Tiga Startup Indonesia Yang Segera Menyandang Status Unicorn

Kematangan industri startup Indonesia dan seluruh entitas yang terlibat di dalamnya mencapai titik terbaik untuk segera meroket dan mendobrak fase selanjutnya. Melihat ekosistemnya, pertanyaan mengenai kapan kelahiran startup unicorn di kancah lokal hanya menunggu waktu.

Managing Partner East Ventures Willson Cuaca pun senada dalam hal ini. Willson di ajang IDByte 2015 mengucapkan, “Melihat industrinya, akan ada unicorn sebentar lagi”.

Lantas pertanyaan selanjutnya ialah, startup mana yang divaluasi senilai lebih dari $1 miliar lebih dulu?

Traveloka

Traveloka menawarkan harga tiket penerbangan yang sangat kompetitif sejak tahun 2012 bermodalkan pendanaan awal dari East Ventures dalam jumlah yang tidak diumumkan. Startup ini mewujud menjadi portal online untuk penerbangan dan reservasi penginapan terbesar di Indonesia. Putaran pendanaan selanjutnya [Seri A] yang dikabarkan dari Traveloka, dipimpin oleh Global Founders Capital pada tahun 2013 silam dalam jumlah yang juga tidak disebutkan.

Banyak pihak meyakini bahwa Traveloka telah menutup pendanaan putaran lanjutan mengingat penetrasinya di sepanjang tahun 2015 ini berhasil menjadikan mereka top-of-mind di tengah masyarakat.

Tokopedia

Berbeda dengan dua kandidat lainnya di tulisan ini, Tokopedia menjadi satu-satunya startup yang merilis nilai pendanaannya. Dipimpin oleh Sequioa dan Softbank, Tokopedia menerima pendanaan Seri E bernilai U$ 100 juta (sekitar Rp 1,2 triliun saat itu) pada tahun lalu. Momen ini menjadi babak baru dalam industri e-commerce dan startup digital Indonesia.

Dalam perkembangannya kini, Tokopedia justru melakukan strategi periklanan non-digital. Metode yang cenderung dihindari oleh startup karena tak hanya membutuhkan biaya yang lebih besar, tetapi juga sulit diukur. Nampaknya, Tokopedia berhasil mengeksekusi dengan baik.

Go-Jek

Bukan rahasia lagi jika Go-Jek berada di daftar ini. Bermodalkan lebih dari 200.000 mitra pengemudi tersebar di seluruh Indonesia, Go-Jek tidak menurunkan kecepatan ekspansinya hingga melayani seluruh kota di pelosok Nusantara.

Acap kali diberitakan secara kontroversial, nyatanya jajaring layanan yang ditawarkan oleh Go-Jek berhasil merebut pasar mayoritas dari industri yang dijajaki. Sebut saja Go-Ride, Go-Send, Go-Food, dan Go-Mart.

Traveloka dan Tokopedia mungkin berhasil men-disrupt sebagian pasar, namun tak ada yang membeli tiket pesawat atau belanja online setiap hari. Go-Jek berhasil mengeksekusi layanan yang memang dibutuhkan dalam keseharian.

Didanai oleh Sequioa dalam jumlah yang tak disebutkan, Go-Jek memiliki kemewahan untuk bermanuver dalam mengembangkan eksperimen-eksperimen yang secara efektif mampu meraup pengguna dalam jumlah masif.

Satu benang merah: e-commerce

“E-commerce terus berkembang, hal tersebut tercermin berdasarkan besarnya biaya belanja iklan dari Traveloka dan Tokopedia,” kata lembaga riset Nielsen, dikutip dari pemberitaan Jakarta Globe (19/11).

Traveloka, Tokopedia, dan Go-Jek, menunjukkan traksi, inovasi, dan model bisnis yang valid secara konsisten. Pencapaiannya di sepanjang tahun ini jelas merefleksikan bagaimana industri e-commerce dan startup digital di tahun-tahun mendatang.

Memang tidak ada yang bisa memastikan startup mana yang lebih dulu meraup titel “unicorn” dengan valuasi senilai U$1 miliar, tapi setidaknya tiga kandidat yang memiliki kesempatan dan potensi terbaik.

Jika harus memiliki opsi lainnya, mungkin Tiket.com dan BukaLapak menjadi startup yang layak untuk dipantau karena memiliki kapabilitas yang tak jauh berbeda.

Tokopedia Gelar Roadshow Di Sepuluh Kota

Tokopedia menggelar acara roadshow di sepuluh kota besar di Indonesia yaitu Jakarta, Bandung, Surabaya, Semarang, Makassar, Medan, Malang, Solo, Yogyakarta, dan Banjarmasin. Acara roadshow dibuka di Jakarta (10/10), menghadirkan CEO Tokopedia William Tanuwijaya yang berbagi pengalaman tentang usahanya merintis Tokopedia dalam acara talkshow di Plaza Bapindo.

Continue reading Tokopedia Gelar Roadshow Di Sepuluh Kota

“Lucky Deal” Menjadi Amunisi Tokopedia Untuk Ciptakan Traksi Pengunjung

Lucky Deal menjadi amunisi Tokopedia menciptakan traction pengunjung / Shutterstock

Baru-baru ini Tokopedia baru saja meluncurkan sebuah fitur baru bernama Lucky Deal yang ditujukan untuk penjual dan pembeli. Di portal Tokopedia, pembeli yang beruntung (Lucky Buyer) akan ditandai oleh sistem dengan clover biru, sedangkan penjual yang beruntung (Lucky Merchant) ditandai dengan clover hijau. Keduanya akan mendapatkan insentif khusus dalam bertransaksi sebagai pembeli dan/atau penjual di Tokopedia. Inovasi ini dinilai sebagai salah satu upaya Tokopedia untuk memberikan kenyamanan sekaligus mempertahankan pengguna layanan di tengah iklim e-commerce Tanah Air yang syarat dengan persaingan ketat. Continue reading “Lucky Deal” Menjadi Amunisi Tokopedia Untuk Ciptakan Traksi Pengunjung

Tokopedia Seals Strategic O2O Partnership with Indomaret

The Online-to-Offline (O2O) concept has become a new promising strategy among local e-commerce players nowadays. That being said, Tokopedia seals a partnership with Indomaret to facilitate users choosing this concept while doing their online transaction. The partnership allows Tokopedia customers to pay their order at Indomaret stores all over Indonesia. Continue reading Tokopedia Seals Strategic O2O Partnership with Indomaret

Analyzing Tokopedia’s Advertising Strategy

It’s a common thing to see Tokopedia logo everywhere nowadays. On TV, radio, newspaper, magazine, you name it. It’s almost impossible not to hear its slogan, “Ciptakan Peluangmu” and “Sudah Cek Tokopedia belum?”, lingering in our daily life. Continue reading Analyzing Tokopedia’s Advertising Strategy

Kerja Sama dengan Indomaret Dinilai Berikan Efektivitas Strategi O2O Tokopedia

Pembayaran via Indomaret dinilai efektif untuk menjangkau pelanggan online baru / DailySocial

Makin riuhnya industri e-commerce Tanah Air membut para pemainnya harus jeli dalam memaksimalkan kesempatan. Dewasa ini model online-to-offline (O2O) menjadi salah satu strategi yang banyak disoroti pemain e-commerce Tanah Air untuk merangkul pendatang baru di dunia online. Turut meramaikan strategi ini, layanan online marketplace Tokopedia memantapkan kerja sama dengan Indomaret untuk memudahkan pengguna dalam bertransaksi. Adanya kerja sama ini memungkinkan pengguna layanan Tokopedia untuk dapat membayar pesanannya di seluruh gerai Indomaret yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Continue reading Kerja Sama dengan Indomaret Dinilai Berikan Efektivitas Strategi O2O Tokopedia

Menilik Strategi Pengiklanan Tokopedia

Kalau anda pernah berinteraksi dengan dunia luar, ada kemungkinan yang cukup tinggi bahwa anda pernah melihat iklan Tokopedia. Anda bisa sebutkan semua metode pengiklanan yang ada: televisi, radio, majalah, koran, dimanapun anda berada, akan sangat sulit untuk tidak terekspos dengan iklan Tokopedia yang bertajuk “Ciptakan Peluangmu”. Iklan-iklan ini biasanya ditemani tagline “Sudah cek Tokopedia belum?”, sebuah frase yang ingin dipopulerkan oleh Tokopedia.

Menarik untuk membandingkan iklan-iklan Tokopedia dengan iklan-iklan yang diusung oleh para pemain e-commerce lainnya, seperti Traveloka, Tiket, OLX, Bukalapak, Zalora, Lazada dan lain-lain. Semua pemain online tersebut, selain Tokopedia, memiliki kesamaan yaitu performance-based advertising. Hampir semua perusahaan tersebut memilih untuk mempromosikan diskon-diskon barang tertentu atau subsidi harga demi memberikan harga yang kompetitif untuk konsumen.

Tokopedia, dengan kampanye “Ciptakan Peluangmu” sepertinya justru bertolak belakang dengan para kompetitor mereka yang memastikan tiap sen uang yang dihabiskan untuk beriklan, dihabiskan dengan bijaksana dengan Return on Investment yang baik. Tokopedia sepertinya hanya ingin mengingatkan masyarakat bahwa peluang tidak bisa ditunggu, tapi harus dikejar. Harus diciptakan. Dalam hal ini, konteks yang dimaksud adalah peluang untuk berjualan online, dengan sedikit dorongan, masyarakat bisa menjadi penjual online yang produknya menjangkau seluruh pelosok Indonesia.

Termasuk dengan pemilihan Chelsea Islan sebagai duta Tokopedia yang terbilang unik. Terlihat Tokopedia berusaha menyasar tidak hanya pasar pembeli online, namun juga pembeli online yang kabarnya didominasi oleh kaum perempuan, muda dan penuh semangat.

Saya melihat strategi Tokopedia ini sebagai pendekatan yang sangat menyegarkan, dan memang bisa dibilang lebih ke arah pendekatan emosional dan bukan sekadar pendekatan performa iklan dan ROI. Namun strategi ini bukan bisa diambil tanpa resiko. Strategi emosional seperti yang dilakukan Tokopedia membutuhkan exposure yang jauh lebih masif, dan juga perhitungan ROI yang berbeda dan tidak bisa mengharapkan hasil dalam waktu yang pendek. Ketika iklan berbasis performa hanya butuh beberapa hari untuk melihat performa dari sebuah iklan, iklan emosional seperti milik Tokopedia butuh berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk terlihat hasilnya.

Tentu saja, waktu dan kas di bank sepertinya tidak akan menjadi masalah bagi Tokopedia, setidaknya dalam waktu dekat ini. Sebuah keistimewaan yang sebenarnya juga dimiliki oleh hampir semua kompetitor Tokopedia.

Menarik untuk melihat bagaimana strategi ini akan terbayarkan bagi Tokopedia, dan akan bisa terlihat hasilnya dalam 1-2 tahun ke depan, apakah Tokopedia bisa memenangkan hati dan pikiran pengguna yang dalam beberapa tahun lagi akan mendatangkan jutaan pembeli dan penjual online. Memang, layanan seperti Tokopedia yang juga bersaing dengan BukaLapak dan OLX, biasanya tidak menjadi satu-satunya pilihan bagi penjual maupun pembeli online. Banyak penjual di luar yang memilih untuk menggunakan semua layanan tersebut sebagai storefront online mereka dan melayani pembeli dari semua layanan tersebut.

The Future of O2O in Indonesia’s E-Commerce Industry

Ever since MatahariMall rocked the market with its Online to Offline (O2O) concept, its adoption has become an interesting debate all over the country. The concept is seen to be highly potential, as it is perceived as one of most plausible alternative solutions to local e-commerce’s logistic issue. However, many also doubt the implementation, given Indonesia’s unique and diverse culture. Continue reading The Future of O2O in Indonesia’s E-Commerce Industry

Uber, Airbnb, Tokopedia, and Conventional Players’ Irrelevance

Tech-based businesses currently “disrupt” conventional business doers. The disruption happens so fast, while conventional entrepreneurs move too slow. This is the new battle to win an essential market; the future. So far, it’s clear that the battle has been narrowed down to transportation, retail, and hotel sector. Continue reading Uber, Airbnb, Tokopedia, and Conventional Players’ Irrelevance

Uber, Airbnb, Tokopedia, dan Gerak Lambat Pebisnis Konvensional

Gangguan perusahaan teknologi sudah menimbulkan kegelisahan perusahaan konvensional / Shutterstock

Kenyamanan para pelaku bisnis konvensional sedang “diganggu” oleh bisnis berbasis teknologi yang menyediakan layanan peer to peer. Serangan “gangguan” terjadi begitu cepat, dan pebisnis konvensional biasanya bergerak lambat. Ini adalah pertempuran babak baru memenangkan pasar yang amat penting; masa depan. Yang terlihat jelas sekarang pertempuran itu terjadi di sektor transportasi, ritel, dan hotel.

Continue reading Uber, Airbnb, Tokopedia, dan Gerak Lambat Pebisnis Konvensional