Startup Edtech Schoters: Pandemi Percepat Akselerasi, Pasar Makin Matang

Salah satu sektor startup yang mengalami pertumbuhan saat pandemi adalah platform edtech. Bukan hanya di Indonesia, namun secara global platform yang menggabungkan edukasi, teknologi dan bisnis mampu menarik perhatian target pengguna hingga investor.

Dalam sesi #SelasaStartup kali ini, DailySocial mengundang Founder & CEO Schoters Radyum Ikono, untuk berbagi suka duka dan harapan sebagai penggiat startup yang menyasar sektor edtech di Indonesia saat ini dan ke depannya.

Pandemi percepat akselerasi

Saat Schoters baru didirikan sekitar tahun 2018, banyak tantangan yang dihadapi. Mulai dari edukasi hingga pemasaran dan cara tepat untuk memperkenalkan produk dan layanan yang dihadirkan kepada target pengguna.

Schoters adalah platform yang membantu siswa lulusan SMA/K dan profesional yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi di luar negeri. Impian sang pendiri adalah, agar lebih banyak lagi siswa Indonesia yang merasakan pengalaman berharga saat melanjutkan studi di luar negeri.

“Ketika pandemi bulan Maret 2020 lalu secara langsung memaksa banyak pengguna untuk mengadopsi kegiatan belajar-mengajar secara online. Termasuk di dalamnya produk dan layanan yang ditawarkan oleh Schoters.”

Terkait dengan makin banyaknya platform serupa yang mulai muncul ke permukaan, ternyata tidak menjadi kendala bagi platform seperti Schoters untuk terus tumbuh. Hal tersebut menurut Radyum justru menjadi tanda yang positif, meskipun persaingan harus lebih sengit lagi.

“Saya melihat dengan makin banyaknya platform baru yang bermunculan bisa menjadi pertanda bahwa pasar sudah mulai matang dan teknologi yang kami tawarkan ternyata memang sangat relevan saat ini. Ke depannya kami melihat akan menjadi signal yang baik bagi platform edtech untuk terus tumbuh, untuk bisa menciptakan ekosistem yang lebih baik lagi.”

Radyum menambahkan, makin banyaknya pemain serupa yang mencoba menyasar sektor edutech juga bisa memberikan ruang lebih dan kesempatan kepada para investor untuk memberikan investasi. Karena pada akhirnya, meskipun sifatnya tidak recurring seperti layanan e-commerce, namun dengan strategi yang tepat dan penggunaan yang sangat relevan saat ini, bisa menjadikan platform edtech menarik untuk dijajaki.

Edukasi, teknologi, dan bisnis

Sebagai lulusan terbaik DSLaunchpad tahun 2020, Schoters merasakan benar pentingnya menciptakan relasi yang baik antara pemain startup edtech lainnya. Sebagai startup yang bukan hanya berupaya untuk mencari profit, platform seperti Schoters juga memiliki misi sosial, untuk bisa mempermudah proses belajar dan edukasi kepada masyarakat luas secara online.

Jika dulunya proses ini hanya terbatas kepada offline saja, namun startup seperti Ruangguru telah membuktikan bahwa edukasi disandingkan dengan teknologi dan bisnis bisa tetap tumbuh dan berjalan dengan baik.

“Tentunya saya memberikan apresiasi kepada Belva Syah Devara pendiri Ruangguru. Karena dengan platform yang mereka tawarkan mampu menjadikan startup edtech lebih mainstream dan diterima dengan baik oleh pasar. Kesuksesan mereka yang kemudian menjadi inspirasi saya untuk mendirikan Schoters,”kata Radyum

Impian Radyum untuk Schoters adalah, agar bisa menjadi platform end-to-end yang kemudian bisa membantu siswa untuk mewujudkan impian mereka studi di luar negeri. Hal tersebut tentunya akan dihadirkan oleh Schoters melalui berbagai produk dan pilihan layanan hingga teknologi yang memudahkan semua proses.

“Sepanjang 1 sampai 2 tahun terakhir saya melihat perkembangan startup edtech makin baik di Indonesia. mengikuti apa yang sudah terjadi di negara lain, saya melihat ke depannya platform edtech makin pesat pertumbuhannya di Indonesia,” kata Radyum.

Application Information Will Show Up Here

Aplikasi Manajemen Penyewaan RentBook Meluncur di Indonesia

Bertujuan untuk memudahkan perusahaan persewaan peralatan yang ingin mendigitalkan bisnis mereka, startup asal Silicon Valley, RentBook, meresmikan kehadirannya di Indonesia. RentBook didukung oleh Tenderd yang berbasis di Uni Emirat Arab, dan didukung oleh investor seperti Peter Thiel (pendiri Paypal), dan Y Combinator.

Kepada DailySocial, Country Launcher RentBook Indonesia Riky Hartaman mengungkapkan, aplikasi RentBook gratis untuk digunakan dan telah tersedia di Kanada, Uni Emirat Arab, Arab Saudi, India, Nigeria, Indonesia, Malaysia, dan Filipina.

“Rentbook adalah platform untuk manajemen bisnis sewa secara praktis dan full digitalized. Aplikasi ini dapat membantu pengguna untuk melakukan inventori aset, pencatatan aktivitas sewa. dan promosi.”

Fitur unggulan

Untuk memudahkan pengguna, RentBook mengklaim memiliki beberapa fitur andalan. Di antaranya pengaturan file inventory untuk mengorganisir kerapihan berbagai berkas yang dibutuhkan. Fitur lain yang tersedia adalah, pencatatan semua aktivitas persewaan dan pengingat pembayaran melalui SMS gratis untuk pelanggan, serta Store Front (website toko sewa) untuk mempromosikan bisnis sewanya. Semua data dan transaksi sewa juga dapat disimpan secara aman dan tanpa batas di aplikasi.

Secara khusus RentBook memiliki model bisnis yang serupa dengan Shopify. Aplikasi ini gratis untuk digunakan, ke depannya layanan baru akan tersedia dengan model berlangganan. Secara global, RentBook memiliki lebih dari 30 ribu pengguna, kebanyakan bisnis skala kecil dan menengah telah mendaftar.

“Kami telah mengoperasikan marketplace persewaan alat berat di Uni Emirat Arab dan Arab Saudi selama 2 tahun terakhir, kami yakin bahwa pembelajaran kami telah memungkinkan kami untuk membangun platform yang lebih praktis,” kata Riky.

Pada umumnya, Rentbook sangat cocok digunakan untuk rental alat berat dan konstruksi seperti excavator, bulldozer, dan forklift; rental di bidang logistik seperti trucking dan kendaraan angkut lainnya; rental di bidang properti seperti apartemen, kos, ruko, tanah, gedung, atau pun rumah; dan rental mobil atau motor serta aset bergerak lainnya. Namun, RentBook juga tidak menutup kemungkinan digunakan untuk menyewakan barang koleksi pribadi seperti buku, kamera, atau perlengkapan bayi yang masa pakainya terbatas lalu teronggok di rumah.

“Aplikasi ini mudah digunakan, sesuai untuk semua kalangan khususnya UKM yang belum melibatkan dalam keseharian bisnisnya. Rentbook telah tersedia pada platform android, iOS, dan website, dalam Bahasa Indonesia, Inggris, Arab, Urdu dan Hindi, dan lebih banyak lagi yang akan datang,”kata Riky.

Upaya RentBook saat pandemi

Karena pandemi, calon pelanggan kesulitan untuk bertemu dengan pemilik aset. Potensi calon pelanggan baru jadi berkurang atau bahkan menghilang. Komunikasi dengan pelanggan, pelacakan persewaan, serta pengumpulan pembayaran yang secara tradisional mengandalkan dokumen dan interaksi tatap muka, kini telah terganggu.

Peluncuran Store Front baru-baru ini diharapkan akan memungkinkan pemilik aset lebih mengontrol bisnis mereka, karena mereka dapat menyiapkan situs web dalam waktu kurang dari 1 menit, dan mempromosikannya di mana saja, terutama di media sosial. Sejauh ini, RentBook menargetkan 100 ribu bisnis baru tahun ini.

Covid-19 benar-benar memengaruhi orang dari semua lapisan masyarakat di seluruh dunia. Kami di RentBook merasakan panggilan yang kuat untuk membantu bisnis UKM dan berhasil dengan baik melalui digitalisasi bisnis mereka,” kata Riky.

Application Information Will Show Up Here

Kantongi Pendanaan Awal, Titik Pintar Fokus Kembangkan Konten Pembelajaran Anak Berkualitas

Startup edtech Titik Pintar mengumumkan telah mengantongi pendanaan tahapan pre-seed dengan nilai yang tidak disebutkan awal tahun ini. Pendanaan ini merupakan salah satu investasi pertama dari Indonesia Women Empowerment Fund (IWEF), dana yang bertujuan untuk menciptakan dampak sosial dan dikelola bersama oleh Moonshot Ventures serta YCAB Ventures.

Sebelumnya, Titik Pintar juga mendapatkan hibah dari Pemerintah Belanda dan juga investasi dari sejumlah angel investor. Titik Pintar juga merupakan salah satu lulusan DSLaunchpad, program akselerasi startup virtual yang diinisiasi oleh DailySocial.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Titik Pintar Robbert Deusing mengungkapkan, untuk jangka pendek pendanaan akan digunakan untuk meningkatkan kualitas produk. Mereka juga ingin menghadirkan lebih banyak konten berkualitas, yaitu dengan meluncurkan Sahabat Pintar, di mana guru-guru, desainer, dan para animator bisa berkolaborasi membuat konten berkualitas.

“Kami bertujuan mengumpulkan kreator konten terbaik, untuk terus memproduksi konten sekaligus menjaga kualitasnya. Saat ini kami sedang membangun fitur multiplayer, yang akan memberikan tantangan untuk para pengguna sehingga mereka semakin tertarik. Kami juga mendapat banyak masukan yang baik soal fitur baru ini,” kata Robbert.

Selain multiplayer, produk lain yang akan dikembangkan adalah sesi konsultasi secara online bersama guru. Para guru nantinya akan membantu anak-anak yang kesulitan melanjutkan permainan dengan memberi penjelasan lebih. Titik Pintar akan memberikan info soal proses pembelajaran anak, sehingga para guru bisa melihat apa yang perlu diperbaiki. Mereka juga bisa mendapatkan pemasukan tambahan dengan sesi konsultasi ini.

“Untuk Sahabat Pintar, kami membatasi jumlah guru hingga 25 orang, sehingga kami bisa fokus ke kualitas kontennya dan memastikan kalau kami menjalankan hal yang tepat. Kami akan berupaya menambah hingga 1000 guru secara perlahan untuk permulaan,” kata Robbert.

Misi jangka panjang Titik Pintar selanjutnya adalah, membuat belajar menjadi menyenangkan bagi semua anak di Indonesia. Dengan menghadirkan konten yang dapat diakses dari mana saja untuk semua orang dan bisa meningkatkan hasil pembelajaran untuk semua pengguna Titik Pintar.

Gamifikasi untuk pengguna

Tim Titik Pintar
Tim Titik Pintar

Saat ini Titik Pintar telah memiliki 10 ribu pengguna aktif setiap bulannya. Selama pandemi, perusahaan mengalami pertumbuhan positif. Dengan makin meningkatnya kegiatan secara online, banyak orang tua yang kemudian mempercayai platform membuat belajar lebih menyenangkan untuk anak-anak sekolah dasar di saat pandemi maupun setelahnya.

Disinggung fitur apa yang menjadi pilihan pengguna, disebutkan mata pelajaran sains yang terfavorit. Secara demografi, platform lebih banyak digunakan oleh pengguna perempuan dibandingkan laki-laki. Sementara beberapa pengguna menyukai Pintar Pod, sebuah minigame yang bisa dimainkan setelah menyelesaikan soal-soal utama. Selain itu, anak-anak juga suka mendapatkan Koin Pintar (yang akan diberikan setiap menyelesaikan soal), untuk mengubah tampilan avatar.

“Pemain terkenal yang sudah ada di luar sana menargetkan pelajar di tingkat yang lebih tinggi. Kami fokus ke pelajar sekolah dasar. Gamifikasi juga menjadi DNA kami, dan merupakan metode pembelajaran yang tepat untuk anak-anak, yaitu belajar sambil bermain,” kata Robbert.

Application Information Will Show Up Here

Intudo Ventures Luncurkan Program Fellowship Ditujukan Bagi Mahasiswa Asal Indonesia di Luar Negeri

Konsisten dengan visi untuk mendukung startup Indonesia, Intudo Ventures meluncurkan program “Intudo Pulkam S.E.A. Turtle Fellowship”. Kepada DailySocial, Founding Partner Intudo Ventures Eddy Chan mengungkapkan bahwa program ini ditujukan kepada mahasiswa Indonesia di luar negeri yang ingin kembali ke Indonesia. Program tersebut menawarkan kesempatan untuk bergabung dan menjadi bagian dari portofolio mereka.

“Untuk tahun pertama fellowship, kami berencana untuk memilih selusin atau lebih calon peserta. Kami harap setiap orang yang ingin mengembangkan startup akhirnya bisa mendirikannya; dan yang ingin mencari peluang penempatan karier bisa dipekerjakan di perusahaan portofolio Intudo,” kata Eddy.

Ada beberapa proses yang akan dilakukan dalam rangkaian program tersebut. Satu hal yang terpenting, mendorong para founder di portofolio untuk mengajarkan praktik terbaik dalam ekosistem teknologi Indonesia. Selain itu, program tersebut juga menawarkan peluang networking dan bimbingan karier bagi para profesional yang ingin kembali ke Indonesia untuk bekerja.

“Sementara untuk untuk calon founder, kami akan memberi mereka panduan tentang rencana bisnis, menyempurnakan ide-ide mereka menjadi langkah-langkah yang dapat ditindaklanjuti. Saat rencana bisnis tersebut telah rampung, kami akan memperkenalkan kepada founder yang memiliki potensi dan perekrutan kunci dari dalam fellowship dan jaringan Intudo. Setelah tim telah memantapkan rencana bisnis, Intudo akan memberikan akses ke peluang distribusi dalam pasar, seperti pelanggan pertama atau mitra bisnis,” kata Eddy.

Program akan dibatasi untuk calon pelamar yang berencana untuk kembali ke Indonesia dari luar negeri dalam jangka waktu 12 bulan aplikasi. Peserta program ini melalui situs Intudo dengan memberikan gambaran aspirasi profesional mereka dan bagaimana mereka nantinya bisa berkontribusi pada ekosistem teknologi Indonesia.

Dukungan program untuk pendiri startup Indonesia

Sejak diluncurkan, Intudo telah menerapkan pendekatan hybrid deal sourcing, yaitu mencari sumber lokal di Indonesia melalui Pulkam S.E.A. Turtle, pendiri lokal terbaik di kelasnya sambil juga terlibat dengan calon peserta program fellowship. Perusahaan mengklaim di antara portofolio, 95% dari tim pendiri memiliki setidaknya satu pendiri berasal dari program.

Perusahaan juga telah menjalin kerja sama strategis dengan universitas dan komunitas teknologi di Amerika Serikat.

“Dalam program ini kami tidak menawarkan tenaga kerja magang di startup atau perusahaan teknologi di Indonesia. Meskipun demikian, setiap tahun kami memiliki sejumlah sarjana yang ditempatkan dalam perusahaan portofolio kami sebagai tenaga kerja magang. Kami mendorong mereka untuk menghubungi kami setelah lulus untuk terus bekerja dalam portofolio Intudo dalam peran yang lebih profesional,” kata Eddy.

Disinggung seperti apa dukungan Intudo Ventures kepada pendiri startup Indonesia asal daerah, Eddy menegaskan di Indonesia, mereka telah bekerja sama dengan beberapa universitas ternama untuk mendukung para pendiri dan talenta digital.

“Kami telah memberikan sesi di ITB, Universitas Indonesia, dan Binus, dengan membagikan perspektif dan pengalaman kami kepada siswa yang antusias. Di antara mahasiswa Indonesia, kami juga telah menempatkan kesempatan magang di dalam perusahaan portofolio perusahaan,” kata Eddy.

Mendorong Terus Kehadiran Startup di Luar Jabodetabek

Makin sengitnya persaingan bisnis di kota tier 1 Indonesia, seperti Jakarta dan Surabaya, membuat startup-startup baru mencoba mengalihkan fokusnya ke kota-kota tier 2 dan 3. Mereka menawarkan solusi unik yang dianggap relevan untuk menyelesaikan permasalahan di kota tersebut. Diklaim startup seperti ini bisa tumbuh positif meski tidak menawarkan layanan ke kota-kota top tier.

Yogyakarta, misalnya, tidak hanya disebut sebagai surganya para developer, tetapi juga telah melahirkan beberapa startup yang hingga saat ini masih eksis dan bertahan.

Salah satu startup Yogyakarta adalah Titipku. Startup yang didirikan Henri Suhardja ini mengubah strategi yang tadinya berupa marketplace nasional, menjadi marketplace dengan konsep hyperlocal, yaitu fokus mendigitalkan area demi area, dimulai dari pasar sebagai jantung perdagangan setiap area.

“Setiap area Titipku ini luasnya hanya sebesar kecamatan. Kami promosikan kepada masyarakat setempat untuk belanja online dari UKM dan pasar yang mereka sudah kenal melalui Titipku. Kami memperoleh hasil yang sama-sama tinggi, baik di kota besar maupun di daerah. Tidak menyangka bahwa aplikasi Titipku bertumbuh pesat dengan konsep hyperlocal.”

Didirikan sejak tahun 2017, Titipku mengklaim telah merangkul puluhan ribu UKM dan ratusan ribu pengguna. Hingga akhir bulan Desember 2020, perusahaan mencatat pertumbuhan omzet lebih dari 700%. Sepanjang 2020 Titipku juga menambah 31 ribu pedagang baru. Hal ini tercapai berkat kinerja dari sekitar 7 ribu “penjelajah” (istilah untuk pengguna aplikasi yang mengunggah informasi UKM yang ditemui).

Sementara layanan cloud kitchen seperti Waku, meski berbasis di Jakarta, mulai melakukan ekspansi ke kota-kota lain di Indonesia. Setelah melakukan ekspansi di Medan dan Denpasar, kini mereka juga telah hadir di Bandung dan Tegal. Founder & CEO Anthony Gunawan mengungkapkan, alasan utama mengapa kota-kota tersebut dipilih untuk ekspansi adalah adanya klien anchor yang perlu dilayani.

“Selain Denpasar dan Medan, kami sudah berhasil ekspansi ke Bandung dan Tegal juga. Empat kota-kota baru ini termasuk kota yang menjadi target ekspansi kami di tahun 2021,” kata Anthony.

Anthony menambahkan, saat melakukan kurasi wilayah yang ideal untuk ekspansi, mereka mengacu ke peluang pasar dan permintaan ekspansi dari klien. Perusahaan juga melihat kota-kota lain yang memiliki potensi, meskipun belum memiliki klien di lokasi tersebut. Untuk kota-kota tier 2 dan tier 3, Anthony melihat potensinya masih besar.

“Tentunya wilayah-wilayah yang padat dengan perusahaan-perusahaan dan badan-badan pemerintahan. Kami juga mulai fokus pada wilayah padat pendidikan dan organisasi yang akan menjadi target pasar baru kami,” kata Anthony.

Menurut data Masyarakat Industri Kreatif Teknologi Informasi dan Komunikasi Indonesia (MIKTI) di bulan Mei 2019, 52,7 persen startup di tanah air berada di Jabodetabek. MIKTI mencatat ada 168 startup yang tersebar di Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Dibutuhkan sebuah kampanye atau program yang lebih intensif untuk meningkatkan pemerataan semangat kewirausahaan ke seluruh Indonesia.

Sebagai organisasi yang mencari potensi terbaik dari startup Indonesia, Endeavor Indonesia melihat startup di Jabodetabek dan di luar Jabodetabek memiliki potensi dan peluang yang sama besarnya. Endeavor Indonesia berupaya tidak hanya fokus pada daerah tertentu ketika melakukan scouting untuk mencari calon Endeavor Entrepreneur.

“Kami ingin mencari lebih banyak startup yang berasal dari daerah, memiliki latarbelakang unik namun memiliki impact yang besar. Bisa jadi mereka yang berasal dari kalangan menengah kebawah dan memiliki perhatian dengan lingkungan akan menjadi prioritas kami ke depannya,” kata Chairman Endeavor Indonesia Arif P. Rachmat.

Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), hingga Q2 2020, pengguna internet terbanyak berasal dari provinsi Jawa Barat, yakni 35,1 juta orang. Posisi ini disusul Jawa Tengah dengan 26,5 juta orang dan Jawa Timur dengan 23,4 juta orang.

Ajaib Closes Series A Funding Worth of 356 Billion Rupiah, Striving for Education and Acquisition of Millennial Users

The investment platform which recently acquired Primasia Unggul Sekuritas (Primasia Sekuritas), Ajaib Group, announced Series A funding of $25 million or the equivalent of 356.3 billion Rupiah. This round was led by Horizons Ventures (Li Ka-shing) and Alpha JWC Ventures, followed by SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, and Y Combinator.

Previously, Ajaib had joined the Y Combinator program in 2018, as well as raised the seed round. Funding continued the following year, securing funds worth $2.1 million from Y Combinator, SoftBank Ventures, Alpha JWC Ventures, and Insignia Ventures.

“I feel proud for Ajaib has become the best choice of most of the new stock investors in Indonesia. As a millennial, I know how difficult it is when I started investing. That’s why Ajaib is so focused on millennials and better education,” Ajaib Group’s Co-founder & CEO, Anderson Sumarli said.

The fresh money is to be used by the company to improve technology infrastructure, recruit technical teams, and expand product offerings. In addition, this round will also be used to support the Ajaib’s educational campaign#MentorInvestasi which aims to assist the Indonesian government’s efforts in educating millennials about investment and financial planning.

“The investment sector in Indonesia is quite underserved and lack of accessibility is one of the reasons. Ajaib was able to provide a solution to this problem and revolutionized the stock brokerage industry in less than two years. We are very impressed with Ajaib’s growth speed and we are delighted to see Ajaib helping millions of young people in Indonesia towards better investment,” Jeffrey Joe, Managing Partner at Alpha JWC said.

In Indonesia, there are currently several digital services that accommodate user needs in investing; including mutual fund instruments, stocks, gold, and crypto-assets. In the Fintech Report 2020 released by DSResearch, surveying 329 respondents, the following results were obtained regarding application awareness for investment needs.

Aplikasi Investasi

Some of the applications above are providing similar services with Ajaib, including Bibit, Tanamduit, Bareksa for the mutual fund; and Stockbit for stock.

Ajaib Group growth

Founded in 2019, Ajaib has become one of the fastest-growing investment platforms in Indonesia, through Ajaib Sekuritas (online stock securities) and Ajaib Reksadana (online mutual funds). Within 7 months of the launch of Ajaib Sekuritas in June 2020, the company recorded more than 10 billion stock lots have been traded in Ajaib.

Ajaib also supports more than 1 million monthly users on their investment journey. In December 2020, Ajaib also announced that the company is partnering with Korean drama actor Kim Seon-ho who plays Han Ji-pyeong in the Start-Up series on Netflix as a Brand Ambassador.

Anderson told DailySocial some time ago that the current pandemic has not been able to dampen the enthusiasm of Indonesian individual investors to pour money in the capital market. In the first two months since the launch of the stock availability at Ajaib, the company has registered tens of thousands of new users, most of whom are millennials.

“Currently, the market position has not fully recovered, therefore, the opportunity for users to reap profits in the capital market is quite large,” he said.

In 2021, Ajaib will continue its mission to welcome a new generation of investors to the Indonesian capital market. As of December 2020, there were 1,592,698 stock investors in Indonesia, meaning that less than 1% of Indonesia’s population has a stock account. In order to increase the number of domestic retail investors, Ajaib plans to expand the scope of investment education and financial planning campaigns targeting millennials.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Inavoice Hadirkan Layanan Marketplace Audio Digital, Jembatani Kreator dengan Pengguna

Bertujuan untuk menciptakan platform yang memudahkan kreator konten mencari atau membeli background musik berlisensi khusus, marketplace Inavoice didirikan. Meluncur 4 bulan yang lalu di Yogyakarta, platform yang didirikan oleh Fajar Risna Rosedra, Indar Adhi Kusuma, Jatmiko Kresnatama, dan Henry Yunan Lennon melihat masifnya pertumbuhan industri voice over di Indonesia dan belum adanya standarisasi di industri tersebut.

Inavoice Audio Marketplace didirikan atas dasar rasa prihatin terhadap tingginya tingkat kesulitan konten kreator audio visual ketika mencari atau membeli background musik berlisensi khusus. Karena kesulitan yang cukup tinggi inilah, banyak konten kreator yang kemudian mencari free copyright music, yang mungkin tidak sesuai dengan musik yang diinginkan.

“Luasnya diferensiasi kualitas hasil voice over yang diproduksi menjadi celah bagi calon pengguna jasa. Untuk itu kami hadir, menawarkan pengalaman kami dalam industri produksi audio dan jaminan hasil kualitas terbaik dengan konsistensi yang tetap terjaga,” kata Co-founder Inavoice Jatmiko Kresnatama.

Selain mengembangkan jasa produksi voice over melalui Digital Voice Over Agency, Inavoice juga mengembangkan Inavoice Audio Marketplace, sebuah pasar background musik, setiap kontributor musik terpilih dapat menjual musiknya melalui platform.

“Kami memiliki dua jenis bisnis dalam satu perusahaan, yaitu Digital Voice Over Agency dan Audio Marketplace. Kami juga membuat model bisnis yang berbeda, yaitu B2B untuk Digital Voice Over Agency dan B2C untuk Audio Marketplace. B2B dengan harapan bahwa klien akan menggunakan jasa kami dan B2C dengan harapan bahwa setiap pelanggan memiliki akses mudah untuk membeli lagu berlisensi untuk setiap konten digital yang mereka produksi,” kata Jatmiko.

Hingga saat ini Inavoice mengklaim kami telah memiliki sekitar 200 Voice Over talent dari 30 negara berbeda di dunia, 6 kontributor musik yang tersebar dari 4 negara, dan juga telah memiliki 20 klien yang telah menggunakan jasa pembuatan voice over ataupun produksi musik.

Cara kerja Inavoice

Dengan mengupayakan optimisasi Google Index (baik on page maupun off page), cara tersebut yang kemudian diterapkan oleh Inavoice untuk untuk menarik calon klien dan pelanggan. Tentunya optimasi tersebut diimbangi dengan konten pemsaran melalui kanal distribusi yang dimiliki, baik melalui Blog, Instagram, LinkedIn, Facebook, dan YouTube. Bagi klien dan pelanggan yang ingin menggunakan jasa Inavoice, bisa langsung mengakses situs.

Voice over talent dan musik kontributor yang bergabung bersama kami semuanya adalah freelancer, tidak ada kontrak terikat untuk terus berada dalam agency kami. Dengan cara seperti ini, kami menawarkan win-win solution bagi mereka karena mereka dapat dengan bebas mendistribusikan karya-karya mereka pada agency dan marketplace lain yang ada di seluruh dunia,” kata Jatmiko.

Diluncurkan saat pandemi ternyata tidak mempengaruhi pertumbuhan bisnis Inavoice. Perubahan behaviour dari target pasar, mengubah gaya produksi voice over dari client visit session menjadi remote recording system. Hal ini menurut mereka tentunya sangat mempengaruhi bagaimana ke depannya perusahaan melangkah dan menentukan business plan.

“Namun kami juga sadar betul bahwa pandemi merupakan starting poin baru bagi setiap orang, sehingga bagi bisnis yang terus konsisten dan bertahan melewati kondisi new normal, bisa menjadi leader baru dalam persaingan pasar, untuk ini, khususnya industri voice over dan audio marketplace,” kata Jatmiko.

Memasuki tahun 2021 ada beberapa target yang ingin dicapai oleh Inavoice. Di antaranya adalah memaksimalkan kemampuan dan pengalaman yang dimiliki di bidang audio untuk menjadi ‘win-win solution’, baik bagi talenta dan music contributor dan juga klien yang nantinya akan menggunakan jasa Inavoice. Disinggung apakah ada rencana penggalangan dana dalam waktu dekat, perusahaan menegaskan tidak memiliki rencana tersebut. Selama ini bisnis berjalan memanfaatkan modal sendiri, tanpa melibatkan investor.

“Kami sama sekali tidak berupaya untuk mencari pendanaan, penggalangan dana, atau apa pun. Yang sedang kami upayakan adalah memaksimalkan distribution channel kami agar bisa menambah jumlah traffic dan memaksimalkan kemungkinan converting melalui hal tersebut. Mengingat bahwa kami merupakan startup digital voice over agency dan audio marketplace pertama di Indonesia berbasis self funding, dengan kondisi pasar yang sedang kurang baik dikarenakan pandemi, proses bootstrapping jadi berjalan sedikit lambat,” kata Jatmiko.

Ajaib Rampungkan Pendanaan Seri A 356 Miliar Rupiah, Gencarkan Edukasi dan Akuisisi Pengguna Milenial

Platform investasi yang baru-baru ini telah mengakuisisi Primasia Unggul Sekuritas (Primasia Sekuritas), Ajaib Group, mengumumkan pendanaan seri A sebesar $25 juta atau setara 356,3 miliar Rupiah. Putaran pendanaan tersebut dipimpin oleh Horizons Ventures (Li Ka-shing) dan Alpha JWC Ventures, serta diikuti oleh SoftBank Ventures Asia, Insignia Ventures, dan Y Combinator.

Ajaib sebelumnya sempat tergabung ke dalam program Y Combinator tahun 2018, sekaligus membuka seed round-nya. Pendanaan berlanjut di tahun berikutnya, membukukan dana $2,1 juta dari Y Combinator, SoftBank Ventures, Alpha JWC Ventures, dan Insignia Ventures.

“Saya merasa bangga karena Ajaib menjadi pilihan bagi sebagian besar investor saham baru di Indonesia. Sebagai seorang milenial, saya tahu seberapa sulit pengalaman saya saat mulai berinvestasi. Itulah mengapa Ajaib sangat fokus pada kaum milenial dan edukasi yang lebih baik,” kata Co-founder & CEO Ajaib Group Anderson Sumarli.

Dana segar ini rencananya akan digunakan perusahaan untuk meningkatkan infrastruktur teknologi, merekrut tim teknis, dan memperluas penawaran produk. Selain itu dana tersebut juga akan digunakan untuk mendukung kampanye edukasi #MentorInvestasi Ajaib yang bertujuan untuk membantu upaya pemerintah Indonesia dalam mengedukasi milenial tentang investasi dan perencanaan keuangan.

“Sektor investasi di Indonesia masih kurang terlayani dan salah satu penyebabnya adalah kurangnya aksesibilitas. Ajaib mampu memberikan solusi untuk masalah tersebut dan merevolusi industri broker saham dalam waktu kurang dari dua tahun. Kami sangat terkesan dengan kecepatan pertumbuhan Ajaib dan kami sangat senang melihat Ajaib membantu jutaan anak muda di Indonesia untuk berinvestasi dengan lebih baik,” kata Managing Partner di Alpha JWC Jeffrey Joe.

Di Indonesia, saat ini memang sudah ada beberapa layanan digital yang mengakomodasi kebutuhan pengguna dalam melakukan investasi; termasuk untuk instrumen reksa dana, saham, emas, sampai aset kripto. Dalam Fintech Report 2020 yang dirilis DSResearch, menyurvei 329 responden, didapat hasil sebagai berikut terkait awareness aplikasi untuk kebutuhan investasi.

Aplikasi Investasi

Beberapa aplikasi di atas juga sajikan layanan serupa dengan Ajaib, misalnya Bibit, Tanamduit, Bareksa untuk reksa dana; dan Stockbit untuk saham.

Pertumbuhan Ajaib Group

Didirikan pada 2019, Ajaib telah menjadi salah salah platform investasi dengan pertumbuhan paling pesat di Indonesia, melalui Ajaib Sekuritas (sekuritas saham online) dan Ajaib Reksadana (reksa dana online). Dalam waktu 7 bulan sejak diluncurkan Ajaib Sekuritas pada Juni 2020 lalu, perusahaan mencatat lebih dari 10 miliar lot saham telah diperdagangkan di Ajaib.

Ajaib juga telah mendukung lebih dari 1 juta pengguna setiap bulannya dalam perjalanan investasi mereka. Pada bulan Desember 2020 lalu, Ajaib juga mengumumkan bahwa perusahaan menggandeng aktor drama Korea Kim Seon-ho pemeran Han Ji-pyeong dalam serial Start-Up di Netflix sebagai Brand Ambassador.

Kepada DailySocial beberapa waktu yang lalu Anderson mengungkapkan, pandemi yang terjadi saat ini ternyata tidak mampu memadamkan semangat investor individu Indonesia untuk berinvestasi di pasar modal. Pada dua bulan pertama sejak diluncurkannya layanan saham di Ajaib, perusahaan sudah mencatatkan puluhan ribu pengguna baru, yang kebanyakan di antaranya merupakan generasi milenial.

“Saat ini, posisi pasar juga belum pulih seutuhnya, sehingga peluang bagi pengguna untuk meraup keuntungan di pasar modal, masih besar,” ujarnya.

Tahun 2021 ini Ajaib akan melanjutkan misinya untuk menyambut investor generasi baru di pasar modal Indonesia. Per Desember 2020, terdapat 1.592.698 investor saham di Indonesia, artinya kurang dari 1% penduduk Indonesia memiliki rekening saham. Untuk meningkatkan jumlah investor ritel domestik, Ajaib berencana akan memperluas cakupan kampanye edukasi investasi dan perencanaan keuangan yang ditujukan bagi kaum milenial.

Application Information Will Show Up Here

Waku Terus Perluas Area Bisnis di Tengah Momentum Pertumbuhan Aplikasi Kuliner

Setelah melakukan rebranding akhir tahun 2020 lalu, platform yang memungkinkan penggunanya mudah mendapatkan makanan atau kuliner, Waku, melakukan ekspansi di beberapa wilayah di Indonesia. Setelah melakukan ekspansi di Medan dan Denpasar, kini mereka juga telah hadir di Bandung dan Tegal.

Kepada DailySocial, Founder & CEO Anthony Gunawan mengungkapkan, alasan utama mengapa kota-kota tersebut dipilih untuk ekspansi adalah, adanya klien anchor yang perlu dilayani.

“Selain Denpasar dan Medan, kami sudah berhasil ekspansi ke Bandung dan Tegal juga. Empat kota-kota baru ini termasuk kota metropolitan yang menjadi target ekspansi kami di tahun 2021,” kata Anthony.

Ekspansi bisnis pada umumnya bukanlah hal yang dapat dilakukan dengan mudah dan cepat. Banyak sekali faktor dan sumber daya yang perlu dipersiapkan sebelumnya. Tetapi dengan model bisnis dan tim operasional yang dimiliki, Waku membuktikan bahwa ekspansi bisnis tidak sulit dilakukan. Perusahaan juga terus berinovasi dan membuat menu-menu baru dan layanan-layanan baru dengan cepat.

“Dengan memiliki dapur-dapur yang sangat profesional dan berpengalaman, digabung dengan sistem dan tim Waku yang sudah kokoh dan berpengalaman juga, kami dapat memastikan Waku dapat diterapkan di seluruh kota di Indonesia dan akan beroperasional dengan baik sekali, untuk memenuhi kebutuhan makanan karyawan baik di perusahaan maupun pemerintahan,” kata Head of Operations Waku Farid Syuhada.

Di Indonesia sendiri, bisnis teknologi terkait kuliner memang sedang banyak digencarkan. Salah satunya Kulina, startup berbasis di Jakarta yang juga sediakan paket katering untuk personal maupun perusahaan. Selama pandemi sendiri, kami memantau peningkatan traksi di bisnis pengantaran makanan, lantaran adanya pembatasan sosial dan adopsi layanan teknologi yang makin masif.

Rencana Waku tahun 2021

Walaupun pandemi telah memberikan banyak sekali tantangan baru bagi bisnis Waku, namun secara keseluruhan telah memberikan dampak yang sangat positif terhadap pertumbuhan bisnis Waku. Tahun 2020, Waku mengklaim telah berhasil meningkatkan penjualan dan melebarkan coverage area layanan ke beberapa kota besar, serta turut menambah jumlah cloud kitchen Waku dalam waktu yang singkat. Secara keseluruhan Waku telah memiliki lebih dari 40 dapur katering dan cloud kitchen, dan lebih dari 300 klien perusahaan dan pemerintahan.

“Banyak sekali perbedaan dan unique selling propositions yang dimiliki oleh Waku. Salah satu yang paling utama yaitu Waku adalah satu-satunya F&B assistant yang memberikan solusi terlengkap bagi klien perusahaan dan pemerintahan, baik untuk makanan harian, keperluan meeting, training, acara-acara, kebutuhan mendadak, dan lain-lain. Dengan lebih dari 16 kategori dan 15 ribu pilihan menu, Waku merupakan one-stop all-in-one solutions bagi pelanggan,” kata Anthony.

Tahun ini Waku memiliki beberapa target dan rencana yang ingin dilancarkan, di antaranya adalah berencana hadir di semua kota metropolitan di Indonesia, meluncurkan beberapa brand dan layanan baru juga. Saat ini Waku juga tengah melakukan penggalangan dana untuk tahapan Seed.

“Potensi catering dan cloud kitchen sangatlah besar, dengan adanya COVID-19 maupun tidak. Kami selalu bersemangat dan optimis untuk terus bertumbuh dan melayani pasar yang lebih luas di seluruh Indonesia.” ujar Anthony.

Application Information Will Show Up Here

Fokus Bisnis dan Rencana Ekspansi Titipku Tahun 2021

Memasuki akhir tahun 2020, aplikasi Titipku yang didesain layaknya ‘media sosial’ agar setiap pengguna dapat mengunggah informasi mengenai UKM yang ditemui, mengklaim mengalami pertumbuhan bisnis positif selama 2020. Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO Titipku Henri Suhardja mengungkapkan, di awal pandemi bisnisnya mengambil kebijakan untuk fokus bantu pedagang pasar dan sembako untuk go-digital secepat mungkin, karena omzet pedagang pasar turun sampai hanya tersisa 40% saja.

“Masyarakat juga membutuhkan untuk belanja kebutuhan harian, tapi ada ketakutan untuk pergi ke pasar. Jadi, kami menyampaikan ke semua pengguna Titipku untuk bersama-sama kita bantu dulu pedagang pasar dan sembako. Hasilnya, Titipku mendapatkan momentum untuk bertumbuh sangat tinggi, sekitar 80% setiap bulan.”

Didirikan sejak tahun 2017, saat ini Titipku telah merangkul puluhan ribu UKM dan ratusan ribu pengguna. Hingga akhir bulan Desember 2020, perusahaan mencatat pertumbuhan omzet lebih dari 700%. Ini didukung dengan peningkatan transaksi per bulan rata-rata mencapai 80%. Sepanjang 2020 Titipku juga berhasil menambah 31 ribu pedagang yang masuk ke Titipku. Hal ini tercapai berkat kinerja dari sekitar 7 ribu ‘penjelajah’ (istilah untuk pengguna aplikasi yang mengunggah informasi UKM yang ditemui).

Titipku juga telah membentuk 47 pasar digital yang berisi 1.219 pedagang di dalamnya. Ke-47 pasar digital tersebut adalah pasar tradisional yang tersebar di Jabodetabek, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, dan Bali.

“Area-area inilah yang mungkin akan dikembangkan lebih lanjut sebagai fokus bisnis Titipku. Namun, tidak menutup kemungkinan wilayah lain di Indonesia, jika memang di wilayah itu ada permintaan yang tinggi dari konsumen,” kata Henri.

Rencana Titipku tahun 2021

Peresmian kantor baru Titipku di Jakarta
Peresmian kantor baru Titipku di Jakarta

Akhir tahun 2020, Titipku juga sempat meresmikan kantor baru mereka di Jakarta. Bertempat di kawasan Kelapa Gading Jakarta Utara, pembukaan kantor kedua bertujuan untuk menjangkau lebih banyak lagi pengguna, tidak hanya di Yogyakarta dan sekitarnya, namun juga sampai ke berbagai kota di Indonesia.

“Ya, kami akan segera membuka area baru di sekitar Jabodetabek. Kami sudah melakukan riset dan melihat potensi yang besar dari setiap pasar yang ada di setiap area,” kata Henri.

Disinggung apa yang membedakan Titipku dengan platform lainnya, Henri menegaskan Titipku menggunakan konsep sharing economy, semua pengguna dapat saling berbagi dan bertukar peran; menjadi penjelajah UKM, pembeli atau nitiper, dan kurir atau jatiper yang bersama-sama membantu UKM.

Di marketplace lain kebanyakan hanya tersedia penjual dan pembeli, tanpa adanya keterlibatan pihak lain. Di Titipku, semua pengguna dapat kesempatan untuk memperoleh penghasilan dari setiap transaksi, dengan menjadi penjelajah maupun Jatiper.

“UKM yang masuk di Titipku sebagian besar adalah usaha kelas ultra mikro dan mikro, yang masih sangat konvensional, jadi terbatas untuk kemampuan digitalnya (alat & akses). Platform Titipku menjadi solusi karena UKM dibantu go digital oleh anak-anak muda yang menjadi penjelajah UKM,” kata Henri.

Tahun 2021 ini Titipku memiliki rencana untuk penggalangan dana. Selain itu perusahaan juga ingin fokus kepada perluasan area layanan, yang ditargetkan akan menambah 10 area dengan masing-masing area ada 5 pasar, maka akan ada 50 pasar baru. Targetnya 50 ribu pedagang akan go digital dengan Titipku di tahun 2021 ini.

“Tahun 2021 akan menjadi momentum yang pas untuk berlari lebih kencang karena Titipku sudah menyiapkan sistem dan layanan bagi UKM dan masyarakat untuk bertransaksi lebih cepat dan nyaman,” kata Henri.

Application Information Will Show Up Here