Free Fire Punya Peta Baru: Alpine, Nintendo Ungkap Daftar Game Indie Terpopuler di Switch

Pada akhir 2021, menjelang tahun baru 2022, ada beberapa kabar menarik dari industri game. Salah satunya, Garena meluncurkan peta baru untuk Free Fire. Peta yang dinamai Alpine itu diluncurkan tepat pada 1 Januari 2022. Selain itu, Krafton juga mengungkap bahwa mereka akan merilis peta baru untuk PUBG: New State pada pertengahan 2022. Sementara Nintendo baru saja merilis daftar game-game indie paling populer sepanjang 2021. Dan President Square Enix menyambut tahun baru dengan mengungkap minatnya akan berbagai teknologi baru di dunia game, khususnya NFT.

1 Januari 2022, Garena Luncurkan Peta Baru untuk Free Fire

Free Fire kini punya peta baru, yang dinamai Alpine. Pada awalnya, Alpine merupakan desa nelayan. Desa itu lalu diubah menjadi pos militer pada Winter War. Alpine resmi dirilis pada 1 Januari 2022, menurut laporan Dot Esports.

Tampilan peta baru Free Fire, Alpine.

Bersamaan dengan peluncuran peta baru, Garena juga mengadakan berbagai events di Free Fire. Dalam salah satu event, pemain akan bisa mendapatkan Magic Cube Fragments jika mereka bermain di peta baru. Kepingan tersebut dapat ditukar dengan “item eksklusif” di Magic Cube exchange store. Di toko itu pula, pemain juga akan menemukan beberapa bundles yang bisa didapatkan dalam waktu terbatas, seperti Winter Icerunner Costume Bundle.

Nintendo Ungkap Game-Game Indie Terbaik di Switch

Sejak Nintendo Switch diluncurkan pada 2017, ada banyak game indie yang dirilis untuk konsol tersebut. Pada 2021, berbagai game indie yang unik dan kreatif juga diluncurkan untuk Switch. Untuk menunjukkan apreasiasi mereka pada developer indie, Nintendo merilis daftar game-game indie dengan penjualan terbaik sepanjang 2021. Daftar itu ditampilkan dalam video Indie World terbaru mereka.

Berikut daftar game-game indie dengan penjualan terbaik sepanjang 2021 di Nintendo Switch:

Axiom Verge 2
Curse of the Dead Gods
Cyber Shadow
Doki Doki Literature Club
Eastward
Ender Lilies: Quietus of the Knights
Islanders: Console Edition
Littlewood
Road 96
Slime Rancher: Plortable Edition
Spelunky 2
Stick Fight: The Game
Subnautica + Subnautica: Below Zero
Tetris Effect: Connected
Unpacking

PUBG: New State Bakal Punya Peta Baru di Pertengahan 2022

Minggu lalu, Krafton memamerkan tampilan peta baru untuk PUBG: New State. Melalui Twitter, developer asal Korea Selatan itu mengatakan, mereka sedang mengembangkan battleground baru yang akan diluncurkan pada pertengahan 2022. Sayangnya, saat ini, belum ada banyak informasi yang ada tentang peta baru tersebut. Selain peta baru untuk New State, Krafton mengatakan bahwa mereka juga akan meluncurkan dua peta baru — Kiki dan Tiger — di PUBG: Battlegrounds dalam waktu dekat, lapor Dot Esports.

Saat ini, PUBG: New State hanya punya dua peta. Pertama adalah Troi, yang merupakan peta eksklusif untuk game tersebut. Kedua adalah peta yang didasarkan pada Erangel. Kedua peta tersebut memiliki ukuran 8×8 kilometer. Sejauh ini, Krafton juga belum mengungkap ukuran dari peta baru untuk New State. Tampaknya, peta baru itu akan berupa medan berat yang dipenuhi dengan pepohonan.

Presiden Square Enix Tunjukkan Minat akan NFT dan Blockchain

Dalam sebuah surat terbuka, President Square Enix, Yosuke Matsuda membahas tentang berbagai teknologi baru di industri game, mulai dari metaverse, cloud gaming, sampai AI. Dan blockchain token menjadi salah satu fokus pembahasan dalam surat tersebut. Matsuda memang tidak mengatakan bahwa Square Enix akan memasukkan NFT ke game-game mereka, tapi dia mengaku, perusahaan akan terus memantau perkembangan teknologi NFT. Tak hanya itu, dia juga mengatakan, tak tertutup kemungkinan, Square Enix akan membuat token mereka sendiri, seperti disebutkan oleh PC Gamer.

President Square Enix, Yosuke Matsuda. | Sumber: Square Enix

Menariknya, dalam surat terbuka yang dia buat, Matsuda mengaku sadar bahwa ada banyak gamers yang tidak suka jika NFT menjadi bagian tak terpisahkan dari game. Pada saat yang sama, dia juga percaya, keberadaan NFT akan memberikan alasan baru bagi orang-orang untuk bermain game. Walau dia menunjukkan ketertarikan pada NFT dan blockchain, Matsuda tidak memberikan penjelasan lebih lanjut tentang bagaimana kedua teknologi itu akan bisa membuat industri game terus tumbuh.

Riot Games Bayar US$100 Juta untuk Selesaikan Kasus Diskriminasi Gender

Minggu lalu, Riot Games mengumumkan bahwa mereka akan membayar US$100 juta demi menyelesaikan kasus diskriminasi gender yang terjadi dalam perusahaan. Kasus ini diawali oleh laporan dari Kotaku pada November 2018. Ketika itu, Riot dituduh telah tidak mengacuhkan akan budaya kantor yang tidak sehat. Dari US$100 juta yang Riot bayarkan, US$80 juta merupakan kompensasi untuk semua karyawan dan mantan karyawan yang bekerja dengan mereka sejak November 2014 sampai saat ini. Sementara US$20 juta sisanya digunakan untuk membayar biaya pengadilan.

Sebelum ini, Riot sempat menawarkan untuk memberikan kompensasi sebesar US$10 juta pada para pekerjanya. Namun, California Department of Fair Employment and Housing mengatakan, para pekerja Riot seharusnya bisa menerima kompensasi hingga lebih dari US$400 juta, lapor GamesIndustry. Setelah menyelesaikan kasus diskriminasi ini dengan membayar kompensasi, Riot mengatakan, ke depan, mereka akan berusaha untuk membuat budaya kantor yang lebih transparan dan akuntabel.

8 Mobile Game dengan Pemasukan Lebih dari US$1 Miliar di 2021

Pandemi COVID-19 membuat industri game tumbuh pesat pada 2020. Momentum tersebut berlanjut di 2021. Menurut data dari Sensor Tower, total belanja mobile gamers pada 2021 mencapai US$89,6 miliar, naik 12,6% jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Seiring dengan meningkatnya total belanja para mobile gamers, jumlah mobile game yang pemasukannya menembus US$1 miliar pun bertambah. Di 2018 dan 2019, hanya ada 3 mobile game yang pemasukannya mencapai US$1 miliar. Angka itu naik menjadi 5 mobile game pada 2020. Dan pada 2021, ada 8 mobile game yang pemasukannya melebihi US$1 miliar.

Total Belanja Gamers dari 8 Mobile Game Tembus US$1 Miliar

Di tahun 2021, PUBG Mobile berhasil menjadi mobile game dengan total belanja paling banyak. Sepanjang tahun ini, pemain PUBG Mobile menghabiskan US$2,8 miliar di game tersebut. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, total spending PUBG Mobile pada tahun ini naik 9%.

Pada tahun lalu, PUBG Mobile sempat mengalami masalah dan diblokir di India, salah satu pasar terbesarnya. Namun, tahun ini, masalah tersebut telah terselesaikan. Di India, PUBG Mobile diluncurkan dengan nama Battlegrounds Mobile. Selain di India, PUBG Mobile juga melalui proses pelokalan di Tiongkok. Di sana, PUBG Mobile dikenal dengan nama Game For Peace.

Dengan total spending sebesar US$2,8 miliar, Honor of Kings berhasil menjadi mobile game dengan total spending terbesar ke-2 di 2021. Pada tahun ini, total belanja gamers Honor of Kings — yang juga dikenal dengan nama Arena of Valor — mengalami kenaikan sebesar 14,7%. Baik PUBG Mobile dan Honor of Kings merupakan mobile game di bawah bendera Tencecnt.

Delapan mobile game dengan total belanja lebih dari US$1 miliar. | Sumber: Sensor Tower

Selain PUBG Mobile dan Honor of Kings, mobile game lain yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar pada tahun ini adalah Genshin Impact dari miHoYo. Sejak diluncurkan pada September 2020, Genshin Impact telah meraup US$1,8 miliar, menjadikannya sebagai mobile game dengan total belanja terbesar ke-3. Untuk membuat para gamers tetap tertarik memainkan Genshin Impact, miHoYo terus merilis update secara berkala. Strategi miHoYo ini terbukti efektif. Setelah mereka meluncurkan Version 2.1 pada September 2021, total spending mingguan para pemain Genshin Impact naik hingga 5 kali lipat.

Dalam daftar 8 mobile game dengan total spending terbesar di 2021, Roblox ada di posisi ke-4. Sepanjang 2021, total spending gamers Roblox mencapai US$1,3 miliar, naik 20,3% jika dibandingkan dengan tahun lalu. Peringkat 5 diisi oleh Coin Master dari Moon Active, yang juga mendapatkan total spending sebanyak US$1,3 miliar. Dari tahun lalu, total belanja gamers Coin Master tahun ini naik hingga 13,8%.

Posisi ke-6 dan ke-7 diisi oleh Pokemon Go dari Niantic dan Candy Crush Saga dari King. Kedua game itu sama-sama mendapatkan total spending sebesar US$1,2 miliar. Game ke-8 yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar adalah Free Fire dari Garena. Selain delapan mobile game tersebut, Sensor Tower mengatakan, ada satu mobile game lain yang berpotensi untuk mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 miliar.

Ialah Uma Musume Pretty Derby dari Cygames. Walau mobile game itu baru diluncurkan pada Februari 2021 dan hanya diluncurkan di Jepang, game tersebut telah berhasil mendapatkan US$965 juta per 14 Desember 2021. Jadi, tidak tertutup kemungkinan, total spending dari game itu akan menembus US$1 miliar dalam dua minggu terakhir dari 2021.

900 Aplikasi Dapatkan US$1 Juta untuk Pertama Kalinya di 2021

Sepanjang 2021, konsumen tidak hanya menghabiskan uangnya untuk membeli item dalam mobile game, tapi juga untuk aplikasi lain. Buktinya, total spending pengguna aplikasi mobile di 2021 juga mengalami kenaikan. Berkat hal itu, sepanjang 2021, lebih dari 900 publisher aplikasi mobile berhasil mendapatkan pemasukan sebesar US$1 juta untuk pertama kalinya.

Dari semua publisher itu, sebanyak 581 publishers merilis aplikasi mereka di iOS dan 325 publisher lainnya meluncurkan aplikasi mereka di Android. Sebagai perbandingan, pada 2016, jumlah publisher aplikasi iOS yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta hanyalah 310 perusahaan dan jumlah publisher aplikasi Android yang berhasil mendapatkan pencapaian itu hanyalah 165 perusahaan. Hal itu berarti, dalam 5 tahun lalu, jumlah publisher aplikasi iOS yang pemasukannya bisa menembus US$1 juta meningkat 87%. Angka pertumbuhan itu lebih tinggi di Android, mencapai 97%.

Jumlah aplikasi yang pemasukannya berhasil menembus US$1 juta. | Sumber: Sensor Tower

Sebagian besar aplikasi yang pemasukannya mencapai US$1 juta merupakan mobile game. Menurut Sensor Tower, tahun ini, ada 185 publisher mobile game yang berhasil mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta. Selain mobile game, banyak aplikasi dengan pemasukan lebih dari US$1 juta yang masuk dalam kategori Social Networking dan Entertainment. Jumlah aplikasi Social Networking yang berhasil mendapatkan US$1 juta di tahun ini adalah 62 aplikasi. Sementara di sektor Entertainment, ada 41 aplikasi yang berhasil mendapatkan US$1 juta.

Selain mobile game, Social Networking, dan Entertainment, aplikasi-aplikasi yang berhasil mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta berasal dari kategori Productivity dan Sports. Jumlah aplikasi Productivity dengan total spending lebih dari US$1 juta di 2021 mencapai 34 aplikasi, naik dari 21 aplikasi pada tahun lalu. Sementara di kategori Sports, di tahun ini, ada 18 aplikasi yang berhasil mendapatkan pemasukan sebesar US$1 juta, naik dari 5 aplikasi pada tahun lalu.

Kategori aplikasi-aplikasi yang berhasil mendapatkan US$1 juta. | Sumber: Sensor Tower

Di masa depan, spending yang dilakukan oleh konsumen di mobile game dan aplikasi mobile diperkirakan masih akan mengalami kenaikan. Sayangnya, jumlah aplikasi yang akan bisa mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta justru diduga akan berkurang. Alasannya adalah perubahan kebiasaan konsumen.

Pandemi COVID-19 pada 2020 membuat kebiasaan konsumen dalam memasang aplikasi mobile berubah drastis. Mereka cenderung mau untuk memasang aplikasi baru. Namun, seiring dengan semakin terkendalinya pandemi, maka kebiasaan penggunaan aplikasi konsumen mulai kembali normal seperti sebelum pandemi. Hal ini tercermin dari menurunnya jumlah aplikasi yang diunduh oleh konsumen pada tahun ini jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Selain itu, jumlah aplikasi yang mendapatkan pemasukan lebih dari US$1 juta di tahun 2021 sebenarnya lebih sedikit dari tahun 2020. Di tahun lalu, jumlah aplikasi dengan total spending lebih dari US$1 juta adalah 1.003 aplikasi: 636 aplikasi iOS dan367 aplikasi Android.

Sumber header: Sensor Tower

Tantangan dan Potensi Game Blockchain Menurut Blockchain Game Alliance

Sama seperti teknologi, dari tahun ke tahun, game juga terus berubah. Tahun ini, muncul tren baru dalam industri game, yaitu blockchain game dan game Nonfungible Token (NFT). Menurut laporan dari Blockchain Game Alliance (BGA), total pemasukan dari game-game NFT pada Q3 2021 mencapai US$2,32 miliar. Hal itu berarti, game NFT memberikan kontribusi sebesar 22% pada total volum transaksi NFT di industri.

Didirikan pada 2018, BGA merupakan grup advokasi untuk game NFT. Ketika didirikan, grup itu hanya memiliki delapan anggota. Sekarang, jumlah anggota mereka telah menjadi 300 perusahaan. Sebanyak 198 perusahaan baru mendaftar sebagai anggota BGA pada 2021. Laporan yang BGA dibuat didasarkan pada survei yang mereka adakan pada ratusan perusahaan yang menjadi anggota mereka tersebut.

Dalam laporan tersebut, BGA membahas tentang tantangan yang dihadapi dalam industri blockchain game serta masa depan blockchain game.

Industri Blockchain Game Dipenuhi dengan Pekerja Muda

Sepanjang 2021, blockchain game menjadi salah satu topik yang disorot oleh media. Tak hanya itu, ada banyak perusahaan blockchain game yang mendapatkan kucuran dana. Salah satunya adalah Animoca Brands. Mereka mendapatkan pendanaan sebesar US$88 juta di bulan Mei 2021. Pada Juli 2021, mereka kembali mendapatkan investasi sebesar US$65 juta dan terakhir, mereka mendapatkan modal sebesar US$65 juta pada Oktober 2021. Sekarang, perusahaan itu telah berstatus sebagai unicorn, startup yang valuasinya telah menembus US$1 miliar.

Blockchain gaming adalah industri yang masih sangat muda. Karena itu, mungkin tidak aneh jika industri tersebut juga diisi oleh orang-orang yang masih muda. Sebanyak 48,6% pekerja di industri blockchain game ada di rentang umur 25-34 tahun dan 30,7% lainnya di rentang umur 35-44 tahun. Dari segi lama bekerja, sebanyak 42,5% pekerja mengatakan, mereka baru bekerja di industri blockchain gaming selama kurang dari 1 tahun dan sebanyak 38,2% pekerja lainnya telah bekerja selama 1-3 tahun.

Industri blockchain game adalah industri yang masih sangat muda. | Sumber: VentureBeat

Sementara itu, kebanyakan perusahaan yang bergerak di bidang blockchain gaming bukanlah perusahaan besar. Sekitar 60% perusahaan blockchain gaming mempekerjakan kurang dari 50 karyawan dan 25% lainnya memiliki pegawai kurang dari 10 orang.

Selama periode Januari sampai November 2021, lima blockchain game dengan jumlah Unique Active Wallets harian paling banyak adalah Alien Worlds, Axie Infinity, Splinterlands, CryptoMines, dan Bomb Crypto. Per September 2021, jumlah Unique Active Wallets harian di Splinterlands mencapai 245 ribu dompet, naik 3.267% jika dibandingkan dengan pada akhir Q2 2021.

Masa Depan dari Industri Blockchain Game

Dari survei yang diadakan oleh BGA, sebanyak 86% responden percaya, teknologi blockchain akan diadopsi oleh industri game tradisional dalam waktu dua tahun. Dan memang, sepanjang 2021, ketertarikan masyarakat akan blockchain gaming terus naik. Hal ini bisa terlihat meningkatnya pencarian akan blockchain gaming, menurut data Google Trends. Seperti yang bisa Anda lihat pada grafik di bawah, pencarian dengan kata kunci blockchain gaming, game NFT, dan play-to-earn mengalami kenaikan yang signifikan pada bulan Juli 2021.

Pencarian dengan kata kunci blockchain game menunjukkan kenaikan. | Sumber: VentureBeat

“Satu hal yang sangat menarik pada 2021 adalah betapa cepatnya topik rumit seperti NFT atau mekanisme play-to-earn menarik perhatian komunitas gaming di seluruh dunia,” kata Jon Jordan, Editor-At-Large, BlockchainGamer.biz. “Jelas, salah satu faktor yang mendorong hal itu adalah adanya game-game blockchain-first seperti NBA Top Shot dan Axie Infinity. Di awal 2022, saya ingin melihat bagaimana perusahaan game tradisional akan mulai membuat game-game NFT atau blockchain.”

Blockchain gaming kini menjadi segmen favorit di industri,” kata Dragos Dunica, Co-founder dari DappRadar. Dia mengatakan, meningkatnya jumlah pemain blockchain game, digabung dengan keberadaan decentralized app dan tren gaming saat ini, maka semua itu akan menciptakan metaverse. “Di masa depan, cara kita berkomunikasi, bermain, berdagang, dan bersosialisasi akan berubah sama sekali. Blockchain gaming adalah katalis yang mendorong terciptanya pusat dari dunia virtual yang akan kita tinggali.”

Tantangan di Industri Blockchain Game

Survei dari BGA memang disambut dengan baik. Meskipun begitu, masih ada banyak tantangan yang pelaku industri blockchain game harus hadapi. Buktinya, ketika Ubisoft menggunakan NFT di game Ghost Recon Breakpoint, banyak gamers yang protes.

Berdasarkan survei BGA, beberapa tantangan yang ada di industri blockchain gaming antara lain ketidakpastian regulasi, kebutuhan edukasi, keterbatasan teknologi, pengalaman penggunaan yang buruk, kualitas gameplay, ketiadaan pekerja ahli, ketiadaan standar industri, implementasi yang sulit, dan lain sebagainya. Sebanyak 52% responden mengatakan, regulasi merupakan masalah terbesar yang dihadapi oleh indusri blockchain game.

“Teknologi bergerak dengan cepat dan para regulator kesulitan untuk bisa mengikuti laju perkembangan teknologi,” kata Gianluigi Guida, rekan di Guida & Associates. “Meskipun begitu, regulasi dasar diperlukan untuk membantu developer memahami batasan yang tidak boleh mereka lewati.” Lebih lanjut dia menjelaskan, dengan adanya peraturan yang jelas, pelaku industri blockchain gaming akan bisa membuat produk sesuai dengan peraturan tersebut. Menurutnya, hal ini bisa membantu pelaku industri blockchain gaming untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat.

Edukasi menjadi masalah lain di industri blockchain gaming. Sebanyak 43% responden menganggap, edukasi tentang konsep dasar blockchain game merupakan masalah terbesar kedua di industri. Memang, 59% responden menjelaskan, orang-orang yang tidak memahami blockchain gaming akan berasumsi bahwa game itu merupakan penipuan.

Tantangan yang dihadapi pelaku industri blockchain gaming. | Sumber: VentureBeat

“Sejak saya memasuki dunia blockchain gaming pada enam tahun lalu, sekarang adalah periode yang paling menarik. Karena, dana investasi yang masuk ke blockchain gaming mengalir deras, jumlah pengguna meroket, dan media-media besar dunia membahas tentang blockchain gaming,” kata Sebastien Borget, Presiden dari BGA, seperti dikutip dari VentureBeat. “Karena perhatian banyak orang tertuju ke blockchain gaming, kami juga menerima banyak kritik terkait berbagai isu, seperti ketidaktahuan masyarakat akan blockchain gaming, manfaat blockchain gaming untuk developer dan gamers, dampak NFT ke lingkungan, serta regulasi tentang aset digital yang belum jelas.”

Borget mengatakan, sebagian kritik yang ditujukan ke pelaku blockchain gaming memang bersifat konstruktif dan membuka diskusi tentang masalah yang mungkin muncul di masa depan. Namun, sebagian kritik lainnya justru menakut-nakuti masyarakat. Menurut Borget, hal itulah yang membuat sejumlah kejadian yang disesalkan terjadi, seperti keputusan Valve untuk memblokir blockchain game dari Steam.

Faktor Pendorong Pertumbuhan Industri Blockchain Game

Walau ada banyak tantangan yang harus dihadapi di industri blockchain game, responden survei dari BGA tetap optimistis bahwa industri blockchain game masih akan tumbuh di masa depan. Sebanyak 68% responden memperkirakan, mekanisme play-to-earn akan menjadi faktor kunci dalam mendorong pertumbuhan industri blockchain game.

Play-to-earn adalah mekanisme game baru, memungkinkan pemain untuk mendapatkan cryptocurrency ketika mereka bermain game. Cryptocurrency yang didapat oleh pemain lalu bisa ditukar dengan uang di dunia nyata. Berkat adanya mekanisme play-to-earn, ada banyak studio muda yang berhasil tumbuh. Tak hanya itu, game-game play-to-earn juga memberikan dampak besar di negara-negara berkembang, seperti Filipina atau kawasan Amerika Latin. Di kedua kawasan itu, game play-to-earn seperti Axie Infinity bisa menjadi sumber pemasukan bagi para pemainnya, apalagi karena banyak orang yang kehilangan pekerjaan mereka akibat pandemi COVID-19.

Memang, mekanisme play-to-earn diperkirakan akan menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan industri blockchain gaming. Namun, para responden survei BGA juga mengatakan, gameplay yang menarik tidak kalah penting untuk menumbuhkan industri blockchain gaming. Sebanyak 83% responden mengatakan, elemen paling penting dari blockchain game adalah kualitas gameplay.

“Sekarang, memang sudah ada game-game blockchain sukses yang menyenangkan untuk dimainkan,” kata Lenny Peterson, Acting Managing Director, Antler Interactive. “Tapi, agar blockchain game bisa diadopsi secara massal, maka kualitas dan aksesibilitas dari blockchain game tetap harus ditingkatkan.”

Jika pelaku industri blockchain gaming ingin agar industri itu terus tumbuh, hal lain yang harus mereka lakukan adalah terus memperbaiki kualitas grafik dan gameplay dari blockchain game. Sebanyak 56% responden mempercayai hal tersebut. Sementara itu, 51% responden mengatakan, membuat blockchain game yang didasarkan pada franchise yang sudah terkenal juga punya potensi untuk mendorong pertumbuhan industri blockchain game.

Alasan Di Balik Strategi Investasi Agresif Tencent

Sekarang, Tencent merupakan publisher game terbesar di dunia. Sejauh ini, strategi Tencent untuk mengembangkan bisnis game mereka adalah dengan mengakuisisi atau membeli saham dari berbagai perusahaan game. Sepanjang 2021, Tencent masih menggunakan strategi yang sama untuk membangun bisnis game mereka.

Bulan Desember 2021, Tencent mengakuisisi Turtle Rock, developer dari Left 4 Dead. Pada Juli 2021, Tencent mengeluarkan US$1,27 miliar untuk membeli developer asal Inggris, Sumo. Di era sebelum 2020, strategi Tencent dalam mengakuisisi atau menanamkan investasi di perusahaan-perusahaan game terbilang konservatif. Mereka hanya tertarik dengan perusahaan-perusahaan yang telah meluncurkan game sukses. Contohnya, Riot Games, yang membuat League of Legends.

Namun, pada 2020, Tencent mulai mengubah strategi mereka. Pada 2021, mereka bahkan sangat aktif dalam melakukan akuisisi atau membeli saham dari perusahaan-perusahaan game. Menurut Niko Partners, rata-rata, Tencent melakukan 2,5 transaksi bisnis per hari, mulai dari pembelian saham sampai akusisi. Per 10 Mei 2021, Tencent telah menandatangani 51 transaksi bisnis, jauh lebih banyak dari total transaksi bisnis yang mereka lakukan pada 2020 — yang hanya mencapai 31 transaksi sepanjang tahun.

Walau Tencent menjadi lebih agresif dalam mengakuisisi atau membeli saham perusahaan-perusahaan game, mereka tidak mencoba untuk melakukan rebranding pada perusahaan yang sudah mereka akuisisi atau modali. Sebaliknya, Tencent biasanya membiarkan perusahaan-perusahaan itu beroperasi secara mandiri.

Tencent kini masih menjadi publisher game nomor satu. | Sumber: Niko Partners

Melihat sikap Tencent yang menjadi lebih agresif dalam mengakuisisi atau membeli perusahaan gameNiko Partners mencoba untuk menjelaskan tiga alasan di balik perubahan strategi tersebut.

1. Ancaman dari Alibaba dan ByteDance

Salah satu alasan mengapa Tencent menjadi lebih agresif dalam melakukan investasi dan akuisisi di industri game sepanjang 2021 adalah karena mereka menghadapi persaingan yang semakin ketat dengan dua raksasa teknologi Tiongkok lain: Alibaba dan ByteDance, perusahaan induk TikTok.

Memang, pada awal 2020, ByteDance dikabarkan berencana untuk membuat divisi gaming. Tak hanya itu, sekarang, mereka juga mempekerjakan hampir 3 ribu orang untuk membuat game sendiri. Sejauh ini, mereka telah sukses dengan Ragnarok X: Next Generation di Hong Kong dan Taipei, serta One Piece: The Voyage di Tiongkok. Tak berhenti sampai di situ, pada Maret 2021, ByteDance mengakuisisi Moonton, developer dari Mobile Legends.

ByteDance beli Moonton di tahun 2021. | Sumber: IGN

Sementara itu, pada September 2019, Alibaba meluncurkan Three Kingdoms: Tactics, game yang didasarkan intellectual property (IP) Koei Techmo. Berkat game tersebut, Alibaba sukses menjadi publisher mobile game terbesar ke-4 di Tiongkok pada 2020. Di tahun yang sama, mereka memutuskan untuk memindahkan divisi gaming mereka dari segmen “inisiatif inovasi” — berisi bisnis-bisnis kecil yang bersifat eksperimental — ke segmen “hiburan dan media digital”. Alasannya adalah karena mereka menganggap, bisnis game mereka sudah berkembang cukup besar.

 2. Munculnya Game-Game Populer dari Developer Menengah

Tencent tidak hanya menghadapi persaingan dari perusahaan raksasa seperti Alibaba dan ByteDance, tapi juga dari perusahaan-perusahaan game skala menengah, seperti miHoYo, Lilith Games, dan QingCi Digital. Dari tiga perusahaan itu, Tencent hanya memiliki saham di QingCi Digital. Dan nilai saham yang mereka miliki hanyalah 3,33%, yang mereka beli seharga RMB101 juta (sekitar Rp225, 6 miliar). Padahal, ketiga perusahaan itu telah mengeluarkan game-game sukses.

Developer miHoYo berhasil meraih sukses di kancah global dengan Genshin Impact. Game itu hanya membutuhkan waktu 12 hari untuk mendapatkan US$100 juta, yang merupakan total biaya produksi dari game tersebut. Tak hanya itu, pada Maret 2021, 5 bulan sejak Genshin Impact diluncurkan, game itu telah berhasil menjadi mobile game dengan pemasukan terbesar ke-3 di dunia. Dan menurut Niko Partners, total pemasukan dari Genshin Impact di semua platform telah menembus US$1,5 miliar.

Rise Kingdoms berhasil mengalahkan game Tencent dengan genre yang serupa.

Sementara itu, Lilith Games meluncurkan AFK Arena dan Rise of Kingdoms di Tiongkok pada tahun lalu. AFK Arena adalah turn-based RPG sementara Rise of Kingdoms merupakan real-time multiplayer 4x strategy game. Menariknya, pada tahun lalu, Tencent sebenarnya juga meluncurkan game dengan genre yang sama seperti AFK Arena dan Rise of Kingdoms. Namun, game dari Tencent masih kalah populer dari kedua game buatan Lilith.

3. Keinginan untuk Kuasai Pasar Game International

Saat ini, Tiongkok memang masih menjadi pasar game paling besar. Sekitar 33% dari total pemasukan game PC dan mobile berasal dari Tiongkok. Meskipun begitu, Tencent juga tertarik untuk memasuki pasar game internasional. Sekarang, pasar game internasional hanya berkontribusi sebesar 21% dari total pemasukan Tencent. Mereka berencana untuk meningkatkan angka itu menjadi 50%.

Di pasar game internasional, sebagian besar dari pemasukan Tencent berasal dari IP yang lisensinya mereka beli, seperti PUBG Mobile dan Call of Duty Mobile. Dari segi platform, mobile masih memberikan kontribusi paling besar. Meskipun begitu, Tencent juga sadar, nilai pasar game PC dan konsol di luar Tiongkok bernilai US$70 miliar. Jadi, walau mobile jadi salah satu prioritas mereka, mereka juga tidak mengacuhkan pasar game PC atau konsol. Selain itu, mereka juga merasa, mereka masih bisa menumbuhkan bisnis game PC mereka di Tiongkok.

Di masa depan, Tencent juga berencana untuk mengembangkan game AAA yang bisa dimainkan di berbagai platform. Sementara mereka membuat game tersebut, mereka juga akan terus menanamkan investasi di perusahaan-perusahaan game yang memang sudah punya pengalaman dalam membuat game AAA.

Menilik Strategi Investasi Agresif Tencent

Per 10 Mei 2021, Tencent telah mengakuisisi atau menanamkan investasi di 51 perusahaan game. Dari semua perusahaan game itu, sebanyak 39 perusahaan berasal dari Tiongkok dan 12 sisanya berasal dari luar Tiongkok. Lima dari 12 perusahaan asing yang Tencent akuisisi atau berikan modal berasal dari Korea Selatan. Kesamaan lain dari lima perusahaan itu adalah mereka fokus untuk membuat game PC atau mobile. Tahun ini, Tencent sama sekali tidak melirik perusahaan Amerika Serikat. Kemungkinan, alasannya adalah karena masalah geopolitik. Bahkan saat ini, kepemilikan saham Tencent di Riot Games dan Epic Games menjadi perhatian dari Committee on Foreign Investments in the United States (CFIUS).

Hampir setengah dari 51 perusahaan game yang menarik perhatian Tencent punya pengalaman dalam membuat game konsol atau PC. Menariknya, banyak dari perusahaan tersebut yang bermarkas di Tiongkok. Seperti yang disebutkan oleh Niko Partners, keputusan Tencent untuk menanamkan investasi di perusahaan Tiongkok yang membuat game PC dan konsol adalah sesuatu yang baru. Pasalnya, di 2020, kebanyakan perusahaan game asal Tiongkok yang mendapatkan investasi atau diakuisisi oleh Tencent merupakan perusahaan yang membuat mobile game.

Pada 2021, Tencent justru menginvestasikan dana mereka ke perusahaan yang membuat game PC atau konsol, seperti Game Science yang membuat Black Myth: Wu Kong, Surgical Scalpels yang merupakan kreator dari Project Boundary, atau UltiZero Games yang membuat Lost Soul Aside. Tujuan Tencent menanamkan modal di perusahaan-perusahaan tersebut adalah karena mereka ingin memperkuat posisi mereka di pasar game PC lokal, yang diperkiran akan kembali tumbuh pada 2022.

Tak hanya di dalam negeri, Tencent juga tertarik untuk menanamkan saham atau mengakuisisi perusahaan game yang membuat game atau konsol di luar Tiongkok, seperti Fatshark, Bohemia Interactive, Dontnod Studios, dan Klei. Salah satu tujuan mereka adalah untuk membawa game-game dari perusahaan itu ke Tiongkok. Tujuan lainnya adalah karena mereka ingin bisa mendapatkan keahlian perusahaan-perusahan itu dalam membuat game PC dan konsol.

Tencent Mulai Perhatikan Gamers Perempuan

Pada 2021, Tencent juga berusaha untuk memperkaya portofolio akan perusahaan yang mereka akuisisi atau modali. Sekarang, mereka juga tertarik dengan perusahaan yang membuat game untuk gamers perempuan atau game dengan konten anime. Dalam satu tahun terakhir, mereka telah menanamkan modal di 14 perusahaan yang membuat game dengan gaya anime dan game untuk perempuan.

Sebelum ini, Tencent sebenarnya telah membuat game yang didasarkan pada anime, seperti Naruto dan Dragon Ball. Meskipun begitu, game anime Tencent tidak sesukses Genshin Impact dari miHoYo atau Onmyoji dari NetEase. Alasan mengapa Tencent tertarik dengan game bergaya anime atau game yang menargetkan gamers perempuan adalah karena pada akhir 2020, ada lebih dari 350 juta gamers perempuan dan 300 juta fans ACGN (Animation, Comic, Game, dan Novel) di Tiongkok.

Perubahan lain dalam strategi investasi Tencent adalah sekarang, mereka lebih bersedia untuk menanamkan modal ke perusahaan-perusahaan muda. Dalam dua tahun terakhir, mereka telah memberikan investasi pada enam perusahaan yang baru membuat sedikit produk atau bahkan belum mengeluarkan produk sama sekali. Tampaknya, alasan mengapa Tencent menjadi lebih proaktif dalam menanamkan investasi adalah karena ancaman dari developer game skala menengah seperti miHoYo dan Lilith Games.

Acara Awards dan Penghargaan Tahunan di Industri Game, Pentingkah?

Jika industri film punya Academy Awards alias Oscars, industri game punya The Game Awards. Namun, sementara penyelenggaraan Oscars 2021 sempat ditunda karena lockdown, TGA 2021 tetap diselenggarakan seperti biasa. Salah satu alasannya adalah karena sejak pertama kali diadakan pada 2014, TGA memang lebih fokus pada siaran online daripada siaran di TV.

Faktanya, TGA 2021 justru baru saja memecahkan rekor jumlah penonton terbanyak, menurut laporan ScreenRant. Pada tahun ini, jumlah penonton TGA 2021 mencapai 85 juta orang, lebih banyak 2 juta daripada jumlah penonton pada tahun lalu. Selain itu, TGA 2021 juta memecahkan rekor Watch Time di YouTube, dengan total viewership mencapai 1,75 juta jam di platform video tersebut.

Pertanyaannya: seberapa penting The Game Awards untuk industri game?

Awal Mula The Game Awards

The Game Awards pertama kali diadakan pada 2014. Geoff Keighley, jurnalis game asal Kanada, merupakan kreator di balik awards show tersebut. Kali pertama Keighley melibatkan diri dalam acara penghargaan game adalah pada 1994, yaitu dengan Cybermania ’94: The Ultimate Gamer Awards. Walau acara tersebut dianggap kurang sukses, ia berhasil membuat Keighley tertarik untuk membuat acara game awards-nya sendiri.

Pada 2003, Keighley bekerja untuk Spike, saluran televisi kabel dan satelit asal Amerika Serikat. Ketika itu, dia menjadi produser dari Video Game Awards (VGA). Selain sebagai produser, dia juga sering menjadi host dalam acara tersebut. Tujuan dari VGA adalah untuk memamerkan game-game yang diluncurkan dalam satu tahun.

Spike memberikan dukungan besar untuk penyelenggaraan VGA. Pada 2012, mereka bahkan mengajak Samuel L. Jackson sebagai host dari acara itu. Namun, pada 2013, dukungan Spike untuk VGA surut. Alasannya, karena mereka ingin mengurangi program yang ditujukan untuk penonton laki-laki. Setelah itu, Spike mengubah nama VGA menjadi VGX, untuk menunjukkan bahwa acara itu akan fokus ke konsol terbaru saat itu, yaitu PlayStation 4 dan Xbox One.

Samuel L. Jackson di VGA. | Sumber: USA Today

Acara VGX di 2013 dianggap mengecewakan, karena porsi iklan yang sangat besar. Meskipun begitu, Spike tetap menawarkan Keighley untuk mengadakan VGX di tahun 2014, dengan syarat, acara itu hanya akan ditayangkan secara online, tapi tidak di TV. Keighley akhirnya memutuskan untuk keluar, sementara hak kepemilikan atas VGX tetap dipegang oleh Spike. Di 2014, Spike mengumumkan bahwa mereka memutuskan untuk berhenti mengadakan VGX sama sekali.

Sementara itu, Keighley mencari dukungan dari perusahaan konsol — Microsoft, Nintendo, dan Sony — serta beberapa publisher ternama untuk membuat awards show baru. Dan lahirlah The Game Awards. Di awards show itu, Keighley juga menanamkan modal sebesar US$1 juta.

Sejak awal, Keighley fokus untuk menayangkan TGA di platform streaming. Sekarang, awards show itu disiarkan di lebih dari 45 platform streaming di dunia, termasuk lebih dari 20 platform di Tiongkok, 7 di India, dan 4 di Jepang. Keputusan Keighley untuk fokus pada siaran online berbuah manis. Dari tahun ke tahun, jumlah penonton TGA menunjukkan tren naik. Sebaliknya, jumlah penonton Oscars justru terus turun. Tahun ini, jumlah penonton Oscars hanya mencapai 9,23 juta orang, turun 51% dari 18,7 juta orang pada 2020.

“Saya ingin menjadikan The Game Awards sebagai awards show terbesar di dunia,” kata Keighley pada Protocol. “Oscars punya reputasi cemerlang. Dan walau game punya industri yang lebih bsear dan merupakan media yang lebih powerful dari media hiburan lain, game tetap tidak mendapatkan penerimaan yang sama dari masyarakat. Banyak orang yang memiliki persepsi yang salah akan game dan tetap tidak mau menganggap game sebagai media yang powerful. Jadi, kami punya kesempatan untuk tidak hanya menunjukkan bahwa game punya arti penting bagi para core gamers, tapi juga menampilkan sisi terbaik dari industri game.”

Walau The Game Awards sering disebut sebagai “Oscars untuk game“, TGA punya beberapa perbedaan dengan awards show di industri film itu. Salah satunya, TGA tidak hanya fokus untuk mengumumkan game-game yang berhasil memenangkan berbagai kategori, awards show itu juga menjadi ajang bagi perusahaan game untuk memberikan pengumuman penting akan rencana mereka di tahun berikutnya. Misalnya, Microsoft mengumumkan rencana mereka untuk meluncurkan Xbox Series X pada TGA 2019. Selain itu, keberadaan sejumlah game diungkap dalam TGA, seperti Far Cry New Dawn dari Ubisoft, Marvel: Ultimate Alliance 3 dari Nintendo, dan Mortal Kombat 11 dari Warner Bros. Interactives.

“The Game Awards berhasil menjadi salah satu acara tahunan terbesar dalam industri game karena acara tersebut berhasil membangun hubungan erat dengan komunitas gamers di seluruh dunia,” kata David Haddad, President, Warner Bros. Interactive pada The Hollywood Reporter. “Kami memilih untuk mengumumkan Mortal Kombat 11 di Game Awards karena kami ingin menarik perhatian banyak gamers di dunia.”

Tak hanya peluncuran game baru, TGA juga bisa menjadi ajang promosi untuk sejumlah film. termasuk Shaft, Aquaman, dan Birds of Prey dari Warner Bros. Andrew Hotz, Executive VP Global Digital Marketing dan Chief Data Strategist, Warner Bros. menjelaskan, alasan mereka mempromosikan film mereka di TGA adalah karena setiap kali mereka melakukan hal itu, film yang mereka promosikan akan menjadi bahan pembicaraan di media sosial.

Mekanisme The Game Awards

“Best Game of The Year” adalah penghargaan paling tinggi yang diberikan dalam The Game Awards. Pertanyaannya: bagaimana cara untuk mengukur kualitas game, ketika penilaian gamers akan game yang mereka mainkan sangat subjektif? Gamers yang memang suka dengan game dengan narasi berbobot cenderung suka dengan game-game single-player. Namun, gamers yang menganggap gaming sebagai kegiatan sosial justru akan lebih sering memainkan game-game multiplayer.

Menentukan game terpopuler justru lebih mudah daripada game terbaik. Karena, popularitas bisa diukur menggunakan pemungutan suara. Sayangnya, popularitas bukan jaminan kualitas. Game yang menjadi pembicaraan banyak orang belum tentu sudah sempurna. Mari kita jadikan Cyberpunk 2077 sebagai contoh. Walau game itu dibicarakan banyak orang — sebelum dan sesudah diluncurkan — game itu dipenuhi dengan banyak bugs ketika diluncurkan. Bahkan, game buatan CD Projekt itu sempat ditarik dari PlayStation Store oleh Sony, meski game tersebut kemudian kembali tersedia di toko digital itu.

Jadi, bagaimana cara TGA untuk memilih “Best Game of The Year” atau game pemenang dalam kategori lain? Dalam situs resminya, TGA menjelaskan bahwa pemenang penghargaan ditentukan berdasarkan pemungutan suara dari para juri dan juga masyarakat umum. Gamers bisa memberikan suaranya melalui situs TheGameAwards.com atau melalui media sosial. Bagi gamers Tiongkok, mereka bisa ikut dalam pemungutan suara melalui Bilibili. Satu hal yang harus diingat, bobot penilaian para juri jauh lebih besar daripada suara para gamers. Pemungutan suara para juri memiliki bobot 90%, dan voting dari para gamers 10%.

Beberapa proses dalam TGA. | Sumber: TheGameAwards

Di situs resminya, TGA juga mengungkap mengapa mereka tidak menentukan pemenang penghargaan berdasarkan pemungutan suara para gamers. Salah satu alasannya, karena hal ini dianggap tidak adil bagi game yang hanya diluncurkan dalam satu platform. Jika sebuah game diluncurkan secara eksklusif untuk satu platform, maka jumlah pemain dan fans dari game itu pun akan lebih sedikit dari game yang diluncurkan di banyak platform. Jadi, game-game eksklusif akan punya kemungkinan yang lebih kecil untuk menang, jika TGA menggunakan sistem voting. Selain itu, TGA juga ingin memastikan bahwa pemenang dari TGA tidak bisa dimanipulasi melalui media sosial.

Sama seperti Oscars atau awards show lainnya, The Game Awards juga punya daftar nominasi untuk setiap kategori. Menentukan game-game yang masuk nominasi melibatkan lebih dari 100 juri. Para juri terdiri dari perusahaan media dan influencer gaming. Jika juri merupakan perusahaan media, maka daftar nominasi yang mereka berikan merupakan cerminan dari pendapat semua karyawan perusahaan. TGA memilih para juri berdasarkan rekam jejak mereka dalam memberikan penilaian pada sebuah game.

Setiap juri bisa menominasikan lima game dalam satu kategori. Setelah suara para juri dikumpulkan, TGA akan memilih lima game yang mendapatkan suara paling banyak dari para juri untuk masuk nominasi. Bobot suara dari masing-masing juri sama. Jadi, tidak ada juri yang memiliki hak veto. Untuk kategori khusus — seperti esports dan aksesibilitas untuk penyandang disabilitas — TGA akan meminta bantuan dari juri-juri khusus.

The Game Awards menganggap, menggabungkan sistem voting antara para juri dan masyarakat umum merupakan cara paling efektif untuk bisa memberikan penilaian kritis akan sebuah game. Meskipun begitu, saya percaya, setiap juri dalam TGA tetap punya bias subjektif. Selain itu, kemungkinan besar, para juri akan memilih game AAA atau game indie yang memang tengah populer. Alasannya, mereka tidak mungkin bisa mengetahui — apalagi memainkan — semua game yang diluncurkan dalam satu tahun. Di Steam saja, jumlah game baru yang diluncurkan sepanjang 2020 mencapai lebih dari 10 ribu game. Dan angka itu belum mencakup game-game yang diluncurkan untuk konsol.

Jumlah game yang diluncurkan di Steam dari tahun ke tahun. | Sumber: Statista

Selain subjektivitas para juri, masalah lain yang mungkin muncul di The Game Awards adalah tentang metode pengelompokkan game. Genre menjadi salah satu cara untuk mengategorikan game. Hanya saja, belakangan, semakin banyak game yang mencampuradukkan genre yang sudah ada. Sebagai contoh, Borderlands. Game itu masuk dalam kategori FPS karena ia memang merupakan game shooter dengan sudut pandang orang pertama. Di sisi lain, Borderlands juga bisa dikategorikan sebagai RPG karena game itu memiliki sistem progression, seperti level karakter dan skills.

Padahal, TGA punya kategori Best Action Game, Best Action/Adventure Game, dan Best Role-Playing Game. Jika sebuah game menggabungkan beberapa genre tersebut, apakah hal itu berarti mereka bisa dinominasikan dalam semua kategori itu?

The Game Awards vs Oscars

Jumlah penonton Academy Awards menunjukkan tren turun, menurut data dari Statista. Pada 2010, jumlah penonton Oscars mencapai 41,62 juta orang. Angka ini turun menjadi 9,85 juta orang pada 2021. Meskipun begitu, Oscars punya fungsi tersendiri di industri film. Salah satunya, sebagai bukti pengakuan industri akan bakat seseorang atau kualitas dari sebuah film. Bagi aktor atau aktris, memenangkan atau hanya masuk dalam nominasi Oscars bisa membantu mereka untuk mengembangkan karir mereka. Sementara bagi studio film, menjadi pemenang atau nominasi Oscars bisa menjadi alat untuk mempromosikan film mereka.

Jumlah penonton Oscars di Amerika Serikat. | Sumber: Statista

“Pertanyaan akan relevansi dari Academy Awards telah muncul sejak lama,” kata seorang awards strategist yang memberikan konsultasi pada sejumlah studio besar pada Washington Post. Dia rela diwawancara, tapi enggan untuk disebutkan namanya. “Para pelaku industri film ingin mendapatkan penghargaan demi memuaskan ego mereka dan karena penghargaan itu bisa membantu karir mereka. Sementara pihak studio ingin membantu para talents di industri film karena hal itu akan membantu mereka.”

Menariknya, Academy Awards pertama kali diadakan untuk mencegah para pekerja di industri film — seperti sutradara, aktor, dan penulis skenario — untuk membentuk perserikatan. Tujuan lainnya adalah untuk membangun reputasi Hollywood di mata masyarakat umum. Jadi, walau Oscars merupakan bentuk apresiasi industri film pada orang-orang berbakat di dalamnya, penghargaan itu juga penuh dengan intrik politik di belakang layar, ungkap analis film industri film, Stephen Follows.

Follows menegaskan, film yang memenangkan Oscars tidak selalu merupakan film terbaik yang dirilis pada tahun itu. “Semakin banyak data yang saya amati, semakin banyak orang yang saya ajak bicara, semakin saya sadar bahwa para pemimpin politik industri film selalu mempekerjakan orang-orang terbaik,” katanya pada Washington Post.

Salah satu orang yang memperlakukan Oscars seperti pemilihan umum adalah Harvey Weinsten, seorang produser yang memiliki dua perusahaan: Miramax dan Weinstein Company. Saat ini, karirnya sudah hancur karena dia terbukti sebagai pemerkosa. Namun, sebelum itu, dia memiliki taktik khusus untuk membuat film dari perusahaannya menang Oscars. Dikabarkan, dia menyebarkan kabar negatif tentang film-film yang menjadi pesaing dari film di bawah perusahannya. Dia juga berusaha untuk memenangkan hati para pemilih.

Taktik Weinsten terbukti sukses. Pasalnya, Shakespeare in Love — film buatan John Madden yang didistribusikan oleh Miramax — berhasil mengalahkan Saving Private Ryan — dari Steven Spielberg — pada Oscars 1999. Padahal, film buatan Spielberg diperkirakan akan memenangkan penghargaan Best Picture. Dan walau Weinstein kini tak lagi punya tempat di industri film, strategi yang dia gunakan untuk mempopulerkan film-film dari perusahaannya tetap digunakan sampai sekarang.

Shakespeare in Love. | Sumber: IMDB

Bagi aktor atau aktris, memenangkan atau masuk dalam nominasi Oscar merupakan pengakuan industri akan kemampuan mereka. Matt Damon bercerita, karirnya menanjak pesat setelah dia memenangkan Best Original Screenplay pada Oscars 1997. Hal yang sama terjadi pada Jennifer Lawrence, yang mulai dikenal setelah dia masuk nominasi Best Actress pada 2010.

Sayangnya, bagi sebagian aktor atau aktris, memenangkan Oscar justru merupakan bencana. Salah satu aktris yang mengalami hal ini adalah Halle Berry, aktris berkulit hitam pertama yang memenangkan penghargaan Best Actress. Dia bercerita, dia justru kesulitan untuk mendapatkan peran yang berbobot setelah memenangkan Oscars. Kepada Variety, dia menyebutkan bahwa apa yang terjadi pada dirinya sebagai “kutukan Oscar”.

Hal yang sama juga terjdi pada Rita Moreno, aktris Latina pertama yang memenangkan Oscar berkat perannya di West Side Story. Dia bercerita, walau dia mendapatkan sambutan hangat dan tepuk tangan meriah ketika dia memenangkan Oscars, dia tidak mendapatkan banyak tawaran peran setelah itu.

“Saya mendapatkan tawaran untuk bermain di beberapa film. Kebanyakan dari film itu bercerita tentang gang, tapi dalam skala yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan West Side Story. Tentu saja, hal ini sangat megencewakan bagi saya,” ujar Moreno. Dia menambahkan, memenangkan Oscar tidak memberikan perubahan berarti untuk karirnya. Dia juga mengatakan, dia tidak berusaha untuk menjelekkan Oscars atau awards show lain, tapi, memang ada perlakuan tidak adil pada kelompok minoritas di industri film.

Secara teori, keberadaan Oscars seharusnya memberikan kesempatan bagi aktor atau aktris yang belum dikenal, membantu mereka untuk dikenal lebih banyak orang dan meningkatkan kesempatan mereka untuk mendapatkan peran penting dalam film. Dan jika mereka bisa memainkan peran penting, kesempatan mereka untuk kembali memenangkan atau masuk dalam nominasi Oscars akan menjadi semakin besar.

Hanya saja, aktor atau aktris dari kelompok minoritas justru mengalami kesulitan untuk masuk nominasi Oscars. Dan terkadang, masuk dalam Oscars justru merusak karir mereka. Hal ini menunjukkan adanya ketidakadilan dalam Academy Awards, menurut Franklin Leonard, produser dan pendiri dari Black List. Adanya ketidakadilan ini berarti, Oscars bisa menguntungkan kelompok tertentu, tapi justru mempersulit kelompok yang lain.

Nominasi dari Best Game of The Year.

Sekarang, mari kita bandingkan apa yang terjadi di industri film dengan industri game. Kabar baiknya, sejauh yang saya tahu, tidak perusahaan game yang breusaha melakukan lobbying untuk membuat game mereka menang atau masuk dalam nominasi di The Game Awards.

Namun, hal itu tidak mengubah fakta bahwa perusahaan-perusahaan game besar lebih diuntungkan dengan keberadaan TGA daripada developer indie. Kenapa? Seperti yang sudah dibahas di atas, ada ribuan game yang diluncurkan setiap tahun. Karena para juri di TGA tidak mungkin menilai semua game tersebut, maka kemungkinan, mereka akan menaruh perhatian pada game-game yang banyak dibicarakan oleh gamers. Dan cara perusahaan memasarkan game punya dampak langsung pada popularitas game tersebut. Tentu saja, perusahaan besar akan punya dana yang lebih besar pula untuk mempromosikan game mereka.

Jadi, pada akhirnya, walau TGA punya tujuan untuk “merayakan keberadaan game-game terbaik”, game-game yang mungkin memenangkan penghargaan di awards show itu akan terbatas pada game-game populer, yang kemungkinan dibuat oleh perusahaan game AAA.

Kesimpulan

Setiap orang punya selera masing-masing. Sebagian orang suka dengan teh, sebagian yang lain kopi atau cokelat. Bahkan di kalangan pecinta kopi pun, mereka punya selera beragam. Ada orang yang sudah puas dengan kopi sachet, ada pula yang sangat memerhatikan biji kopi yang hendak dia minum, serta cara penyajiannya. Hal ini juga berlaku untuk film dan game. Sebagian orang menonton semua film dan seri TV yang menjadi bagian dari Marvel Cinematic Universe, sementara sebagian yang lain merasa film-film superhero cenderung membosankan.

Secara pribadi, saya merasa, tidak ada yang salah dengan selera pribadi seseorang. Penyuka kopi tidak lebih baik dari penyuka teh atau cokelat. Orang yang menyukai film-film science-fiction tidak memiliki derajat yang lebih tinggi dari pecinta film romantis. Begitu juga dengan gamers. Orang-orang yang senang memainkan game-game soulslike tidak mendadak punya kasta yang lebih tinggi dari pemain game kasual. Perbedaan antara keduanya hanya waktu — dan mungkin uang — yang mereka dedikasikan untuk hobi mereka.

Mengingat selera orang berbeda-beda, maka jenis game yang mereka mainkan pun tentu saja beragam. Karena itu, saya merasa, penghargaan dalam The Game Awards bisa menjadi bukti apresiasi industri, tapi ia tidak bersifat absolut.

Misalnya, hanya karena It Takes Two memenangkan penghargaan Best Game of The Year bukan berarti semua orang yang memainkan game itu akan menyukainya. Sebaliknya, game-game yang tidak menang, atau bahkan tidak masuk nominasi di The Game Awards, juga tetap bisa dinikmati banyak orang. Buktinya, walau TGA tidak punya kategori untuk game kasual, toh game kasual seperti Candy Crush tetap bisa mendapatkan pemasukan hingga lebih dari US$1 miliar.

PUBG: Battlegrounds Bakal Jadi Gratis di 2022, GTA V Jadi Game Terpopuler di Twitch

Sepanjang minggu lalu, ada beberapa berita menarik terkait dunia game. Salah satunya, PUBG: Battlegrounds akan bisa dimainkan secara gratis mulai Januari 2022. Selain itu, Agate juga telah meluncurkan visual novel baru di platform Memories mereka. Sementara developer asal Malaysia akan merilis game  platformer mereka, The Company Man, dalam bentuk fisik di awal 2022. Terakhir, viewership dari Twitch dan Facebook Gaming naik lebih dari 40% pada 2021.

Agate Punya Visual Novel Baru, Celestia: Chain of Fate

Agate telah meluncurkan judul baru ke platform visual novel mereka, Memories. Game terbaru dari studio asal Bandung tersebut adalah Celestia: Chain of Fate. Memories merupakan platform visual novel yang tersedia di Android dan iOS. Di Memories, Anda akan menemukan banyak visual novel dari Agate. Sejak diluncurkan pada 2020, Memories telah diunduh sebanyak lebih dari 2 juta kali.

Dalam Celestia: Chain of Fate, pemain akan menjadi remaja perempuan yang hidupnya berubah 180 derajat setelah dia mengetahui rahasia tentang orangtuanya. Ternyata, ibunya adalah seorang Angel, sementara ayahnya berasal dari Demon World. Ketika itu, dia juga menjadi tahu akan keberadaan dunia lain, yang menjadi tempat tinggal dari ras-ras non-manusia. Dia pun diundang untuk bersekolah Celestia Academy, sebuah sekolah sihir. Sama seperti visual novel lain, pemain akan dihadapkan pada beberapa karakter yang menjadi Love Interest.

GTA V Jadi Game yang Paling Sering Ditonton di Twitch

Walau diluncurkan pada 2013, Grand Theft Auto V masih sangat populer di Twitch. Buktinya, game itu kini menjadi game dengan total hours watched paling banyak. Sepanjang 2021, total hours watched dari GTA V mencapai 2,1 miliar jam, naik dari 764 juta jam pada 2020, menurut laporan State of Stream 2021 dari Rainmaker.gg dan StreamElements.

Sementara itu, game yang paling sering ditonton ke-2 adalah League of Legends, yang duduk di peringkat pertama pada tahun lalu. Tahun ini, total hours watched dari League of Legends mencapai 1,8 miliar jam, naik dari 1,4 miliar jam pada tahun lalu. Setelah GTA V dan League of Legends, game-game lain yang  masuk dalam daftar 10 game dengan total hours watched tertinggi adalah Fortnite, VALORANT, Minecraft, Call of Duty: Warzone, CS:GO, Apex Legends, dan Dota 2, seperti yang disebutkan oleh IGN.

PUBG: Battlegrounds Bakal Bisa Dimainkan Gratis di Tahun Depan

PUBG: Battlegrounds, game yang mempopulerkan genre battle royale, akan bisa dimainkan secara gratis per 12 Januari 2022. Semua orang yang memainkan PUBG: Battlegrounds secara gratis akan mendapatkan akun Basic, yang memungkinkan mereka untuk mengakses hampir semua fitur dalam game.

Bagi orang yang tidak puas dengan akun Basic dan ingin mengakses lebih banyak fitur dalam game, mereka bisa membayar US$13 untuk mendapatkan akun Plus. Dengan upgrade tersebut, mereka akan mendapatkan Survival Mastery XP +100%, Career-Medal Tab, dan Ranked Mode. Selain itu, mereka juga bisa membuat atau bermain di Custom Match. Pemain yang telah meng-upgrade akunnya juga akan mendapatkan Captain’s Camo Hat, Captain’s Camo Mask, Captain’s Camo Gloves, dan Bonus 1300 G-COIN.

PUBG: Battlegrounds akan bisa dimainkan secara gratis pada tahun depan. | Sumber: Steam

Para pemain yang telah membeli PUBG: Battlegrounds sebelum ia bisa dimainkan secara gratis akan langsung mendapatkan akun Plus. Selain itu, mereka juga akan mendapatkan PUBG – Special Commemorative Pack, menurut laporan IGN.

2022, The Company Man dari Developer Malaysia Bakal Bisa Dibeli Secara Offline

Developer asal Malaysia, Forust Studio, akan meluncurkan The Company Man dalam bentuk fisik pada awal 2022. Game itu pertama kali dirilis secara digital pada Mei 2021. Sejauh ini, game tersebut telah mendapatkan banyak review positif. Sampai saat ini, Forust Studio juga telah memberikan berbagai updates.

The Company Man adalah game action platformer yang mengharuskan pemain untuk mendaki tangga karir dalam sebuah perusahaan: dari menjadi anak magang sampai menjadi CEO. Untuk itu, para pemain harus menyelesaikan semua level di game, yang digambarkan sebagai lantai di gedung perusahaan. Masing-masing lantai akan didasarkan pada divisi di perusahaan, seperti accounting atau human resources, lapor IGN.

Di setiap lantai, pemain harus mengalahkan manager dan juga para anak buahnya. Untuk itu, pemain akan dipersenjatai dengan keyboard. Para pemain akan bisa menyerang musuh dengan email.

Pertumbuhan Viewership Twitch dan Facebook Tembus 40%

Pada 2021, total hours watched di Twitch menembus 24 miliar jam, berdasarkan laporan State of the Stream 2021 Year in Review dari StreamElements dan Rainmaker.gg. Jika dibandingkan dengan total hours watched di tahun 2020, total hours watched di Twitch tahun ini naik 45%. Sementara itu, viewership dari Facebook Gaming juga mengalami kenaikan. Tidak tanggung-tanggung, viewership Facebook Gaming naik 47%, menjadi 5,3 miliar jam selama 2021, menurut laporan GamesIndustry.

Di Twitch, ada tiga game yang berhasil mendapatkan lebih dari satu miliar jam hours watched pada 2021. Ketiga game itu adalah Grand Theft Auto V, League of Legends, dan Fortnite. Kali ini adalah pertama kalinya total hours watched dari Fortnite menembus satu miliar jam. Jika dibandingkan dengan tahun lalu, viewership dari Fortnite naik 10,6%, menjadi 1 miliar jam.

PBESI Incar 5 Emas di SEA Games 2022, Evil Geniuses Punya Kepala Pelatih Baru

PBESI mengungkap bahwa mereka berharap, atlet esports Indonesia akan bisa membawa pulang 5 medali emas di SEA Games 2022. Sementara itu, Evil Geniuses mengumumkan, Damien “maLeK” Marcel akan menjadi kepala pelatih baru. Pada minggu lalu, ESL Gaming membuat turnamen CS:GO baru, yang ditujukan untuk pemain perempuan. Selain itu, mereka juga memperpanjang kontrak mereka dengan Maincast.

PBESI Harap Esports Bisa Menangkan 5 Medali Emas di SEA Games

Pengurus Besar Esports Indonesia (PBESI) mengungkap target mereka untuk para atlet esports yang bertanding di SEA Games 2022. Target mereka adalah untuk mendapatkan lima medali emas. Sekretaris Jenderal PBESI, Frengky Ong mengatakan, untuk mencapai target mereka, mereka telah bekerja sama dengan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) dan Indonesia eSports Association (IESPA).

“Kami sudah bekerja sama dengan KOI dan IESPA,” kata Frengky, dikutip dari Antara. “Kita akan membentuk satu badan tim nasional. Dan untuk kuota, kita punya beberapa target. Salah satu target kita, kita ingin setinggi-tingginya. Kita targetkan lima emas untuk SEA Games.” Setelah badan tim nasional dibentuk, PBESI akan menyelenggarakan program penyaringan. Kegiatan itu lalu diikuti dengan pelatihan nasional (Pelatnas) pada Januari 2022.

ESL Umumkan Seri Turnamen CS:GO Baru untuk Pemain Perempuan

Minggu lalu, ESL Gaming mengumumkan bahwa mereka akan mengadakan sirkuti turnamen CS:GO baru, yang ditujukan khusus untuk pemain perempuan. Total hadiah dari turnamen itu mencapai US$500 ribu. Melalui turnamen ini, ESL ingin memberikan kesempatan bagi pemain perempuan, serta meningkatkan kesadaran masyarakat akan isu inklusivitas di esports. Turnamen itu akan menampilkan delapan tim dari Amerika Utara dan Eropa.

ESL Gaming punya program untuk membuat komunitas game dan esports menjadi lebih inklusif. | Sumber: Esports Insider

Selain turnamen CS:GO baru, ESL Gaming juga mengumumkan keberadaan dewan untuk pemain perempuan serta program pengembangan talenta perempuan. Semua ini merupakan bagian dari program inklusivitas ESL yang baru, yaitu disebut #GGFORALL. Melalui program itu, ESL ingin membuat industri game dan esports menjadi lebih inklusif, lapor Esports Insider.

Evil Geniuses Tunjuk Damien “maLeK” Marcel Sebagai Kepala Pelatih Baru

Evil Geniuses mengonfirmasi bahwa Damien “maLeK” Marcel akan menggantikan Damian “daps” Steele sebagai kepala pelatih. Dengan begitu, Marcel akan bertanggung jawab untuk menentukan roster baru dari tim CS:GO EG setelah mereka berpisah dengan Owen “oBo” Schlatter, Peter “stanislaw” Jarguz, dan Michal “MICHU” Muller, menurut laporan dari HLTV.

Sejauh ini, EG belum mengungkap tim CS:GO merkea. Namun, menurut laporan 1pv.fr, kemungkinan, EG akan mengajak Jake “Stewie2K” Yip, mantan pemain Liquid dan Timothy “autimatic” Ta, yang berencana untuk kembali ke CS:GO setelah menjadi pemain VALORANT di T1.

EVO Tunjuk Rick “TheHadou” Thiner Sebagai General Manager

Penyelenggara turnamen fighting game, EVO (Evolution Championship Series) menunjuk Rick “TheHadou” Thiner sebagai General Manager. Dengan ini, Thier akan bertanggung jawab atas operasi sehari-hari perusahaan. Selain itu, dia juga akan menentukan visi dan arah perusahaan di masa depan. Meski telah ditunjuk sebagai general manager, Thiher akan tetap menduduki posisinya sebagai Event Director untuk Combo Breaker.

Rick “TheHadou” Thiher kini jadi General Manager dari EVO. | Sumber: Esports Insider

Thiher telah membangun karir di dunia esports selama lebih dari 10 tahun. Sebelum ini, dia pernah menjabat sebagai Product Manager untuk Twitch. Ketika itu, tugasnya adalah untuk bekerja sama dengan pelaku esports lain, seperti yang disebutkan oleh Esports Insider. Dia juga menangani Twitch Rivals selama empat tahun. Tak hanya itu, dia juga memimpin The Hadou, perusahaan konsultasi kreatif.

ESL Gaming Perpanjang Kontrak dengan Maincast

Penyelenggara turnamen esports, ESL Gaming, mengumumkan bahwa mereka telah memperpanjang kontrak kerja sama dengan perusahaan broadcast, Maincast. Keduanya pertama kali bekerja sama pada 2020. Ketika itu, kontrak mereka hanya akan berlaku hingga 2023. Sekarang, kontrak tersebut akan diperpanjang hingga 2027.

Melalui kontrak ini, Maincast akan mendapatkan hak eksklusif untuk menayangkan turnamen-turnamen ESL dalam bahasa Rusia atau Commonwealth of Independent States (CIS). Kompetisi esports yang akan ditayangkan oleh Maincast mencakup seluruh turnamen yang ESL adakan, mulai dari ESL Pro Tour untuk CS:GO dan Starcraft, ESL Mobile, sampai ESL Dota 2, menurut laporan Esports Insider.

Sumber header: AFK Gaming

Tim-Tim Esports Terpopuler di Media Sosial Indonesia di 2021

Sponsorship merupakan salah satu sumber pemasukan utama bagi tim esports. Bagi perusahaan yang menjadi sponsor, popularitas tim esports tidak kalah penting dari prestasi mereka. Dan salah satu cara paling mudah untuk mengukur popularitas sebuah tim esports adalah dengan mengamati media sosial mereka. Semakin banyak orang yang mengikuti akun media sosial sebuah tim esports, semakin populer juga tim tersebut. Karena itu, menjelang akhir tahun 2021, Hybrid.co.id memutuskan untuk membuat daftar tim-tim esports terpopuler di empat media sosial yang berbeda.

Instagram

Di Instagram, EVOS Esports berhasil menjadi organisasi esports yang paling populer, dengan jumlah pengikut sebanyak 7,1 juta orang. Dalam setiap post yang mereka buat, jumlah rata-rata likes yang mereka dapatkan adalah 20,4 ribu likes. Sayangnya, tingkat engagement dari akun EVOS sangat rendah, hanya mencapai 0,29%. Meskipun begitu, menurut situs Social Blade, akun Instagram EVOS pantas untuk mendapatkan nilai A-.

Setelah EVOS, Team RRQ merupakan organisasi esports terpopuler ke-2. Jumlah pengikut RRQ di Instagram adalah 3,9 juta orang. Walau jumlah pengikut RRQ lebih sedikit dari EVOS, tingkat engagement dari akun RRQ jauh lebih tinggi, mencapai 1,65%. Untuk setiap unggahan, jumlah rata-rata likes yang mereka dapat juga lebih tinggi, yaitu 61,2 ribu likes. Hanya saja, ranking RRQ di Social Blade sedikit lebih rendah dari EVOS, yaitu B+.

Data akun Instagram dari EVOS Esports dan RRQ. | Sumber: Social Blade

Dalam daftar organisasi esports terpopuler di Instagram, Bigetron Esports dan ONIC Esports ada di posisi ke-3 dan ke-4. Memang, jumlah pengikut keduanya tidak jauh berbeda; Bigetron memiliki 1,5 juta pengikut dan ONIC 1,4 juta followers. Keduanya juga sama-sama mendapatkan ranking B+ di Social Blade.

Soal tingkat engagement, akun Bigetron memiliki engagement paling tinggi dari empat tim esports lainnya, mencapai 1,96%. Sementara ONIC memiliki tingkat engagement sebesar 1,29%. Jumlah rata-rata likes yang Bigetron dapat pada setiap unggahan mereka mencapai 30,4 ribu likes, sementara ONIC hanya mendapatkan 17,4 ribu likes per post.

Posisi organisasi esports terpopuler ke-5 diisi oleh Alter Ego Esports. Akun Instagram dari organisasi esports tersebut memiliki 570 ribu pengikut, dengan tingkat engagement 1,69%, dan jumlah rata-rata likes sebanyak 9,4 ribu likes pada setiap unggahan. Di Social Blade, ranking dari akun Alter Ego adalah B.

Twitter

Instagram dan Twitter memang sama-sama media sosial. Namun, keduanya punya fokus yang berbeda. Jika Instagram fokus pada foto dan video, Twitter lebih fokus pada kata-kata singkat. Meskipun begitu, tim-tim esports yang berhasil meraih popularitas di Twitter tetaplah tim-tim besar dengan berbagai prestasi.

Di Twitter, organisasi esports asal Indonesia yang paling populer adalah Bigetron, dengan jumlah pengikut sebanyak 39,4 ribu orang. Sejak dibuat pada Februari 2019, akun Twitter Bigetron telah mendapatkan 3,6 ribu likes. Sementara itu, peringkat 2 diduduki oleh BOOM Esports yang berhasil mengumpulkan 32,3 ribu followers dan 2,1 ribu likes. EVOS — yang ada di peringkat 3 — juga punya 32,3 ribu pengikut, sama seperti BOOM. Hanya saja, jumlah likes dari akun Twitter EVOS itu hanya mencapai 366.

Data akun Twitter Bigetron dan BOOM Esports. | Sumber: Social Blade

Dengan jumlah pengikut sebanyak 17,2 ribu orang, RRQ menjadi tim terpopuler ke-4 di Twitter. Sejauh ini, total likes yang didapat oleh akun RRQ adalah 1,3 ribu likes. Terakhir, peringkat 5 dalam daftar organisasi esports Indonesia terpopuler di Twitter diambil oleh Alter Ego, yang memiliki 11,2 ribu pengikut dan telah mendapatkan 214 likes.

TikTok

Di TikTok, EVOS Esports kembali memegang gelar organisasi esports Indonesia paling populer. Jumlah pengikut dari akun TikTok EVOS adalah 3,5 juta orang. Sejauh ini, mereka telah mengunggah 628 video pendek. Dari ratusan video tersebut, EVOS berhasil mendapatkan 23,9 juta likes.

Peringkat dua dari daftar organisasi esports terpopuler di TikTok dipegang oleh RRQ dan peringkat tiga oleh Bigetron. Jumlah pengikut RRQ di TikTok mencapai 1,1 juta, sementara Bigetron 1 juta orang. Jumlah video yang telah diunggah oleh dua organisasi esports itu juga jauh berbeda; RRQ telah mengunggah 242 video pendek, dan Bigetron 273 video. Soal jumlah likes, Bigetron berhasil mengalahkan RRQ. Jumlah total likes yang didapatkan oleh Bigetron di TikTok adalah 13,4 juta likes, sementara RRQ hanya 10,8 juta likes.

Data akun TikTok dari EVOS dan RRQ. | Sumber: Social Blade

Sebenarnya, ada akun yang menggunakan atribut esports yang lebih populer daripada RRQ. Hanya saja, konten yang diunggah oleh akun tersebut sering tidak relevan dengan dunia game atau esports. Karena itu, kami memutuskan untuk tidak memasukan akun tersebut ke daftar ini.

Setelah RRQ dan Bigetron, ONIC menjadi organisasi esports paling populer keempat di TikTok. Jumlah pengikut ONIC mencapai 317,5 ribu orang, dengan total likes sebanyak 3,6 juta likes. Terakhir, posisi kelima diisi oleh Alter Ego. Organisasi esports itu memiliki 271,6 ribu pengikut di TikTok dan telah mengumpulkan 2,1 juta likes.

YouTube

Lima organisasi esports dengan subscribers terbanyak di YouTube adalah RRQ, EVOS, Bigetron, Alter Ego, dan ONIC Esports. Empat dari lima organisasi esports itu sudah memiliki channel resmi YouTube. RRQ berhasil menjadi raja di YouTube, dengan 2,86 juta subscribers dan total views sebanyak 331,8 juta views. Menurut Social Blade, jumlah pemasukan bualanan yang RRQ dapat channel YouTube mereka ada di rentang US$2,4 ribu (sekitar Rp34,2 juta) sampai US$38,2 ribu (sekitar RP545,5 juta).

EVOS berhasil menjadi organisasi esports dengan jumlah subscribers terbanyak setelah RRQ. Saat artikel ini ditulis, channel YouTube EVOS memiliki 2,84 subscribers dan telah mengumpulkan 303,9 juta views. Diperkirakan, setiap bulannya, pemasukan yang didapat oleh EVOS dari channel YouTube mereka mencapai sekitar US$1,5 ribu (sekitar Rp21,4 juta) sampai US$23,4 ribu (sekitar Rp334,2 ribu).

Data akun YouTube dari Bigetron dan Alter Ego. | Sumber: Social Blade

Dengan 1,6 juta subscribers dan 203,1 juta views, Bigetron menjadi organisasi esports paling populer ke-3 di YouTube. Total pemasukan bulanan Bigetron dari YouTube diperkirakan mencapai US$1,2 ribu (sekitar Rp17 juta) sampai US$19,3 ribu (sekitar Rp275,6 juta).

Sementara itu, Alter Ego ada di posisi ke-4 dalam daftar organisasi esports terpopuler di YouTube. Channel organisasi tersebut memiliki 515 ribu subscribers dan 49,6 juta views. Alter Ego diperkirakan mendapatkan US$175 (sekitar Rp2,5 juta) sampai US$2,8 ribu (sekitar Rp40 juta) setiap bulannya dari channel YouTube mereka. Daftar organisasi esports terpopuler di YouTube ditutup oleh ONIC, yang memiliki 337 ribu subscribers dan 40 juta views.

Berikut Pemenang Piala Presiden Esports dari 4 Game, eNASCAR Kembali Digelar

Babak final Piala Presiden 2021 akhirnya telah selesai digelar. Dengan begitu,  telah muncul juara dari PPE 2021 untuk cabang eFootball PES, Lokapala, Free Fire, dan MPL Speed Chess. Pada minggu lalu, eNASCAR juga mengumumkan bahwa musim kedua dari balapan virtual mereka akan diadakan. Sementara G2 Esports mengungkap bahwa mereka telah memperpanjang kontrak mereka dengan Lenovo Legion.

Kompetisi eNASCAR Kembali Digelar, Gandeng D-BOX dan Digigal Motorsports

Minggu lalu, eNASCAR International iRacing Series mengumumkan bahwa mereka akan bekerja sama dengan D-BOX dan Digital Motorsports untuk menyelenggarakan musim kedua dari seri balapan virtual NASCAR. Kompetisi eNASCAR musim kedua ini akan menggunakan sirkuit yang terletak di Amerika Serikat, Belgia, dan Kanada, menurut laporan Esports Insider.

eNASCAR akan kembali digelar.

Kompetisi balap virtual eNASCAR merupakan turnamen resmi dari NASCAR. Pada awalnya, eNASCAR International iRacing Series digelar untuk mengadu para pebalap dengan satu sama lain selama pandemi. Namun, NASCAR memutuskan untuk melanjutkan balapan virtual tersebut. Mereka juga mengatakan, peserta dari balapan virtual ini akan datang dari berbagai seri NASCAR, seperti NASCAR Whelen Euro Series dan NASCAR Pinty’s Series.

G2 Esports Perpanjang Kerja Sama dengan Lenovo Legion

Organisasi esports asal Eropa, G2 Esports baru saja memperpanjang kontrak kerja sama mereka dengan Lenovo Legion, divisi gaming dari Lenovo Group Limited. Dengan begitu, Lenovo Legian akan terus menyediakan PC dan laptop untuk tim-tim G2, termasuk tim League of Legends, Rocket League, Fortnite, Rainbow Six Siege, sim racing, serta G2 Gozen, yang merupakan tim VALORANT khusus perempuan dari G2. Menurut laporan Esports Insider, kerja sama antara G2 dan Legion akan melibatkan kegiatan aktivasi digital dan offline pada 2022.

Inilah Pemenang Piala Presiden Esports di Empat Cabang Game

Hari kedua dari babak grand final Piala Presiden Esports 2021 digelar pada Sabtu, 18 Desember 2021. Di hari itu, muncul empat juara untk empat cabang game yang berbeda-beda. Akbar Paudie berhasil menjadi juara di cabang eFootball PES setelah mengalahkan Rommy Hadiwijaya di babak final. Sementara di game Lokapala, Dewa United bertemu dengan VI Dronis di babak final. Dewa United keluar sebagai juara dengan skor kill 22-6. Rexanova, salah satu anggota Dewa United mengatakan, mereka berhasil memenangkan Piala Presiden Esports 2021 karena mereka telah banyak belajar dari pertandingan esports di PON Papua.

Dewa United yang memenangkan perlombaan Lokapala.

Untuk cabang Free Fire, babak final diadakan dalam 10 ronde. ECHO ESPORTS keluar sebagai juara dengan total poin sebanyak 132 poin. Sementara Kings Esports ada di posisi ke-2 dengan poin 106 poin, dan posisi ke-3 diduduki oleh EVOS Divine, yang mendapatkan 98 poin. Terakhir, dalam kategori MPL Speed Chess, pemain asal Bekasi, Kosasih harus bertanding dengan Leo Lucki dari Palu di babak final. Leo berhasil memenangkan ronde pertama, tapi, dia harus menyerah kalah pada ronde kedua. Pada ronde ketiga, Leo dapat mengalahkan Kosasih sekali lagi dan keluar sebagai juara.

Team Liquid Ajak Pemain dan Kreator Konten untuk Jadi Investor

Team Liquid telah memilih lima pemain atau kreator konten dengan visi yang sama untuk menjadi investor dan menanamkan modal di organisasi esports itu. Salah satu pemain yang diajak adalah pemain Super Smash Bros. legendaris, Juan “Hungrybox” Debiedma. Selain itu, pemain Counter-Strike profesional, Jonathan “EliGE” Jablonowski, juga diajak untuk menanamkan modal ke Team Liquid. Kedua pemain tersebut telah bersama dengan Team Liquid sejak 2015, menurut laporan Dot Esports.

Tiga orang lain yang menjadi investor baru dari Team Liquid adalah bintang WNBA, Aerial Powers, pemain poker profesional dan streamer Twitch, Alexander “Lex” Veldhuis, serta aktor Asa Butterfield. Co-CEO Team Liquid, Steve Arhancet mengatakan, kelima orang ini dipilih oleh manajemen organisasi karena mereka punya identitas dan filosofi yang mirip dengan organisasi. Selain itu, kelimanya juga punya finansial yang cukup mapan untuk menanamkan modal di organisasi.

2022 Jadi Tahun Terakhir dari Kompetisi Hearthstone Grandmasters

Blizzard Entertainanment baru saja mengumumkan rencana mereka tentang skena esports Hearthstone pada 2022. Tahun depan akan menjadi kali terakhir mereka mengadakan turnamen Grandmasters. Pada 2022, ada dua kompetisi Grandmasters yang digelar. Melibatkan 48 pemain di tingkat Grandmasters, kompetisi Grandmasters season pertama akan diadakan pada Februari-Maret 2022. Pemenang dari masing-masing region akan maju untuk bertanding di 2022 Hearthstone World Championship. Sementara empat pemain terbaik dari masing-masing wilayah di season pertama akan melaju ke musim kedua, menurut laporan Upcomer.

Para pemain yang akan masuk ke Grandmasters: Last Call. | Sumber: Upcomer

Kompetisi season dua, yang dinamai Hearthstone Grandmasters: Last Call akan mengadu pemain-pemain terbaik dari musim pertama. Selain itu, Last Call juga akan diikuti oleh empat pemain dengan Masters Tour Points terbanyak selama tiga turnamen Masters Tours di 2021 dan tiga turnamen pertama di 2022. Di World Championship, akan ada 16 pemain Hearthstone yang bertanding untuk memperebutkan gelar juara dunia.

Neymar Jr. Tanda Tangani Kontrak dengan Facebook Gaming, Game Indie Indonesia Masuk Nintendo Indie World Showcase

Tencent baru saja mengakuisisi Turtle Rock, developer dari Left 4 Dead pada minggu lalu. Selain itu, Aniplex juga membeli studio di balik Fate/Grand Order, yang merupakan bagian dari DelightWorks. Sementara Nintendo memamerkan sejumlah game indie yang akan diluncurkan di Switch melalui Nintendo Indie World Showcase. Salah satu game indie yang dipamerkan di sana merupakan game buatan developer Indonesia. Terakhir, Neymar Jr. telah menandatangani kontrak dengan Facebook Gaming. Dengan begitu, dia resmi menjadi kreator konten game di platform tersebut.

Tencent Akuisisi Turtle Rock, Developer dari Left 4 Dead

Minggu lalu, Tencent mengakuisisi Slamfire Inc, perusahaan induk dari Turtle Rock, developer dari Evolve dan Left 4 Dead. Sayangnya, tidak diketahui berapa nilai akuisisi tersebut. Tencent mengungkap, Turtle Rock akan tetap beroperasi secara mandiri di bawah kepemimpinan dari Phil Robb dan Chris Ashton, dua pendiri dari studio tersebut. Sebelum ini, Turtle Rock menggandeng Warner Bros. untuk merilis Back 4 Blood di PC dan konsol pada Oktober 2021. Game tersebut juga tersedia di Xbox Game Pass.

“Kami senang karena kami akan menjadi bagian dari keluarga Tencent,” kata President dan General Manager, Turtle Rock, Steve Goldstein, seperti dikutip dari GamesIndustry. “Tencent memiliki rekan-rekan yang hebat, jaringan yang luas, dan pengetahuan akan gaming yang dalam. Dukungan dari mereka akan membantu kami untuk membuat game ambisius yang selalu kami impikan. Pada saat yang sama, kami tetap menjadi perusahaan mandiri.”

Neymar Jr. Jadi Kreator Konten Game di Facebook Gaming

Neymar Jr., salah satu pemain sepak bola terpopuler yang juga merupakan gaming enthusiast, baru saja menandatangani kontrak eksklusif dengan Facebook Gaming. Siaran debutnya diadakan pada 17 Desember 2021. Ketika itu, dia memainkan Counter-Strike: Global Offensive dan Crab Game. Neymar memang merupakan salah satu atlet dengan pengikut paling banyak di media sosial. Di Facebook, dia punya 88 juta followers. Sementara di Instagram, dia punya 166 juta pengikut, dan di Twitter, jumlah pengikutnya mencapai 55,4 juta orang.

Neymar mengaku senang karena mendapatkan kontrak eksklusif dengan Facebook Gaming. Di halaman Facebook-nya, dia berkata, “Bermain game merupakan salah satu hobi favorit saya. Saya tidak sabar untuk berbagi kesenangan bermain saya di halaman Facebook saya,” katanya, menurut laporan dari Dot Esports.

Aniplex Akusisi Tim Developer dari Fate/Grand Order

Aniplex, perusahaan pembuat anime, telah mengakuisisi divisi game development dari DelightWorks, yang merupakan kreator dari mobile game Fate/Grand Order. Melalui akuisisi tersebut, divisi pengembangan game itu akan melakukan rebranding dan menjadi bagian dari Aniplex. Sementara DelightWorks akan terus beroperasi mandiri. Aniplex sendiri merupakan perusahaan anak dari Sony Music Entertainment Japan. Mereka juga merupakan publisher dari Fate/Grand Order sejak game itu dirilis pada Juli 2015.

Studio pembuat Fate/Grand Order diakuisisi oleh Aniplex.

“Kami yakin, akuisisi ini akan memberikan kami lebih banyak kesempatan untuk membuat game baru di masa depan,” kata President dan CEO DelightWorks, Yoshinori Ono, menurut laporan GamesIndustry. “Dan hal ini membuat kami sangat senang.”

Nintendo Indie World Showcase Pamerkan 2 Game Indie Asal Asia Tenggara

Nintendo Indie World Showcase terbaru memamerkan sejumlah game indie yang akan bisa diluncurkan di Switch. Beberapa game yang Nintendo pamerkan antara lain Omori, Sea of Stars, Chicory, dan Don’t Starve Together. Selain itu, ada dua game indie buatan developer Asia Tenggara yang masuk dalam Indie World Showcase. Kedua game itu adalah Timelie dari Urnique Studio asal Thailand serta Afterlove EP dari Pikselnnesia asal Indonesia.

Afterlove EP merupakan game terbaru buatan Mohammad Fahmi, kreator dari Coffee Talk. Game yang menggabungkan elemen rhythm game dengan visual novel itu dibuat oleh Pikselnesia dan akan dirilis oleh Fellow Traveller. Cerita dari Afterlove EP bercerita tentang musisi bernama Rama yang sedang bersedih karena kehilangan kekasihnya.

Sementara Timelie adalah isometric puzzle-game. Dalam game ini, pemain akan bermain sebagai perempuan muda yang ditemani seekor kucing dalam dunia yang dipenuhi dengan robot berbahaya. Di sini, pemain akan bisa mengendalikan waktu, seperti menghentikan waktu sesaat atau bahkan melakukan rewind.

Square Enix Hentikan Penjualan Final Fantasy XIV untuk Sementara

Belum lama ini, Square Enix meluncurkan expansion untuk Final Fantasy XIV, Endwalker. Expansion tersebut juga merupakan expansion terbesar dari FFXIV. Jadi, tidak heran jika ada banyak orang yang ingin memainkan expansion itu. Server Final Fantasy XIV kebanjiran begitu banyak pemain sehingga Square Enix terpaksa harus menghentikan penjualan dari game itu, baik secara offline maupun online.

“Para pemain harus menunggu waktu lama untuk bisa berrmain karena tingginya durasi bermain para gamers, melewati kapasitas server kami, khususnya pada peak time. Jadi, kami memutuskan untuk memberhentikan penjualan Final Fantasy XIV Starter Edition dan Complete Edition,” kata Producer FFXIV, Naoki Yoshida, dikutip dari Kotaku. Tentu saja, hal ini hanya berlaku sementara.  Yoshida mengatakan, pemberhentian penjualan itu hanya berlaku selama beberapa hari.

Sumber header: Wikipedia