Aplikasi GoPay Resmi Hadir, Sasar Pasar Baru di Luar Ekosistem GoTo

GoTo Financial, unit bisnis fintech GoTo, resmi meluncurkan aplikasi GoPay secara nasional. Secara bertahap, aplikasi ini akan diperkuat dengan beragam fitur finansial untuk mempermudah masyarakat mendapatkan akses, termasuk menjangkau mereka yang selama ini belum menggunakan layanan Gojek dan Tokopedia.

Perusahaan sendiri mempersiapkan aplikasi GoPay ini sejak akhir tahun lalu dan melakukan product market fit untuk memvalidasi kebutuhan pasar. GoPay sebagai platform uang elektronik selama ini terikat dengan aplikasi Gojek dan merupakan salah satu yang terpopuler menurut survei pasar yang termuat di Fintech Report 2021 yang diterbitkan DSInnovate.

Aplikasi ini dapat diunduh melalui Google Play dan App Store. Untuk platform Android, aplikasi ini berkapasitas 25 MB dan didesain ringkas dengan harapan mudah dipahami dan memberikan user experience baik bagi pengguna.

Dalam peresmiannya pada hari ini (26/7), CEO GoTo Group Patrick Walujo menyampaikan aplikasi GoPay tidak akan menggantikan layanan GoPay yang sudah ada saat ini. Masih di versi awal, ia memastikan ke depannya akan ada banyak inovasi keuangan digital di aplikasi ini.

“Kami juga banyak berinvestasi dalam security feature yang mumpuni untuk melindungi aplikasi GoPay. GoTo punya komitmen untuk terus berinovasi dan memberikan yang terbaik, kehadiran aplikasi ini adalah salah satu dari perwujudannya,” terang Patrick.

Presiden Unit Bisnis Financial Technology GoTo Hans Patuwo menambahkan, perusahaan menyasar pengguna baru yang saat ini belum menggunakan Gojek maupun Tokopedia. Disebutkan jumlah pengguna GoTo mencapai 63 juta berdasarkan data per Desember 2022.

Menurut data Bank Indonesia, terdapat 97 juta orang dewasa di Indonesia yang masuk ke dalam kategori unbanked atau tidak memiliki akun di bank.

“Kami mempersiapkan setiap aspek agar aplikasi GoPay benar-benar bisa menjangkau semua. Melalui aplikasi GoPay, kami ingin menghilangkan keterbatasan masyarakat dalam mendapatkan layanan keuangan,” ujar Hans.

Fitur GoPay yang tersedia saat ini termasuk:

  • Gratis transfer instan ke mana saja hingga 100 kali per bulan, termasuk transfer dari akun GoPay ke akun GoPay lainnya, dari akun GoPay ke rekening bank, dan dari rekening bank ke rekening bank lainnya.
  • Pengguna dapat membeli pulsa dan paket data dengan harga spesial di aplikasi GoPay dan menikmati biaya administrasi yang minim untuk pembayaran tagihan BPJS, PLN, dan lainnya.
  • Aplikasi GoPay juga memiliki fitur laporan pengeluaran yang dapat secara otomatis memberikan gambaran kepada pengguna terkait pengeluaran mereka. Hal ini membantu mereka dapat merencanakan keuangan dengan lebih baik lagi. Harapannya, kehadiran fitur ini dapat meningkatkan literasi keuangan masyarakat dalam jangka panjang.
  • Fitur keamanan lima lapis untuk akun pengguna, di antaranya verifikasi nomor handphone, pemasangan PIN, biometrik, verifikasi email, dan upgrade ke GoPay Plus.

Hans memastikan ke depannya fitur finansial lainnya dapat segera hadir. Walau tidak didetailkan lebih lanjut, ia memastikan filosofi perusahaan dalam setiap pengembangan produk selalu berorientasi pada kebutuhan pelanggan. Ia juga berharap ke depannya kontribusi bisnis dari GoPay dapat semakin signifikan untuk grup.

“Ini masih versi pertama. Kami selalu berbasis apa kebutuhan pelanggan. Filosofi kami adalah memecahkan masalah-masalah yang dihadapi pelanggan dari situ mencarikan solusi terbaiknya.”

Pemakaian GoPay sejauh ini masih didominasi transaksi ekosistem GoTo, mulai dari GoFood, GoCar, dan GoRide. Walau demikian, pertumbuhan dari transaksi di luar ekosistem, misalnya untuk pembayaran langganan Netflix dan sebagainya, menunjukkan tren yang positif.

Hasil riset

Dalam riset termutakhir yang dirilis InsightAsia bertajuk “Consistency That Leads: 2023 E-Wallet Industry Outlook” menunjukkan dompet digital kini menjadi metode pembayaran yang paling banyak dipilih masyarakat digital Indonesia, dibandingkan tunai dan transfer antar rekening bank.

Sebanyak 74% responden aktif menggunakan dompet digital untuk berbagai transaksi keuangan. Sisanya, memilih uang tunai (49%), transfer bank (24%), QRIS (21%), paylater (18%), kartu debit (17%), dan VA transfer (16%). Riset ini melibatkan 1.300 responden yang tersebar di tujuh kota, meliputi Jabodetabek, Bandung, Medan, Makassar, Semarang, Palembang, dan Pekanbaru, berlangsung dari tanggal 19-30 September 2022.

Dalam riset tersebut juga menunjukkan GoPay sebagai platform yang secara konsisten paling banyak digunakan oleh konsumen dalam lima tahun terakhir. Riset memperlihatkan, sebagian besar pengguna dompet digital pernah menggunakan Gopay (71%) dan terus setia menggunakannya sampai saat ini (58%).

Selain GoPay, platform e-money populer lainnya adalah OVO, DANA, dan ShopeePay.

Application Information Will Show Up Here

E-money Adalah: Pengertian, Jenis, Kelebihan dan Kekurangannya

E-money merupakan salah satu bentuk kemajuan teknologi di bidang keuangan. Dalam beberapa tahun terakhir, penggunaan e-money atau uang elektronik semakin meningkat. Jika dulu kamu harus membawa banyak uang tunai untuk transaksi pembayaran, kini sudah berubah. Apa itu e-money? Lihat pembahasan selengkapnya di bawah ini.

Apa Itu E-money?

E-money adalah alat pembayaran dalam bentuk elektronik. Dimana nilai moneter disimpan dalam media elektronik tertentu. Contohnya adalah peta. Untuk dapat menggunakan uang elektronik, pengguna terlebih dahulu harus menyetor sejumlah uang tertentu kepada penerbit. Media elektronik yang digunakan untuk menyimpan uang elektronik biasanya berupa chip atau server. Untuk alasan keamanan, uang elektronik sangat aman karena sulit dibajak atau diretas.

Setelah itu, uang disimpan di media elektronik sebelum digunakan untuk transaksi pembayaran. Ketika uang elektronik digunakan untuk transaksi pembayaran, saldo yang tersimpan di dalamnya berkurang sesuai dengan nilai transaksi. Saat pulsa habis, pengguna bisa mengisi ulang atau top up. Jadi jika kamu ingin membayar sesuatu, kamu dapat menggunakan kartu sebagai pengganti uang tunai.

Jenis E-money yang Ada di Indonesia

Menurut situs resmi BI, berikut daftar e-money yang telah mendapat izin dan dapat digunakan untuk bertransaksi:

• Bank DKI – JakCard

• BCA (Bank Central Asia) – Flazz

• Bank Mandiri – Mandiri e-Money

• Bank Mega – Mega Cash

• BNI (Bank Negara Indonesia) – TapCash

• Bank Nationalnobu – Nobu e-Money

• BRI (Bank Rakyat Indonesia) – Brizzi

• Telkomsel (Telekomunikasi Selular) – Tap-izy

• PT Kereta Commuter Indonesia (KRL) – KMT

• PT Mass Rapid Transit (MRT) – MTT

Kelebihan dan Kekurangan E-money

Kelebihan

Ringkas

Keuntungan pertama dari uang elektronik tentu saja keringkasannya.

Dengan kartu e-money, kamu bisa membawa uang hingga satu juta rupiah tanpa menguras kantong. Selain karena uang elektronik juga tidak memerlukan kode PIN (Personal Identification Number) atau tanda tangan. Saat membayar, yang harus kamu lakukan hanyalah menghubungkannya ke mesin pembaca saja.

Memudahkan Transaksi

Kamu pasti pernah berdiri di pintu tol berjam-jam saat berada di luar kota? Karena semua orang membayar tunai, banyak yang sengaja menghabiskan banyak uang untuk melakukan penagihan, menunggu kembalian, dan lainnya. Kalaupun terkadang masih ada antrean panjang, setidaknya sekarang jauh lebih baik daripada uang tunai.

Uang elektronik menjadi solusi yang tepat untuk tempat-tempat yang membutuhkan transaksi cepat, seperti gerbang tol.

Kekurangan

Hanya Digunakan pada Mesin Spesifik

Kerugian utama e-money adalah kamu hanya dapat menggunakannya dengan mesin tertentu. Kartu ini tidak bisa digunakan untuk belanja online, ATM yang biasanya terletak di kasir, atau bahkan ATM.

Tidak Bisa Diisi Terlalu Banyak

Meski penggunaannya langka, kekurangan lain dari e-money adalah tidak bisa diisi ulang. Ini karena uang elektronik tidak memerlukan kode PIN atau jenis verifikasi apa pun. Jika kartu tiba-tiba hilang, uang di kartu juga hilang.

Pengisian Ulang Cukup Repot

Jika ingin isi ulang uang elektronik, masing-masing bank memiliki caranya masing-masing. Namun, mayoritas dapat diselesaikan melalui bank dengan memasukkan debit langsung dan kemudian menempatkan uang elektronik di tempat yang disediakan.

Itulah penjelasan lengkap mengenai e-money beserta kelebihan dan kekurangannya.

Singkatnya, e-money adalah metode pembayaran yang sangat nyaman, meski juga memiliki beberapa kekurangan.

Kami berharap setelah membaca artikel ini kamu dapat menggunakan e-money dengan bijak, ya.

E-Money: Definisi, Keunggulan, Kekurangan, dan Contohnya

Uang elektronik adalah cara baru untuk membayar sesuatu. Disebut E-Money karena disimpan dalam sistem perbankan dan digunakan untuk melakukan transaksi elektronik.

Uang elektronik pertama dibuat di Swedia pada tahun 1982. Baru pada tahun 1990-an uang elektronik menjadi populer di negara lain seperti Jepang, Jerman, dan Prancis.

Perbedaan utama antara uang kertas dan uang elektronik adalah uang kertas dapat dihancurkan oleh api atau air, tapi uang elektronik sama sekali tidak bisa dimusnahkan.

Kamu dapat menggunakannya untuk membayar tagihan, membeli barang secara online, atau hanya melakukan pembayaran kecil.

Simak penjelasan lebih lanjut mengenai E-Money!

Definisi e-Money

E-Money adalah alat pembayaran digital berupa uang yang disimpan dalam media elektronik tertentu, seperti dalam sistem perbankan. Transaksi elektronik yang menggunakan E-Money biasanya berbasis chip yang ditanamkan pada kartu.

Uang elektronik digunakan oleh lembaga kredit dan bank yang menyediakan layanan pembayaran.

E-Money dapat digunakan untuk membayar tagihan, melakukan transfer antar individu, perusahaan atau entitas lain dalam satu grup, serta untuk tujuan lain seperti membayar pajak atau gaji.

Uang elektronik juga dapat digunakan untuk membeli barang dan jasa dari perusahaan mana pun (termasuk toko) yang menerima jenis pembayaran ini.

Keunggulan E-Money

E-Money memiliki banyak keunggulan daripada uang kertas. Keunggulan utama E-Money adalah kemudahan dan kecepatannya, yang membuatnya lebih menarik daripada uang kertas atau koin.

Berikut ini adalah keunggulan dalam menggunakan E-Money:

  1. Mudah digunakan dan fleksibel karena dapat digunakan dimana saja, kapan saja dan bagaimana saja tanpa memerlukan kartu ATM atau perangkat fisik lainnya.
  2. Nyaman karena kamu tidak perlu membawa uang tunai, yang dapat dicuri dengan mudah.
  3. Aman karena dilindungi oleh kata sandi yang harus dimasukkan sebelum dapat mengaksesnya.

Selain keunggulan, apakah ada kekurangan dari E-Money?

Kekurangan E-Money

Uang elektronik adalah jenis metode pembayaran yang memanfaatkan perangkat elektronik seperti smartphone dan tablet untuk memfasilitasi transfer dana antara dua pihak.

Sayangnya, uang elektronik juga memiliki kekurangan yang harus diperhatikan oleh semua pengguna. Simak kekurangan E-Money berikut ini:

  1. Risiko keuangan: Uang elektronik tidak diasuransikan dengan cara apa pun, jadi jika kamu kehilangan perangkat atau seseorang mencurinya, kamu dapat kehilangan semua uang yang ada di E-Money.
  2. Kurangnya privasi: Jika kamu ingin menggunakannya, kamu harus memiliki rekening bank dan menautkannya ke sana. Hal ini mengakibatkan semua transaksi akan terlihat oleh bank dan siapa saja yang memiliki akses ke sistem mereka.
  3. Kurangnya anonimitas: Selain mengetahui apa yang kamu beli dengan uang elektronik, bank mengetahui di mana dan kapan kamu melakukan pembelian dan toko mana yang menerima uang elektronik sebagai opsi pembayaran untuk produk atau layanan mereka.

Lantas, apa saja contoh-contoh E-Money yang dapat kita gunakan?

Contoh E-Money

Kartu E-Money populer di Indonesia karena memungkinkan warga untuk membelanjakan dana mereka dengan lebih mudah daripada jika mereka menyimpan uang tunai di rumah.

Berikut ini adalah contoh E-Money yang dapat kamu gunakan di Indonesia:

  • Sakuku BCA
  • LinkAja
  • TapCash BNI
  • OVO
  • Gopay
  • Brizzi BRI
  • Flazz BCA
  • e-Money Mandiri

Dan masih banyak lagi E-Money populer yang dapat kamu gunakan. Demikianlah informasi lengkap mengenai E-Money, semoga bermanfaat!

Gojek Segera “Spin-Off” Layanan Gopay dari Aplikasi Utama [UPDATED]

Gopay, layanan uang elektronik milik Gojek, bakal segera tersedia dalam aplikasi sendiri alias spin-off dari aplikasi utama Gojek. Pada fase awal, Gopay versi beta sudah tersedia, namun hanya dibuka untuk pengguna terpilih.

Saat dihubungi DailySocial.id, Head of Corporate Communications GoTo Financial Alina Darmadi menyampaikan sesuai dengan visi GoTo Financial yang ingin menjadikan GoPay sebagai layanan terpusat dalam pengaturan keuangan, perusahaan dalam tahap uji coba aplikasi GoPay untuk pengguna terpilih.

“Harapan kami tentunya uji coba ini akan membawa hasil yang baik agar nantinya masyarakat luas dapat segera menggunakan aplikasi ini. Selama tahap uji coba, pelanggan dapat terus mengakses layanan GoPay melalui aplikasi Gojek untuk kemudahan dan kenyamanan bertransaksi,” kata Alina.

Secara terpisah dalam laman blognya, dijelaskan bahwa Gopay Beta ada karena Gopay segera merilis aplikasinya sendiri. “Supaya aplikasinya bisa sesuai dengan kebutuhan di kehidupan nyata, kami merilis Gopay Beta buat dapetin masukan dari pengguna,” tulisnya (02/12).

Lebih lanjut, Gopay akan mengirimkan surat undangan kepada para pengguna terpilih untuk mengunduh aplikasi di Play Store atau App Store. Aplikasi tidak akan bisa diakses kecuali masuk dengan e-mail yang sama seperti alamat menerima undangan dari GoPay. Perusahaan akan menerima semua masukan sebelum akhirnya dirilis resmi untuk publik.

Dalam pantauan DailySocial.id, aplikasi Gopay memiliki fitur-fitur yang disempurnakan dari sebelumnya. Fitur seperti transfer uang ke rekening bank, belanja via QRIS, juga tersedia. Di luar itu, terdapat fitur Tagihan untuk membayar berbagai tagihan dan melihat histori transaksi.

Lalu fitur Finance yang diarahkan untuk mengatur metode sumber dana untuk berbagai transaksi, dilengkapi dengan rekapitulasi semua pengeluaran yang terbagi menjadi beberapa kategori pengeluaran. Sebelumnya kemampuan tersebut disediakan oleh Gopay melalui e-mail yang setiap bulannya dikirim ke konsumen.

Berikutnya, ada fitur Promo yang berisi voucher-voucher yang dapat dibeli konsumen, hasil kerja sama dengan berbagai merchant Gopay dan ditukar saat berbelanja. Sementara, di kolom yang sama di aplikasi Gojek, berisi paket berlangganan yang sudah di-bundling dengan berbagai benefit dari layanan Grup GoTo dan merchant untuk pengguna pilih.

Hasil riset

Dalam riset termutakhir yang dirilis oleh InsightAsia bertajuk “Consistency That Leads: 2023 E-Wallet Industry Outlook” menunjukkan dompet digital kini menjadi metode pembayaran yang paling banyak dipilih masyarakat digital Indonesia, dibandingkan tunai dan transfer bank.

Sebanyak 74% responden aktif menggunakan dompet digital untuk berbagai transaksi keuangan. Sisanya, memilih uang tunai (49%), transfer bank (24%), QRIS (21%), paylater (18%), kartu debit (17%), VA transfer (16%). Riset ini melibatkan 1.300 responden tersebar di tujuh kota, meliputi Jabodetabek, Bandung, Medan, Makassar, Semarang, Palembang, dan Pekanbaru, berlangsung dari tanggal 19-30 September 2022.

Dalam riset tersebut juga menunjukkan Gopay sebagai platform yang secara konsisten paling banyak digunakan oleh konsumen, sejak lebih dari lima tahun belakangan hingga kini. Riset memperlihatkan, sebagian besar pengguna dompet digital pernah menggunakan Gopay (71%) dan terus setia menggunakannya sampai saat ini (58%).

Urutan kedua ditempati OVO dengan 70% responden pernah menggunakan dan 53% menggunakannya dalam tiga bulan terakhir. Kemudian, DANA menyusul dengan 61% responden pernah menggunakan, namun tidak termasuk dalam tiga besar kategori penggunaan dalam tiga bulan terakhir. Lalu ada ShopeePay yang digunakan oleh 51% responden dalam tiga bulan terakhir, namun tidak masuk dalam tiga besar kategori pernah digunakan.

Research Director InsightAsia Olivia Samosir mengatakan, terdapat lima faktor pendorong utama yang memungkinkan pemain dompet digital berhasil memimpin pasar. Yakni, aman digunakan dan memastikan saldo konsumen terlindungi, mudah sekaligus nyaman digunakan dalam bertransaksi, bebas limit penggunaan bulanan dan dapat digunakan untuk pembayaran kebutuhan sehari-hari secara maksimal.

“Kemampuan memenuhi kebutuhan-kebutuhan inilah yang membuat sebuah brand dapat meraih kepercayaan tertinggi dari konsumen,” ungkapnya, seperti dikutip dari Investor.id.

*) Kami menambahkan pernyataan dari GoTo Financial

Payfazz Secures E-money License from BI, Focusing on User Base in Rural Area

Currently focused on providing access to financial services to people in rural areas, Payfazz will soon enter the electronic money (e-money) business. It was marked by obtaining a license from Bank Indonesia on June 28, 2021 as a server-based Electronic Money Provider through PT Cashfazz Teknologi Nusantara, a subsidiary of Fazz Financial Group.

Was founded in 2017, Payfazz has helped more than 700 thousand MSMEs or agents providing more than 80 million people through its application. It enables merchants to serve various types of transactions, including PPOB payments.

“This is a very significant achievement that we have been waiting for for a long time. With the electronic money license, we can bring the company’s goal closer to becoming an integrated financial service provider application for people without access to banking services.” Payfazz’ Co-Founder & CEO, Hendra Kwik said.

Furthermore, this license will be used by the company to create more opportunities to facilitate agents, especially to assist global and local corporate clients at Xfers in collecting payments from the unbanked community.

Previously, Fazz Financial Group had obtained a remittance license through Bank Indonesia, activated payment gateways for both global and local companies through its investment in Xfers (Licence for Large Payment Institutions – MAS), penetrated the digital banking industry through collaboration with BRI Agro (BRI’s subsidiary), and developed loan services through its investment in Modal Rakyat (OJK licensed for P2P financing).

“We expect this license to bring positive impact on the company’s business as a financial service provider and drive transaction volumes three times up the current one. This electronic money license has the potential to strengthen synergies between Payfazz and other financial products within the Fazz Financial Group,” Hendra said.

As of May 2021, Fazz Financial Group claims to have processed transaction volume over $10 billion per year through its product ecosystem, and this electronic money license can increase the transaction volume even higher.

Partnership expansion

Over the past two years, Payfazz has continued to expand partnerships with fintech startups and other related services, by presenting attractive products and services for MSME players in the country. Starting from Payfazz Buku, supported by Credibook, and launching several products for MSME players.One of the products is Warung Online, which allows orders from customers to be recorded directly in the Payfazz application.

Payfazz’ basic services in particular provide bill payments, money transfers, merchant payments, loans, and deposit/savings services for the unbanked through platform partnerships with various financial institutions.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Payfazz Resmi Kantongi Lisensi E-money BI, Fokus Jangkau Pengguna di Pedesaan

Fokus untuk memberikan akses layanan finansial kepada masyarakat di pedesaan, Payfazz segera masuk ke bisnis uang elektronik (e-money). Ini ditandai dengan diperolehnya lisensi dari Bank Indonesia tertanggal 28 Juni 2021 sebagai Penyedia Uang Elektronik berbasis server melalui PT Cashfazz Teknologi Nusantara, anak usaha dari Fazz Financial Group.

Sejak diluncurkan tahun 2017, Payfazz telah membantu lebih dari 700 ribu UMKM atau agen melayani lebih dari 80 juta masyarakat melalui aplikasinya. Memungkinkan para merchant untuk melayani berbagai jenis transaksi, termasuk pembayaran PPOB.

“Ini merupakan pencapaian Payfazz yang sangat signifikan yang telah kami nantikan sejak lama. Dengan adanya lisensi uang elektronik, kita dapat mendekatkan tujuan perusahaan menjadi aplikasi penyedia jasa keuangan terpadu bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan.” kata Co-Founder & CEO Payfazz Hendra Kwik.

Selanjutnya lisensi ini akan digunakan perusahaan untuk membuka lebih banyak peluang yang dapat memfasilitasi para agen, terutama untuk membantu klien perusahaan global dan lokal di Xfers dalam mengumpulkan pembayaran dari masyarakat yang tidak memiliki rekening bank.

Sebelumnya, Fazz Financial Group telah mendapatkan lisensi pengiriman uang melalui Bank Indonesia, mengaktifkan gerbang pembayaran baik untuk perusahaan global maupun lokal melalui investasinya di Xfers (lisensi Institusi Pembayaran Besar – MAS), memasuki dunia digital banking melalui kerja sama dengan BRI Agro (anak perusahaan Bank BRI), dan membuka layanan pinjaman melalui investasinya di Modal Rakyat (berlisensi OJK untuk pembiayaan P2P).

“Kami berharap melalui lisensi ini dapat berdampak positif bagi bisnis perusahaan sebagai penyedia jasa layanan keuangan dan mendorong volume transaksi tiga kali lipat dari saat ini. Lisensi uang elektronik ini memiliki potensi untuk mempererat sinergi antara Payfazz dan produk keuangan lainnya di dalam Fazz Financial Group,” kata Hendra.

Per Bulan Mei 2021, Fazz Financial Group mengklaim telah memproses lebih dari $10 Miliar volume transaksi per tahun melalui ekosistem produknya, dan dengan adanya lisensi uang elektronik ini dapat meningkatkan volume transaksi lebih tinggi lagi.

Perluas kemitraan

Selama dua tahun terakhir Payfazz terus memperluas kemitraan dengan startup fintech dan layanan terkait lainnya, dengan menghadirkan produk dan layanan menarik yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM di tanah air. Mulai dari Payfazz Buku yang didukung oleh Credibook, hingga meluncurkan beberapa produk yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM. Salah satunya adalah Warung Online, memungkinkan pesanan dari pelanggan dapat langsung tercatat di aplikasi Payfazz.

Secara khusus layanan dasar mereka menyediakan pembayaran tagihan, transfer uang, pembayaran pedagang, pinjaman, dan layanan simpanan/tabungan untuk yang tidak memiliki rekening bank melalui kemitraan platform dengan berbagai lembaga finansial.

Application Information Will Show Up Here

ShopeePay Kini Menjadi Pilihan Metode Pembayaran di Google Play

Penyedia layanan pembayaran digital dibawah Sea Group, ShopeePay, mengumumkan integrasi dengan Google Play Store untuk mendukung tren pertumbuhan penggunaan layanan digital di Indonesia. ShopeePay kini bisa digunakan untuk transaksi berbagai kebutuhan gaya hidup digital seperti pembelian aplikasi, top up game, hingga berlangganan layanan Video on Demand (VOD).

Head of Strategic Merchant Acquisition ShopeePay Eka Nilam Dari mengungkapkan, “Kerja sama ini merupakan pencapaian inovasi terbaru dari ShopeePay dalam menyediakan solusi pembayaran digital yang terintegrasi, khususnya di platform kelas dunia seperti Google Play Store. [..] Dengan penawaran yang memuaskan dan akses yang tak terbatas akan transaksi pembayaran digital di dalam Google Play Store, kami harap kolaborasi ini dapat semakin mendorong antusiasme masyarakat terhadap transaksi digital.”

Pengguna hanya perlu menambahkan ShopeePay di menu metode pembayaran lalu memasukan pin ShopeePay atau konfirmasi melalui sidik jari/Face ID. Setelah berhasil diaktivasi, pengguna bisa mulai melakukan pembelian aplikasi di dalam Google Play.

Sebelumnya, GoPay sudah lebih dulu masuk sebagai metode pembayaran di Google Play sejak tahun 2019. Dengan strategi yang tidak jauh berbeda, kedua platform ini menawarkan nilai tambah berupa cashback yang bisa digunakan user untuk pembelian in-app dan aplikasi premium.

Selain menggunakan saldo Google Play, transaksi juga bisa melalui kartu Kredit/Debit serta tagihan ponsel. Namun, dilansir dalam rilisan pers Telkomsel, XL Axiata, dan Indosat, untuk setiap pembelian aplikasi Google Play akan dikenakan tambahan pajak 10% dan biaya jasa sekitar 2%. Artinya, pengguna harus menyediakan saldo pulsa yang mencukupi sebelum bertransaksi di Google Play.

Peta pembayaran digital di Indonesia

Riset “Digital 2021” yang dikeluarkan We Are Social dan HootSuite mengungkapkan peningkatan jumlah masyarakat yang mengonsumsi layanan digital di Indonesia. Sebanyak 86,2% pengguna internet mengaku menggunakan aplikasi hiburan dan video, meningkat dari 83% di tahun sebelumnya. 60,4% mengaku menggunakan aplikasi mobile game, meningkat dari 59% di tahun sebelumnya.

Peningkatan tren ini mendorong integrasi ShopeePay dan Google Play Store untuk menyediakan akses pembayaran yang lebih aman dan menyeluruh, khususnya bagi pengguna Android yang mendominasi lebih dari 90% pasar smartphone di Indonesia.

Kehadiran teknologi dan digitalisasi di Indonesia mampu mengubah kebiasaan masyarakat dalam menggunakan alat pembayaran. Diakselerasi pandemi Covid-19, penggunaan uang tunai kini kian beralih menjadi pembayaran via digital.

Hasil survei konsumen secara online yang dilakukan oleh Snapcart selama kuartal pertama tahun 2021 menunjukkan ShopeePay sebagai platform pembayaran digital yang paling banyak digunakan (76%), disusul GoPay (57%), Ovo (54%), Dana (49%), dan LinkAja (21%).

Application Information Will Show Up Here

Neurosensum Soroti Meningkatnya Popularitas Penggunaan ShopeePay

Neurosensum merilis laporan terbaru terkait adopsi uang elektronik selama periode November 2020 hingga Januari 2021. Laporan ini diikuti oleh 1.000 responden dengan rentang usia 19-45 tahun dan kelas ekonomi ABC di delapan kota (Jabodetabek, Jawa non-Jabodetabek, dan luar Pulau Jawa).

Managing Director Neurosensum Indonesia Mahesh Agarwal mengatakan, pandemi Covid-19 telah membawa dampak luar biasa terhadap adopsi uang elektronik di Indonesia dalam setahun terakhir. Ia mengungkap, adopsi uang elektronik hanya 2% (lebih dari 5 tahun lalu), lalu meningkat menjadi 10% (3-5 tahun yang lalu), dan naik signifikan menjadi 45% (1-3 tahun lalu).

“Menariknya, pandemi mendongkrak adopsi dompet digital hingga 44% dalam kurun waktu kurang dari setahun. New adopter berkontribusi besar terhadap penggunaan e-wallet selama pandemi,” ungkap Agarwal.

Selain itu, dampak luar biasa juga terlihat pada aktivitas belanja online ketika uang elektronik menjadi opsi pembayaran terbanyak digunakan (88%), diikuti transfer bank (72%), dan Cash on Delivery (47%) selama pandemi.

Lebih lanjut disoroti bahwa ShopeePay, yang baru hadir belakangan, mulai menggeser dominasi sejumlah pemain existing.

ShopeePay kuasai pasar tiga bulan terakhir

Berdasarkan survei, ShopeePay tercatat menguasai pangsa pasar uang elektronik selama periode November 2020-Januari 2021 dengan persentase sebesar 68%. Posisi kedua dan selanjutnya diikuti OVO (62%), DANA (53%), GoPay (54%), dan LinkAja (23%). Dalam temuan ini, responden tercatat menggunakan multiple e-wallet untuk kebutuhan berbeda.

Dari sisi frekuensi penggunaan, ShopeePay juga berada di posisi teratas dengan total gabungan transaksi sebanyak 14,4 kali per bulan atau 9 kali (online) dan 5,4 kali (offline). OVO menyusul di posisi kedua dengan total 13,5 kali penggunaan per bulan atau 8,1 kali (online) dan 5,4 kali (offline). Di urutan ketiga, GoPay dengan total 13,1 kali per bulan atau 8 kali (online) dan 5,1 kali (offline).

ShopeePay juga mendominasi transaksi di sejumlah kategori produk/jasa, antara lain make up (60%), skincare (58%), personal care (50%), dan perlengkapan rumah tangga (47%). Sementara, OVO unggul pada transaksi untuk kategori pembayaran tagihan (25%) dan elektronik (20%).

Category Make up Skincare Sports &

Outdoor

Household

Equipment

Bill Payment Electronics Personal

Care

ShopeePay 60% 58% 32% 47% 23% 37% 50%
OVO 13% 17% 18% 17% 25% 20% 16%
DANA 10% 9% 13% 13% 23% 14% 11%
GoPay 6% 6% 8% 7% 13% 7% 9%
LinkAJa 2% 3% 2% 3% 9% 4% 3%
Don’t buy the product 9% 8% 27% 13% 7% 19% 11%

Sumber: Neurosensum Indonesia / Diolah kembali oleh DailySocial

Responden juga menilai ShopeePay paling mudah digunakan berbelanja online dengan persentase 54% dengan posisi kedua diisi oleh OVO (20%). Uniknya, DANA berada di posisi ketiga (14%), di atas GoPay (9%) dan Link Aja (4%).

Research Manager Neurosensum Indonesia Tika Widyaningtyas menilai ada sejumlah faktor yang mendorong posisi ShopeePay saat ini. Menurutnya, ShopeePay sangat digemari karena kemudahannya untuk bertransaksi online. Jika dibandingkan pemain lain, ShopeePay sudah terintegrasi di Shopee. Artinya, pengguna tidak perlu bolak-balik mengganti aplikasi

“Shopee gencar menawarkan banyak promosi ShopeePay. Kami sadar semua pemain dompet digital juga melakukan hal yang sama, tetapi promosi ShopeePay lebih banyak terserap konsumen. Tidak cuma banyak, tetapi persyaratan pada promosinya juga tidak terlalu sulit. Misalnya, transaksi minimal masih terjangkau konsumen,” ujar Tika.

Hal ini juga terlihat dari temuan survei di mana ShopeePay unggul dengan persentase 41% sebagai uang elektronik yang memberikan promosi offline dan online serta persyaratan promosi yang memuaskan. Peringkat selanjutnya adalah OVO (25%), GoPay (16%), DANA (14%), dan LinkAja (4%).

Sejumlah Startup Masih Terus Kembangkan Fitur Uang Elektronik “Closed Loop”

Meskipun sempat menjadi polemik, eksistensi uang elektronik berkonsep closed loop tetap berkembang , khususnya di antara startup non-finansial. Dengan konsep closed loop, uang elektronik (biasanya berbentuk kredit) bisa digunakan untuk bertransaksi di dalam platform (internal) saja dan memiliki nominal dana kelolaan dengan limitasi tertentu.

Menurut CEO Dana Vincent Iswara, salah satu platform uang elektronik (open loop) terdepan di Indonesia, perkembangan platform uang elektronik closed loop ini bisa dianggap sebagai hal positif. Salah satunya adalah semakin terbiasanya konsumen berbelanja secara digital.

“Konsep transaksi digital yang makin banyak diadopsi oleh masyarakat ini menjadi pertanda bahwa masyarakat tidak lagi resisten dengan transaksi nontunai. Kecenderungan mereka untuk memiliki lebih dari satu aplikasi dalam ponsel mereka pun harus disambut dengan baik, dengan begitu kita bisa sama-sama melihat kemampuan mereka beradaptasi,” kata Vincent.

Potensi platform berbasis closed loop

Salah satu platform yang mengembangkan konsep closed loop ini adalah Strongbee melalui Strongbee Credit. Menurut Founder Strongbee Farah Suraputra, sejak diluncurkan bulan Juli 2020 lalu, saat ini penggunaan Strongbee Credit komposisinya 50-50% dibandingkan dengan pilihan pembayaran lainnya.

Strongbee mengembangkan fitur Credit untuk mempermudah pengguna bertransaksi di dalam aplikasi. Fitur ini sangat mendukung promosi-promosi perusahaan, misalnya in-app purchase yang lebih murah jika menggunakan Strongbee Credit dibanding metode pembayaran lainnya.

“Sampai saat ini Strongbee Credit hanya bisa digunakan untuk transaksi booking di aplikasi Strongbee. Strongbee Credit itu bukan berupa dompet digital karena Strongbee Credit tidak bisa diuangkan. Bentuknya juga closed loop, hanya bisa untuk pembayaran dari pelanggan ke kita dan bukan untuk pembayaran dari kita ke partner,” kata Farah.

Sementara menurut CEO D-Laundry Ridhwan Basalamah, D-Pay, yang sebelumnya bernama D-Wallet, digunakan untuk mengisi D-Laundry Coin.

“[..] D-Pay yang sudah terhubung ke berbagai bank, fintech, dan instansi layanan masyarakat sehingga pengguna D-Laundry memiliki banyak pilihan untuk melakukan pengisian D-laundry Coin,” kata Ridhwan.

D-Pay disebut dirancang untuk melengkapi ekosistem yang sudah ada. Selain bekerja sama dengan platform pembayaran yang sudah ada, D-Pay berkomitmen merambah kolaborasi ke berbagai instansi untuk memudahkan konsumen menggunakan layanan ini.

Sementara semenjak diluncurkan Oktober 2018 lalu, perkembangan Ralali Wallet diklaim mendapatkan feedback positif. Sampai Q3 2020 terdapat lebih dari 200 ribu pengguna Ralali yang sudah mengaktifkan fitur ini. Kontribusi metode pembayaran melalui wallet ini rata-rata 30,13% dari jumlah transaksi setiap bulannya. Angka ini yang mendorong pihak internal untuk melakukan banyak pembaruan fitur.

“Pada awal peluncuran Wallet, fitur ini [..] sesuai visi untuk memberikan solusi untuk market B2B di Indonesia khususnya di area financial business. Fitur ini bisa memudahkan Ralali users untuk melakukan pembayaran order pesanan mereka secara cepat dan terintegrasi. Akun wallet ini juga bisa menjadi wadah untuk menerima cashback promo untuk loyal user Ralali,” kata CTO Ralali Irwan Suryady.

Ralali melihat aspek finansial adalah salah satu hal fundamental di pasar B2B. Ralali Wallet berencana memperkuat KYC dan KYB pengguna dengan standarisasi yang berlaku. Ralali Wallet akan menjadi wadah disbursement untuk pilihan pembayaran paylater yang terkoneksi dengan beberapa mitra fintech.

Regulasi

Saat ini D-Pay sudah memiliki lisensi dari Bank Indonesia sehingga mempermudah D-Laundry memperluas fungsi uang elektronik closed loop ini untuk

“Ekspansi kami baru dimulai pada awal tahun 2020 ini sejak diluncurkannya fitur pembayaran cashless, yang sebelumnya [..] hanya bisa melakukan pembayaran secara tunai. Tahun ini, kami mendapatkan lisensi dari Bank Indonesia untuk D-Pay dan diterapkan kepada seluruh produk dan layanan kami,” kata Ridhwan.

Sementara Strongbee belum berniat mendaftarkan fitur miliknya ke regulator.

“Fungsi dari dompet itu sendiri untuk setiap dana yang diisikan hanya bisa dipakai untuk booking atau pemesanan saja. Sehingga setiap transaksi akan jadi lebih mudah, lebih ringkas, dan instan dibandingkan pembayaran menggunakan payment method lainnya. Pengguna pun bisa menikmati tambahan dana, senilai 40% dari nilai yang dibayarkan,” kata Farah.

Haryati Lawidjaja: LinkAja to Focus on Daily Essential Demand

Based on the Shareholder Decree dated April 29, 2020, Haryati Lawidjaja is officially appointed as LinkAja’s President Director (CEO). Since her involvement in June 2019, she previously served as COO and Acting Officer. The current CEO replaces Danu Wicaksono who has sailed to Good Doctor Indonesia.

The task is certainly not easy amid the fierce competition in the digital e-money platform in Indonesia. In her interview with DailySocial, Haryati conveyed his vision and strategy for the company.

“I, along with the best talents of LinkAja, are to focus on encouraging financial and economic inclusion through the development of a digital financial ecosystem that serves the needs of the community & SMEs in Indonesia […] We are optimistic that in 2024 LinkAja as one of the catalysts of the Non-Cash National Movement can help the government achieved 90 percent national financial inclusion,” she said.

Tighten Collaboration

The strategy she brought to strengthen LinkAja’s position is through strategic collaboration with various parties, both banking and non-banking institutions while continuing to pursue product innovation. The collaboration involves various aspects of the national economic chain, including the government.

“We collaborate with local governments through various programs, including digitalization of 451 traditional markets throughout Indonesia, retribution in 34 cities, more than 200 thousand local merchants (UKM) development, and simple payment in 94 local transportation,” Haryati added.

She added, since the launch, the service focused on providing digital financial services for the middle class/aspirants and SMEs. This is what is claimed to distinguish LinkAja with similar platforms.

“LinkAja focuses on meeting people’s essential needs, from e-commerce, communication, travel, health, insurance, investment, donations, entertainment, fuel purchases, bill payments, to various government programs such as social rock distribution and ultra micro credit; to traditional markets,” Haryati explained.

Haryati Lawidjaja to focus on collaboration and education as business strategy / LinkAja
Haryati Lawidjaja: Collaboration and education as the main strategy / LinkAja

Business growth

Public education regarding digital financial platforms is still the homework of every fintech player in Indonesia. LinkAja is quite aware. The existence of cross-sector cooperation is expected to have a significant impact to help companies educate users.

Succesful user education, according to Haryati, has a direct impact on increasing business traction, “This has proven by a 5-fold increase in the number of transactions from operation in February 2019 to the end of 2019. As many as 83% of LinkAja users are spread outside Jakarta, with 40 % of users are outside of Java, such as cities in Sumatra and Sulawesi. ”

“To date, we have more than 45 million users spread all over Indonesia, with a predominance of ages 25-35 years (as of Q1 2020),” Haryati explained.

Previously, in December 2019, LinkAja appointed Ikhsan Ramdan as CFO. One of its focus is to raise Series B in 2020. When we tried to confirm the plan, Haryati was reluctant to comment.

Related to the cooperation plan with Facebook to bring Facebook Pay in Indonesia, he also could not convey the details. As previously known, Facebook Pay is to have maneuver in Indonesia by launching the funds transfer feature through Facebook, Messenger, and WhatsApp platforms. Facebook is said to be in the middle of negotiating with regulators, while GoPay, LinkAja, and Ovo are said to be engaged as strategic partners.

Expansion plan

This year, LinkAja is still focused on the domestic market by continuing to open opportunities for strategic cooperation with regional and global players to expand its products.

“One of the obstacles in the electronic money platform, including LinkAja, is the limited access to financial services, especially for people in remote areas. Therefore, we are currently focused on continuing to educate continuously and provide easy access to electronic payments, especially for the ultra micro-segment and mass market in remote areas. ”

On a regional scale, he continued, LinkAja is the only electronic money in Indonesia that serves remittances from Indonesian Migrant Workers (PMI) in Singapore who want to send money to families in the country.

Recently, the Sharia feature was launched and is expected to be able to acquire 1 million users. The thing that distinguishes this sharia feature from conventional services is the fund deposit institution (floating fund) using sharia bank services.

 

LinkAja sharia is launched in app: in collaboration with sharia financial institution / LinkAja
LinkAja sharia is launched in app: in collaboration with sharia financial institution / LinkAja

Future trends

After this pandemic, Haryati was confident that digital services would be well impacted on user increase. The new normal resulted in changes in people’s behavior which in turn accelerated digitalization in various industrial sectors. Thus, this will expand and accelerate the need for digital financial education and access to digital finance in the community.

“For example the digitalization of traditional markets, which is a challenge for LinkAja to continue to innovate products, as well as education as soon as possible so that they can adapt and provide meaningful solutions to these new normal conditions.”

Haryati also said that people will be increasingly accustomed to digital transactions. With the inclusion level and also the increasing public financial literacy, the need for various transactions will increase. “We are optimistic that LinkAja, which is majorly-owned by SOEs, is operated by the best national workforce, and infrastructure located in Indonesia will soon become a national champion in the field of digital financial services.”

“By delivering the best talents in the digital industry, we will continue to improve the quality of services, innovate to build and develop services and ecosystems that are relevant to the Indonesian people. Increasing the relevance of LinkAja, especially the middle class/aspirants, mass and ultra micro,” she concluded.

Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian