Alpha JWC Ventures’ Focus and Plans Amid Pandemic

With many VCs performing tight curation, even postpone their investment plans to startup during the pandemic, Alpha JWC Ventures claimed to be quite aggressive in pouring fresh funds into startups in Indonesia. Reportedly, they have announced follow-on funding on 3 of the portfolios. Those include Kopi Kenangan, GudangAda, and Bobobox.

The three startups are Alpha JWC’s preference, as the business model innovations in the industry engaged with people’s basic needs. For example, FMCG – daily-consumed products, yet the industry is still constrained by supply chain structures and traditional transaction processes.

When the pandemic strikes and business activities are limited, these items cannot reach the end consumer as expected. Such startups as GudangAda plays an important role in providing solutions for traders to carry out the transaction (trading) flows, at various levels of the supply chain, in a simplified way through their marketplace platforms and logistics service.

Bobobox is also quite interesting. When the occupancy rate in the hotel industry has dropped dramatically, they provide long-stay accommodation for people who need adequate work-at-home facilities, and also modify their pods into medical rest space.

“We are looking for a startup with a clear vision, a distinctive value proposition, and an agile organizational and cultural structure, therefore, they can adapt to various challenges. Such companies will be able to maintain relevance, develop according to their potential expectations, and eventually became a market leader,” Alpha JWC’s Partner, Eko Kurniadi said.

Alpha JWC is also conducting an assessment of new startups in various funding phases. On the other hand, the team internally focused on helping founders in the current portfolio, both strategically and financial support in the form of follow-on funding.

Business adjustment during pandemic

In particular, Alpha JWC eyes structural changes in the startup business model, as a result of a pandemic that caused changes in consumer consumption behavior and patterns. Businesses are then ‘forced’ to look for new ways to maintain their relevance among consumers – including changes in the customer acquisition process, user experience innovation, and the search for new sources for monetization.

Another thing worth highlighting is the importance of strong business and financial fundamentals. The term ‘growing at all cost’ is no longer the single important line for startups. Startups are now required to show healthy unit economics calculations and clear business plans to achieve profitability.

On the other hand, adjustments or corrections to valuation calculations will also occur through natural selection. The number of startups with funding demand will rise, especially in difficult times. On the contrary, most investors take a more cautious and selective approach in choosing which companies to invest. It is due to the mismatch between supply and demand, price correction (valuation) in the market arose.

The tech industry has helped accelerate digital adoption in traditional industries. This has been visible in some sectors and it is expected that the changes are to spread to other industries such as FMCG, F&B, finance, agriculture, entertainment, and others. Pandemics also create opportunities for many consumers, who were previously conservative, to try technology products offering more convenience.

“Looking at some of the more mature (later-stage) startups in the sectors we discussed earlier, I believe they have the right ingredients to maintain this momentum, even after the pandemic ends – then, it’s a matter of proper execution at the right time,” Kurniadi said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

IDN Media Rambah Bisnis Iklan Luar Ruangan

Setelah sebelumnya meluncurkan aplikasi baru, hari ini (24/6) IDN Media meluncurkan produk IDN Programmatic Out-of-Home (IDN POOH). IDN POOH merupakan sebuah platform media luar ruangan atau out-of-home yang terkoneksi dengan internet. Pihaknya mengklaim menggunakan teknologi khusus yang telah dipatenkan untuk bisa menampilkan iklan secara real-time dan terukur.

IDN POOH hadir untuk memberikan solusi bagi keterbatasan yang selama ini dimiliki OOH tradisional. Contohnya, harga yang tinggi per lokasi pemasangan, terbatasnya exposure, tidak adanya laporan performa iklan, durasi pemasangan yang tidak fleksibel, lokasi OOH yang ilegal, hingga pengaturan konten yang tidak dapat diubah.

IDN POOH menawarkan beragam output iklan yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Untuk fase pertama, IDN POOH akan fokus kepada format layar LED yang terkoneksi dengan internet dan terpasang di bagian atas mobil.

“Menggunakan teknologi terkini, IDN POOH menghadirkan layanan iklan OOH yang optimal serta terukur secara online dan real-time. Kami percaya IDN POOH akan menjadi game-changer di industri iklan out-of home,” kata CEO IDN Media Winston Utomo.

Telah diperkenalkan sebelum pandemi

Sejak bulan Februari produk ini sudah diluncurkan oleh IDN Media, namun baru diresmikan akhir bulan Juni 2020. Menurut Winston kepada DailySocial, melihat kondisi saat pandemi berlangsung, menunda IDN Media untuk meresmikan produk terbaru tersebut.

Saat liputan #DStour awal bulan Februari 2020 lalu, Winston mengklaim, produk tersebut merupakan “the first real-time” out-of-home advertising. Fungsinya sebagai LED Advertising yang bisa diaplikasikan di manapun. Tidak hanya di mobil, namun juga atas mobil, ada juga yang ditempatkan di warung tradisional yang disebut Retail LED.

“Yang membedakan produk IDN POOH dengan produk lainnya adalah, semua ditayangkan secara real-time. Jadi bisa langsung diganti tanpa harus menggunakan USB, dengan menggunakan dasbor semuanya dikontrol secara online. Untuk monitoring juga bisa dilakukan secara real-time via dasbor, contohnya iklan akan berubah jika mobil berada di kawasan tertentu. Semua bisa dilakukan dan dikontrol secara langsung.”

Selain menghadirkan inovasi dalam iklan out-of-home, IDN POOH juga memiliki visi untuk berperan dalam pembangunan smart city. Data yang terkumpul melalui teknologi IDN POOH dapat menjadi sumber informasi penting bagi pemerintah lokal dalam membangun kotanya.

“Kami sudah mengembangkan teknologi ini selama bertahun-tahun. Pemasang iklan tidak hanya dapat mengubah atau mengoptimasi iklan mereka secara real-time, namun juga dapat memonitor performa iklan mereka melalui sebuah dasbor online khusus yang transparan dan jelas. Kami sangat bersemangat untuk membantu brand dalam iklan mereka melalui IDN POOH,” kata Head of IDN Programmatic OOH Alfian Lumanto.

Application Information Will Show Up Here

Fokus dan Rencana Investasi Alpha JWC Ventures di Tengah Pandemi

Meskipun kebanyakan VC memilih untuk melakukan kurasi ketat, bahkan menunda, rencana investasinya ke startup, namun selama pandemi Alpha JWC Ventures mengklaim justru cukup agresif menggelontorkan dana segar kepada startup di Indonesia. Tercatat mereka telah mengumumkan pendanaan lanjutan (follow-on funding) bagi 3 dari portofolio. Di antaranya adalah Kopi KenanganGudangAda, dan Bobobox.

Ketiga startup tersebut menjadi pilihan Alpha JWC, dilihat dari inovasi model bisnis dalam industri yang justru merupakan basic needs dari masyarakat. Contohnya, FMCG — kebutuhan pokok masyarakat yang dikonsumsi sehari-hari, namun industri tersebut masih terkendala struktur supply chain dan proses transaksi yang masih tradisional.

Pada saat pandemi melanda dan berbagai kegiatan bisnis menjadi terbatas, barang-barang tersebut tidak dapat sampai ke pintu konsumen akhir seperti yang diharapkan. Startup seperti GudangAda memegang peranan penting dalam memberikan solusi bagi para pedagang agar tetap dapat menjalankan arus transaksi (jual-beli) mereka, di berbagai level supply chain, dengan jauh lebih mudah melalui platform marketplace dan layanan logistiknya.

Bobobox juga menjadi contoh menarik. Di saat occupancy rate di industri perhotelan menurun drastis, mereka menyediakan penginapan long-stay bagi masyarakat yang butuh fasilitas bekerja di rumah yang memadai, dan juga memodifikasi pods mereka menjadi tempat istirahat tenaga medis.

“Yang kami cari adalah startup yang memiliki visi jelas, value proposition yang distinctive, dan struktur organisasi dan culture yang agile, sehingga mereka dapat beradaptasi dalam menghadapi berbagai macam tantangan. Perusahaan seperti inilah yang akan mampu mempertahankan relevansi, berkembang sesuai harapan atas potensinya, dan akhirnya menjadi market leader,” kata Partner Alpha JWC Eko Kurniadi.

Alpha JWC juga sedang melakukan assessment kepada startup baru dalam fase proses pendanaan yang beragam. Di sisi lain, secara internal tim juga fokus untuk membantu founder dalam portofolio binaan, baik secara strategis maupun dukungan finansial dalam bentuk pendanaan lanjutan.

Penyesuaian bisnis startup saat pandemi

Secara khusus Alpha JWC melihat perubahan struktural pada model bisnis startup terjadi, akibat dari pandemi yang menyebabkan perubahan dalam perilaku dan pola konsumsi konsumen. Pelaku bisnis kemudian ‘dipaksa’ untuk mencari cara-cara baru untuk mempertahankan relevansi mereka di mata konsumen — termasuk perubahan dalam proses akuisisi pelanggan, inovasi user experience, dan pencarian sumber-sumber baru untuk monetisasi.

Hal lain yang kemudian menjadi perhatian adalah, pentingnya fundamental bisnis dan finansial yang kuat. Istilah ‘growing at all cost’ bukan lagi merupakan satu-satunya hal utama bagi startup. Startup kini dituntut untuk menunjukkan perhitungan unit economics yang sehat dan rencana bisnis yang jelas untuk mencapai profitabilitas.

Di sisi lain penyesuaian atau koreksi perhitungan valuasi juga akan terjadi melalui proses seleksi alam. Jumlah startup yang membutuhkan dana akan bertambah, terutama di masa sulit seperti ini. Namun sebaliknya, investor kebanyakan mengambil pendekatan yang lebih hati-hati dan selektif dalam memilih perusahaan mana yang akan didanai. Karena adanya mismatch antara supply dan demand, koreksi harga (valuasi) di pasar pun terjadi.

Industri teknologi juga turut membantu mempercepat adopsi digital di industri tradisional. Hal ini sudah terlihat di beberapa sektor tersebut dan diharapkan perubahan ini akan terus cepat menyebar ke industri lainnya seperti FMCG, F&B, keuangan, agrikultur, hiburan, dan lainnya. Pandemi juga menciptakan peluang bagi banyak konsumen, yang tadinya cenderung konservatif, untuk mencoba produk teknologi yang menawarkan convenience. 

“Melihat beberapa startup yang lebih matang (later-stage) di sektor-sektor yang tadi kita bahas, saya percaya mereka memiliki ingredients yang tepat untuk menjaga momentum ini, bahkan setelah pandemi berakhir — dari situ, hanya tinggal masalah eksekusi yang benar di saat yang tepat,” kata Eko.

Virtual Product Marketplace Itemku Reveals Business Growth During Pandemic

In addition to the e-commerce services that experienced business growth during the Covid-19 pandemic, the gaming industry also experienced a significant increase. In mid-March 2020 the largest digital game market platform in the world, Steam, reported the largest user growth increase in history. They claim to raise more than 20 million active users on Steam within 24 hours, both for playing games or practically online.

As a marketplace platform that serves digital product sales, especially game demand such as goods, accounts and vouchers; The company claims to have experienced rapid growth. Recorded since March 2020, their monthly active users increased by 78%, with the number of new registrations experiencing a sharp increase of up to 97%. In addition, the ratio of users who visit Itemku for the first time has also increased, from 70% to 76%.

Founded in 2015, Itemku run by Five Jack has helped gamers sell and buy virtual products in their favorite games.

Itemku’s Chief Product Officer, Virdienash Haqmal told DailySocial, during 2020, the company’s GMV per month has increased to 15-20%, as well as revenue. Customer growth also increased by 60% from January to June 2020. While for marketing activities, the company reduced its budget by 80%.

“The company currently focuses on affiliate marketing (Itemku Creators Guild) which has a low cost-high impact and has a snowball effect on the number of registrants and new buyers.”

Similar products can also be purchased at several other popular marketplaces. For example through Tokopedia, the platform allows players to buy virtual assets using credit. Another convenience is also presented by the GoPay platform, which has been connected with payment services on Google Play.

Fundraising plan

Previously, the company has launched an application available on the Play Store. The use of applications has also increased during the pandemic. The company noted the number of downloads increased from an average of 2800 to 5100 per week or about 77%.

In terms of users, both buyers and sellers are mostly fond of the simple features fast delivery process. In Itemku, there is an “Instant Delivery” feature that allows the system to send the seller’s product automatically after it is paid for. This feature is only available for voucher products. For top-up products and other virtual items, a 10 Minute Delivery Guarantee is available which is only available for sellers with good sales records.

“In terms of business, the company is conducting research to reach the physical product market in order to become a hobby marketplace. As for the target that is still to be achieved this year, Itemku wants to improve services for sellers and become a marketplace for hobbies. Currently, the company is in the process of fundraising,” Virdienash said.

In 2017, Itemku has secured fresh funding worth of $1.2 million (around 16 billion Rupiah) from 500 Startups and several unnamed South Korean venture capitals. Funding is channeled to dominate the Indonesian virtual item market while expanding into the Southeast Asian market.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here

Mengenal Istilah “Startup WhatsApp”, Membangun Bisnis di Atas Platform Komunikasi

WhatsApp secara de facto adalah platform percakapan paling populer di Indonesia. Tak hanya untuk percakapan sehari-sehari, platform ini juga telah menjadi platform komunikasi di kalangan bisnis–termasuk ketersediaan akun khusus bisnis.

Sebuah tren baru mendorong pemanfaatan WhatsApp yang lebih luas. Sebuah startup, dengan sumberdaya terbatas pun, bisa mulai membangun bisnisnya menggunakan WhatsApp sebagai kanal komunikasi dan distribusi.

Di artikel ini, DailySocial mencoba menjabarkan peranan WhatsApp sebagai sebagai platform yang memudahkan startup menjalankan bisnis dan scale up.

Aplikasi untuk bisnis

WhatsApp Business adalah aplikasi yang dapat diunduh secara gratis dan didesain khusus untuk pemilik bisnis kecil. Pengguna dapat membuat katalog untuk menampilkan produk dan layanan dan terhubung dengan pelanggan  menggunakan fitur-fitur untuk mengautomasi, menyortir, dan menjawab pesan secara cepat.

Semua pilihan tersebut menjadi menarik bagi startup baru yang masih terkendala untuk menciptakan platform secara mandiri.

Menurut Lisa Enckell, Partner Antler, membangun produk di atas WhatsApp terbilang lebih cepat dibandingkan membangun untuk beberapa platform, seperti web, iOS, dan Android. Hal tersebut memungkinkan startup bertemu dengan calon pengguna di platform yang sudah mereka gunakan setiap hari. Kesempatan ini juga bisa dimanfaatkan startup untuk membangun Minimum Viable Product (MVP) dan dengan cepat menguji permintaan untuk produk baru.

“Kami juga telah melihat contoh hebat beberapa startup [binaan Antler] yang telah memanfaatkan WhatsApp. Di antaranya adalah Sama [Singapura] dan Sampingan yang terus membangun produk mereka di WhatsApp saat mereka berkembang,” kata Lisa.

Beberapa startup telah menemukan jalan keluar keterbatasan sumberdaya mereka dan sekarang menjalankan banyak layanan di atas WhatsApp. Memvalidasi dengan pelanggan lebih cepat dan murah. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya mobile-first, tetapi mereka juga WhatsApp-first.

“Ada banyak friksi ketika mereka harus mengunduh aplikasi baru, sementara aplikasi yang digunakan setiap harinya tidak banyak. Menjadi bagian dari aplikasi yang sudah digunakan banyak orang bisa menjadi cara yang tepat untuk terlibat dengan pengguna. Ini adalah kanal komunikasi dan distribusi, mirip dengan kehadiran di media sosial atau menggunakan pemasaran email,” kata Lisa.

Ia melanjutkan, “Ini adalah emerging platform. Anda harus terbuka terhadap perubahan besar. Pelajari API mereka dan pastikan Anda dapat melakukan semua hal yang ingin Anda lakukan dengan produk Anda. Uji dan coba. Pada akhirnya alasan menggunakan WhatsApp mungkin hanya untuk onboarding atau komunikasi dengan pengguna, kemudian ciptakan produk yang independen dan relevan.”

Melayani enam ribu seller Sampingan

Untuk memastikan aktivitas bisnis yang dilakukan sudah tepat, Sampingan selalu melakukan testing dan eksperimen. Sampingan kini melayani 6000 Reseller dan menjual lebih dari 150.000 produk menggunakan WhatsApp sebagai salah satu kanal utama. Perusahaan melihat potensi WhatsApp sebagai alat untuk scaling up

“Startup diharuskan untuk jeli dalam melihat fitur yang disediakan dan bagaimana fitur itu dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk mengembangkan bisnis,” kata CEO Sampingan Wisnu Nugrahadi.

Untuk memperkuat bisnis, Sampingan selalu fokus kepada customer, baik dari sisi experience, product, maupun feature

Keamanan data pengguna dan perusahaan adalah salah satu fokus Sampingan dalam menjalankan bisnis. WhatsApp sebagai channel komunikasi yang dipilih oleh Sampingan juga membantu dalam meningkatkan sisi keamanan. Terlebih lagi, dengan end-to-end  encryption yang dimiliki oleh WhatsApp,” kata Wisnu.

SIRCLO Chat

Sebagai platform e-commerce enabler, SIRCLO memiliki alasan yang kuat mengapa perusahaan menjadi partner WhatsApp Business API. Sejak pertengahan tahun 2019, SIRCLO menjadi partner WhatsApp Business API dalam menyediakan solusi chat commerce (SIRCLO Chat) agar merchant di Indonesia dapat semakin mengoptimalkan kanal/aset digital yang mereka miliki untuk meningkatkan transaksi via online.

“Menurut riset We Are Social, pada tahun 2019 ada 125 juta pengguna WhatsApp di Indonesia. Di sini kami melihat potensi yang besar dari medium berbasis chat (chat commerce) yang digunakan oleh pemilik bisnis untuk mengelola transaksi dengan pelanggan, khususnya melalui WhatsApp,” kata perwakilan SIRCLO.

Di Indonesia sendiri transaksi melalui chat sudah terjadi lebih dari satu dekade yang lalu, saat penjual dan pembeli menggunakan Blackberry Messenger untuk transaksi jual beli. Hanya saja, waktu itu, transaksi akan dilakukan atau direkap secara manual.

“Dengan memanfaatkan WhatsApp, penjual dengan mudah dapat terhubung dengan pelanggan mereka. Sifat orang Indonesia yang suka chat untuk membeli barang juga menjadi alasan kenapa penjual dapat beralih menggunakan WhatsApp. Dengan adanya solusi bisnis seperti SIRCLO Chat, saat ini merchant tidak hanya bisa mengirim pesan saja, tapi aktivitas ini juga didukung oleh sistem e-commerce dari sisi backend-nya.”

Untuk startup yang memiliki niat memanfaatkan WhatsApp ke dalam bisnis mereka, ada beberapa poin menarik yang ditekankan. Teknologi tidak sekadar chatbot/aplikasi untuk chat, tapi yang bisa melayani transaksi, mulai dari create order, integrasi dengan pembayaran otomatis, dan integrasi dengan sistem pengiriman. Startup juga harus siap melakukan scale up. Sistem WhatsApp yang dipilih harus siap ketika merchant menerima ratusan hingga ribuan chat tiap harinya.

“Semua tetap butuh sentuhan manusia. Robot tidak bisa menggantikan manusia seutuhnya. Ketika memilih teknologi WhatsApp, chatbot digunakan untuk membantu meringankan kerja manusia mengautomasi hal-hal repetitif. Tapi ketika bicara tentang pelanggan, pertanyaan mereka bisa jadi sangat unik dan beragam, sehingga sentuhan manusia tetap dibutuhkan.”

Asisten digital Botika

Selain popularitas WhatsApp yang tidak tertandingi di Indonesia, Botika memilih WhatsApp sebagai kanal distribusi dan komunikasi untuk memperkuat produk dan teknologi yang dimiliki. Saat ini Botika telah menyiapkan satu kanal di WhatsApp sebagai Assistant, yang nantinya memudahkan kosumen berinteraksi dengan produk Botika yang bernama LUNA.

“Botika melihat penggunaan WhatsApp oleh startup merupakan tool awal dalam scale up startup. Karena memang mereka menjaga komunikasi dan mengelola konsumen melalui WhatsApp, sehingga menjadi tantangan pengembangan selanjutnya dalam penggunaan teknologi pendukung, misalnya aplikasi. Kami juga melihat startup yang sudah besar pun saat ini menguatkan kanal komunikasinya melalui chat dengan chatbot, dan melakukan otomatisasi di kanal WhatsApp API Business,” kata Co-Founder & CMO Botika Eri Kuncoro.

Terkait concern keamanan, Botika melihat penerapan sistem yang berlapis dalam proses ini didukung standard privacy policy WhatsApp. Tujuannya agar data tidak digunakan atau diberikan ke pihak lain untuk kepentingan di luar kepentingan klien.

“Saran [saya] untuk startup yang ingin menggunakan WhatsApp untuk berinteraksi dengan klien atau konsumen mereka, mulailah gunakan tools pendukung proses interaksi di kanal WhatsApp tersebut. Salah satunya menggunakan satu dashboard yang bisa menghubungkan berbagai kanal dengan banyak tim customer service yang dimiliki,” kata Eri.

Potensi jadi platform pembayaran

Uji coba pembayaran menggunakan WhatsApp di Brazil
Uji coba pembayaran menggunakan WhatsApp di Brazil

Setelah Gojek mendapatkan dana segar dari Facebook awal bulan Juni 2020 lalu, gaung rencana Facebook menggunakan WhatsApp sebagai platform pembayaran di Indonesia semakin kencang. Di negara lain, seperti India dan Brazil, WhatsApp Pay sudah diimplementasikan untuk membantu UKM berjualan dan menerima pembayaran.

Uji coba penggunaa WhatsApp sebagai alat pembayaran di Brazil dilakukan atas kerja sama dengan beberapa mitra, di antaranya adalah perbankan dan penyedia layanan proses pembayaran. Di Indonesia, GoPay menjadi kandidat kuat partner perdana jika fitur ini diimplementasikan.

Startup Marketplace Produk Virtual “itemku” Klaim Pertumbuhan Bisnis Selama Pandemi

Selain layanan e-commerce yang mengalami pertumbuhan bisnis saat pandemi Covid-19 berlangsung, industri game juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Pada pertengahan bulan Maret 2020 platform pasar game digital terbesar di dunia, Steam, melaporkan peningkatan jumlah pengguna terbesar dalam sejarahnya. Mereka mengklaim bahwa dalam rentang 24 jam, ada lebih dari 20 juta pengguna aktif di Steam, baik untuk bermain game atau sekadar online.

Sebagai platform marketplace yang melayani pembelian dan penjualan produk digital, terutama kebutuhan game seperti barang, akun, dan voucher; itemku mengklaim telah mengalami pertumbuhan yang cepat. Tercatat sejak bulan Maret 2020, pengguna aktif bulanan mereka meningkat hingga 78%, dengan jumlah pendaftaran baru yang mengalami kenaikan tajam hingga 97%. Selain itu, rasio pengguna yang mengunjungi itemku untuk pertama kalinya juga meningkat, dari 70% menjadi 76%.

Didirikan pada tahun 2014 lalu, itemku, yang dijalankan oleh Five Jack, membantu para gamer untuk menjual dan membeli produk-produk virtual di permainan favoritnya.

Kepada DailySocial Chief Product Officer itemku Virdienash Haqmal menyebutkan, selama tahun 2020, GMV per bulan perusahaan mengalami kenaikan hingga 15-20%, demikian juga dengan revenue. Pertumbuhan pelanggan juga mengalami peningkatan sebanyak 60% sejak Januari hingga Juni 2020. Sementara untuk pengeluaran kegiatan pemasaran, perusahaan menurunkan budget hingga 80%.

“Saat ini perusahaan berfokus pada affiliate marketing (itemku Creators Guild) yang low cost-high impact dan memiliki snowball effect ke jumlah pendaftar dan pembeli baru.”

Porduk serupa sebenarnya juga bisa dibeli di beberapa marketplace populer lain. Misalnya melalui Tokopedia, platformnya memungkinkan pemain beli aset virtual menggunakan pulsa. Kemudahan lain juga disajikan platform GoPay, yang telah terhubung dengan layanan pembayaran di Google Play.

Rencana penggalangan dana

Sebelumnya perusahaan telah meluncurkan aplikasi yang bisa diunduh di Play Store. Penggunaan aplikasi juga mengalami kenaikan selama pandemi berlangsung. Perusahaan mencatat jumlah unduhan meningkat dari rata-rata 2800 menjadi 5100 per minggu, atau sekitar 77%.

Untuk pengguna itemku, baik pembeli maupun penjual kebanyakan menyukai fitur yang mempermudah dan mempercepat proses pengiriman. Di itemku, terdapat fitur “Pengiriman Instan” yang memungkinkan sistem untuk mengirim produk penjual secara otomatis setelah dibayar. Fitur ini hanya tersedia untuk produk voucher. Untuk produk top-up dan item virtual lainnya, tersedia Garansi Pengiriman 10 Menit yang hanya tersedia untuk penjual-penjual dengan catatan penjualan yang baik.

“Dari sisi bisnis, perusahaan sedang melakukan riset untuk menjangkau pasar produk fisik agar bisa menjadi marketplace hobi. Sementara untuk target yang masih ingin dicapai tahun ini, itemku ingin meningkatkan pelayanan untuk penjual dan menjadi marketplace untuk hobi. Saat ini perusahaan juga sedang dalam proses penggalangan dana,” kata Virdienash.

Pada tahun 2017 itemku telah mengantongi dana segar senilai $1,2 juta (sekitar 16 miliar Rupiah) dari 500 Startups dan beberapa venture capital Korea Selatan yang tidak disebutkan namanya. Perolehan pendanaan digunakan untuk menguasai pasar virtual item Indonesia sambil berekspansi ke pasar Asia Tenggara.

Application Information Will Show Up Here

Dorong Pertumbuhan Pengguna, IDN Media Luncurkan Aplikasi Baru

IDN Media baru-baru ini meluncurkan aplikasi “IDN App”, bertujuan untuk meningkatkan konsumsi konten untuk platform media miliknya. Selama ini perusahaan melihat, cara baru orang dalam mengonsumsi berita yakni makin personal, khususnya di kalangan milenial dan gen Z.

Kepada DailySocial, Co-Founder & CEO IDN Media Winston Utomo mengungkapkan, UGC (user generated content) adalah fitur penting dari sebuah media. UGC dapat menciptakan konten yang lebih relevan dan hyperlocal untuk masyarakat. Selama platform mampu menerapkan filtering secara sistematis (dan menggunakan AI agar lebih akurat dan cepat), UGC dapat berjalan dengan baik.

Winston turut menambahkan, aplikasi baru ini diharapkan menjadi platform berbagi informasi dan pengetahuan untuk pengguna. Hal ini sejalan dengan visi IDN Media untuk mendemokratisasi informasi. Sejak diluncurkannya IDN App, perusahaan mengklaim telah mengalami pertumbuhan pengguna yang menjanjikan dan mendapatkan respons positif.

Fitur menarik

IDN App dilengkapi dengan beberapa fitur menarik untuk para penggunanya. Ada fitur Topik, pengguna dapat memilih topik berita yang sesuai dengan minat mereka. Lalu ada pula fitur Tanya Jawab, memungkinkan pengguna menulis pertanyaan tentang topik yang diminati atau menjawab pertanyaan dari pengguna lainnya. Sekilas fitur kedua ini mirip konsep yang diterapkan Quora atau forum online ala Kaskus.

Selain itu aplikasi juga memiliki fitur Tulis Artikel yang dapat dimanfaatkan para pengguna yang tertarik untuk menulis artikel di IDN Media. Setiap artikel buatan pengguna yang berhasil tayang akan mendapatkan poin yang dapat ditukarkan ke uang tunai.

“Lebih dari itu, IDN App juga bercita-cita untuk menjadi platform di mana orang-orang dapat menyuarakan opini mereka dan saling berbagi pengetahuan. Kami sangat antusias dengan hadirnya IDN App dan berharap dapat membawa dampak positif bagi masyarakat melalui aplikasi ini,” imbuh Co-Founder & COO IDN Media William Utomo.

Application Information Will Show Up Here

Jendela360 Kantongi Pendanaan 14 Miliar Rupiah, Dipimpin oleh Beenext

Perusahaan rintisan yang pertama kali mempopulerkan penggunaan 360 virtual tour di dunia properti di Indonesia, Jendela360, mengumumkan pendanaan awal sebesar US$1 juta atau setara 14,2 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Beenext. Beberapa investor turut mendukung putaran investasi ini, meliputi Prasetia Dwidharma, Everhaus, dan sebuah konsultan properti lokal.

Jendela360 merupakan startup poptech berbasis marketplace yang menghubungkan pengguna, pemilik properti, dan agen dalam satu platform. Konten tur virtual dengan pandangan 360 derajat menjadi nilai unik yang ditawarkan, diharapkan dapat meningkatkan pengalaman pengguna dalam menentukan unit properti yang akan disewa.

Pendanaan ini akan difokuskan untuk meningkatkan strategi O2O (Online to Offline) perusahaan. Selain itu perusahaan juga ingin merekrut lebih banyak talenta-talenta terbaik di dunia properti, termasuk mengembangkan sistem akademi atau pelatihan yang dapat melahirkan agen properti profesional, dan meningkatkan brand awareness Jendela360.

“Ini merupakan bukti nyata bahwa apa yang Jendela360 kerjakan selama ini telah memberi dampak yang positif terhadap industri properti di Indonesia. Ini bisa dilihat dari bagaimana Jendela360 dapat tumbuh lebih dari 30x lipat dalam 3 tahun terakhir dan tren inilah yang dilihat oleh para investor yang menaruh kepercayaan besar pada kami,” kata Co-founder & CEO Jendela360 Daniel Rannu.

Dari sisi konsumen, proses bisnis yang diterapkan ketika hendak melakukan sewa apartemen; setelah memilih opsi yang sesuai, tim Jendela360 akan mengonfirmasi seputar ketersediaan dan detail unit tersebut. Selanjutnya pengguna dapat mengunjungi apartemen yang dipilih didampingi tim Jendela360. Jika setelah kunjungan cocok dengan unit tersebut, maka konsumen dapat melakukan down payment hingga serah terima unit dan dokumen pendukungnya.

“Properti adalah bidang bisnis yang selalu menarik dan tidak akan pernah berakhir, namun sampai saat ini cenderung belum banyak banyak inovasi yang dilakukan di bidang ini, lewat pencapaian kami selama 3 tahun terakhir ini dan dibantu dengan pendanaan terbaru ini, kami semakin siap untuk membawa inovasi dan angin segar yang baru bagi para pelaku dunia properti di Indonesia,” imbuh Co-founder & CFO Jendela360 Ade Indra.

Proptech di Indonesia

Di Indonesia persaingan bisnis di sektor terkait cukup ketat. Beberapa perusahaan juga terus kuatkan konsolidasi. Awal tahun 2018, pengembang situs properti asal Singapura 99.co resmi mengumumkan akuisisinya terhadap platform lokal Urbanindo. Belum lama ini mereka juga bentuk joint venture dengan REA Group, perusahaan properti online asal Australia yang mengoperasikan iProperty dan Rumah123.

Selain dua grup perusahaan tersebut, di Indonesia juga beroperasi unit bisnis milik PropertyGuru. Mereka menjalankan dua situs, yakni Rumah.com dan Rumahdijual.com yang diakuisisi pada akhir 2015 lalu. Di Indonesia, operasionalnya turut didukung konglomerasi EMTEK Group sebagai investor di putaran pendanaan seri D.

Sementara belum lama ini Lamudi (termasuk unit bisnisnya di Indonesia) baru diakuisisi Emerging Markets Property Group (EMPG). Tujuannya untuk memperkuat bisnis grup portal properti tersebut di kawasan Asia Tenggara.

Startup proptech di Indonesia
Startup proptech di Indonesia

Taskeo Mantapkan Kehadiran di Indonesia, Sajikan SaaS untuk Manajemen Proyek

Taskeo merupakan SaaS manajemen proyek dan automasi yang membantu bisnis untuk mengelola pekerjaan dan timnya. Tahun ini mereka mulai mencoba menjamah pangsa pasar di Indonesia. Kepada DailySocial, CMO Taskeo Agnieszka Kasperek mengungkapkan, Taskeo telah berevolusi sejak pertama kali didirikan oleh Founder & CEO Kamil Kwiecień di Estonia tahun 2017 lalu.

Ia pun menuturkan, pada awalnya layanan tersebut ditujukan untuk manajemen proyek khusus tim yang bekerja secara remote. Namun seiring berjalannya waktu, fitur terus ditambah dan sekarang turut menyasar bisnis kantoran.

“Faktanya, sebagian besar dari tim Taskeo adalah orang Indonesia. Ini memberikan kami wawasan unik tentang masalah yang dihadapi pemilik bisnis lokal dan memungkinkan kami untuk membuat alat yang akan memenuhi kebutuhan spesifik untuk pasar Indonesia,” kata Agnieszka.

Taskeo juga mencoba mendesain layanannya untuk bisa mengakomodasi kebutuhan manajemen proyek secara menyeluruh. Hal ini diklaim menjadi nilai lebih yang ditawarkan, pasalnya biasanya dengan aplikasi SaaS tertentu pengguna tetap harus mengintegrasikan dengan layanan lain agar mendapatkan fasilitas yang komplit.

“Taskeo adalah platform online berbasis langganan yang bertujuan untuk memberikan fleksibilitas paket maksimum. Kami yakin bahwa pengguna kami tidak harus membayar untuk fitur yang tidak mereka gunakan. Itulah sebabnya kami memperkenalkan kemampuan untuk menggabungkan dan mencocokkan modul dan rencana untuk memberikan paket yang tepat yang dibutuhkan pelanggan kami,” kata Agnieszka.

Di Indonesia, Taskeo memiliki target untuk menjangkau bisnis seperti firma hukum, agensi, perusahaan konsultan, dan startup teknologi yang belum menemukan manfaat dari manajemen komputasi awan dan transformasi digital. Perusahaan juga siap memberikan bantuan kepada mereka yang tertarik untuk beralih ke manajemen bisnis tanpa kertas (paperless) sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku. Saat ini Taskeo mengklaim telah memiliki 10 klien di Indonesia dan telah menempatkan tim lokal untuk beroperasi.

Selain di Indonesia, Taskeo juga telah beroperasi di negara seperti Jepang, Malaysia, United Kingdom (UK), Polandia, Estonia, Singapura dan Kanada.

Sebenarnya layanan manajemen proyek seperti ini sudah ditawarkan oleh banyak sekali perusahaan. Di kancah global, ada produk-produk yang lebih populer digunakan seperti Asana, Trello, Monday, dan sebagainya. Sementara untuk pemain lokal, salah satunya Synergo, SaaS HR-tech yang telah dilengkapi dengan sistem manajemen proyek.

Schoters Accommodates Student’s Requirements to Pursue Education Abroad

In an objective to help high school/vocational graduates and professionals who want to pursue a higher-level education, Radyum Ikono (CEO) and Muhammad Aziz (COO) created Schoters. Operating since January 2019, this edutech platform is formed as a marketplace accommodating users to get access to education abroad.

“I see many Indonesians from high school students to professionals who want to study abroad to get a better-quality education. However, there is limited access to information and preparation. We then created Schoters as a platform that provides end-to-end solutions for everyone who wants to study abroad in various countries,” Ikono said.

Schoters platform offers some features, such as campus registration consulting and scholarships, TOEFL / IELTS preparation, test preparation such as SAT / GRE / GMAT, document translation services, other foreign language courses (German, Japanese, Korean, Arabic), installment assistance, and tuition payment. Schoters intends to solve any problems faced by prospective students. In addition to being accessible through the website, Schoters also provides an application on the Android platform.

“Schoters’ business model is a marketplace that involves partners with expertise in specific services. Schoters takes fees from each transaction made by students to these partners,” Ikono said.

Available for everyone

Regarding the key features that distinguish Schoters with previous platforms, Ikono highlighted some companies engaged in similar business sectors tend to reach only the upper middle segment. Therefore, it is perceived that studying abroad is expensive and only affordable for certain classes.

“At Schoters, we present an affordable alternative preparation service, that anyone can make their dream of studying abroad come true. In addition, unlike Schoters which already full online, some other companies are still opening and outreach conventional offline-based classes (with branches in big cities),” Ikono said.

To date, Schoters has more than 200 thousand active users throughout Indonesia. They noted many students from outside the city who are yet to have access by other service providers.

“The fun thing is when they took part in the Schoters program and finally managed to go abroad for Bachelor, Master, or Doctoral degree. Schoters currently has helped students get hundreds of admissions on campus and scholarships in more than 15 countries. Starting from Japan, United Kingdom (UK), Australia, New Zealand, Korea, China, Russia, the Netherlands, Switzerland, Thailand, Malaysia and so on,” Ikono added.

In the near future, the company plans to raise Pre-Series A fund. During the Covid-19 pandemic, it is quite affecting the course of the company’s business. However, Schoters claims to solve it with a special strategy.

“Using the right marketing strategy, the team managed to make a turnaround, which is uniquely attract many students to come and study at Schoters for more productive time during work and study at home. It s enough said, there is no significant negative impact from The Covid-19 pandemic to our business,” Ikono said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

Application Information Will Show Up Here