Luncurkan GnB Accelerator, Fenox VC dan Infocom Terapkan Mentoring Ala Silicon Valley

Besarnya populasi serta tingginya penetrasi startup digital menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang banyak disasar oleh venture capital (VC) dan investor spesialis teknologi. Bukan sekedar menginvestasikan modal, beberapa di antaranya bersemangat untuk singgah, karena Indonesia juga merupakan pasar yang dinilai dinamis, antusias dan terbilang siap untuk menerima layanan, teknologi serta informasi yang ada.

Makin banyaknya startup yang menjadi ‘trigger’ menjadikan  para VC, investor dan lainnya bersemangat membantu supaya bisa lebih berkembang dan eksis secara global.

Salah satu VC yang tertarik untuk memberikan kontribusi lebih kepada dunia startup di Indonesia adalah Fenox VC. Perusahaan modal ventura dari Silicon Valley Amerika Serikat tersebut berniat membangun program akselerator untuk startup Indonesia dengan nama GnB Accelerator, bekerja sama dengan Infocom Corporation, perusahaan Teknologi Informasi terkemuka di Jepang.

“Kerja sama ini kami satukan dalam nama baru yaitu GnB Accelerator, sebuah program yang mempertemukan pelaku startup dengan mentor asal Silicon Valley, Jepang dan Indonesia untuk memberikan pelajaran serta pelatihan kepada startup Indonesia agar mampu tampil secara global,” kata General Partner dan CEO Fenox VC Anis Uzzaman kepada media dalam acara peresmian GnB hari ini di Jakarta.

Turut hadir dalam acara tersebut Kepala dari Program GnB Accelerator Kentaro Hashimoto, yang akan berbagi wawasan serta pengalaman berskala internasional bersama dengan Fenox VC dalam investasi tahap awal (seed funding) bersama jaringan bisnis Infocom Corporation.

“Infokom berharap bisa meluncurkan ragam perusahaan dan pengusaha lebih banyak lagi dari Indonesia. Kami juga berharap dapat mengajak lebih banyak startup untuk mengikuti program akselerator dan pada akhirnya dapat mengakuisisi perusahaan yang terbukti  sukses,” kata Kentaro.

Program akselerator ini akan berjalan selama 12 minggu, batch pertama  6 startup saja yang berhak mengikuti program akselerator. Selanjutnya untuk batch kedua dipilih 10 startup terbaik yang berhak mengikuti program akselerator GnB. Pendaftaran untuk batch pertama telah dilakukan bulan April – Juni 2015, sementara untuk batch kedua pada bulan Oktober – Desember 2015.

Dalam kesempatan tersebut Anis juga menyebutkan informasi terkini mengenai pendaftaran untuk startup yang ingin mengikuti batch terbaru yang akan dibuka mulai bulan April – Juni 2016. Peserta yang tertarik untuk bergabung bisa melihat website GnB.

“Program ini secara resmi akan digelar dua kali dalam satu tahun dan startup yang telah diterima mengikuti program akselerator GnB akan mendapatkan seed funding sebesar $ 50 ribu,” kata Anis.

Selain seed funding, nantinya startup yang berhak mengikuti program akselerator akan mendapatkan ruang kantor, akses kepada jaringan profesional Fenox VC dan Infocom Corporation yang luas, di antaranya mentor, penasihat, partnership dengan perusahaan terkemuka dan investor tambahan.

“GnB Accelerator akan menjadi sebuah perubahan yang signifikan di Asia Tenggara. Kami akan memiliki tim lokal yang berasal dari Silicon Valley dan Jepang untuk bekerja sama dengan para karyawan lokal,” kata Anis.

Anis mengklaim pendekatan global dan multinasional ini sebelumnya belum pernah dilakukan, dan diharapkan kehadiran GnB merupakan tempat yang tepat untuk mendukung usaha startup di Asia Tenggara khususnya Indonesia.

Terkait dengan rencana pemerintah untuk menciptakan 200 entrepreneur berkualitas tahun 2016 ini, Anis mengatakan peluncuran GnB Accelerator belum menjadi bagian dari program pemerintah tersebut. Namun jika pemerintah Indonesia menawarkan dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, bisa jadi GnB akan turut membantu pemerintah mewujudkan rencana tersebut.

Mengadopsi gaya mentoring Silicon Valley

GnB Accelerator, Fenox VC dan Infocom Corporation bersama-sama akan mendampingi dan mendukung entrepreneur lokal membangun bisnis dalam industri yang beragam seperti mobile, internet konsumen, SaaS, cloud dan layanan kesehatan berbasis IT.

Dengan menghadirkan mentor asal Silicon Valley dan pelaku startup serta VC di Indonesia, secara intensif startup yang berhak mengikuti program akselerator akan mendapatkan rangkaian pelatihan, pembelajaran, konsultasi dengan gaya mentoring seperti yang diterapkan di Silicon Valley.

Para mentor lokal yang nantinya akan membantu setiap batch program akselerator di antaranya adalah Wilson Cuaca dari East Ventures, Kevin Mintaraga dari Bridestory, Diajeng Lestari dari HijUp dan Joshua Kevin dari Talenta.

Sementara untuk mentor asal Silicon Valley yang akan memberikan mentoring di antaranya Vivek Ladsariya, Jeff Quigley, Chris Abshire dan Ken Kurita, semua mentor tersebut berasal dari Fenox VC.

“Nantinya startup terbaik yang mengikuti program akselerator akan diberi dukungan secara menyeluruh usai mengikuti program, melancarkan bisnis hingga startup diakuisisi atau IPO,” kata Anis.

Kegiatan menarik yang digelar oleh GnB sebagai bagian dari program akselerator adalah Demo Day. Berlangsung di Jakarta, para pelaku startup berkesempatan untuk bertemu langsung dengan VC ternama.

“Selain itu kami juga berusaha untuk membawa venture capital terbaik dari seluruh dunia agar berinvestasi di Indonesia sebagai bagian dari program akselerator GnB,” tuntas Anis.

Pendiri dan Tim Menjadi Salah Satu Pertimbangan Investor Saat Memutuskan Berinvestasi

Bagi founder (pendiri) atau co-founder startup yang masih mencari dana dari para investor, selain harus menyiapkan diri sebaik mungkin, mengetahui apa yang ada di kepala investor adalah hal paling wajib lainnya. Para investor tidak hanya memandang dari keuntungan atau pasar dari startup baru yang akan mereka berikan suntikan dana, orang-orang yang menjalankan startup tersebut juga memberikan pengaruh atas keputusan jadi tidaknya investasi diberikan.

Dalam rangkuman percakapan Product Hunt Live Chat yang dirangkum oleh Founder Product Hunt Ryan Hoover dalam sebuah tulisan di akun LinkedIn pribadinya, disebutkan bahwa banyak investor melihat startup dari siapa-siapa yang ada di baliknya.

Team, team, team, market, team,” ujar General Partner Upfront Ventures ketika ditanya untuk menyebutkan secara singkat tentang pertimbangannya saat memberikan investasi.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Partner Venrock David Pakman. Menurutnya sebelum menentukan investasi di suatu startup ia berusaha keras untuk memastikan pendiri dan tim yang di belakangnya pantas dan berpotensi menjadi besar dalam beberapa tahun ke depan.

Beberapa karakteristik mendasar dari founder juga diperhitungkan oleh para investor. Seperti obsesinya, latar belakang pendidikan dan kemampuannya menyelesaikan masalah-masalah yang ada.

Soal latar belakang ini biasanya menjadi pertanyaan banyak orang. Seperti seberapa pentingnya founder memiliki latar belakang yang sama dengan solusi yang mereka tawarkan. Di jelaskan Partner First Round Capital, pengalaman founder di bidang yang sama dengan produk atau solusi yang ditawarkan tidak terlalu penting. Bahkan terkadang orang-orang yang berada di industri yang sama selama beberapa puluh tahun justru memiliki sudut pandang yang biasa dan cenderung tidak bisa mengambil peluang.

Berbeda dengan mereka yang berada di luar industri. Mereka punya sudut pandang sebagi orang awam dan tentu bisa mengidentifikasi kebutuhan yang pengguna lainnya inginkan. Amazon misalnya, tidak didirikan oleh orang yang berada di industri buku. Demikian juga AirBnB yang juga tidak didirikan oleh orang-orang dengan pengalaman di bidang hotel.

Pendiri yang tidak memiliki kemampuan teknis pun masih dipertimbangkan para investor. Founder 500 Startups Dave McClure menjelaskan tidak masalah jika founder startup tidak memiliki kemampuan teknis. Hanya saja mereka setidaknya memiliki satu atau lebih dari kemampuan dalam kategori membuat produk (desain visual atau kode), menjual produk, atau mengelola dan menumbuhkan tim. Dave juga melihat potensi pertumbuhan dan akuisisi pelanggan sebagai pertimbangan sebelum ia memutuskan untuk berinvestasi di salah satu startup.

Enam Modal Ventura Asing Berminat Beroperasi di Indonesia

Rencana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam menertibkan modal ventura di tahun 2016 tak menciutkan minat para pelakunya, terutama yang berasal dari luar negeri, untuk melebarkan sayap ke Indonesia. Setidaknya, ada enam perusahaan modal ventura luar negeri baru yang menunjukkan minat untuk beroperasi di Indonesia. Meski tak disebutkan nama-nama badannya, OJK mengungkap bahwa enam modal ventura ini mewakili Tiongkok, Hong Kong, Malaysia, dan Indonesia itu sendiri.

Dikutip dari DealStreetAsia, Komisaris Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Dumoly F Pardede mengatakan, “Enam perusahaan telah mengajukan permohonan izin untuk OJK dari Malaysia, Hong Kong, Cina, dan Indonesia. Kami akan memproses [aplikasi] sesegera mungkin.”

Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Firdaus Djaelani juga mengungkapkan bahwa pihaknya sejauh ini telah mengidentifikasi 15 perusahaan modal ventura asing yang berencana untuk berinvestasi di startup lokal.

Sebelumnya, OJK juga telah mengeluarkan beberapa kebijakan di akhir tahun lalu untuk venture capital (VC) atau modal ventura yang ingin mendirikan badan usaha legal dan beroperasi di Indonesia. Di antaranya adalah investor atau lembaga yang berkaitan setidaknya harus menyediakan dana sebesar Rp 50 Miliar (sekitar $3,6 juta) untuk sebuah perseroan terbatas (PT) dan Rp 25 Miliar untuk CV. Selain itu masih ada delapan poin kegiatan usaha yang harus dilakukan perusahaan modal ventura.

Alasan diterbitkannya aturan untuk menertibkan perusahaan modal ventura adalah untuk mengawasi arus masuknya dana asing ke Indonesia, mencegah upaya pencucian uang, dan melindungi industri modal ventura itu sendiri serta perusahaan rintisan lokal.

Sebagai informasi, di bawah peraturan baru yang dikeluarkan OJK sudah ada empat perusahaan modal ventura yang telah mengantongi izin untuk beroperasi di Indonesia. Mereka adalah PT Nusa Makmur Ventura, PT Reliance Modal Ventura, PT Cakrabuana Ventura Indonesia, dan PT Corpus Prima Ventura.

Indonesia sebagai negara berkembang dengan laju pertumbuhan ekosistem startup teknologi yang pesat memang telah berhasil membuat beberapa perusahaan modal ventura besar tertarik, terutama untuk segmen e-commerce. Beberapa di antaranya adalah Rocket Internet, Softbank, dan Sequoia Capital.

Regulasi Untuk Perusahaan Fintech Indonesia Tengah Dibuat OJK

Seperti yang telah banyak diprediksi, layanan finansial berbasis teknologi (fintech) tahun 2016 ini akan semakin muncul di permukaan. Bukan hanya oleh startup lokal, namun juga startup asing yang membidik pasar fintech global.

Selama ini di Indonesia belum ada regulasi yang mengatur jalannya bisnis yang ditawarkan oleh perusahaan fintech. Sementara itu Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga kini masih berfungsi sebatas pengawas dan mengontrol seluruh aktivitas yang ada, tanpa memberikan peraturan yang khusus untuk seluruh kegiatan perusahaan fintech di Indonesia.

Menanggapi hal tersebut, OJK melalui Komisaris Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Dumoli Pardede mengungkapkan saat ini tengah membuat peraturan yang tepat khusus untuk perusahaan fintech di Indonesia.

“Saat ini semua perusahaan fintech yang ada di Indonesia masih menjalankan bisnisnya sesuai dengan peraturan yang ada, rencananya tahun ini OJK dibantu dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan mengeluarkan peraturan baru khusus untuk perusahaan fintech di Indonesia,” kata Dumoly kepada Dealstreetasia.

Nantinya peraturan yang baru akan mencakup kepada teknologi, keamanan, sumber daya manusia, pengelolaan dan manajemen risiko. Dalam hal ini seluruh perusahaan fintech di Indonesia bisa mendapatkan izin dari Kominfo, namun untuk izin usaha harus melalui OJK, terutama bagi perusahaan yang terlibat dalam jasa keuangan.

Untuk memperkuat keberadaan perusahaan fintech di Indonesia sebelum memulai usaha, harus mengantongi izin dari Bank Indonesia (BI) jika berencana untuk memberikan layanan kepada masyarakat, ketentuan tersebut diatur dalam peraturan No.15/11/PBI/2013.

Sebelumnya OJK juga telah mengeluarkan peraturan untuk venture Capital (VC), investor dan lainnya untuk menyediakan dana sebesar Rp. 50 miliar ($ 3,6 juta) untuk sebuah perseroan terbatas (PT) dan Rp. 25 miliar untuk CV.

VC juga harus berfungsi sebagai mitra dengan startup yang di investasikan, berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh kementrian perdagangan.

Hingga akhir tahun 2015 Indonesia telah menjadi salah satu negara di Asia Tenggara yang banyak di incar bukan hanya dari startup dan perusahaan teknologi asing saja, namun juga investor dan VC secara global.

Diprediksi juga Indonesia akan menjadi e-commerce dan startup hub di Asia Tenggara, yang telah berhasil menarik perhatian para investor dari Singapura, Malaysia, Jepang, negara-negara Asia Barat dan masih banyak lagi.

Kejora Group Siapkan Dana Kelola Sesi Kedua Senilai 1,08 Triliun Rupiah

Venture Capital (VC) Kejora Group baru-baru ini mengumumkan pihaknya tengah menyiapkan dana kelola senilai $80 juta atau sekitar Rp 1,08 triliun. Diungkapkan Co-Founder Kejora Group Sebastian Togelang, saat ini dana tersebut belum benar-benar diluncurkan, masih dalam tahap persiapan. Mereka juga menekankan bahwa investasi tersebut tetap akan difokuskan di berbagai startup teknologi atau investasi digital.

Kejora meyakini bahwa Asia Tenggara, khususnya Indonesia, akan menjadi wilayah berkembang pesatnya industri startup digital, seperti Tiongkok. Dibandingkan Singapura, pihaknya meyakini Indonesia memiliki landasan fundamental untuk menguatkan basis startup tersebut, karena memiliki pangsa pasar, terlebih pemerintah juga sudah mulai memberikan banyak dukungan.

Di bawah naungan Kejora Group di Indonesia sudah ada Mountain Kejora Ventures, Ideabox (JV with Indosat), Mobile Monday Indonesia, Founder Institute, dan NXTCon yang telah mengakomodir startup lokal. Di inkubator yang sudah beroperasi, Slipi Silicon Valley, saat ini juga sudah ada 25 startup.

Kejora berkiprah di Indonesia mulai tahun 2013 membawa pendanaan awal $12 juta. Beberapa startup yang telah menikmati investasi Kejora adalah Cek Aja, Qerja, Dealoka, YDigital, dan Jualo.

Total dana yang dihimpun Kejora tersebut, jika terwujud, adalah salah satu yang terbesar di Indonesia saat ini untuk ukuran VC lokal. Sebelumnya rata-rata dana yang dimiliki VC untuk berinvestasi selama 2-5 tahun adalah $25-50 juta.

Kejora Group juga merekrut Eri Reksoprodjo, seorang bankir yang berpengalaman di bidang investasi. Tatkala tim yang sudah ada terus membangun semangat startup, Eri akan difokuskan untuk membawa bisnis yang telah dikembangkan ke tingkat lanjut dengan pengelolaan dana yang tepat.

Mandiri Capital Resmi Diluncurkan, Bidik Fintech Terbaik Tanah Air

Industri e-commerce di Indonesia mengalami pertumbuhan dua hingga tiga kali lipat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Hal ini disambut Dirut Bank Mandiri Budi Gunadi Sadikin sebagai momentum untuk turut terjun dalam ranah teknologi digital dengan memperkenalkan Mandiri Capital (PT Mandiri Capital Indonesia) yang akan berfokus dalam pendanaan dan pengembangan bisnis fintech.

Di bawah kepemimpinan Eddi Danusaputro sebagai CEO, Mandiri Capital memiliki modal awal senilai Rp 500 milyar diperuntukan bagi pihak manapun yang memiliki solusi layanan keuangan inovatif serta memiliki relevansi dengan e-commerce. Keputusan mendirikan VC dari institusi perbankan memang resmi diinisiasi oleh Bank Mandiri. Namun peran pihak lainnya seperti DBS dan Maybank dalam memelihara laju ekosistem startup telah lebih dulu digaungkan.

“Kami akan mendidik inkubator, bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan pemodal ventura lainnya serta memfasilitasi alur kesepakatan (untuk para startup),” kata Eddi (27/1), berdasarkan pemberitaan Deal Street Asia.

Fokus Mandiri Capital dalam vertikal fintech ditengarai akan menjadi langkah bank tersebut mendongkrak bisnis intinya. Saat ini Bank Mandiri melayani dua juta merchant yang menerima pembayaran secara tunai, dan tiga ratus ribu merchant yang menggunakan mesin EDC (Electronic Data Capture).

Dampak teknologi yang “mengganggu” turut terasa dalam sektor perbankan. Hal ini diakui Budi Gunadi Sadikin bahwa bisnis dari sebuah bank adalah tabungan, pinjaman, dan pergerakan modal.

Financial tecnology (fintech) startup berada di bisnis pergerakan uang yang serupa. Maka dari itu kami (Bank Mandiri) memasuki ruang ini dengan berfokus pada fintech,” ujar Budi.

Pasar e-commerce nasional diprediksikan akan mencapai Rp 25 triliun pada 2016, meningkat dari total Rp 18 triliun pada 2015. “Sektor e-commerce yang Bank Mandiri bantu fasilitasi sekarang transaksinya mencapai Rp 45 triliun, di mana pertumbuhannya dalam tiga tahun terakhir mencapai dua hingga tiga kali lipat,” papar Budi. Sementara pendapatannya, diramalkan akan naik dari angka Rp 132 triliun di tahun 2015 menjadi Rp 172 triliun di tahun 2016 ini.

“Supaya mampu mencapai target-target reformasinya, Indonesia perlu fokus pada pengembangan mesin-mesin pertumbuhan baru seperti e-commerce dan wisata yang memiliki potesi pertumbuhan luar biasa besar,” ungkap Country Director ADB Indonesia Steven Tabor dalam kesempatan yang sama.

Peluang investasi yang muncul dari perusahaan perintis yang bergerak di teknologi digital memang layak untuk diacuhkan. Budi sendiri percaya label “unicorn” akan segera terlahir dari startup fintech Indonesia dalam waktu dekat.

“Perkiraan investasinya itu mencapai lebih dari US$ 4 miliar. Ini adalah peluang,” tambahnya.

OJK Keluarkan Paket Kebijakan untuk Perusahaan Modal Ventura

Beberapa waktu lalu tersiar kabar bahwa OJK ingin membuat regulasi mengenai startup di Indonesia. Akhirnya paket regulasi ini resmi dikeluarkan pada 31 Desember tahun lalu. Regulasi tersebut nantinya akan mengatur beberapa hal terkait modal ventura seperti perizinan dan kelembagaan, menjalankan bisnis, tata kelola perusahaan yang baik, dan mengawasan langsung oleh OJK.

Seperti diberitakan The Jakarta Post untuk membentuk modal ventura, investor atau lembaga tersebut setidaknya harus menyediakan dana sebesar Rp. 50 miliar ($ 3,6 juta) untuk sebuah perseroan terbatas (PT) dan Rp. 25 miliar untuk CV. Sedang bagi investor atau lembaga yang ingin mendirikan modal ventura berbasis syariah harus menyediakan modal minimum Rp. 20 miliar untuk PT dan Rp. 10 miliar untuk koperasi atau CV.

Dikutip dari Kontan setidaknya ada delapan (8) poin kegiatan usaha yang dilakukan perusahaan modal ventura dan perusahaan modal ventura syariah. Yang pertama (1) adalah pengembangan suatu penemuan baru. Kedua (2), pengembangan perusahaan atau usaha orang perseorangan yang pada tahap awal mengalami kesulitan dana. Ketiga (3), pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi.

Poin keempat (4), membantu perusahaan atau usaha orang perseorangan yang mengalami kemunduran usaha. Kelima (5), mengambil alih perusahaan atau usaha yang mengalami kemunduran usaha. Keenam (6), pengembangan proyek penelitian dan rekayasa.

Poin ketujuh (7) adalah pengembangan berbagai penggunaan tekhnologi baru baik dari dalam dan luar negeri. Dan yang terakhir (8) adalah membantu kepemilikan perusahaan.

Komisaris Pengawas Industri Keuangan Non-Bank OJK Dumoli Pardede mengatakan dengan adanya regulasi baru ini diharapkan mampu meningkatkan ekosistem modal ventura dalam negeri. Pasalnya mereka bisa membantu startup atau perusahaan baru dalam hal alternatif pembiayaan.

“Perusahaan modal ventura adalah bentuk yang up-to-date dan perusahaan finansial yang progresif yang akan beradaptasi dengan kebutuhan kreativitas dan inovasi dari usaha kecil dan startup di negara ini,” ujarnya.

Dumoli menambahkan bahwa berdasar penelitian OJK saat ini usaha kecil dan startup telah menunjukan potensi positif di berbagai sektor, seperti ekonomi teknologi, kuliner, traveling, dan fashion. Sejauh ini OJK telah berkordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan menemukan fakta bahwa angel investor sebagian besar adalah orang asing yang sudah “berbelanja” di banyak inkubator tanah air.

Terkait angel investor, Dumoli mengatakan bahwa saat ini angel investor dari luar negeri bisa menggunakan dana dari modal ventura lokal untuk membantu usaha kecil dan startup yang bersiap untuk ekspansi.

Di regulasi baru ini modal ventura juga diperbolehkan untuk mengembangkan fee-based income melalui layanan mereka, termasuk dengan menawarkan bantuan konsultasi dalam hal administrasi dan distribusi hal untuk klien mereka.

“Perusahaan modal ventura di Thailand telah tumbuh secara signifikan dari layanan konsultasi mereka yang ditawarkan ke berbagai klien, seperti produsen makanan. Mereka telah membantu produsen makanan di Thailand untuk memasarkan produk mereka secara global,” Dumoli mencontohkan.

Shinta Dhanuwardoyo Dirikan VCNetwork, Hadirkan Jaringan VC Terpilih untuk Startup

Sepak terjang Shinta Witoyo Dhanuwardoyo di dunia startup Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi. Sebagai Founder dan CEO Bubu, Shinta banyak berkontribusi untuk perkembangan startup di Indonesia. Awal tahun 2016 ini, Shinta dan Jenny Q. Ta mendirikan VCNetwork, sebuah situs matchmaking berskala global yang menghubungkan VC dan startup yang lebih spesifik

Alasan utama didirikannya VCNetwork adalah untuk mempertemukan venture capital (VC) yang cocok dan memiliki pemahaman serta latar belakang bisnis yang sama dengan startup yang sedang melakukan pengalanggan dana dan ingin dipertemukan dengan VC yang tepat.

“Saya melihat masalah utama para pendiri startup saat ini adalah lebih kepada siapa saja yang mereka kenal bukan apa saja produk yang bisa para pendiri berikan. Saya percaya kepemimpinan, produk yang baik serta memanfaatkan momentum yang ada bisa menentukan kesuksesan sebuah startup. Untuk itu menjadi hal yang penting untuk mempertemukan VC yang tepat diluar dari jaringan yang dimiliki oleh pemilik startup yang sedang mencari dana untuk startup mereka,” kata Shinta kepada Finance Magnates.

VCNetwork memiliki visi dan misi yang cukup cerdas untuk memperluas jaringan, yaitu dengan mengumpulkan berbagai VC serta lembaga serta komunitas VC untuk bergabung bersama VCNetwork. Nantinya setelah cukup banyak jumlah investor hingga VC yang bergabung dengan VCNetwork barulah mulai mengumpulkan serta melakukan proses penyaringan siapa saja startup yang ideal untuk masuk dalam jaringan VCNetwork dan tentunya memiliki latar belakang yang sama dengan VC yang telah bergabung.

Di hari peluncurannya, VCNetwork telah menjaring 300 investor dan berharap bisa menaikkannya menjadi 1000, sebelum kemudian mengalihkan fokus ke jumlah startup terdaftar.

Cara kerja VCNetwork

Entrepreneur atau pemilik startup cukup melakukan registrasi dan membuat profil perusahaan, yang termasuk di dalamnya adalah informasi pendiri dan berapa besar jumlah uang yang dibutuhkan. Para pemilik startup juga diharuskan untuk melengkapi informasi industri atau jenis perusahaan apa yang dimiliki. Setelah business plan dilengkapi dan diunggah, sistem VCNetwork secara otomatis akan melakukan pencocokan VC mana yang sesuai atau paling tidak mendekati dengan profil startup tersebut.

Nantinya pihak VCNetwork akan memberikan informasi lengkap tentang startup yang dinyatakan cocok oleh sistem dengan VC terkait untuk segera ditindaklanjuti. Diharapkan kehadiran VCNetwork dapat menciptakan hubungan yang tepat sasaran antara pemilik startup dan  venture capital.

“Selain mempertemukan VC yang tepat untuk para pemilik startup, VCNetwork juga berupaya untuk memberikan dukungan moril kepada para pemilik startup untk bisa terus menciptakan produk yang inovatif dan tentunya mendunia,” tuntas Shinta.

OJK Akan Tertibkan Modal Ventura Tahun 2016

Menyambut tahun 2016, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah memiliki rencana terkait dengan investasi startup di Indonesia. Mulai tahun depan OJK berencana menertibkan perusahaan modal ventura yang menyuntikkan modal ke perusahaan startup di Indonesia.

Dijelaskan Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Firdaus Djaelani, saat ini OJK menengarai ada aktivitas perusahaan modal ventura asing dan dana asing yang masuk ke beberapa startup di tanah air. Untuk mengurangi risiko aliran dana yang tidak semestinya OJK akan melakukan penertiban.

Menurut Firdaus, startup di Indonesia biasanya belum “bankable”, atau belum tersentuh akses ke industri perbankan. Mereka biasanya mencari pembiayaan dari perusahaan modal ventura.

“2016 kita akan tertibkan modal ventura yang beri modal ke startup. Ini perlindungan sekaligus mendorong industri kreatif Indonesia,” kata Firdaus dalam acara Jumpa Pers Tutup Tahun 2015 di Jakarta, Rabu (30/12/2015).

Lebih jauh Firdaus menjelaskan, di satu sisi tidak ada yang salah dengan modal ventura asing yang membiayai startup lokal. Namun ia menekankan bahwa modal ventura lokal maupun asing sama-sama harus diatur dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan.

Oleh sebab itu OJK meminta modal ventura asing untuk datang dan menghadap OJK. Selain itu mereka juga diminta untuk mengajukan izin dan rencana bisnis mereka. OJK pun mendorong agar modal ventura asing bekerja sama dengan modal ventura lokal dalam memberikan modal startup lokal.

“Kita upayakan ada mitra lokal sehingga bentuknya usaha patungan. Ini perlindungan terhadap persaingan pasar usaha. Masuknya dana asing harus terpantau, jangan sampai ada tindak pencucian uang atau dana untuk aktivitas yang tidak jelas dan anarkis. Makanya kita tertibkan,” papar Firdaus.

Rencana OJK untuk menertibkan sudah terdengar beberapa waktu lalu. Selain mengatur tentang pendanaan startup, OJK rencananya juga mengeluarkan aturan-aturan mengenai kegiatan usaha, perjanjian, kesehatan perusahaan, sumber pendanaan, venture fund, sanksi, dan lainnya.

Perbankan Danai VC Karena Khawatir Bisnis Tergerus Startup Fintech

Setelah mengantongi izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 10 November lalu Mandiri Capital siap berinvestasi untuk startup yang mengembangkan teknologi finansial (fintech). Di balik pendirian perusahaan modal ventura tersebut, Direktur Keuangan Mandiri Capital Hira Laksamana menyebutkan bahwa langkah ini merupakan salah satu antisipasi supaya bisnis perbankan, khususnya Bank Mandiri, tidak kehilangan marketshare.

Kreativitas penggiat startup digital di bidang finansial (fintech) dewasa ini memang memberikan banyak terobosan baru. Mulai dari transaksi pembayaran, simpan-pinjam, permodalan hingga investasi. Bahkan kegiatan finansial tersebut beroperasi tanpa melalui sistem perbankan. Hal ini yang menjadikan perbankan merasa khawatir bahwa bisnisnya akan tergerus. Tak hanya di Indonesia, tren tersebut juga terlihat di negara lain.

Antisipasi risiko jangka panjang untuk bisnis perbankan

Secara kasat mata mungkin akan terlihat mustahil sebuah perusahaan rintisan mengalahkan bank besar seperti Mandiri. Namun Mandiri Capital menyadari betul bahwa risiko tersebut akan dirasakan dalam kurun waktu yang lama, setidaknya 10 tahun lagi, baru akan terasa dampaknya ketika masyarakat memiliki ketergantungan yang lebih kental dengan solusi digital. Antisipasi dilakukan dengan menyeimbangkan inovasi yang terus bergerak dan mencoba mengintegrasikan dengan bisnis yang sudah berjalan dalam perbankan.

Perusahaan modal ventura tak lain dikelola untuk memastikan perusahaan dapat memantau, dan bahkan melakukan kontrol terhadap pertumbuhan bisnis fintech. Mandiri Capital juga berusaha untuk mensinergikan inovasi yang ada dengan bisnis yang sudah berjalan.

Mulanya Mandiri Capital akan mendanai startup fintech yang masuk melalui program Wirausaha Muda Mandiri. Di luar itu, Mandiri Capital akan mendanai bersama-sama pihak lain dalam bentuk co-invest.

Lalu akankah strategi ini menghambat laju pertumbuhan startup?

Inovasi mahal harganya. Berbagai contoh di masyarakat mulai membuktikan kedahsyatan inovasi digital mengubah paradigma masyarakat. Mulai dari sistem pesan ojek berbasis aplikasi sampai layanan asisten pribadi yang sedang gencar diperbincangkan. Tukang ojek pangkalan tak mudah menerima kehadiran ojek berbasis aplikasi yang sukses menggerus pangsa pasar mereka.

Hal tersebut mungkin yang akan dilakukan perusahaan yang merasa terancam dengan sebuah inovasi terbarukan. Bisnis memang ganas. Namun kembali lagi, bahwa penerimaan masyarakat menjadi sebuah titik kemenangan. Inovasi layaknya sebuah air mengair dari dataran tinggi menuju dataran rendah. Kendati dibendung, akan selalu ada celah untuk mampu lolos dan mengalirkan dirinya sampai ke lautan.

Begitulah inovasi. Bagi startup, di bidang apapun, terutama fintech, memfokuskan bisnis pada inovasi dapat menjadi bahan bakar yang sangat berharga untuk menuai kesuksesan maksimal. Tanpa inovasi berarti hanya butuh menunggu waktu untuk tergerus di era digital ini.