Startup Fintech InfraDigital Hadirkan Platform Pembayaran Khusus Bisnis Konvensional

Pergeseran kultur produktivitas masyarakat ke ranah digital menciptakan banyak peluang baru. Salah satunya yang coba dimanfaatkan oleh platform InfraDigital, yakni dengan menghadirkan platform pembayaran (payment gateway) untuk beberapa sektor bisnis. InfraDigital menyediakan platform yang dikustomisasi untuk beberapa layanan, yakni (1) pembayaran uang sekolah, (2) pembayaran tagihan apartemen, dan (3) pembayaran parkir. Selain itu juga dilengkapi produk penagihan digital untuk bisnis berbasis aplikasi dan API.

Co-founder & CEO InfraDigital Ian McKenna menceritakan kepada DailySocial hal yang melatarbelakangi pengembangan startup yang kini digelutinya. Perkembangan fintech di Indonesia sangat signifikan, namun kebanyakan pemain fokus pada layanan untuk konsumer dan ritel. Menurut Ian, bisnis tradisional belum merasakan manfaat secara signifikan.

“Contohnya saja penagihan dan pencatatan masih manual, rata-rata transaksi masih pakai metode konvensional. Padahal, pasar itu besar sekali.  Oleh sebab itu InfraDigital diciptakan. Satu platform yang membawa semua keunggulan teknologi fintech dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan tim keuangan dari bisnis tradisional,” ujar Ian.

Untuk sekolah, platform InfraDigital menyediakan sistem terpadu bagi staf tata usaha, termasuk kanal pembayaran dan sistem pengingatnya. Di bisnis apartemen, memudahkan pengelola untuk memungkinkan pelanggan melakukan pembayaran secara digital, juga memberikan penghuni kemudahan untuk melakukan pengecekan tagihan.

Sedangkan untuk sistem parkir, InfraDigital memungkinkan pengelola lahan parkir membuat sistem pembayaran bulanan atau harian secara online. Bagi pengguna pembayarannya dapat dilakukan melalui beberapa opsi layanan bank seperti ATM atau bisa juga melalui gerai Indomaret dan Alfamart di seluruh Indonesia.

InfraDigital didirikan sejak Desember 2017 bersama dengan seorang co-founder lain bernama Indah Maryani. Produknya sendiri baru soft-launching per Maret 2018 ini, menggandeng beberapa institusi. Belum lama ini pihaknya mendapatkan pendanaan dari Fenox Venture Capital melalui GnB Accelerator. Pada awal tahun 2018 lalu InfraDigital juga mendapatkan suntikan dana dari seorang angel investor Johan Tahardi dengan jumlah yang tidak disebutkan.

Beberapa anggota tim InfraDigital / InfraDigital
Beberapa anggota tim InfraDigital / InfraDigital

Pihaknya mengklaim, sejak diluncurkan 4 bulan silam, platform InfraDgital kini sudah memproses lebih dari 15 ribu tagihan dengan perputaran uang senilai lebih dari 2,5 miliar Rupiah. Saat ini sudah ada hampir 100 institusi yang bergabung, didominasi dari kalangan pendidikan seperti sekolah, universitas, dan lembaga kursus.

“Bulan ini mayoritas penjualan kami sudah berdasarkan referral, yaitu rekomendasi dari klien kami, bukan direct sales lagi. Hal ini membuat kami yakin bahwa solusi dari platform yang kami berikan benar-benar membantu tim keuangan,” terang Ian.

Di tahun 2018 ini, InfraDigital akan memfokuskan operasional pada penambahan fitur dalam platform sesuai kebutuhan klien. Ian juga menuturkan pihaknya akan menambahkan vertikal bisnis lainnya dalam portofolio layanan yang disediakan.

BagiData Sajikan Platform yang Mungkinkan Pengguna Monetisasi Data Pribadinya

BagiData merupakan platform yang memungkinkan pengguna internet menyerahkan dan mengontrol data mereka untuk dimonetisasi. Konsepnya pengguna dapat mendaftarkan diri lalu menghubungkan kanal digital yang dimiliki (misalnya Facebook, Twitter, Instagram, hingga WhatsApp) untuk kebutuhan komersial. Dari sisi brand atau bisnis, platform BagiData menjadi kanal pemasaran untuk menargetkan kalangan konsumen secara langsung berdasarkan data personal yang telah disetorkan pengguna.

Peran platform BagiData di sini sebagai middleware, menyimpan data pengguna sekaligus memastikan data tersebut aman. Sementara brand yang menggunakan layanan tersebut akan memiliki dasbor khusus. Di sana brand dapat memilih kriteria konsumen seperti apa yang ditargetkan.

Di BagiData, pengguna dapat memberikan izin datanya untuk diinvestasikan, dan mengizinkan dikirimi penawaran melalui SMS, WhatsApp, atau Email. Setiap kali mendapat penawaran melalui BagiData, pengguna akan mendapatkan bagian pendapatan juga dari data mereka. Untuk setiap data yang disetor (misalnya struk belanja atau profil data diri), pengguna juga akan mendapatkan imbalan berupa kredit tunai atau poin.

Co-Founder & CEO BagiData Ikhwan Reza menjelaskan, “BagiData memberikan akses kepada pengguna internet untuk mengontrol data mereka, selain itu pengguna internet juga dapat menghasilkan uang dengan menginvestasikan data yang dimiliki. Saat ini data yang dapat diinvestasikan adalah sosial media dan juga struk belanjaan online maupun offline.”

Tim founder BagiData / BagiData
Tim founder BagiData / BagiData

Startup yang diinisiasi program inkubator Amoeba milik Telkom ini didirikan oleh tiga orang founder, yakni Ikhwan Reza (CEO), Risky Gelar Maliq (CMO), dan Dindin Zaenuddin (CTO). Ide pengembangkan BagiData berangkat dari keinginan para founder untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang nilai data.

“Data itu berharga dan pengguna internet berhak mendapatkan sesuatu dari data mereka, selama ini data pengguna internet di-mining mostly tanpa permission, tricky, dan diam-diam. Kami percaya setiap orang berhak mengontrol data mereka,” ujar Ikhwan.

Jaminan privasi dan perlindungan data

Bermain dengan data, maka masalah privasi dan keamanan menjadi hal yang krusial. Namun demikian tim BagiData meyakinkan bahwa mereka sangat ketat dalam urusan dengan keamanan dan privasi tersebut. Mereka menjelaskan bahwa metode yang digunakan tidak ada perpindahan data kepada pihak lain. Mitra hanya diberikan Engangement Tools untuk menyampaikan kampanye kepada pengguna yang mengizinkan datanya digunakan. Dari sana mitra hanya bisa melihat karakteristik dan jumlah orangnya saja, tanpa pernah tahu siapa orang yang disasar tersebut.

“Sewaktu-waktu jika diinginkan pengguna dapat memutuskan profil online mereka, yang berarti datanya tidak lagi dapat kami gunakan. Dapat dipastikan juga untuk kampanye selanjutnya mereka tidak akan mendapatkan promo apa pun, data yang sudah ditarik tidak akan digunakan. BagiData akan mengadopsi standar GDPR (General Data Protection Regulation) oleh Uni Eropa dalam menjaga keamanan data,” jelas Ikhwan.

Tampilan aplikasi BagiData dari sudut pandang pengguna
Tampilan aplikasi BagiData dari sudut pandang pengguna

Para perusahaan yang akan memanfaatkan data ini dapat membeli paket Engagement berdasarkan platform publikasi yang dipilih, yakni: WhatsApp, SMS, Email. Sedangkan kriteria pengguna dikategorikan dalam segmentasi tertentu mempelajari profil media sosial yang diinputkan oleh pengguna. Ikhwan juga menambahkan, selain dapat memanfaatkan basis data BagiData, perusahaan juga dapat mengunggah datanya sendiri untuk dikelola menggunakan dasbor Engagement Tools yang disediakan oleh BagiData.

Optimis dengan tren digital yang ada di Indonesia, tahun ini BagiData menargetkan mampu merangkul 100 ribu lebih pengguna.

Misi Playable Kids Mengedukasi Anak dengan Konten Berkualitas

Penggunaan internet yang berlebihan di satu sisi jadi suatu kekhawatiran bagi para orang tua ketika anaknya terlalu sering memegang smartphone karena mudahnya mendapatkan konten. Playable Kids berusaha mengatasi kekhawatiran tersebut dengan menyediakan konten edutainment berisi video dan konten yang didesain khusus untuk anak.

Dari riset yang dilakukan Playable Kids, ditemukan bahwa perilaku anak-anak dalam berinternet sangat tidak kondusif. Penelitian yang dilakukan Netmums terhadap kurang lebih 800 anak berumur 7-16 tahun dan 1.000 orang tua menunjukkan bahwa sebanyak 16,7% orang tua mengizinkan anak berumur 3 tahun atau bahkan lebih kecil untuk online di smartphone.

Sebanyak 42,1% anak mengakui telah melihat konten pornografi secara online, 25% anak berpura-pura telah dewasa agar bisa memiliki akun media sosial, 29% orang tua membiarkan anaknya online tanpa pengawasan, lebih dari 700 konten pornografi yang beredar melibatkan anak.

Berangkat dari hasil di atas, Playable Kids memutuskan untuk tidak hanya fokus edukasi dan game interaktif, tapi juga fokus ke konten edutainment. Seluruh konten tersebut bisa diakses melalui smartphone.

“Industri ini masih cukup luas dan belum terlalu banyak pemain, masih di ranah blue ocean,” terang Co-Founder dan CMO Playable Kids Marissa Noriti kepada DailySocial.

Marissa mengatakan konten Playable Kids dibuat tim yang telah berpengalaman di dunia anak. Biasanya tim mendapatkan inspirasi dari pengamatan sehari-hari. Dari situ diharapkan pihaknya dapat menghasilkan konten-konten yang berkualitas dan disukai anak.

Ditargetkan sampai akhir tahun ini akan tersedia lebih dari 50 konten edutainment yang siap dirilis pada September mendatang. Konten akan terus diperbanyak. Rencananya pada 2019 mendatang Playable Kids sudah memiliki 300 konten ramah anak.

“Kami masih menyempurnakan produk Playable Kids. Versi beta sudah launching di Play Store. Untuk versi full-nya akan launching di September 2018 ini, disertai kurang lebih 50 konten edutainment.”

Untuk monetisasinya, Playable Kids menetapkan sistem berlangganan. Harganya berkisar Rp15 ribu sampai Rp30 ribu per bulannya. Selain memproduksi konten, Playable Kids juga menyediakan fitur school management system dan parental control untuk membantu orang tua memonitor perkembangan anaknya di sekolah.

Saat ini Playble Kids tergabung sebagai salah satu peserta dari tujuh startup yang mengikuti program GnB Accelerator batch ke-4. Setiap peserta berhak mendapatkan pelatihan, mentoring, hingga mendapat pendanaan sebesar US$50 ribu (sekitar Rp710 juta) sebagai investasi awal.

Platform Ikigai Siap Bantu Calon Mahasiswa Temukan Universitas Sesuai Karakter

Pasangan suami istri Frisky Nurmuhammad dan Hana Nurmuhammad melihat potensi dan peluang penggunaan teknologi untuk menghubungkan perguruan tinggi dalam negeri maupun luar negeri dengan para calon mahasiswa. Akhirnya lahirlah Ikigai. sebuah platform yang menyediakan fasilitas untuk mengetahui kepribadian atau karakter dan kemudian memberikan rekomendasi perguruan tinggi mana yang akan dipilih.

Pengguna Ikigai dimungkinkan menjelajahi lebih dari 150 pilihan program studi, pilihan perguruan tinggi hingga nantinya bisa langsung mendaftar ke perguruan tinggi yang menjadi partner Ikigai.

“Nama Ikigai berasal dari filsafat Jepang yang berarti ‘alasan untuk hidup’. Masyarakat Jepang percaya bahwa setiap orang memiliki ikigai, yakni sesuatu yang menjadi semangat mereka ketika bangun pagi, sesuatu yang membuat orang  menjalani kegiatannya dengan bahagia. Ikigai bisa berupa pekerjaan, hobi, hubungan, atau apapun yang membuat hidup orang tersebut bermakna. Kami percaya mengenalkan anak pada jati dirinya, kemudian membimbingnya untuk memilih masa depan yang sesuai karakternya adalah salah satu jalan untuk menemukan ikigai mereka,” terang Hana menjelaskan filosofi bisnisnya.

Ikigai mulai soft launching pada awal tahun ini dengan mengadakan roadshow ke beberapa sekolah di Jabodetabek. Dalam roadshow tersebut mereka memberikan workshop mengenai pentingnya memilih pendidikan yang cocok sesuai dengan karakter siswa. Ikigai sendiri diharapkan bisa digunakan oleh seluruh siswa di Indonesia, termasuk juga di ASEAN mengingat tujuan awal mereka menghubungkan perguruan tinggi dalam maupun luar negeri.

“Masalah yang ingin kami selesaikan adalah ketidakmerataan akses informasi mengenai perguruan tinggi. Saat ini masih banyak misinformasi mengenai jumlah jurusan, prospek kerja dan perguruan tinggi itu sendiri, sehingga siswa bisa jadi memilih jurusan yang tidak sesuai dengan dirinya dan kalah dalam kompetisi pencarian kerja. Akses terhadap informasi tentang pilihan perguruan tinggi yang ada di Indonesia juga masih tidak merata dan masih diwarnai miskonsepsi bahwa perguruan tinggi swasta tidak bagus atau perguruan tinggi swasta sangat mahal,” lanjut Hana.

Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut Ikigai didesain dengan berbagai fitur, mulai dari fitur tes psikologi, profil universitas, lebih dari 150 database jurusan kuliah dan yang sedan disiapkan sistem aplikasi pendaftaran universitas dan Student tracking system yang rencananya bisa diluncurkan tahun ini.

KlikACC Hadirkan Layanan P2P Lending dengan Konsep Kemitraan

Dua tahun belakang OJK cukup aktif mengeluarkan izin penyelenggaraan layanan teknologi finansial. Salah satu yang masuk dalam daftarnya adalah KlikACC, startup peer-to-peer (P2P) lending yang mengusung konsep kemitraan, ditujukan untuk kalangan UMKM. Kemitraan dimaksudkan untuk melindungi pemberi pinjaman dan mengetahui lebih jauh mengenai profil peminjam.

Konsep ini digadang-gadang menjadi salah satu poin plus yang dimiliki oleh KlikACC. Dengan adanya kemitraan memungkinkan KlikACC mendapatkan potensi peminjam dari perusahaan mitra seperti Indosat, XL Axiata, iForte, Anahata Wisata, CCSI, Sinergi Bumi Banoa hingga PT Uang Kita.

KlikACC sendiri mulai beroperasi sejak Agustus 2016 silam. KlikACC juga sudah berhasil mendapatkan seed funding dan mencairkan hampir 70 miliar Rupiah dalam bentuk pinjaman kepada UMKM yang tersebar di Jawa, Bali, Manado dan Makassar.

“Konsep kemitraan ini dilakukan untuk mendapatkan potensi peminjam dari mitra perusahaan. Kami membiayai rantai pasokan dan karyawan dari perusahaan-perusahaan tersebut. Konsep kemitraan ini dapat melindungi para calon pemberi pinjaman dan mendapatkan calon peminjam berkualitas tinggi,” terang Marketing & Sales Director KlikACC Iwan.

Startup yang diprakarsai oleh Peter Djatmiko, Rusli Hidayat, dan Elysabet Bong ini cukup optimis untuk menjalani tahun 2018. Dengan apa yang mereka dapatkan di tahun sebelumnya, tahun ini mereka menargetkan untuk bisa mencairkan pinjaman mencapai 400 miliar Rupiah.

“Target KlikACC di tahun ini untuk meningkatkan kualitas credit scoring dan meningkatkan level pinjaman yang dicarikan lebih dari 400 miliar Rupiah,” jelas Iwan.

Iwan melanjutkan, untuk memenuhi targetnya tersebut KlikACC tengah mengembangkan sistem credit scoring dengan memanfaatkan teknologi machine learning. Penerapan teknologi tersebut diharapkan mampu menganalisis kredit lebih akurat dan lebih dari tingkat penjualan calon peminjam.

Application Information Will Show Up Here

Startup Indonesia di Ajang Echelon Asia Summit 2018

Echelon Asia Summit kembali diselenggarakan. Ajang berkelas regional ini banyak dijadikan oleh startup untuk berunjuk gigi, memamerkan solusi produk yang dikembangkan dan memperluas koneksi pasar. Echelon sendiri selalu menghadirkan sesi bertajuk “Top100”, kesempatan bagi startup di tahap early-stage untuk berkompetisi mempresentasikan karyanya. Di antara 100 startup yang berhasil dikurasi dari seluruh wilayah Asia Pasifik, 9 startup di antaranya hadir dari Indonesia.

Berikut ini adalah daftar startup Indonesia yang hadir mengikuti pameran di Echelon Asia Summit 2018:

Exquisite Informatics (SaaS)

Fikri Akbar, Co-Founder & Head of Product Exquisite Informatics
Fikri Akbar, Co-Founder & Head of Product Exquisite Informatics

Startup yang berdiri sejak Oktober 2016 ini menyediakan layanan analisis data dan pengembangan platform data untuk korporasi. Saat ini telah menangani beberapa bidang bisnis, mulai dari perbankan, medis, ritel hingga perusahaan energi. Di Echelon kami bertemu dan berbincang dengan Fikri Akbar selaku Co-Founder & Head of Product Exquisite Informatics.

Ia menceritakan bahwa klien korporasi di Indonesia memiliki tantangan tersendiri saat hendak memilih platform data. Beberapa kultur yang ada seperti: mereka hanya mau menggunakan produk dari brand besar, setiap transisi kepemimpinan akan menghasilkan kerja sama dengan perusahaan teknologi mereka, bahkan mereka sering tidak mau mengakui bahwa perusahaannya tidak pernah aware dengan strukturisasi data.

Dari hal tersebut Exquisite Informatics sadar betul untuk tidak bermain produk data –karena dirasa sulit jika harus bersaing dengan Oracle, Microsoft, IBM dll. Solusi yang coba ditawarkan ialah menghadirkan dasbor yang menjadi hub di antara platform data yang sudah dimiliki oleh perusahaan dan menyatukan ke dalam sistem yang saling terintegrasi.

Produk Exquisite Informatics memungkinkan data dari berbagai sumber untuk disatukan dan direstrukturisasi, sehingga memudahkan proses visual dan analisis terjadi dalam satu dasbor terpadu. Selain produk berupa SaaS, Exquisite Informatics juga menyediakan layanan pengembangan dan konfigurasi infrastruktur server. Hal ini mengingat banyak perusahaan yang butuh comply dengan memiliki pusat data on-premise untuk server yang menampung data konsumen Indonesia.

Gradana (Fintech)

(kanan) Chief Strategist Gradana Meirisha Berisdha
(kanan) Chief Strategist Gradana Meirisha Berisdha

Gradana menyediakan layanan P2P lending khusus untuk produk-produk properti. Saat ini pihaknya memiliki tiga varian produk. Pertama ialah GraDP, memungkinkan peminjam mengajukan biaya untuk pembayaran uang muka/down-payment dalam pembelian rumah. Kedua ialah GraSewa, produk ini memungkinkan pengguna mengajukan pinjaman untuk biaya sewa yang umumnya (di Indonesia) harus dibayar minimal satu tahun di muka.

“Di Indonesia itu unik, orang yang ingin melakukan sewa properti biasanya harus membayar minimal satu tahun di muka, untuk beberapa orang atau bisnis kecil sering kali memberatkan. Dengan GraSewa, kita bantu membayarkan di muka, sehingga dari sisi konsumen tetap serasa membayar sewa bulanan,” ujar Chief Strategist Gradana Meirisha Berisdha.

Selanjutnya untuk produk ketiga ialah GraKarya, yakni pembiayaan untuk pembelian aset atau layanan properti lainnya, misalnya untuk pembiayaan interior. Dengan tiga varian produk tersebut, Gradana saat ini sudah melayani pinjaman di beberapa kota, di antaranya di Jakarta, Medan, dan Bandung. Memang tidak langsung banyak bisa ekspansi ke luar, karena untuk memberikan layanan properti Gradana juga membutuhkan rekanan lokal untuk verifikasi dan lain-lain.

Didirikan sejak tahun 2016, Gradana baru go-to-market sekitar awal tahun 2017. Bulan Desember tahun lalu pihaknya baru mendapatkan perizinan dari OJK. Saat ini sudah mendapatkan pendanaan pra-seri A dari angel investor, dan ditargetkan tahun ini dapat membukukan pendanaan seri A untuk perluasan operasional dan bisnis.

JALA Tech (IoT)

Co-Founder JALA saat mempresentasikan produknya di hadapan juri
Co-Founder JALA saat mempresentasikan produknya di hadapan juri

JALA adalah pengembang perangkat IoT yang ditujukan untuk memonitor kualitas air pada tambak udang. Perangkat ini didesain untuk dapat mengatasi masalah budidaya udang dengan mengukur, menganalisis dan memberikan semua rekomendasi berdasarkan kondisi kualitas air tambak. JALA dikembangkan untuk membantu petambak udang dan meningkatkan respons petambak dalam menjaga kualitas air dan mengurasi kesalahan penanganan dalam bertambak udang.

Sistem JALA sendiri terdiri dari tiga bagian, pertama ialah sebuah perangkat yang dilengkapi sensor untuk memahami kadar oksigen terlarut, suhu, pH, salinitas, dan TDS (Total Dissolved Solid). Kemudian hasil pantauan dari sensor tersebut akan diproses dan dikirimkan hasilnya melalui aplikasi web dan SMS. Dibanding mobile app, SMS tampaknya memang lebih efisien untuk petani udang di lapangan. Dalam laporannya, JALA memberikan informasi dan rekomendasi untuk membantu petambak dalam mengambil tindakan yang tepat berdasarkan kondisi kualitas air tambak udang yang telah diukur.

Mallness (Lifestyle)

Tim Mallness dalam booth pameran yang disajikan dalam Echelon
Tim Mallness dalam booth pameran yang disajikan dalam Echelon

Mallness adalah aplikasi berbasis informasi yang menyajikan berbagai promosi, diskon, informasi program loyalitas member, dan berbagai hal lainnya seputar pengalaman belanja di pusat perbelanjaan (mall). Dari bisnis prosesnya, Mallness menyasar dua segmen sekaligus, yakni B2B dan B2C. Untuk B2B, Mallness memberikan layanan bisnis promosi kepada pusat perbelanjaan, brand, dan toko. Sedangkan untuk B2C, Mallness menyajikan pengalaman digital kepada para pengunjung pusat perbelanjaan.

Hal menarik dari aplikasi ini ialah penyajian konten yang dipersonalisasi. Tidak semua informasi ditampilkan ke semua orang, melainkan berdasarkan tren histori dan minat yang disukai saja. Startup ini berdiri sejak Desember 2017, didirikan dua co-founder berkebangsaan Spanyol, yakni Marco Hernáiz dan Mireya de Mazarredo.

Untuk tahun 2018, Mallness memiliki dua target utama, pertama ialah integrasi dengan payment gateway di aplikasi untuk pembayaran. Sedangkan yang kedua pihaknya merencanakan melakukan ekspansi ke Surabaya dan Medan.

MallSini (Lifestyle)

Partnership Executive MallSini Theresia Livinka
Partnership Executive MallSini Theresia Livinka

Mirip dengan Mallness, aplikasi MallSini menyajikan direktori promosi dan informasi seputar pusat perbelanjaan di Jakarta. Perbedaannya, untuk beberapa pusat perbelanjaan yang sudah bekerja sama, di aplikasi didesainkan indoor mapping untuk memudahkan pengguna ketika ingin menemukan gerai tertentu. Kepada pengelola pusat perbelanjaan, MallSini memberikan layanan berupa analisis dan tren kecenderungan konsumen yang didapat dari aplikasi, dimaksudkan untuk peningkatan pelayanan dan pengalaman pengunjung.

Meluncur sejak Maret 2018, MallSini telah membukukan lebih dari 5000 pengguna. Saat ini sekurangnya sudah ada 25 pusat perbelanjaan di Jakarta yang menjadi mitra. MallSini juga mendapatkan dukungan dari Agung Sedayu dan Summarecon Mall.

Medika App (Healthtech)

Co-Founder Medika App yang hadir dalam Echelon Asia Summit
Co-Founder Medika App yang hadir dalam Echelon Asia Summit

Startup yang digawangi oleh Danang Firdaus (CEO) dan Suka Bayuputra (COO) ini menawarkan platform end-to-end untuk menghubungkan masyarakat dengan layanan kesehatan. Implementasinya bekerja sama langsung dengan rumah sakit atau institusi kesehatan lainnya. Startup yang didirikan sejak Mei 2017 ini terakhir mengumumkan perolehan pre-seed funding dari Fenox Venture Capital senilai USD50.000.

Terkait model bisnisnya, Medika App menyasar langsung segmentasi B2B dan B2C. Melalui model B2B pihaknya menyajikan layanan manajemen pasien di rumah sakit, termasuk aplikasi untuk kebutuhan operasional dan administrasi medis. Sedangkan di sisi B2C, Medika App menyediakan aplikasi pemesanan kepada pengguna untuk layanan dokter dan kesehatan. Di pembaruannya, saat ini Media App juga melayani pemesanan jasa kecantikan dan perawatan kesehatan.

Di Media App, pengguna tidak hanya bisa membuat janji dengan dokter. Saat ini aplikasi sudah terhubung dengan sistem pembayaran berbasis payment gateway. Sehingga pengguna dapat melakukan pembayaran di awal melalui kartu kredit atau transfer bank, saat di klinik atau rumah sakit tidak perlu lalu melakukan pembayaran.

MyClinicalPro (Healthtech)

Co-Founder & COO MyClinicalPro William Suryawan
Co-Founder & COO MyClinicalPro William Suryawan

Startup ini menyediakan aplikasi manajemen yang membantu klinik dan dokter agar punya sistem operasional yang lebih terstruktur. Di dalamnya juga mengakomodasi kebutuhan pencatatan rekam medis pasien. Menariknya MyClinicalPro didesain sebagai platform yang membantu dokter melakukan analisis atas tren pasien. Dengan demikian diharapkan dapat terhubung dengan pasien secara lebih optimal.

“Selama ini kebanyakan klinik tidak memiliki data valid dari histori penanganan pasien, misalnya mengetahui tren usia, tren penyakit yang ditangani dan sebagainya. Padahal dengan mengetahui hal itu, dokter dan klinik akan banyak diuntungkan, terutama untuk peningkatan bisnis kesehatan itu sendiri,” ujar Co-Founder & COO MyClinicalPro William Suryawan.

Beroperasi sejak tahun 2016, saat ini MyClinicalPro sudah terhubung dengan 300 dokter dan klinik di 10 kota di Indonesia. Tahun ini mereka merencanakan untuk merilis aplikasi di sisi pasien, sehingga dapat menghadirkan layanan yang menghubungkan langsung dengan dokter.

Tanijoy (Agrotech)

Co-Founder & CEO Tanijoy Nanda Putra
Co-Founder & CEO Tanijoy Nanda Putra

Tanijoy adalah sebuah platform pemberdayaan petani yang terdiri dari dua sistem utama, yakni permodalan dan manajemen pengolahan lahan. Startup ini berdiri atas inisiatif salah satu co-founder yang sebelumnya berpengalaman 6 tahun menjadi petani. Banyak hal yang dirasa perlu diselesaikan, salah satunya soal peningkatan perekonomian para petani. Selain menyalurkan pembiayaan –layaknya aplikasi investasi pertanian yang saat ini ada—Tanijoy juga memberikan manajemen pengolahan lahan.

“Dari data kami, 70% petani mitra di Bogor tidak piawai baca-tulis, dari situ kami menyadari perlu adanya pendamping lapangan yang mengarahkan mereka. Sehingga di Tanijoy kami tidak melepaskan petani secara penuh, setiap hari ada yang disebut field manager melakukan pengambilan data terkait kebutuhan petani dan lahan yang digarap. Dari situ sistem kami memantau dan memberikan informasi kepada pihak terkait, termasuk investor,” ujar Co-Founder & CEO Tanijoy Nanda Putra.

Sampai tahun ini, Tanijoy masih akan memfokuskan pada riset produk dan layanan. Harapannya ketika nanti dilakukan perluasan, sistem yang diusung memiliki SOP dan spesifikasi yang pas untuk efisiensi dalam bisnis pertanian di Indonesia.

Tjetak (Marketplace)

Booth Tjetak dalam sesi pameran Echelon
Booth Tjetak dalam sesi pameran Echelon

Tjetak adalah sebuah B2B marketplace yang membantu individu dan bisnis untuk melakukan pencetakan berbagai kebutuhan desain. Produk yang dijual mulai dari kartu nama, stiker, kalender, buku, kaos, hingga pernak-pernik acara seperti gelas plastik. Untuk konsumen individu, Tjetak menawarkan sistem keagenan memungkinkan setiap orang untuk menjual produk cetakan secara instan. Sedangkan untuk bisnis, Tjetak menyediakan API untuk dihubungkan ke situs yang dimiliki sehingga dapat mengintegrasikan sistem pemesanan kebutuhan desain cetak secara mudah.

Startup ini baru melakukan go-to-market per Juli 2018 ini. Untuk operasional, Tjetak bekerja sama langsung dengan pemilik vendor percetakan dari berbagai wilayah operasional. Selain menawarkan desain dan jasa pencetakan, dalam aplikasi juga sudah diakomodasi layanan logistik untuk pengantaran produk yang dipesan.

HARA Ingin Bantu Atasi Isu Perekonomian Lewat Pertukaran Data Berbasis Blockchain

Industri pertanian di Indonesia masih memiliki isu, salah satunya mengenai efisiensi produksi. Isu tersebut seringkali jadi masalah tersendiri lantaran minimnya informasi yang bisa didapatkan oleh para petani. Tak hanya itu, di sektor pangan yang notabenenya dekat dengan pertanian juga sama. McKinsey Research pernah merilis hasil penelitian yang menyatakan sekitar 30% produksi pertanian dan makanan terbuang sia-sia karena kurangnya informasi dan terjadi kerugian sekitar US$940 miliar setiap tahunnya.

HARA pun hadir dengan semangat mengatasi isu tersebut. Secara operasional, perusahaan hadir di Indonesia sejak 2015 sebagai wilayah proyek percontohan. HARA memiliki kantor di Singapura yang dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis dan kerja sama.

Di Indonesia, HARA melakukan pengembangan dan penyebaran aplikasi dengan menjalin kerja sama dengan antar lembaga. Seperti Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LSM atau NGO), instansi keuangan, dan aktif melakukan penelitian pertanian di beberapa daerah.

Kepada DailySocial, CEO HARA Regi Wahyu menuturkan pihaknya membangun HARA untuk mewujudkan kesejahteraan perekonomian melalui pertukaran data (data-exchange) terdesentralisasi berbasis teknologi blockchain. Dengan demikian dapat menunjang keputusan berdasarkan data dan informasi yang tepat dan bermakna bagi masyarakat.

“Dengan fokus awal di sektor pangan dan pertanian, HARA adalah solusi berkelanjutan bagi para pemangku kepentingan dalam pasar pertukaran data untuk sektor-sektor yang paling memiliki dampak sosial di dunia,” terang Regi.

Model bisnis

HARA memanfaatkan data terdekat (near time data) yang dinilai akan sangat berharga untuk meningkatkan produktivitas, mengurangi kerugian dan menciptakan efisiensi pasar. Dalam prosesnya, tim HARA mengumpulkan data dari berbagai pemangku kepentingan selama dua tahun terakhir.

Mereka terdiri dari penyedia data (data provider) yang menyerahkan data mereka di HARA; pembeli data (data buyer) yang membutuhkan data untuk proses pengambilan keputusan. Selain itu ada juga penilai data (data qualifier) untuk menjamin kualitas data; dan terakhir ada layanan yang membantu pengguna mengubah data menjadi informasi rujukan dan laporan.

Ada insentif yang diberikan dalam platform HARA untuk memotivasi penyedia data dalam mengajukan data dan menghasilkan skalabilitas yang tepat. Penyedia data akan dihargai dengan insentif berupa token dan poin loyalitas, setelah mereka menyumbangkan data faktual seputar informasi tentang tanah, prakiraan cuaca, dan data KYC di seluruh Indonesia.

Kios penukaran poin loyalitas / HARA
Kios penukaran poin loyalitas / HARA

Pada tahap lebih lanjut, HARA akan menggunakan smart contract untuk memastikan terpenuhinya segala hal yang tercantum dalam persetujuan dari pemilik data berdasarkan GDPR (General Data Protection Regulation) yang dianut Uni Eropa.

HARA dapat diakses melalui aplikasi dan dashboard dengan fungsi yang berbeda. Aplikasi digunakan untuk mempercepat akuisisi data bagi perusahaan data, agen lapangan, dan petani. Sementara dashboard memberikan wawasan yang dapat ditindaklanjuti untuk meningkatkan produktivitas antara 20%-30%.

Berkat model bisnis ini, sekaligus menjadi diferensiasi antara HARA dengan pemain sejenis. Regi menilai, dengan blockchain yang terdesentralisasi dapat menciptakan dampak sosial. Untuk itu, pihaknya memulai dari sektor pangan dan pertanian, berikutnya menjalar ke sektor lainnya yang paling berdampak bagi masyarakat. Contohnya pendidikan, kesehatan, transportasi dan hiburan.

Di samping itu, proyek percontohan yang sudah dijalankan diklaim sudah menunjukkan hasil awal yang menjanjikan khususnya bagi petani. Beda halnya dengan perusahaan lainnya yang masih berada di tahap konsep.

“Kami merupakan inisiatif dari para pendiri dan tenaga ahli teknologi dari Dattabot yang sudah berpengalaman di bidang big data analytics sejak 2003. Kami juga berkolaborasi dengan penasihat dan mitra berkaliber tinggi berskala global.”

Untuk pendanaannya, HARA menggelar penjualan pribadi Initial Coin Offering (ICO) dengan token ERC20 yang bakal digelar pada akhir Juni 2018. HARA menawarkan 1,2 juta keping token, harapannya dana yang terkumpul berkisar antara US$5 juta sampai US$25 juta.

Dana tersebut akan digunakan untuk implementasi proyek (45%), pengembangan produk (37%), pengembangan bisnis (8%), dan sisanya untuk operasional dan cadangan.

Tantangan dan rencana berikutnya

Regi melanjutkan tantangan yang saat ini masih dihadapi HARA mengenai tahap implementasi itu sendiri. Setiap desa menurutnya memiliki karakter dan keunikan masing-masing, serta lanskap tanaman pangan kebanyakan didominasi oleh petani berskala kecil.

Untuk itu, pihaknya melakukan kolaborasi dengan mitra strategis seperti LSM dan pemerintah yang memiliki pemahaman tentang lanskap pertanian daerah.

Pada tahun ini HARA menargetkan dapat memperluas wilayah proyek percobaan hingga ke Indonesia bagian barat, termasuk Jawa Timur dengan total 400 wilayah baru. Selain Indonesia, HARA ingin ekspansi ke negara yang terletak di garis khatulistiwa, seperti Vietnam, Thailand, Bangladesh, Kenya, Uganda, Meksiko, dan Peru.

“Kami menargetkan untuk menjangkau 2 juta petani untuk tergabung dalam ekosistem HARA di 2020 mendatang,” tutupnya.

Adopsi Konsep Peer-to-Peer, Bookabuku Mudahkan Peminjaman Buku Secara Online

Konsep peer-to-peer (P2P) saat ini bukan hanya diaplikasikan oleh layanan fintech saja. Kemudahan yang ditawarkan juga bisa diterapkan di layanan lainnya, salah satunya untuk peminjaman buku. Seperti yang diakomodasi oleh platform Bookabuku.

Didirikan oleh Givari Rizky (CEO), Rayhan Yuzar (CTO), Thomas Djara (COO) dan Rani Siti Khodijah (CBDO), konsep dari Bookabuku memudahkan pengguna untuk meminjam buku dengan pilihan beragam dari sesama pengguna.

Kepada DailySocial, Givari Rizky mengungkapkan rendahnya kultur literasi di kalangan masyarakat menempatkan Indonesia pada peringkat dua terbawah. Menurut data UNESCO Secara keseluruhan hanya 1 dari 1000 orang Indonesia membaca.

“Kami melakukan riset mendalam selama satu tahun dan menemukan bahwa permasalahan tersebut dikarenakan harga buku berkualitas yang relatif mahal dan akses yang sulit. Kami juga menemukan bahwa terdapat 101 juta lebih buku tersebar tiap tahun sejak 2015,” kata Givary.

Untuk mengatasi kendala tersebut, Bookabuku hadir memberikan solusi dengan menciptakan platform pinjam-meminjam buku fisik secara online pertama di Indonesia.

“Bookabuku memiliki visi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan misi untuk membuat sumber pengetahuan berkualitas menjadi lebih affordable dan accessible,” kata Givary.

Cara kerja Bookabuku

Bookabuku menyediakan pilihan biaya berlangganan. Setelah mendaftar, peminjam bisa melakukan peminjaman maksimal dua buku dalam dalam satu periode, yaitu 30 hari terhitung buku diterima. Namun buku tersebut juga bisa ditukar di periode waktu yang sama.

“Jadi misalnya peminjam melakukan pinjaman dua buku hari ini, seminggu ke depan dua buku tersebut bisa ditukar dengan judul lainnya. Peminjaman bisa dilakukan berkali-kali selama 30 hari periode peminjaman itu. Jika peminjam ingin mengembalikan buku nanti akan ada kurir rekanan kami yang datang menjemput buku tanpa biaya tambahan jadi tidak merepotkan,” kata Givary.

Sementara untuk pengguna yang ingin meminjamkan buku, bisa mendaftar dan langsung memasukkan ISBN buku dan mengunggah foto sampul buku melalui situs. Jika ada permintaan dari peminjam, mitra kurir dari Bookabuku akan mengambil buku tersebut langsung ke rumah pemilik buku. Pada akhir periode peminjaman, peminjam akan mendapatkan pendapatan pasif sebesar Rp10.000 per buku yang telah dipinjam.

Saat ini Bookabuku telah bermitra dengan logistik pihak ketiga seperti JetExpress, PopBox, dan Etobee. Bookabuku juga menjalin kerja sama dengan organisasi pemuda internasional terbesar yaitu AIESEC in Indonesia, lebih dari 30 komunitas dan kerap melakukan kegiatan bersama.

Rencana penggalangan dana Bookabuku

Saat ini Bookabuku mengklaim telah memiliki sekitar 3 ribu pengguna di Indonesia. Bookabuku juga sudah dapat melayani pembaca buku dari seluruh Indonesia dan menyedikan layanan free pick-up di 9 provinsi dan 25 kota. Sementara jumlah buku yang tersedia di platform saat ini sekitar 5 ribu koleksi.

Terkait dengan strategi monetasi Bookabuku datang dari subscription atau biaya berlangganan pengguna. Masih menjalankan bisnisnya secara bootstraping, Bookabuku juga berencana untuk melakukan penggalangan dana.

“Tahun 2018 ini akan menjadi tahun Bookabuku akan semakin berkembang dan rencananya akan merilis beberapa fitur lainnya untuk terus bekerja mencapai visi dan misi kami,” tutup Givary.

EventEvent Mudahkan Pengelola Acara Lakukan Promosi Melalui Aplikasi

Berangkat dari pemikiran masih belum optimalnya platform penyelenggara acara di Indonesia, EventEvent diluncurkan. Secara khusus aplikasi ini dikembangkan untuk mempromosikan acara kelas menengah ke bawah.

Kepada DailySocial, Founder & CEO EventEvent Deddy Wiryawan mengungkapkan, saat ini masih banyak kesulitan yang dihadapi oleh pihak penyelanggara untuk mendaftarkan acaranya secara online. Terutama untuk mendaftarkan acara yang sifatnya small-medium ke platform yang well-established. Cenderung sulit karena harga yang mahal juga mekanisme yang rumit dengan dibutuhkan pengajuan kontrak dan lainnya.

“Didirikan pada tahun 2016, kami mulai mengembangkan aplikasi EventEvent. Sebuah event marketplace yang menargetkan Event Organizer dan Event Enthusiast, dengan sistem yang memungkinkan setiap user untuk mendaftarkan, menjual, membeli, dan berbagi event sendiri. Mereka juga bisa bersosialisasi dengan sesama pengguna.”

Secara konsep, platform yang ditawarkan oleh EventEvent tampak serupa dengan platform seperti Goers dan Loket. Namun dengan fitur unggulan yang ada, EventEvent mengklaim memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Di antaranya adalah fitur analytic dashboard bagi Event Organizers, fungsi media sosial, sistem check-in yang terintegrasi, dan sistem self-service yang sederhana.

“Mungkin ada marketplace lain yang memungkinkan Event Organizers untuk mendaftarkan acaranya sendiri, namun prosesnya panjang dan administrasinya merepotkan. Di EventEvent, tidak ada proses verifikasi yang membutuhkan Event Organizers untuk mengunggah dokumen-dokumen tertentu,” kata Deddy.

Sejak hadir dua tahun yang lalu, saat ini EventEvent telah memiliki lebih dari 10 ribu pengguna di seluruh Indonesia. Untuk acara yang didaftarkan melalui aplikasi, EventEvent mencatat banyak yang berasal dari Jabodetabek, Bandung, Yogyakarta, dan Bali.

“Tapi tak jarang juga ada user dan event dari berbagai kota lainnya, dan ada beberapa user yang datang dari India, Singapura, Tiongkok dan Amerika Serikat,” kata Deddy.

Cara kerja dan strategi monetisasi

Setiap pengguna yang telah mendaftar memiliki kesempatan yang sama untuk mencari maupun menjual event. Mereka juga bisa menikmati semua fitur yang disediakan mulai dari fungsi ticketbox, gate system saat check in event, serta fungsi sosial untuk saling mengikuti dan berbagi update acara di sekitar mereka.

Dalam proses pembelian tiket, pengguna bisa memilih metode pembayaran yang paling sesuai. Mulai dari virtual account bank, Alfamart Group (Alfa Midi, DanDan) maupun kartu kredit. Setelah tiket dibeli maka bisa langsung digunakan untuk check-in pada lokasi acara.

“Untuk pengguna yang mendaftarkan event mereka untuk dijual di EventEvent, mereka memiliki dashboard analytic untuk melihat demografis pengguna lain yang mengunjungi profilnya. Mereka juga bisa mencairkan sendiri uang tiket yang sudah masuk ke akunnya. Pencairan dana bisa dilakukan ke lebih dari 150 bank,” kata Deddy.

Menargetkan pasar B2B dan B2C, EventEvent mengklaim telah menerapkan pembagian komisi yang ideal. Tidak ada penarikan biaya untuk event gratis, tetapi untuk event berbayar, sistem komisi yang berlaku sebesar 3% minimal Rp5 ribu untuk setiap pembelian tiketnya.

“Untuk B2C kami mengambil komisi sebesar 3% per tiket berbayar. Sementara untuk B2B kami bergerak sebagai event promotional dan creative serta management services,” kata Deddy.

Target EventEvent

Dengan mengedepankan tiga fitur andalan, yaitu fitur sosial, analytics, gate system, serta pendataan event yang sederhana, EventEvent ingin menjadi platform yang lengkap sekaligus mudah untuk diakses oleh pengguna. Selain itu untuk memudahkan proses check-in di acara, EventEvent juga menerapkan teknologi QR Code langsung di aplikasi.

“Tidak perlu install aplikasi lain untuk check in, tidak perlu juga print ticket. Menggunakan aplikasi yang sama pengunjung event bisa langsung memindai kode QR event untuk check-in, dengan demikian EO pun dapat langsung melihat pengunjung yang datang,” kata Deddy.

Di tahun 2018 ini, masih banyak target yang ingin dicapai oleh EventEvent. Di antaranya adalah melakukan pengembangan fitur agar platform menjadi lebih baik dari sisi teknologi dan meningkatkan user experience. EventEvent juga ingin menjangkau kota-kota lainnya yang belum ada di platform.

“Saat ini kami masih menjalankan bisnis secara bootstrap, namun untuk mewujudkan rencana yang ada kami juga ingin melakukan penggalangan dana dan mencari investor yang tepat,” kata Deddy.

Application Information Will Show Up Here

Automo Ingin Fasilitasi Penyewaan Mobil untuk Wisatawan Asing

Masih sulitnya penyewaan mobil pribadi di kawasan wisata menjadi salah satu alasan mengapa Automo diluncurkan. Kepada DailySocial, Country Head Automo Singapore & Indonesia Charles Lin mengungkapkan, berawal dari pengalaman pribadinya saat melakukan wisata ke Bali dan kerap mengalami kesulitan untuk menyewa mobil secara langsung, akhirnya muncul ide untuk meluncurkan Automo.

“Saya melihat pilihan untuk penyewaan mobil masih terbatas di Indonesia, terutama bagi wisatawan asing. Hanya beberapa layanan taksi saja yang tersedia, bahkan [layanan] transportasi online pun masih kesulitan untuk masuk bandara dan tempat-tempat wisata.”

Dengan platform yang dimiliki, Automo bisa menghadirkan mitra supir dengan mobil pilihan, mulai dari yang standar hingga mobil mewah untuk para wisatawan asing dan lokal.

“Harapan kami ke depannya, Automo bukan sekedar transportasi yang mengantarkan dari poin A ke poin B, tapi bisa disewa untuk waktu tertentu oleh semua orang,” kata Charles.

Automo yang baru dua bulan menjalankan bisnis, menyasar pasar Singapura dan Indonesia. Di Indonesia Automo awalnya masih fokus kepada wilayah Jakarta. Selain mengumpulkan tim, Automo juga masih berupaya untuk merekrut mitra/vendor untuk bergabung. Sebagai startup baru, Automo ingin memastikan bahwa pengalaman pengguna nantinya bisa diterima dengan baik.

“Kami juga masih terus menerima masukan dari para vendor dan memahami dengan baik kebiasaan dan peraturan yang berlaku di Indonesia terkait dengan penyewaan mobil,” kata Charles.

Strategi monetisasi

Terkait strategi monetisasi yang dilancarkan, Automo nantinya akan mengambil 10% komisi dari setiap pemesanan yang dilakukan pengguna kepada vendor. Automo juga ingin memastikan, semua proses pemesanan hingga pembayaran bisa dilakukan di dalam aplikasi, sehingga tidak perlu keluar dari platform yang ada.

“Nantinya aplikasi akan menjadi media utama yang dilengkapi dengan berbagai fitur pendukung. Jika sudah berjalan, persentase komisi untuk Automo juga akan kita naikan,” kata Charles.

Selain menarik vendor baru, Automo juga memiliki rencana untuk menawarkan penghasilan tambahan kepada pengemudi transportasi online saat ini di Indonesia, yaitu Go-Jek dan GRAB, untuk bergabung menjadi mitra.

“Harapannya dengan konsep yang kami tawarkan, pengemudi transportasi online yang sudah terdaftar, bisa memanfaatkan mobil pribadi mereka selama satu hari penuh untuk pengguna Automo,” kata Charles.

Target Automo dan rencana penggalangan dana

Saat ini Automo mengklaim telah memiliki investor. Meskipun enggan untuk menyebutkan siapa investor tersebut, namun Charles menegaskan investor berasal dari dunia otomotif dan merupakan konglomerat perusahaan properti, bukan dari venture capital.

“Ke depannya mungkin kami lebih tertarik untuk melakukan penggalangan dana kepada angel investor untuk tahapan selanjutnya, belum ke VC. Rencananya kami ingin mendapatkan modal tambahan sekitar Rp1-2 miliar,” kata Charles.

Di tahun 2018 ini, Automo masih menambah tim dan mencoba untuk membuat teknologi yang relevan untuk mitra juga pengguna. Selain itu, Automo juga memiliki harapan untuk memperluas area layanan di kota-kota besar di Indonesia seperti, Medan, Jogjakarta, Surabaya, Bandung, Bali. Automo juga ingin menambah pilihan layanan, bukan hanya penyewaan mobil saja, tapi juga sepeda motor, kapal yacht, jet, mobil mewah juga kendaraan komersial.

“Yang paling penting adalah, Automo ingin meningkatkan volume bisnis dengan mitra kami, dengan menghadirkan layanan yang mudah terutama bagi wisatawan asing yang datang ke Indonesia,” tutup Charles.