Zilingo Indonesia Luncurkan Program Afiliasi untuk Influencer Micro

Zilingo, platform solusi bisnis Indonesia telah merilis program afiliasi sebagai salah satu strategi untuk mengembangkan pemasaran Zilingo Trade di Indonesia. Melalui program afiliasi ini, Zilingo mengajak influencer mikro Indonesia untuk bergabung dan memperluas kesempatan menambah pendapatan di masa sulit sekarang ini.

Continue reading Zilingo Indonesia Luncurkan Program Afiliasi untuk Influencer Micro

Platform Fashion Commerce Zilingo Masuki Bisnis Penjualan Makanan Organik

Platform fashion commerce Zilingo memperkenalkan layanan terbarunya, yakni pembelian bahan dan makanan organik. Dalam keterangan resminya, Zilingo menyebutkan telah bermitra dengan sejumlah pelaku usaha di industri hotel, restoran, dan kafe (horeka) sebagai langkah awal masuk ke bisnis ini.

Produk-produk tersebut dapat diakses di kategori “Barang Kebutuhan”, bisa diakses lewat situs web dan aplikasi.

Senior Executive Zilingo Indonesia Melina Marpaung mengatakan, kehadiran layanan baru ini tak dapat terlepas dari dampak pandemi Covid-19. Menurutnya, situasi yang berlangsung sejak tahun lalu ini telah meningkatkan kesadaran konsumen akan hidup sehat dan kebutuhan nutrisi.

Kemudian, berdasarkan laporan Euromonitor berjudul Purposeful Food: Demand Rising in Southeast Asia in 2021 & Beyond, lebih dari setengah responden di Asia Tenggara meyakini mereka akan lebih menjaga kesehatan dalam lima tahun mendatang. Berbagai faktor ini memicu lonjakan minat konsumen terhadap produk buah-buahan dan sayur-sayuran.

“Platform e-commerce dapat memberikan pengaruh yang kuat dalam mempromosikan produk di segmen kesehatan dengan berbagai macam pilihan. Pengaruh ini juga mendorong konsumen lebih bijak dalam memilih makanan,” ungkap Melina dalam pernyataan tertulisnya.

Di samping itu, lanjutnya, pandemi membuka kesempatan bagi produsen makanan organik, natural, dan fungsional untuk membantu konsumen menjalankan hidup sehat. Kesempatan ini justru semakin terbuka lebar seiring dengan semakin kuat ekosistem digital dan akselerasi penggunaan e-commerce di kalangan masyarakat.

Untuk melayani permintaan konsumen yang terus meningkat, Zilingo menggandeng mitra logistik dan pelaku usaha horeka yang produknya tengah diminati masyarakat, seperti madu, ekstrak rempah, dan herbal. Saat ini Zilingo telah bermitra dengan beberapa merek organik dan natural di Indonesia, seperti Talasi, Haldin Foods, Alteya Organics dan Maidanatural.

“Penting untuk berkolaborasi dengan mitra logistik dan pelaku usaha horeka agar dapat menjaga pasokan saat permintaan meningkat. Apalagi, integritas produk organik dan natural dalam waktu yang tidak menentu seperti sekarang menjadi sangat penting, termasuk transparansi dalam proses pengadaan,” tambahnya.

Menurutnya, produk organik dan natural telah berkembang menjadi bagian dari ekspektasi dasar konsumen terhadap tren makanan di industri produk natural. Ini menjadi momentum bagi pelaku usaha horeka untuk memanfaatkan tren yang dan dan membantu mempercepat pemulihan industri.

Dalam kesempatan ini, Zilingo juga meluncurkan kampanye “Sustainable Living” untuk membantu konsumen melakukan pengadaan dengan penawaran mulai dari Rp40 ribu dan mengakomodasi permintaan konsumen di Zilingo Trade.

Ramai-ramai masuk bisnis makanan

Masuknya Zilingo ke bisnis makanan di Indonesia semakin memperkuat persaingan dengan platform lainnya. Momentum pandemi banyak dimanfaatkan oleh pelaku startup untuk melakukan diversifikasi bisnis di tengah meningkatnya akselerasi digital.

Model bisnis yang digarap kebanyakan bermain di ranah jasa pengantaran makanan (food delivery). Awalnya, layanan food delivery dikuasai oleh super app Gojek dan Grab. Kemudian, pesaing kuatnya Shopee melalui ShopeeFood mulai agresif masuk ke bisnis ini sejak setahun terakhir.

Traveloka yang awalnya hanya masuk ke layanan directory dan voucher F&B juga mulai gencar sejak tahun lalu menjajal layanan food delivery. Belum lagi ditambah Bukalapak lewat BukaFood dan startup logistik SiCepat yang melakukan diversifikasi vertikal dengan mencaplok DigiResto.

Aksi platform digital ini menandakan adanya permintaan luar biasa terhadap bisnis makanan secara on-demand. Nilai bisnisnya juga menggiurkan. Riset Momentum Works melaporkan bahwa layanan food delivery mengalami percepatan pertumbuhan selama pandemi.

GMV pengiriman makanan di enam negara di Asia Tenggara mencapai angka fantastis, yakni sebesar $11,9 miliar atau Rp169 triliun di 2020. Sementara di Indonesia saja, nilainya mencapai $3,7 miliar atau setara Rp52 triliun yang didominasi dua pemain besar, yakni Grab dan Gojek dengan porsi masing-masing sebesar 53% dan 47% dari total pangsa pasar.

Tampaknya bisnis food delivery akan menjadi babak baru yang akan dihadapi lintas platform digital, dan tak terbatas pada satu vertikal saja. Dengan ekosistem digital yang semakin matang di Indonesia, akan mudah bagi startup untuk mendapatkan traksi yang signifikan. Namun, bisa saja aksi bakar uang tetap dilakukan.

Application Information Will Show Up Here

Zilingo Kembangkan Manufaktur Mini untuk Bantu Pengusaha Fesyen Perempuan

Platform e-commerce Zilingo kini mengembangkan konsep manufaktur untuk kalangan mikro demi perbesar bisnis B2B di bawah brand Zilingo Asia Mall (ZAM). Perusahaan menyasar pengusaha mikro perempuan di tingkat akar rumput untuk turut berpartisipasi di dalamnya.

Co-Founder & CEO Zilingo Ankiti Bose menjelaskan, konsep ini tertuang dalam SheWorkz, program manufaktur terdesentralisasi khusus menyasar pengusaha mikro perempuan. Indonesia menjadi negara pertama diluncurkannya inisiatif tersebut. Pada tahap pertama akan hadir di Jakarta, Cirebon, dan Tasikmalaya.

Ankiti berharap kehadiran pabrik mini tersebut dapat menjaga pasokan fesyen, sekaligus mendorong perempuan untuk mulai berkarier sebagai pengusaha. Pasalnya, perempuan masuk ke dalam kalangan yang kurang terwakili dalam lanskap ekonomi global.

Ia menyebut, di Asia Tenggara dan Selatan, jumlah angkatan kerja perempuan hanya 31% dari keseluruhan tenaga kerja dan menyumbang 24% terhadap PDB. Ini bukan menjadi masalah sosial semata, tapi juga sudah menyentuh masalah ekonomi.

“Ide awal SheWorkz adalah bantu perempuan untuk menjadi pengusaha, dengan bantuan teknologi mereka bisa scaling dan dapat bantuan modal. Mereka juga bisa kerja dari rumah, sehingga fleksibel. Ini ide awalnya,” terang Ankiti beberapa waktu lalu saat peluncuran program SheWorkz.

Dia menjelaskan Indonesia adalah negara terpenting bagi Zilingo karena pertumbuhannya yang tercepat dibandingkan negara lainnya. Diklaim setiap kali Zilingo menetapkan target pencapaian untuk ZAM selalu terlampaui. Sayangnya, Ankiti tidak ikut menyertakan data pendukungnya.

Oleh karenanya, Indonesia jadi negara pertama. Berikutnya akan di gulirkan ke negara lainnya, seperti Thailand, Filipina, Singapura, dan India.

Lebih detail, Zilingo akan mengidentifikasi empat hingga lima perempuan yang berasal dari satu daerah yang sama dan mengelompokkan mereka sesuai dengan tingkat keterampilan. Targetnya perusahaan ingin melatih 300 perempuan pada tahap awal ini.

Mereka akan diberikan pinjaman usaha (KUR) sekitar $5 ribu-$10 ribu (Rp70,9 juta-Rp140 juta) berasal dari mitra perbankan (Bank Mandiri, BNI, BRI). Lalu, akan memproduksi pakaian sesuai permintaan brand dan terhubung dengan platform Zilingo.

Di dalamnya terhubung dengan sistem untuk mencocokkan keterampilan, ketersediaan, dan spesialisasi mereka sesuai permintaan brand. Setidaknya ada 60 ribu brand pakaian global yang memasok kebutuhannya lewat perusahaan.

“Sistem yang sama juga dapat memantau output, kecepatan dan kualitas, serta mengidentifikasi di mana pelatihan lebih lanjut mungkin diperlukan.”

Berambisi jadi pabrik cloud fesyen terbesar

Co-Founder dan CEO Zilingo Ankiti Bose bersama Menko Perekonomian Darmin Nasution saat peluncuran SheWorkz / Zilingo
Co-Founder dan CEO Zilingo Ankiti Bose bersama Menko Perekonomian Darmin Nasution saat peluncuran SheWorkz / Zilingo

Ambisi yang ingin dicapai oleh Zilingo lewat program SheWorkz adalah menjadi penyedia pabrik berbasis cloud terbesar di dunia, khususnya fesyen. Visi dan misinya, setiap brand, pengusaha, dan pabrik dari semua skala bisnis bisa menjadi bagian dari perusahaan.

Dia menegaskan Zilingo tidak memiliki pabrik sendiri dalam memfokuskan bisnis B2B-nya tersebut. Perusahaan justru bermitra dengan pabrik yang sudah ada, dengan menyediakan teknologi yang mereka butuhkan. Entah itu teknologi untuk procurement, logistik, invoice, penagihan, sistem pembayaran, dan sebagainya.

“Kita matching kebutuhan brand dan supply dari pabrik secara global. Misalnya, brand Amerika kini bisa manfaatkan resource dari pabrik di Indonesia. Ini bisa dorong sisi ekspor dan hubungan ekspor antar dua negara semakin mudah.”

Terdapat lebih dari 6 ribu pabrik yang telah terhubung dan memanfaatkan teknologi dari Zilingo. Tidak disebutkan ada berapa banyak di antaranya yang berada di Indonesia.

Praktik ekspor dari pabrik Indonesia sudah mulai terjadi melalui perusahaan. Ankiti menerangkan pabrik Indonesia banyak ekspor ke Malaysia untuk produk pakaian muslim. Ada juga yang tembus ke Amerika Serikat.

Secara keseluruhan, tanpa menyebut lebih detail, diklaim pertumbuhan B2B signifikan dan unprecedented selama setahun belakangan. Di B2B, dia mengaku tidak memiliki pesaing. Malah justru menghimpun seluruh penjual fesyen, yang berjualan di kanal online manapun, untuk ikut menjadi pengguna di Zilingo.

Beda halnya di B2C, khususnya di Indonesia, persaingannya sangat ketat dan butuh modal yang besar untuk jadi yang terdepan.

Dari pendanaan seri D yang diperoleh pada tahun ini, dia menegaskan perusahaan akan fokus pengembangan teknologi pada tiga area, yaitu supply chain, pembiayaan, dan data science. “Justru kita enggak terlalu banyak spent investasi ke B2C, justru lebih ke B2B. Tiga area ini paling banyak butuh investasi buat bisnis B2B kita,” pungkas dia.

E-Commerce vs Social Commerce: Adu Kemudahan Berbelanja Online

Ibu saya makin mahir mengutak-atik media sosial dari smartphone-nya. Suatu saat ia iseng berkonsultasi tentang produk taplak meja yang tak sengaja ia temukan di Instagram.

“Motif taplak mana yang bagus?”. Saya yang lebih terbiasa belanja lewat platform e-commerce membalasnya dengan nada sangsi, “Yakin Bu mau beli lewat sini? Aku cariin di tempat biasa aku beli deh.”

Selang beberapa waktu, tiba-tiba ibu memanggilku ke kamarnya. Dia bilang, “Tolong kamu transfer uang ke rekening ini ya, nanti ibu kasih uangnya tunai.” Sontak aku bertanya lagi, “Ibu yakin? Tokonya bener gak?” sambil saya cek isi chat ibu dengan penjualnya di WhatsApp.

Isinya tidak ada yang mencurigakan. Berhubung nilai barang yang ibu beli tidak terlalu mahal, akhirnya permintaan ku turuti. Paket pun datang beberapa hari kemudian, barang yang dipesan sesuai deskripsi.

Contoh keseharian di atas bisa menjadi contoh bagaimana kebiasaan orang belanja online saat ini. Ada yang cenderung tanya detail karena khawatir takut salah beli. Ada juga yang lebih suka cari di satu aplikasi, lalu dibanding-bandingkan dari segala sisi.

Disamping kekurangan dan kelebihan, belanja lewat media sosial punya banyak penggemarnya sendiri. Kebiasaan tersebut akhirnya membentuk dua kubu, belanja lewat media sosial atau platform e-commerce. Makin ke sini, sekat antara keduanya semakin jadi abu-abu, sehingga melahirkan konsep social commerce.

Laporan “Asia Social Commerce Report 2018” yang dirilis PayPal bersama Blackbox Research menunjukkan Instagram dan Facebook menjadi media sosial yang paling banyak digunakan penjual di Indonesia untuk mempromosikan bisnisnya.

Platform ini berkembang pesat karena mampu memberikan pengalaman yang berbeda dengan belanja offline. Sebab memungkinkan ada rekomendasi dari teman atau ulasan dari konsumen lainnya yang akhirnya memengaruhi keputusan calon konsumen untuk membelinya.

Alasan Merchant Berjualan di Media Sosial Menurut Survei PayPal / DailySocial
Alasan Merchant Berjualan di Media Sosial Menurut Survei PayPal / DailySocial

Studi ini melibatkan 4 ribu konsumen dari Tiongkok, India, Hong Kong, Singapura, Thailand, Filipina, dan Indonesia, serta 1.400 merchant UKM. Sebanyak 94% pedagang di Filipina memanfaatkan Facebook, begitu pula di Indonesia (92%), dan India (89%). Instagram paling banyak dipakai oleh merchant dari Indonesia (72%), Filipina (56%), dan Hong Kong (50%).

Dijelaskan juga tiga alasan utama berdagang di media sosial semakin diandalkan. Sebanyak 63% responden menilai platform ini lebih mudah meraih pasar potensial yang lebih luas; 57% responden menilai lebih gampang buka bisnis lewat media sosial; 48% responden mengatakan platform ini dapat meningkatkan jaringan teman dan kenalan yang bisa mendorong pertumbuhan bisnis.

Mendukung laporan di atas, dalam survei terbarunya, APJII menyebut Facebook (50,7%) sebagai media sosial yang paling banyak dikunjungi responden. Diikuti Instagram (17,8%), YouTube (15,1%), Twitter (1,7%), dan LinkedIn (0,4%).

APJII juga menyoroti layanan yang paling sering dipakai untuk belanja online. Posisi teratas ditempati oleh Shopee (11,2%), Bukalapak (8,4%), Lazada (6,7%), Tokopedia (4,3%), dan Traveloka (2,3%). Barang yang dibeli menurut responden adalah sandang (14,6%), buku (4%), aksesoris (3%), tas (2,9%), dan barang elektronik (3%).

Barang yang Pernah Dibeli Secara Online Menurut Survei APJII / DailySocial
Barang yang Pernah Dibeli Secara Online Menurut Survei APJII / DailySocial

Bicara potensi, bisa menengok laporan McKinsey “The digital archipelago: How online commerce is driving Indonesia’s economic development (2018)”. Laporan ini memprediksi sekitar 30 juta orang yang telah belanja lewat platform online dari total populasi 260 juta di 2017.

Adapun prediksi nilai transaksi GMV dari online commerce mencapai $8 miliar di periode yang sama. Angka berasal dari kontribusi platform e-commerce resmi sebesar $5 miliar, dan informal commerce lebih dari $3 miliar (ada yang menyebut sampai $5 miliar).

McKinsey memproyeksikan angka GMV bakal menggelembung hingga $55 miliar-$65 miliar di 2022 mendatang. Informal commerce disebutkan berkontribusi sekitar $15 miliar-$25 miliar, sisanya dikuasai oleh e-commerce resmi.

Penetrasi online commerce bakal naik jadi 83% dari 74% di tahun yang sama. Secara paralel, rata-rata pengeluaran individu juga tumbuh dari $260 per tahun menjadi $620 di 2022.

Kenaikan platform e-commerce lantaran meningkatnya kepercayaan konsumen terhadap ekosistem dan makin banyak UMKM yang “go online,” variasi produk yang dijual semakin banyak, dan opsi pengiriman yang dapat diandalkan.

Potensi belanja online menurut riset McKinsey & Company / DailySocial
Potensi belanja online menurut riset McKinsey & Company / DailySocial

McKinsey mendefinisikan e-commerce resmi sebagai jual beli barang fisik melalui platform online yang memfasilitasi transaksi dengan menampilkan produk dan memungkinkan pembayaran dan pengiriman. Pemain yang masuk dalam kategori ini seperti Tokopedia, Blibli, Bukalapak, Lazada, Shopee, dan niche juga masuk Zalora, Hijup, Zilingo.

Sementara, informal commerce sebutan lain dari social commerce, memfasilitasi jual beli barang fisik melalui platform media sosial dan kirim pesan instan, seperti Facebook, Instagram, Line, dan WhatsApp, namun pembayaran dan pengiriman ditangani di tempat lain.

McKinsey menjelaskan social commerce memegang peranan penting dalam perkembangan transaksi digital di Indonesia. Lantaran, platform ini dipakai untuk jembatan menuju “go digital,” juga cara untuk menghindari biaya yang sangat tinggi dari iklan media tradisional, sebelum bermigrasi ke platform e-commerce resmi.

Revolusi fitur commerce di Facebook dan Instagram

Berdasarkan laporan di atas, bisa dikatakan Facebook dan Instagram bisa dikatakan sebagai media sosial paling dicintai semua orang. Indonesia menjadi salah satu negara utama buat platform besutan Mark Zuckerberg ini dalam menggenjot pendapatan iklannya.

Menengok laporan keuangan Facebook, total pengguna secara global tumbuh 8% yoy selama semester I 2019. Pengguna aktif harian (DAU) mencapai 1,59 miliar dengan pertumbuhan hampir 1,9% per kuartalnya. Kontributornya dari India, Indonesia, dan Filipina. Sementara, pengguna aktif bulanannya (MAU) mencapai 2,41 juta dengan pertumbuhan 1,3%.

Pendapatan Facebook mayoritas berasal dari bisnis iklan. Di periode yang sama, pertumbuhan bisnis iklan mencapai 28% menjadi $16,6 miliar (lebih dari 236 triliun Rupiah) dengan kontribusi 98,4% untuk keseluruhan pendapatan.

Di Indonesia sendiri, menurut We Are Social, pengguna Facebook ada lebih dari 130 juta akun dan 62 juta akun Instagram pada tahun lalu. Sementara, Twitter dan Snapchat tidak ada separuhnya, secara berturut-turut sebesar 6,43 juta dan 3,8 juta. Angka ini dilihat berdasarkan pengguna aktif bulanan (MAU).

Kue bisnis iklan digital yang begitu lezat ini, jadi manuver Facebook dalam memperkuat fitur commerce di dalam platform-nya sendiri, maupun di anak-anak usahanya. Namun, bila dibandingkan antara keduanya, Instagram dipercaya banyak ahli sebagai kandidat terkuat untuk mendalami social commerce.

Facebook punya fitur Marketplace resmi hadir di 2016, pengguna bisa melihat produk yang dijual pedagang dan menghubunginya lewat Messenger. Yang dijual bermacam-macam, tidak hanya fesyen saja tapi juga produk kecantikan, elektronik hingga properti.

Selain itu, ada fitur Buy and Sell Groups. Konsepnya seperti OLX, namun ada sedikit rasa Kaskus karena harus tergabung dalam grup komunitas untuk bisa bertransaksi. Disediakan pula Messenger untuk menghubungi penjual.

Fitur Facebook Marketplace / Facebook
Fitur Facebook Marketplace / Facebook

Dari segi penawaran memang menggiurkan, dengan pendekatan lokal, penjual ditawarkan kemudahan untuk menjajakan dagangannya selayaknya sedang berselancar di Facebook. Mereka bisa dilacak berdasarkan lokasi, harga, dan ketertarikan calon pembeli. Bahkan dapat pasang iklan agar terpampang di laman teratas.

Dibandingkan dengan Instagram, sejak awal fitur commerce diperkenalkan, Instagram terlihat lebih serius. Didukung dari basis awal sebagai aplikasi berbagi foto, visual jadi unsur yang paling ditonjolkan. Pun, konten visual jadi tren generasi muda dalam mengonsumsi konten di internet.

Setelah menyediakan profil bisnis dan layanan iklan, Instagram berhasil mengalahkan dominasi Snapchat sebagai video durasi singkat lewat Stories-nya. Kemudian, makin “gahar” setelah menambahkan IG Shop sebagai cikal bakal social commerce, memungkinkan pengguna untuk langsung belanja di akun bisnis dalam in-app browser.

Fitur Commerce di dalam Instagram / Instagram
Fitur Commerce di dalam Instagram / Instagram

Cukup tap foto yang diunggah profil bisnis, nanti akan terlihat tag harga barang dan tombol View on Website untuk diarahkan ke situs brand menyelesaikan pembayaran. Atau memasukkan produk ke dalam kolom wishlist. Fitur ini punya kelemahan karena pengguna harus keluar dari aplikasi untuk langsung membeli barang yang diincar.

Akhirnya muncul pembaruan teranyar, hadirnya fitur in-app checkout. Pengguna dapat menyimpan informasi pembayaran di Instagram untuk melakukan pembelian yang lebih cepat. Opsi pembayaran yang ada baru berbasis kartu, seperti Visa, Mastercard, Amex, Discover, dan PayPal.

Meski baru disediakan secara terbatas untuk 20 brand global, tapi kemungkinan besar keputusan ini bisa membawa Instagram jadi kandidat terkuat untuk social commerce ke depannya.

Di Indonesia, IG Shop baru sampai ke tahap cek harga lewat foto yang diunggah dan diarahkan ke situs brand. Itupun masih dalam tahap uji coba, baru sebagian profil bisnis yang bisa merasakannya.

“IG Shop masih percobaan di Indonesia, sehingga belum semua akun bisa dapat itu. Fitur ini punya tombol Shop Now untuk dorong konsumen lakukan pembelian atau reservasi di Instagram,” terang Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes saat membuka Akademi Instagram di Jakarta.

Posisi Instagram sebagai platform social commerce terkuat

Kepada DailySocial, juru bicara Instagram menegaskan pihaknya bukan platform e-commerce, sehingga tidak ada transaksi yang terjadi. Yang dilakukan justru membantu semua pelaku dagang online, salah satunya platform e-commerce, untuk menemukan, terhubung, dan berinteraksi dengan calon pembeli lewat foto, video, dan fitur-fitur bisnis yang tersedia di Instagram.

“Ketika pembeli menemukan produk yang mereka sukai di akun bisnis Instagram, mereka akan mengklik produk tersebut dan kemudian dibawa ke situs toko tersebut atau platform e-commerce di mana transaksi terjadi,” ujarnya.

Mereka menambahkan, “Peran kami di sini adalah membantu e-commerce atau online shop menemukan pelanggan. Jika diibaratkan dengan sebuah mobil, kami adalah mobil yang membawa calon pembeli ke toko mereka. Kami bukan tokonya.”

Klaim Instagram ini cukup dimaklumi karena fitur commerce yang ada saat ini memang benar demikian, transaksi memang terjadi di luar platform. Kondisinya akan berbeda ketika fitur in-app checkout di bawa ke Indonesia. Setiap profil bisnis dari manapun bisa menerima transaksi dari pelanggan di manapun karena borderless.

Ini akan jadi topik tersendiri yang sangat menarik, dipastikan semua pemain e-commerce ketar ketir karena selama ini Instagram baru dimanfaatkan buat channel pemasaran saja.

Media Sosial yang Paling Sering Dikunjungi Menurut Survei APJII 2018 / DailySocial
Media Sosial yang Paling Sering Dikunjungi Menurut Survei APJII 2018 / DailySocial

Besarnya potensi usaha mikro lahir lewat platform media sosial, semakin meyakinkan Facebook maupun Instagram lebih serius menggarap pengusaha mikro untuk menggunakan platform-nya untuk beriklan. Inovasi untuk profil bisnis pun terus dilakukan, menariknya tersedia secara gratis.

Pengusaha mikro dapat mengakses secara gratis profil bisnis untuk mendapatkan data insights mengenai unggahan mana saja yang memiliki performa terbaik, demografi audiens mereka, waktu posting terbaik, dan lainnya.

“Mereka dapat mempelajari hasil data insights untuk memahami karakteristik audiens mereka, sehingga dapat membuat strategi yang tepat untuk menjangkau para audiens tersebut.”

Keseriusan perusahaan, sambung juru bicara Instagram, dilatarbelakangi oleh studi IPSOS di Indonesia bertajuk “Dampak Instagram pada Usaha di Indonesia (2018)”. Ditemukan bahwa 90% responden pernah menggunakan Instagram untuk berkomunikasi dengan bisnis; 76% responden pernah membeli produk dari sebuah bisnis setelah menemukan bisnis tersebut di Instagram.

Terakhir, 66% responden mempertimbangkan untuk membeli sebuah produk maupun jasa yang mereka lihat di Instagram. Berikutnya, 81% responden menggunakan Instagram untuk mencari informasi lebih lanjut ketika mereka tertarik pada sebuah produk; Lebih dari 80% wirausahawan muda berusia di bawah 35 tahun menyatakan Instagram bantu mereka capai target bisnis.

Tidak disebutkan seberapa banyak angka penjual UMKM yang telah memanfaatkan profil bisnis ini.

Tahun ini, Instagram mulai inisiasi program Akademi Instagram yang diluncurkan pertama kali di Indonesia. Ini adalah program pelatihan global bagi wirausahawan yang ingin meningkatkan keterampilan digital dalam meningkatkan bisnis mereka dengan tools dari Instagram. Dalam debutnya, program ini menyasar lebih dari 1.000 wirausahawan berusia di bawah 35 tahun berlokasi di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta.

Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes di Akademi Instagram Jakarta / Instagram
Head of Emerging Business & SMBs Facebook & Instagram South-East Asia Ferdy Nandes di Akademi Instagram Jakarta / Instagram

Di luar itu, Instagram membantu Tokopedia untuk kolaborasi pemasaran digital untuk kampanye Kejutan Belanja Untung (KEBUT) pada tahun lalu. Diklaim pertama kalinya di dunia, Instagram melakukan inovasi IG Live untuk Tokopedia agar mereka bisa membuat semacam infomercial untuk mengundang konsumen beli produk merchant.

“Tahun lalu kami juga mengadakan program bersama GoFood bernama InstaMarket untuk memberikan pelatihan bagi para merchant GoFood untuk bisa mengasah keterampilan mereka dalam digital marketing.”

Bagaimana dengan Facebook Indonesia? Sayangnya mereka menolak memberikan tanggapan seluruh pertanyaan yang diajukan DailySocial.

Sebetulnya, fitur commerce ini tidak hanya dimiliki Instagram dan Facebook saja. Ada juga Snapchat dan Pinterest. Akan tetapi, keduanya belum memiliki gaung yang cukup untuk dimanfaatkan pelaku UKM untuk berjualan.

Tapi ini semua tinggal tunggu waktu saja. Pinterest baru mengumumkan dibuka kantor regional di Singapura untuk melayani konsumen di Asia Tenggara dan India. Secara global, pengguna aktif bulanan Pinterest mencapai 300 juta orang. Lebih dari 200 miliar Pin tersimpan, melayani miliar rekomendasi pribadi tiap harinya.

APAC adalah salah satu wilayah dengan pertumbuhan tercepat, dengan jutaan pengguna Pinterest setiap bulannya. Jumlahnya ini meningkat lebih dari 50% selama setahun terakhir. Di Indonesia saja, hampir dua juta ide tersimpan tiap hari.

Apakah social commerce jadi ancaman buat pemain e-commerce?

Pergerakan IG Shop dan Facebook Marketplace, tentunya perlu diwaspadai. Tapi jangan sampai antipati atau malah antisipatif dengan platform media sosial terbesar itu. Karena di sanalah prospek konsumen yang belum tersentuh oleh para pemain e-commerce.

Kunci terpenting adalah terus berinovasi dan mau beradaptasi. Setidaknya inilah kesimpulan jawaban yang DailySocial terima dari pemain e-commerce.

Potensi Pertumbuhan Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut Laporan McKinsey / DailySocial
Potensi Pertumbuhan Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut Laporan McKinsey / DailySocial

SVP Merchant Sales, Operation & Development Blibli Geoffrey L Dermawan menjelaskan, persaingan e-commerce dan social commerce tentu tidak bisa terelakkan lagi. Pilihan belanja tentunya kembali jatuh ke tangan konsumen saat mereka melihat barang yang diinginkan.

Kendati demikian, perusahaan tidak antipati itu. Justru memanfaatkan mereka untuk memasarkan barang-barang, seiring dengan tren positif dari strategi seperti ini. “Namun sebuah bisnis tidak bisa sepenuhnya bergantung pada media sosial saja. Proses penjualan harus dilakukan secara menyeluruh atau dikenal dengan omni-channel,” tutur Geoffrey.

Sependapat dengan Geoffrey, Shopee juga memanfaatkan media sosial dan tools-nya untuk kebutuhan pemasaran bertujuan memberikan pengalaman belanja yang berbeda kepada konsumen Shopee.

“Kami melihat bahwa social commerce sebagai bagian dari e-commerce, itu terbukti dengan fitur social commerce yang kami gunakan di akun Instagram Shopee,” ujar Country Brand Manager Shopee Rezky Yanuar.

Karena ada ketergantungan tinggi, makanya pemain e-commerce perlu mengakali. Misalnya seperti yang dilakukan oleh Tokopedia. Dari pengamatannya, dalam era social commerce, terjadi perubahan perilaku konsumen yang mana mereka mencari inspirasi sekaligus belanja dalam waktu yang sama.

Influencer dianggap punya peranan penting dalam sebuah proses kampanye. Strategi tersebut akhirnya diambil oleh Tokopedia di berbagai tipe kampanye, seperti brand dan sales di berbagai channel media sosial.

“Ini upaya kami agar tetap relevan dengan target audiens kami, salah satunya generasi milenial, di mana mereka mengonsumsi media sosial setiap hari dengan influencer sebagai inspirasi mereka,” tambah VP of Corporate Communications Tokopedia Nuraini Razak.

Strategi tersebut kemudian diterjemahkan lebih dalam menjadi sebuah fitur baru “Tokopedia by Me,” membuka ruang interaksi baru antara pembeli dengan role model atau orang kepercayaan yang merekomendasikan produk favorit.

Memanfaatkan influncer di media sosial juga dimanfaatkan oleh Zalora. Pasalnya, bagi Zalora sebagai situs e-commerce yang fokus ke produk fesyen, kental dengan unsur visual yang harus selalu ditekankan.

“Kami hadir di platform-platform di mana target audience kami berada, contohnya di media sosial seperti Instagram, Facebook, dan YouTube. Ketiganya adalah medium yang tidak hanya kami gunakan untuk memberi update, tapi juga buat engage dengan pelanggan kami,” ucap Head of Marketing Zalora Indonesia Dwi Ajeng.

Hijup juga tergolong aktif dalam memanfaatkan platform media sosial untuk meningkatkan bisnis. Head of Creative Content Hijup Anastasia Gretti mengatakan perusahaan memanfaatkan media sosial tidak hanya untuk memberikan konten inspirasi, tapi juga permudah konsumen dalam berinteraksi dengan tim customer service.

Seperti contohnya, memanfaatkan fitur Facebook Live, memberikan sarana komunikasi dua arah, dan pembelian dipermudah lewat WhatsApp. Kendati, inti dari proses transaksi di Hijup adalah melalui situs dan aplikasi

“Dalam bisnis, Hijup yakin bahwa kami harus terus dapat beradaptasi dengan lahirnya berbagai inovasi maupun perkembangan teknologi dan media sosial,” terang Anastasia.

Jual praktis, keamanan, dan layanan menyeluruh

Seperti laporan McKinsey sebut, belanja online di informal commerce tidak terintegrasi untuk pembayaran dan pengirimannya. Seluruh prosesnya harus manual dilakukan oleh penjual yang akhirnya jadi makan waktu. Pengalaman ini tidak harus dirasakan ketika konsumen belanja lewat platform e-commerce.

Geoffrey L Dermawan menerangkan keunggulan yang ditawarkan platform e-commerce adalah sistem yang lebih komprehensif. Mulai dari kemudahan mencari produk di satu platform, pilihan pembayaran yang aman dan variatif, ketersediaan dan penyortiran produk, serta pelayanan purna jual yang lebih terstruktur.

Keseluruhan ini adalah bentuk pertanggungjawaban transaksi yang lebih jelas guna mendapatkan kepercayaan dari konsumen. Kepercayaan dalam bertransaksi inilah yang harus selalu dipertahankan dengan layanan-layanan demi memastikan kepuasan pelanggan terpenuhi.

Pun demikian Shopee. Rezky Yanuar menjelaskan, pihaknya menekankan pada pentingnya keamanan yang didapat konsumen ketika bertransaksi lewat platform-nya. Untuk menjangkau seluruh aspek masyarakat, makanya tersedia berbagai opsi pembayaran. Bisa melalui m-banking, ATM, minimarket terdekat, bahkan di platform lain bisa dengan cicilan tanpa kartu kredit.

“Karena kami ada di tengah, antara penjual dan pembeli, makanya konsumen bisa tenang melakukan transaksi.”

Tidak hanya sistem yang lebih terintegrasi, Dwi Ajeng menambahkan, kelebihan platform e-commerce juga ada di kredibilitas produk yang 100% original. Setiap barang diterima dari distributor, tim Zalora melakukan quality control demi memastikan barang aman sebelum dikirim ke konsumen. Bila ada keluhan, ada tim customer service yang siap dihubungi dari berbagai lini.

“Kami juga punya kebijakan, konsumen dapat mengembalikan produk apabila tidak sesuai dalam 30 hari.”

Kelebihan lainnya adalah terekamnya seluruh data transaksi konsumen. Data adalah aset yang paling utama di industri e-commerce, pengelolaan data yang baik dan strategis dapat mendukung bisnis suatu e-commerce tersebut.

Hijup fokus pada potensi digital dalam mempromosikan produk dan brand yang bergabung. Kami membaca perubahan tren, kebiasaan konsumen, dan lain-lain melalui social commerce. Namun sebagai validasinya, kami selalu mengacu pada data yang kami miliki di situs Hijup,” ujar Anastasia.

Berlomba-lomba lebih dari sekadar tempat jual beli barang

Agar tetap terdepan, tentu inovasi harus terus dilakukan. Setidaknya fokus para pemain e-commerce, untuk bersaing dengan kompetitor baik yang satu ranah maupun dengan social commerce, saat ini mengarah pada bagaimana konsumen betah berlama-lama di dalam aplikasi mereka untuk melakukan berbagai aktivitas.

Makanya pengembangan fitur kini sudah bermacam-macam, tidak hanya jual produk fisik kini juga jual produk jasa dan virtual. Shopee, Bukalapak dan Tokopedia bisa jadi contohnya, yang berkiprah sebagai super-marketplace.

Platform E-Commerce yang Sering Digunakan Untuk Belanja Online Menurut APJII 2018 / DailySocial
Platform E-Commerce yang Sering Digunakan Untuk Belanja Online Menurut APJII 2018 / DailySocial

Rezky Yanuar menjelaskan Shopee merilis berbagai in-app games, diantaranya Goyang Shopee dan Kuis Shopee, agar konsumen betah berlama-lama di aplikasi. Sejak diperkenalkan, in app games terus berinovasi dan menerima tanggapan positif dari para konsumen.

Berkaitan dengan e-commerce, Shopee menghadirkan fitur Shopee24, platform yang membantu pengiriman barang di platform-nya dapat diterima konsumen dalam waktu 24 jam saja. Di luar itu, perusahaan mendukung sepakbola nasional agar semakin baik dengan menempatkan diri sebagai sponsor Shopee Liga 1.

Perusahaan juga mengadopsi konsep media sosial dengan merilis fitur rekomendasi produk dan Shopee Live. Keduanya seperti membuka Instagram dengan sentuhan commerce di dalamnya.

Bukalapak aktif dalam mengembangkan layanan di luar marketplace, seperti produk finansial untuk emas (BukaEmas), reksadana digital (BukaReksa), dan asuransi (BukaAsuransi), pembayaran pajak, kendaraan dan PBB (BukaJabar, e-Samsat). Serta, menjangkau segmen online to offline (O2O) dengan mengajak warung sebagai partner (Mitra Bukalapak).

Berkaitan dengan e-commerce, beberapa fitur yang dikembangkan adalah layanan same day delivery bersama Paxel, BukaMart untuk menawarkan produk kebutuhan sehari-hari, juga uji coba pengiriman barang melalui drone agar barang lebih cepat sampai ke rumah konsumen.

“Dari sisi engineering, sebenarnya Bukalapak telah merilis sebanyak 31 produk baru dan melakukan lebih dari 4.500 pengembangan fitur sepanjang paruh pertama 2019,” terang Head of Corporate Communications Bukalapak Intan Wibisono.

Tokopedia tidak jauh berbeda, super-marketplace di dalamnya tidak hanya diisi produk virtual saja, tapi juga sudah sampai ke tahap logistik (TokoCabang), produk fintech untuk memudahkan merchant mendapatkan modal usaha dan konsumen melakukan pembayaran kredit (Ovo PayLater). Yang teranyar, Tokopedia mengakuisisi Bridestory untuk menyajikan produk berkaitan pernikahan di dalam platform-nya.

Di satu sisi, pemain e-commerce niche juga tidak mau kalah, mereka terus berupaya jadi pemain terdepan dengan perkuat layanan-layanan yang berkaitan. Blibli, memosisikan sebagai mall online dengan strategi omni channel, ada tiga fitur yang diharapkan bisa menjawab kebutuhan konsumen.

Mereka ialah Click & Collect, Tukar Tambah, dan Blibli InStore. Keseluruhan fitur ini serba online, sehingga lebih fleksibel. Semuanya sudah dirilis di aplikasi. Untuk Tukar Tambah, sementara ini baru tersedia untuk produk smartphone. Caranya cukup memilih smartphone yang mereka cari dan melakukan sejumlah pengecekan diagnostik lewat aplikasi. Setelah itu, akan tertera harga yang diberikan dari diagnostik tersebut.

Ketika pembayaran sudah dilakukan, kurir Blibli Express Service (BES) akan datang untuk mengambil dan mengecek ulang produk yang akan ditukar, sembari mengantar produk baru ke alamat konsumen. Ke depannya fitur ini akan di terapkan di kategori lain, seperti otomotif untuk tukar tambah mobil dan motor.

Berikutnya adalah Zalora merilis fitur Zalora Now, program berlangganan untuk konsumen dengan berbagai penawaran. Berisi layanan gratis express shipping selama setahun, dan deals lainnya yang ditawarkan mitra Zalora, seperti Traveloka, Zomato, Sayurbox, dan lain-lain.

“Kunci untuk tetap bertahap di dunia e-commerce adalah Zalora terus melakukan review terhadap demand ataupun perilaku konsumen. Kita akan selalu mengikuti dinamika tren belanja, lalu kita turunkan dalam beberapa strategi untuk menciptakan relevansi terhadap pelanggan,” kata Dwi Ajeng.

Hijup sedikit berbeda, perusahaan menerapkan bisnis model O2O dengan membuka gerai offline di beberapa kota. Harapannya, strategi ini bisa meningkatkan awareness dan trust terhadap “customer offline” yang akan menjadikan mereka sebagai “future online customer.”

Zilingo tidak mau kalah. VP and Head of B2C Marketing Zilingo Sarah Humaira turut menambahkan, Zilingo telah bertransformasi dari platform B2C di 2015, menjadi layanan terpusat di B2B untuk menghubungkan setiap lanskap rantai pasokan fesyen yang sangat terfragmentasi.

Saat sebagian besar perusahaan e-commerce fokus pada perdagangan B2C dan C2C, perusahaan mengadopsi pendekatan yang berbeda untuk memberikan nilai tambah bagi pedagang fesyen. Menempatkan mereka dan pabrik yang beroperasi di industri fesyen sebagai pusat dari segala hal yang Zilingo lakukan, semuanya lewat teknologi.

Inisiasi ini lahir karena pengalaman yang dialami langsung oleh para pengusaha. Mereka kesulitan untuk meningkatkan keuntungan atau untuk berkembang karena kurangnya akses ke teknologi dan modal kerja. Sementara itu, brand internasional terus tumbuh secara agresif.

Zilingo menghubungkan produsen/manufaktur di seluruh Asia, mulai dari desain, pengembangan produk, pengadaan kain, manufaktur, pembuatan katalog, pemasaran, manajemen inventaris, distribusi, penagihan, layanan pelanggan, modal kerja, hingga perkiraan tren.

“Visi kami adalah menyamaratakan kesempatan yang ada agar setiap bisnis, mau besar atau kecil ukurannya, dapat menggunakan teknologi kami untuk mengembangkan bisnis mereka dan menjadi sukses,” terang Sarah.

Dia melanjutkan, “Layanan ini tidak selalu menghasilkan pendapatan yang tinggi bagi kami, namun platform serba ada (full-stack) ini dibangun di atas premis, bahwa bisnis B2B dan B2C kami memiliki sinergi yang kuat dan membantu kami buka potensi luar biasa di seluruh rantai pasokan fesyen untuk para pedagang dan pelanggan.”

Kekurangan vs Kelebihan Belanja di Social Commerce dan E-Commerce / DailySocial
Kekurangan vs Kelebihan Belanja di Social Commerce dan E-Commerce / DailySocial

Mengapa social commerce banyak peminatnya?

Mengutip dari laporan McKinsey, kontribusi e-commerce terhadap transaksi ritel di Indonesia baru 3% dari total penjualan di 2017. Dibandingkan Singapura, di sana sudah mencapai 10% di tahun yang sama. Artinya, ruang untuk bertumbuh masih sangat luas.

Terlebih, mengutip dari survei idEA mengenai penggunaan platform belanja online di media sosial (2017), transaksi melalui Facebook dan Instagram mencapai 66%. Posisi teratas diambil Facebook 43%. Hanya 16% penjual dan pembeli yang pakai platform marketplace dan 7% buat situs sendiri. Survei ini dilakukan terhadap sekitar 2 ribu UMKM di 10 kota di 2017.

Perlu menjadi perhatian bahwa bahwa pembeli dan penjual yang notabene sebagian besar pengusaha mikro, lebih banyak menggunakan media sosial sebagai tempat untuk transaksi e-commerce dibandingkan marketplace yang tersedia atau melalui situs sendiri.

Artinya, platform media sosial bisa jadi gerbang awal buat pedagang “go online.” Untuk mendalami ini, DailySocial menghubungi beberapa pemain pendukung platform social commerce.

Platform Social Commerce yang Dimanfaatkan Merchant Menurut Survei PayPal / DailySocial
Platform Social Commerce yang Dimanfaatkan Merchant Menurut Survei PayPal / DailySocial

Salah satunya adalah TokoTalk. Direktur Operasional TokoTalk Nesya Vanessa menjelaskan tingginya minat belanja di media sosial tak lain dikarenakan ada potensi pengguna yang sangat berlimpah. Para penjual ingin menjadikan orang-orang ini sebagai calon konsumen mereka.

Terlebih itu, sifat media sosial yang serba instan dan real time, dapat jadi senjata bagi para penjual untuk bisa lebih dekat dengan konsumen dan menjadikannya sebagai pelanggan loyal.

“Alasan lainnya, para penjual tersebut ingin punya toko online milik sendiri agar tidak usah bersaing dengan sesama penjual. Di marketplace, mereka bersaing ketat dengan penjual lain yang punya produk serupa, dan satu-satunya cara untuk unggul adalah saling banting harga,” tutur Nesya.

Dia melanjutkan, jika ingin bisa tereskpos dan muncul di urutan teratas, mereka harus beriklan di marketplace. Terakhir, punya akun di marketplace tidak mendukung untuk branding merek mereka sendiri karena tidak bisa dikustomisasi dan dipersonalisasi sesuai tone dan manner brand.

Ini bisa merugikan penjual yang ingin memiliki bisnis yang berkesinambungan, pasti peduli dengan branding. Makanya mereka tetap menggunakan media sosial atau buat situs sendiri.

“Dengan begitu, mereka dapat membangun brand mereka sendiri dan menampilkan konten-konten terkait produk yang mereka buat sendiri.”

CEO dan Co-Founder Qiscus Delta Purna Widyangga turut menambahkan, berjualan di media sosial juga tidak memerlukan upaya untuk migrasi pengguna. Beda halnya, misalnya ketika buat situs sendiri, mereka harus mengakuisisi user dari awal. Kemudian, mengenalkan brand, memperkenalkan teknologi/produk yang digunakan, sampai ke jual beli itu sendiri.

Memanfaatkan platform yang sudah ada, seperti media sosial, penjual dapat menumpang arus. Memanfaatkan basis user yang sudah besar untuk kemudian dipilih dan disesuaikan berdasarkan segmennya.

“Mereka juga tidak perlu mengajarkan teknologi sejak awal karena basis user di media sosial itu sendiri sudah familiar dengan platform yang biasa mereka gunakan. Untuk bisnis skala kecil dan menengah, cara ini lebih efektif ya, daripada harus bangun toko online dari awal,” terang Delta.

Menambahi tanggapan Delta, Co-Founder dan CEO Halosis Andrew Darmadi menjelaskan berjualan di media sosial kemungkinan lebih mudah mendapat rekomendasi dari orang terdekat dari konsumen yang pernah belanja di tempatnya. Bagi penjual tentunya ini cost marketing termurah untuk akuisisi konsumen baru.

Pandangan Merchant Terhadap Media Sosial Menurut Laporan PayPal 2018 / DailySocial
Pandangan Merchant Terhadap Media Sosial Menurut Laporan PayPal 2018 / DailySocial

Hal ini didukung oleh basis media sosial itu sendiri, yang mana lebih personal dan orang bisa berbagi informasi apa yang mereka suka. Melihat dari tipe konsumennya, orang yang yang belanja di media sosial dengan platform e-commerce pun berbeda.

Andrew berpendapat konsumen di media sosial itu biasanya manja karena ingin lebih personal menghubungi langsung penjualnya. Banyak pertanyaan yang diajukan itu belum bisa diakomodasi oleh chatbot karena mereka juga minta rekomendasi, produk mana yang bagus sesuai postur tubuh atau wajahnya.

“Mereka itu enggak langsung yakin mau beli produk karena takut salah beli. Makanya konsumen di sini sangat chatty, ingin fleksibel untuk pembayaran dan metode pengirimannya. Beda dengan di marketplace, konsumennya sudah tahu apa yang mau dibeli dan mandiri,” ujarnya.

Baik TokoTalk, Qiscus, dan Halosis adalah pemain yang fokus permudah pengelolaan toko online, baik dari pelayanan konsumen, metode pembayaran, dan pengiriman dalam satu link. Konsumen mereka adalah penjual online yang sebenarnya tidak berjualan di platform media sosial saja tapi juga di marketplace.

“TokoTalk tidak bersaing dengan marketplace, justru menciptakan platform e-commerce untuk para penjual memudahkan aktivitas penjualan mereka, misalnya mengelola order dan inventaris,” sebut Nesya.

Bicara pencapaian, TokoTalk telah digunakan oleh 155 ribu penjual untuk mengelola toko online mereka di berbagai platform online. Mencetak total transaksi $2 juta tiap bulannya (per Juli 2019), berdasarkan nilai naik 30% secara MoM.

Qiscus, sebagai platform penyedia in-app chat, merilis fitur Multichannel Chat untuk pengusaha kelola konsumen yang menghubungi lewat platform chat mainstream seperti WhatsApp, Telegram, Line, dan Messsenger ditangani dalam satu dashboard. Serta mengelola tools lain, seperti CRM, payment gateway dan chatbot. Tanpa dirinci, fitur ini telah dirilis sejak awal 2019 dan tumbuh 50%-100% untuk keseluruhan bisnisnya.

Adapun Halosis telah menggaet 10 ribu penjual mikro yang berjualan di platform media sosial dan e-commerce. Data terakhir menyebut, Halosis sudah menangani 199.200 ribu chat pada tahun lalu yang di dalamnya memuat 40.235 transaksi senilai $1 juta.

Preferensi Akun Instagram yang Di-Follow Pengguna Menurut Survei Jakpat / DailySocial
Preferensi Akun Instagram yang Di-Follow Pengguna Menurut Survei Jakpat / DailySocial

DailySocial menemui salah satu penjual online yang sepenuhnya memanfaatkan platform media sosial untuk berjualan. Ialah Jessica Yamada, pemilik katering menu makan sehat DapurFit yang dirintis sejak 2012. Sebagai bentuk keseriusannya di segmen ini, instalasi peralatan di dapurnya bahkan sudah hospital grade.

Menurut pengakuannya, Instagram menjadi saluran pemasaran utama dari bisnis online-nya tersebut. Branding DapurFit tergolong cukup kuat sebagai pionir katering menu sehat, dengan lebih dari 80 ribu follower di Instagram. Seperti bisnis online lainnya, Jessica juga memanfaatkan peranan influencer untuk branding-nya.

Konsumen harus menghubungi via WhatsApp untuk berlangganan menu dengan pilihan paket yang tersedia. Pengantaran akan dilakukan melalui kurir sendiri dan kurir on demand GrabExpress apabila di luar jangkauan layanan DapurFit. Dalam seharinya, DapurFit mengirim 600 boks.

“Hampir 90% pesanan datang dari Instagram yang diteruskan melalui WhatsApp. Situs sendiri sebenarnya ada tapi masih beta banget, belum bisa terima order,” kata Jessica.

Grab menyadari potensi bisnis kurir dari para penjual online dengan merilis GrabExpress. Makanya untuk menyeriusi bisnis ini, secara rutin ada pembaruan fitur untuk memudahkan mereka mengantarkan paket sampai ke konsumen.

Hingga kini, area layanan GrabExpress tersedia di 150 kota. Tanpa data spesifik, selama setahun terakhir, jumlah pengiriman harian di GrabExpress naik lebih dari 20 kali, akurasi pesanan tiba sesuai estimasi juga naik lebih 90%.

Dari segi pengguna, lebih dari 50% pengguna GrabExpress adalah wirausahawan mikro dengan definisi mereka yang berjualan secara online dengan platform manapun, dari media sosial ataupun platform e-commerce.

“Kami melayani semua wirausaha mikro yang berjualan lewat online, seperti WhatsApp, Instagram, dan Facebook. Juga mereka yang berjualan di platform e-commerce, kami sudah bekerja sama dengan Tokopedia, Bukalapak, dan Shopee,” terang Head of Logistics Grab Indonesia Tyas Widyastuti.

Ada sejumlah fitur yang didesain Grab untuk melayani penjual online, di antaranya pengiriman antar kota di Pulau Jawa dengan Ninja Xpress, baru diperkenalkan awal Juli 2019; langganan paket hemat GrabExpress; pengiriman instan dan same day; bukti pengiriman & pelacakan langsung; kirim ke banyak tujuan dan pesan banyak sekaligus.

Bermuara di pemberdayaan pedagang online agar punya daya saing

Keseluruhan pemain di atas saling memiliki kesinambungan satu sama lain demi menangkap besarnya peluang di transaksi platform digital, sebab semuanya bermuara di pedagang lokal itu sendiri, bagaimana mereka bisa diberdayakan dan mau berkembang dengan memanfaatkan platform online.

Dari data yang dikutip Grab, ada 62 juta pelaku UMKM yang mencakup 99,92% dari total unit usaha dalam negeri. Namun, hanya sekitar 23 juta UMKM saja yang memiliki pengetahuan tentang berjualan online, itu pun masih sangat dasar.

Padahal, agar bisa berkompetisi, Grab melihat pelaku UMKM perlu memiliki produk yang bisa menjawab kebutuhan masyarakat, punya pengelolaan yang baik dan berkesinambungan, pengetahuan pemasaran secara digital, bisa menciptakan brand image yang baik, dan punya proses logistik yang mudah digunakan.

Dari keseluruhan tantangan ini, makanya wajar sekali banyak pihak yang menggelar program pelatihan wirausahawan muda, dari perusahaan skala global seperti Facebook dan Instagram, sampai perusahaan lokal dari berbagai lini yang berkaitan langsung.

Ambisi mulia yang ingin dicapai adalah mendorong para penjual tidak hanya tenar di dalam negeri tapi juga di luar negeri.

Proyeksi Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut McKinsey / DailySocial
Proyeksi Transaksi E-Commerce di Indonesia Menurut McKinsey / DailySocial

Masih banyak pedagang yang belum online, namun ada juga mereka yang sudah mencoba untuk perbesar pasar hingga ke luar Indonesia. Berbagai platform e-commerce sudah menyajikan layanannya. Demikian pula dengan Instagram.

Ketika buka tab IG Shop, katalog yang disajikan bercampur dari penjual lokal juga luar negeri. Kamu bisa langsung pilih produk dan menyelesaikan pembayaran dengan kartu kredit atau PayPal.

Kesiapan pemain e-commerce

Bukalapak misalnya, sudah merilis BukaGlobal untuk menjawab tantangan keterbatasan logistik, akses, dan infrastruktur yang selama ini menghambat langkah para pelaku UKM ke panggung global. BukaGlobal hadir di Singapura, Malaysia, Hong Kong, Taiwan, dan Brunei Darussalam yang memiliki ketertarikan terhadap produk Indonesia.

“Kami masih terus memantau perkembangannya agar dapat memperluas jangkauan fitur BukaGlobal ke negara lain,” ujar Intan Wibisono.

Shopee merilis program ekspor Kreasi Nusantara dari Lokal untuk Global, berbentuk laman khusus yang didedikasikan untuk memberikan sorotan bagi produk lokal. Program ini telah mengkurasi sekitar 25 ribu produk lokal setiap minggunya, terjadi peningkatan transaksi hingga 8 kali lipat sejak pertama kali meluncur.

“Dari program ini, UMKM dapat memaksimalkan potensi penjualan produk lokal via luar negeri via Shopee. Selain itu, mereka juga bisa belajar cara mengembangkan strategi ekspor melalui kelas Kampus Shopee,” kata Rezky Yanuar.

Tantangan ketika ekspor bagi UKM itu cukup besar. Mereka harus menguasai regulasi, logistik, dan metode pembayaran. Ketiganya cukup krusial jika terlewat, makanya perlu dipastikan mereka paham betul dengan detil melalui sesi pelatihan.

Blibli punya cara sendiri untuk dorong ekspor. Geoffrey menjelaskan perusahaan menyiapkan UKM lokal lewat kompetisi The Big Start, mencari talenta berbakat untuk mengembangkan bisnisnya. Mulai tahun ini, The Big Start bekerja sama dengan beberapa kementerian akan debut mengirimkan creativepreneur lokal terbaik untuk hadir di festival internasional.

Selama program berlangsung, talenta akan dipersiapkan dan diedukasi bagaimana membuat produk yang sesuai dengan permintaan di pasar global. Serta, bagaimana persyaratannya agar bisa dipasarkan di luar negeri.

“Sehingga ada kata kunci untuk melakukan ekspor adalah pendampingan dan edukasi yang intensif. Peran dari pemerintah juga sangat diperlukan untuk bantu UKM lokal tidak hanya fokus ke ketahanan ekonomi dalam negeri, tapi juga kemudahan dan kebijakan yang jelas untuk ekspor.”

Tidak hanya buka etalase di festival internasional, platform Blibli juga akan dipersiapkan untuk terima pesanan dari luar negeri buat para merchant UKM di Blibli.

“Secara platform sebenarnya sudah bisa [terima pesanan dari luar negeri], tapi belum jadi prioritas. Contohnya pas kita jual tiket Asian Games kan itu yang beli ada dari luar negeri. Sekarang masih kita persiapkan mulai dari awal tahun ini. Nanti saya share kalau sudah siap,” tambah CEO Blibli Kusumo Martanto.

Tokopedia belum menyediakan fasilitas ekspor. Nuraini Razak menegaskan Tokopedia adalah marketplace domestik yang tidak memfasilitasi transaksi antar negara. Perusahaan hanya menerima penjual asal Indonesia dan memfasilitasi transaksi dari Indonesia untuk Indonesia.

Pasalnya, mendorong produk lokal jadi tuan rumah di negeri sendiri adalah pekerjaan rumah bersama yang sangat kompleks. Lewat online, produk lokal bisa punya ruang dan panggung untuk mengembangkan ide kreatif, memasarkan produk ke pasar yang lebih luas, hingga suatu hari nanti bisa menjadi brand nasional mendunia.

“Kami punya banyak program yang mencakup hulu ke hilir, contohnya Markerfest, mendorong para kreator lokal untuk meningkatkan kualitas produksi, packaging, dan branding sehingga bisa bersaing dengan produk impor, MEA terbuka, dan dapat akses permodalan dari bank.”

Bantuan pemerintah dan stakeholder sangat dibutuhkan untuk dukung UKM go global. Anastasia Gretti menerangkan produk fesyen Indonesia, dalam hal ini busana muslim, punya kreatifitas lebih unggul dan inovatif bila dibandingkan negara lain.

Namun itu saja tidak cukup, perlu banyak perbaikan dari hulu ke hilir, seperti pengadaan bahan baku, peningkatan skala produksi, bantuan modal, dan lainnya yang di mana ini menjadi tanggung jawab bersama.

“Jadi menurut Hijup tantangan ekspor itu tidak hanya sebatas regulasi dan biaya kirim, tapi kesiapan daya saing produk lokal dalam hal kualitas dan kuantitas juga perlu diperhatikan,” tandasnya.

Posisi Indonesia Terkait Kemudahan Ekspor Barang Ritel Menurut Laporan McKinsey / DailySocial
Posisi Indonesia Terkait Kemudahan Ekspor Barang Ritel Menurut Laporan McKinsey / DailySocial

Masih polemik di perpajakan

Tanpa mengesampingkan potensi dari masing-masing platform belanja online, perlu diingat bahwa sampai saat ini Pemerintah masih dilema cara memajaki e-commerce. Pemberlakuan pajak lewat PMK No 210 Tahun 2018 akhirnya resmi ditunda.

Pemain e-commerce tetap ingin kesetaraan dalam penetapan pajak dengan platform social commerce. Pasalnya, Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai aturan ini belum adil karena masih ditujukan buat ke satu pihak saja. Padahal menurutnya, porsinya justru ada di media sosial.

“Kalau mau buat aturan pajak idealnya jangan ada diskriminasi. Semua penjual online wajib bayar PPn 10% dan PPh. Kalau aturan makin ketat di platform e-commerce, akan ada pergeseran konsumsi ke media sosial,” kata Bhima.

Perwakilan dari Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) sependapat. Pihaknya tetap teguh pada prinsip kesetaraan dalam aturan dan regulasi (equal playing field). “Berbagai aturan yang diberlakukan e-commerce, kami harapkan juga diberlakukan secara setara di transaksi media sosial,” tutur Ketua Bidang Ekonomi Digital idEA Bima Laga.

Dia pun meyakini bahwa ke depannya konsumen akan mengedepankan rasa aman dan nyaman dalam berbelanja online. Platform e-commerce memiliki keamanan yang terjamin, baik dalam transaksi maupun pengiriman.

“Pemerintah pun pada akhirnya akan lebih mudah melakukan pengawasan pada platform e-commerce dibandingkan perdagangan di media sosial,” tutup Bima.

Strategi Zilingo Efisiensikan Rantai Pasokan Segmen B2B Lewat Zilingo Asia Mall

Platform e-commerce fesyen Zilingo makin menyeriusi segmen B2B “Zilingo Asia Mall” (ZAM) dengan mengembangkan berbagai inovasi, baik dari infrastruktur maupun teknologi, yang bakal segera dirilis tahun ini demi mengefisiensikan rantai pasokan produk fesyen dengan teknologi.

ZAM mencoba mempermudah peritel fesyen yang ingin membuat brand sendiri dengan memanfaatkan produsen dan manufaktur yang bergabung dengan ZAM. Misalnya kalau ada pabrik baju yang mencari material mentah kancing jenis tertentu, mereka dapat mencarinya lewat ZAM melalui koneksi produsen yang dimiliki.

Co-Founder dan CEO Zilingo Ankiti Bose menjelaskan, kebanyakan pemain e-commerce hanya fokus ke salah satu segmen, entah itu B2B atau C2C. Zilingo mengadopsi pendekatan khusus dalam menciptakan value dan mengoptimalkan seluruh pasokan fesyen. Ada tiga poin yang dilakukan Zilingo lewat ZAM.

Pertama, secara in-house melengkapi konsumen bisnis dan individual, termasuk influencer dengan semua yang mereka butuhkan dari hulu sampai hilir. Mulai dari desain, pengembangan produk, pengadaan kain, manufaktur, katalog, pemasaran, inventory management, distribusi, penagihan, layanan pelanggan, modal kerja dan tren forecasting.

Kedua, menghubungkan konsumen tersebut ke banyak merchant di Asia yang sudah menghasilkan 50% pakaian dipakai secara global. Terakhir, menawarkan merchant, terdiri dari produsen pabrikan dan pemasok, dengan perangkat lunak agar bisnisnya lebih efisien.

“Implikasi dari apa yang dilakukan ZAM adalah bahwa industri fesyen akan lebih efisien dan hambatan untuk masuk akan berkurang. Dengan bantuan ZAM, siapa pun dapat menjadi bagian dari industri mode,” terang Ankiti kepada DailySocial.

Untuk menjamin kualitas pelayanan, tim Zilingo melakukan filter yang ketat sebelum tayang di platform ZAM, seperti kunjungan ke kantor, pabrik atau gudang penjual untuk menilai keseluruhan operasi dan standar kepatuhannya. Semua merchant diharuskan untuk memenuhi serangkaian kriteria, termasuk kualitas produk yang baik, punya produk sendiri, dan harga yang kompetitif.

Setelah terdaftar pun ada pelatihan dan konsultasi berkelanjutan yang diselenggarakan Zilingo Merchant Centre. Merchant akan dibantu dengan sejumlah software dan layanan yang bakal mereka butuhkan untuk mengeskalasi bisnisnya.

Berikutnya, ketika ada pemesanan, merchant dapat langsung memprosesnya secara mandiri, baik untuk packaging dan pengirimannya ke manapun destinasinya. Meskipun demikian, Pembayaran harus tetap melalui platform Zilingo. Opsi pembayaran yang bisa dipilih konsumen adalah bank transfer atau gerai Indomaret.

Rencana untuk Indonesia

ZAM pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada Juni 2018. Dua bulan sebelumnya produk ini lebih dahulu dirilis untuk melayani peritel di Amerika Serikat dan Eropa. Menurut Ankiti, Indonesia menjadi negara penting yang dipersiapkan menyokong keseluruhan bisnis Zilingo.

Indonesia memiliki potensi yang besar untuk industri fesyen berdasarkan kualitas dan rangkaian produk yang tersedia. Oleh karenanya, fokus Zilingo adalah memberdayakan bisnis lokal dengan menyediakan teknologi terdepan dan berbagai layanan melalui platform.

Ankiti mencontohkan, merchant dapat mengakses langsung ke produsen yang menawarkan jutaan produk dengan analisis tren terkini, layanan logistik yang dapat dipercaya, akses ke modal kerja, dan alat dan layanan lainnya melalui ekosistem pedagang Zilingo.

“Indonesia ada salah satu pasar penting untuk B2B dan kami berharap untuk mengembangkannya. Kami akan berinvestasi untuk infrastruktur dan teknologi yang dibutuhkan untuk lebih mengintegrasikan dan mendigitalkan rantai pasokan mode dan kecantikan.”

Di saat yang sama, karena merchant yang menggunakan platform ZAM semakin beragam, perusahaan siap menambahkan menambahkan lebih banyak layanan seperti manajemen inventaris, HRMS, dan ERP pada platform sehingga beragam bisnis yang lebih luas dapat memperoleh manfaat.

Secara global, ada lebih dari 27 ribu penjual di platform ZAM. Di Indonesia saja, ZAM telah menggaet sekitar 150 manufaktur dari berbagai skala bisnis di Indonesia. 60% di antaranya adalah produsen kain, 20% garmen, dan 20% produk gaya hidup. Diklaim peritel dapat mencari produk dan bahan terbaik hingga 20% lebih murah dibandingkan penyedia atau produsen mereka saat ini.

Ankiti mengklaim saat ini ZAM telah menyumbang sekitar 75% dari total pendapatan Zilingo, meski tanpa menyertakan nilai transaksinya.

Kolaborasi dengan Industri Fesyen, Zilingo Fokuskan Potensi di Pasar B2B Online

Platform online untuk kebutuhan fesyen dan gaya hidup, Zilingo menyiapkan sejumlah strategi pemasaran, mulai dari beriklan di berbagai platform (televisi hingga online) dan menjaring penjual dari berbagai skala bisnis. Kali ini perusahaan yang bermarkas besar di Singapura ini mengungkapkan keseriusannya untuk memanfaatkan potensi online dan offline di Indonesia.

Dalam perhelatan acara 17th Indonesia International Apparel Fabrics, Nonwoven and Home Textile Exhibition (INATEX), salah satu pameran terbesar di Asia Tenggara yang menampilkan berbagai macam produk dan aksesori dari Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) di Indonesia.

Zilingo akan memaparkan potensi industri fesyen di pasar B2B online yang selaras dengan gagasan mereka terkait Indonesia yang akan menjadi kontributor utama bagi bisnis mereka baik B2B maupun B2C. Tak hanya itu, Zilingo juga akan menghadirkan 20 pedagang terbaiknya di bidang kain, garmen, sepatu dan tas dengan harapan dapat mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapi para pedagang Indonesia saat mencari produk dan bahan baku.

“Sebagai salah satu pasar terbesar kami, Zilingo mengakui potensi yang dimiliki Indonesia di industri fesyen, mulai dari kualitas pakaian dan tekstil hingga para talenta berbakat di belakangnya,” ujar Ade Yuanda Saragih, VP dan Country Head Zilingo.

Selain pameran dan seminar, Zilingo juga berpartisipasi sebagai salah satu pendukung utama Indo Project Runway yang kedua, lomba perancang mode yang merayakan kreativitas perancang busana muda Indonesia.

Zilingo
Zilingo turut mendukung Indo Project Runway yang kedua, lomba perancang mode yang merayakan kreativitas perancang busana muda Indonesia / Zilingo

Para peserta terpilih akan ditantang untuk menunjukkan kemampuan terbaik mereka dalam membuat koleksi siap pakai (ready-to-wear collection) berdasarkan tema yang diberikan. Tiga orang pemenang berhak untuk memenangkan hadiah uang tunai serta kesempatan untuk mendapatkan bahan baku yang mereka butuhkan untuk usaha mereka dari Zilingo Asia Mall.

“Sebagai platform online terkemuka untuk keperluan fesyen dan gaya hidup, kami bangga mendukung Indo Project Runway untuk menemukan desainer terbaik berikutnya dari Indonesia,” tambah Ade.

Sebagai platform yang fokus di rantai pasok fesyen, Zilingo lebih dari sekadar katalog dan platform penghubung seperti e-commerce pada umumnya. Zilingo menghadirkan sebuah toko serba ada bagi para retailer dan produsen untuk semua kebutuhan bisnis mereka—mulai dari proses negosiasi harga yang kompetitif, proses pengadaan, merchandising, kualitas kontrol, layanan pelanggan, dan layanan kredit yang fleksibel.

Zilingo melayani lebih dari 20 ribu merchant dan peritel di seluruh segmen B2B dan B2C di Asia Tenggara. Dalam beberapa kesempatan, pihak Zilingo menyebutkan bahwa lebih dari separuh bisnis Zilingo dikontribusikan dari B2B. Salah satu bisnis Zilingo di B2B adalah Zilingo Asia Mall (ZAM) untuk menyasar pasar yang sementara masih di Amerika Serikat dan Eropa.

Sedangkan untuk pasar Indonesia, tim Zilingo masih percaya bahwa kunci utamanya ialah pelokalan untuk seluruh lini, dengan bentuk konkretnya yakni model integrasi sistem teknologi dari Singapura dan India untuk menciptakan nuansa pasar Indonesia.

Disclosure: Artikel ini adalah konten bersponsor yang didukung oleh Zilingo.

Zilingo Announces Series D Funding of 3 Trillion Rupiah

Today (2/12), Zilingo fashion commerce closes Series D Funding worth of $226 million (around 3,1 trillion rupiah). It was from Seqouia Capital, Temasek, Burda Principal Investments, Sofina, EDBI, and some previous investors. In this round, the Singapore-based startup has obtained $308 million in total.

Zilingo will use the current funding to invest in necessary infrastructure and technology for integration and digitization of beauty and fashion industry. They also plan to expand further in major market, such as Philippines, Indonesia, and Australia this year.

Zilingo introduces its platform in Indonesia in early 2017 post Series A funding the previous year. In terms of fashion, Indonesia is considered potential. In its early stage, Zilingo creates a local team and acquire more than 2,700 sellers with 100 fashion brands – of course, with intensive publication in the mainstream media.

Aside from increasing traction for B2B and B2C, Zilingo always explore possibility in different business model. As said by Zilingo’s CEO, Ankiti Bose earlier this year, the team plans to reach offline segment for broader networks.

In addition, he also said Zilingo plans to build in-house fintech for credit loan and payment system to all merchants.

Not just a fashion marketplace

Ankiti Bose and Dhruv Kapoor / Zilingo
Ankiti Bose and Dhruv Kapoor / Zilingo

The e-commerce platform was founded by Ankiti Bose and Dhruv Kapoor in 2015. It was then, they found out the fact that small sellers have not enough space to supply fabric as cheap as the giant company. Then, Zilingo went to broader business, not only a marketplace, but also develop system to connect sellers with various companies supporting the fashion industry.

“Technology role is to create inclusive growth. In the fashion industry, inefficiency core supply has prevented SMEs to reach full potential compared to the big brands. We create a place with the best product and service in its class for all sellers – regardless of its value. We think this approach can make a big impact to Southeast Asia’s suppliers,” he added.

In B2B segment, to improve supply chain, they present Zilingo AsiaMall and Z-Seller. Zilingo has a commitment to fasten growth through partnership using the developed technology. Also, the company strives for global potential to market the beauty and fashion products.

Global fashion industry value is predicted to reach $3 trillion, $1.4 trillion is from Asia. It’s the potential Zilingo wants to understand better.

“Sequoia’s investment in Zilingo has existed before the company incorporated and the name Zilingo is finalized. Bose and his team changes the original idea of Zilingo as a platform to serve consumers, sellers, retailers, brands, and the fashion designers overall representing the million dollars market,” Sequoia Capital Singapore’s Managing Director, Shailendra Singh said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Zilingo Umumkan Perolehan Pendanaan Seri D Senilai 3 Triliun Rupiah

Hari ini (12/2) layanan fashion commerce Zilingo mengumumkan penutupan putaran pendanaan seri D senilai $226 juta (setara dengan 3,1 triliun Rupiah). Pendanaan ini didapat dari sejumlah investor termasuk Seqouia Capital, Temasek, Burda Principal Investments, Sofina, EDBI dan sejumlah investor sebelumnya. Dengan putaran tersebut, total keseluruhan dana modal yang didapat startup asal Singapura ini berkisar $308 juta.

Zilingo akan menggunakan dana yang ada untuk berinvestasi dalam infrastruktur dan teknologi yang dibutuhkan untuk mengintegrasikan dan mendigitalkan rantai pasokan industri busana dan kecantikan. Mereka juga berencana untuk menguatkan ekspansi di beberapa pasar utama seperti Filipina, Indonesia serta Australia pada tahun ini.

Zilingo meresmikan kehadirannya di Indonesia sejak awal tahun 2017 lalu pasca perolehan pendanaan seri A di tahun sebelumnya. Untuk produk busana, Indonesia dinilai sebagai pangsa pasar potensial. Di awal kehadirannya Zilingo langsung membentuk tim lokal, dan menghimpun lebih dari 2700 penjual dengan 100 merek busana — tentu dibumbui publikasi iklan di media mainstream secara gencar.

Selain meningkatkan traksi untuk segmen B2B dan B2C, Zilingo juga terus mengeksplorasi kemungkinan model bisnis lain. Salah satunya disampaikan awal tahun ini oleh Co-Founder dan CEO Zilingo Ankiti Bose. Pihaknya berencana untuk merambah segmen offline demi menyentuh kalangan konsumen yang lebih luas.

Selain itu turut diungkapkan Ankiti soal rencana Zilingo untuk membangun layanan in-house fintech yang ditujukan buat bantuan pinjaman kredit dan sistem pembayaran kepada para merchant.

Bukan sekadar marketplace busana

Founder Zilingo
Ankiti Bose dan Dhruv Kapoor / Zilingo

Platform e-commerce ini didirikan oleh dua orang founder, yakni Ankiti Bose dan Dhruv Kapoor, pada tahun 2015. Kala itu founder menemukan fakta bahwa penjual kecil tidak memiliki volume yang cukup untuk memasok bahan baku semurah pengusaha besar. Dari situ Zilingo mulai memperluas bisnis, tidak hanya sekadar marketplace, tapi juga mengembangkan sistem yang menghubungkan penjual dengan berbagai perusahaan pendukung industri busana itu sendiri.

“Peran teknologi seharusnya untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif. Dalam industri busana, ketidakefisienan rantai pasokan inti menghalangi para penjual skala kecil dan menengah untuk membuka potensi penuh mereka dibandingkan dengan brand besar. Kami menciptakan sebuah wadah dengan layanan dan produk terbaik di kelasnya untuk semua penjual – terlepas dari besarannya. Kami rasa pendekatan ini dapat mendukung pertumbuhan besar bagi para pemasok di Asia Tenggara,” ujar Ankiti.

Di segmen B2B, untuk meningkatkan kemampuan rantai pasokan, mereka menghadirkan platform Zilingo AsiaMall dan Z-Seller. Zilingo berkomitmen untuk mempercepat pertumbuhan melalui kerja sama dengan para mitra memanfaatkan teknologi yang dikembangkan. Selain itu perusahaan juga masih terus berupaya membuka potensi global untuk memasarkan produk busana dan kecantikan.

Nilai industri busana global ditaksirkan akan mencapai $3 triliun, sementara $1,4 triliunnya berasal dari Asia. Peluang ini yang coba ingin ditangkap baik-baik oleh Zilingo.

“Investasi Sequoia di Zilingo sudah ada bahkan sebelum perusahaan terinkorporasi dan nama perusahaan Zilingo difinalisasi. Ankiti beserta timnya mengubah ide orisinal mereka tentang Zilingo menjadi sebuah platform yang melayani para konsumen, penjual, retailer, brand, dan produsen di bidang busana secara menyeluruh yang mewakili pasar bernilai ratusan miliar dolar,” ujar Managing Director Sequoia Capital Singapura Shailendra Singh.

Application Information Will Show Up Here

Zilingo Buka Peluang Rambah Segmen Offline dan Dirikan Layanan Fintech

Layanan e-commerce khusus fesyen Zilingo mengungkapkan kemungkinan untuk rambah segmen offline pada tahun ini sebagai antisipasi terhadap tantangan di dunia teknologi yang dinamis.

Co-Founder dan CEO Zilingo Ankiti Bose menuturkan segmen offline adalah bagian terpenting yang menyentuh konsumen. Oleh karenanya, pihaknya ingin memanfaatkan hal tersebut dengan pendekatan yang lebih kreatif.

“Menurut saya pada masa depan tidak sepenuhnya online, offline akan jadi cara terbaik dalam hal pengalaman konsumen,” katanya dalam Indonesia PE-VC Summit 2019, kemarin (24/1).

Belum ada kemungkinan negara mana yang akan disasar Zilingo apabila ingin merealisasikan rencana tersebut. Ankiti memprediksi dalam beberapa waktu mendatang, Indonesia akan jadi kontributor utama bisnis Zilingo baik dari B2B dan B2C.

Tak hanya itu, Zilingo berencana untuk membangun layanan in-house fintech yang ditujukan buat bantuan pinjaman kredit dan sistem pembayaran kepada para merchant.

Dikutip dari DealStreet Asia, Ankiti menjelaskan pihaknya telah membangun seluruh tata letak yang memungkinkan adanya dukungan keuangan kepada seluruh merchant di seluruh rantai pasokan. Layanan fintech ini adalah bagian dari rencana jangka panjang Zilingo yang akan dibangun secara in-house.

Zilingo melayani lebih dari 20 ribu merchant dan retailer di seluruh segmen B2B dan B2C di Asia Tenggara. Tanpa menyebut secara detil, Ankiti mengatakan lebih dari separuh bisnis Zilingo dikontribusikan dari B2B.

Salah satu bisnis Zilingo di B2B adalah Zilingo Asia Mall (ZAM) untuk menyasar pasar di Amerika Serikat dan Eropa. Zilingo hadir di Indonesia sejak setahun lalu dan aktif melakukan kegiatan pemasaran di iklan TV. Selain Indonesia, Zilingo memiliki basis bisnis di Thailand dan Singapura.

Konsep O2O ini sebelumnya juga dilakukan oleh pemain e-commerce fesyen di Indonesia. Beberapa diantaranya yang cukup agresif adalah HijUp dan Berrybenka.

HijUp terhitung memiliki delapan gerai offline yang tersebar di Jakarta, Padang, Lombok, Palembang, dan sebagainya. Bahkan HijUp sudah hadir di Malaysia dan menyusul di London. Sementara Berrybenka kini memiliki 25 gerai offline, beberapa di antaranya diletakkan di pusat perbelanjaan.

Application Information Will Show Up Here

Zilingo is Officially Launched, Aim to Dominate Indonesia’s Fashion Commerce Market

Zilingo is officially launched in Indonesia. This is a second expansion of the Thailand’s fashion marketplace after Singapore. Operational has been started since February 2017 with seven people and has been expanded into 50.

In competition among similar business players, Zilingo has prepared some marketing strategies of advertisement in various platform (TV and online) and acquired merchants from all business scales. It is a necessity to increase brand awareness for millennial, Zilingo’s target consumers.

All those strategies are supported by a fresh funding worth US$54 million (around Rp744 billion). The series C funding is led by Sofina, Burda Principal Investment, and Sequoia Capital India. Amadeus Capital is joining as a new investor.

Existing investors like Tim Draper, SIG, Venturra, Beenext, Manik Arora, and Wavemaker are also participating.

“We thank all investors for showing great confidence to our team and vision for fashion trade in the region,” Ankiti Bose, Zilingo’s CEO and Co-Founder, said (4/6).

He said that Indonesia is showing a rapid business growth from the other two countries. Overall, more than 10 thousand unit merchants has joined, 15% are Indonesia-based.

“Since the last six months, Zilingo Indonesia in general has grown by 7 times.”

Zilingo Indonesia plans

Zilingo will acquire more merchants from various business scales to increase consumer’s option. The company will bring product supplies overseas to facilitate Indonesia’s consumers in looking for imported fashion product with original quality. Up until now, Zilingo’s supplies are spread across China, Bangladesh, Vietnam, and Cambodia ready for shipping to all operational states.

Local merchants will be directed by Zilingo to market its products globally. Thus, there will be many Indonesian products going global.

“Therefore, local designers can go international, besides we provide overseas products for Indonesia’s market.”

Zilingo business model

Zilingo’s business model is a marketplace bridging fashion merchants with users. The company will not provide warehouse and shipping but create an ecosystem that allows all merchants to make good offerings and the company will handle online marketing.

Zilingo has more than 25 payment and API logistics integration that allows merchants for shipping from one location to many countries. At the same time, it allows them to manage online shops in their chosen language and currency, sell in many different countries and accept international payment in local currency.

Zilingo helps merchants in funding, insurance, and next-day delivery. It also provides warehouse service, packaging, video production, photoshoot, business consultation, and skill-based training.

Companies opens wide opportunities for merchants to join, they didn’t charge listing fee. However, there is a commission agreed to be given to Zilingo for successful transactions.

“We have quality control team to ensure the products sold by merchant is original. If a merchant selling branded goods, our team will come and check the original certificate for proof. Therefore, merchants in our platform are previously curated,” Sarah Humaira, Zilingo Indonesia’s Marketing Director, said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here