Glodoku Hadirkan Platform B2B Commerce untuk Berbagai Produk Industri

Berangkat dari pengalamannya yang cukup lama berkecimpung di dunia purchasing, Anton Asmadi kemudian mendirikan layanan B2B commerce yang diberi nama Glodoku. Mengedepankan model bisnis yang serupa dengan e-commerce pada umumnya, Glodoku mencoba untuk mengakomodir solusi lengkap dan kemudahan dalam pengadaan barang dan alat industri.

Platform yang sudah resmi meluncur sejak Juni 2018 lalu tersebut, kini hadir memberikan layanan lengkap produk kebutuhan industri yang bisa diakses secara online. Bersama dengan Co-Founder Glodoku Ray Husein Asmadi, Anton ingin menghadirkan solusi yang menjembatani kebutuhan pelanggan terkait produk industri.

“Glodoku secara hukum berdiri pada tanggal 4 Juni 2018, melihat tren pasar di mana segala sesuatu serba digital dan permasalahan yang ada di dunia purchasing konvensional salah satunya kesulitan untuk mencari vendor dan proses negosiasi,” kata Anton.

Selain itu Glodoku juga menghadirkan informasi berupa katalog dan berkas CAD serta pencarian tipe dan spesifikasi. Model bisnis Glodoku serupa dengan layanan e-commerce pada umumnya, namun dengan menyesuaikan proses B2B, seperti pembayaran dengan tempo, request for quotation hingga after sales service. Glodoku juga menjamin semua produk yang dijual, 100% asli dan merupakan produk yang relevan dan tentunya dibutuhkan oleh industri.

“Strategi monetisasi yang kami lakukan adalah dengan memperoleh pendapatan dari penjualan barang-barang tersebut,” kata Anton.

Target Glodoku

Saat ini Glodoku mengklaim telah memiliki sekitar 10 perusahaan yang menjadi mitra untuk memasarkan produk. Di antaranya adalah Sumitomo, Toshiba, Miki Pulley, Euro, Inaba Denki dan beberapa brand ternama lainnya. Selain efisien, Glodoku juga memberikan transparansi dalam pengadaan barang-barang industri sehingga dapat meningkatkan produktivitas perusahaan industri.

“Target Glodoku di tahun 2019 adalah mendapatkan kepercayaan dari 200 perusahaan untuk bergabung menjadi customer, serta 100 mitra penyedia barang dengan total 50 ribu produk. Untuk melancarkan kegiatan promosi, Glodoku juga akan mengikuti kegiatan offline berupa pameran dan bazaar yang berhubungan dengan industri,” kata Anton.

Bizhare Sediakan Platform “Equity Crowdfunding” untuk Bantu Permodalan UKM

Bizhare merupakan platform equity crowdfunding yang memfasilitasi bisnis franchise. Sistem yang dimiliki memungkinkan masyarakat umum terlibat sebagai investor. Bizhare memfasilitasi skema permodalan bagi pengusaha baru atau yang sebelumnya sudah memiliki usaha lalu ingin membuka cabang di lain lokasi.

Menurut pemaparan Founder & CEO Bizhare Heinrich Vincent, saat ini banyak sekali bisnis UKM yang memiliki potensi untuk berkembang pesat, namun pada kenyataannya mereka hanya stagnan di situ-situ saja. Setelah ditelusuri sebagian besar permasalahannya pada permodalan, sehingga mereka tidak bisa meningkatkan skala dan cakupan bisnis.

Kondisi lain yang turut menginspirasi pengembangan Bizhare adalah banyak pelaku UKM di Indonesia yang tidak memiliki akses ke perbankan, dalam kaitannya dengan kredit usaha — mungkin sebagian memang tidak menghendaki. Dari dua hal tersebut Bizhare menilai bahwa equity crowdfunding dapat memberikan jalan tengah.

Equity crowdfunding memungkinkan siapa saja untuk turut memberikan modal bagi sebuah usaha. Implikasinya para penanam modal akan mendapatkan jatah kepemilikan sesuai kesepakatan dengan pendirinya. Di usaha skala besar, praktik seperti ini mungkin sudah umum terjadi, namun di skala UKM memang masih menjadi hal yang tidak terlalu lumrah.

“Bizhare hadir untuk memberikan akses permodalan ke bisnis dengan cara membagikan kepemilikan saham kepada masyarakat untuk mendapatkan dana cash untuk membuka cabang berikutnya. Setelah cabang kedua profit, bisnis bisa melakukan hal yang sama untuk membuka cabang ketiga, dan seterusnya,” ujar Vincent.

Ia juga memaparkan dari 1.700 triliun Rupiah kebutuhan modal di UKM, baru sekitar 700 triliun yang terfasilitasi perbankan. Sisanya masih membutuhkan solusi alternatif sehingga sektor UKM tersebut bisa tumbuh sesuai yang ditargetkan. Model equity crowdfunding dinilai menjadi cara yang paling efisien untuk menghadirkan akses keuangan inklusif bagi pemilik usaha di tingkat UKM. Termasuk jika dibandingkan crowdfunding atau peer-to-peer yang dinilai memberatkan karena harus meyediakan jaminan aset.

Menurut Vincent, equity crowdfunding juga dapat meminimalkan risiko bagi investor maupun UKM, karena mengutamakan pembagian keuntungan sehingga para investor bisa menerima pendapatan pasif. Profit bisa segera diberikan kepada investor layaknya dividen di pasar modal, sesuai dengan porsi kepemilikan saham.

Saat ini Bizhare memiliki dua produk utama, yakni untuk Take-Over dan Grand Openning. Bizhare Take-Over merupakan sistem yang didesain untuk membantu bisnis yang sudah berjalan dan ingin mengembangkan sayapnya. Sementara Bizhare Grand Openning menyediakan sistem untuk memfasilitasi pengusaha baru yang ingin memulai bisnisnya.

Bizshare
Tim pengembang platform Bizhare / Bizhare

Selain Vincent, Bizhare dikembangkan bersama tiga orang lainnya, yakni Gatot Adhi Wibowo (CFO), Giovanni Umboh (CTO), dan Wahyu Sanjaya (CIO). Sebelumnya Bizhare juga menjadi finalis lokal untuk ajang Seedstar Summit yang diadakan pada tahun 2018 lalu, dan sempat memenangkan ajang kompetisi startup yang diadakan oleh Tempo.

Di platform Bizhare saat ini sudah ada beberapa jenis usaha yang dibantu permodalannya, mulai dari usaha kuliner, gerai ritel hingga usaha jasa lainnya. Masyarakat dapat membantu permodalan mulai dari Rp5 juta. Perolehan sahamnya akan bergantung dengan nilai yang ditargetkan dari pendanaan tersebut.

Di lain sisi, regulasi mengenai equity crowdfunding sedang dirampungkan oleh OJK. Namun dari pemaparan yang sudah disampaikan sebelumnya, OJK menginginkan skema ini menjadi lebih sederhana untuk UKM. Karena model ini dinilai sebagai alternatif pendanaan usaha selain IPO melalui BEI.

Aplikasi Kribo Layani Pemesanan dan Pengiriman Bahan Makanan di Kota Jambi

Berangkat dari pengalaman dan pekerjaan sebelumnya sebagai petani, Reza Nugroho mengembangkan aplikasi Kribo. Yakni layanan pemesanan dan pengiriman produk sayuran dan bahan makanan kepada pelanggan. Memanfaatkan pengalaman dan sumber yang ada, Kribo menjual produk sayuran ke hotel, restoran hingga pusat perbelanjaan di kota Jambi. Pengalamannya sebagai pemasok produk sayuran tersebut kemudian mulai dimanfaatkan untuk memperluas target pasar yaitu ibu-ibu rumah tangga di perumahan.

“Karena semakin banyaknya permintaan dari tetangga yang kebanyakan adalah ibu-ibu rumah tangga, akhirnya platform Kribo saya kembangkan dibantu dengan teman. Dengan cara kerja yang mudah dan menggunakan bahasa lokal yaitu bahasa Jambi, Kribo mendapat perhatian dari pelanggan.”

Saat ini Kribo mengklaim telah memiliki sekitar 400 pengguna aktif yang kerap melakukan pembelian produk sayuran di platform. Dengan menawarkan layanan jasa antar, Kribo saat ini memang masih terbatas menyediakan layanan di kota Jambi. Namun ke depannya, Kribo memiliki rencana untuk memperluas area layanan di luar kota Jambi. Kribo memanfaatkan sepenuhnya layanan di aplikasi yang saat ini baru tersedia dalam versi Android.

“Aplikasi kita masih sangat mendasar serupa dengan aplikasi online shopping lainnya. Tapi semua fitur dibuat dalam bahasa lokal melayu Jambi. Hal ini mempermudah pengguna yang rata-rata ibu-ibu rumah tangga,” kata Reza.

Cara kerja Kribo

Di aplikasi Kribo pilihan sayuran dan bahan makanan bisa ditentukan langsung oleh pengguna. Setelah pengguna melakukan pemilihan pesanan, pengguna akan dihubungi oleh tim Kribo untuk konfirmasi pemesanan dan kepastian waktu pengiriman barang. Kribo juga menyediakan bahan makanan siap saji, yang sudah dilengkapi dengan bumbu dan bisa langsung dimasak oleh pengguna. Konsep serupa banyak diterapkan oleh catering online.

Harga yang ditawarkan oleh Kribo juga cukup bervariasi dan terjangkau. Khusus untuk konsumen, Kribo menyediakan harga mulai dari sekitar Rp35 ribu hingga Rp50 ribu untuk bahan makanan hingga sayuran. Saat ini Kribo membuka pesanan mulai jam 9 pagi hingga 9 malam. Sementara untuk pembayaran Kribo masih menyediakan sistem pembayaran COD (Cash on Delivery).

Masih menjalankan bisnis secara bootstrap, saat ini Kribo terpilih oleh Kemenristek Dikti sebagai peserta program PPBT (Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi). Dengan prestasi ini, Kribo berhak untuk mengajukan anggaran dan mengikuti workshop yang disediakan. Sementara itu Kribo juga belum memiliki rencana untuk melakukan penggalangan dana dan belum memiliki investor.

“Untuk target 2019 sendiri, Kribo berencana untuk mendirikan gerai offline yang berfungsi sebagai stock keeper. Hal ini tentunya memudahkan orderan secara offline agar bisa kami layani setiap harinya. Kribo juga memiliki rencana untuk menjalin kemitraan dengan warung dan toko tradisional yang menjual sayur di kota Jambi,” kata Reza.

Application Information Will Show Up Here

BJTech Launches “Balesin”, a Chatbot Platform for SMEs

BJTech, known as artificial intelligence platform developer returns with a new product called Balesin. Still involving chatbot and AI, Balesin will be specifically used to target SMEs. The solution offered is an easy management of automatic reply through messaging platform.

The chatbot will manage conversation and purchasing data from users.

“SMEs can make chatbot as easy as making social media. There will be some form to link to chatbot. The data will be an answer (when potential buyers chatting with chatbot),” BJTech’s CMO, Arra Primanta said.

He further explained some of Balesin leading features. Among those are answers and replies to submit easily; customization for greetings and stuff; inventory management; adjustable display also delivery cost calculation.

Those features are expected to help online sellers to cut some time in handling customers with similar questions.

Balesin also introduced a report of ongoing conversation. It’s possible for customer to reply immediately, in case there’s an urgent matter.

It’s been going on for two months, as early February Balesin acquired 1500 SME customers. The CMO expects Balesin to increase customers in 2019 in order to be more impactful.

Currently, chatbot in Balesin only capable to answer problems related to the product. The team plans to complete its solution by integrating with payment gateway, and available in more messaging platforms, such as Whatsapp (currently only on Line).


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Talkabot Hadirkan Layanan Chatbot yang Terintegrasi dengan Sistem Inventaris Bisnis

Talkabot merupakan startup pengembang layanan chatbot yang didesain untuk diintegrasikan dengan sistem inventaris organisasi atau bisnis. Dilengkapi dengan kecerdasan buatan (AI – artificial intelligence), Talkabot juga disuguhkan agar bisa memberikan balasan otomatis melayani aktivitas komunikasi antara konsumen dengan pemilik merchant.

Startup yang sudah berdiri sejak pertengahan tahun 2017 ini memiliki dua orang founder, yakni Distra Vantari dan Eka Ginting. Talkabot bermarkas di Bandung, namun demikian saat ini layanannya sudah banyak digunakan oleh pemilik brand dari Bandung dan Jakarta. Baru-baru ini pihaknya mengumumkan telah mendapatkan bantuan dana hibah dari program PPBT Kemenristekdikti 2018. Talkabot juga baru mendapatkan pendanaan dari angel investor.

“Talkabot tidak hanya membuat chatbot, tapi kami juga menyediakan omni-channel chat sehingga pebisnis dapat menjawab pertanyaan dari semua chat platform seperti Line, Facebook Messenger, Live Chat Website dan Whatsapp; di mana jika pengelola sedang tidak dapat menjawab dapat di-takeover oleh bot,” ujar Distra selaku Founder & CEO Talkabot.

Diintegrasikan dengan sistem inventaris bisnis, layanan Talkabot dapat memfasilitasi berbagai jenis transaksi, misalnya memberikan daftar barang jualan kepada pembeli. Juga untuk fungsi sebagai mesin pencari barang dan melakukan komparasi harga, melakukan pemesanan, hingga meletakkannya pesanan pada shopping cart milik brand.

“Talkabot dapat membuatkan chatbot yang dapat membantu menangani transaksi dari pencarian produk sampai pembayaran,” imbuh Distra.

Talkabot
Founder & CEO Talkabot Distra Vantari / Talkabot

Hingga saat ini, setidaknya sudah ada 40 startup dan brand yang telah menggunakan layanan Talkabot untuk bisnisnya. Finansialku, brand busana milik Zaskia Adya Mecca, dan brand hijab milik Arina Prinsiska merupakan beberapa klien Talkabot saat ini.

Menurut Distra, banyak sekali bisnis yang kewalahan dalam menangani pertanyaan pelanggan, sehingga sering kali “slow response” dalam menjawab pertanyaan atau tidak menjawab sama sekali. Hal tersebut sangat tidak baik untuk perkembangan dan relasi bisnis dengan konsumen, dapat mengakibatkan kehilangan potensi penjualan. Solusi berbasis chatbot hadir mencoba menjembatani masalah tersebut.

“Target Talkabot tahun ini adalah membuat platform pembuat chatbot untuk kalangan non IT, sehingga semua orang dapat membuat chatbot dalam hitungan menit tanpa dasar coding sama sekali,” jelas Distra.

Talkabot bukan satu-satunya startup yang menghadirkan platform chatbot. Saat ini sudah ada beberapa layanan serupa di Indonesia. Sehingga selain kepintaran algoritma yang ditanamkan dalam chatbot, studi kasus yang ditawarkan akan turut menjadi faktor penting yang diperhatikan konsumen.

GreatEdu Ramaikan Industri Edutech Indonesia

Perkembangan teknologi coba dioptimalkan dengan baik oleh GreatEdu untuk membantu sektor pendidikan. Mereka mengusung konsep “crowd learning”, mengharapkan partisipasi dan kolaborasi seluruh penggiat pendidikan. Di dalam aplikasinya GreatEdu menghadirkan enam fitur utama, yakni fitur GreatPrivate, GreatSkill, GreatEvent, Greatpedia, QnA Forum dan Exercise.

Digawangi oleh Robert Edy (CEO), Hajon (CTO), Ade Irma (CFO), Tatang Iskandar (CMO), dan Arif Susanto (COO); GreatEdu memiliki cita-cita untuk menyediakan tempat bagi semua orang belajar, mengajar, dan berbagi pengetahuan dalam sebuah aplikasi.

Di GreatEdu, siswa bisa mendapatkan pelajaran tambahan bersama tutor atau Kelas Lembaga. Mereka juga bisa mengasah keahlian bersama dengan tutor dan Kelas Kursus Skill.

GreatEdu juga menawarkan kemudahan bagi para tutor dan lembaga bimbel untuk mempromosikan kelas mereka. Semua orang dengan kemampuan dan keahlian juga bisa menjadi learning creator sehingga siapa pun bisa berbagi sekaligus menambah pengetahuan mereka.

“Ini [solusi yang ditawarkan GreatEdu] akan membantu jutaan pelajar di pelosok mengakses bahan belajar secara mudah,” terang Robert.

Fitur-fitur yang disiapkan GreatEdu antara lain fitur GreatPrivate, sebuah fitur yang memungkinkan pengguna GreatEdu belajar bersama dengan tutor atau kelas bimbel. Ada juga fitur GreatSkill yang menyediakan ruang untuk meningkatkan keahlian tertentu bersama tutor. GreatEvent untuk memudahkan siapa pun mencari dan mengumumkan acara bertajuk pendidikan.

GreatEdu juga menyediakan fitur GreatPedia sebagai tempat untuk berbagi bahan belajar dan pengetahuan, forum untuk tanya jawab seputar pendidikan. Adapun fitur Exercise untuk berbagi latihan soal dan ujian.

“Di GreatEdu kami menawarkan kemudahan, mudah diakses di manapun jika butuh bahan belajar, latihan soal, tanya jawab. Mudah juga mendatangkan tutor ke rumah, mengakses dan belajar kepada orang-orang yang punya skill khusus,” terang Tim Partnership GreatEdu Bella Friska Depari.

Untuk model bisnis, GreatEdu menggunakan konsep freemium, ada fitur premium yang bisa digunakan ketika pengguna sudah membayar. Fitur premium ini meliputi GreatPrivate, GreatSkill, dan GreatEvent. Sedangkan fitur yang bisa dinikmati secara gratis adalah fitur GreatPedia, Forum, dan Exercise.

Baru di-launching pada 16 Februari 2019, GreatEdu mengklaim sudah berhasil mendapatkan lebih dari 13 ribu pengguna dengan rincian lebih dari 9 ribu tutor dan lebih dari 4 ribu murid terdaftar.

Dengan hasil capaian yang positif ini GreatEdu pun optimis menatap tahun 2019. Salah satu target yang ingin dicapai adalah mengembangkan layanannya di 50 kota dengan total akuisisi pengguna mencapai angka 2 juta.

Kehadiran GreatEdu ini akan meramaikan sektor layanan pendidikan berbasis teknologi. Sekaligus menambah ragam bentuk startup teknologi pendidikan yang ada di Indonesia. Saat ini industri startup Indonesia sudah diisi nama-nama seperti RuangGuru, HarukaEdu, Kelase, PrivatQ, dan lain sebagainya.

Application Information Will Show Up Here

Bfarm Develops New System to Help Livestock Trading

Bfarm’s main objective is to facilitate farmers to have access for market and information. They started as offline business and now a startup providing ads portal for livestock products; rabbit, cow, chicken, fish, and many more.

The project established since November 2017 and prepared to have some solutions. They offer a marketplace for certified livestock products, livestock sales, funding access, and technical problem support with technology.

The first two solutions are; Bfarm is now accessible from bfarm.id. There is listing feature of various livestock products, including information transfer for certified farmers. Furthermore, potential customers can contact and submit offers through provided feature.

“We currently have 3H program (Healthy, Happy & Humane) Certified Partner, a free certification for small-scale farmers to guarantee consumers the livestock products are healthy, animals aren’t stressed and are treated properly. Certified farmers in our program will get priority for sales and marketing push,” Bfarm’s CEO, Fajar Fachruddin said.

Another ongoing product is a bulk/trade solution connecting small-scale sellers with large-scale buyers. It’s expected to provide opportunities for sellers to connect with larger markets and consumers.

“In 2018, with the trade program, we’re able to distribute 1000 livestock per year connecting supply without long-term intermediate. We believe this number will keep increasing, with the other features needed by farmers. It has great potential in the future to contribute for economy mobility and change the livestock trading pattern in Indonesia,” Fachruddin said.

Credit Scoring for farmers

One of Bfarm innovation plans is Bfund. A solution that allows Bfarm to give credit scoring to all farmers through technology.

Bfund tech scoring works by collecting farmers data, run validation, and putting into AI model to produce risk predictions. It’ll later be submitted to the potential investors, such as BMT or cooperatives.

“Prediction model creation starts from sample profile data collection of SMEs having smooth or jamming payment, determines related variables, builds and trains the prediction model in case there’s a new data, it can predict the risk potential,” he added.

In 2019, Bfarm plans to focus on merger and simplification of credit scoring and marketplace service portal. In addition, Bfarm will try to run the 3H certification program to make more benefits for Indonesian farmers.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

BJTech Luncurkan Platform Chatbot “Balesin”, Ditujukan untuk UKM

BJTech yang dikenal sebagai pengembang platform kecerdasan buatan kembali mengeluarkan produk baru bernama Balesin. Masih dengan unsur chatbot dan AI, Balesin menjadi produk yang akan secara khusus menyasar UKM. Solusi yang ditawarkan berupa kemudahan mengelola balasan otomatis melalui aplikasi pesan.

Dalam penggunaannya, chatbot ini nantinya akan mengelola percakapan dan data penjualan dari pengguna.

“UKM bisa membuat chatbot secara langsung semudah membuat akun media sosial sendiri. Nanti ada formulir yang akan dihubungkan dengan chatbot. Data yang diisikan akan menjadi jawaban (ketika calon pembeli chatting dengan chatbot),” jelas CMO BJTech Arra Primanta.

Arra lebih jauh menjelaskan bahwa saat ini ada beberapa fitur unggulan yang dimiliki Balesin. Di antaranya adalah jawaban dan balasan yang bisa dimasukkan dengan mudah; kustomisasi untuk sapaan, salam, dan sejenisnya; pengelolaan inventori barang; tampilan yang bisa disesuaikan hingga kalkulasi perhitungan ongkos kirim.

Dengan hadirnya beberapa fitur tersebut diharapkan para penjual online bisa memangkas waktu yang biasanya digunakan untuk melayani pengguna yang menanyakan hal sama.

Balesin juga menghadirkan laporan mengenai percakapan yang terjadi. Balesin masih memungkinkan pengguna untuk membalas langsung percakapan yang terjadi, jika ada beberapa hal yang harus dikomunikasikan dengan penjual.

Sudah dua bulan berjalan, per Februari awal Balesin berhasil mendapatkan 1500 pengguna dari kalangan UKM. Arra berharap di tahun 2019 ini Balesin bisa terus meningkatkan penggunanya sehingga bisa lebih memberikan manfaat bagi banyak orang.

Saat ini chatbot yang ada di Balesin hanya mampu menjawab masalah yang berkaitan dengan produk. Untuk melengkapi solusinya pihak Balesin berencana menambahkan integrasi dengan payment gateway, termasuk hadir di lebih banyak platform percakapan lainnya seperti Whatsapp (saat ini hanya ada di Line).

Bfarm Kembangkan Sistem untuk Bantu Pasarkan Hasil Ternak

Membantu peternak untuk lebih mudah mendapatkan akses informasi dan pasar adalah tujuan dari Bfarm. Startup yang berangkat dari bisnis offline ini menyajikan portal iklan yang menampilkan daftar produk peternakan; mulai dari kelinci, sapi, ayam, ikan dan lainnya.

Proyek yang dimulai sejak November 2017 ini disiapkan untuk memiliki beberapa lini solusi. Solusi yang mereka tawarkan adalah marketplace yang menawarkan produk peternakan tersertifikasi, penjualan hasil-hasil peternakan, mempermudah peternak mendapatkan akses permodalan, dan pengentasan masalah teknis beternak dengan teknologi.

Dua solusi pertama, marketplace dan penjualan hasil ternak sudah berjalan, sementara dua lainnya masih dalam tahap pengembangan.

Solusi marketplace dari Bfarm saat ini sudah bisa diakses melalui situs bfarm.id. Terdapat fitur listing iklan berbagai macam produk peternakan, termasuk transfer informasi untuk peternak yang tersertifikasi. Selanjutnya calon pembeli bisa menghubungi dan mengajukan penawaran melalui fitur yang disediakan.

“Kami saat ini memiliki program 3H (Healthy, Happy & Humane) Certified Partner, program sertifikasi gratis bagi peternak skala kecil untuk menjamin konsumen agar hewan ternak yang dijual memenuhi standar kesehatan, hewan tidak stres dan diperlakukan secara layak. Peternak yang tersertifikasi program kami akan mendapatkan prioritas untuk penjualan dan marketing push,” jelas CEO Bfarm Fajar Fachruddin.

Produk selanjutnya yang sudah berjalan di Bfarm adalah solusi perdagangan bulk/trade yang menghubungkan penjual partai kecil dan pembeli partai besar. Solusi ini diharapkan memberikan peluang bagi penjual untuk terhubung dengan pasar dan konsumen yang lebih besar.

“Tahun 2018 dengan program trade kami mampu menyalurkan 1000 hewan ternak per tahun mempertemukan suplay dengan tanpa perantara yang panjang. Kami yakin jumlah ini akan terus meningkat, ditambah dengan fitur layanan kami yang lain yang sangat dibutuhkan oleh peternak. Ke depannya berpotensi besar berkontribusi untuk kemajuan perekonomian rakyat dan mengubah pola perdagangan ternak di Indonesia,” terang Fajar.

Credit scoring bagi para peternak

Salah satu yang masuk dalam rencana inovasi Bfarm adalah Bfund. Sebuah solusi yang memungkinkan pihak Bfarm memberikan credit scoring kepada setiap peternak dengan bantuan teknologi.

Teknologi scoring Bfund bekerja dengan mengumpulkan data-data peternak yang ada, kemudian divalidasi dan dimasukkan ke dalam model AI untuk menghasilkan prediksi risiko. Prediksi ini nantinya yang disampaikan ke investor potensial seperti BMT atau koperasi.

“Pembentukan model prediksi dimulai dari pengumpulan data sample profile UKM yang memiliki pola pembayaran lancar dan macet, lalu ditentukan variable yang memengaruhinya, dibentuk juga dilatih model prediksinya sehingga saat ada data baru masuk model prediksi bisa mengeluarkan estimasi potensi risiko,” imbuh Fajar.

Rencananya Bfarm tahun 2019 ini akan fokus pada penggabungan dan penyederhanaan portal layanan credit scoring dan marketplace. Selain itu Bfarm juga akan berusaha menjalankan program 3H Certification sehingga bisa bermanfaat lebih banyak lagi bagi peternak di Indonesia.

Aplikasi Tukutu Fasilitasi Penjualan Sepatu Baru dan Bekas

Nama Tukutu merupakan akronim dari “Tuku Sepatu”, berasal dari Bahasa Jawa yang berarti beli sepatu. Sesuai namanya, aplikasi tersebut merupakan marketplace yang dapat dimanfaatkan penggunanya untuk titip jual produk sepatu — baik baru, bekas yang masih layak pakai, atau sepatu langka. Tukutu juga miliki misi untuk membantu sepatu merek lokal dalam menemukan pangsa pasar.

Peran aplikasi Tukutu adalah menjadi pihak ketiga untuk memastikan kualitas barang sebelum sampai ke tangan konsumen. Pada setiap transaksi pembelian, pihak Tukutu akan melakukan seleksi terlebih dulu di warehouse miliknya, termasuk melakukan pemeriksaan keasliannya. Dengan model bisnis tersebut, Tukutu tergolong cukup diminati. Sejak meluncur pada 14 November 2018, kini mereka telah membukukan 25 ribu pengguna dan 1500 merchant.

Di dalam aplikasi Tukutu terdapat fitur yang memungkinkan pembeli menawar sepatu dengan harga terendah yang diberikan oleh merchant. Mekanisme ini dinilai cukup penting, pasalnya mereka juga melayani penjualan sepatu bekas. Pemanfaatan rekening bersama turut diaplikasikan dalam sistem pembayaran, demi menjamin kelancaran transaksi dan kepercayaan pembeli.

“Saat ini Tukutu baru berfokus di dalam bidang sepatu. Ke depannya tidak menutup kemungkinan akan melebar ke kategori busana,” ujar Co-Founder & CEO Tukutu Husein Indra Kusuma.

Startup berbasis di Yogyakarta ini mengaku sudah melayani transaksi di berbagai kota di Indonesia. Untuk operasionalnya, saat ini masih bootstrapping alias menggunakan dana modal dari founder. Husein juga menyampaikan, startupnya tengah melakukan fundraising agar dapat mengakselerasi perluasan pangsa pasar.

“Visi kami membantu brand sepatu lokal agar dapat bersaing dengan brand terkenal. Selain itu juga ingin meminimalisir [transaksi penipuan] sepatu brand terkenal palsu. Tidak menutup kemungkinan kami juga akan membantu brand fashion lokal untuk bergabung ke dalam aplikasi Tukutu,” lanjut Husein.

Founder Tukutu
Beberapa founder Tukutu: Aditya Widayanto, Pulung Nutrtantion Andono, Gibran Rakabumi (tidak termasuk founder), Tirta Mandira Hudhi, Husein Indra Kusuma / Tukutu

Tukutu didirikan oleh enam orang founder. Selain Husen ada Tirta Mandira Hudhi, Ahmad Basir, Aditya Widayanto, Rizma Abdullah Hanif dan Ahmad Afifudin. Di awal pendiriannya, Husein dan Tirta dipertemukan oleh pengembang aplikasi Madhang Pulung Nurtantio Andono dan Gibran Rakabumi. Sementara dengan founder lainnya dipertemukan melalui komunitas di kampus UDINUS Semarang.

Tahun 2019 ini Tukutu memiliki beberapa target. Mereka ingin segera meluncurkan aplikasi di platform iOS. Perbaikan dan pengembangan fitur juga akan terus digencarkan, sembari terus merangkul merek lokal untuk tergabung ke dalam aplikasi.

Application Information Will Show Up Here