[Review] Mencoba Wireless Headphone dari Sennheiser, PXC 550

Era komputasi bergerak yang semakin canggih dan murah juga menuntut perangkat untuk mendengarkan musik yang bisa dibawa ke mana saja tanpa kendala berarti. Mendengarkan lagu lewat smartphone atau alat pemutar lain dengan dukungan file offline atau layanan pemutar musik streaming kini menjadi kegiatan yang lumrah untuk menemani para komuter.

Wireless headphone adalah salah satu perangkat yang bisa menjadi jawaban, meski memang tidak melulu untuk para komuter saat berpindah dari satu tempat ke tempat lain, perangkat mendengarkan musik jenis ini bisa pula dinikmati sambil duduk di kantor atau di kafe sambil bekerja secara remote. Saya berkesempatan untuk mencoba perangkat headphone wireless dari Sennheiser bernama PXC 550, artikel ini adalah rangkuman singkat dari pengalaman mencoba saya.

Pertama kali bertemu dengan PXC 550 adalah saat saya berkesempatan untuk mencoba headphone (super) premium dari Sennheiser yaitu HE 1. Saat proses menunggu giliran untuk hands-on, Sennheiser menyediakan beberapa headphone terbaru mereka untuk dicoba, salah satunya adalah PXC 550. Kesan pertama yang saya dapatkan memang cukup menggoda, sampai akhirnya kesampaian juga untuk mencoba lebih lama secara lebih intens.

Desain

Sennheiser PXC 550

Dari sisi desain, sebenarnya tampilan dari luar PXC 550 ini cukup minimalis, hanya ada dua elemen warna utama yang dihadirkan, abu-abu (perak) dan hitam. Hitam menjadi warna dominan dengan elemen perak yang cukup tepat ditempatkan di area earcup bagian luar, meski bagi saya agak mengganggu ketika ditempatkan di gagang headphone.

Secara keseluruhan, untuk sebuah headphone wireless dengan harga yang tidak terlalu murah, bagi saya, kesan minimalis adalah langkah yang tepat untuk dihadirkan.

Untuk body sendiri terdiri dari elemen plastik, sedikit elemen metal dan plastik dengan efek mate serta bahan serupa kulit untuk earpad serta gagang penahan di kepala. Kombinasi bahan ini menurut saya cukup baik meski, lagi-lagi desain gagang headphone bagian pinggir, yang terdapat logo Sennheiser, elemen metalnya membuat desain agak jadul dan kurang keren. Namun secara keseluruhan cukup baik tampilan desainnya. Favorit saya adalah bagian earcup luar.

Fitur

Premis headphone nirkabel tentu saja fitur utama PXC 550 adalah kemampuannya terkoneksi secara bluetooth atau NFC sehingga tidak memerlukan kabel. Selain itu, fitur sentuh di bagian kanan luar dari earcup, menurut saya adalah fitur unggulan yang layak untuk dibahas. Satu lagi, adalah noise cancelling yang tersedia dalam beberapa level memungkinkan pengguna untuk menikmati secara penuh lagu atau suara yang didengarkan tanpa terganggu suara dari luar.

Sennheiser PXC 550

Dalam boks, pengguna tidak hanya mendapatkan headphone tetapi berapa fasilitas lain, antara lain aksesoris kabel jika Anda menginginkan PXC 550 menjadi tidak wireless (PXC 550 menyediakan dua pilihan penggunaan, tanpa kabel dan dengan kabel audio), kabel USB, konektor untuk di pesawat, dan aksesoris penting berupa case untuk menyimpan dan membawa headphone saat traveling.

Pengalaman Mendengarkan

Lebih lengkap dengan beberapa fitur unggulan di headphone ini akan saya bahas bersamaan dengan pengalaman penggunaan.

Sennheiser PXC 550

Proses pairing adalah hal pertama yang bisa dibahas. Perangkat ini memungkinkan penggunanya untuk menyimpan beberapa koneksi perangkat. Jadi akan lebih mudah untuk mem-pair-kan perangkat yang sering digunakan untuk memutar musik. Meski demikian, jika ingin mengganti atau menambah perangkat baru maka prosesnya agak sedikit lama karena harus mereset koneksi yang telah Anda miliki. Tapi, pengalamannya relatif mudah, Anda hanya perlu menekan tombol bluetooth agak lebih lama dan mulai menkoneksikan perangkat yang ingin digunakan.

Saya mencona mengkoneksikan (pairing) Sennheiser PXC 550 dengan dua perangkat, smartphone untuk menonton video dan film via Netflix dan iPod Touch untuk mendengarkan Spotify. Cukup menyenangkan ketika saya telah menyimpan koneksi dua perangkat ini, perangkat mana pun yang saya ambil atau gunakan untuk memutar konten, maka PXC 550 sudah bisa mengenali dan bisa langsung digunakan. Tidak perlu lagi pairing, cukup menyalakan perangkat dan koneksi bluetooth-nya. Cukup memudahkan saat ingin segera mendengarkan lagu atau menonton video.

Untuk menyalakan dan mematikan headphone ini juga cukup mudah. Memutar bagian earcup headphone yang terdapat pad sentuh dalam posisi untuk mendengarkan audio berarti menyalakan headphone dan memutarnya dalam posisi ‘tidur’ berarti mematikan headphone.

Sennheiser PXC 550

Untuk pengalaman yang berhubungan dengan suara, saya berpendapat bahwa Sennheiser PXC 550 ini semacam jalan pintas untuk average consumer yang bukan audiophile tapi mulai ingin mendengarkan musik dengan baik dan benar. Kombimasi bass, mid dan high-nya semacam seimbang untuk menghasilkan suara yang bagus. Bass tetap terasa, di beberapa lagu saya malah sempat kaget karena suara drum bass-nya begitu kerasa, sisi vokal juga baik untuk aktivitas mendengarkan lagu saat mobile. Selain itu sound stage-nya juga menyenangkan dan memberikan hasil suara yang nyaman untuk berbagai jenis lagu.

Pengaturan mode setting suara yang ada di headphone ini juga memberi pilihan tambahan, termasuk untuk menonton film di perjalanan. Ada beberapa mode pengaturan suara secara mudah yang bisa digunakan, dua diantaranya adalah untuk movie dan untuk voice. Yang pertama adalah pengaturan yang disediakan bagi pengguna yang ingin menonton film menggunakan PXC 550, sedangkan yang kedua adalah pengaturan headphone untuk melakukan panggilan telepon atau mendengarkan konten yang fokus terhadap suara seperti podcast atau rekaman pidato/seminar.

Satu pengalaman yang sangat menyenangkan saya alami ketika menggunakan mode movie. Saya menggunakan Netflix dan sesekali mengaksesnya saat traveling untuk menonton serial favorit saya. Suara surround dan bass terasa cukup menyenangkan dan menambah seru saat menonton film seri. Saya mencoba untuk menonton film aksi atau yang menghasilkan suara riuh, terasa layaknya menonton bioskop tetapi secara private karena hanya  saya yang mendengar suaranya. Untuk film drama yang lebih banyak menghadirkan percakapan, headphone ini juga cukup baik untuk menawarkan pengalaman menonton yang lengkap.

Sennheiser PXC 550

Untuk menguji kadar kekedapan suara yang ditawarkan oleh PXC 550, saya mencona melakukan uji sederhana dua kali. Sebagai informasi, PXC 550 ini memberikan 3 pilihan pengaturan kekedapan suara yang bisa disesuaikan dengan preferensi.

Untuk uji yang pertama, saya mencoba menggunakan pengaturan yang paling kedap dan memakai headphone di tempat umum, lebih tepatnya cafe di sebuah mall Jakarta. Saat saya mencoba, sedang ada acara semacam bazzar di samping cafe yang saya datangi. Suara acara yang cukup keras ini ternyata bisa teredam cukup baik, saya bisa mendengarkan dan menikmati lagu yang diputar di headphone tanpa terganggu. Meski suara dari acara tetap terdengar tetapi cukup kecil dan tidak mengganggu.

Percobaan kedua saya lakukan saat dalam perjalanan dari Jakarta ke Bandung menggunakan kereta api. Mendengarkan lagu di kereta api terkadang bercampur dengan suara ramai dari penumpang lain, atau lagu/film yang diputar di kereta. Dengan pengaturan kedap paling tinggi, PXC 550 mampu meredam berbagai suara ini sehingga saya bisa menikmati lagu atau konten yang saya inginkan dengan baik. Meski demikian, saya akui bahwa mendengarkan audio dengan mode kedap paling tinggi di headphone ini dalam waktu yang cukup lama, bisa membuat agak tidak nyaman karena setelah Anda melepas headphone, kuping Anda akan terasa tertutup selama beberapa saat, dan butuh penyesuaian sebentar.

Sennheiser PXC 550

Saran saya, jika ingin menggunakan mode paling kedap dalam waktu cukup lama, sesekali lepas headphone sebentar sebelum menggunakannya lagi. Atau Anda bisa menggunakan mode kedap tingkat yang lebih rendah, ada dua mode kedap yang bisa dipilih, meski tidak bisa menutup suara luar secara total, namun cukup untuk mengurangi dan bisa memberikan fasilitas yang baik untuk mendengarkan lagu/audio yang sedang diputar.

Untuk pemakaian yang lama, selain yang berhubungan dengan kedap suara di atas, saya juga menemukan bahwa ketika mendengarkan di udara yang agak panas atau pengap, earpad agak basah oleh keringat, meski masih dalam taraf wajar dan tidak mengganggu.

Untuk urusan navigasi menu, PXC 550 ini juga memiliki beberapa kelebihan. Bagian sentuh di earcup cukup sensitif dan berjalan dengan baik, misalnya ketika rekan sebelah Anda mengajak berbincang, Anda bisa dengan mudah men-tap untuk pause musik. Atau ketika suasana di sekitar cukup ramai, Anda bisa menggeser untuk menaikkan menu volume.

Sennheiser PXC 550 ini menggunakan sistem baterai yang bisa di-charge. Pada spesifikasi kotaknya, disebutkan bahwa dalam kondisi penuh, bisa digunakan dalam jangka waktu 30 jam lebih. Sayangnya, saya tidak sempat menguji secara detail untuk urusan baterai ini. Pengalaman yang bisa diceritakan adalah, sekali charge penuh yang saya lakukan, mampu menemani penggunaan normal saat traveling (pulang pergi ke Jakarta – Bandung dengan kereta api), serta penggunaan singkat di beberapa kesempatan. Headphone masih bisa digunakan serta belum memberikan tanda harus di-charge kembali, namun jika ditotal, waktunya saya kira tidak akan sampai 30 jam non-stop.

Kesimpulan

Sennheiser PXC 550

Sennheiser PXC 550 adalah salah satu headphone ternyaman yang pernah saya coba, bukan hanya dari desain pad-nya saja tetapi dari suara yang dihadirkannya. Bisa jadi headphone ini tidak menghadirkan pengalaman suara sedetail atau sebaik headphone Sennheiser kelas atas yang juga pernah saya coba, namun saya merasakan kenyamanan yang unik saat menikmati audio dari headphone ini. Kombinasinya pas antara berbagai elemen suara, tidak berlebih tetapi tidak kurang. Comfort.

Akses sentuh di salah satu earcup memang terkadang membuat saya agak sedikit merasa aneh, terutama jika mengakses menu ini di tempat umum, tetapi jika sudah terbiasa maka akan cukup membantu. Desain earcup bagian luar cukup minimalis, dipadu dengan pad yang nyaman.

Salah satu hal yang saya ingat dari mencoba headphone ini adalah pengalaman saat menikmati film seri via Netflix. Saya mendapatkan pengalaman yang sangat menyenangkan karena bisa merasakan pengalaman cukup kaya dari sisi audio

Worth to buy? Persaingan di segmen wireless headphone memang semakin sengit dan rata-rata harganya masih bisa dibilang cukup tinggi. Jika Anda memiliki dana yang cukup dan ingin menikmati berbagai kelebihan yang ditawarkan oleh wireless headphone, Sennheiser PXC 550 bisa jadi salah satu pilihan yang patut dipertimbangkan.

Update: Harga Sennheiser PXC 550 di salah satu ecommerce lokal adalah 6.839.000 (belum diskon).

Sparks

  • Ada banyak pilihan menu noise cancelling
  • Menyenangkan untuk digunakan menonton film
  • Noise cancelling done well
  • Nyaman, baik suara maupun earpad
  • Fitur sentuh di earcup

Slacks

  • Elemen metal di desain bagian gagang headphone cukup aneh
  • Warna hitam mate menjadi rumah untuk bekas sentuhan jari
  • Harga cukup mahal

Berfisik Elegan, Beyerdynamic Aventho Wireless Janjikan Karakter Suara Sesuai Preferensi Pengguna

Dedengkot headphone asal Jerman, Beyerdynamic, kembali memperkenalkan produk terbarunya yang ditujukan buat kalangan audiophile. Perangkat bernama Aventho Wireless ini bisa dikatakan merupakan suksesor versi wireless dari salah satu headphone on-ear terpopuler Beyerdynamic, T51i.

Hal itu tampak sekali dari penampilannya yang sangat mirip, yang memadukan elemen klasik dan modern secara apik. Kualitas suaranya pun juga bisa dipastikan sekelas, mengingat Aventho mengemas sepasang driver berteknologi Tesla yang sudah menjadi senjata andalan Beyerdynamic dalam beberapa tahun terakhir.

Beyerdynamic Aventho Wireless

Yang membedakan adalah bagaimana Aventho mencoba untuk mereproduksi suara sesuai dengan preferensi pengguna yang beragam. Ia datang bersama sebuah aplikasi pendamping bernama MIY yang dikembangkan bersama ahli audio asal Jerman pula, Mimi Hearing Technologies.

Aplikasi ini bertugas untuk melakukan kalibrasi dan menetapkan profil suara yang tepat berdasarkan hasil analisanya terhadap pendengaran masing-masing pengguna. Prosesnya cuma memakan waktu enam menit, dan setelahnya profil suara tersebut akan disimpan langsung ke headphone, sehingga karakter suaranya akan terus sama meski digunakan bersama perangkat lain yang tak dilengkapi aplikasi MIY tadi.

Aspek personalisasi suara ini merupakan bagian dari visi baru Beyerdynamic yang mengusung tagline “Make It Yours”, yang ternyata juga merupakan kepanjangan dari nama aplikasi pendamping Aventho itu tadi. Lebih lanjut, app yang sama rupanya juga dapat memonitor aktivitas mendengarkan musik pengguna, memberikan peringatan ketika volume dan durasi sudah melewati batas wajar.

Beyerdynamic Aventho Wireless

Selebihnya, Aventho Wireless menawarkan dukungan codec aptX HD maupun AAC, dan baterainya diperkirakan bisa bertahan sampai 20 jam penggunaan. Soal pengoperasian, pengguna dapat mengontrol jalannya musik menggunakan gesture pada earcup sebelah kanannya yang dilengkapi panel sentuh.

Saat ini sedang dipamerkan di ajang IFA 2017 di Berlin, Beyerdynamic Aventho Wireless dijadwalkan masuk ke pasaran mulai bulan Oktober, dengan harga €449. Pilihan warna yang tersedia ada dua, yakni hitam atau coklat.

Sumber: The Verge dan Beyerdynamic.

Blue Satellite Adalah Headphone Bluetooth dengan Headphone Amp Terintegrasi

Anda mungkin kurang begitu mengenal brand audio bernama Blue, tapi mereka yang menggeluti industri rekaman maupun podcasting pastinya sudah tidak asing dengan produsen mikrofon asal Amerika Serikat ini. Baru sekitar tiga tahun yang lalu, Blue melebarkan sayapnya ke ranah headphone, dan tahun ini mereka sudah siap untuk memasarkan headphone Bluetooth perdananya.

Diumumkan pertama kali pada ajang CES 2017, headphone bernama Blue Satellite ini punya desain yang cukup elegan. Blue tampaknya tidak mau setengah-setengah dalam menggarap headphone jenis over-ear ini. Selain teknologi active noise cancelling (ANC), Blue turut membekali Satellite dengan sebuah headphone amp.

Semua tombol pengoperasiannya tertanam di sisi earcup kiri dan kanan / Blue
Semua tombol pengoperasiannya tertanam di sisi earcup kiri dan kanan / Blue

Layaknya portable headphone amp besutan Fiio, V-MODA dan lain sebagainya, fungsi utamanya di sini adalah untuk meningkatkan kualitas suara dengan menyalurkan output daya yang lebih maksimal. Pastinya fitur ini berpengaruh ke ketahanan baterai, namun pengguna bisa mematikannya saat tidak membutuhkan, seperti ketika mendengarkan podcast misalnya.

Teknologi ANC-nya sendiri bukan sembarangan, sebab Blue telah menanamkan driver terpisah untuk fitur ini. Lebih lanjut, pengalaman Blue dalam mengembangkan mikrofon setidaknya bisa menjadi jaminan atas kinerja fitur noise cancelling-nya.

Perangkat dapat dilipat mendatar supaya mudah disimpan dan dibawa-bawa / Blue
Perangkat dapat dilipat mendatar supaya mudah disimpan dan dibawa-bawa / Blue

Pengoperasiannya mengandalkan sederet tombol di sisi earcup kiri dan kanannya. Di kiri, ada tombol untuk Bluetooth, headphone amp dan ANC; sedangkan di kanan ada tombol untuk mengatur volume, playback sekaligus untuk menerima panggilan telepon.

Konektivitas Bluetooth 4.1 yang digunakan punya dampak positif terhadap daya tahan baterai, dimana Satellite diklaim sanggup beroperasi selama 24 jam nonstop. Namun kalau Anda mengaktifkan fitur ANC sekaligus headphone amp-nya, daya tahan baterainya akan turun drastis menjadi sekitar 8 jam saja.

Blue Satellite saat ini sudah dipasarkan seharga $400. Ia tersedia dalam dua pilihan warna: hitam atau putih dengan aksen coklat.

Sumber: Engadget.

Cuma $80, Headphone Wireless Plantronics BackBeat 500 Siap Dipakai Selama 18 Jam Nonstop

Plantronics kembali memperkenalkan headphone wireless baru, kali ini untuk segmen ke bawah mengingat segmen atasnya sudah dihuni oleh BackBeat Pro 2 yang dirilis bulan Oktober silam. BackBeat 500, demikian nama headphone baru ini, dirancang untuk mempermudah transisi konsumen ke ranah wireless audio tanpa harus merogoh kocek terlalu dalam.

BackBeat 500 mengadopsi desain on-ear, yang berarti masing-masing earpad-nya yang dilapisi bantalan memory foam cuma menempel ke telinga. Dalam durasi yang lama, model seperti ini memang tidak senyaman jenis over-ear, akan tetapi bobotnya yang jauh lebih ringan membuatnya sangat ideal untuk dibawa bepergian.

Di dalamnya tertanam sepasang driver berdiameter 40 mm serta sebuah bass tube untuk menyajikan suara yang dinamis. Panel kontrol yang terdapat di sisi luar earcup memberikan akses yang mudah untuk playback, sedangkan keberadaan mikrofon memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan asisten virtual tanpa menyentuh ponsel.

Earcup-nya bisa dilipat mendatar supaya mudah disimpan / Plantronics
Earcup-nya bisa dilipat mendatar supaya mudah disimpan / Plantronics

BackBeat 500 mengandalkan konektivitas Bluetooth 4.1, dengan jarak maksimum sekitar 10 meter. Ia dapat disambungkan ke dua perangkat sekaligus, dan pada saat headphone sedang tidak digunakan, ia otomatis akan masuk ke mode DeepSleep guna menghemat baterai.

Daya tahan baterainya sendiri diperkirakan mencapai 18 jam nonstop, dan Anda tetap bisa menggunakan kabel audio 3,5 mm standar di saat darurat. Menutup semuanya adalah earcup yang bisa dilipat sehingga headphone dapat ditempatkan mendatar guna memudahkan penyimpanan.

Plantronics BackBeat 500 saat ini telah dipasarkan seharga $80 saja. Pilihan warna yang tersedia ada tiga: putih, hitam dan abu-abu dengan aksen hijau.

Sumber: Globe Newswire.

Bang & Olufsen Luncurkan Headphone Bluetooth Baru yang Lebih Ekonomis

$500 adalah harga yang tergolong tinggi buat mayoritas konsumen, apalagi untuk sebuah headphone. Bang & Olufsen tahu betul bahwa tidak semua konsumen sanggup meminang Beoplay H9, wireless headphone unggulannya yang dirilis belum lama ini. Untuk itu, mereka rupanya telah menyiapkan alternatif yang lebih terjangkau.

Bernama Beoplay H4, ia masih mempertahankan gaya desain simpel dan kontemporer milik kakaknya yang lebih mahal tersebut. Perpaduan material yang digunakan juga masih bisa dikatakan premium, mencakup aluminium, stainless steel serta kulit asli pada masing-masing earcup berukuran besarnya.

Performanya ditopang oleh sepasang electro-dynamic driver berukuran masing-masing 40 mm, dengan respon frekuensi 20 – 20.000 Hz. Tidak seperti H9, H4 tidak dilengkapi fitur noise cancelling – sekali lagi demi menekan ongkos produksi dan menjadikannya lebih terjangkau di pasaran.

Beoplay H4 mengandalkan tiga tombol fisik untuk pengoperasiannya, bukan kontrol sentuh / Bang & Olufsen
Beoplay H4 mengandalkan tiga tombol fisik untuk pengoperasiannya, bukan kontrol sentuh / Bang & Olufsen

Pengoperasian H4 mengandalkan tiga buah tombol yang terdapat pada salah satu sisi earcup-nya. H9, sebagai perbandingan, mengandalkan kontrol sentuh. Bagi sebagian orang, penggunaan tombol fisik pada H4 bisa diartikan sebagai kekurangan, namun bagi sebagian lain, mereka justru akan merasa lega karena tidak perlu berhadapan dengan kontrol sentuh yang terkadang membingungkan sekaligus kurang responsif.

Beoplay H4 mengandalkan konektivitas Bluetooth 4.2. Baterainya diperkirakan bisa bertahan selama 19 jam penggunaan, dan waktu charging-nya hanya memakan sekitar 2,5 jam. Secara keseluruhan, bobotnya berkisar 235 gram.

Akan tetapi pertanyaan yang terpenting, seberapa terjangkau H4 jika dibandingkan H9? Well, Bang & Olufsen saat ini telah memasarkannya seharga $299, masih lebih mahal dibanding wireless headphone lain di pasaran, tapi semoga saja kualitas suaranya masih mencerminkan superioritas yang selama ini ditunjukkan Bang & Olufsen.

Sumber: The Verge dan Bang & Olufsen.

Audio-Technica Luncurkan Dua Headphone Bluetooth Baru, DSR9BT dan DSR7BT

Mulai dari kalangan musisi sampai audiophile, mereka pasti mengenal yang namanya Audio-Technica. Sejak didirikan di tahun 1962, perusahaan perangkat audio asal Jepang tersebut telah berinovasi dan melahirkan sejumlah produk legendaris macam headphone ATH-M50.

Di awal tahun 2017 ini, mereka mencoba mengarahkan inovasinya ke ranah yang sedang hot, yakni wireless headphone. Dua headphone sekaligus mereka kerahkan untuk mencuri perhatian pengunjung CES 2017, yakni ATH-DSR9BT dan DSR7BT.

Keduanya terkesan sangat menarik karena, di saat pabrikan-pabrikan lain berlomba menciptakan headphone/earphone yang dilengkapi komponen DAC (digital-to-analog converter) terintegrasi guna mem-bypass DAC milik ponsel dan pada akhirnya menyuguhkan kualitas suara yang lebih baik, Audio-Technica lebih memilih untuk melupakan ide tersebut dan membuangnya jauh-jauh pada DSR9BT dan DSR7BT.

Sebagai gantinya, disematkanlah teknologi Pure Digital Drive yang berasal dari chipset khusus. Fungsinya? Membaca sinyal digital secara langsung, yang berujung pada peningkatan efisiensi daya sekaligus reproduksi suara yang lebih alami dan akurat.

Secara teknis, keduanya sanggup mengatasi file audio dalam resolusi 24-bit/48kHz, atau 24-bit/96kHz ketika tersambung via kabel USB. Beragam codec turut mereka dukung, termasuk aptX HD, AAC maupun SBC, sedangkan konektivitas NFC dimaksudkan untuk mempermudah proses pairing dengan ponsel ataupun perangkat sumber audio lainnya.

Baik DSR9BT maupun DSR7BT sama-sama mengemas unit driver berlapis material karbon yang menyerupai berlian guna meminimalkan distorsi. Material berlian sendiri bukan benda asing di industri audio, dimana pabrikan banyak mengandalkan material tersebut pada speaker kelas high-end besutannya.

Kedua headphone Bluetooth ini rencananya akan segera dipasarkan mulai bulan depan seharga €599 untuk DSR9BT dan €349 untuk DSR7BT. Perbedaan utama keduanya terletak pada jumlah voice coil yang dipakai, dimana DSR9BT mengemas empat buah, sedangkan DSR7BT cuma satu saja.

Sumber: The Verge.

Bang & Olufsen Kembali Hadirkan Headphone Bluetooth, Kali Ini dengan Noise-Cancelling

Noise cancelling oh noise cancelling, betapa engkau mendominasi topik perbincangan seputar wireless headphone. Memang benar, belakangan teknologi pemblokir suara ini kerap dijadikan senjata andalan produsen headphone. Salah satunya adalah Bang & Olufsen, yang baru-baru ini memperkenalkan Beoplay H9.

Beoplay H9 merupakan suksesor dari H7 yang dirilis di tahun 2014. Kala itu, H7 dinilai cukup banyak orang sebagai salah satu wireless headphone terbaik, memadukan aspek kenyamanan dan kualitas suara dengan desain yang manis di mata. Pun begitu, kesannya masih ada satu fitur yang ketinggalan, apalagi kalau bukan noise cancelling itu tadi.

Secara fisik, hampir tidak ada yang berubah dari H7. Bergaya over-ear, bantalannya yang tebal dan empuk akan menyelimuti daun telinga pengguna secara menyeluruh. Untuk menavigasikan musik, menyesuaikan volume atau menerima panggilan telepon, pengguna tinggal menyentuh atau mengusap sisi earcup-nya.

Kontrol Beoplay H9 mengandalkan panel sentuh yang tertanam di sisi earcup / Bang & Olufsen
Kontrol Beoplay H9 mengandalkan panel sentuh yang tertanam di sisi earcup / Bang & Olufsen

Satu-satunya perubahan yang dibawa H9 adalah teknologi active noise cancelling (ANC), dimana kini tertanam mikrofon ekstra di sisi luar earcup guna mengeliminasi suara luar. Kapanpun pengguna mau, fitur ini bisa dinyala-matikan menggunakan panel sentuh itu tadi.

H9 dapat beroperasi selama 14 jam nonstop dengan fitur ANC dalam keadaan aktif. Charging-nya memakan waktu sekitar tiga jam, namun pengguna juga bisa menggunakannya bersama kabel audio 3,5 mm standar. Supaya konsumsi baterainya lebih efisien, headphone akan mati dengan sendirinya saat sudah tidak digunakan beberapa lama.

Beoplay H9 dijajakan seharga $499, dan tersedia dalam dua pilihan warna. Kalau noise cancelling tidak menjadi prioritas, ada Beoplay H7 yang dibanderol $100 lebih murah.

Sumber: Engadget dan Bang & Olufsen.

Biar Kecil, Headphone Marshall Mid Bluetooth Bisa Tahan Sampai 30 Jam

Kiprah Marshall di ranah headphone cukup sukses, terbukti dari keagresifannya dalam meluncurkan produk anyar. Baru bulan Februari kemarin, mereka memperkenalkan headphone wireless pertamanya, Major II Bluetooth. Sekarang, mereka sudah siap dengan model lain yang juga mengemas konektivitas nirkabel.

Headphone tersebut adalah Marshall Mid Bluetooth. Bertipe on-ear, dimensinya sedikit lebih ringkas ketimbang Major II Bluetooth. Desainnya sepintas mirip dengan kakaknya tersebut, tapi earcup-nya lebih membulat. Engselnya juga sedikit lebih elegan ketimbang milik Major II yang hanya berwujud batangan.

Tentu saja, kombinasi warna hitam dan emas, serta tekstur kulit jeruk yang sudah menjadi ciri khas Marshall masih melekat erat pada Mid Bluetooth. Bantalan empuk di bagian headband dan earpad memastikan pengguna tetap merasa nyaman meski headphone dipakai dalam durasi yang lama.

Memangnya selama apa? Kalau Anda kuat, Mid Bluetooth siap menemani Anda mendengarkan musik selama 30 jam nonstop, sebelum baterainya perlu diisi ulang. Kalau ternyata Anda cukup gila dan bisa melebihi batas tersebut, Mid Bluetooth masih bisa digunakan dengan kabel audio 3,5 mm standar.

Marshall Mid Bluetooth dilengkapi kenop analog untuk mengontrol playback, volume maupun menerima menolak panggilan telepon / Marshall
Marshall Mid Bluetooth dilengkapi kenop analog untuk mengontrol playback, volume maupun menerima atau menolak panggilan telepon / Marshall

Selain baterai, masih banyak keunggulan Major II Bluetooth yang dipertahankan di sini, termasuk halnya kenop analog untuk mengontrol playback maupun volume. Unit driver yang bernaung di dalamnya juga berukuran 40 mm, sanggup menyuguhkan suara dalam rentang frekuensi 10 Hz sampai 20 kHz.

Codec aptX turut didukung oleh Mid Bluetooth supaya kualitas suaranya tetap terjaga meski menggunakan koneksi Bluetooth yang amat terbatas kapasitas transfer datanya. Marshall sendiri menjanjikan karakter suara yang seimbang, dengan intensitas bass yang tidak berlebihan.

Marshall Mid Bluetooth saat ini sudah dipasarkan seharga $199. Tidak, Anda tidak harus berprofesi sebagai gitasi dan memiliki amplifier besutan Marshall untuk bisa membelinya.

Sumber: Digital Trends dan Marshall Headphones.

Master & Dynamic MW50 Adalah Wireless Headphone Berdesain Super-Premium

Di industri audio, Master & Dynamic boleh dibilang masih seumur jagung. Pun demikian, di usianya yang baru tiga tahun ini, reputasinya tergolong cukup baik di kalangan media maupun konsumen berkat sejumlah headphone dan earphone yang sama-sama berfokus pada keseimbangan desain, build quality dan tentu saja kualitas suaranya.

Tahun lalu, perusahaan yang bermarkas di kota New York ini memberanikan diri untuk terjun ke ranah wireless lewat model MW60 yang bertipe over-ear. Tahun ini, mereka sudah siap menawarkan opsi ekstra yaitu MW50 yang berjenis on-ear, yang tentu saja berdimensi lebih ringkas dan bobotnya cuma sepertiga MW60.

Bobot MW50 secara total cuma berkisar 240 gram. Gaya desainnya serupa dengan kakaknya yang berukuran lebih besar, demikian pula dengan pilihan material yang digunakan, yakni stainless steel, aluminium dan kulit asli. Tentu saja, karena bertipe on-ear, alias hanya menempel di telinga dan tidak membungkusnya, bentuk earcup-nya bisa lebih membulat ketimbang model over-ear.

Master & Dynamic MW50 tersedia dalam dua kombinasi warna: silver-coklat dan silver-hitam / Master & Dynamic
Master & Dynamic MW50 tersedia dalam dua kombinasi warna: silver-coklat dan silver-hitam / Master & Dynamic

Di balik masing-masing earcup-nya, bernaung driver 40 mm yang terbuat dari bahan beryllium, diklaim sanggup menyajikan suara yang warm (sedikit penekanan pada bass, tapi tidak serta-merta melupakan vokal dan treble). Tombol-tombol kontrolnya ditempatkan di earcup untuk memudahkan akses, sedangkan konektivitas Bluetooth 4.1 berarti ia bisa di-pair dengan dua perangkat sekaligus.

Master & Dynamic menyebut MW50 ideal untuk digunakan di saat bersantai, bekerja atau traveling. Baterainya diyakini bisa bertahan selama 16 jam nonstop dalam satu kali charge. Master & Dynamic tak lupa menyematkan mikrofon dual-array untuk sedikit membantu memblokir suara luar yang mengganggu.

Masuk dalam kategori headphone premium, Master & Dynamic MW50 dijajakan seharga $449. Di rentang harga ini, sebenarnya masih ada banyak alternatif yang tak kalah menarik dari nama-nama yang lebih terkenal, sebut saja Sennheiser, Bose atau Sony.

Sumber: Engadget dan Master & Dynamic.

Plantronics BackBeat Pro 2 Suguhkan Active Noise-Cancelling Selama 24 Jam Nonstop

Dalam dunia teknologi, seringkali inovasi harus dibayar dengan konsekuensi tertentu. Yang paling gampang, smartphone tentu saja tidak bisa bersaing soal daya tahan baterai dengan feature phone. Beralih ke ranah audio, headphone Bluetooth yang menawarkan fitur noise-cancellation umumnya juga harus mengorbankan ketahanan baterai.

Akan tetapi dilema tersebut tidak berlaku untuk headphone terbaru Plantronics. Dijuluki BackBeat Pro 2, headphone wireless ini menawarkan keseimbangan antara fitur dan harga yang akan sangat memikat di mata (dan telinga) konsumen.

Desain over-ear (membungkus semua daun telinga) membuat Plantronics BackBeat Pro 2 semakin nyaman dikenakan dalam waktu yang lama / Plantronics
Desain over-ear (membungkus semua daun telinga) membuat Plantronics BackBeat Pro 2 semakin nyaman dikenakan dalam waktu yang lama / Plantronics

Yang paling utama adalah fitur active noise-cancelling bersifat on-demand. Sesuai makna harfiahnya, on-demand berarti pengguna bisa mengaktifkannya kapan saja dibutuhkan. Ketika sedang menunggu kereta di stasiun, aktifkan fitur tersebut untuk meredam hampir semua suara luar yang mengganggu; sebaliknya, ketika ada pengumuman, pengguna bisa mengaktifkan mode open-listening untuk mendengarkannya tanpa perlu melepas headphone.

Seandainya headphone benar-benar perlu dilepas, BackBeat Pro 2 akan otomatis menghentikan lagu yang diputar, lalu memutarnya kembali ketika headphone dikenakan. Jangkauan koneksi Bluetooth-nya sendiri diklaim bisa mencapai 100 meter, dan ia bisa dipakai untuk menerima panggilan telepon.

Tentu saja hal lain yang menjadi pembeda utama BackBeat Pro 2 dari headphone sekelas di pasaran adalah daya tahan baterai selama 24 jam nonstop dalam satu kali charge. Lupa mematikan headphone? Jangan khawatir, sebab Plantronics telah menyematkan sistem hibernasi yang akan aktif secara otomatis dan memperpanjang daya baterai sampai 6 bulan lamanya.

Plantronics BackBeat Pro 2 datang bersama sebuah carrying case, kabel charger dan kabel 3,5 mm standar / Plantronics
Plantronics BackBeat Pro 2 datang bersama sebuah carrying case, kabel charger dan kabel 3,5 mm standar / Plantronics

Semua ini dikemas dalam ukuran sepertiga lebih ringkas ketimbang generasi sebelumnya. Bobotnya bahkan menurun 15 persen, menjadikannya lebih nyaman dikenakan dalam durasi yang lama, apalagi mengingat headband-nya telah didesain supaya bisa mendistribusikan berat secara merata di sekujur kepala pengguna.

Plantronics BackBeat Pro 2 rencananya akan dipasarkan segera seharga $200 – banderol yang amat kompetitif jika mempertimbangkan semua fiturnya. Tersedia pula varian BackBeat Pro 2 SE yang punya tampilan lebih premium dan dibekali NFC seharga $250.

Sumber: Plantronics.