Startup Konstruksi AMODA Terima Suntikan Dana Pra-Awal dari East Ventures

Startup properti dan konstruksi AMODA, hari ini (8/7) mengumumkan telah meraih pendanaan pra-awal dengan nominal dirahasiakan yang dipimpin East Ventures. Perusahaan akan memanfaatkan dana untuk meningkatkan fasilitas manufaktur, perbesar tim, dan berinvestasi pada R&D.

Co-founder dan CEO AMODA Robin Yovianto menuturkan, selama ini konstruksi komersial adalah sektor yang telah lama ada dan menyimpan banyak potensi untuk menyelesaikan masalah-masalahnya. AMODA hadir untuk merevolusi sektor ini dengan menyediakan integrasi konstruksi dan teknologi yang lebih baik.

“Kami percaya bahwa AMODA berada pada barisan terdepan yang membawa masyarakat menuju kehidupan yang lebih baik, melalui jaminan dari ketenangan pikiran. Dana dari East Ventures akan mempercepat misi kami untuk membawa lebih banyak dampak sosial dan ekonomi untuk Indonesia,” ucapnya dalam keterangan resmi.

Ia merinci beberapa masalah di konstruksi, seperti kurangnya tenaga kerja terampil, minimnya transparansi dan keandalan spesifikasi, pengawasan, dan dokumentasi, serta tidak ada standarisasi bahan, anggaran dan estimasi waktu. Seluruh masalah ini menyebabkan eksekusi yang berisiko tinggi, inefisiensi waktu dan biaya, dan pengalaman keseluruhan yang tidak menyenangkan.

Oleh karena itu, Robin dan rekannya Agusti Salman Farizi (President) terdorong untuk merintis AMODA pada 2021. AMODA menghilangkan masalah dalam proses konstruksi konvensional dengan menyederhanakan proses melalui integrasi teknologi digital, sehingga hemat biaya, bebas kerumitan, dan efisien secara waktu. Solusi ini hadir untuk individu dan bisnis, baik skala kecil maupun skala besar.

Layanan AMODA

Produk AMODA adalah ErgaPods dan ErgaBox. Keduanya mengadopsi konsep prefabrikasi, yakni metode konstruksi yang dilakukan dengan memfabrikasi komponen-komponen bangunan di pabrik dan kemudian dibawa ke lokasi untuk pemasangan dan pendirian bangunan.

Serta, bangunan modular, yakni bangunan yang dibentuk melalui proses panelisasi. Setiap komponen bangunan akan di rakit di pabrik (off site) dalam bentuk panel, dan kemudian panel-panel ini akan disatukan menjadi sebuah bangunan. Pada konstruksi ini, panel/modul juga sangat memungkinkan untuk dikustomisasi. Sehingga keunggulan dari kedua konsep tersebut adalah proses simpel, efisien secara waktu, hemat biaya, kualitas andal, fleksibel, dan sedikit limbah.

“AMODA telah membawa dampak yang berarti bagi siapa pun yang ingin memulai bisnis, dengan mengurangi risiko yang harus ditanggung oleh para pengguna karena memungkinkan mereka untuk melakukan trial and error; hingga berpindah dari satu lokasi ke lokasi lainnya.”

Robin melanjutkan, dalam mengembangkan R&D ada dua fokus yang akan dilakukan perusahaan. Pertama, dari sisi produk, ingin perluas batas aset konstruksi, menciptakan lebih banyak produk untuk memenuhi kebutuhan yang berbeda, dan menghadirkan produk yang semakin hemat secara waktu dan biaya. Kedua, dari sisi teknologi, menghadirkan lebih banyak fitur untuk memudahkan pengalaman digital pengguna secara end-to-end.

“Kami bersemangat akan inovasi yang dihadirkan oleh tim AMODA ke pasar desain dan konstruksi properti di Indonesia. Para pendiri AMODA memiliki pengalaman relevan dan kuat baik secara lokal maupun global. Hal tersebut membuat kami yakin bahwa era pembangunan properti yang lebih efisien di Indonesia akan segera hadir,” kata Partner East Ventures Melisa Irene.

Hingga pertengahan tahun ini, AMODA mengklaim telah melipatgandakan pendapatannya dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kemajuan ini juga turut dikombinasikan dengan pertumbuhan adopsi pengguna, ditandai dengan pemerolehan klien 50% lebih cepat. Rata-rata kliennya adalah usaha kuliner, namun juga tak lepas dari bisnis korporat, pengembang properti, dan startup.

Juragan Material Raih Pendanaan Awal 60 Miliar Rupiah Dipimpin Go-Ventures

Infrastruktur yang kokoh, lengkap, dan menyeluruh merupakan fondasi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan transformasi. Dalam proses pembangunan konstruksi, pengadaan barang/jasa kerap menjadi rintangan tersendiri. Berbagai upaya dan inovasi dilakukan untuk membuat proses ini lebih efektif, efisien, adil, terbuka, transparan, dan akuntabel; salah satunya melalui “Juragan Material”.

Platform teknologi konstruksi asal Indonesia ini telah berhasil meraih pendanaan tahap awal (seed) sebesar $4 juta atau sekitar 60 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Go-Ventures. Turut berpartisipasi dalam putaran ini Susquehanna International Group (SIG).

Dana segar ini rencananya aka digunakan untuk mengembangkan timnya secara agresif di lini produk, pengembang, penjualan, hingga operasional. Lalu, perusahaan juga akan memperkuat penetrasi pasar konstruksi B2B dan pasar bahan bangunan serta terus berinovasi dan memperdalam kapabilitas ekosistem produknya.

Dimulai dari platform B2B Commerce

Didirikan pada tahun 2021, Juragan Material adalah platform digital yang bertujuan untuk mendigitalkan industri konstruksi. Platform ini dimulai dengan platform B2B commerce untuk bahan bangunan, menawarkan pelanggan dengan solusi end-to-end dalam sumber bahan. Melalui platformnya mereka mengupayakan pilihan produk yang komprehensif, ketersediaan stok, transparansi harga, logistik terintegrasi, dan beberapa pilihan pembayaran.

Juragan Material juga memiliki misi untuk memberikan value kepada kontraktor dan pemilik proyek dengan menawarkan kepada mereka pilihan produk yang komprehensif, visibilitas pasokan yang lebih baik, dan logistik yang andal untuk mengelola proyek mereka secara lebih efisien.

Saat ini sudah ada lebih dari 9.000 SKU produk dan lebih dari 180 merek di seluruh produk struktural, arsitektur, mekanik, dan elektrik yang terpasang dalam platform.

Sebagai perusahaan yang menjalankan model bisnis yang cukup baru, pihaknya mengaku sebagai perusahaan teknologi konstruksi dengan pertumbuhan tercepat di Indonesia. Dalam satu tahun terakhir, perusahaan telah menggandakan rata-rata GMV setiap bulan sambil mempertahankan unit ekonomi yang positif. Hingga saat ini, sudah lebih dari 250 proyek telah dikerjakan bersama sekitar 225 vendor yang tergabung.

Hal ini dimungkinkan oleh tim pendiri yang memiliki latar belakang kuat dalam dunia konstruksi dan teknologi. Sebelum mendirikan Juragan Material, CEO Tito Putra adalah Managing Director dari sebuah perusahaan kontraktor bangunan yang telah beroperasi selama lebih dari 30 tahun, dengan fokus pada proyek industri dan komersial menengah hingga besar. Tito didampingi oleh COO Graceila Putri, dengan pengalaman sebelumnya sebagai Product Associate di Amazon dan Growth untuk sebuah perusahaan kontraktor bangunan.

Dari sisi penjualan, tim ini juga didukung oleh CMO Ricky Fernando, dengan pengalaman lebih dari 10 tahun dalam pemasaran dan operasi di Mortindo, salah satu produsen mortar terkemuka di Indonesia (bagian dari grup Triputra). Serta CPO Meichael Surja, yang sebelumnya adalah seorang arsitek dan kontraktor untuk proyek perumahan selama lebih dari 15 tahun.

“Misi kami yang pertama dan utama adalah mendigitalkan industri konstruksi Indonesia. Kami beruntung melihat momentum pertumbuhan yang kuat di semua metrik utama, yang tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan dari kontraktor setia dan mitra pemilik proyek kami,” ujar Tito.

Ia melanjutkan, “Pendanaan baru ini akan memungkinkan kami untuk meningkatkan dampak kami dengan terus meningkatkan platform kami dan meluncurkan solusi teknologi yang lebih inovatif, seperti alat dan layanan manajemen alur kerja untuk mendorong efisiensi dan transparansi yang lebih besar guna mendukung produktivitas para pemangku kepentingan kami.”

Perusahaan mengaku akan terus memperluas dan mengembangkan berbagai fitur dan produk untuk mendorong efisiensi dan transparansi yang lebih besar guna mendukung produktivitas pemangku kepentingan kami. Melangkah lebih dekat ke dunia konstruksi yang efisien, satu layanan pada satu waktu.

Digitalisasi procurement di sektor bahan bangunan

Sebagai salah satu lini bisnis dengan pemain yang masih terbatas, layanan pengadaan di sektor konstruksi ini terlihat cukup menarik minat investor. Sebelum pengumuman pendanaan dari Juragan Material mengudara, sudah ada beberapa bisnis yang menyediakan solusi sejenis. Salah satunya adalah BRIK, startup pengembang platform B2B commerce (B2B Raw Materials Aggregator) untuk bahan bangunan yang baru saja meraih pendanaan awal dari sejumlah investor.

Selain itu di akhir tahun 2021, Startup marketplace B2B khusus konstruksi “GoCement” berhasil mendapatkan pendanaan tahap awal dari Arise (fund kolaborasi MDI Ventures dan Finch Capital), MDI Ventures, Beenext, dan Ideosource.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), sektor konstruksi di Indonesia sendiri merupakan kontributor yang signifikan terhadap PDB negara. Nilai pasar bahan bangunan dan konstruksi sendiri telah mencapai $72 miliar dengan lebih dari 200.000 perusahaan konstruksi.

“Terlepas dari pentingnya bagi perekonomian Indonesia, rantai pasokan sektor ini sangat terfragmentasi dengan banyak lapisan, mengakibatkan permintaan dan pasokan yang tidak dapat diprediksi, kurangnya transparansi harga, kualitas bahan yang tidak konsisten, dan kurangnya koordinasi secara keseluruhan. Kurang dari 1% transaksi rantai pasokan ditangkap secara digital, sehingga kontraktor dan pemilik proyek harus menggunakan metode pengadaan yang sangat tidak efisien dan rumit,” kata Arum Putri, Vice President Go-Ventures

Solos Kembangkan Platform E-commerce Jasa untuk Freelancer

Praktik kerja lepas atau freelancing bukanlah hal yang baru, terlebih di tengah masa sulit pasca-pandemi melanda negeri ini. Banyak orang yang mencari saluran pekerjaan lain untuk bisa bertahan hidup atau menambah pemasukan. Bahkan, tidak sedikit yang menjadikan pekerjaan lepas ini sebagai sumber mata pencaharian utama mereka.

Ide untuk membuat sebuah platform marketplace pekerja lepas sudah lahir sejak Ricky Willianto pertama kali membangun Ravenry yang fokus menyasar penulis dan peneliti. Ia melihat masih banyak isu yang belum terselesaikan ketika seorang pekerja lepas ingin menawarkan jasanya, baik dari sisi proses yang belum efisien hingga pembayaran yang dipersulit.

Berawal dari sini, ia mengembangkan “Solos” dengan visi untuk memberdayakan setiap orang untuk melakukan pekerjaan yang mereka sukai dengan cara yang berkelanjutan secara finansial. Selain itu, untuk membantu para freelancer atau solopreneur mempersingkat waktu yang diperlukan untuk menyepakati transaksi, yang pada akhirnya menghasilkan lebih banyak pendapatan.

Solusi yang ditawarkan

Solos menghadirkan tiga solusi utama yaitu sebagai portfolio builder, online shop for service, dan payment solutions for service sellers. Platform ini dilengkapi dengan teknologi yang memudahkan freelancer untuk membangun situs web
dan toko online dengan tampilan depan yang menarik dan memungkinkan mereka untuk memamerkan karya dan jasa mereka secara kredibel.

Selain itu, platform ini juga didukung dengan teknologi di belakang layar yang membantu pengaturan proyek freelance dengan lebih mudah dan teratur, mulai dari manajemen proyek, chat, tagihan, hingga sistem pembayaran. Solos memberi kebebasan dan keleluasaan bagi freelancer untuk menentukan cara bekerja, komunikasi, serta cara pembayaran dengan klien.

“Berbeda dengan platform pencarian layanan freelance lainnya yang membatasi cara komunikasi dan skema pembayaran antara klien dengan freelancer, Solos memberi kebebasan bagi freelancer dan solopreneur untuk menawarkan layanan jasa mereka secara langsung kepada klien dengan platform komunikasi dan skema pembayaran yang bisa mereka tentukan sendiri,” tambah Ricky.

Tantangan besar yang masih sering muncul dalam industri ini adalah cross-border transaction. Salah satu solusi dari Solos telah memungkinkan proses yang sederhana, cepat dan aman dalam menerima pembayaran. Saat ini Solos juga sudah bekerja sama dengan beberapa channel pembayaran global dan lokal sehingga bisa mempermudah pembayaran cross-border. Salah satunya juga dengan aplikasi dompet digital, para freelancer yang ada di platform Solos akan segera bisa menerima gaji via Gopay.

Pentingnya membangun komunitas

Solos memosisikan diri sebagai facilitator untuk penjualan dan pembayaran. Dari segi jasa yang ditawarkan, pihaknya mengaku tidak terlibat secara langsung. Namun, bukan berarti timnya lepas tangan dengan setiap kesepakatan yang terjadi dalam platformnya. Perusahaan memastikan segala sesuatu yang terjadi dalam ekosistemnya sejalan dengan regulasi serta hukum yang berlaku.

Saat ini Solos berfokus pada penyediaan konten yang membantu freelancer menavigasi persyaratan keuangan dan persyaratan hukum terkait freelancing. Baru-baru ini timnya sempat membawa praktisi SDM (Sumber Daya Manusia) dan ahli hukum ketenagakerjaan untuk membantu pekerja lepas kami mengatur bisnis mereka dengan benar untuk mematuhi hukum setempat di Indonesia.

Untuk jumlah tim saat ini ada 8 orang, terdiri dari teknisi, produk, marketing dan yang belum lama ini direkrut adalah tim community & customer success. Ricky menilai bahwa menjadi freelancer dan solo entrepreneur itu terkadang bisa menjadi “a lonely journey”, maka dari itu timnya fokus mengedukasi dan membangun jaringan dengan orang-orang yang memiliki visi dan misi yang sejalan.

Saat ini komunitas Solos terbentuk melalui beberapa media sosial, seperti Discord, Telegram dan Facebook. Totalnya saat ini ada lebih dari 300 orang. Ricky mengaku cukup selektif dalam pemilihan member, timnya percaya bahwa sebuah komunitas yang baik harus dimulai dengan orang-orang yang serius dan memiliki objektif yang jelas dan tepat.

Terkait target pasarnya fokus yang paling besar ada pada content creator, seperti designer, videographer, dan writer, tetapi banyak juga yang menawarkan jasa professional seperti konsultan PR dan market researcher. Selain itu, jasa yang lebih personal seperti make-up artist, guru privat, atau personal trainer juga bisa ditawarkan melalui platform ini.

Menurut pengamatan Solos, lima kota dengan jumlah freelancers terbanyak di Indonesia termasuk Bandung, Jakarta, Surabaya, Bekasi, dan Bali. Solos sendiri menetapkan markas mereka di Pulau Dewata alias Bali karena timnya percaya Bali adalah pusat bisnis yang tepat dengan banyaknya para freelancers, solopreneur dan digital nomads.

Ricky juga secara aktif membangun komunikasi dengan para freelancer dan solopreneur di Bali, platform ini pertama di-launch untuk memastikan bahwa produknya benar-benar dapat membantu meningkatkan skala bisnis.

“Kami ingin dekat dengan pengguna dan itulah sebabnya kami pindah ke Canggu, Bali. Selain itu, kami mengadakan berbagai acara untuk komunitas solopreneur di sini untuk membantu mereka belajar satu sama lain, berkolaborasi lebih baik, dan semoga memenangkan lebih banyak bisnis dan klien bersama,” sebutnya.

Masa depan industri freelance di Indonesia

Dewasa ini, tren freelancing sedang meningkat secara global. Menurut hasil pengamatan Solos, saat ini terdapat sekitar 70 juta freelancers dan solo entrepreneur yang siap untuk menawarkan jasa atau bisnisnya di Asia Tenggara. Nilai pemasukan tahunan freelancers di Asia Tenggara tersebut terhitung mencapai $730 miliar.

Tren yang sama terjadi di Indonesia. Badan Pusat Statistik mencatat 33,34 juta orang bekerja sebagai freelancer dan small business owners hingga Agustus 2020. Angka ini naik 4,32 juta orang atau 26 persen dari tahun sebelumnya. World Bank juga mencatat pertumbuhan pelaku freelancing mencapai 30% setiap tahunnya dengan dominasi segmentasi usia 18-44 tahun. Hal ini didukung oleh fakta bahwa 97 persen pekerja lepas lebih bahagia daripada pekerja kantoran, menurut penelitian School of Business University of Brighton.

Deretan fakta di atas semakin menguatkan ambisi Solos untuk bisa memberdayakan para pekerja lepas di Indonesia. Timnya juga percaya bahwa terjadi transisi besar pada angkatan kerja masa kini. Generasi baru lebih menyukai kebebasan, fleksibilitas, dan pekerjaan yang berdampak dan didorong oleh hasrat. Hasilnya, orang-orang yang dulu bergantung pada pekerjaan kantoran kini memulai bisnis mereka sendiri yang dimungkinkan oleh teknologi dan kerja jarak jauh.

Terlebih, Indonesia ternyata telah memiliki payung hukum yang melindungi hak para freelancers yaitu Undang-Undang No 13 Tahun 2003. Hak pekerja setiap hari lepas serta jangka waktu atau masa kerja diatur dalam Keputusan Menteri dan Tenaga Kerja No 104 Tahun 2004 mengenai perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau waktu tidak tertentu (PKWTT).

Perusahaan disebut mengalami pertumbuhan eksponensial dalam jumlah pengguna sejak pertama kali dioperasikan. Selain itu, platform ini juga memiliki daya tarik global dan telah menarik minat dari freelancers dan solopreneurs dari Filipina, Australia, India, AS, dan pasar lain secara global. Solos saat ini tengah mengumpulkan seed round dari investor di Asia Tenggara dan Eropa. Sejauh ini, beberapa angel investor dari perusahaan seperti Microsoft, HSBC, JP Morgan, dan Blackberry sudah terlibat.

Dengan pertumbuhan bisnis yang diharapkan seiring dengan industri yang semakin matang, Solos memiliki rencana untuk membangun fitur baru yang membantu pekerja lepas dalam hal otomatisasi persyaratan kepatuhan untuk memastikan fokus mereka bisa tertuju pada bisnis alih-alih menghabiskan waktu dengan proses administrasi yang tidak efisien.

Selain Solos, sudah ada beberapa pemain lain di Indonesia yang menyediakan solusi sejenis. Salah satunya adalah Sribu yang baru saja diakuisisi perusahaan SDM asal Jepang, Mynavi Corporation Japan. Selain itu juga ada Fastwork dan Briefer, sebuah unit strategis dari IGICO Advisory yang khusus mewadahi pekerja di bidang komunikasi.

Blockchain Startup Ekta Receives 891 Billion Rupiah Funding from Global Emerging Markets

Blockchain technology development startup Ekta announced $60 million (over 891 billion Rupiah) funding from Global Emerging Markets, a New York-based alternative asset investment group. The fund is said to be used to prepare a series of blockchain-powered products such as NFT marketplaces, hybrid crypto exchange platforms, blockchain-based games, and real estate investments.

“The funds will be used for the development of the Ekta ecosystem, liquidity for the NFT marketplace and hybrid exchange, the development of the plant-to-earn MetaTrees game, marketing, and building a technology team,” Ekta’s CEO, Berwin Tanco said.

Was launched in August 2021, Ekta stands as one of the most focused decentralized protocols for aligning blockchain with the physical world. Headquartered in Bali, Indonesia, the company was founded by Berwin Tanco (CEO), Yog Shrusti (CSO), and Jason Zheng (CMO), and now has a total team of 75 people worldwide.

It was written in the blog that Ekta’s founders have the vision to empower blockchain utilities to provide opportunities for everyone to live a better life. Therefore, Ekta leverages the power of blockchain to create a new and transparent ecosystem, allowing everyone from all backgrounds to participate.

Ekta’s developed mainnet i, called EktaChain, tokenizes real-world assets, such as property, music, art and gold. Ekta token holders will be able to transact and interact with financial products to grow their wealth, earn money by playing games, buy and sell digital and tangible assets. All of these products will later be combined in one super-app.

“This app will be a Web2 practice using Web3 as a backbone, therefore, people will easily get involved and no need to know whether there is a crypto or blockchain behind it,” Ekta’s CIO, Sven Milder added.

Ekta’s products

Source: Ekta

Lately, the crypto market is bearish, affecting most Web3 companies. However, Tanco remains optimistic since the company has a unique proposition that will ultimately provide good benefits once the market recovers. “We are in a very good position during this decline period as we believe the next trend is blockchain bridging to the physical world and Ekta has been doing so since 2021.”

Ekta will create a cross-chain NFT platform for trading, staking, and exchanging physical assets with digital asset representation. The Ekta NFT marketplace will serve as a bridge through which NFT developers and physical asset owners interact with other brands and individuals through their virtual collections.

Compared to similar players, Ekta is closely tied to real-world use cases, has value and utility, and is asset-backed. The NFT marketplace, for example, will sell tokens that link real-world assets and values ​​with projects offered on its platform.

MetaTrees is a blockchain-based game that allows players to earn crypto while playing an active role in conserving real-world natural resources. Meanwhile, Ekta Island, a 16-hectare land located near Bali and owned by time Ekta, will be a blockchain-fueled physical space and will offer token fractional investment and access to ordinary people.

One of Ekta’s flagship products is the Ekta Portal, the company said that this is the world’s first endpoint node to reward operators with cryptocurrencies. By activating the device via the Ekta NFT Portal, operators can start earning a daily reward of 10 thousand Ekta tokens which will be divided by the number of active operators. Having NFT Portal Ekta automatically whitelists holders for all Ekta offerings, such as Ekta Island and MetaTrees.

By bringing blockchain solutions to traditional industries, businesses, and physical assets, the company aims to attract more people to the crypto world. “While 10% of people on the internet hold crypto, we are targeting the next 10% by building true utility and value for them,” Tanco said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Startup Blockchain “Ekta” Terima Pendanaan 891 Miliar Rupiah dari Global Emerging Markets

Startup pengembang teknologi blockchain Ekta mengumumkan perolehan pendanaan sebesar $60 juta (lebih dari 891 miliar Rupiah) dari Global Emerging Markets, grup investasi aset alternatif berbasis di New York. Suntikan dana tersebut akan dimanfaatkan untuk mempersiapkan rangkaian produk bertenaga blockchain seperti marketplace NFT, platform pertukaran crypto hybrid, game berbasis blockchain, dan investasi real estat.

“Dana tersebut akan digunakan untuk pengembangan ekosistem Ekta, likuiditas untuk NFT marketplace dan hybrid exchage, pengembangan game plant-to-earn MetaTrees, pemasaran, dan bangun tim teknologi,” kata Tanco.

Diluncurkan pada Agustus 2021, Ekta berdiri sebagai salah satu protokol terdesentralisasi yang paling fokus untuk menyelaraskan blockchain dengan dunia fisik. Berkantor pusat di Bali, Indonesia, perusahaan ini didirikan oleh Berwin Tanco (CEO), Yog Shrusti (CSO), dan Jason Zheng (CMO), dan kini memiliki total tim 75 orang di seluruh dunia.

Dalam blognya disampaikan, para pendiri Ekta memiliki visi untuk memberdayakan blockchain dalam memberi setiap orang kesempatan untuk menjalani kehidupan yang lebih baik. Untuk itu, Ekta memanfaatkan kekuatan blockchain untuk menciptakan ekosistem baru dan transparan, memungkinkan semua orang dari berbagai latar belakang dapat berpartisipasi.

Mainnet yang dikembangkan Ekta dinamakan EktaChain, mentokenisasi aset dunia nyata, seperti properti, musik, seni, dan emas. Pemegang token Ekta akan dapat bertransaksi dan berinteraksi dengan produk keuangan untuk menumbuhkan kekayaan mereka, mendapatkan uang dengan bermain game, jual-beli aset digital dan berwujud. Seluruh produk tersebut nantinya akan digabungkan dalam satu super-app.

“Aplikasi ini akan menjadi pengamalan Web2 dengan tulang punggung Web3, sehingga orang akan dengan mudah terlibat dan tidak perlu tahu bahwa ada kripto atau blockchain di belakangnya,” tambah CIO Ekta Sven Milder.

Produk Ekta

Sumber: Ekta

Seperti diketahui belakangan ini pasar kripto sedang bearish, memberikan dampak kepada perusahaan Web3 kebanyakan. Akan tetapi Tanco tetap optimistis, karena perusahaan memiliki proposisi unik yang pada akhirnya akan memberikan manfaat yang baik setelah pasar pulih. “Kami berada dalam posisi yang sangat baik selama periode penurunan ini karena kami percaya tren berikutnya adalah blockchain yang menjembatani ke dunia fisik dan Ekta telah melakukannya sejak 2021.”

Ekta akan menciptakan platform NFT lintas rantai untuk perdagangan, staking, dan pertukaran aset fisik dengan representasi aset digital. Pasar Ekta NFT akan berfungsi sebagai jembatan di mana pengembang NFT dan pemilik aset fisik berinteraksi dengan merek dan individu lain melalui koleksi virtual mereka.

Dibandingkan pemain sejenis, Ekta memiliki kaitan erat dengan kasus penggunaan di dunia nyata, memiliki nilai dan utilitas, dan didukung aset. NFT marketplace misalnya, akan menjual token yang menghubungkan aset dan nilai dunia nyata dengan proyek yang ditawarkan di platformnya.

MetaTrees, game berbasis blockchain yang memungkinkan pemain memperoleh kripto sambil memainkan peran aktif dalam melestarikan sumber alam dunia nyata. Sementara itu, Ekta Island, tanah seluas 16 hektar yang terletak di dekat Bali dan dimiliki oleh time Ekta, akan menjadi ruang fisik berbahan bakar blockchain dan akan menawarkan investasi fraksional token dan akses ke orang biasa.

Salah satu produk unggulan Ekta adalah Ekta Portal, menurut perusahaan ini adalah node titik akhir pertama di dunia yang memberi penghargaan kepada operator dengan kripto. Dengan mengaktifkan perangkat melalui NFT Portal Ekta, operator dapat mulai menghasilkan hadiah harian 10 ribu token Ekta yang akan dibagi dengan jumlah operator aktif. Memiliki NFT Portal Ekta secara otomatis memasukkan pemegang daftar putih untuk semua penawaran Ekta, seperti Ekta Island dan MetaTrees.

Dengan membawa solusi blockchain ke industri tradisional, bisnis, dan aset fisik, perusahaan berharap dapat menarik lebih banyak orang ke dunia kripto. “Sementara 10% orang di internet memegang kripto, kami menargetkan 10% berikutnya dengan membangun utilitas dan nilai sejati bagi mereka,” kata Tanco.

Platform Edtech Dibimbing Tawarkan Program Bootcamp Persiapan Karier di Bidang Teknologi

Meluncur tahun 2020 lalu, startup edtech “Dibimbing” telah mengantongi pendanaan tahap awal dari Init-6. Ini menjadi startup edtech ketiga yang diumumkan mendapatkan pendanaan dari perusahaan modal ventura milik mantan eksekutif Bukalapak tersebut setelah Educa dan Codemi.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Dibimbing Zaky Muhammad Syah menyebutkan, setelah mendapatkan dana hibah dari Universitas Indonesia, mereka memang tidak terlalu agresif melakukan penggalangan dana. Telah mendapatkan profit sejak hari pertama, mereka lebih fokus untuk mengembangkan bisnis dan menambah lebih banyak siswa.

Tahun ini dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan bisnis dan memperluas cakupan layanan, penawaran dari Init-6 sebagai investor mereka terima. Tentunya setelah melihat adanya kesamaan visi dan misi dengan pemodal ventura tersebut.

“Saya melihat Init-6 memiliki misi yang sama dengan kami yaitu menyalurkan tenaga kerja baru yang makin banyak diminta oleh industri digital saat ini. Masih belum adanya kesamaan kurikulum di kampus dengan permintaan dari industri digital, menjadikan kurangnya talenta digital yang relevan dan berkualitas saat ini di Indonesia,” kata Zaky.

Dana segar akan dimanfaatkan untuk merekrut talenta di jajaran senior level. Selain itu mereka juga ingin mengembangkan Learning Management System (LMS) yang lebih user friendly dan personal kepada para siswa. Dengan sistem pembelajaran yang lebih terstruktur, diharapkan bisa meningkatkan kualitas dari lulusan.

Dikatakan juga, saat ini sebanyak 80% dari lulusan Dibimbing diterima oleh perusahaan sebagai tenaga kerja baru. Targetnya dengan penguatan yang dilakukan, bisa meningkatkan persentase tersebut menjadi 100%.

“Saat ini sudah ada 450 perusahaan yang telah bermitra dengan Dibimbing untuk menyerap lulusan kami menjadi pegawai mereka. Harapannya tahun 2023 mendatang bisa memiliki sekitar 300 ribu siswa baru. Saat ini ada sekitar 30 ribu siswa dari program pendidikan Dibimbing,” kata Zaky.

Program pendidikan yang ditawarkan oleh Dibimbing di antaranya adalah, data science, digital marketing, UI/UX, business intelligent, SEO, product management, web development, dan lainnya.

Masih fokus di B2C

Meskipun meluncur sebagai platform edtech, namun dengan pilihan program pendidikan yang ada, Dibimbing juga ingin menjadi platform penyalur tenaga kerja digital, yang saat ini makin banyak dibutuhkan oleh industri digital. Untuk itu mereka berkonsentrasi betul terhadap kualitas pengajaran.

Salah satu hal yang juga sangat diperhatikan adalah terkait perekrutan mentor. Mereka menghadirkan mentor pilihan yang diambil dari pelaku industri.

“Proses kurasi yang kita lakukan diawali dengan mengundang mereka menjadi mentor untuk kelas gratis. Nantinya, setelah melewati evaluasi, akan kami tawarkan kontrak selama satu tahun dan seterusnya,” kata CPO Dibimbing Alim Anggono.

Dari sisi demografi, tercatat sekitar 70% siswa Dibimbing berusia 23-29 tahun. Bukan hanya fresh graduate, banyak juga yang sudah bekerja dan kemudian memutuskan untuk berpindah haluan karier di bidang teknologi. Akhir-akhir ini Dibimbing juga juga melihat lonjakan siswa baru yang merupakan korban layoff dari startup hingga perusahaan teknologi di Indonesia.

“Dengan pilihan kelas yang ditawarkan, mulai dari video learning dan kelas bootcamp, kami mengenakan biaya Rp6 juta kepada siswa selama lima bulan dan kesempatan untuk disalurkan sebagai pegawai di perusahaan yang telah menjalin kerja sama dengan kami,” kata Zaky.

Meskipun belum menyasar segmen B2B secara khusus, namun melalui program bootcamp khusus, perusahaan yang ingin merekrut beberapa pegawai untuk mengisi beberapa jabatan bisa memanfaatkan program ini. Dibimbing juga menyediakan pilihan pengajaran kepada pegawai yang telah direkrut oleh perusahaan tersebut secara mandiri.

“Hingga saat ini strategi monetisasi Dibimbing adalah mengenakan biaya kepada siswa (B2C). Belum ada rencana bagi kami untuk lebih serius menyasar segmen B2B dalam waktu dekat,” kata Zaky

Bukan hanya ingin mencetak lulusan baru yang dicari oleh perusahaan lokal, Dibimbing juga memiliki rencana untuk menghasilkan lulusan terbaik untuk kemudian mereka salurkan kepada perusahaan di luar negeri. Hal ini kemudian menjadi tujuan mereka, setelah mendapat kabar bahwa ada beberapa siswa mereka yang telah diterima oleh perusahaan asing.

“Fakta tersebut menjadi peluang yang baik bagi kami untuk kemudian menjadi tujuan baru Dibimbing. Dilihat dari adanya kesamaan teori, yang membedakan hanyalah dari sisi use case saja,” kata Zaky.

Konsep bootcamp diterima cukup baik di pasar Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan traksi yang cukup mengesankan dari startup pengembang layanan bootcamp. Selain Dibimbing, juga ada beberapa penyedia bootcamp yang telah mendapatkan dukungan dari investor. Terbaru ada Binar Academy, Skilvul, MySkill, Hacktiv8, dan lain-lain. Sebagian dari mereka juga menyalurkan lulusannya ke mitra startup atau perusahaan yang membutuhkan

Runchise Tawarkan Platform SaaS untuk Pengelolaan Bisnis Waralaba dan Kuliner

Nama Daniel Witono sudah tidak asing di komunitas penggiat startup Indonesia. Setelah sukses membangun Jurnal tahun 2015 lalu, sampai akhirnya diakuisisi oleh Mekari, kini ia tengah disibukkan dengan kegiatan barunya yaitu mengembangkan platform outlet management solution bernama Runchise.

Kepada DailySocial.id, Daniel mengungkapkan, alasan didirikannya Runchise berawal dari pengalamannya dulu saat mengembangkan Jurnal. Banyak klien mereka yang bertanya jika ada solusi atau teknologi yang bisa digunakan untuk melancarkan bisnis franchise (waralaba) mereka.

Persoalan tentang pengelolaan hingga pembinaan franchise ternyata masih menjadi tantangan yang kerap dirasakan oleh pemilik restoran hingga pemilik brand. Mulai dari kurangnya transparansi dari penerima waralaba, hingga penggunaan bahan baku yang tidak sesuai. Hal ini lalu memberikan inspirasi bagi Daniel untuk menghadirkan platform end-to-end kepada pemilik franchise.

“Saat bersama Mekari konsep ini tidak bisa saya kembangkan karena fokus perusahaan adalah hanya kepada akunting dan personalia saja. Karena itu setelah saya keluar, saya mulai mengembangkan Runchise untuk membantu sektor F&B di Indonesia yang sangat luas potensinya,” kata Daniel.

Masih dalam tahap pengembangan, saat ini Runchise menjalankan bisnis secara bootstrap. Rencananya dalam waktu 1 hingga 2 bulan mendatang, platform SaaS akan segera diluncurkan kepada target pasar.

Sebelumnya untuk SaaS khusus bisnis kuliner sudah ada Esensi Solusi Buana yang telah didukung sejumlah investor termasuk Alpha JWC Ventures. Solusi yang ditawarkan termasuk ERP, POS, dan manajemen layanan food delivery. Selain itu juga ada beberapa lainnyas seperti DigiResto yang dikembangkan MCAS.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Secara umum saat ini ada dua model bisnis franchise, di antaranya adalah brand royalty dan penyediaan bahan baku. Untuk bisa menjaga kualitas dari produk yang dimiliki oleh pemilik franchise kepada penerima waralaba, dibutuhkan solusi terpadu yang bisa mengatur proses, integrasi sistem, hingga pengelolaan bahan baku dan pengiriman kepada pelanggan. Hingga saat ini Daniel melihat belum ada platform yang menawarkan solusi tersebut.

“Dengan ketatnya persaingan di kalangan franchise, mengharuskan mereka untuk bisa mengembangkan bisnis secara stabil dan profitable. Selain kurangnya integrasi sistem, persoalan seperti kecurangan seputar pemilihan bahan baku yang tidak sesuai hingga kurang transparannya laporan penjualan dari penerima waralaba, menjadikan bisnis franchise tidak bisa bertahan. Dengan teknologi yang ditawarkan oleh Runchise, diharapkan bisa mengatasi kendala tersebut,” kata Daniel.

Franchise hingga restoran yang disasar oleh Runchise adalah dari bisnis skala kecil hingga besar. Banyak di antara pemilik restoran dan franchise tersebut berpusat di pulau Jawa, namun karena besarnya skala layanan mereka, banyak juga di antara restoran tersebut yang saat ini sudah mulai melayani kota tier 2 dan tier 3. Melalui Runchise nantinya pemilik restoran bisa menjaga kualitas dan konsistensi dari brand di berbagai lokasi.

Selain pengelolaan supply chain, Runchise juga menawarkan solusi multi outlet management dan franchise solution. Untuk produk dan layanan yang mereka hadirkan di antaranya adalah, outlet management, point of sales, dan online ordering.

“Fokus kita saat ini adalah kepada sistem dan proses integrasi. Untuk online delivery kami juga menawarkan kepada pemilik restoran dan franchise untuk bisa memiliki channel tambahan di luar marketplace saat ini,” kata Daniel

Runchise juga menjalin kemitraan dengan logistik pihak ketiga untuk menghadirkan layanan pengantaran internal kepada restoran. Sementara itu untuk strategi monetisasi, selain mengenakan subscription plan, mereka juga mengenakan MDR (Merchant Discount Rate) untuk online order.

Selain memberikan layanan kepada franchise dan restoran, ke depannya Runchise juga ingin menghadirkan layanan terpadu ke restoran secara internal. Mulai dari mengembangkan bisnis mereka hingga mengembangkan kegiatan marketing mereka seperti loyalty program dan lainnya.

“Saya melihat hingga saat ini belum ada platform yang menghadirkan layanan seperti Runchise. Harapannya Runchise bisa menjadi end-to-end solution bagi sektor F&B di Indonesia,” kata Daniel.

Menilik Proposisi Nilai dan Strategi Bisnis USS Networks sebagai Brand Aggregator

Berawal dari sebuah pagelaran “Urban Sneaker Society”, USS Networks didirikan pada tahun 2019. Kini mereka berkembang menjadi sebuah group holding yang mengelola 15 IP (intellectual property) & brand menargetkan kalangan Gen Z. Beberapa merek yang dipegang di antaranya Urban Sneaker Society, USS Feed, Outbrake, Cretivox, Menjadi Manusia, dan Sonderlab.

Meskipun cara kerjanya serupa dengan brand aggregator lainnya, namun USS Networks mengklaim memiliki perbedaan cukup mencolok.

Co-founder & CEO USS Networks Sayed Muhammad mengungkapkan, pengalaman dan jaringan yang sudah mereka miliki sejak awal berdiri menjadi salah satu kunci sukses mereka untuk bisa mengembangkan brand yang telah mereka akuisisi.

“Kami memiliki tujuan untuk bisa memperluas jaringan. Dimulai dari sisi pemasaran memanfaatkan jaringan kami, karena secara ekosistem telah memiliki event yang besar, bukan hanya di Indonesia namun di Asia Tenggara yang bisa dimanfaatkan oleh brand sebagai distribution channel. Kami juga memiliki relasi dengan media sampai komunitas dari industri fesyen. Hal tersebut yang membedakan kami dengan platform lainnya,” kata Sayed.

Konsep brand aggregator berkembang cukup pesat dewasa ini. Sudah ada beberapa pemain serupa seperti Hypefast, Tjufoo, Open Labs, dan lainnya. Tidak sekadar fesyen, sektor lain pun juga memiliki brand aggregator-nya sendiri, misalnya Hangry yang masuk di area kuliner.

Tidak berhenti di brand fesyen

Dari sisi produk, USS Networks tidak akan berhenti di produk fesyen saja, ke depannya mereka juga ingin mengakuisisi IP media hingga NFT lebih banyak lagi

Di awal tahun 2022, mereka mengakuisisi pengembang proyek NFT Karafuru. Karafuru sendiri saat ini menduduki peringkat 40 all time transaction di Open Sea dengan total transaksi lebih dari 1,5 triliun Rupiah. Di luar ini, USS Networks masih punya target untuk bisa mengakuisisi 3 s/d 4 brand lain tahun ini.

Selain itu, sejak awal komunitas masih menjadi prioritas bagi USS Networks untuk bisa mengembangkan bisnis. Di sisi lain, proses kurasi memanfaatkan riset juga terus dilakukan  untuk mengakuisisi brand hingga IP yang tepat.

“Kami adalah perusahaan yang profitable dari hari pertama dan terus bertumbuh setiap tahunnya. Pada tahun 2021 kami tumbuh lebih dari 100% YoY dan pada tahun 2022 ini kami perkirakan bisa bertumbuh lebih dari 200% YoY, baik secara revenue maupun profit,” kata Sayed.

Rencana bisnis setelah pendanaan

Bertujuan untuk mengakselerasi bisnis, USS Networks telah mengantongi pendanaan pra-seri A dengan jumlah yang tidak disebutkan. Pendanaan tersebut dipimpin oleh SALT Ventures. Selain itu, Tokopedia dan OCBC NISP Ventura turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Bagi SALT Ventures, sektor digital media dan IP merupakan salah satu fokus investasi karena sektor ini sedang bertumbuh besar di Indonesia.

“Kedua founder sangat jeli dalam melihat upcoming trend dan bahkan bisa menciptakan sebuah tren. Itu adalah resep USS Networks dapat bertumbuh sangat cepat dalam 3 tahun terakhir,” kata Managing Partner SALT Ventures Danny Sutradewa.

Dana segar tersebut nantinya akan dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengakuisisi perusahaan IP & brand D2C yang cocok dengan ekosistem USS Networks. Bukan hanya brand asal Indonesia, cakupan mereka telah diperluas hingga pasar regional.

“Karena pengalaman dan jaringan yang kami miliki, proses akuisisi terhadap brand dan IP selama ini tidak menjadi kendala bagi pemilik brand. Mereka sudah memahami konsep yang kami tawarkan, yang pada akhirnya bisa membantu menambah pendapatan brand menjadi lebih besar lagi,” kata Sayed.

Tokobay Hadirkan Layanan “Social Marketplace” untuk Pebisnis Kuliner

Belum lama ini salah satu platform penyedia layanan pesan-antar makanan sempat dikecam oleh beberapa merchant juga penggunanya. Pasalnya, skema komisi standar yang diterapkan bagi mitra usaha dianggap kurang terjangkau. Tingginya harga yang dipatok untuk menu pesan-antar kemudian memantik opini para pengguna yang merasa tidak puas. Hal ini sempat menjadi pembahasan pelik di media sosial.

Berawal dari sebuah keresahan terhadap perbedaan harga menu di restoran yang cukup signifikan di aplikasi pesan-antar makanan, Fenny Herianto melihat sebuah celah yang bisa dimanfaatkan sebagai peluang bisnis. Di Maret 2022, ia mulai menjalankan sebuah inisiatif baru yang dinamakan “Tokobay”, sebuah startup penyedia platform social marketplace di bidang kuliner.

Untuk para merchant yang ingin memasarkan produknya di platform Tokobay, saat ini tidak dikenakan biaya apa pun. Sementara, sebagai merchant official akan dibebankan biaya administrasi sebesar 2%, tentunya dengan fitur yang lebih mumpuni. Perusahaan juga mengklaim bahwa harga yang dipatok jauh lebih rendah dibandingkan platform sejenisnya.

Selain menawarkan biaya admin yang lebih murah, Tokobay turut memfasilitasi promosi para merchant melalui kampanye media sosial, publikasi blog, dan video. Berbagai fitur dihadirkan untuk bisa digunakan secara optimal oleh para merchant, termasuk “ulasan” yang memungkinkan pelanggan memberi penilaian terhadap pengalamannya membeli produk tersebut.

Hingga saat ini, sudah ada ratusan merchant yang terdaftar di Tokobay termasuk beberapa merek  seperti Acaraki, Ayam Geprek Goldchick, Bistogram, Foodpedia, dan Sop Ikan Batam. Untuk pengantarannya sendiri, Tokobay sudah bekerja sama dengan 3 penyedia jasa logistik, termasuk Borzo, Lalamove, dan Grab Shipping. Layanan ini sudah menjangkau seluruh area Jabodetabek dengan rencana ekspansi ke area lain dalam waktu dekat

Tersedia beberapa opsi pembayaran yang dapat digunakan dalam platform. Tokobay sendiri juga mengoperasikan dompet digital sendiri bernama “Bay Wallet”. Semua pengguna aplikasi Tokobay dapat langsung menggunakan atau mengoperasikan Bay Wallet sendiri.

“Kami berharap dengan kehadiran Tokobay dapat secara aktif membantu perkembangan merchant di era ekonomi digital seperti saat ini. Tentunya termasuk mereka yang berasal dari kalangan UMKM untuk dapat mengembangkan bisnisnya. Selain itu, kami juga berharap kehadiran Tokobay bisa membantu para pelanggan mendapatkan harga yang sama seperti di restoran dari rumah masing-masing,” tutur Fenny.

Ketika disinggung mengenai pendanaan, timnya mengungkapkan bahwa hingga saat ini Tokobay sudah menerima dengan detail undisclosed.

Layanan pesan-antar makanan

Pandemi telah menjadi momentum menarik bagi pelaku UMKM di sektor F&B Indonesia serta startup dan perusahaan teknologi sebagai enabler dan pendukung sektor ini. Tidak hanya itu, kondisi ini juga telah mendorong peningkatan kebutuhan masyarakat akan layanan digital, termasuk layanan pesan antar makanan online.

Laporan “Food Delivery Platforms in Southeast Asia” yang diterbitkan oleh MomentumWorks di awal tahun ini mengungkapkan bahwa total nilai GMV industri ini di Asia Tenggara telah mencapai $15,5 miliar, meningkat 30% dari yang tertinggi sebesar $11,9 miliar pada tahun 2020. Pertumbuhan ini menunjukkan fakta bahwa orang Asia Tenggara semakin mengandalkan layanan pengiriman makanan dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Dalam pernyataan resmi terkait laporan tersebut, Jianggan Li selaku Founder & CEO Momentum Works mengungkapkan, “Pengiriman makanan adalah pasar yang menarik terutama dengan sektor e-commerce yang stagnan. Seiring para pemain berekspansi ke lebih banyak kota dan layanan baru, dan industri restoran menjadi lebih aktif secara digital, kami mengantisipasi pertumbuhan pengiriman makanan yang berkelanjutan hingga tahun 2022.”

Di Indonesia sendiri persaingan ketat aplikasi pesan antar makanan tidak hanya sebatas duopoli Grab Food dan GoFood. Beberapa pemain besar yang juga sudah melebarkan sayap ke ranah ini seperti TravelokaEats, ShopeeFood, bahkan AirAsia dengan bisnis inti maskapai, saat ini juga menawarkan layanan serupa dengan ambisi superapp-nya.

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Pendanaan Pra-Awal, Marketplace NFT Lokal “Artpedia” Segera Meluncur

Bertujuan untuk memberikan opsi lebih kepada masyarakat Indonesia yang ingin menjual karya seni mereka dalam bentuk NFT (Non-Fungible Token), platform Artpedia akan segera meluncur dalam versi beta pada bulan Juli mendatang.

Kepada DailySocial.id, Founder & CEO Artpedia Arjuna Sky Kok mengungkapkan, meskipun saat ini di Indonesia pasar NFT masih terbilang niche, namun melalui Artpedia harapannya kreator secara global juga bisa memanfaatkan platform mereka untuk bertransaksi.

Dipilihnya Ethereum L2s sebagai settlement mereka, diharapkan bisa mempermudah masyarakat untuk menjual karya seni mereka melalui Artpedia. Arjuna mengklaim, Etherium merupakan teknologi yang paling banyak yang digunakan oleh pengguna NFT secara global.

“Sekilas konsep Artpedia serupa dengan OpenSea, namun Artpedia memiliki value proposition yang berbeda dengan OpenSea. Selain Indonesia, Artpedia juga bisa digunakan oleh pasar global,” kata Arjuna.

Untuk mempercepat pertumbuhan bisnis, Artpedia telah mengantongi pendanaan tahapan pra-awal dari sejumlah angel investor dengan nilai investasi senilai $100 ribu atu setara 1,5 mliar Rupiah. Beberapa investor yang terlibat di antaranya Windy Natriavi, (Co-founder AwanTunai), Jim Geovedi (CTO Koinworks), Dendi Suhubdy (CEO Bitwyre), dan Indira Widjonarko (Founder Sebangsa).

Dana segar tersebut dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mengembangkan teknologi. Nantinya jika platform sudah diluncurkan, mereka memiliki rencana untuk menggalang dana tahapan seed — direncanakan tahun ini.

“Kami juga memiliki rencana untuk mengembangkan teknologi dan merekrut talenta baru hingga membangun on-ramp company yang nantinya bisa mengelola opsi pembayaran memanfaatkan e-wallet dan lainnya. Dengan dana segar dari putaran seed tersebut diharapkan rencana bisa kami lancarkan,” kata Arjuna.

Selain Artpedia, yang menawarkan layanan serupa dan menyasar NFT adalah TokoMall dari Tokocrypto. TokoMall menghadirkan konsep digital meets reality. Platform digital dan karya seni dalam bentuk NFT dapat menjadi jawaban atas permasalahan di dunia nyata. Dengan beralih ke NFT dan menjadikannya mainstream, kreator lokal tidak hanya bisa memasarkan karyanya ke pasar lebih luas.

Model bisnis dan strategi monetisasi

Bagi kreator yang ingin memanfaatkan layanan Artpedia, bisa menggunakan wallet yang telah dimiliki. Bagi yang belum memiliki wallet, platform menawarkan pilihan kustodian. Semua proses unggahan hingga pembayaran dikelola oleh Artpedia. Kreator cukup memberikan nomor telepon dan rekening bank, untuk mendapatkan royalty setiap bulan, bagi mereka yang ingin menjual karya seni melalui Artpedia.

“Untuk strategi monetisasi yang dikenakan adalah market fee, kepada kreator. Untuk opsi kustodian ini, Artpedia tidak mengenakan biaya tambahan kepada kreator. Pilihan kustodian ini merupakan solusi sementara yang kami tawarkan, untuk para kreator yang belum memiliki wallet,” kata Arjuna.

Meskipun untuk fase awal masih fokus kepada karya seni dalam bentuk gambar, ke depannya mereka juga ingin menjadikan Artpedia sebagai ‘token gate’ untuk berbagai komunitas. Apakah itu komunitas yoga, diving, dan lainnya. NFT berupa sertifikat nantinya bisa menjadi opsi bagi komunitas untuk memulai.

“Kami melihat nilainya lebih kepada kolektibel. Namun ke depannya kita ingin Artpedia lebih dari sekedar kolektibel. Untuk bisa menyasar dunia metaverse, kami juga berencana untuk memberikan kesempatan kepada designer merancang busana yang kemudian mereka bisa jual kepada pengguna di dunia metaverse,” kata Arjuna.

Dengan relasi yang cukup solid dengan beberapa komunitas, diharapkan saat platform meluncur bulan depan bisa didapatkan kreator NFT secara langsung.

“Secara khusus kami menargetkan kalangan milenial, karena kami melihat kalangan tersebut yang sangat terbuka dengan NFT. Berbeda halnya dengan Gen Z, yang kami lihat tidak terlalu tertarik untuk bermain NFT,” kata Arjuna.