Investasi Startup di Indonesia Tahun Ini Sudah Capai 40 Triliun Rupiah

Untuk membantu pemerintah Indonesia dan pihak terkait memahami gambaran secara luas perkembangan dunia startup di Indonesia, Google Indonesia dan AT​ ​Kearney melakukan survei dan riset ke lebih dari 25 venture capital.

Dari riset tersebut tercatat beberapa poin-poin menarik, di antaranya adalah optimisme dari investor asing untuk menambah jumlah investasi di Indonesia dalam waktu 1-2 tahun ke depan, hingga mulai munculnya kategori baru di dunia startup, setelah wave  pertama diramaikan oleh layanan e-commerce dan transportasi.

Jumlah nilai investasi secara global dan Asia Tenggara

3

Hingga kini sebanyak 50% deals dan nilai investasi masih didominasi oleh Amerika Serikat, namun demikian dalam survei tersebut terungkap dalam 4 tahun terakhir Asia mulai mengejar ketinggalan tersebut dengan cepat. Tercatat pada tahun 2016 nilai valuasi secara global telah mencapai $274 miliar. Dari nilai tersebut tercatat Asia telah memberikan kontribusi sebanyak 33% sementara Amerika Utara menyumbang sekitar 49%, Eropa 15% dan lainnya 3%.

Meskipun masih di belakang Tiongkok, namun perkembangan di Asia Tenggara telah mengalami kemajuan yang pesat. Hal tersebut terlihat dari data yang menyebutkan pada tahun 2012 nilai investasi di Asia sebanyak $10 miliar, dan Tiongkok memberikan kontribusi sebanyak 55% sementara Asia Tenggara hanya 3%. Di tahun 2016 Asia Tenggara sudah mengalami peningkatan hingga 8%, Tiongkok 64%, India 9% dan lainnya sekitar 19%

Jika sebelumnya pusat atau hub teknologi masih didominasi oleh Singapura , namun pada tahun 2016 dengan total nilai investasi sebesar $6,8 miliar, Singapura yang awalnya memberikan kontribusi hingga 83% menurun jumlahnya menjadi 41% pada tahun 2016, sementara Indonesia meningkat dari 14% di tahun 2012 menjadi 19% di tahun 2016.

Jumlah tersebut, menurut Sales Operation & Strategy Lead, Google Indonesia Mifza Muzayan masih banyak yang disimpan di Singapura, namun pada akhirnya hampir sebagian besar digelontorkan di Indonesia.

Tumbuhnya nilai investasi startup di Indonesia

Dengan jumlah sekitar 100 juta orang yang sudah online, Indonesia mengalami peningkatan yang cukup besar dari sisi investasi sejak 5 tahun terakhir. Jika di tahun 2012 hanya mencapai sekitar $44 juta maka di tahun 2017 (Januari-Agustus) jumlah tersebut meningkat hingga $3 miliar (hampir 40 triliun Rupiah).

“Saya mencatat untuk industri minyak dan gas mencapai $5 miliar, sementara untuk digital economy hampir mengejar jumlah tersebut dengan nilai $3 miliar,” kata Partner AT Kearney Alessandro Gazzini.

Total investasi tersebut masih didominasi investasi untuk tahap seed atau early stage. Namun demikian untuk tahapan lanjutan memberikan nilai yang lebih. Dari data yang ada disebutkan 53 deals terjadi sepanjang tahun 2017 mulai Januari hingga Agustus. Untuk Seed sebanyak 43%, Seri A sebanyak 30%, Seri B sebanyak 8% dan Seri C dan di atasnya sebanyak 15%.

Sementara untuk nilai investasi sepanjang tahun 2017 dari total nilai investasi $3 miliar yang paling banyak memberikan kontribusi adalah Seri C dan di atasnya dengan 43%, Seri A 15% dan Seri B hanya 1% saja.

Dominasi kategori layanan e-commerce dan transportasi di Indonesia

Kesuksesan yang diraih tiga startup unicorn di Indonesia mendapatkan sorotan dari para investor lokal hingga asing. Dari data yang disampaikan, porsi layanan e-commerce mencapai hingga 58%, sementara transportasi mencapai 38%. Kategori seperti finansial, classified/directory  dan payment hanya memberikan kontribusi 1%, sementara kategori lainnya memberikan kontribusi sebanyak 2%.

Kehadiran perusahaan asal Tiongkok yang memberikan jumlah fantastis kepada tiga startup unicorn asal Indonesia, menambah jumlah valuasi dari ketiga startup tersebut. GO-JEK kini didukung Tencent dan JD, Tokopedia didukung Alibaba Group, dan yang terakhir Traveloka didukung JD.

“Jika di wave pertama layanan e-commerce dan transportasi mendominasi, saya melihat 1-2 tahun ke depan kategori lainnya akan mulai bermunculan,” kata Gazzini.

Besarnya minat investor asing di Indonesia

4

Untuk melihat berapa besar minat dari investor untuk memberikan pendanaan di Indonesia, Google melakukan survei kepada 25 investor lokal dan asing terkait rencana mereka untuk melakukan investasi di Indonesia. Dari data tersebut terungkap sebanyak 21% investor lokal mulai menurunkan jumlah investasinya kepada startup di Indonesia, tetapi tidak demikian halnya dengan investor asing.

Sekitar 21% investor lokal melihat tidak ada perubahan yang berarti terkait dengan dinamika startup di Indonesia, sementara 20% investor asing melihat hal yang serupa. Sebanyak 50% investor lokal berniat untuk menambah jumlah investasi kepada startup, sementara 80% investor asing mengklaim bakal menambah jumlah investasi.

“Besarnya pertumbuhan pengguna dan perkembangan teknologi di Indonesia merupakan salah satu alasan investor asing tertarik untuk berinvestasi di Indonesia,” kata Muzayan.

Hal tersebut juga terlihat dari cara pandang investor lokal dan asing terkait dengan negara lainnya di Indonesia. Sebanyak 50% investor asing mengatakan Indonesia lebih baik dari negara Asia lainnya, sementara hanya 29% investor lokal yang mengatakan hal yang sama.

Prediksi dan harapan investor lokal dan asing

Dengan makin meningkatnya penetrasi smartphone, kalangan menengah ke atas hingga lulusan universitas dalam beberapa tahun ke depan, diprediksi bakal lebih besar kesempatan dan potensi untuk berinvestasi di Indonesia. Indonesia saat ini sudah menjadi sorotan dunia.

Dari sisi kategori startup yang bakal melejit 1-2 tahun ke depan, Google Indonesia dan AT Kearney mencatat layanan financial technology (fintech) dan healthcare bakal banyak diminati.

Sementara untuk tantangan ke depan yang baiknya dicermati pemerintah dan pihak terkait adalah persoalan krisis talenta, fiscal incentives, funding dan exit option, dan juga startup facilitation. Jika diurai lebih lanjut, masing-masing kategori memiliki impact yang cukup besar untuk mendukung terciptanya ekosistem dan kelancaran dunia startup dan peluang investor di Indonesia.

Nexicorn Jadi Ambisi Pemerintah Lahirkan Satu Startup Unicorn Tiap Tahun

Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan Informatika, berambisi melahirkan satu startup lokal yang menyandang status unicorn setiap tahunnya dengan meluncurkan proyek inisiatif bernama “Next Indonesian Unicorn (Nexicorn). Proyek ini merupakan hasil kolaborasi antara Pemodal Ventura untuk Startup Indonesia (Amvesindo) dan Global Consulting Ernst & Young.

Nexicorn digadang-gadang menjadi langkah awal pemerintah dalam mengundang investor luar hadir ke Indonesia. Sebanyak 45 startup yang hadir melakukan one on one meeting dan berkesempatan untuk mengajukan ide-idenya di hadapan 50 investor dari Jepang. Salah satunya dari Sumitomo Group dan Mitsubishi.

Kemarin (13/9), Nexicorn telah menyelenggarakan program pertama di Jakarta. Ada tiga agenda utama yang disampaikan. Pertama, sharing session terkait Gerakan Digital Ekonomi oleh pemerintah Indonesia, diwakili Menkominfo Rudiantara dan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi UKM Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin.

Kedua, showcase dua startup unicorn Indonesia yaitu Go-Jek dan Tokopedia berbagi pengalaman di pasar Indonesia. Terakhir, Nexicorn sebagai sarana startup potensial Indonesia bertemu calon investor Jepang.

Rudiantara berharap pertemuan yang terselenggara antara startup dengan investor Jepang di Nexicorn dapat mendorong kelahiran unicorn baru. Dengan ambisius ia menargetkan setiap tahun ada startup unicorn baru bermunculan.

“Ini langkah awal pemerintah, player, dan unicorn untuk membangun ekosistem digital. Kami juga akan datang ke negara-negara yang dinilai memiliki potensi untuk berinvestasi di Indonesia. Kita tidak bisa pasif, tapi perlu pro aktif untuk menjual Indonesia secara positif,” terangnya dikutip dari situs resmi Kemkominfo.

Menurutnya, Indonesia adalah tempat yang tepat bagi investor untuk berinvestasi. Dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil selama 10 tahun belakangan, Indonesia diprediksi akan menjadi lima besar negara dengan ekonomi terbesar pada 2030. Plus bonus demografi berupa 180 juta penduduk usia produktif di tahun yang sama dan berbagai perubahan cepat dalam lingkungan bisnis.

Beberapa penyederhanaan aturan untuk mendukung ekonomi digital juga diklaim sudah dilakukan pemerintah. Salah satunya kebijakan Tingkat Kandungan Lokal Dalam Negeri (TKDN) minimal 40% untuk smartphone 4G yang masuk Indonesia, mereformasi kebijakan ekonomi digital dengan dikeluarkannya Daftar Negatif Investasi (DNI), aturan mengenai safe harbor policy, dan roadmap e-commerce.

Raksasa E-Commerce JD Dikabarkan Investasi di GO-JEK

Perusahaan e-commerce Tiongkok JD dikabarkan terlibat dapat putaran investasi baru di GO-JEK senilai US$1 miliar, investor GO-JEK sebelumnya yakni Tencent juga disebut terlibat di dalamnya.

Dikutip dari The Information, sebenarnya babak investasi Tencent untuk GO-JEK terdiri atas dua ronde. Pertama, pada Juli 2017 senilai lebih dari Rp2 triliun. Rupanya, pada saat itu JD rupanya ikut berpartisipasi namun tidak dilaporkan. Untuk ronde kedua, kali ini JD yang memimpinnya.

Sebelum kabar ini beredar, JD juga santer disebut-sebut tertarik untuk berinvestasi di Tokopedia. Hanya saja, kabar tersebut akhirnya terbantahkan oleh CEO Tokopedia William yang secara pribadi mengumumkan langsung masuknya Alibaba dalam putaran investasi senilai lebih dari Rp14 triliun.

Kiprah investasi JD di Indonesia, sebelumnya terlihat dari partisipasi minornya untuk startup OTA Traveloka. Startup tersebut dalam setahun terakhir mendapatkan investasi hingga lebih dari Rp6,6 triliun dari East Ventures, Hillhouse Capital Group, dan Sequoia Group. Traveloka pun baru-baru ini mendapat pendanaan baru dari Expedia dengan nilai lebih dari Rp4,6 triliun.

Application Information Will Show Up Here

Tokopedia Umumkan Perolehan Dana Baru 14 Triliun Rupiah yang Dipimpin Alibaba (UPDATED)

Dalam acara ulang tahun Tokopedia yang ke-8 hari ini (17/8), Co-Founder dan CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengumumkan perolehan pendanaan senilai total 1,1 miliar dollar (atau lebih dari 14 triliun Rupiah) yang dipimpin Alibaba. Alibaba masuk menjadi pemegang saham minoritas dan William menegaskan tidak akan menjual perusahaan.

Masuknya Alibaba ke Tokopedia menegaskan cengkeraman raksasa teknologi Tiongkok ini di Asia Tenggara, setelah sebelumnya mengakuisisi Lazada tahun lalu. Lazada dan Tokopedia bisa dibilang adalah dua marketplace online terbesar di tanah air saat ini.

Tidak ada informasi soal berapa valuasi Tokopedia pasca akuisisi, tapi investasi ini memantapkan posisi Tokopedia sebagai unicorn bersama Go-Jek dan Traveloka. Secara resmi, ini adalah pendanaan terbesar yang pernah diperoleh startup Indonesia dalam satu putaran. Go-Jek sebelumnya dirumorkan memperoleh pendanaan $1,2 miliar (16 triliun Rupiah) yang dipimpin Tencent tapi tidak belum ada konfirmasinya.

Penegasan ini mementahkan rumor masuknya rival terdekatnya, JD.com, yang juga berminat berinvestasi di Tokopedia. Awalnya di bulan Mei JD.com memang berminat berinvestasi, bahkan mengakuisisi, tapi akhirnya Tokopedia memilih Alibaba sebagai investornya.

Dalam acara tersebut William juga mengumumkan sejumlah pencapaian perusahaan, seperti 2 juta merchant yang telah bergabung, 35 juta pengunjung (unique visit) per bulan yang secara total (situs dan aplikasi) memberikan 150 juta kunjungan (visit) per bulan. Perusahaan pun kini memiliki 1500 pegawai dan bekerja di Tokopedia Tower yang terletak di bilangan Jalan Prof Dr. Satrio.

William mengatakan Alibaba dipilih karena mereka ingin belajar dari guru yang memiliki jam terbang tinggi (di sektor e-commerce global). Ia juga menyebutkan dana yang diperoleh akan digunakan untuk memperkuat dan mengakselerasi bisnis mereka saat ini, membangun pusat R&D teknologi terbaik di Asia Tenggara dan mendatangkan kembali putra-putri terbaik bangsa yang ingin berkontribusi di tanah air.


Marsya Nabila berkontribusi untuk pembuatan artikel ini

Application Information Will Show Up Here

Menyimpulkan Kondisi Bisnis E-Commerce Indonesia di Paruh Pertama 2017

Bisnis e-commerce mulai memuncak di lanskap digital Indonesia setidaknya sejak tahun 2014 lalu. Nama seperti Bhinneka, Lazada, Tokopedia, Blibli, dan Bukalapak makin santer didengar, senada dengan pemasaran masif melalui berbagai saluran, seperti televisi, untuk menyentuh berbagai kalangan masyarakat. Faktor eksternal, seperti logistik dan regulasi, juga mendukung terciptanya bisnis e-commerce yang lebih kondusif.

Dinamika antar pemain bisnis terjadi tatkala investasi besar mengucur, akuisisi pelanggan gencar dilakukan dengan beragam cara. Sebut saja Shopee, online marketplace besutan Sea (dulu bernama Garena) yang berambisi menjadi C2C marketplace terbesar di Indonesia. Sebelumnya sudah ada SaleStock yang mengusung konsep sejenis. Gencar melakukan akuisisi pelanggan, insentif seperti gratis ongkos kirim dan publikasi besar-besaran dilakukan Shopee yang dinahkodai Chris Feng, berbekal pengalamannya di Zalora dan Lazada.

[Baca juga: GDP Venture Berpartisipasi dalam Pendanaan Baru untuk Induk Shopee Senilai 7 Triliun Rupiah]

Akuisisi Lazada oleh Alibaba turut menghadirkan tremor untuk pemain lokal. Kendati eksistensi Alibaba sebagai raksasa e-commerce belum tampak hadir di Indonesia, namun secara bisnis Lazada di Indonesia tumbuh dengan pesat. Berdasarkan data SimilarWeb, Lazada masih menjadi yang tertinggi dalam kaitannya dengan kunjungan web, yakni mencapai 58,3 juta pada kuartal pertama tahun 2017 ini. Masih di atas Tokopedia sebagai pemain lokal yang digadang-gadang sebagai jawara dalam negeri dengan jumlah kunjungan mencapai 50,6 juta.

Akuisisi pengguna menjadi segalanya, ketika kini setiap platform telah menawarkan berbagai keunggulan layanan dan produk yang nyaris sama.

Penguasa bisnis e-commerce dunia

Memboyong penemunya menjadi jajaran orang terkaya di dunia, meski hanya dalam beberapa saat, tak salah jika Amazon ditempatkan di level puncak pemain e-commerce dunia, kendati lini bisnisnya pada akhirnya berkembang ke berbagai arah. Pola yang sama dilakukan raksasa Tiongkok Alibaba, mengawali debutnya dari IPO dengan layanan e-commerce kini penguasaan bisnis dilakukan di beragam lini bisnis, mulai dari logistik hingga penyediaan layanan komputasi awan. Keduanya bersiap hadir dan menguasai pasar di Asia Tenggara.

JD.com tak tinggal diam, dirumorkan “berebut” dengan Alibaba, akhirnya JD.com dikabarkan berhasil memboyong Tokopedia. Tak lain tujuannya adalah pasar Indonesia. Jika melihat hasil riset Google dan Temasek, potensi e-commerce di Asia Tenggara akan bertumbuh hingga $87,8 miliar di 2025. Proyeksi pertumbuhan tercatat sekitar 3,8 juta pengguna baru per bulan. Indonesia akan menyumbangkan separuh dari total nilai tersebut, menjadi sebuah kesempatan sekaligus tantangan yang sangat fantastis.

[Baca juga: Tujuh Poin Utama yang Tersusun dalam Roadmap E-Commerce]

Kondisi bisnis e-commerce dalam negeri

Di Indonesia sendiri, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden No. 74/2017 tentang Peta Jalan Sistem Perdagangan Nasional Berbasis Elektronik (Roadmap E-Commerce) Tahun 2017-2019. Di dalamnya berisi 26 program yang harus direalisasikan pemerintah terkait dengan bisnis digital, termasuk aturan tentang pendanaan, perpajakan dan lainnya. Indonesia menargetkan sebagai negara ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020 dengan nilai US$130 miliar.

Menurut Menkominfo Rudiantara, Perpres tersebut adalah cara baru pemerintah dalam membuat kejelasan arah aturan.

Menurut riset yang dilakukan iPrice tentang perbandingan pemain e-commerce yang ada di Indonesia, Tokopedia selalu berada di posisi jajaran teratas dari berbagai parameter Peta E-Commerce Indonesia, yaitu pengunjung per bulan, instalasi aplikasi, aktivitas Twitter, ativitas Facebook dan juga karyawan.

Analisis peringkat e-commerce di Indonesia / iPrice
Analisis peringkat e-commerce di Indonesia / iPrice

Tren menarik yang ada, pemain e-commerce –khususnya online marketplace—berusaha menghadirkan layanan all-in-one pada layanannya. Model dompet digital juga menjadi salah satu inovasi masif yang banyak dikembangkan. Dapat ditarik sebuah benang merah arah inovasinya, yakni membuat pengguna betah memenuhi seluruh kebutuhan di satu tempat dengan mengakomodasi perputaran uang di platform yang sama.

Pembayaran, logistik dan segmentasi menjadi hal yang coba dioptimalkan penyedia layanan e-commerce di Indonesia untuk menjadi pemenang di negeri sendiri. Konsolidasi dan akuisisi diperkirakan bakal terus santer terdengar hingga akhir tahun. Setelah Alfacart dan Cipika, siapa lagi pemain yang bakal mengibarkan bendera putih tahun ini?

JD.com is Rumoured to Acquire Tokopedia

Chinese e-commerce giant JD.com is rumored to have acquired majority stake in Tokopedia, according to our trusted sources. This news, if true, will put an end to speculation about the possibility of any Chinese e-commerce company investing in one of the largest local marketplace services in Indonesia. It will ensure Tokopedia’s position as Southeast Asia’s unicorn, following Go-Jek and Traveloka’s earlier announcement. For JD.com, the acquisition of Tokopedia is an important ammunition in competition against its closest competitor, Alibaba.

In the last 3 months, rumors about who invested in Tokopedia became a hot topic in the industry. In early May, it was JD.com who was in talk, but then at the end of July there was a shocking news if Alibaba was interested in injecting funds up to $500 million (over 6.6 trillion Rupiah) for the company founded by William Tanuwijaya and Leontinus Alpha Edison in 2009. Alibaba previously has acquired Lazada, a leading player in the Indonesia’s e-commerce market.

It would be logical if finally JD.com dare to offer hard-to-reject acquisition preposition. In order to compete with Alibaba, JD.com needs support from large market, Indonesia in this case, and Tokopedia is indeed the most ideal player. It would be a big loss for JD.com if its closest competitor controls the # 1 and # 2 players in Indonesia’s e-commerce scene, the third largest market in Asia, after China and India.

Uniquely, Tokopedia’s business that focuses on the marketplace sector is much closer to Alibaba than JD.com.

We still have not received confirmation about this and will update once there is certainty from related parties.

Tokopedia’s last publicly announced funding was in 2014 when it received $100 million funds from Softbank Japan and Sequoia Capital. Meanwhile, JD.com has already operated its own Jakarta-based JD.id since the end of 2015.

Application Information Will Show Up Here

Hadirnya Amazon di Pasar Asia Tenggara

Kabar tentang rencana ekspansi Amazon ke Asia Tenggara sudah mulai terdengar sejak tahun lalu. Rencana tersebut menguat pasca Alibaba secara resmi mengakuisisi Lazada. Dari rencana awal yang sempat terendus, Amazon memang menargetkan untuk melakukan proses ekspansi Asia Tenggara secara berangsur, dengan estimasi dua tahun. Memulai di Singapura, lalu ke negara lainnya.

Rencana tersebut kini makin gamblang, Amazon dikabarkan akan membuka layanannya di Singapura tidak lama lagi. Seperti yang diinformasikan TechCrunch, beberapa layanan yang akan diboyong pada fase awal ekspansi ini adalah layanan e-commerce Amazon, Amazon Prime dan Amazon Prime Now. Realisasi ini mundur dari rencana awal yang menyatakan Amazon akan hadir di Asia Tenggara pada kuartal pertama tahun 2017.

Desas-desus investasi besar Alibaba ke Tokopedia menjadi kode

Belum lama ini media bisnis teknologi juga santer mengabarkan tentang negosiasi antara Alibaba Group dengan Tokopedia. Dikabarkan raksasa e-commerce Tiongkok tersebut berminat untuk mengucurkan pendanaan baru untuk Tokopdia. Angkanya ditaksirkan mencapai Rp6,66 triliun. Hal ini tentu membuat persaingan e-commerce memanas, pasalnya beberapa bulan sebelumnya JD.com juga dikabarkan berminat untuk berinvestasi di Tokopedia.

Tentu Alibaba dan JD.com tidak mau menyia-nyiakan momentum pertumbuhan pasar e-commerce di Asia Tenggara saat ini, terlebih jika debutnya terlampaui oleh pemain yang notabenenya bukan berasal dari Asia. Jika melihat hasil riset Google dan Temasek, potensi e-commerce di Asia Tenggara akan bertumbuh hingga $87,8 miliar di 2025. Proyeksi pertumbuhan tercatat sekitar 3,8 juta pengguna baru per bulan.

Indonesia sendiri akan menyumbangkan separuh dari persentase tersebut. Hal tersebut berarti jika mampu menguasai pasar lokal, dapat menjadi modal kuat untuk meletakkan akar bisnis e-commerce di wilayah Asia Tenggara.

Menetapnya Amazon di Asia Tenggara menjadi babak baru

Mudah diprediksikan bahwa hadirnya Amazon dengan basis di wilayah Asia Tenggara akan membawakan dampak besar pada persaingan e-commerce. Selain sudah memiliki “nama besar”, bisnis yang dimotori Jeff Bezos tersebut tergolong ke dalam perusahaan yang paling inovatif. Apa yang dilakukan tidak hanya mengerucut pada komponen sistem e-commerce yang dimiliki, melainkan menggarap kebutuhan dukungannya, sebut saja layanan komputasi awan dan logistik. Hal serupa yang juga kini diaplikasikan oleh Alibaba.

Sementara itu di dalam negeri kini batasan menjadi sangat tipis antara pemain e-commerce dan online marketplace, setelah sebelumnya memiliki peranan yang cukup berbeda. Sistem bisnis di dalamnya digarap sedemikian rupa, tidak hanya lagi bergantung pada penyediaan platform jual beli, namun merambah ke yang lain. Paling dominan saat ini ialah layanan digital payment yang memudahkan layanan e-commerce mendulang dana publik.

[Panduan Pemula] Cara Memberi Ulasan (Review) di Lapak Tokopedia

Setelah berbelanja di Tokopedia, ada dua langkah penting yang harus Anda tuntaskan. Pertama, mengonfirmasi bahwa barang pesanan sudah sampai dan sesuai dengan spesifikasi yang dijelaskan di lapak. Kedua, memberi ulasan sesuai pengalaman berbelanja di toko bersangkutan.

Langkah kedua – memberikan ulasan, herannya kerap terlupakan karena beberapa alasan. Salah satunya disebabkan ketidaktahuan untuk membuat ulasan di toko bersangkutan. Jika Anda termasuk yang kesulitan memberikan ulasan di Tokopedia, tutorial ini mudah-mudahan akan membantu Anda memahami caranya.

  • Pertama-tama, jalankan aplikasi Tokopedia di perangkat Anda, login ke akun dan tap menu Kotak Masuk – Ulasan yang biasanya menampilkan jumlah permintaan ulasan.

Screenshot_2017-06-10-07-49-58

  • Selanjutnya, Anda akan dihantarkan ke halaman yang menampilkan nama toko beserta tanggal pemesanan barang. Di bagian paling bawah tap Beri 1 ulasan.

Screenshot_2017-06-10-07-50-01

  • Kemudian beri rating untuk kualitas produk dan akurasi produk, jangan lupa memberikan komentar tentang pengalaman Anda berbelanja di toko tersebut.

Screenshot_2017-06-10-07-51-26

  • Jika perlu, Anda juga bisa mengunggah foto barang yang sudah Anda pegang.

Screenshot_2017-06-10-07-51-06

Selesai, Anda sudah berhasil memberikan ulasan untuk toko tempat Anda berbelanja, jika perlu diubah, di sebelah nama barang ada tombol menu untuk menampilkan opsi Ubah.

Screenshot_2017-06-10-07-51-43

Selamat mencoba, semoga artikel ini bermanfaat.

Menyinkronkan Kualitas Lulusan SMK dan Industri Startup (UPDATED)

Industri digital di Indonesia bergeliat hebat dalam sepuluh tahun terakhir. Banyak bisnis digital mulai menjamur dengan berbagai macam konsep. Seperti e-commerce, layanan on demand, hingga fintech. Perkembangan industri digital ini seharusnya menjadi sesuatu kabar gembira bagi mereka yang berkecimpung di dunia IT. Utamanya SMK jurusan IT yang selama ini diharapkan memproduksi lulusan siap kerja di bidang IT . Dengan industri yang tumbuh harusnya semakin banyak lulusan yang terserap, tapi kenyataannya tidak demikian. Ada beberapa permasalahan yang lebih dulu diselesaikan.

Permasalahan kualitas lulusan

Mencari talenta berkompetensi merupakan permasalahan industri digital atau startup sekarang ini. Tak hanya untuk lulusan universitas ternyata masalah ini juga menimpa untuk lulusan SMK jurusan IT. Tidak sinkronnya kebutuhan industri dan kurikulum yang dijalankan menjadi salah satu permasalahan mendasar yang diakui banyak pihak.

Salah satu guru SMK, Muhammad Badriatul Anam yang mengampu di SMK Muhammadiyah 3 Yogyakarta menilai terjadinya gap antara kualitas lulusan SMK (jurusan IT) dengan industri digital akibat tidak berimbangnya laju perkembangan industri dengan kurikulum ya diterapkan. Anam menjelaskan contoh sederhananya ada di sektor sertifikasi.

“Contoh paling gampang misalnya untuk sertifikasi keahlian tertentu, masih kita temui materi yang diujikan dalam sertifikasi tersebut adalah materi lawas, yang tentu saja tertinggal jauh dari industri digital sekarang ini. Dampaknya lulusan SMK kaget ketika terjun ke dunia kerja, apa yang dia dalami di sekolah ternyata tertinggal dengan apa yang terjadi di lapangan,” ungkap Anam.

Mengatasi hal ini, perlu banyak pihak yang berperan. Untuk sinkronisasi kurikulum dengan dunia industri perlu sumbangsih pemerintah selaku penyusun kurikulum dan standar juga peran serta sekolah dan guru untuk mengkondisikan apa yang didapat oleh anak didiknya sesuai dengan kebutuhan industri. Tidak hanya mengenai materi, tetapi juga semua hal yang berkaitan dengan pembelajaran.

Selain sinkronisasi kurikulum dari pusat dan peran aktif sekolah dan guru untuk menyelaraskan lulusan dan dunia industri alternatifnya adalah adopsi skema teaching factory di sekolah-sekolah. Anam menjelaskan dari teaching factory tesebut kemudian akan muncul work based curriculum. Hal ini sudah banyak diterapkan di banyak SMK hanya saja porsi untuk jurusan IT masih sedikit.

“Contoh di luar IT di sekolah-sekolah sudah muncul Kelas Daihatsu, Kelas Mitshubishi, Kelas Honda, Kelas Yamaha, dan lain sebagainya. Di IT mungkin baru Kelas Mikrotik (Mikrotik Academy Class) sama Kelas Cisco,” ujar Anam.

Sementara itu Tokopedia, salah satu startup yang sudah banyak dikenal masyarakat dan tergolong dalam e-commerce mengungkapkan keterbukaan mereka dalam menerima lulusan SMK jika mereka memiliki kompetensi dan attitude yang baik.

“Pada dasarnya, kami selalu membuka kesempatan bagi talenta-talenta terbaik. Hal terpenting dalam proses hiring adalah skill, kompetensi dan attitude dari kandidat. Jika lulusan SMK tersebut memiliki skill, kompetensi & attitude yang sesuai dengan kebutuhan Tokopedia, kami tentu akan meng-hire kandidat tersebut, meskipun background pendidikannya masih SMK. Namun saat ini, fokus kami lebih kepada memberi pembekalan yang komprehensif kepada siswa dan siswi SMK agar lebih siap menghadapi dunia kerja di kemudian hari,” terang Head of People Tokopedia Pramesti Tyas Wibawanti.

Menyoal permasalahan pencarian talenta Tokopedia memandang hal tersebut sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi. Tyas menjelaskan bahwa hal tersebut dianggap sebagai tantangan dan screening awal dalam menjaring talenta-talenta berbakat yang memiliki kesamaan mimpi dengan Tokopedia.

“Awal berdiri, Tokopedia hanya memiliki 2 orang developer dan saat ini sudah berkembang menjadi lebih dari 300 engineer. Hal utama dalam membangun tim developer adalah menyamakan visi & misi demi menciptakan platform yang bermanfaat bagi orang banyak,” ungkap Tyas.

Tak jauh beda, Bukalapak yang notabene berasama Tokopedia menempati jajaran teratas e-commerce di Indonesia juga membuka kesempatan bagi lulusan SMK. Head of Human Capital Management Bukalapak Gema Buana Putra menjelaskan bahwa Bukalapak membuka dan memberikan kesempatan bagi lulusan SMK di hampir semua posisi yang ada, selama kompetensi yang dimiliki memenuhi standar minimal yang berlaku di Bukalapak.

Tak hanya itu Gema juga menjelaskan bahwa Bukalapak juga sudah terjun ke SMK untuk mencari developer berbakat melalui kompetisi.

“Bukalapak sudah terjun langsung ke SMK-SMK, seperti ke SMK IT Telkom Malang, pada awal tahun 2017. Bahkan di tahun 2016 Bukalapak mengadakan Bukalapak Programming Competititon di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya dan Medan untuk mencari developer yang handal, selain itu Bukalapak Programming Competition ini diselenggarakan untuk terus mendukung dan mewadahi minat dan bakat mahasiswa di bidang teknologi, khususnya competitive programming,” ungkap Gema.

Mendirikan startup

Selain masuk sebagai karyawan di industri digital atau startup salah satu cara untuk lulusan SMK berkecimpung dalam industri tersebut adalah dengan menjadi creator atau sebagai pendiri startup. Toh pembelajaran di SMK juga menyelipkan materi kewirausahaan, tapi pertanyaannya seberapa besar peluang itu?

Jika menilik kompetensi dan pengalaman mungkin akan menjadi sesuatu yang berat. Salah satu pengalaman yang dimiliki lulusan SMK dalam dunia kerja mungkin didapat hanya pada masa PKL (Praktik Kerja Lapangan). Itu pun durasi setiap sekolah berbeda. Bisa dua sampai tiga bulan, bahkan di sekolah tertentu memberikan kesempatan siswanya untuk PKL selama satu tahun.

Peluang lulusan SMK mendirikan startup mungkin terbilang berat. Sangat berat. Disarankan sebaiknya lulusan SMK menimba ilmu di industri selama beberapa tahun terlebih dahulu, baru kemudian mulai merintis startup berbekal kemampuan, ketrampilan, dan mungkin modal yang didapat dari pengalamannya bekerja.

Update : Penambahan komentar dari pihak Bukalapak

Menentukan Arah E-Commerce Indonesia

Toko daring (e-commerce) yang merupakan wujud nyata pemanfaatan teknologi internet yang dipadukan dengan toko offline, terus menggurita di Indonesia. Menurut sensus BPS, jumlahnya mencapai 26,2 juta di 2016, tumbuh 17% dalam kurun waktu 10 tahun.

Besarnya angka ini, di satu sisi memperlihatkan pemain toko offline yang kini mulai sadar dengan potensi online sebagai alternatif jalur pemasaran yang ramah ongkos dalam rangka mendukung bisnis mereka.

Seiring berjalannya waktu, pemain e-commerce khususnya marketplace kini tak lagi menawarkan produk berbasis fesyen, gadget, atau elektronik. Coba perhatikan strategi dari lima pemain besar e-commerce di Indonesia versi iPrice berdasarkan segi kunjungan, seperti Lazada, Tokopedia, Elevenia, Bukalapak, dan Blibli. Semuanya kini mulai merambah ke luar segmen tiga kategori utama.

Tokopedia, dikenal sebagai pemain pionir yang menyediakan produk di luar segmen utama, makin melengkapi layanannya tak hanya pulsa, tapi juga sudah merambah ke pembelian tiket kereta api, voucher game, donasi, BPJS, angsuran kredit, hingga layanan fintech untuk pengajuan aplikasi kartu kredit, dan lainnya.

Lazada pun kini perlahan-lahan mulai merambah ke pengadaan kebutuhan sehari-hari dengan menjual pulsa dan paket data. Begitupula dengan Elevenia yang menyediakan tiket pesawat dengan menggandeng Tiket. Blibli pun juga demikian, baru-baru ini perusahaan menjual rambah segmen perjalanan dengan menyediakan tiket angkutan darat, laut, udara, paket perjalanan wisata, hingga voucher acara, dan lainnya.

Pengguna kini bisa pesan tiket kereta api via Bukalapak / Bukalapak

Bukalapak tak mau kalah. Selain tiket kereta api dan pesawat, Bukalapak juga menyediakan layanan fintech termutakhir, yakni investasi reksa dana. Yang terbaru, marketplace yang memiliki hubungan dengan Emtek ini juga menyediakan layanan kredit mobil, lewat BukaMobil.

Dari layanan yang dihadirkan pemain marketplace di atas, secara otomatis membuat peta persaingan dengan e-commerce tak lagi jadi horizontal, namun semakin vertikal. Akibatnya, ruang gerak bisnis e-commerce niche “terusik”, apalagi dengan toko offline.

Bila ditelisik lebih dalam, kondisi serupa juga terjadi di Amerika Serikat. Ambil contoh terdekat adalah Amazon. Dalam perjalanannya, Amazon kini tidak hanya dikenal sebagai platform e-commerce untuk berjualan berbagai produk berbasis kebutuhan konsumen saja yang sudah diluncurkan sejak awal.

Dalam laporan keuangan Amazon di kuartal I 2017, perolehan pendapatan Amazon mencapai US$34,5 miliar, tumbuh 19% secara year-on-year (YOY). Beberapa kontributor yang turut mendongkrak kenaikan tersebut adalah kehadiran produk Amazon Web Service dan Amazon Prime.

Hal menarik yang bisa disimpulkan dari laporan kinerja Amazon adalah layanan e-commerce yang mulai beradaptasi menjadi peluang baru untuk terus berinovasi menambah layanan, bukan hanya mengandalkan produk berbasis kebutuhan konsumen saja.

Dengan makin ramainya layanan yang dihadirkan marketplace, seperti apa arah e-commerce Indonesia di masa mendatang? Lalu bagaimana tingkat persaingannya?

Menjadi bagian keseharian hidup

CEO Tokopedia William Tanuwijaya menjelaskan masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun makin cerdas. Mereka tak lagi sekadar berburu diskon atau harga murah, namun menggunakan platform e-commerce untuk kemudahan hidup mereka. Tak hanya itu, sebagai destinasi untuk perbandingan harga, melihat tinjauan dari para pembeli sebelumnya.

Menurut William, dengan banyaknya penjual yang bergabung di marketplace akan memberikan fungsi transparansi harga dan kualitas kepada masyarakat sehingga dapat dijadikan sebagai acuan riset pasar sebelum berbelanja.

Open marketplace juga akan menjadi rumah baru bagi para pemilik merek lokal maupun internasional untuk memasarkan produknya. Ini sangat wajar karena marketplace memiliki traffic kunjungan yang tinggi. Pengunjung marketplace memiliki intention to purchase, beda dengan social media, situs berita, atau mesin pencari,” kata William.

Dia juga memprediksi pada tahun ini, e-commerce akan semakin inklusif demi menjangkau masyarakat hingga pelosok dengan membuka kesempatan untuk bankable. Produk keuangan seperti dompet virtual akan tumbuh seiring dorongan pemerataan ekonomi secara digital, membuka kesempatan untuk masyarakat melakukan pembayaran meski tidak memiliki akun bank atau kartu kredit.

“Marketplace seperti Tokopedia pun sudah berubah menjadi platform, yang membuka kerja sama dengan para pelaku startup fintech, khususnya yang memiliki solusi untuk financial inclusion.”

Saat ini ada lebih dari 1,5 juta merchant yang bergabung dengan Tokopedia. William mengklaim setiap bulannya perusahaan bisa menghasilkan pendapatan hingga triliunan lewat 40 juta pilihan produk yang tersedia.

Menyambung ucapan William, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Aulia E. Marinto menambahkan berbagai layanan yang dihadirkan, secara otomatis membentuk suatu ekosistem yang menjadikan e-commerce sebagai one stop service.

“Mulai ditawarkannya berbagai produk dan layanan, sebenarnya sudah ada model bisnisnya di luar negeri. Ini bukan hal baru dan menjadi upaya mereka untuk leverage bisnis dari consumer base yang sudah dimiliki. Market [e-commerce] kita masih baru, banyak hal yang bisa di-online-kan,” ungkapnya.

Hal senada diungkapkan CFO Bukalapak M Fajrin Rasyid. Menurutnya, layanan e-commerce di Indonesia akan menjadi sebuah ekosistem dengan menawarkan jasa dengan nilai tambah, tak lagi jasa jual-beli saja. Hal inilah yang mendasari Bukalapak meluncurkan berbagai inisiatif baru.

“Kami yakin dengan pertumbuhan dan perkembangan Bukalapak sebagai ekosistem, kami mampu memutar roda perekonomian Indonesia bukan hanya dengan penjualan dan pembelian, tapi juga dengan kebiasaan menabung. Salah satu fitur kami, BukaReksa, memungkinkan pengguna kami untuk berinvestasi,” terang Fajrin.

Dia melanjutkan, “Kami yakin e-commerce di Indonesia akan menjadi sebuah ekosistem. Yang dimaksud ekosistem adalah [layanan] e-commerce yang mampu memberi kemudahan para penggunanya, tidak hanya wadah jual beli online, tetapi membantu mereka untuk melakukan kegiatan sehari-hari dalam satu platform.”

Kompetisi yang makin sengit, namun potensi tetap luas

Menjawab soal kompetisi, Aulia menambahkan di era teknologi internet yang makin berkembang memang menyebabkan tingkat kompetisi yang semakin ketat. Pasalnya perkembangan internet cukup dinamis. Ambil contoh, kompetisi yang terjadi antara operator telekomunikasi dengan layanan over-the-top (OTT). Kondisi sekarang ini, pengguna telko tidak harus menggunakan pulsanya untuk menelpon karena dapat memanfaatkan layanan telepon dari aplikasi pesan singkat.

CEO Blibli Kusumo Martanto mengatakan persaingan tetap selalu ada dan semakin sengit. Blibli melihat hal ini menjadi kesempatan untuk terus “agile” dan berinovasi untuk terus meningkatkan pelayanan baik dari sisi produk seleksi, kompetisi harga, pengiriman, metode pembayaran, customer care, maupun user experience di platform web dan mobile.

“Kami juga melihat ada tanda-tanda untuk terjadinya konsolidasi di market [e-commerce] ke depannya. Tapi kami cukup yakin untuk tetap bisa tumbuh dan menjadi one of the e-commerce market leaders di Indonesia,” ucap Kusumo.

Sekarang Blibli telah memiliki 15 kategori produk, beberapa yang terbaru diluncurkan tahun lalu adalah otomotif (aksesoris, mobil, dan motor); galeri Indonesia (produk lokal), mobile e-pulsa, dan groceries (non fresh products).

Peritel modern dituntut inovatif

Sementara itu, peritel modern yang merupakan bisnis petahana sebelum layanan e-commerce hadir, dituntut untuk terus inovatif. Meski secara penetrasi e-commerce terhadap total ritel masih sekitar 1% di 2016, namun potensinya diklaim masih sangat luas. Dikhawatirkan hal ini akan menjadi senjata makan tuan bagi peritel modern.

William menerangkan kondisi yang sedang dialami Indonesia di tahun lalu telah terjadi di Tiongkok pada 2008 silam. Tiongkok hanya membutuhkan lima tahun untuk mencapai penetrasi 10% terhadap total ritel di 2013.

“Jika saat ini dari 100 transaksi yang kita lakukan, baru 1 yang dilakukan secara online. Pertanyaan berikutnya seberapa cepat Indonesia akan mengikuti Tiongkok, di mana dari 10 transaksi yang dilakukan, setidaknya sudah 1 dilakukan secara online,” tutur William.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menambahkan layanan e-commerce kini menjadi suatu bagian yang tidak bisa diingkari, sehingga harus dijadikan sebagai jalur distribusi pemasaran yang terbaru demi mendongkrak pendapatan.

“Kita harus liat e-commerce sebagai kritik yang membangun untuk menjawab situasi yang sedang terjadi. Harus ada kreativitas yang tersuguh di market untuk dihadirkan di offline, bila peritel tidak mau berubah tentu akan punah,” terang Roy.

Saat ini hampir 70% anggota Aprindo sudah mulai menggunakan transformasi dari bentuk toko fisik ke online. Sebelumnya peritel hanya memakai jalur online sebagai pemasaran, namun kini sudah bertambah menjadi saluran penjualan. Hal ini yang terjadi dalam MatahariMall, MAP Emall, Alfacart, KlikIndomaret, dan lainnya.

Kendati layanan e-commerce diprediksi menyimpan potensi yang sangat besar, kondisi ini dianggap tidak bisa menggeserkan eksistensi peritel modern. Pasalnya ritel modern memiliki nilai lebih yang tidak bisa digantikan oleh layanan e-commerce. Salah satunya adalah komunikasi yang satu arah dan keterbatasan untuk berinteraksi dengan barang yang diinginkan.

“Sedemikian maju suatu negara, toko offline akan tetap ada. Yang bakal tergerus itu yang tidak mau berubah. Intinya adalah inovasi yang dapat menghubungkan konsumen dengan teknologi, itu bisa dihadirkan dalam mengajak orang-orang untuk tetap datang ke toko.”


Yenny Yusra berkontribusi dalam pembuatan artikel ini