Paket Kebijakan Ekonomi XIV dan Urgensi Aturan untuk Industri E-Commerce

Bisnis e-commerce atau perdagangan digital yang dijalani Lazada, Berrybenka, Zalora, Bhinneka, atau lainnya adalah bisnis yang memiliki potensi besar. Pemerintah pun harus turun tangan untuk mengatur dan membuat regulasi, yang kemudian dituangkan ke dalam Paket Kebijakan Ekonomi XIV yang baru saja terbit. Namun, pernahkah di benak Anda muncul pertanyaan mengapa hanya sektor e-commerce saja yang diatur pemerintah, sedangkan bisnis digital sendiri ada banyak jenisnya?

Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Aulia Ersyah Marinto memberikan suaranya untuk menjawab pertanyaan tersebut. Dia bilang, masyarakat harus memandang sektor e-commerce sebagai sesuatu yang sifatnya transaksi online yang menjadi payung utama dari seluruh industri pendukung, mulai dari logistik, pembayaran, UKM sebagai penyuplai, pembuat aplikasi, infrastruktur, dan lainnya.

“E-commerce itu masih istilah umum saja, tidak tertentu hanya menjadi model bisnis pemain tertentu yang sudah besar saja berjualan fesyen atau elektronik saja. Dalam peta jalan e-commerce, adalah transaksi online yang melibatkan banyak pihak,” terangnya saat dihubungi DailySocial, Jumat (11/11).

Dia melanjutkan, keanekaragaman industri dalam ekosistem e-commmerce juga tercermin dalam anggota yang terdaftar di idEA. Dari total anggota 285 perusahaan, itu terdiri atas berbagai ranah bisnis. Mulai dari perbankan, infrastruktur, iklan baris, logistik, marketplace, ritel online, payment gateway, travel, dan lainnya.

Aulia mengatakan, “E-commerce jadi perlu didorong oleh pemerintah sebagai langkah percepatan pertumbuhan ekonomi digital. Maka dari itu lahirlah Paket Kebijakan Ekonomi XIV.”

Pemerintah ingin tangkap potensi valuasi bisnis digital $10 miliar di 2020

Dikutip dari Antara, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menegaskan bahwa Indonesia memang memerlukan peta jalan e-commerce untuk dapat memperluas dan meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat secara efisien dan terkoneksi secara global. Ini untuk mendukung visi yang dimiliki pemerintah yang ingin menempatkan Indonesia sebagai negara dengan kapasitas ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara pada 2020.

Indonesia sendiri saat ini adalah salah satu negara dengan pengguna internet terbesar di dunia yang jumlahnya mencapai 93,4 juta orang dan memiliki pengguna smartphone mencapai 71 juta. Potensi besar inilah yang menjadi alasan pemerintah untuk menciptakan 1.000 technopreneurs dengan valuasi bisnis sebesar $10 miliar dan nilai industri e-commerce mencapai $130 miliar di tahun 2020.

“Peta jalan e-commerce sekaligus dapat mendorong kreasi, inovasi, dan inovasi kegiatan ekonomi baru di kalangan generasi muda. Pemerintah merasa perlu menerbitkan Peraturan Presiden tentang peta jalan tersebut,” ujar Darmin, kemarin (10/11).

Ada delapan fokus utama kebijakan dari peta jalan e-commerce

Dalam Perpres tentang Peta Jalan E-Commerce ini ada delapan fokus utama kebijakan yang menjadi perhatian pemerintah, yaitu pendanaan, perpajakan, perlindungan konsumen, pendidikan SDM, logistik, infrastruktur komunikasi, keamanan siber, dan project management office (PMO).

[Baca juga: Ringkasan Peta Jalan E-Commerce Indonesia]

Untuk perpajakan, pemerintah akan memberikan insentif pengurangan pajak bagi investor lokal yang berinvestasi di startup, menyederhanakan izin bagi startup e-commerce yang omzetnya di bawah Rp4,8 miliar dengan PPh final 1%.

“Kita khawatir kalau enggak diatur pajak ini, malah susah. Tapi kalau dibilang pajaknya mengikuti standar yang berlaku, sampai dengan omzetnya capai Rp4,8 miliar ya kenanya 1%,” terang Darmin, dikutip dari Bisnis.

Peta jalan juga merinci pendanaan untuk mempermudah dan memperluas akses e-commerce dengan beberapa skema. Contohnya, KUR untuk tenant pengembangan platform, hibah dari pemerintah untuk inkubator bisnis bimbingan, dan dana Universal Service Obligation (USO) untuk UMKM digital dan startup e-commerce.

Di samping itu juga akan mengatur perihal angel capital yang diperlukan startup saat masih tahap merugi, seed capital dari Bapak Angkat, dan crowdfunding yang dananya dihimpun dari kelompok tertentu.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menambahkan pemerintah masih mengkaji perihal besaran dana bantuan pemerintah dan bentuk dukungan yang bakal diberikan oleh pemerintah untuk startup yang potensial. Bentuknya bisa berupa subsidi atau hibah.

“Atau bisa kombinasi dari keduanya. Sumber dananya dari APBN atau dari PNBP. Ini sedang disiapkan,” ucapnya.

Dia menjanjikan 31 inisiatif yang merupakan pokok turunan dari delapan poin utama paket kebijakan, aturannya ditargetkan dapat rampung pada Januari 2017.

BRI Inisiasi Pendirian Co-Working Space di Bandung

Bank Rakyat Indonesia (BRI) untuk pertama kalinya meresmikan co-working space bersama dengan Co&Co dengan nama “Co&Co Workshare Supported by Bank BRI” yang berlokasi di Bandung. Tempat ini diharapkan menjadi fasilitas pendorong para pelaku ekonomi kreatif untuk mengembangkan ide-idenya, berkolaborasi dengan sesama startup dari berbagai industri dan latar belakang, serta menciptakan sinergi antara BRI dengan komunitas kreatif dan ekosistem digital.

Tempat ini didesain oleh BRI dan Co&Co dengan fungsi dan fasilitas yang cukup memadai, layaknya sebuah tempat kerja bagi para penggiat startup yang sudah banyak ada sebelumnya. Di bagian depan, terdapat fasilitas BRIDIGITAL yakni produk layanan perbankan terkini BRI yang terkait dengan layanan digital, antara lain Cash Recycling Machine (CRM), perangkat Electronic Data Capture (EDC), Smart PC, dan Smart TV.

Sedangkan untuk fasilitas co-working space dilengkapi dengan berbagai fungsi ruang, antara lain ruang publik, ruang pertemuan, ruang ide, ruang privat, dapur, dan kantin.

“Ini adalah pertama kalinya BRI mendirikan working space. Kami akan berikan fasilitas akses wifi, ruang meeting, ruang ide, ruang koloni bersama, dan ruang e-banking BRI,” terang Direktur Konsumer BRI Sis Apik Wijayanto kepada DailySocial, Jumat (11/11).

Menurutnya, Bandung dipilih oleh perusahaan lantaran kota kembang tersebut telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai kota kreatif, di sana banyak rintisan usaha ekonomi kreatif terlahir dan bertumbuh besar. Sis menuturkan tidak menutup kemungkinan BRI akan membuka co-working space lainnya di berbagai kota di Indonesia.

Sis melanjutkan, BRI akan memantau dan mengevaluasi seluruh kegiatan bisnis dari seluruh pelaku usaha yang berkecimpung di dalam co-working space tersebut. Sebab mereka berpeluang besar untuk diajak kolaborasi dan menguji produknya di jaringan yang dimiliki BRI.

Menurutnya, banyak sisi positif yang bisa ditimbulkan lewat hadirnya co-working space. Salah satunya, dari suatu riset menyatakan bahwa generasi muda lebih menyukai budaya dan lingkungan kerja yang menekankan kerja sama tim, transparansi, dan kebersamaan dalam komunitas.

Terlebih, mengutip dari The Global Coworking Survey 2015-2016, diperoleh fakta bahwa pertumbuhan co-working space selama 12 bulan terakhir mencapai 36%, jumlah anggota 30% lebih banyak dari dua tahun yang lalu, dan rata-rata anggota di Asia adalah terbanyak dibandingkan dengan benua lainnya.

“Banyak sisi positif yang dapat diperoleh dari bekerja di co-working space. Hal inilah yang mendorong kami untuk meresmikan Co&Co Workshare Supported by Bank BRI,” pungkas Sis.

What You Should Know about E-money Growth in Indonesia

In the digital era, a cashless lifestyle is the future — or already the present — for many countries. In Indonesia for instance, a form of cashless payment method, card-based e-money, was introduced to fishermen in August this year.

Business players, including banks and telecommunications companies, have been trying to innovate to reach bigger audiences. Amid the growing efforts, the question remains: What is the current situation surrounding e-money growth in Indonesia?

Here are some current developments in cashless transaction methods.

E-money adoption by transportation sector

Public transportation has turned out to be the sector that has adopted e-money the most. Card-based e-money usage is now commonly found on Transjakarta public buses, the commuter line train service and toll gate payments, with Bank Mandiri and Flazz BCA cards being the main players. Paying parking and food bills are also a common use for BCA e-money.

In terms of nominal transactions, Bank Mandiri reportedly saw Rp 2.5 trillion (US$191.13 million) in income from its card-based e-money usage in 2015, while BCA brought in Rp 1 trillion through the same method.

Server-based e-money growing

Server-based e-money has started to see a place in Indonesia. BCA director Santoso Liem explained that the bank’s one-year-old Sakuku (server-based e-money) had been used by 135,000 people with an average of 80,000 to 90,000 transactions per month. The most popular uses were for phone credit, offline shopping and money withdrawals, he noted.

Meanwhile, Mandiri Capital Indonesia (MCI) commissioner Rahmat Broto Triaji said the bank planned to expand the availability of its e-cash (server-based e-money) with a target of 1,300 merchants next year. Mandiri has also signed a partnership with messenger application Line in the hope of bridging users with 300,000 offline and online shops registered in the application.

Safety and protection

It’s reported that the safety of card-based e-money was not ensured by any parties, even its host bank. “Since the beginning, card-based e-money has not been designed with consumer protection,” said Boedi Armanto, the Financial Services Authority’s (OJK) deputy commissioner for banking supervision II.

A security measure taken by Bank Indonesia is to limit money input, which is up to Rp 1 million per card. Meanwhile, server-based e-money, which is limited to Rp 10 million, has different safety measures as it uses a membership method.


Disclosure: The original article is in Indonesian and syndicated in English by The Jakarta Post

OJK: Batas Modal Minimum Layanan Fintech Peer-to-Peer Bakal Tertinggi

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menetapkan besaran modal minimum untuk pemain fintech bakal disesuaikan dengan bisnis yang dijalankan. Regulator menilai fintech yang bermain di bisnis peer-to-peer lending akan tertinggi batas modal minimumnya dibandingkan bisnis fintech lainnya.

Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, mengatakan dalam rapat dengar pendapat yang diadakan regulator seminggu yang lalu, pihaknya menerima banyak masukan dari pelaku usaha. Pada intinya, mereka meminta OJK agar tidak membuat aturan jadi terlalu keras dan rigid agar ruang gerak fintech tidak terbentur.

Mereka, sambungnya, juga meminta agar modal minimal agar tidak terlalu besar, dibedakan sesuai jenis usahanya. Terkait hal ini, Firdaus menuturkan regulator akan memberikan waktu kepada pelaku untuk memenuhi secara bertahap dalam kurun waktu tertentu. Namun dengan syarat sebelumnya mereka sudah terlebih dahulu harus melapor pengajuan izin ke OJK.

“Dari semua masukan akan kami pertimbangkan, namun yang pasti aturan permodalan akan diatur sesuai jenis bisnisnya. Kepastian besarannya belum ditentukan, masih meminta tanggapan dari para pelaku. Yang pasti mereka minta syarat modal untuk P2P bakal jadi terbesar dari bisnis lainnya,” ujarnya, Rabu (9/11).

[Baca juga: Menilik Lima Poin “Policy Paper” yang Diajukan UangTeman ke OJK]

Dari catatan OJK, selama setahun ini pertumbuhan fintech di Tanah Air memang cukup signifikan. Dari 120 layanan fintech, total asetnya mencapai Rp 100 miliar, sekitar 51 perusahaan bermain di sistem pembayaran, 18 perusahaan P2P, dan sisanya di bidang lainnya.

“Besarnya perkembangan fintech, kami menilai perlu perbaikan dan sistem pengawasan untuk pengaturannya.”

OJK dapat 40 poin masukan

Saat dihubungi DailySocial, CEO dan Co-founder Modalku Reynold Wijaya mengatakan dari hasil rapat terakhir, OJK mendapat 40 poin masukan dari para pelaku. Adapun detilnya tidak bisa diungkapkan oleh Reynold sebab sifatnya yang rahasia dan tidak bisa diketahui publik.

Dia hanya menerangkan, setelah membaca Rancangan POJK (RPOJK) fintech pada umumnya seluruh pelaku usaha yang hadir menyatakan tidak ada isu sama sekali. Isinya rancangan tersebut dinilai sudah mewakili seluruh keinginan dari pelaku usaha.

Mendukung pernyataan dari Firdaus sebelumnya, Reynold menyatakan salah satu poin masukan yang didapat OJK adalah modal minimal untuk bisnis P2P memang harus dibedakan. Mengingat bisnis ini mengambil dana dari masyarakat, sehingga perlu menjaga aspek prudential.

“OJK cukup satu sepahaman dengan pelaku usaha, mereka juga terbuka dengan masukan. Apapun hasilnya kami dukung,” pungkasnya.

Ambisi Besar Indosat Ooredoo Kembangkan Dompetku

Prospek cerah dan peluang yang masih luas menjadikan uang elektronik kini kian ditambah fitur-fiturnya oleh perusahaan penerbit. Salah satunya adalah Dompetku, produk uang elektronik yang diterbitkan Indosat Ooredoo.

Kini fitur-fitur yang ditanamkan dalam sistem e-wallet Dompetku tidak hanya berguna sebagai alat pembayaran token listrik atau pembelian pulsa saja, tapi juga merambah ke pinjaman kredit hingga mengambil dana tunai di ATM seluruh dunia. Bahkan menambah kerja sama co-branding card untuk menerbitkan kartu ATM Dompetku.

Randy Pangalila, Group Head Mobile Financial Services Indosat Ooredoo mengatakan pertumbuhan bisnis Dompetku mulai meningkat pesat sejak pihaknya melakukan model bisnis telco agnostic dan bank agnostic. Artinya, layanan uang independen tidak terikat operator telekomunikasi dan tidak membutuhkan rekening bank.

Kemudian, pihaknya juga gencar melakukan berbagai terobosan kerja sama dengan berbagai pihak lintas industri untuk menjadi merchant, dan melakukan co-branding kartu.

Dia mengklaim, dibandingkan setahun lalu kini pertumbuhan bisnis Dompetku telah naik 6x lipat. Hingga September 2016, pengguna aktif Dompetku mencapai 4 juta orang, dengan tingkat transaksi per harinya sebesar 800 ribu. Sementara itu, jumlah uang yang beredar mencapai Rp 5,5 triliun.

“Kami targetkan jumlah pengguna Dompetku bisa mencapai 10 juta di 2017 dan di akhir tahun ini bisa sentuh angka 5 juta pengguna dengan nilai transaksi antara Rp 6 triliun sampai Rp 7 triliun,” ungkapnya, Kamis (10/11).

Dari total transaksi, di peringkat pertama, banyak pengguna yang menggunakan Dompetku untuk cicilan kredit. Kemudian, untuk top up pulsa, remitansi dan pembayaran di gerai ritel, terakhir untuk pembayaran online.

Randy melanjutkan, Indosat juga mengembangkan empat ekosistem di empat channel pemasaran untuk mendorong penggunaan Dompetku jadi lebih masif. Indosat memiliki empat channel pemasaran, pertama di warung pulsa yang berjumlah 400 ribu di berbagai titik, kedua di 30 ribu modern channel gerai minimarket Alfamart dan Indomaret.

Ketiga, ATM dan kantor cabang perbankan yang memiliki logo ATM bersama untuk pemanfaatan tarik tunai. Terakhir, menggandeng Erajaya untuk pembukaan gerai yang jumlahnya kini mencapai 300 gerai.

“Indosat sangat serius untuk mengembangkan layanan keuangan digital dan mendukung Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT). Kami dorong ekosistem uang elektronik, langkah pertama dari Know Your Consumer (KYC), dengan membuat pengguna jadi registered. Lalu, mendorong mereka untuk cash in, transfer dana antar tunai ke sesama teman, hingga cash out.”

Sejauh ini, Dompetku telah bekerja sama dengan 70 mitra e-commerce dan merangkul 82 bank untuk layanan transfer dana. Indosat juga sudah bekerja sama dengan 237 ribu merchant aktif.

Dorong pengguna untuk pakai aplikasi

Randy mengakui, dalam proses transaksi yang terjadi dalam sistem Dompetku kebanyakan diakses lewat feature phone dengan mengakses *789#. Kondisi ini sesuai dengan kepemilikan feature phone masih mendominasi di Indonesia sekitar 70%, sementara sisanya adalah pengguna smartphone.

Pengguna Dompetku dari segi strata sosial memang didesain untuk masyarakat kelas C dan D, artinya mereka tergolong kelompok unbankable. Dari segi usia, pengguna Dompetku berada di kisaran 17 tahun – 35 tahun.

Profil tersebut, sambungnya, sangat mencerminkan kondisi ini juga terjadi di Dompetku. “Pengguna Dompetku kebanyakan masih pakai feature phone. Sebenarnya layanannya sama saja, akan tetapi dengan aplikasi bakal lebih nyaman dari sisi pengguna. Makanya kami sedang dorong mereka untuk beralih ke aplikasi dengan berbagai promo.”

Luncurkan kartu debit bersama Bank of China melalui jaringan Union Pay

Tak sampai disitu, Indosat juga aktif dalam menerbitkan kartu ATM dengan berbagai pihak, mulai dari komunitas, hingga perbankan. Randy mengakui, jumlah pemilik kartu Dompetku secara persentase masih di bawah 10% dari total pengguna aktif 4 juta.

Untuk kembali menggiatkan, kali ini Indosat bekerja sama dengan Bank of China menerbitkan kartu debit pertama di Indonesia menggunakan jaringan Union Pay. Co-branding card ini nantinya akan bisa digunakan untuk layanan remitansi, tarik tunai, dan cash out.

Kartu ini akan mulai didistribusikan dan aktif bisa digunakan pada akhir tahun ini dengan mengunjungi cabang Bank of China. Pengembangan bisnis ini diharapkan bisa memberi manfaat lebih bagi pekerja Indonesia di Tiongkok maupun sebaliknya untuk bertransaksi tunai.

Bank of China diklaim sebagai salah satu bank tertua di Tiongkok dengan jumlah pengguna kartu debit mencapai 470 juta orang dan kartu kredit sebesar 58 juta orang. Di Tiongkok, Union Pay telah memiliki jaringan ATM hingga 14 juta unit dengan jumlah merchant aktif sekitar 7 juta, sementara di luar Tiongkok sebanyak 7-8 juta unit ATM. Di Indonesia, Union Pay telah meng-cover sekitar 60%-70% jaringan ATM untuk kemudahan tarik tunai penggunanya.

Application Information Will Show Up Here

Bank Indonesia Segera Terbitkan Revisi Aturan E-Money

Bank Indonesia (BI) akan merevisi aturan ketentuan uang elektronik (e-money) sekaligus memperkenalkan definisi baru untuk dompet elektronik, mengingat alat pembayaran ini terus berkembang, pengguna dan dana yang dihimpun semakin banyak. Kedua instrumen pembayaran ini nantinya akan tercantum dalam aturan baru yang akan diterbitkan dalam Peraturan Bank Indonesia Pemrosesan Transaksi Pembayaran (PBI PTP) yang akan dikeluarkan di 14 November 2016 mendatang.

Ronald Waas, Deputi Gubernur BI, menjelaskan dalam aturan baru ada poin revisi lainnya seperti perluasan basis uang elektronik. Menurutnya, uang elektronik memiliki dua jenis, yakni berbasis kartu dan server. BI saat ini sedang mempertimbangkan untuk menambah jenis uang elektronik yang berbasis gadget.

Sebab sekarang ini sudah ada uang elektronik yang diciptakan oleh perusahaan teknologi seperti Google Pay, Samsung Pay dan Apple Pay. “Ketiga perusahaan itu sudah tidak pakai kartu kan,” katanya di sela-sela ajang Finspire, Rabu (9/11).

BI juga akan memperluas definisi penggunaan e-wallet dari awalnya hanya instrumen penyimpan data saja, kini fungsinya dapat menyimpan data nasabah dan memiliki nilai (stored-value).

Selanjutnya BI akan revisi aturan uang elektronik untuk pihak penerbit yang memiliki pengguna aktif 300 ribu orang diwajibkan mengajukan izin ke regulator. Untuk penerbit yang hanya memiliki pengguna di bawah angka tersebut, hanya diwajibkan untuk melapor saja. “Starbucks Card itu jumlah penggunanya besar, dana yang dihimpunnya pun sudah besar.”

Untuk pengawasan antara keduanya, tidak jauh berbeda. Hanya saja untuk penerbit yang memiliki pengguna 300 ribu orang bakal lebih banyak ditinjau oleh BI, sebab ada dana masyarakat yang berjumlah banyak disimpan di sana.

Sementara itu, dalam PBI terbaru nantinya untuk syarat menjadi perusahaan penerbit tetap sama seperti sebelumnya. Yakni berbadan hukum Indonesia, menggunakan mata uang rupiah dan pemrosesan transaksi untuk kawasan domestik.

Begitu pula untuk limit-nya, maksimal 1 juta rupiah untuk e-money yang tidak terdaftar dan maksimal 10 juta rupiah untuk e-money terdaftar.

Upaya Bank Mandiri Mengejar Geliat Fintech

Perkembangan teknologi finansial (fintech) yang masif pada akhirnya membuat korporasi yang telah mapan sebelumnya harus mampu mengadaptasi kemajuan tersebut. Seperti halnya yang dilakukan oleh Bank Mandiri, guna mendekatkan dengan para pemain fintech, pihaknya berniat untuk menyuntikkan pendanaan kepada tiga startup fintech pada akhir tahun ini. Tak hanya itu, Bank Mandiri juga akan menggelontorkan dana segar senilai Rp 150 miliar ke anak usaha modal venturanya, yakni Mandiri Capital Investasi (MCI) pada tahun depan. Sehingga, dana kelolaan MCI bakal mencapai Rp500 miliar.

Kartika Wirjoatmodjo selaku Direktur Utama Bank Mandiri mengatakan bahwa pergerakan fintech yang sangat terasa di Bank Mandiri. Hal ini terlihat dari pergeseran transaksi perbankan, sebelum tahun 2000-an kebanyakan nasabah melakukan transaksi di kantor cabang. Kemudian, pada awal tahun 2000 mulai banyak yang beralih ke ATM, dan terakhir di 2015 banyak nasabah bank yang menggunakan transaksi mobile.

“Pergeseran transaksi nasabah yang kini sudah mulai digital. Pada akhirnya membuat bank mulai fokus mengembangkan teknologi digital. Baru-baru ini kami mulai masif gerakkan banyak kerja sama dengan perusahaan teknologi seperti Grab dan Line untuk meningkatkan penggunaan transaksi uang elektronik,” ujarnya saat membuka acara Finspire, Rabu (9/11).

Direktur Keuangan dan Treasury Bank Mandiri Pahala Mansyuri menambahkan perusahaan melihat bahwa untuk bisa berkembang di digital tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. Menurutnya perlu adanya kolaborasi antara bank dengan pelaku startup fintech.

Dalam peta jalan perusahaan, sampai akhir tahun ini akan menambah tiga perusahaan fintech baru dalam portofolio. Ketiga perusahaan tersebut bergerak untuk solusi alat pembayaran dan usaha kecil menengah (UKM). Adapun suntikan modal tahap awal untuk ketiga perusahaan ini masing-masing akan mendapat dana sekitar Rp 5 – 10 miliar.

“Dalam pipeline kami sampai akhir tahun ini bakal ada tiga penambahan startup fintech yang akan kami suntik lewat MCI, sekarang sudah di tahap due diligence,” ujar Pahala.

Eddi Danusaputro, Direktur MCI mengatakan MCI sebelumnya sudah menyuntikkan investasi tambahan untuk dua startup yang sejak awal sudah berada di bawahnya, yakni PT Mitra Transaksi Indonesia sebuah perusahaan patungan yang fokus ke penyediaan mesin EDC (electronic data capture) dan PT Digital Artha Media yang mengelola bisnis E-cash.

Bila ditotal, kini kedua perusahaan tersebut sudah mendapat suntikan modal sebesar 250 miliar Rupiah dari MCI.

Eddi melanjutkan, MCI memiliki preferensi tersendiri saat hendak berinvestasi di perusahaan fintech. Pihaknya mengaku konservatif, lebih menyukai perusahaan yang sudah berdiri paling tidak satu hingga dua tahun lamanya dan memiliki bisnis yang matang.

“Agak riskan kalau mau berinvestasi di startup fintech yang baru berumur bulanan. Kami memang agak berbeda dibanding venture capital lainnya.”

Hal ini juga terlihat dari pemilihan 10 finalis Finspire, secara rata-rata mereka adalah perusahaan yang sudah matang dari segi umur dan bisnisnya. Salah satu di antaranya adalah Taralite.

Eddi menjelaskan, juara 1 kompetisi Finspire akan mendapatkan uang tunai sebesar Rp 125 miliar dan juara 2 Rp 75 miliar. Para pemenang juga mendapatkan golden tiket untuk mengikuti program inkubator selama 6 bulan untuk mengembangkan bisnis. Melalui program inkubator, pemenang akan mendapatkan free co-working space, potential investment dan sinergi dengan Mandiri Group.

Resmikan kerja sama dengan Bukalapak

Pada hari yang sama, Bank Mandiri juga meresmikan kerja sama dengan Bukalapak untuk kemudahan transaksi perdagangan untuk Mandiri Clickpay dan E-cash di dalam marketplace tersebut. Dalam waktu dekat, para Pelapak juga akan mendapat fasilitas pembiayaan berupa pinjaman yang dapat membantu mereka dalam mengelola cash flow bisnisnya.

“Kerja sama ini sangat baik dalam mendorong pertumbuhan industri e-commerce di Indonesia karena Bukalapak merupakan salah satu marketplace terbesar. Langkah ini juga sejalan dengan keinginan kami untuk memajukan UKM melalui pengembangan bisnis lewat e-commerce,” ujar Pahala.

Achmad Zaky, Founder dan CEO Bukalapak menambahkan kerja sama ini diharapkan dapat membuat Pelapak dan pembeli semakin terbiasa dengan pemanfaatan digital, baik melalui aplikasi Bukalapak maupun pembayaran dengan Mandiri Clickpay dan E-cash.

Hingga September 2016 pengguna aktif E-cash mencapai 1,7 juta pengguna atau naik 297% dibandingkan posisi yang sama di tahun lalu. Volume transaksi Mandiri E-cash hingga September naik lebih dari 200%. Adapun jumlah merchant yang dapat menerima transaksi E-cash lebih dari 110 merchant online dan lebih dari 50 ribu toko ritel.

Dari sisi Bukalapak, penggunanya kini mencapai 9 juta pengguna dengan lebih dari 70 juta produk dan lebih dari satu juta UKM yang tergabung.

Lakukan Kegiatan Pemasaran, agoda Pacu Kontribusi Pelanggan Millennial

Besarnya potensi dari kalangan millennial menjadi peluang bisnis yang bisa terus digali di berbagai segmen. Kali ini, agoda, platform reservasi akomodasi online di Asia Tenggara, menargetkan pelancong millennial di Indonesia untuk menggunakan agoda saat hendak bepergian.

agoda meluncurkan fitur “Check In, Check Out” yang bisa diakses di situs desktop dan mobile web. Fitur ini dirancang khusus sebagai direktori bagi pelancong millennial untuk mengetahui jarak lokasi hotel mereka dengan tempat-tempat sekitar yang ingin dikunjungi. Adapun kategori yang bisa diketahui adalah kuliner, hiburan, jalan-jalan, dan belanja.

“Kami harapkan fitur ini bisa memacu pelanggan baru dari kalangan millenial Indonesia untuk melancong ke berbagai tempat yang ingin mereka kunjungi. Semua fiturnya sudah dikostumisasi sesimpel mungkin, sehingga mereka tidak perlu unduh aplikasi direktori lainnya,” terang Gede Gunawan, Country Director agoda International Indonesia, Selasa (8/11).

Menurutnya, komitmen agoda untuk membidik pelanggan di kalangan tersebut cukup besar. Biaya pemasaran yang diklaim siap untuk dikucurkan bahkan mencapai 6 juta dolar. Tak hanya meluncurkan fitur baru saja, agoda juga melakukan kampanye dengan tema #agodabasecamp. Kampanye tersebut menjadi dorongan agoda kepada millennial yang menganggap akomodasi sebagai awal dari keseruan pengalaman perjalanan mereka.

Tak sampai disitu, agoda juga menyiapkan iklan televisi yang menceritakan petualangan pelancong yang berbeda dan sebuah mobile game interaktif yang memberikan diskon spesial kepada pengunjung situs untuk reservasi akhir tahun.

Terakhir, agoda mengumumkan kerja sama dengan Travel Sparks, organisasi sosial dengan fokus akan pendidikan di Indonesia bagian timur dengan menggunakan traveling untuk meningkatkan literasi dan kualitas pendidikan anak-anak di daerah pelosok Indonesia.

Donasi yang diumumkan untuk tahun pertamanya sebesar 500 juta Rupiah. Kegiatan ini ke depannya bakal menjadi program berkelanjutan yang akan dilakukan agoda setiap tahunnya.

Dari seluruh kegiatan pemasarannya ini, diharapkan dapat memacu kontribusi bisnis dari pelancong millennial terhadap total pendapatan agoda. Adapun secara persentase diharapkan bisa menembus angka 60%. Saat ini, meski tidak disebutkan angkanya, Gede mengklaim kontribusi bisnis agoda Indonesia dari pelancong millennial hampir menyentuh angka tersebut.

Sebelum meluncurkan seluruh kegiatan pemasaran ini, sambung Gede, agoda sebelumnya melakukan survei ke millennial responden dari seluruh Indonesia. Hasilnya ada tiga poin, yakni millennial sangat mementingkan destinasi lokal yang otentik, mereka sangat tinggi rasa nasionalisme, dan tertantang untuk eksplor daerah yang belum pernah mereka temui.

Dari data agoda, 70% tempat wisata yang paling diminati pelancong pada tahun ini adalah destinasi lokal. “Hasil survei ini jadi acuan kami bahwa pelancong millennial di Indonesia kian mencari pengalaman yang berbea dan menginspirasi untuk menjawab keingintahuan mereka.”

Bidik 6 ribu non hotel accomodation (NHA) untuk diakusisi

agoda saat ini sudah mengakuisisi (sebagai mitra) 1 juta hotel di seluruh dunia dengan jumlah pelanggan terdaftar mencapai 18 juta orang dari 37 ribu kota. Di Indonesia sendiri, agoda telah mengakuisisi 14.600 hotel dari seluruh Indonesia, sekitar 61,64% atau 9 ribu di antaranya tergolong sebagai non hotel accomodation (NHA). Adapun contohnya, apartemen, kos-kosan, dan residential.

Gede memandang, potensi NHA ke depannya akan semakin cerah seiring masifnya pelancong millennial untuk melakukan perjalanan. Secara potensi, masih ada 6.000 NHA yang bisa diakusisi oleh agoda. Untuk edukasi pelayanan dan sistem akuisisi, Gede mengaku pihaknya sendiri yang akan turun langsung ke lapangan dan memantau kondisi tempat penginapan.

Pemilik tempat penginapan akan diedukasi oleh tim agoda, bagaimana memberikan pelayanan dengan standar hotel dengan harga yang kompetitif.

“Untuk penginapan yang hendak kami akuisisi, mereka harus memberikan pelayanan yang baik dengan standar hotel, harganya pun harus kompetitif dan sudah nett, mengingat pemain OTA di Indonesia sudah banyak. Mereka juga tidak kami terapkan kontrak eksklusif harus dengan agoda saja,” pungkas Gede.

Application Information Will Show Up Here

APJII: Pengguna E-Money Baru Mencapai 0,7% dari Total Responden

Kemarin (7/11), Asosiasi Penyedia Jasa Internet Indonesia (APJII) kembali mengumumkan beberapa pembaruan hasil survei penetrasi dan pengguna internet di Indonesia, yang sudah dipublikasikan beberapa minggu lalu. Dari survei terbarunya ini, APJII mengaku pihaknya melakukan penyederhanaan klasifikasi bertujuan untuk meminimalisir multiinterpretasi yang kemungkinan bakal terjadi ke depannya.

Intinya, APJII melakukan survei dengan dua kategori. Pertama, mengenai penetrasi dengan menyebar 1250 sampel dan kedua, mengenai perilaku sebanyak 2000 sampel. Menariknya, dari hasil survei ini untuk kategori teknis pembayaran transaksi online sebanyak 36,7% responden memilih untuk melakukannya via ATM, 14,2% memilih untuk bayar di tempat atau COD.

Kemudian, sebanyak 7,5% memilih kartu kredit, 1,6% memilih sms banking, dan posisi terakhir ditempati oleh uang elektronik atau e-money sebanyak 0,7%.

Terkait hal ini, Henri Kasyfi Soemartono, Sekjen APJII, menjelaskan sebenarnya saat melakukan survei pihaknya tidak mendetil lebih rinci mengapa pengguna lebih nyaman dengan transaksi online lewat ATM, ketimbang jalur lainnya yang lebih terkesan online. Menurutnya, responden hanya mengungkapkan pada dasarnya mereka sudah merasa aman dengan transaksi online, namun penerapan pembayaran belum sepenuhnya online.

“Dari survei kami belum melakukan mendetil alasannya, tapi pada dasarnya sebanyak 69,4% responden bilang mereka merasa aman dengan transaksi online. Mungkin, ini jadi indikasi, sudah saatnya Indonesia memerlukan national payment gateway (NPG). Sebab ini mengenai kenyamanan bukan keamanan. Bisa jadi masyarakat Indonesia belum nyaman dengan pembayaran yang benar-benar online,” ujarnya kepada DailySocial.

Dari survei ini, dapat menjadi bahan pekerjaan untuk pemerintah dan swasta mengingat implementasi pembayaran online belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Berbagai perusahaan financial technology dan inovasi yang dilakukan perbankan untuk keuangan digital yang berjamuran di Tanah Air, belum sepenuhnya mampu menggeser pembayaran online via ATM.

Seluruh pihak harus bahu membahu melakukan sosialisasi dan edukasi kepada konsumen, kendati mereka menyatakan sudah menyatakan transaksi online sudah aman.

Sebelumnya, DailySocial juga menerbitkan tulisan tentang peluang e-money di Indonesia. Di luar digital banking seperti internet banking dan SMS banking, uang elektronik atau e-money memiliki potensi yang luas untuk bisa dimanfaatkan dalam transaksi online. Namun, pemanfaatannya saat ini masih terbatas untuk pembayaran transportasi publik dari e-money berbasis card based, sementara server based kebanyakan dipergunakan untuk pembelian pulsa.

Hasil survei dipertanyakan

APJII ungkapkan teknik survei dan membandingkannya dengan survei di dua tahun lalu / APJII
APJII ungkapkan teknik survei dan membandingkannya dengan survei di dua tahun lalu / APJII

Banyak kalangan yang mempertanyakan keabsahan survei APJII pada tahun ini. Untuk itu, APJII menggelar pemaparan survei untuk kedua kalinya. Pihak APJII memastikan tidak ada data yang salah, kali ini APJII mengungkapkan data lebih detil dengan penjelasan lebih sederhana, beserta metode survei yang dilakukan.

“Tidak ada perbedaan dengan survei yang dirilis 24 Oktober lalu, sekarang kami pertajam agar tidak menimbulkan multiinterpretasi pembaca,” ujar Henri.

[Baca juga: APJII: Lebih dari Separuh Penduduk Indonesia Telah Terhubung Internet]

Untuk survei pertama mengenai penetrasi internet, APJII dan Polling Indonesia menggunakan teknik pengambilan sampel yang terdiri dari probability sampling, area random sampling, dan unit analisis provinsi. Lalu, teknik pengumpulan data melalui wawancara tatap muka dengan bantuan kuesioner.

Yonda Nurtaqwa, perwakilan dari Polling Indonesia, menjelaskan pihaknya mengambil responden sebagai sampel sebanyak 1.250 orang, dengan keyakinan semakin banyak sampel yang diambil makan semakin kecil margin of error. Pihaknya juga memastikan untuk memeriksa kembali data yang dirasa janggal.

“Angka 1.250 adalah angka yang pas bagi kami dan masih dalam batas wajar dengan tingkat kepercayaan 95%.”

Untuk survei kedua mengenai perilaku internet, teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara multistage random sampling, variant area random, sampling mix dengan convenience sampling. Pengambilan datanya masih sama dengan survei pertama, melakukan dengan wawancara tatap mukda dengan bantuan kuesioner.

Sampel yang diambil lebih banyak dari sebelumnya yakni 2.000 responden sama seperti survei di 2014. Adapun margin of error-nya mencapai 2,2% dengan confident interval 95% dan kontrol kualitas 10% dari total sampel.

Kriteria pengambilan sampel dilakukan sesuai kesimpulan tentang karakteristik pengguna internet. Seperti, pengguna internet adalah individu yang mengakses internet dari rumah dan luar rumah, memakai komputer atau perangkat mobile. Tidak ada batasan tahun dan frekuensi penggunaan, umur, dan kepemilikan.

Seperti Apa Rasanya Jadi CEO Startup?

Menjadi orang nomor satu di perusahaan adalah suatu prestise dan prestasi yang mungkin bisa dibanggakan. Namun, semakin besar perusahaan, maka semakin banyak kepala yang harus dihadapi. Hal yang sama berlaku juga di startup. Meski baru seumur jagung, startup dapat menjadi ajang untuk diri sendiri dalam memimpin perusahaan.

Bagaimana mengelola organisasi, emosi, menjaga ritme kerja yang baik, bagaimana menjadi pemimpin yang baik, dan lain sebagainya. Untuk menjelaskan lebih detil, para CEO startup di bawah ini akan membantu Anda menerangkan bagaimana suka dan duka menjadi orang nomor satu di perusahaan. Berikut rangkumannya seperti dikutip dari Quora.

Harus mau meleburkan diri ke pekerjaan selama 24/7

Deena Varshavskaya, Founder dan CEO Wanelo, menerangkan menjadi orang pertama di perusahaan artinya sama saja dengan merelakan diri untuk kerja 24/7, tidak libur meski tanggal merah. Seluruh waktu, pikiran, dan tenaga Anda akan tercurahkan sepenuhnya untuk membangun perusahaan.

Kendati demikian, hal ini justru membuatnya jadi tertantang untuk memecahkan permasalahan, lebih kritis, dan kreatif untuk melakukan suatu pendekatan. Menjadi CEO, menurutnya, memberi dia kesempatan untuk bertemu dengan orang-orang hebat yang dapat membantunya mewujudkan perusahaan.

Bila diibaratkan, sambungnya, startup adalah wilayah pertumbuhan diri Anda yang tidak kunjung habis, sebab Anda terus menjauhi diri dari zona aman. Anda ditantang terus untuk mengatasi tantangan, hal apa saja yang Anda pelajari tentang diri sendiri, dan bagaimana Anda bisa memberikan kebebasan kepada pekerja.

Kegagalan itu, menurutnya adalah hal yang biasa terjadi dalam menjalani usaha. Namun, hal ini jangan menjadikan posisi founder startup sebagai korban, sebab hidup itu pada dasarnya adalah pilihan hidup masing-masing manusia. Bila Anda tetap ingin tidur dengan pola teratur, berarti ada harga yang harus di bayar sebab waktu Anda untuk kerja jadi berkurang.

Jadi ajang untuk belajar dan memperbaiki diri

Paul DeJoe, CEO Ecquire, menambahkan menjadi CEO startup itu sama halnya dengan menempatkan diri ada di neraka di bawah air. Sebab Anda harus tetap halus dan tenang di hadapan orang lain, meski banyak permasalahan yang selalu Anda hadapi.

Pekerjaan Anda adalah menciptakan visi, budaya yang dapat menjadi aspirasi oleh rekan kerja. Ketika mereka percaya dengan Anda, berarti Anda sudah dapat tim kerja yang ideal. Sebab, mencari orang-orang yang tepat untuk bekerja dengan Anda adalah pekerjaan yang paling sulit sekaligus penting untuk dilakukan.

Kendati, pembelajaran ini akan mempengaruhi hidup Anda secara signifikan, mengubah sifat untuk mempercayakan orang lain untuk mengerjakan tugas yang sebelumnya Anda lakukan mengingat Anda saat ini adalah seorang pemimpin.

Hal apapun yang Anda pikirkan, meski negatif dan belum terjadi sekalipun, sesungguhnya bakal terjadi di kemudian hari. Maka dari itu Anda harus selalu berpikir positif dan optimis.

Menjadi CEO akan membuat Anda jadi lebih menghargai segala proses bisnis, legowo dalam menerima masukan, dan tidak selalu puas dengan pencapaian-pencapaian. Bahkan, Anda akan kecanduan dalam mencari tantangan yang tersulit, karena ada hubungan langsung antara kesulitan dengan euforia ketika Anda berhasil menyelesaikan hal tersulit.

Kemudian, Anda akan bersikap seperti orang tua kepada konsumen tanpa mereka sadari. Sebab Anda sangat mencintai mereka dan mereka adalah dunia bagi Anda. Setiap hari begitu berbeda dan menarik untuk dilakui, meski gagal sekalipun tetap menyenangkan bagi Anda.

100% beban perusahaan akan ditanggung sendiri

Jason M Lemkin, Co-Founder dan CEO EchoSign, menjelaskan CEO startup tidak se-glamour seperti dibayangkan. Menurutnya, jika pendapatan perusahaan belum mencapai lebih dari 10 juta dolar dan belum sampai titik IPO, maka tidak bisa dikatakan bakal hidup dengan tenang.

Uang yang tidak bisa dipakai untuk merekrut orang baru, padahal Anda merasa selalu merasa kekurangan tenaga. Maka dari itu, Anda selalu mengakalinya dengan berbagai macam hal sesuai dengan kemampuan.

Menjadi CEO itu artinya Anda tidak bisa curhat segala hal ke tim karena mereka benar-benar tidak mengerti bagaimana rasanya ketika 100% beban perusahaan Anda tanggung sendiri. Bahkan kepada pasangan sekalipun.

CEO itu, sambungnya, adalah satu-satunya pekerjaan yang harus Anda lakukan, tidak memandang bulu darimana latar belakang pendidikan Anda. Meski Anda belum pernah melakukan skaling, tidak pernah merekrut orang, pada akhirnya itu semua harus Anda lakukan.

Orang lain akan benar-benar peduli pada apa yang Anda pikirkan dengan cara yang belum pernah terpikirkan. Meski Anda adalah CEO dari 10 pekerja saja, konsumen akan peduli dengan Anda meski jumlah mereka berpuluh-puluh kali lipat. Sebab bagi mereka, produk yang diciptakan di bawah kepemimpinan Anda memberi dampak bagi hidup hajat orang banyak.