Suksesi Bukalapak, Willix Halim Resmi Ditunjuk Jadi CEO

PT Bukalapak.com Tbk (IDX: BUKA) resmi menetapkan Willix Halim sebagai CEO Bukalapak, menggantikan Rachmat Kaimuddin yang mengundurkan diri pada akhir Desember 2021. Selain Willix, perusahaan juga mengumumkan penunjukan Victor Putra Lesmana dan Howard Nugraha Gani untuk masuk ke dalam jajaran direksi.

Dalam keterangan resminya, alasan penunjukan ini adalah baik Victor maupun Howard diyakini telah membawa pencapaian luar biasa bagi Bukalapak untuk memimpin digitalisasi UMKM di Indonesia. Adapun, Teddy Nuryanto Oetomo dan Natalia Firmansyah juga disebut akan tetap menjabat sebagai Direktur Bukalapak.

Hasil penunjukan Willix, Victor, dan Howard telah disetujui jajaran direksi, komisaris, dan pemegang saham Bukalapak dalam Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB).

“Kami optimistis Willix Halim dapat meneruskan kepemimpinan Rachmat Kaimuddin dengan mengembangkan Bukalapak sebagai perusahaan publik yang kokoh secara finansial, berkembang secara berkelanjutan, dan membawa dampak signifikan bagi Indonesia,” tutur Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen Bukalapak Bambang Brodjonegoro.

Sebelumnya, Willix sempat ditunjuk sebagai CEO sementara karena Rachmat Kaimuddin mengundurkan diri untuk melanjutkan kariernya mengabdi ke pemerintahan. Willix bergabung dengan Bukalapak sebagai Chief Operating Officer pada 2016. Ia berperan penting dalam perjalanan perusahaan menjadi unicorn dan berkontribusi terhadap pengembangan Mitra Bukalapak hingga menjadi pemimpin pasar O2O.

“Tahun ini, kami berharap dapat semakin memperkuat posisi Bukalapak sebagai perusahaan teknologi yang menyediakan berbagai vertikal kepada pengguna kami. Dengan dukungan dari berbagai pihak, saya yakin transformasi ini akan terus berjalan dengan baik dan mencapai tujuan utama kami, yaitu menciptakan ‘A Fair Economy For All‘,” ungkap Willix.

Agenda transformasi Bukalapak

Dengan kepemimpinan baru ini, publik bakal mengantisipasi sejumlah langkah strategis yang akan diambil oleh jajaran direksi baru Bukalapak mengingat ada sejumlah agenda besar menanti. Terutama pada navigasi di lini bisnis Mitra Bukalapak yang menjadi penyokong kinerja keuangan Bukalapak tahun lalu.

Kami merangkum sejumlah aksi korporasi dan agenda besar yang mungkin dapat terealisasi di tahun ini. Menjelang akhir 2021, Bukalapak mengubah alokasi dana IPO sebesar Rp21,9 triliun. Rinciannya, 33% dari dana IPO akan digunakan untuk modal kerja, 34% untuk modal kerja anak usaha yang terdiri dari; Buka Mitra (15%), Buka Usaha (15%), serta Buka Investasi, Buka Pengadaan, Bukalapak, dan Five Jack masing-masing 1%.

Bukalapak memberikan alokasi baru sebesar 33% untuk pengembangan usaha perusahaan dan anak usaha, baik lewat skema pembelian saham dan/atau aset, dan/atau penyertaan saham pada satu atau lebih perusahaan termasuk joint venture, atau pelunasan fasilitas pinjaman yang digunakan untuk keperluan pertumbuhan dan/atau pengembangan usaha baik sekarang maupun yang akan datang.

Mengawali awal tahun ini, Bukalapak menjadi salah satu penyerap right issue Allo Bank milik CT Corp dengan mengambil alih 11,49% saham. Layanan Allo Bank ditargetkan komersial tahun ini. “Bagi Bukalapak, melalui bisnis Mitra dan konektivitasnya dengan vertikal vertikal baru di pasar UMKM, kerja sama ini dapat mengembangkan penawarannya serta aksesibilitas kredit bagi para pelaku usaha di area rural,” kata Willix beberapa waktu lalu.

Hingga tahun lalu, Bukalapak tercatat telah melayani lebih dari 100 juta pengguna, memiliki sebanyak 6,7 juta pelapak dan 10,4 juta Mitra Bukalapak.

Tak lama berselang, pemilik CT Corp Chairul Tanjung bahkan mengumumkan akan membentuk perusahaan online grocery patungan (joint venture) melalui PT Trans Retail Indonesia bersama Bukalapak. Komposisi kepemilikan Trans Retail akan sebesar 55% dan Bukalapak sebesar 45%,

Application Information Will Show Up Here

Induk Kredivo Jadi Pengendali Saham Bank Bisnis Internasional

PT FinAccel Teknologi Indonesia memantapkan langkahnya untuk masuk ke bank digital di tahun ini. Usai menambah kepemilikan sahamnya, induk usaha Kredivo dan Kredifazz ini resmi menjadi pengendali Bank Bisnis Internasional Tbk (IDX: BBSI).

Berdasarkan keterbukaan di Bursa Efek Indonesia pada 14 Februari 2022, FinAccel menambah kepemilikan saham di Bank Bisnis sebesar 1,15 miliar lembar saham atau setara dengan 35% saham.

Sebelumnya, FinAccel mencaplok 24% saham Bank Bisnis pada Mei 2021. Kemudian, perusahaan kembali meningkatkan porsi kepemilikannya menjadi 40% pada Oktober 2021. Dengan demikian, FinAccel kini menguasai 75% saham Bank Bisnis.

Struktur kepemilikan saham setelah pengambilalihan saham menjadi sebagai berikut; FinAccel Teknologi Indonesia memiliki 75% dengan kepemilikan 2,48 miliar lembar saham, Sundjono Suriadi memiliki 4,91% dengan 162,4 juta lembar saham, PT Sun Antarnusa 4,17% (138 juta lembar), dan publik 15,92% (526,3 juta lembar).

“Pengajuan pengmbilalihan saham ini sudah disampaikan ke OJK pada 10 Februari 2022 dan telah disetujui oleh OJK,” demikian disampaikan dalam keterangan resmi Bank Bisnis.

Babak lanjutan kompetisi bank digital

Sebelumnya, strategi pengendali saham bank telah dilakukan oleh PT Akulaku Silvrr Indonesia terhadap PT Bank Neo Commerce Tbk (IDX: BBYB). Secara bertahap, Akulaku resmi menguasai kepemilikan saham BNC pada Juli 2021.

Akuisisi FinAccel akan memungkinkan Bank Bisnis untuk dapat memanfaatkan teknologi, data, dan customer base yang telah dimiliki oleh FinAccel untuk mengincar pasar yang selama ini belum terlayani oleh merchant-merchant online di Indonesia.

Saat ini, FinAccel menaungi produk paylater Kredivo dan lending Kredifazz. Kredivo tercatat punya 5 juta pengguna tahun lalu dengan ketersediaan layanan di lebih dari 1.000 merchant di Indonesia.

Kredivo telah terintegrasi di hampir seluruh e-commerce terkemuka di Indonesia, seperti Bukalapak, Lazada, Tokopedia, Blibli, Bhinneka, hingga Sociolla. Pencapaian di atas mengukuhkan posisi Kredivo sebagai penguasa pangsa pasar kartu kredit yang selama ini penetrasinya masih rendah di Indonesia.

Dalam rangkuman DailySocial.id, pertarungan bank digital telah dimulai sejak tahun lalu, setidaknya dimulai dari komersialisasi layanan dari Bank Neo Commerce (Neo+), Bank Jago (Jago App), Bank Seabank Indonesia (SeaBank), dan BCA Digital (blu). Untuk tahap awal, bank digital masuk lewat produk saving dan fitur pengaturan keuangan dengan target pasar rata-rata di segmen ritel, milenial, dan mass market.

Jelang akhir 2021, persaingan bank digital semakin kencang dengan semakin banyaknya aksi akuisisi bank mini untuk memenuhi kewajiban modal minimum bank dan transformasi anak usaha. Beberapa di antaranya adalah Bank BRI lewat anak usaha BRI Agro (sekarang Bank Raya), BNI mencaplok Bank Mayora, dan aksi right issue Allo Bank.

Dengan dinamika yang terjadi di sepanjang 2021, bisa jadi bank digital akan memulai babak baru dengan masuk ke produk pinjaman (lending). Tahun lalu, bank digital melakukan penetrasi pasar dengan produk saving sebagai upaya eksplorasi tahap awal untuk membangun basis pelanggan.

Salah satunya adalah Bank Jago yang berencana mendorong kemitraan layanan dan ekosistem produk, termasuk produk lending di tahun ini. Terakhir, Bank Jago tercatat telah bekerja sama dengan 19 mitra dari berbagai vertikal, mulai dari e-commerce, lending, dan investment.

Platform Manajemen Sampah “Jangjo” Memperoleh Pendanaan Tahap Awal dari Darmawan Capital

Platform manajemen sampah Jangjo mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal (seed) dari Darmawan Capital dengan nominal yang dirahasiakan. Melalui investasi ini, Jangjo ingin memodernidasi proses pengelolaan sampah dengan mendorong kolaborasi stakeholder melalui teknologi sehingga memberikan keuntungan secara ekonomi maupun dampak ke lingkungan.

Sebagai informasi, Jangjo dipimpin oleh Joe Hansen (Co-founder dan Commisioner), Nyoman Kwanhok (Co-founder dan CEO), Eki Setijadi (COO), dan  Hendra Yubianto (CMO).

Sementara, Darmawan Capital merupakan perusahaan investasi yang berfokus untuk menciptakan sustainable growth di ekosistem digital Indonesia. Beberapa portofolionya antara lain Indodax, Lyfe, DokterSehat, Udana, Kredibel, Nobi, Farmaku, dan Tokenomy.

“Investasi di Jangjo membuktikan bahwa pengelolaan sampah mulai menarik bagi investor, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi,” tambah Co-founder & Commisioner Jangjo Joe Hansen dalam keterangan resminya

Lebih lanjut, Co-founder & CEO Jangjo Nyoman Kwanhok mengungkap permasalahan utama pada pengelolaan sampah di Indonesia adalah tidak terintegrasinya stakeholder di ekosistem ini. Maka itu, Jangjo ingin menciptakan solusi pengelolaan sampah yang berkelanjutan dengan konsep sirkular ekonomi demi menghubungkan para stakeholder.

Stakeholder yang dimaksud melingkup penghasil sampah (masyarakat), pengangkut sampah (operator), tempat singgah sampah sementara (hub), dan pengelolaan sampah (industri). “Kami menargetkan dapat meningkatkan proses daur ulang hingga 20 kali lipat, dan menciptakan ekosistem sirkular ekonomi lewat platform Jangjo,” tutur Nyoman.

Untuk mengatasi masalah di atas, ujarnya, Jangjo mengembangkan solusi utama, yakni edukasi pemilahan dan pengangkutan sampah terpilah untuk wilayah Jakarta. Warga yang teredukasi memilah sampah dapat menggunakan jasa penjemputan sampah untuk didaur ulang oleh industri

Edukasi pemilahan sampah dilakukan secara door-to-door untuk kawasan residensial. Kemudian, Jangjo Rangers akan melakukan pencatatan data sampah pilah lewat aplikasi.

Saat ini, Jangjo menyalurkan 55 macam produk untuk didaur ulang, termasuk sterofoam, kaca beling, dan minyak jelantah. Dari setiap proses pengambilan sampah terpilah ini, warga akan mendapatkan berbagai reward, seperti saldo e-wallet atau minyak goreng.

Tantangan pengelolaan sampah

Dalam pemberitaan sebelumnya dengan DailySocial.id, perwakilan Waste4Change Bijaksana Junerosano menyoroti tantangan dalam pengelolaan sampah di Indonesia. Salah satunya adalah ongkos pengelolaan sampah terlalu murah dibandingkan tanggung jawab yang harus diemban. Apabila ada kenaikan biaya, hal ini akan menuai protes dari warga.

Pria yang karib disapa Sano ini mengungkap, jika ingin mendorong ekosistem pengelolaan sampah, aspek pembiayaan harus lebih baik sehingga tidak melulu bergantung pada anggaran pemerintah yang terbatas.

Badan Pusat Statistik DKI Jakarta mencatat sebanyak 337,33% sampah di Ibu Kota berasal dari rumah tangga di 2020. Sumber sampah terbanyak lainnya berasal dari pasar (16,35%), kawasan (16%), perniagaan (7,29%), fasilitas publik (5,25%), dan perkantoran (3,22%). Survei Waste4Change menambahkan bahwa pandemi Covid-19 di 2020 memicu peningkatan jumlah sampah di kategori rumah tangga.

Di tengah-tengah tantangan tersebut, para pelaku startup mulai mengambil inisiatif dan tertarik untuk meningkatkan dampak lingkungan melalui teknologi. Selain Jangjo yang fokusnya mendaur ulang dari sampah pilah, ada juga WLabku yang mendaur ulang limbah tebu sebagai pakan ternah (bagasse). Wlabku juga didukung oleh Gayo Capital.

Kemudian, Duitin mengembangkan layanan digital yang memfasilitasi daur ulang dan memungkinkan masyarakat dapat meminta pengambilan sampah di rumahnya dan mendapatkan reward. Duitin merupakan startup lulusan program akselerator Google pertama di Indonesia.

Bagaimana Startup Agritech Eratani Merangkul Ekosistem Pertanian Secara Menyeluruh

Wasroni, petani asal Indramayu, mengaku terbantu dengan permodalan dalam bentuk sarana produksi yang diberikan oleh Eratani. “Kalau terlambat [memberikan] pupuk, hasil panennya jadi kurang bagus,” ujarnya.

Petani lainnya, asal Yogyakarta, Edi Purwanto, juga dapat menekan biaya pengeluaran berkat alat dan mesin bertani yang disediakan Eratani. “Kami harap ini dapat mengangkat harga gabah,” tutur Edi.

Barusan adalah dua dari sekian petani yang telah tergabung dalam ekosistem Eratani, pemain baru di industri agritech Indonesia. Berdiri pada 2021, Eratani lahir dari kekhawatiran para founder, yang diawaki Andrew Soeherman, Kevin Juan, dan Angles Gani, terhadap masa depan sektor pertanian Indonesia.

McKinsey sebelumnya mengungkap sebanyak 50%-70% hasil panen di Indonesia tidak pernah sampai ke pasar. Dalam risetnya, McKinsey memperkirakan produktivitas petani di Indonesia harus naik 60% jika ingin memenuhi kebutuhan pangan sebanyak 280 juta jiwa. Itu pun bisa terealisasi apabila petani mampu meningkatkan hasil panen, mengurangi kerugian pasca-panen, hingga dapat mendistribusikannya ke kota besar.

Untuk bisa berkontribusi terhadap pemecahan masalah petani, Eratani masuk dengan menerapkan strategi pendekatan berbeda jika dibandingkan dengan platform agritech yang sudah ada.

Elemen kuncinya adalah membangun ekosistem dari hulu (upstream) sampai ke hilir (downstream) sehingga dapat mendorong jumlah petani yang bergabung, membantu menyalurkan pembiayaan, serta bagaimana meningkatkan produktivitas lahan dan bagaimana mereka bisa mendorong kesejahteraan petani.

Pain point

“Sebagaimana yang kami terapkan di Eratani, saya percaya bisnis sama dengan air, mengalir dari atas ke bawah.” ujar Co-founder dan CEO Eratani Andrew Soeherman saat berbincang virtual dengan DailySocial.

Berbagai pengalaman yang diperoleh Andrew ketika berkarier di Gojek dan OYO membawanya ke momen pembelajaran untuk mendirikan Eratani. Ketika pandemi Covid-19 terjadi, ia menyaksikan banyak pergeseran model bisnis demi beradaptasi di era new normal.

Ia ingin Eratani dapat melayani ekosistem pertanian di hulu sampai ke hilir, model yang dinilai belum mampu dicengkeram oleh pemain existing di Tanah Air.

Ada beberapa isu lapangan yang ditangkap Andrew. Yang pertama adalah 98% proses pertanian dari hulu ke hilir belum terdigitalisasi. Kemudian, sebanyak 93% petani masih melakukan kegiatan usaha sendiri dan tidak terorganisir. Selain itu, petani juga tidak punya modal untuk mengolah lahan sampai panen. Kebanyakan sarana produksinya dibeli dengan hasil panen.

Yang cukup mengkhawatirkan, ia melihat kebanyakan petani di Indonesia telah berusia di atas 40 tahun. Ini akan menjadi situasi sulit untuk meregenerasi petani-petani baru karena anak-anak masa kini kurang tertarik untuk bertani.

Sumber: DSInnovate & Crowde

Mengacu laporan DSInnovate dan Crowde di tahun 2021, hal-hal di atas memang telah menjadi tantangan usang yang kerap menghambat sektor pertanian Indonesia. Dari permodalan, akses untuk menyalurkan produk ke pasar, dan hak mendapatkan harga jual yang adil. Situasi ini diperburuk ketika pandemi terjadi. Menurut laporan, pandemi berdampak terhadap produktivitas tenaga kerja, seluruh aspek produktivitas, dan aktivitas perdagangan di sektor pertanian.

Sebagian besar petani diklasifikasikan dalam kategori masyarakat miskin. Jangankan modal bertani dan biaya operasional. Mereka harus memikirkan biaya untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari sebelum hasil panen terjual. Sulit bagi petani mencari pekerjaan di luar musim panen sehingga sulit memenuhi biaya hidup dari musim ke musim tanpa pinjaman.

Pendekatan berbeda

Eratani menggunakan pendekatan secara kolektif. Diawali dari permodalan, Andrew paham petani punya kebutuhan berbeda-beda. Setiap petani yang ingin bergabung ke Eratani harus mengikuti kebijakan yang ada. Di antaranya Eratani tidak mengakuisisi petani secara satu per satu, tetapi masuk melalui kelompok tani. Pada proses ini, Eratani akan membahas anggaran dan mengumpulkan data calon petani yang dilakukan oleh tim Farmers.

Selanjutnya data tersebut diserahkan ke tim Operations untuk divalidasi berdasarkan sejumlah indikator, misalnya lama menjadi petani, validasi kepemilikan lahan, dan isu-isu di lapangan, termasuk hasil panen.

“Ketika sudah tervalidasi, tidak semua petani di-approve. Dari sini, kami akan serahkan data ke mitra P2P untuk proses validasi selanjutnya. Dengan kata lain, proses akuisisi petani dilakukan secara manual karena petani tidak bisa langsung begitu saja [paham memakai] teknologi atau aplikasi,” ungkapnya.

Eratani juga mengoperasikan tim Engagement yang berfungsi untuk memantau dan memastikan terjadinya retensi di kalangan petani. Tim ini akan melakukan tatap muka dengan petani untuk memantau situasi panen atau isu lahan.

Hulu ke hilir

Misi Eratani adalah mempermudah proses bertani dari hulu (mencakup pendanaan dan pengelolaan rantai pasokan) hingga ke hilir (mencakup distribusi dan penyaluran hasil panen). Misi ini tercermin dari produk/layanan dikembangkan Eratani, yakni Era Farmers, Era Market, dan Era Rice.

“Kami coba validasi produk pada dua-tiga bulan pertama. Kami ada proof of concept sampai akhirnya kami mendapat investasi dari angel investor pada Juli 2021,” tutur Andrew.

Menurutnya, ekosistem hulu menjadi elemen kunci yang sulit dibangun karena karakteristiknya yang berat di operasional. Ditambah lagi, petani di Indonesia kebanyakan jauh dari perkotaan. Di lapangan, ada 180 ribu unit pabrik penggilingan (Rice Mailing Unit/RMU) tersedia, tetapi 60%-70% di antaranya setop beroperasi karena tidak ada hasil panennya. Sama seperti model Gojek, menurutnya percuma punya jutaan merchant jika tidak ada driver.

Lebih lanjut, pada model Era Rice, pihaknya mengadopsi model franchise di mana pihaknya memfasilitasi penggilingan gabah menjadi beras dan menjualnya kembali dalam bentuk private label ke supermarket. Penggilingan ini tergantung ketersediaan di lokasi, jika tidak ada, gabah akan tetap dijual.

Saat ini Eratani baru fokus pada komoditas padi yang merupakan komoditas terbesar di Indonesia. Nilai pasarnya mencapai $31 miliar secara tahunan. Menurut data Kementerian Pertanian, produksi padi sebagai komoditas utama sektor pertanian meningkat mencapai 55,27 ton gabah kering giling (GKG) atau naik 1,13% di 2021 dibandingkan tahun sebelumnya.

Saat ini ada sekitar 34 juta petani di Indonesia dengan total lahan sebesar 10,5 juta hektar. Asumsinya 50%-60% merupakan petani padi, ketika biaya mengelola lahan per hektar mencapai sebesar Rp14 juta.

“Petani rata-rata butuh Rp30-35 juta per satu hektar ketika musim panen. Setelah kami kalkulasi, kami butuh source of fund yang memadai untuk mencapai [metrik] North Star kami. Model pembiayaan bukan dalam uang tunai, tetapi dikonversi dalam bentuk sarana produksi petani yang dikelola Eratani. Contohnya, sewa traktor dan beli pupuk. Modal yang dikonversi ini tidak langsung turun sekaligus, biasanya 30% untuk pengolahan pertama,” jelasnya.

Saat ini, Eratani didukung lima platform P2P dalam menyalurkan modal kepada petani. Pihaknya tengah menjajaki peluang kemitraan pembiayaan dari sektor perbankan.

Lalu bagaimana mereka menghadapi potensi gagal bayar atau panen? Eratani menyiapkan sejumlah langkah mitigasi bagi petani, yakni asuransi dan pembeli hasil panen (off taker) yang akan ditunjuk dan disepakati dalam kontrak. Di sini, tim Engagements bergerak untuk mengetahui isu yang terjadi di lapangan dan bagaimana mengatasinya.

Sejauh ini, Eratani memiliki lebih dari 1.000 petani dan 1.000 hektar luas wilayah binaan, menyalurkan dana lebih dari Rp10 miliar, mendorong produktivitas pertanian di atas 20%, dan pendapatan petani naik 15%. Tahun ini, Eratani membidik sebanyak 25.000 petani masuk ke ekosistemnya.

“Kami ingin kehidupan petani lebih baik, ketahanan pangan lebih baik, dan petani generasi baru dapat lahir,” tambahnya.

Teknologi

Yang menarik, proses ini masih dilakukan secara manual. Andrew punya hipotesis kuat mengapa mereka tidak melibatkan teknologi di proses awal. Menurut data BPS di 2018, baru 4,5 juta orang yang terhubung dengan internet dari total 27 juta pelaku usaha di agrikultur.

“Jangan karena tech company, semua harus serba teknologi. Apakah petani siap untuk bertransformasi bersama Anda? You need time to make sure they understand. It’s not the right time for them to start everything digitilized,” katanya.

Pertanyaannya, sampai kapan proses ini dijalankan secara manual?

Menurut Andrew, shifting ke digital ini akan dilakukan secara bertahap. Pada musim tanam pertama, proses akuisisi petani akan dilakukan secara manual, asumsinya satu kali musim tanam sekitar empat bulan. Pada musim tanam kedua, Eratani mulai shifting sekitar 30%-40% prosesnya ke digital. Pada musim tanam ketiga, seluruh proses sudah terdigitalisasi, bahkan penjualan ke off taker bisa dilakukan via aplikasi.

Saat ini, Eratani tengah fokus membina petani dan membangun teknologi untuk mengakomodasi kebutuhan operasional yang banyak.

“Belum ada startup yang masuk ke plantation management. Ini bakal menjadi lanskap yang kompetitif, makanya kami tidak ingin terburu-buru, meski kami tahu startup kulturnya serba cepat,” tutup Andrew.

Blibli dan Tiket.com Resmi Integrasikan Akun, Upaya Memperkuat Ekosistem dan Loyalitas

Platform Blibli dan Tiket.com resmi mengumumkan integrasi akun pengguna di kedua platformnya. Langkah ini diklaim sebagai sinergi pertama antara platform e-commerce dan Online Travel Agent (OTA) di Indonesia.  Tiket.com sendiri telah diakuisisi Blibli sejak Juni 2017 lalu.

Disampaikan pada konferensi pers virtual, Co-founder & Chief Marketing officer Ticket.com Gaery Undarsa mengatakan bahwa ini menjadi langkah awal untuk memperkuat ekosistem digital di platform masing-masing secara seamless dan integrated.

“Kami melihat kebutuhan masyarakat semakin banyak, mereka ingin serba praktis dan cepat. Kami ingin menjadi the most customer-centric OTA. Dengan sinergi ini, pengguna bisa mendapatkan pengalaman dan manfaat maksimal,” ungkap Gaery.

Chief Marketing Officer Blibli Edward Kilian Suwignyo menambahkan, sinergi ini menggabungkan kelebihan yang dimiliki platform masing-masing ke dalam satu akun tunggal pengguna. Dengan begitu, pengguna dapat menikmati manfaat secara efisien. “Integrasi akun pengguna merupakan langkah awal dari sinergi berkesinambungan yang akan dilakukan kedua platform ke depan,” tuturnya.

Untuk dapat menikmati pengalaman bertransaksi terintegrasipengguna harus menghubungkan atau mencocokkan akun Blibli dan Tiket.com terlebih dulu. Setelah tervalidasi, pengguna dapat bertransaksi apapun di satu akun yang sama  untuk memenuhi kebutuhan harian, perjalanan, rekreasi, fashion, hingga elektronik.

Beberapa reward yang dapat dinikmati di antaranya, voucher gratis ongkir, dedicated customer care line, hingga early access berbagai program promosi. Sinergi ini juga mempermudah pengguna untuk berkontribusi ke satu loyalty level untuk menaikkan level secara otomatis, mengikuti level tertinggi pada keanggotaan Blibli Loyalty dan Elite Rewards di Tiket.com.

Kolaborasi lintas vertikal

Dalam konteks kolaborasi strategis, sinergi antar-platform/startup bukanlah sesuatu yang baru di industri digital Indonesia. Bahkan beberapa tahun terakhir ini, sinergi justru lebih banyak terjadi antara startup dan bank digital. Misalnya, Akulaku-Bank Neo Commerce dan Gojek-Bank Jago.

Namun, sinergi antara OTA dan e-commerce yang dilakukan Blibli dan Tiket.com tampaknya menjadi yang pertama di Indonesia. Langkah ini masuk akal mengingat platform OTA mulai mulai memperkuat lini produk lifestyle sejak pandemi Covid-19 menjatuhkan pasar pariwisata yang selama ini berkontribusi signifikan ke bisnis OTA.

Adapun, sinergi yang dilakukan oleh Tiket.com dan Blibli tampaknya menjadi langkah strategis untuk menaikkan valuasi terkait kabar rencana IPO keduanya. Tiket.com, seperti dilaporkan Bloomberg tahun lalu, mempertimbangkan IPO dan bergabung dengan salah satu super app. Blibli juga dikabarkan akan go public.

Sebagai informasi, keduanya merupakan sama-sama anak usaha di bidang digital milik perusahaan konglomerasi Grup Djarum.

Menurut catatan DailySocial.id, tahun lalu Blibli bermitra secara ekslusif dengan bank digital “blu” yang notabene anak usaha BCA yang juga dimiliki oleh Grup Djarum. Seperti halnya sinergi di atas, kolaborasi Blibli dan blu diklaim sebagai platform e-commerce pertama yang terintegrasi dengan bank digital.

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

MCAS Invests in the Audio-Visual Company “V2”, Developing Metaverse Digital Infrastructure

PT M Cash Integrasi Tbk (IDX: MCAS) digital company through its subsidiary PT Meta Pravia Digital (MPD) disbursed a 50% investment into PT V2 Indonesia (V2). M Cash Integrasi wants to synergize its digital infrastructure ecosystem through this investment to be ready for the metaverse.

M Cash Integrasi’s Managing Director, Jahja Suryandy mentioned the various synergies to be developed with V2, including the ones with tens of thousands of modern retail networks which already connected within the group. Furthermore, synergies in the entertainment and digital content sectors through commercial and marketing activities.

“We are also preparing M Cash to enter the metaverse in the near future. We are optimistic with the various V2 audio-visual technology expertise to connect the digital infrastructure ecosystem in this metaverse,” Jahja added.

On the general note, V2 is an audio-visual technology solution company with a bluechip client base and has collaborated with various leading audio-visual brands. The company was in charge of several projects in the government and corporate sectors for audio-visual related in the command centers, modern retail, airports, and MRT stations.

Meanwhile, V2 Indonesia’s Founder and CEO, Rudi Hidayat, said that the investment support and business network under M Cash Group could accelerate the company’s growth in the near future. His team is preparing various new initiatives in the future, such as House of Future, digital tech experience gallery (AR, VR, AI, XR), and technology center.

The synergy between the two is adhered to bring new breakthroughs, especially in the area of AI, visual IT analysis in government, corporate and retail operations, and IOT smart apps to be implemented for home automation.

“Changes and developments in the creative industry encouraged us to continue developing for creative content to support the digital signage industry, such as the first 3D digital signage in Indonesia. We are currently implementing it in Sarinah Jakarta,” he said.

Metaverse in Indonesia

Metaverse and NFT are two topics that has been on the spotlight for the past three months. Especially after Ghozali Everyday’s NFT photo went viral on the internet. Among technology activists, the government, and the public are increasingly showing their enthusiasm for this new digital era.

M Cash Integrasi has started to anticipate the NFT trend by investing resources. Through its subsidiary, PT Digital Mediatama Maxima Tbk (IDX: DMMX) formed a joint venture with Bumilangit Entertainment to launch NFT Bumilangit with some characters, including Gundala and Sri Asih for the first time. This is the initial strategy to strengthen the innovation of the Bumilangit digital ecosystem.

Previously, Shinta VR’s Co-founder & Managing Director, Andes Rizky revealed that the Indonesian people currently enjoyed the semi-metaverse content, such as online games, even though they yet to directly enter the real metaverse world.

He said that it is only a matter of time until the metaverse becomes mainstream, and this trend can be started with NFT. As technology and its derivative ecosystem evolve, devices to support the metaverse, such as VR, are becoming more affordable than its first penetration on the market. Likewise, the supporting infrastructure, such as 4G and 5G networks, is one of the foundations to finally realize the metaverse world in the future.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Pendiri Indonesia Flight Marcella Einsteins Bikin Startup “Social Investtech” Cuanz

Cukup lama tidak terdengar kabarnya, pendiri Indonesia Flight Marcella Einsteins kini mendirikan startup baru bernama “Cuanz”. Startup ini tampaknya menjadi langkah perdana Marcella di sektor fintech mengingat sebelumnya ia lama berkecimpung di industri Online Travel Agent (OTA).

Sebagai pengingat, Marcella merupakan salah satu founding team (pekerja di awal pendirian) di Tiket.com pada 2012 silam. Di sana, ia sempat menduduki posisi sebagai Business Manager dan  VP Product. Di 2015, Marcella mendirikan Indonesia Flight, platform OTA baru yang memfasilitasi pemesanan pesawat untuk beragam maskapai. Indonesia Flight disebut memiliki segmen berbeda dengan Tiket.com.

Kemudian di 2017, Indonesia Flight diakuisisi oleh Blibli — sebelumnya Blibli terlebih dulu mengakuisisi Tiket.com. Pasca-akuisisi tersebut, tidak diketahui lagi bagaimana kelanjutan operasional Indonesia Flight sampai sekarang.

Hingga pada September 2021  Marcella mendirikan Cuanz dengan posisinya sebagai Co-founder. Cuanz merupakan aplikasi informasi seputar investasi yang menggabungkan konten dan kanal dari berbagai komunitas penggiat saham. Pengguna dapat mengakses informasi sesuai kebutuhan (personalized).

Social investtech

DailySocial.id mencoba menghubungi Marcella Einsteins untuk mendapatkan informasi lebih lanjut mengenai startup terbarunya. Namun, Marcella belum dapat memberikan komentar lebih dalam.

Diketahui dari laman LinkedIn-nya, Cuanz fokus pada investasi, mulai dari saham, kripto, forex, dan NFT. Cuanz tercatat telah bermitra dengan lebih dari 50 channel investasi. Platform ini disebut telah men-scale bisnisnya hingga ratusan juta Rupiah dalam satu bulan pertama beroperasi. Cuanz juga meluncurkan aplikasinya di perangkat Android dan iOS dalam kurun tiga bulan usai peluncurannya.

Mengintip aplikasinya sekilas, Cuanz hadir dengan menawarkan konsep berjejaring bagi investor untuk mengakses informasi seputar investasi, seperti saham atau kripto lewat grup dan channel. Pengguna dapat berlangganan secara gratis. Selain itu, Cuanz juga menyediakan berbagai mentor bagi yang ingin belajar berinvestasi.

“Alih-alih disebut sebagai news agreggator, kami sebut Cuanz sebagai social investtech. Kami berkiblat pada public.com dan shares.io,” ujar Marcella dalam pesan singkatnya kepada DailySocial.id.

Dalam konteks ini, istilah social investtech merujuk konsep platform jejaring sosial bagi investor, di mana mereka dapat berdiskusi tentang investasi, tren terbaru, termasuk kesempatan berjejaring dengan komunitas atau investor lainnya. Ambil contoh public.com, platform ini menghasilkan pendapatan lewat sejumlah cara, dua di antaranya adalah model berlangganan (subscription), optional tipping bagi pengguna yang melakukan transaksi.

Di Indonesia, rata-rata platform di bidang teknologi investasi mengadopsi model marketplace yang memungkinkan investor ritel untuk membeli instrumen investasi secara lebih mudah, misalnya saham dan reksa dana. Beberapa platform ini di antaranya adalah Ajaib, Pluang, dan Bibit. Platform ini juga dilengkapi dengan fitur group/channel sebagai wadah diskusi dan jejaring bagi sesama pengguna.

Layanan edukasi investasi

Di tengah meningkatnya minat investor ritel, beberapa startup mengembangkan platform berbasis edukasi untuk membantu masyarakat memahami mekanisme dan berbagai instrumen investasi. Beberapa bahkan memberikan analisis harian untuk membantu menentukan keputusan investasi.

Beberapa startup tersebut adalah Emtrade; belum lama ini mereka mendapatkan dukungan dari Pandu Sjahrir sebagai investor sekaligus advisor. Lainnya ada juga Ternak Uang yang awal pekan lalu mengumumkan perolehan pendanaan awal yang dipimpin Partick Walujo.

Application Information Will Show Up Here

MCAS Kucurkan Investasi ke Perusahaan Audio-Visual “V2”, Persiapkan Infrastruktur Digital Metaverse

Perusahaan digital PT M Cash Integrasi Tbk (IDX: MCAS) melalui anak usahanya PT Meta Pravia Digital (MPD) mengucurkan investasi 50% ke PT V2 Indonesia (V2). Lewat investasi ini, M Cash Integrasi ingin menyinergikan ekosistem infrastruktur digitalnya demi mempersiapkan diri menuju metaverse.

Managing Director M Cash Integrasi Jahja Suryandy mengungkap berbagai sinergi yang akan dilakukan dengan V2 antara lain sinergi dengan puluhan ribu jaringan modern retail yang telah terkoneksi dalam grupnya. Kemudian, sinergi di sektor hiburan dan konten digital melalui kegiatan komersial dan pemasaran.

“Kami juga mempersiapkan M Cash untuk masuk ke metaverse dalam waktu dekat. Kami optimistis dengan berbagai keahlian teknologi audio-visual V2 untuk menghubungkan ekosistem infrastruktur digital di metaverse ini,” ungkap Jahja.

Sebagai informasi, V2 merupakan perusahaan solusi teknologi audio-visual yang memiliki basis klien bluechip dan telah berkolaborasi dengan berbagai merek audio-visual terkemuka. V2 telah menjalankan sejumlah proyek di sektor pemerintahan dan korporasi untuk kebutuhan audio-visual pada command center, modern retail, bandara, hingga stasiun MRT.

Sementara itu, Founder dan CEO V2 Indonesia Rudi Hidayat menambahkan, dukungan investasi dan jaringan bisnis yang dimiliki M Cash Group dapat mempercepat pertumbuhan perusahaan dalam waktu dekat. Pihaknya tengah menyiapkan berbagai inisiatif baru di masa depan, seperti House of Future, digital tech experience gallery (AR, VR, AI, XR), dan technology center.

Sinergi keduanya juga diyakini akan membawa terobosan baru, khususnya di ranah AI, analisa IT visual di pemerintahan, perusahaan dan retail operation, hingga IOT smart apps yang akan diterapkan untuk mendukung home automation.

“Perubahan dan perkembangan industri kreatif mendorong kami untuk terus mengembangkan konten kreatif yang akan menunjang industri digital signage, seperti 3D digital signage pertama di Indonesia. Saat ini sedang kami implementasikan di Sarinah Jakarta,” tuturnya.

Metaverse di Indonesia

Metaverse dan NFT merupakan dua topik yang tak pernah absen dalam pembicaraan khalayak selama tiga bulan terakhir ini. Apalagi usai viralnya foto NFT milik Ghozali Everyday di internet. Di kalangan pegiat teknologi, pemerintah, hingga masyarakat awam semakin menunjukkan antusiasmenya menyambut era baru digital ini.

M Cash Integrasi bahkan mulai mengantisipasi perkembangan tren NFT dengan terjun ke dalamnya. Melalui anak usaha PT Digital Mediatama Maxima Tbk (IDX: DMMX) membentuk joint venture bersama Bumilangit Entertainment untuk meluncurkan NFT Bumilangit dengan karakter Gundala dan Sri Asih secara perdana. Ini menjadi strategi awal untuk memperkuat inovasi ekosistem digital Bumilangit.

Sebelumnya, Co-founder & Managing Director Shinta VR Andes Rizky mengungkap bahwa saat ini masyarakat Indonesia sebetulnya telah menikmati konten yang sifatnya semi-metaverse, misalnya game online, meski tidak langsung masuk ke dunia metaverse yang sebenarnya

Ia menilai saat ini tinggal menunggu waktu hingga metaverse menjadi sesuatu yang mainstream, dan tren ini dapat diawali dengan NFT. Seiring berkembangnya teknologi dan ekosistem turunannya, perangkat untuk mendukung metaverse, seperti VR, mulai terjangkau jika dibandingkan awal-awal kemunculannya di pasar. Demikian juga infrastruktur pendukungnya, seperti jaringan 4G dan 5G sebagai salah satu fondasi untuk merealisasikan dunia metaverse di masa depan.

Mengenal Startup “Manufactur Hub” Imajin dan Upayanya Mendorong Maker Indonesia

Industri startup di Indonesia kini tak lagi melulu soal vertikal e-commerceride hailing, dan fintech. Pelaku startup semakin eksploratif untuk menggarap inovasi di vertikal-vertikal lain yang selama ini luput dari perhatian masyarakat. Padahal, ada masalah yang sebetulnya dapat diatasi dengan teknologi.

Salah satunya adalah manufaktur, sebuah industri yang lekat dengan karakteristik biaya produksi dan penggunaan mesin berskala besar. Di Indonesia, tampaknya belum banyak startup yang berkecimpung di industri manufaktur. Namun, startup Imajin memiliki visi menjadi manufactur hub lewat inovasinya sehingga dapat mendorong maker dalam negeri. Terutama menyambut agenda besar pemerintah menuju Making Indonesia 4.0.

Sebagai informasi, Imajin merupakan startup penyedia platform yang mempertemukan demand dan supply di industri manufaktur. Imajin sempat ditunjuk oleh Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sebagai manufacturing hub Indonesia di 2020. Imajin juga merupakan salah satu peserta terpilih pada program akselerator Startup Studio Indonesia oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di 2021.

DailySocial.id berkesempatan berbincang virtual dengan Co-founder & CEO Imajin Chendy Jaya untuk mengenal layanannya lebih dalam bagi industri manufaktur.

Ide awal

Chendy bercerita tentang ketertarikannya terhadap dunia mekanikal. Ia bekerja pada perusahaan solusi manufaktur asal Singapura, tetapi bertempat di Malaysia. Menurutnya, ada banyak hal yang ia pelajari dari negara tetangga karena industri manufaktur di sana jauh lebih maju dibandingkan Indonesia, terlebih pada aspek efisiensi dan produktivitas.

Pengalaman tersebut mendorong Chendy untuk mengembangkan sebuah inovasi di industri manufaktur. Di sini, ia bertemu dengan dua co-founder Imajin lainnya.

Saat itu, Imajin baru berdiri sebagai perusahaan swasta yang menawarkan jasa konsultan engineering di bidang analisis, efisiensi, dan produktivitas di 2015. Selain itu, Imajin juga mengembangkan solusi terkait, seperti desain dan analisis. Fokusnya adalah perusahaan menengah ke atas di Indonesia yang dinilai memiliki awareness terhadap efisiensi dan produktivitas.

Pada periode 2018-2019, Chendy cs mulai mengembangkan platform yang dapat mempertemukan para pelaku usaha terkait di industri manufaktur. Dengan pivot ke model bisnis baru, ia dan timnya mulai mengadopsi growth culture sebagai startup.

“Rupanya klien kami butuh vendor manufaktur lokal yang dapat mengerjakan sebuah produk. Mereka sudah punya standar, tapi sulit untuk merealisasikan produknya. Dari sini, kami pikir harus menciptakan sesuatu karena kami sering mendapat permintaan semacam ini” ujarnya dalam sesi virtual.

Manufactur hub

Secara keseluruhan, Imajin punya tiga model bisnis, yakni (1) platform untuk mempertemukan pelaku usaha di industri manufaktur, (2) pembiayaan proyek (project financing), dan (3) marketplace untuk menyuplai raw material. Ketiga layanan tersebut diluncurkan secara bertahap.

Pada model pertama, Imajin baru fokus menghubungkan produsen fabricated metal, otomotif, peralatan rumah tangga, dan packaging. Imajin juga telah bermitra dengan 250 vendor terverikasi yang berasal dari pabrikan kecil menengah. Sebagai contoh proses kerjanya, apabila ada permintaan pesanan botol parfum, pengguna tinggal upload desain ke situs web Imajin. Lalu akan muncul mitra yang sesuai dengan kriteria dan kebutuhan yang dicari.

“Kami sadar bahwa pain point-nya tidak hanya menghubungkan klien dengan pabrik manufaktur, tetapi juga dengan pemilik usaha kecil-kecilan, seperti bengkel las atau bengkel bubut. Mereka tidak mungkin dapat pekerjaan dari online, apalagi dari platform. Kami ingin bantu mereka dapat pekerjaan juga,” tuturnya.

Di samping itu, ia melihat kebutuhan produksi manufaktur di Indonesia terkadang memakan waktu lama. Maka itu, Imajin memiliki dashboard secara real-time untuk memantau progress pekerjaan. “Biasanya yang terjadi, approval lama sehingga proyek tidak juga berjalan. Di sana tidak begitu, mesin tidak boleh menganggur,” tambahnya.

Marketplace untuk raw material / Sumber: Imajin

Usai meluncurkan platform, Imajin menambah layanan baru di tahun lalu untuk mengakomodasi kebutuhan pembiayaan dari mitra rekanannya. Layanan ini adalah project financing yang membantu mitra manufaktur untuk memproses pesanan produk.

Imajin bermitra dengan empat lembaga keuangan untuk memberikan pembiayaan lewat skema project financing. Dalam kurun waktu tiga bulan, Imajin telah menyalurkan project financing sebesar Rp500 juta. Chendy mengungkap bahwa Imajin menerima permintaan project financing hingga Rp10 miliar dari para mitra.

Kemudian, untuk memperkuat posisi Imajin sebagai manufactur hub, Chendy meluncurkan layanan marketplace untuk menyuplai raw material berdasarkan kebutuhan dari para penggunanya. Imajin menghubungkan produsen raw material yang pengirimannya dilakukan oleh pihak ketiga.

Strategi

Untuk menggerakkan bisnisnya, Imajin masih mengandalkan sumber permodalan dari bootstrapping dan pendanaan beberapa angel investor. Chendy menyebut Imajin tidak menggunakan model bakar uang untuk mendapatkan traction, melainkan menggunakan strategi word of mouth.

Sejauh ini, ungkapnya, penerimaan pasar terhadap layanan Imajin terbilang bagus. Bahkan ia mengungkap bahwa Imajin mengantongi pertumbuhan bisnis sebesar 250% dibanding tahun sebelumnya, dan pertumbuhan ini dicapai secara organik.

“Tidak seperti model B2C yang bakar uang dengan promosi dan changing behavior, kami di B2B menerapkan aspek kualitas, cost, dan delivery. Selama ketiga aspek tersebut dapat terpenuhi, kami rasa tidak perlu bakar uang. Saat ini, kami tinggal melakukan edukasi untuk dorong awareness layanan dan improve produk,” ujarnya.

Ia berencana untuk mengalokasikan budget marketing dan promotion apabila mengantongi pendanaan seri A. Rencana ini sejalan dengan target penambahan pengguna dan cakupan daerah. Dielaborasi lebih lanjut, Chendy masih enggan berkomentar terkait rencana penggalangan dana ini.

Selain itu, Chendy menyebut akan meningkatkan skala bisnis dengan bekerja sama pada perusahaan manufaktur berskala besar sebagai salah satu mitranya. Apabila terealisasi, perusahaan ini dapat terhubung ke seluruh ekosistem Imajin. Strategi ini untuk memperkuat basis mitra Imajin yang terverifikasi dan terpercaya.

Noice Announces Strategic Investment from RANS Entertainment

The audio content platform, Noice, announced strategic investment with undisclosed value from RANS Entertainment of Raffi Ahmad and Nagita Slavina. RANS will present original podcast content exclusively on the Noice platform as an early stage of its strategic partnership, .

On the general note, RANS Entertainment is an entertainment content company that houses various business lines, from RANS Music, RANS Sportainment, RANS FC, RANS Basket, RANS e-sports, and RANS Beauty. Currently, RANS Entertainment has more than 100 million followers and subscribers on various social media networks.

RANS has started to enter the startup ecosystem by forming RANS Ventures. Its first two portfolios are Upbanx and VCGamers.

Previously, Noice has secured a pre-series A funding round led by Alpha JWC Ventures and Go-Ventures with participation of Kinesys Group and Kenangan Kapital in 2021.

Meanwhile, Alpha JWC Ventures, Kenangan Kapital, and Kinesys Group have participated in Noice’s seed funding.

In the official statement, Noice’s CEO, Rado Ardian said that RANS’ position as a media powerhouse in Indonesia can enrich the content and open up opportunities for collaboration with talents under RANS Entertainment and RANS Music.

“This funding will be used to develop quality content for Indonesian people. With RANS as a strategic partner, the way to develop an audio content ecosystem in Indonesia through cross-platform content, both visual to audio and vice versa, will be more effective,” Rado said.

Through this partnership, Noice users can access RANS Entertainment’s new content exclusively. In addition, RANS Entertainment will use the Noice Live feature to interact directly with their fans. Noice Live is a social networking feature in audio format that allows real-time interaction between creators, listeners, musicians, fans, and experts.

RANS Entertainment’s Front-man, Raffi Ahmad added, “The business run by Noice is in line with RANS Entertainment’s vision and mission, to develop a digital content ecosystem and creative industry in the country. It makes us very interested to invest in Noice.”

Currently, Noice records around 20,000 podcast episodes with a total user time listening to content of more than one billion minutes. Noice has more than 1.5 million users and more than 300 content creators.

Hyperlocal strategy

Noice is committed to creating an ecosystem of quality audio content in Indonesia, by presenting the most complete multi-vertical audio, such as podcasts, audiobooks, radio, and live audio.

In DailySocial’s previous interview with Rado Ardian, he always emphasized the hyperlocal strategy as the value proposition of this services to become a home for audio content in Indonesia.

This strategy puts forward local aspects of Indonesian and regional languages ​​with relevant topics in each region. He said, the podcast and non-music audio industry keeps growing, but the platform for providing quality non-music audio content is still very limited.

With a diversified line of business and a large fan base, Noice’s collaboration with RANS Entertainment can be the right strategy to dominate local podcast content. And this might not be Noice’s last exclusive collaboration with a similar company.

Moreover, over the last few years, Indonesian public figures and celebrities have started to form its own entertainment channels by utilizing social media networks, such as YouTube and Instagram. Their number of followers and subscribers is quite large. This trend is also in line with the increasing use of smartphones and the reduced intensity of Indonesian people watching television.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here