Pengembang Layanan SaaS MagLoft Siapkan Layanan Blog-to-Native Apps

MagLoft startup pengembang layanan SaaS (Software as a Service) untuk digital publishing, tengah menyiapkan fitur terbaru mereka untuk mengonversi blog menjadi sebuah aplikasi native di iOS dan Android. Saat ini layanan MagLoft masih dalam tahap pengembangan beta untuk fitur tersebut, dan masih terbatas untuk sebagian pengguna dari kalangan blogger dan publisher. Co-Founder dan CEO MagLoft Nick Martin meyakini fitur blog to native apps ini akan menjadi solusi bagi para blogger, publisher dan digital agency untuk membuat publikasi digital mereka tanpa perlu merogoh biaya yang terlalu besar dengan sistem yang rumit.

Untuk membuat aplikasi, pengguna hanya perlu menyambungkan tautan blog mereka ke dalam sistem MagLoft, kemudian secara otomatis akan ditampilkan bentuk template tampilan aplikasi dengan konten yang berasal dari blog tersebut. Nantinya, para blogger atau user lainnya akan bisa langsung membuat postingan baru di blog mereka, tanpa perlu masuk ke dalam software MagLoft. Postingan yang mereka buat di blog, akan secara otomatis masuk kedalam editor MagLoft tanpa perlu proses yang rumit. Konsepnya mirip dengan sebuah RSS App.

Layanan blog to native apps ini akan disajikan dalam model freemium. Fitur berbayar nanti akan memberikan kepada pengguna berbagai fitur tambahan yang untuk mengembangkan aplikasi mereka, seperti push notification untuk para pembaca di aplikasi, user management dashboard, dan lainnya. Dengan fitur baru yang sedang dikembangkan saat ini, MagLoft berusaha untuk menggaet para blogger dan para publisher terbatas di Indonesia untuk menjadi beta tester dengan berbagai benefit yang menguntungkan.

Yang perlu diperhatikan, pengguna harus membuat akun developer-nya sendiri di App Store dan Play Store. Hal ini untuk menjadikan pengguna tetap dalam kendali 100% terhadap app mereka, dan bisa mengatur pendapatan yang didapat dari majalah yang dibuat untuk subscribe dari iOS dan Android. Dan pengguna pun juga bisa mengatur untuk menjadikan app-nya tersebut berbayar atau gratis.

Sebelumnya layanan utama MagLoft ialah menyediakan layanan untuk mendigitalkan majalah dalam bentuk aplikasi mobile, beberapa majalah ternama sudah masuk ke dalam jajaran portofolio produknya. Dengan total pasar sebesar $35 miliar di industri publishing, MagLoft berusaha untuk menjadi pemain di ranah tersebut untuk menyediakan solusi yang mudah digunakan tanpa harus mengeluarkan uang banyak untuk membuat aplikasi majalah di iOS dan Android.

Salah satu portofolio apps yang dibuat dengan sistem MagLoft
Salah satu portofolio apps yang dibuat dengan sistem MagLoft

MagLoft adalah startup yang didirikan oleh Nick Martin (CEO) yang berasal dari Denmark, dan Tobias Strebitzer (CTO) dari Austria. Saat ini MagLoft berkantor di Gianyar, Bali. Dengan jumlah tim yang berukuran 7 orang dan masih bootstrapping, MagLoft saat ini telah mampu mendapatkan basis customer dari Amerika Serikat, Kanada, UK, Jerman, & Australia, serta beberapa negara lainnya di Eropa.

Touchten Games Dapatkan Pendanaan dari Discovery Nusantara Capital

Hari ini startup pengembang game Touchten mengumumkan perolehan pendanaan dari Discovery Nusantara Capital (DNC) dengan nominal yang tidak disebutkan. Sedari awal DNC sendiri memang sudah menyampaikan keseriusannya untuk menggelontorkan investasi pada perusahaan game di Asia Tenggara dengan nilai hingga Rp 129 miliar.

Pengumuman pendanaan ini disampaikan langsung oleh DNC pada pagelaran GamePrime yang diinisiasi oleh Bekraf. Disampaikan oleh CEO & Founder at Touchten Games Anton Soeharyo bahwa pendanaan ini didasari oleh visi bersama antara DNC dan Touchten untuk mengembangkan industri game di Indonesia.

Sebelumnya dalam kesempatan terpisah, Irene Umar dari DNC menyampaikan ketertarikannya pada industri game di Indonesia:

“Ketika kami melihat ke pasar Indonesia, ada banyak pemainnya. Jadi kami ingin membantu para pemain itu untuk berkembang, tidak hanya dalam memberikan dana tetapi yang lebih penting juga mentransfer pengetahuan, pengalaman dan sumber daya yang terakumulasi bertahun-tahun untuk sesama pamain di industri game. Melalui DNC, kami ingin menciptakan dampak positif di industri game Indonesia.”

Akuisisi C Channel Terhadap PT Media Makmur dan Tren Ekspansi Mencaplok Unit Bisnis

C Channel sebuah startup asal Jepang baru-baru ini dikabarkan telah mengakuisisi startup di pengembangan layanan digital PT Media Makmur. Tidak disebutkan nilai transaksi dari proses pencaplokan ini, hanya saja C Channel sedari awal merupakan mitra bisnis Media Makmur, dengan salah satu layanan berupa Beauty Blogger Marketing. Seperti diketahui C Channel sendiri menyediakan konten video fashion untuk kaum perempuan.

Media Makmur sendiri cukup dekat dengan portal media asal Jepang tersebut, selain telah fokus pada pengembangan bisnis C Channel Indonesia, pihaknya juga kini menjadi pendorong bisnis media Kawaii Beuaty Japan. Akuisisi ini tampaknya dilakukan untuk memperdalam kerja sama strategis kedua belah pihak. Menjadikan Media Makmur lebih memfokuskan pada kampanye digital C Channel untuk penikmat konten di Indonesia.

Sebagai perusahaan rintisan, C Channel telah membukukan pendanaan sekurangnya $4,1 juta dari beberapa investor dan perusahaan, termasuk di dalamnya B Dash Ventures, Asobi System Holdings, Rakuten dan beberapa lainnya. Akuisisi ini bagi C Channel dijadikan momentum melihat pertumbuhan penikmat layanan digital di Indonesia yang terus menggeliat. Terlebih sudah mulai digaungkan bahwa Indonesia akan menjadi pangsa pasar penting dalam lanskap e-commerce di Asia, artinya menjadi indikasi terbuka kesiapan konsumen Indonesia dalam menikmati konsep dan layanan digital.

Tren akuisisi sebagai langkah ekspansi dan pengembangan bisnis

Tak hanya di bidang media, insiatif akuisisi justru begitu terlihat mulai serius di sektor e-commerce. Sebelumnya melalui Lazada Indonesia, Alibaba dikabarkan tengah bersiap melakukan beragam ekspansi ke pasar Indonesia.

Tak hanya itu, model kerja sama pun tampaknya juga menjadi cara yang dinilai efektif dalam memperluas pangsa pasar. Yang jelas, Indonesia memiliki nilai lebih yang siap memutarkan kembali investasi e-commerce menjadi laba, yakni “peminat”.

Cara akuisisi sendiri memang terus menjadi tren di kalangan startup digital, termasuk apa yang dilakukan Go-Jek terhadap startup pengembang asal India guna meningkatkan kapabilitas aplikasi mobile yang dimiliki, akuisisi pengembang solusi mobile pun dilakukan.

Sebuah keuntungan yang didapat perusahaan tidak terlalu dipusingkan menyusun unit bisnis dari nol. Dengan contoh apa yang dilakukan C Channel, fokus di Indonesia berimplikasi harus membangun komoditas bisnis di sini. Tapi dengan adanya Media Makmur, terlebih sebelumnya menjadi mitra strategis ekspansinya, maka yang perlu dilakukan hanya menyatukan visi.

Seleksi Nasional Global Mobile Challenge 2016 Segera Dilaksanakan Minggu Ini

Global Entrepreneurship Program Indonesia (GEPI) berkolaborasi dengan Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) dan Dicoding dalam waktu dekat akan menyelenggarakan salah satu rangkaian Global Mobile Challenge 2016, sebuah kompetisi mobile apps bertaraf internasional yang akan ditargetkan untuk kalangan profesional dan mahasiswa di enam benua. Perkembangan Global Mobile Challenge (GMC) sudah dimulai sejak tahun 2013 di Timur Tengah. Sampai saat ini sudah terdapat lebih dari 60 negara dengan final regional di Eropa Timur Tengah, Eurasia, Afrika, Asia dan Amerika Latin.

Global Mobile Challenge memberikan kriteria utama untuk berkompetisi, yaitu membuat produk aplikasi atau game berbasis mobile. Selain itu, produk sudah harus dipublikasikan melalui mobile marketplace.

Rangkaian acara GMC 2016 dibagi menjadi tiga tahap, yakni tahap Country Semi Final, Asia-Pacific Regional Final dan Global Mobile Challenge Grand Final. Sesi Country Semi Final Indonesia akan diadakan di Jakarta pada tanggal 27 November 2016. Pada tahap Country Semi Final, akan dipilih dan diseleksi peserta yang mendaftarkan diri untuk melakukan pitching session di depan para juri dan kemudian akan dipilih tim terbaik yang akan mengikuti tahap selanjutnya yaitu Asia-Pacific Regional Final yang diadakan di Singapura.

Setelah bersaing untuk memenangkan Asia-Pacific Regional Final, peserta yang lolos akan mengikuti Global Mobile Challenge Grand Final di Barcelona, Spanyol. Untuk Country Semi Final Asia-Pacific, akan dipilih berbagai kontestan dari 10 negara dengan aplikasi terbaik.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, GMC ini akan mengumpulkan 55 negara untuk berpartisipasi dan lebih dari 1.500 aplikasi ditargetkan akan dilombakan di kompetisi ini.

GCM 2016 ini akan turut didukung oleh mitra internasional seperti GSMA, IE, 4YFN, Imtiaz dan The Applied Innovation Institute. Pagelaran GCM 2016 di Indonesia diselenggarakan sejalan dengan visi GEPI, yaitu meningkatkan kemajuan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan sosial melalui kewirausahaan, juga sebagai sarana untuk membantu startup tahap awal untuk mencapai tahap berkembang, akan menjadi selangkah lebih dekat.

Para pengembang aplikasi di Indonesia yang ingin berpartisipasi dalam acara ini dapat mendaftarkan diri melalui tautan berikut: klik di sini.


Disclosure: DailySocial merupakan media partner pagelaran Global Mobile Challenge 2016.

Keseriusan Pemerintah Tanggapi Pajak Google Mengarah Ke Kesiapan Regulasi Bisnis Digital

Isu perpajakan yang menyeret raksasa internet Google di Indonesia masih terus bergulir. Kendati mediasi khusus telah dilakukan, namun belum menemukan kesepakatan final antara pemerintah (dalam hal ini Ditjen Pajak) dan pihak Alphabet, induk perusahaan Google. Disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam sebuah kesempatan, pihaknya optimis kesepakatan akan segera dicapai sebelum akhir 2016.

Dari pemberitaan yang dilansir The Wall Street Journal, muncul nilai pajak yang akan dibayarkan Google. Jauh lebih kecil dari perkiraan, yakni sekitar $73 juta, atau senilai Rp 988,7 miliar. Sebelumnya disampaikan oleh Ditjen Pajak pendapatan Google (umumnya dari iklan) di Indonesia mencapai Rp 5 triliun, dengan asumsi margin 35 persen dari total pendapatan, maka laba kena pajak ditaksir sebesar Rp 1,75 triliun.

Penyelesaian pajak Google ini tentu mendatangkan sebuah pertanyaan, apakah perusahaan lain (khususnya digital) akan mendapatkan perlakukan yang sama. Hal tersebut dijawab tegas oleh Menkeu Sri Mulyani, seperti yang terkutip di Liputan 6 berikut ini:

“Pokoknya semua yang memiliki kegiatan ekonomi memiliki value added di sini, tentu merupakan objek dan subjek pajak. Bagi kami perusahaan apa pun yang memiliki aktivitas sehingga menciptakan objek pajak, dia harus memiliki suatu entitas dalam negeri. Oleh karena itu, menjadi subjek pajak, maka dia tunduk undang-undang perpajakan kita.”

Saat ini statusnya masih dalam tahap perhitungan matang, baik oleh tim Ditjen Pajak maupun auditor pajak internal dari perusahaan Google.

Urgensi pemerintah mengejar pajak Google di Indonesia

Proses tax settlement atau perundingan antara kedua belah pihak sedang intensif dilakukan. Proses ini dinilai lebih menguntungkan kedua belah pihak. Menurut Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Khusus Muhammad Haniv, dengan proses tersebut kedua belah pihak tidak perlu menghitung secara rinci, ibarat seperti jalan damai. Tax settlement ini berbeda dengan proses pemeriksaan biasa yang memperhitungkan utang pajak dari PPN, PPh, dan pajak lainnya.

Kasus ini sebenarnya tidak hanya menyangkut tentang bagaimana perusahaan OTT memberikan income bagi negara, namun jika melihat dari sudut pandang lain, yakni perkembangan bisnis digital nasional, sangat naif jika pemerintah tidak tegas. Perkara ini turut membuat Menkominfo akhirnya berinisiatif untuk menyiapkan aturan terkait operasi layanan OTT. Salah satu materi yang diatur adalah soal kepatuhan dalam membayar pajak.

Berkaitan dengan pajak perusahaan digital, pertumbuhan e-commerce yang dewasa ini kencang di Indonesia juga menjadi salah satu pokok perbincangan pemerintah, aturannya masih terus digencarkan. Selain itu masih banyak proses bisnis digital yang masih berusaha diregulasi oleh pemerintah dalam kaitannya dengan perpajakan, contohnya layanan ride-sharing.

Semua pemain bisnis digital lokal pasti berharap, jangan sampai pemerintah lunak dengan perusahaan asing dalam kaitannya dengan regulasi (pajak dan peraturan lain), namun sangat ketat kepada pemain lokal. Kesan tersebut setidaknya yang dapat ditunjukkan pemerintah melalui keseriusannya dalam menangani kasus seperti yang dihadapi Google.

Sleekr Akuisisi Kiper Cloud Accounting, Perluas Cakupan Portofolio SaaS untuk Bisnis UKM

Sleekr mengumumkan akuisisinya terhadap Kiper Cloud Accounting untuk meningkatkan portofolio produk yang dimiliki. Sleekr sendiri awalnya merupakan pengembang layanan SaaS (Software as a Service) untuk manajemen human resources (HR) sedangkan Kiper pengembang layanan SaaS untuk manajemen akuntansi bisnis. Bersatunya Kiper ke Sleekr turut membawa rebranding produk akuntansi Kiper menjadi Sleekr Accounting.

Founder Sleekr Suwandi Soh mengatakan bahwa penggabungan ini akan memberikan dampak sinergi positif, menjadi sebuah platform SaaS yang memberikan solusi menyeluruh untuk bisnis, khususnya untuk skala UMKM dan startup. Selain pertimbangan tersebut, Suwandi mengaku bahwa ketertarikannya dengan Kiper karena user experience yang ditawarkan pada aplikasinya mudah diadopsi oleh beragam kalangan, termasuk pebisnis pemula.

Setelah kurang lebih 5 tahun beroperasi dengan bendera Kiper, penyedia layanan akuntansi tersebut mengaku telah menggaet setidaknya 5.000 pengguna. Sedangkan Sleekr justru masih berumur kurang dari 2 tahun, namun akselerasi dengan produk manajemen HR-nya begitu mengesankan. Pencapaian hingga tahun 2016 ini pihaknya mengaku telah menjaring 10.000 pengguna. Dengan bergabungnya Kiper diharapkan mampu mendongkrak traksi penggunanya.

Diungkapkan Founder Kiper Cloud Accounting Agung Harry Purnama, dari perjalanan produknya hal yang belum digencarkan ialah kegiatan pemasaran yang lebih intensif. Selama ini Kiper cenderung masih mengandalkan pola pemasaran mulut ke mulut. Dengan bersatunya Kiper dan Sleekr, diharapkan proses tersebut dapat direvolusi dengan baik dan mampu menciptakan harmoni dengan portofolio yang sebelumnya dimiliki Sleekr.

Integrasi layanan dan peningkatan kapabilitas tim

Akuisisi Kiper membawa tim ke dalam tubuh bisnis Sleekr. Founder Kiper kini menjabat sebagai Co-Founder dan Direktur Teknologi Sleekr. Pengalamannya sebagai software engineer selama 10 tahun lebih dinilai akan mampu mengakselerasi pertumbuhan inovasi Sleekr. Akuisisi ini turut membawa dua produk untuk bergabung dan saling berintegrasi.

Diterangkan Suwandi Soh timnya secara bertahap akan melakukan integrasi kedua layanan. Beberapa yang sudah masuk dalam agenda pengembangan ialah penyatuan sistem penggajian karyawan yang sebelumnya sudah dikembangkan Sleekr. Di tahap lebih lanjut, akan ada juga manajemen hak akses yang akan disematkan dalam kedua layanan tersebut.

Mengomentari seputar perjalanan bisnis, Suwandi menyampaikan:

“Kami sangat senang dengan pertumbuhan kami. Sleekr tumbuh sesuai dengan mempertimbangkan kemampuan kami melayani users. Kami sangat percaya dengan pelayanan kepada pengguna. Kami bangga melayani perusahaan modern seperti Midtrans, IDN Media, UangTeman, dan DealPOS.”

Suwandi juga menambahkan, bahwa saat ini di Indonesia banyak UKM yang potensial, memiliki produk yang bagus tetapi pengelolaan sumber daya paling penting mereka, yaitu people and money, tidak dilakukan dengan baik, terlebih modern. Sleekr ingin membantu perusahaan dan pemilik bisnis ini untuk melakukan modernisasi.

“Sleekr bisa dikatakan sebagai operating system atau OS dari sebuah bisnis. Dari inovasi pricing, kami juga mengubah lanskap mahalnya software HR dan accounting dengan menawarkan SaaS dengan biaya yang sangat terjangkau,” ujar Suwandi.

Dalam beberapa bulan ke depan, Sleekr akan segera merilis fitur yang dapat memanfaatkan data yang dimasukkan pengguna menjadi informasi yang mempermudah pemilik bisnis mengambil keputusan, misalnya adanya sebuah peringatan jika dalam dua bulan ke depan perusahaan tidak membenahi piutangnya maka perusahaan mungkin akan sulit membayar gaji karyawan, atau pengingat bahwa dalam dua bulan akan ada kenaikan biaya dibandingkan biasanya karena adanya kenaikan jumlah staf yang akan bergabung bulan depan. Sistem yang mengarah pada analisis big data.

Membedah Inovasi Pemberdayaan dan Aturan Drone di Indonesia

Dinamika perkembangan teknologi memaksa berbagai pihak gesit untuk menyiasatinya, tak terkecuali unsur di pemerintahan sebagai penyusun regulasi. Salah satu yang sedang masuk di dapur regulator saat ini ialah aturan terkait penggunaan pesawat tanpa awak, atau dikenal dengan istilah drone. Saat ini pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) sepakat untuk saling isi melengkapi kebijakan tersebut.

Sebelumnya di era Menteri Ignasius Jonan, pada 12 Mei 2015 lalu, pemerintah secara resmi telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 90 Tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Pesawat Udara Tanpa Awak. Dalam aturan tersebut tertulis beberapa poin di antaranya drone yang digunakan untuk kepentingan pemotretan, film dan pemetaan harus melampirkan surat izin dari institusi yang berwenang dan pemerintah daerah yang wilayahnya akan dipotret, difilmkan atau dipetakan.

Aturan tersebut dianggap krusial, karena terkait masalah privasi ruang dan frekuensi. Di aturan lama tersebut, pro kontra muncul. Beberapa penggiat drone khususnya untuk kalangan media massa merasa keberatan. Saat ini pemanfaatan drone banyak digunakan untuk menggambarkan situasi terkini dari tampilan udara, misalnya untuk menginfokan daerah terdampak bencana, kemacetan lalu lintas dan sebagainya. Poin aturan tersebut di atas dinilai membatasi ruang gerah pada kebutuhan “positif” tersebut.

Selain poin tadi, pada peraturan Kemenhub juga dijelaskan bahwa drone diperbolehkan mengudara pada uncontrolled airspace di bawah 500 kaki atau 150 meter. Drone diperbolehkan mengudara 500 meter dari batas terluar restricted/prohibited area. Jika melenggang di atas itu, harus ada izin dari Dishub udara selambat-lambatnya 14 hari sebelum penerbangan. Sementara penggunaan untuk aplikasi spesifik, seperti pertanian atau perkebunan harus berjarak minimal 500 meter dari pemukiman.

Kolaborasi antar kementerian dibutuhkan, karena drone bukan hanya menyangkut pesawat udara

Pada akhirnya bulan November 2016 ini dalam sebuah forum diskusi, Kemenkominfo melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) mulai mencetuskan aturan dan standardisasi pemanfaatan drone dalam kaitannya dengan penggunaan spektrum frekuensi radio (dalam hal ini memang menjadi kebijakan Kemenkominfo untuk mengaturnya). Menanggapi rancangan ini Kemenhub menanggapi baik terkait aturan tersebut dan siap berkolaborasi menyusunnya.

Sebelumnya Kemenhub juga telah berkoordinasi dengan satuan pengaman udara di tubuh TNI. Pihak TNI diberikan mandat untuk mengawasi pelaksanaan Peraturan Menteri Nomor 47 tahun 2016 tentang perubahan atas Peraturan Menteri 180 tahun 2015 tentang Pengendalian Pengoperasian Sistem Pesawat Udara Tanpa Awak di Ruang Udara yang Dilayani Indonesia. Aturan tersebut menekankan bahwa pihak Kemenhub atau TNI berhak untuk menjatuhkan drone yang dinilai membahayakan saat diterbangkan.

Tak hanya di Indonesia, pengetatan aturan drone ini juga telah diterbitkan di negara seperti Amerika Serikat, Swedia juga Kanada.

Sejauh mana pemanfaatan drone untuk Inovasi di Indonesia

Mampu menggambarkan situasi daratan melalui pencitraan di udara, drone saat ini telah masuk ke dalam implementasi di luar militer. Pemanfaatan drone di awal kemunculannya memang banyak diterapkan untuk keperluan perangkat militer, mulai dari sistem pengintai hingga persenjataan perang. Seiring dengan hadirnya produk drone yang terjangkau, inovasinya pun turut terdongkrak, tak terkecuali oleh insan kreatif di Indonesia.

Beberapa peneliti di Indonesia mulai memanfaatkan drone untuk kebutuhan di bidang pertanian. Peneliti di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) memanfaatkan drone untuk memetakan lahan dan penyebaran bibit di medan yang sulit terjangkau. Pesawat tanpa awak itu diberi nama Farm Mapper masih dalam tahap pengembangan, kisarannya mencapai Rp 700 juta jika diproduksi. Tak hanya itu, Lembaga Antariksa Nasional (LAPAN) juga tengah mengembangkan LAPAN LSU (LAPAN Surveillance UAV), beberapa universitas seperti UGM, ITB dan ITS juga memiliki produk pengembangan serupa.

Di sektor riil lain, untuk menanggulangi bencana di daerah, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menjalin kerja sama dengan berbagai pihak yang ahli dalam pemanfaatan drone. Digunakan untuk menjangkau dan memetakan daerah terdampak bencana yang sulit diterjang oleh transportasi darat. Menurut Deputi Bidang Penanganan Darurat BNPB Tri Budiarto pemanfaatan drone di sini menjadi kebutuhan krusial, karena bencana bisa terjadi kapan saja, dan membutuhkan analisis dan perancangan cepat untuk strategi penanganannya. Drone bekerja baik di sini.

Drone dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, salah satunya di bidang pertanian dan penanganan bencana / Pixabay
Drone dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan, salah satunya di bidang pertanian dan penanganan bencana / Pixabay

Terakhir inovasi terkait drone yang sedang ramai dibincangkan di mana-mana ialah inisiatif komunitas Menembus Langit. Sekelompok pemuda yang bertekad membawa sebuah pesawat nirawak ke stratosfer untuk memetakan beragam citra daratan di Indonesia.

Urgensi pengaturan operasional drone tanpa membatasi inovasi

Pemanfaatan drone di Indonesia memang masih sangat terfragmentasi. Ada yang memanfaatkan untuk hiburan semata, untuk produksi film, untuk riset, hingga untuk kebutuhan penanganan bencana. Hal tersebut memungkinkan hadirnya beragam celah yang mengancam berbagai hal, mungkin dimanfaatkan oleh pihak luar yang tidak bertanggung jawab, sehingga memungkinkan mengancam privasi hingga keamanan nasional. Dari situ aturan yang mengayomi penting untuk dibuat, yang mampu memberikan perlindungan tanpa membatasi inovasi yang sedang mulai digencarkan.

Pembatasan memang diperlukan, karena ruang udara juga menyangkut tentang keselamatan lalu lintas udara. Pelanggarannya pun harus ditindak tegas. Awareness pemerintah untuk segera menerbitkan aturan yang pas adalah upaya yang sangat baik. Mengingat pemanfaatan drone masih bisa dikondisikan. Jangan sampai belum ada regulasi yang mendampingi ketika pemanfaatan peralatan tersebut menghadirkan dampak negatif yang tidak diinginkan. Di sisi lain usulan aturan juga harus melibatkan berbagai pihak yang memiliki kepentingan terkait dengan pemanfaatan drone untuk kemajuan bangsa.

Startup Terpilih di Google Launchpad Accelerator Batch Ketiga Sudah Diumumkan

Startup terpilih untuk Google Launchpad Accelerator batch ketiga untuk kawasan Asia sudah diumumkan. Beberapa startup Indonesia masuk ke dalam program inkubasi yang akan dilaksanakan selama 6 bulan ini, yakni iGrow, Jurnal, Mapan, PicMix, Qlue dan Snapcart. Seperti yang telah dilaksanakan pada dua batch sebelumnya, nantinya para startup terpilih akan mendapatkan pembimbingan khusus langsung di kantor pusat Google.

Pada batch kedua yang dilaksanakan mulai bulan Mei lalu, juga terjaring 6 startup Indonesia ke dalam program Google tersebut. Salah satu testimoni dari peserta di batch kedua bulan lalu CEO Hijup Diajeng Lestari menjelaskan bahwa dirinya mendapatkan beberapa insight terkait dengan bagaimana mengoptimalkan funnel. Mulai acquisition cost-nya hingga mengelola konsumen untuk bisa masuk ke customer base, sesuai dengan kebutuhan dan tipe startup Diajeng berupa layanan e-commerce.

Nama-nama startup terpilih di batch ketiga

Di tahap ketiga kali ini nama-nama startup yang ditetapkan sebagai peserta sudah cukup banyak dikenal dan sering memberikan introduksi produknya di berbagai program unggulan startup. Pertama iGrow, startup ini membawakan konsep yang revolusioner di bidang pertanian, menghubungkan investor dengan penggarap lahan. Sistem bisnisnya unik, memberdayakan petani untuk memanfaatkan lahan dengan suntikan investasi dari masyarakat yang berminat. Kemudian ada Jurnal, yang memberikan layanan SaaS untuk pengelolaan manajemen bisnis dan keuangan pada bisnis di Indonesia.

Kemudian ada Mapan (Arisan Mapan) yang diinisiasi oleh Ruma, mengusung aplikasi terpadu untuk arisan yang dihubungkan dengan sistem belanja di e-commerce. PicMix turut masuk dalam batch kali ini, startup karya Calvin Kizana ini beberapa waktu terakhir begitu gencar melambungkan kembali eksistensinya dengan aplikasi pengolah foto karyanya. Menjadi salah satu startup Indonesia yang mampu bertahan dalam gejolak perkembangan digital nasional.

Inovator layanan berbasis smart city Qlue juga turut terpilih. Terobosannya di berbagai daerah untuk digitalkan layanan publik membawa startup ini cukup dikenal di Indonesia dan mulai menjalin dengan regulator di berbagai daerah di Indonesia. Terakhir ada Snapcart, startup besutan Reynazran Royono yang sangat mengunggulkan teknologi big data untuk memberikan kenikmatan cashback bagi pengguna aplikasinya.

Selain mendapatkan pembinaan berupa bootcamp 2 minggu di kantor Google dan program inkubasi yang dilaksanakan selama 6 bulan, para startup (khusus pengembang solusi mobile) juga akan menerima pendanaan bebas ekuitas hingga $50.000. Program Launchpad Accelerator sendiri memang difokuskan untuk negara dengan pertumbuhan startup yang berpotensi, seperti Indonesia, India dan Brasil. Program ini menargetkan mampu merangkul 50 startup baru per tahun.

Thailand-Based Staffing Platform Enters Indonesian Market

Thailand-based startup Helpster, the main focus of which is to connect blue collar workers and employers, has just received US$2.1 million from Indonesia’s Convergence Ventures and Singapore’s Wavemaker Partners, as well as several other strategic investors.

The funds will be used mainly to develop products and expand into the Indonesian market, said Helpster.

The startup, which was founded in January, uses a website and mobile applications — now available in the Indonesian language — to connect food and beverage, hospitality, event and logistics businesses with laborers, whether for temporary or permanent jobs.

“Traditional methods, such as information in brochures or labor brokers are deemed unsatisfactory in terms of the received labor’s quality,” Helpster co-founder Mathew Ward stated, noting that they are set to change the ways of labor recruitment.

The company is aware that reaching out to the entire blue collar worker population is challenging. However, it also sees a potential to grow. Adrian Li, managing partner of Convergence Ventures, stated that the growth of the food and beverage and hospitality sectors in Indonesia would provide great opportunities for Helpster to grow in the country.

The Helpster mobile app is available for both Android and iOS operating systems.


Disclosure: The original article is in Indonesian and syndicated in English by The Jakarta Post

Sticar Mungkinkan Pemilik Kendaraan Jadi Tempat Iklan Berjalan

Model layanan digital berkembang begitu signifikan, seakan tak pernah ada batasan untuk berkreasi. Baru-baru ini mulai muncul ke permukaan sebuah layanan digital baru bernama Sticar. Sticar merupakan aplikasi yang menghubungkan pengiklan dengan pengendara mobil. Secara sederhana, pemilik mobil akan menjadikan mobilnya sebagai media publikasi iklan (car advertising) dan dipantau secara detail dari sistem aplikasi.

Saat ini Sticar sedang gencar mengajak Advertiser (pihak yang mengajukan iklan) dan Driver (pemilik mobil yang bersedia mengiklankan). Ketika sudah mencapai kesepakatan, konten pengiklan nantinya akan ditempelkan di mobil Driver sesuai levelnya, ada Windows (kaca mobil), Panel (pintu mobil) dan Full Body. Perhitungan penghasilan bagi Driver adalah per kilometer dikalikan dengan level iklan yang disepakati.

“Ide pengembangan Sticar muncul ketika kami ingin merevolusi cara baru dalam beriklan, dengan cara digital. Jika kita melihat model iklan yang saat ini ada, seperti billboard atau videotron yang kadang berisiko, Sticar hadir memberikan solusi untuk sistem yang lebih efektif, dengan menyajikan panel iklan yang bergerak,” ujar Founder dan CEO Sticar Gede Rio Darmawan kepada DailySocial.

Sticar sendiri dapat diakses dalam mode website dan aplikasi (saat ini yang dikembangkan baru untuk platform Android, ditargetkan akhir bulan November meluncur), guna melakukan pendaftaran dan mengakses sistem monitoring yang disajikan. Data real-time yang disajikan kepada pengiklan meliputi berapa Driver yang telah menempelkan iklan di mobilnya, berapa jauh perjalanan, serta berapa besar jumlah impression (pencapaian iklan). Dari situ pembiayaan juga akan dihitung secara dinamis per kilometer perjalanan.

Dashboard admin untuk analisis impression iklan oleh Advertiser / Sticar
Dashboard admin untuk analisis impression iklan oleh Advertiser / Sticar

GPS Tracker turut disematkan kepada Driver untuk melakukan pelacakan dan menghitung impression. Dari riset yang dilakukan Sticar, jika dibandingkan dengan mode pengiklanan konvensional, misalnya billboard, impression yang didapatkan cenderung lebih besar dan efektif ketika ikan tersebut bergerak. Terlebih jika melihat kondisi trafik di Jakarta, dengan rata-rata orang menghabiskan waktu 6 jam per hari di jalan.

Dari perhitungan kalkulasi yang disematkan dalam portal Sticar, dengan ukuran iklan paling kecil (Window), Driver akan mendapatkan Rp 50.000 untuk tiap perjalanan 100 kilometer, berlaku kelipatannya. Sedangkan untuk ukuran iklan full-body mencapai Rp 150.000 per perjalanan 100 kilometer. Cukup efektif dimanfaatkan oleh para pemilik mobil yang membutuhkan pemasukan tambahan, misalnya untuk mobil sewaan atau travel, dengan jam jalan yang cukup tinggi.

Memberikan impression yang lebih detail kepada Advertiser

Jika impression pada media konvensional seperti billboard dihitung dari jumlah rata-rata kendaraan yang melewati di depannya, sistem yang disajikan Sticar selangkah lebih maju. Menggunakan sistem GPS yang dihubungkan dengan sistem Bluetooth pada mobil, sistem tersebut akan memantau impression dengan lebih spesifik.

“Kami bekerja sama dengan Here Maps yang menghubungkan informasi terkait kondisi traffic population ke server kami di sekitar mobil dengan jarak 10 meter untuk menghasilkan jumlah impression,” jelas Rio.

Dengan kata lain, adanya sistem Bluetooth menjadi salah satu syarat yang harus dimiliki rekanan Driver. Aplikasi Sticar juga terhubung penuh dengan mobil pengguna melalui OBD2 Bluetooth, mencatat ID mobil dengan baik. Sehingga ketika pengguna tidak menggunakan mobil terdaftar, maka sistem Sticar tidak akan mencatat adanya perjalanan.

Proses bisnis dan capaian yang ingin didapatkan

Sticar sendiri saat ini melenggangkan bisnis dengan sokongan seed funding dari dua investor, RnB Fund dan Oxdream, dengan pendanaan terakhir dibukukan pada akhir September ini. Sticar sedari awal sudah fokus pada revenue stream, yakni dengan pengambilan porsi 10% dari biaya transaksi dari Advertiser kepada Driver. Dengan proses bisnis yang jelas, mereka mengklaim bakal mendapatkan kepercayaan kliennya

“Target untuk tahun 2017 setidaknya ada 1.000 active Driver. Tidak hanya yang terdaftar, tapi yang benar-benar menjalankan campaign,” ujar Rio.

Saat mendiskusikan beberapa hal yang mungkin diisukan karena men-disrupt tatanan periklanan konvensional, Rio memberikan penjelasan bahwa pihaknya telah siap dari berbagai hal. Termasuk pemenuhan perpajakan dan privasi pengguna. Untuk perpajakan, ditekankan dari awal bahwa Sticar mengenakan pajak reklame (mobil branding) yang dibebankan kepada Advertiser.

Untuk jaminan privasi pengguna, pihaknya mengaku bahwa hanya Advertiser dan Sticar yang dapat mengakses data keberadaan pengguna. Itu pun hanya ketika pengguna menjalankan aplikasi dan menghubungkan dengan mobilnya. Ketika tidak sedang bekerja dengan Sticar, maka privasi pengguna dijamin perlindungannya.