan nilai nyata dari solusi Web3, maka itu akan membuka jalan bagi banyak bisnis lain, bukan hanya sekadar mengikuti tren.

Dari sisi monetisasi, Bolafy menerapkan sistem profit sharing dengan partner-nya. Di tahun ini, perusahaan menargetkan untuk bisa berkolaborasi dengan seluruh klub bola di Liga 1 dan membangun audiens yang sudah teredukasi dan mau berpartisipasi. Di lain sisi, ingin bersinergi dengan PSSI untuk solusi apa yang bisa ditawarkan bagi timnas.

“Sampai akhir tahun kita masih fokus di sepak bola. Setalah sudah tercapai semua turunannya, baru kita bisa memikirkan untuk ekspansi ke cabang olahraga lain yang punya audiens setara, seperti bulu tangkis, voli, atau esports,” jelas Bima.

Di bulan Maret lalu, perusahaan berhasil membukukan pendanaan pre-seed dari Starcamp, sebuah pemodal ventura yang juga mendukung startup dengan model serupa, Kolektibel. Bima mengungkapkan bahwa dana segar senilai SG$200 ribu tersebut telah digunakan untuk membangun platform, merekrut talenta, serta operasional. Saat ini Bolafy masih dalam proses rekrutmen untuk menambah tim yang saat ini berjumlah 12 orang.

Kuelap Sajikan Platform Digitalisasi Koperasi

Masih belum teraturnya manajemen koperasi di Indonesia menjadi landasan bagi Kuelap untuk membangun platform yang mendigitalkan proses bisnis di dalamnya. Berbasis di Seattle, Amerika Serikat, Indonesia menjadi negara pertama di Asia yang dikunjungi oleh Kuelap.

Selain Indonesia, Kuelap juga sudah hadir di India dan beberapa negara di Amerika Selatan. Indonesia menjadi negara yang tepat untuk disambangi, dilihat dari banyaknya koperasi di pelosok daerah hingga kota-kota besar.

Besarnya jumlah koperasi saat ini tidak dibarengi dengan adopsi teknologi yang tepat. Masih banyak koperasi yang kemudian menggunakan cara konvensional seperti menulis semua laporan secara manual hingga masih menggunakan file Excel. Kuelap hadir menawarkan teknologi seperti laporan real-time, dashboard yang didukung dengan BI Analytics hingga jaminan keamanan.

Harapannya Kuelap bisa menerapkan standar yang tepat untuk koperasi, sehingga mereka bisa menjaga dan pemasukan mereka memanfaatkan teknologi. Saat ini Kuelap telah terdaftar, diawasi, dan berkolaborasi dengan Kementerian Koperasi dan UKM serta Indonesian Consortium for Cooperatives Innovation (ICCI).

“Kami resmi meluncur akhir tahun 2019 lalu di Indonesia. Namun karena pandemi kami mengalami kesulitan untuk fokus kepada bisnis. Berbeda dengan platform lainnya yang menawarkan paylater hingga P2P, kami fokus kepada koeprasi simpan pinjam,” kata Chief Revenue Officer Kuelap Indonesia Hanung P. Semiartedy.

Sebelumya ada Djoin dan Kodi yang juga memperkenalkan diri sebagai startup SaaS yang memberikan layanan untuk pengelola koperasi. Djoin sendiri baru-baru ini mengumumkan perolehan pendanaan pra-awal dari sejumlah angel investor, nilanya mencapai 14,5 miliar Rupiah.

Faktor kepercayaan dan kekeluargaan koperasi Indonesia

Koperasi di Indonesia yang kebanyakan dijalankan oleh organisasi, komunitas, dan lingkungan warga sekitar, hingga saat ini masih menjadi tujuan pertama bagi pelaku UMKM yang membutuhkan tambahan modal hingga kebutuhan lainnya. Namun demikian masih banyak dari koperasi tersebut yang menjalankan bisnis mengandalkan faktor kepercayaan dan kekeluargaan. Artinya tidak adanya ketegasan atau hukuman yang kemudian diberikan kepada anggota koperasi jika melanggar.

Dengan fitur dashboard yang bisa dikelola langsung oleh koperasi, semua pencatatan laporan dan informasi relevan lainnya, bisa dilihat secara langsung. Dengan demikian ke depannya memungkinkan bagi koperasi untuk mendapatkan pinjaman dari pihak luar seperti perbankan dan multifinance, jika pembukuan mereka rapi dan teratur.

Sementara untuk anggota, memanfaatkan aplikasi mobile bisa dilakukan proses pembayaran, pembelian dan lainnya serupa dengan aplikasi yang dimiliki oleh perbankan.

“Untuk monetisasi kita menerapkan kepada pemodal atau mereka yang memberikan pinjaman. Sementara untuk anggota setiap pinjaman yang bisa mereka dapatkan kami mengenakan komisi sekitar 1%,” kata Hanung.

Saat ini Kuelap telah memiliki sekitar 100 koperasi yang telah menjalin kemitraan dengan mereka. Setelah awalnya fokus kepada wilayah Jawa Barat, tahun ini Kuelap mulai fokus untuk mengakuisisi lebih banyak koperasi dan anggotanya di Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali.

Bagi mereka yang tertarik untuk bergabung bersama Kuelap, dipastikan telah memiliki izin resmi, termasuk dalam kategori koperasi yang aktif dan kerap melakukan rapat anggota hingga laporan yang telah diaudit. Saat ini Kuelap belum melayani koperasi syariah.

Dengan sistem yang ditawarkan, antara lain kemudahan mengurus koperasi, kemudahan memantau kondisi kesehatan koperasi melalui beragam indikator yang akurat, aplikasi layanan transaksi digital dan aplikasi untuk pengurus koperasi yang dapat diakses secara online dan offline, termasuk daerah terpencil.

“Sejak awal kami telah melakukan edukasi hingga memudahkan koperasi dan anggotanya untuk menggunakan teknologi Kuelap. Tahun ini kami memiliki rencana untuk melakukan perluasan layanan secara agresif,” kata Hanung.

Perluas kolaborasi dengan pemerintah dan pihak lainnya

Untuk bisa memperluas layanan, Kuelap memiliki rencana untuk terus menjalin kolaborasi strategis dengan pemerintah. Di sisi lain kerja sama strategis dengan startup hingga perusahaan teknologi juga akan terus dilakukan, untuk memperkaya aplikasi mobile yang digunakan oleh anggota mereka.

Disinggung apa yang membedakan Kuelap dengan platform serupa lainnya, Hanung menegaskan meskipun memiliki fitur yang hampir mirip, namun dengan teknologi BI Analytics yang mereka miliki, bisa membantu pemodal melakukan credit scoring kepada anggota koperasi yang membutuhkan modal.

Produk dan layanan Kuelap sendiri memang secara khusus didesain untuk memberikan kemudahan dan membantu proses transformasi digital bagi koperasi. Kuelap berkomitmen untuk terus mendukung Koperasi Go Digital. Kuelap memberikan produk layanan yang mempercepat pertumbuhan koperasi di Indonesia melalui kemudahan bagi koperasi dan anggota koperasi.

“Selain melakukan ekspansi ke beberapa wilayah, Kuelap Indonesia juga memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana. Saat ini Kami berada dalam naungan Mifos Initiative yang didirikan oleh salah satu petinggi di Microsoft, Paul Maritz,” kata Hanung.

Aplikasi Newfemme Hadirkan Informasi Kesehatan dan Gaya Hidup Perempuan

Berdasarkan data yang dirilis Kemendagri tahun 2021 menyebut jumlah penduduk perempuan Indonesia lebih dari 135 juta jiwa atau 49,5 % dari total jumlah penduduk. Data lain dari Survei Indeks Literasi Digital Nasional 2021 menyebutkan, 56,6 % pengguna internet di Indonesia adalah perempuan, lebih tinggi dari angka pengguna internet berjenis kelamin laki-laki.

Tingginya jumlah perempuan Indonesia saat ini, kemudian memotivasi Newfemme untuk berdiri dan menjadi sahabat perempuan Indonesia dalam mengakses informasi seputar kesehatan, gaya hidup, info terkini, sampai life hacks. Diluncurkan pada tahun 2021 lalu, platform tersebut memiliki misi meningkatkan kesadaran peduli kesehatan perempuan.

Setelah sebelumnya dapat di akses melalui website, kini Newfemme meluncurkan aplikasi mereka yang sudah bisa diunduh di Play Store.

“Newfemme hadir sebagai aplikasi yang paling mengerti wanita. Aplikasi yang dapat menolong para wanita, dan mencerdaskan mereka di setiap fase kehidupan mereka. Baik ketika mereka masih gadis dan baru mulai menstruasi, fase ketika mereka berpacaran, fase ketika menikah, fase ketika mengandung dan melahirkan, fase mendidik anak, sampai kepada hingga mereka menua dan menopause,” kata CEO Newfemme Grace.

Selain merangkum artikel yang diproduksi internal, Newfemme juga memberikan kesempatan kepada masyarakat umum untuk berkontribusi berbagi insight lewat layanan UGC (User Generated Content) yang ada diaplikasi. Melalui program bernama “Sahabat Pena Newfemme”, program tersebut membantu penulis-penulis lepas dalam memuat karyanya dan mendapat reward berupa saldo e-wallet setiap tulisannya dimuat oleh Newfemme. Saat ini sudah ada sekitar 1.000 penulis lepas yang bergabung.

Untuk memperluas jumlah pengguna, Newfemme juga memiliki rencana untuk menjalin kerja sama strategis dengan komunitas. Melalui Newfemme, tidak ada informasi yang tabu untuk dibagikan. Karena informasi itu nantinya akan berguna dan justru menjadi pembelajaran berharga bagi perempuan di komunitas Newfemme.

“Selain fokus kepada pasar Indonesia, Newfemme juga memiliki rencana untuk bisa melakukan ekspansi di negara Asia Tenggara lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Filipina,” kata Grace.

Di Indonesia sendiri, sebelumnya juga sudah ada platform yang fokus pada konten gaya hidup dan isu-isu seputar perempuan. Beberapa di antaranya Female Daily, Magdalene, IDN Media (Popbela, Popmama), dan sejumlah lainnya.

Fitur konsultasi dan gamifikasi

Untuk memberikan informasi yang lebih mendalam, Newfemme juga memiliki fitur konsultasi dengan dokter bersertifikat yang bisa diakses secara on-demand. Saat ini mereka sudah memiliki dua dokter untuk fitur konsultasi. Ke depannya mereka juga memiliki rencana untuk menambah jumlah dokter yang ada. Di fase awal, konsultasi tersebut masih diberikan secara cuma-cuma oleh Newfemme.

Newfemme juga akan meluncurkan beberapa fitur baru, seperti fitur Pregnancy Monitoring yang akan membantu calon ibu dalam mengawasi kandungannya dan tetap sehat selama masa kandungan, serta fitur konten video multiplatform yang akan membahas berbagai hal tentang wanita. Untuk layanan ini startup lain yang memberikan layanan serupa salah satunya Tentang Anak.

Tidak hanya sebagai platform konsultasi dan monitoring kesehatan, Newfemme juga menyediakan fitur tambahan seperti game interaktif Makeover Glow Up dan Podcast NewFM yang kini juga dapat didengarkan di website Newfemme dan juga Spotify. Semua fitur dan permainan yang ada di Newfemme bisa digunakan secara gratis dengan penukaran sejumlah koin Newfemme.

Untuk mendapatkan koin Newfemme, pengguna dapat merekomendasikan ke pengguna lainnya, bisa juga dengan membagikan artikel dan podcast di media sosial mereka, hingga melakukan daily login ke aplikasi dan permainan. Konsep tersebut serupa dengan yang ditawarkan oleh marketplace saat ini.

“Kami yakin Newfemme akan menjadi aplikasi pelopor bagi wanita Indonesia yang dapat menjawab kebutuhan dan tantangan wanita saat ini dan masa mendatang. Dengan interaksi, konsultasi, dan konten yang berkualitas, Newfemme bahkan akan mampu menjadi panduan hidup dan mencerdaskan kita, para wanita Indonesia,” tutup Grace.

Application Information Will Show Up Here

Pingtar Andalkan Chatbot untuk Pembelajaran Pemasaran Digital

Pemasaran digital (digital marketing) merupakan salah satu pekerjaan yang paling banyak dibutuhkan oleh perusahaan untuk menarik konsumen dan calon konsumen secara cepat. Pasalnya, penerimaan teknologi dan internet di masyarakat yang luas membuat kegiatan pemasaran secara digital kini dijadikan pilihan utama oleh perusahaan.

Akibatnya, perusahaan saling berkompetisi membuat konten yang menarik untuk dipajang di berbagai platform digital. Beberapa contoh teknik pemasaran yang termasuk dalam bidang ini adalah SEO (Search Engine Optimization), periklanan online seperti FB ads dan Google Ads, promosi media cetak, iklan televisi dan radio, billboard elektronik, email marketing, mobile marketing, dan lainnya.

Seluruh keahlian tersebut, tentunya harus dikuasai oleh calon talenta yang ingin mendalami pekerjaan di bidang pemasaran digital. Tak terlepas juga para pemilik bisnis UMKM yang ingin membesarkan usahanya ke tingkat lebih lanjut. Pingtar menawarkan solusi belajar pemasaran digital yang tidak perlu harus datang dan ikut kelas online secara rutin, cukup melalui chatbot yang diakses melalui WhatsApp.

Inspirasi merintis Pingtar datang dari keinginan Marsha Hamdani dan Arvinda Tripradopo yang dekat dengan lanskap pelatihan pemasaran digital di organisasi yang menaungi mereka berdua. Arvinda sudah berkecimpung di ranah teknologi dan pemasaran selama lebih dari 15 tahun. Ia merintis dan memimpin sebuah jasa konsultasi Digital Marketing bernama SkytreeDGTL sejak 2015.

Sedangkan Marsha bergabung dengan Skytree setahun berikutnya sebagai Digital Strategist. “Di Skytree, kami berdua sudah membantu berbagai organisasi di tingkat maturitas dan industri dalam proses digital marketing-nya, baik menangani pembuatan roadmap digital, memimpin eksekusi, dan memberikan pelatihan serta konsultasi untuk pelaku bisnis,” ucap Marsha saat dihubungi DailySocial.id.

Dari pengalamannya di perusahaan sebelumnya, mereka melihat langsung bagaimana Digital Marketing bisa membantu pertumbuhan bisnis di berbagai industri dan ingin mengakumulasikan pengetahuan yang sudah dikumpulkan tersebut untuk lebih banyak pelaku bisnis. Maka dari itu, pada 2018, merilis unit bisnis bernama TalkDGTL yang difokuskan untuk pelatihan Digital Marketing.

“Saat itu model bisnisnya masih berupa pelatihan langsung, jadi kami dan beberapa tenaga ahli Skytree jadi pembicara di berbagai seminar, workshop, dan sesi training. Tapi selama ini beroperasi, kami sadar bahwa sebetulnya model bisnis ini sulit di-scale up, apalagi banyak kompetitor. Akhirnya pada awal 2021, Talk DGTL akhirnya dihentikan karena rasanya belum berhasil menjangkau skala edukasi yang diinginkan.”

Pada tahun yang sama pula, ia dan Arvinda mulai mempelajari teknologi WhatsApp chatbot yang mulai masuk. WhatsApp sendiri adalah platform komunikasi yang banyak digunakan orang di seluruh dunia untuk melakukan kegiatan apapun, termasuk pemasaran. Dari sisi perusahaan WhatsApp itu sendiri, sudah membuka pintu bagi pengembang untuk mengakses API-nya secara resmi.

“Nah dari sanalah kami mulai melakukan riset lebih lanjut tentang teknologi ini. Karena teknologi ini bisa menjadi solusi terhadap skalabilitas dan aksesibilitas yang menjadi masalah di TalkDGTL dan organisasi pelatihan serupa pada saat ini. Kami berdua jadi mulai serius membahas Pingtar di akhir tahun ini.”

Produk Pingtar

Pingtar membagi solusinya menjadi dua model bisnis, yakni direct-to-consumer (D2C) dan B2B. Marsha menjelaskan, untuk produk D2C, produk Pingtar akan ditawarkan sebagai pilihan metode pembelajaran baru melalui WhatsApp. Peserta modul bisa mendaftarkan diri untuk sebuah topik Digital Marketing yang ingin dipelajari melalui situs dan mendapat kiriman modul langsung di WhatsApp mereka.

“Chatbot akan menggantikan posisi seorang coach Digital Marketing, sehingga peserta dapat berinteraksi secara terbatas untuk mendapatkan rekomendasi yang dipersonalisasi sesuai kondisi bisnis mereka.”

Model pertama ini akan dirilis dalam waktu dekat, dan menawarkan produk ini dengan model Freemium. Jadi akan ada modul dasar yang ditawarkan secara gratis dan pilihan untuk beli modul premium secara satuan. Harganya akan dibuat sangat terjangkau karena ingin menjangkau pebisnis UMKM di seluruh pelosok.

“Patokan kami, pembelian satu modul tidak boleh lebih mahal dari harga belanja kopi di kafe-kafe di Jakarta, dan ini masih memiliki margin yang sehat karena pelatihan Pingtar menggunakan teknologi chatbot, bukan mengandalkan pelatih.”

Kedua, untuk B2B hadir karena pihaknya menyadari bahwa metode micro learning melalui WhatsApp bisa menjadi pilihan menarik bagi organisasi yang ingin meningkatkan efektivitas dari sistem Knowledge Management (KM) saat ini. Bagi pengguna bisnis, Pingtar akan bantu organisasi mentransformasi konten dan/atau sistem KM yang sudah ada ke dalam format WhatsApp dengan biaya instalasi dan langganan platform.

Dalam versi awal ini, Marsha mengaku masih bekerja sama dengan pihak ketiga solusi chatbot, sembari memastikan efisiensi biaya dan kecepatan waktu peluncuran produk. Oleh karenanya itu pula, model pembelajaran awal di Pingtar akan lebih banyak mengandalkan guided-learning, artinya peserta akan mendapatkan arahan yang agak kaku dalam interaksinya dengan chatbot. “Chatbot juga belum bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan langsung saat ini.”

Kendati begitu, pengembangan chatbot secara in-house rencananya akan jadi salah satu prioritas utama perusahaan setelah tahap validasi model bisnis dengan dukungan finansial yang lebih kuat. Selain itu, untuk mengurangi ketergantungan terhadap pihak ketiga, fitur-fitur yang khusus untuk proses belajar pun bisa langsung ditambahkan.

Diferensiasi dan rencana berikutnya

Bisa dikatakan solusi pelatihan berbasis WhatsApp yang ditawarkan Pingtar pertama di Indonesia. Kelebihan ini juga membuat Pingtar dapat diakses di mana pun, bahkan di daerah tanpa akses internet yang stabil sekalipun. Pebisnis di daerah seringkali kesulitan mengakses pelatihan secara online.

“Menggunakan format berbasis teks, Pingtar jadi jauh lebih fleksibel dibandingkan dengan model video-based learning, livestream coaching, atau pelatihan offline yang saat ini tersedia di pasar. Ini juga sebabnya kami menggunakan WhatsApp yang sudah familiar digunakan oleh siapa pun melalui telepon pintarnya.”

Dari sisi pengembangan modul, dikembangkan sendiri oleh tim Pingtar yang dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan pengalaman ekstensif di bidang tersebut. Meski demikian, tim berencana untuk merangkul berbagai ahli di bidang bisnis lain yang bisa berkontribusi ke modul-modul Pingar dengan model royalti.

Selain itu, sambungnya, materi pembelajaran dibangun dengan konteks UMKM di Indonesia. Lantaran, kebanyakan pelatihan umumnya menyasar kapabilitas yang sangat umum atau sangat spesifik, sehingga sering kali sulit dipahami oleh UMKM. “Model pembelajaran melalui WhatsApp ini masih sangat sedikit atau bahkan belum ada baik secara nasional maupun global.”

Produk Pingtar saat ini belum dirilis ke publik, masih dalam proses akhir pengembangan produk D2C. Pra-rilis rencananya akan diadakan pada Agustus mendatang. Nantinya perusahaan akan memberikan kesempatan bagi lebih dari 100 pemilik UMKM di Jakarta untuk mencoba dan memberikan masukan untuk Pingtar secara gratis. “Rilis publik untuk model D2C sendiri rencananya awal Oktober 2022.”

Setelah pra-rilis dan rilis publik berhasil dilewati, Marsha meyakini pihaknya akan mendapat validasi bisnis awal yang dibutuhkan untuk proses pengembangan berikutnya. Bila hasilnya positif, Pingtar akan diakselerasi skala operasionalnya agar dapat menjangkau UMKM di seluruh pelosok.

“Sampai tahapan pengembangan produk ini, Pingtar masih 100% self-funded. Namun, kami memang dalam proses diskusi dengan beberapa VC untuk mendapatkan pendanaan lebih lanjut, terutama untuk mendukung peningkatan skala besar-besaran selepas validasi pasar,” pungkas Marsha.

VC Hendra Kwik Berpartisipasi ke Pendanaan Startup SaaS No-Code “Fieldproxy”

Startup SaaS pengembang platform no-code Fieldproxy mengumumkan penerimaan dana pra-seri A senilai $750 ribu (sekitar 11,2 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Y Combinator (W22 Batch), diikuti jajaran investor lainnya, yakni Number Capital, Mars Shot Ventures, Kevin Moore, dan Abheek Basu. Investor sebelumnya, seperti LetsVenture, 2am VC, magic.fund, serta angel investor dari sejumlah perusahaan di India turut serta dalam penyertaan modal.

Number Capital dan MAGIC merupakan unit ventura yang turut dinakhodai oleh Hendra Kwik, atau dikenal sebagai founder Payfazz. Di Number Capital ia berperan sebagai Founding Partner, sementara di MAGIC sebagai LP dan Partner.

Sejauh ini perusahaan berhasil mengumpulkan dana sebesar $1,05 juta. Adapun dana segar akan dimanfaatkan untuk meningkatkan upaya go-to-market (GTM).

Didirikan pada 2020 oleh Swaroop Vijayakumar, alumnus IIM Kozhikode, dan Balakrishna B, alumnus BITS Pilani di India, Fieldproxy menyediakan platform tanpa kode berbasis web yang memungkinkan bisnis merampingkan dan menyederhanakan interaksi internal mereka dengan tim lapangan di industri seperti bidang jasa, barang konsumsi, farmasi, energi, atau telekomunikasi.

Co-Founder Razorpay & Partner Mars Shot Ventures Shashank Kumar menuturkan, pihaknya senang dapat mendukung FieldProxy untuk mewujudkan visi mereka yang memungkinkan manajemen kekuatan lapangan yang mudah. “Manajemen kekuatan lapangan yang efisien adalah peluang besar di seluruh industri dan kami percaya bahwa FieldProxy berada di posisi yang kuat untuk mendisrupsi industri melalui platform tanpa kode mereka dan menggunakan template berbasis kasus,” katanya melalui keterangan resmi, Rabu (13/7).

Penjelasan Hendra Kwik tentang investasi ini

Founding Partner Number Capital Hendra Kwik menyampaikan, Fieldproxy adalah investasi perdana Number Capital di India. Pihaknya merasa terhormat dapat bermitra dengan Swaroop, Balakrishna, dan tim untuk membangun “Salesforce for Field Teams” di India. Timnya percaya pada tesis bahwa India akan menciptakan banyak startup SaaS besar dengan potensi kuat untuk ekspansi pasar global, mengingat negara tersebut kini dikenal sebagai produsen SAAS.

“Berikutnya, pangsa pasar yang besar karena terjadi inefisiensi, dan potensi ekspansi pasar global setelah dominasi India, adalah tiga alasan utama mengapa kami memutuskan untuk berinvestasi di Fieldproxy,” kata Hendra.

Menurut Hendra, Fieldproxy yang berbasis di Chennai, satu lokasi dengan basis operasional Freshworks yang terdaftar di NASDAQ, membawa optimisme yang tinggi bahwa Fieldproxy akan mengikuti kesuksesan Freshworks di tahun-tahun mendatang. “Manajemen tim lapangan adalah pasar yang sangat besar namun masih sangat tidak efisien, tidak terorganisir, manual, dan sangat bergantung pada pulpen dan kertas. Pendekatan perangkat lunak tanpa kode dari Fieldproxy akan meningkatkan efisiensi tim lapangan dan membantu perusahaan menghemat miliaran dolar,” tambah dia.

Mengomentari soal penggalangan dana, Co-founder & CEO Fieldproxy Swaroop Vijayakumar mengatakan, pihaknya senang karena bergabungnya sejumlah investor kelas dunia dan mengumpulkan dana yang dibutuhkan untuk mempercepat mimpi Fieldproxy untuk untuk mengubah industri lapangan pertama dengan menyediakan kualitas terbaik, solusi kekuatan tanpa kode untuk jutaan bisnis.

“Setelah kami meningkatkan upaya GTM kami, Fieldproxy tidak hanya bertujuan untuk melayani lebih banyak pelanggan perusahaan, tetapi juga bekerja untuk meningkatkan pustaka template siap pakai untuk membantu bisnis bergabung dan membangun solusi mutakhir dalam hitungan menit,” kata Vijayakumar.

Solusi no-code dari Fieldproxy

Menurut data yang dikutip Fieldproxy, permintaan global akan solusi berbasis teknologi meningkat di antara 5 juta pemilik bisnis di lapangan yang kehilangan sekitar 20% pendapatan mereka. Alasannya karena proses yang tidak efisien dan kurangnya visibilitas ke pelanggan, kontrak, pembayaran, atau teknisi lapangan mereka. Platform tanpa kode Fieldproxy membantu organisasi ini melindungi pendapatan mereka dan mengembangkan bisnis mereka.

Co-founder & CTO Fieldproxy Balakrishna B menyatakan, “Pendekatan tanpa kode untuk mengelola tim lapangan adalah yang pertama di industri dan membantu bisnis tradisional di industri seperti FMCG, farmasi, dan layanan lapangan, menyebarkan aplikasi dengan cepat untuk merampingkan tenaga kerja mereka di lapangan tanpa biaya tambahan untuk menjalankan dan mengelola tim pengembangan yang terpisah. Ini membantu mereka fokus pada bisnis inti mereka.”

Secara terpisah, saat dihubungi DailySocial.id, Vijayakumar menyampaikan, meski kantor pusatnya di India, pihaknya sudah menjalin kerja sama bisnis dengan beberapa UKM di Indonesia. Ke depannya, pada 12-18 bulan mendatang, fokus perusahaan akan ekspansi ke kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.

“Hal ini kami pilih mengingat pasar ini sangat mirip dengan India. Hal ini berlaku terutama di industri tempat kami beroperasi – barang konsumsi, farmasi, dan ruang servis rumah di mana sebagian besar operasi masih dijalankan melalui WhatsApp atau pulpen atau kertas dan tidak dalam bentuk digital,” pungkas dia.

Potensi no-code

Di Indonesia, startup pengembang platform no-code, sudah ada beberapa yang hadir. Mereka adalah Typedream dan Feedloop. Kemudahan yang ditawarkan membuat platform no-code, atau sering juga disebut low-code, berkembang pesat. Di kancah global, saat ini banyak sekali platform berbasis SaaS yang menawarkan kapabilitas serupa untuk berbagai kebutuhan spesifik.

Menurut temuan hasil survei Appinventiv, layanan no-code banyak diminati oleh pebisnis lantaran memudahkan langkah mereka melakukan inovasi dan transformasi. Seperti diketahui, bisnis dituntut untuk secara tangkas melakukan transformasi digital dengan go-online. Proses pengembangan manual dapat memakan waktu panjang untuk perusahaan yang baru memulai langkah tersebut, karena harus melakukan banyak tahapan, mulai perencanaan hingga perekrutan staf ahli di bidang pemrograman.

Potensi ini membawa nilai pasar layanan tersebut mencapai $45,5 miliar pada tahun 2025 mendatang. Varian platform yang ada tidak hanya memfasilitasi kebutuhan spesifik perusahaan besar, melainkan juga kepada UMKM yang ingin meningkatkan kehadirannya secara online atau meminimalkan friksi dalam kegiatan operasionalnya.

Mendalami Fokus Bisnis OCTOPUS, Platform Agregator Daur Ulang

Menerapkan ekosistem ekonomi sirkular berbasis teknologi, OCTOPUS hadir sebagai platform agregator yang bisa dimanfaatkan oleh industri terkait untuk mendapatkan sampah daur ulang dari pemulung dan pengepul. Layanan ini telah memulai operasionalnya di kota lapis 2 dan 3.

Tercatat layanan mereka telah menjangkau hampir 200 ribu pengguna yang tersebar di lima kota besar di Indonesia, yaitu Jakarta, Tangerang Selatan, Bandung, Bali, dan Makassar. OCTOPUS juga telah bekerja sama dengan lebih dari 1.700 bank sampah dan 14.600 pemulung terlatih dan terverifikasi (mereka menyebutnya dengan “pelestari”).

Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO OCTOPUS Moehammad Ichsan mengungkapkan, persoalan daur ulang di tanah air memiliki potensi besar. Namun demikian besarnya permintaan dari kalangan industri tidak bisa dibarengi dengan persediaan yang ada. Meskipun saat ini jumlah pemulung hingga pengepul banyak di berbagai lokasi, namun banyaknya lapisan atau proses penjualan yang harus dilalui oleh para pengepul, menyulitkan bagi mereka untuk bisa menjual langsung.

“Dari sisi para pelestari dan pengepul, kami juga melihat masih adanya trust issue di antara mereka. Dengan alasan itulah OCTOPUS ingin menjadi platform yang bisa memberikan standardisasi untuk harga penjualan hingga volume yang sesuai antara pengepul dan pelestari,” kata Ichsan.

Untuk memangkas lapisan yang diklaim sudah terlalu berlapis hingga menyulitkan industri mendapatkan barang secara langsung, OCTOPUS memberikan kesempatan bagi para pengepul untuk bisa menjual semua barang daur ulang yang telah mereka dapatkan dari para pelestari langsung kepada industri.

OCTOPUS juga bisa memberikan rekomendasi kepada para pengepul menyesuaikan skala usaha mereka. Untuk pengepul yang masih dalam skala kecil disarankan bisa fokus kepada barang seperti plastik. Sementara mereka yang sudah dalam kategori menengah bisa fokus kepada barang kardus. Dan untuk usaha pengepul yang masuk dalam kategori besar bisa fokus kepada barang tertentu seperti sampah daur ulang elektronik.

“Konsepnya kita mempertemukan sektor informal, yaitu pelestari dan juga pengepul yang melakukan jual-beli barang, tujuannya untuk meningkatkan keuntungan mereka. Dengan menjembatani langsung antara industri dan sektor informal tersebut, kita menciptakan solusi sebagai agregator yang memiliki impact ke lingkungan hingga ekonomi sosial dengan menyelesaikan persoalan di supply chain,” kata Ichsan.

Kembangkan aplikasi dan dasbor

Agar tujuan bisa mencapai target yang sesuai sekaligus mendapatkan profit yang berkelanjutan, OCTOPUS kemudian mengembangkan 3 aplikasi yang bisa digunakan oleh pelestari, pengepul, dan konsumen. Sementara untuk brand hingga perusahaan FMCG yang ingin memanfaatkan data yang diperoleh dari para pelestari di berbagai lokasi konsumen, mereka juga menyediakan pengolahan data.

Untuk saat ini strategi monetisasi yang dijalankan adalah B2B. OCTOPUS masih fokus memenuhi permintaan industri lewat dasbor pengolahan data.

Namun untuk membantu pelestari mendapatkan kesempatan langsung penjemputan sampah daur ulang dari konsumen, disiapkan juga aplikasi yang bisa digunakan oleh pelestari dan konsumen secara on-demand. Reward yang diterima oleh konsumen nantinya berupa poin yang bisa ditukar untuk pembelian pulsa, token listrik, hingga pembelian produk F&B.

Sebagai lulusan Grab Velocity Ventures (GVV) Batch 4, OCTOPUS juga menawarkan penukaran poin untuk layanan yang ada di Grab seperti GrabBike, GrabMart, dan lainnya.

Selain itu bagi pelestari yang berhasil melakukan penjemputan sampah daur ulang langsung ke rumah konsumen, nantinya akan diberikan rekomendasi tempat penjualan barang atau pengepul yang relevan. Sehingga mereka bisa mendapatkan keuntungan lebih dengan melakukan penjualan kepada lebih dari satu pengepul.

“Untuk pengepul juga kami berikan kesempatan untuk mengembangkan bisnis mereka dengan mendapatkan modal dari Bank BJB hingga KemenkopUKM. Dengan [interest] rate yang jauh lebih kompetitif dibandingkan dengan perbankan, para pengepul nantinya bisa melakukan scale-up melalui bantuan modal tersebut,” kata Ichsan.

Bersama dengan Pemprov. DKI, OCTOPUS juga telah melakukan kerja sama strategis untuk bisa memanfaatkan bank sampah yang dikelola oleh pemerintah setempat. Termasuk lewat pendirian OCTOPOINT sebagai bagian dari ekosistem OCTOPUS di M Bloc Space Jakarta Selatan. Kini warga Jakarta dapat mengakses layanan tanpa biaya ini untuk memilah, mengumpulkan dan mengelola sampah rumah tangga mereka.

“Setelah memulai dari kota di lapis 2 dan 3, tahun ini OCTOPUS akan mulai fokus mengembangkan layanan di kota lapis 1 yaitu Jakarta dan sekitarnya. Harapannya kami juga akan memperluas layanan ke Jawa Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat,” kata Ichsan.

Pendanaan awal dari Openspace Ventures

Sejak awal, misi OCTOPUS membantu para produsen melacak, memilah, dan mengumpulkan produk pasca-konsumen. Sejalan dengan slogan ‘Solusi Daur Ulangmu’, aplikasi OCTOPUS memberikan kemudahan bagi pengguna dalam mengelola sampah, sehingga menjadi salah satu solusi untuk mendorong masyarakat membuang sampah atau barang bekas pakai dengan tepat.

Hingga saat ini OCTOPUS masih menjadi pemain pertama yang menyediakan layanan ini. Dengan alasan itulah akhirnya Openspace Ventures bersedia untuk memberikan pendanaan awal.

Meskipun mengaku masih memiliki runway yang cukup dan telah mendapatkan profit, perusahaan masih memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana tahapan selanjutnya.

“Setelah mendapatkan dana segar dari Openspace Ventures, kami memiliki rencana untuk menambah jumlah tim dan fokus kepada pengembangan produk, terutama pengembangan 3 aplikasi dan data dashboard yang kami miliki,” kata Ichsan.

Application Information Will Show Up Here