RDR2 dan Darksiders Genesis Jadi Game Terlaris di Steam Bulan Desember 2019

Selain menyederhanakan proses distribusi konten dan jadi jembatan yang menghubungkan gamer dengan developer, Steam juga merupakan tempat munculnya fenomena menarik di gaming – misalnya permainan indie yang kepopulerannya meledak tiba-tiba. Melacak judul-judul unik di Steam kini jadi lebih mudah karena Valve secara konsisten menyingkap game-game berprofit terbesar dalam sebulan atau setahun.

Hari ini, Valve mengumumkan daftar permainan Steam terlaris di bulan Desember 2019. Periode ini terbilang spesial karena di masa itu developer juga melangsungkan program Summer Sale terbesar dan terakhir di 2019. Dari sana, terungkaplah 20 judul dengan kombinasi yang tidak biasa: game-game blockbuster terkenal, perwakilan dari ranah indie dan early access, hingga permainan virtual reality bertema dewasa.

Ini dia 20 game Steam terlaris di bulan lalu. Seperti biasa, Valve tidak mengungkap besarnya pemasukan atau angka penjualan. Dan berbeda dari Best of 2019, tidak ada indikator tier penjualan (Platinum, Gold, Silver atau Bronze) di sini. Permainan di bawah saya urutkan berdasarkan abjad.

  • Ashen
  • Boneworks
  • Darksiders Genesis
  • Day of Dragons
  • DJMax Respect V
  • Dragon Quest Builders 2
  • Endless World Idle RPG
  • GTFO
  • Hades
  • Halo: The Master Chief Collection
  • Hurtworld
  • Last Year
  • Nancy Drew: Midnight in Salem
  • Nostos
  • Red Dead Redemption 2
  • Sayonara Wild Hearts
  • Transport Fever 2
  • Vampire: The Masquerade – Coteries of New York
  • VR Paradise
  • Winter Resort Simulator

Dan di bawah ini adalah lima permainan free-to-play dengan pendapatan terbesar di Desember 2019:

  • Endless World Idle RPG
  • Inferna
  • Ironsight
  • Paunch
  • Ylands

Selain menjabarkan judul terlaris di Steam, Valve menjelaskan bagaimana mereka juga suka menggali metadata tim developer pencipta permainan. Satu contohnya: game-game di atas merupakan hasil karya studio yang berasal dari 13 negara berbeda. Hal ini memperlihatkan beragamnya kreator konten Steam. Itu berarti masing-masing developer mempunyai pandangan dan pengalaman berbeda yang memengaruhi tema, unsur budaya dan mekanisme dari permainan.

Menariknya lagi, banyak dari developer ini yang ternyata baru melakukan debutnya di Steam (meski mereka bukanlah pemula di bidang pengembangan game). Bulan Desember kemarin juga menjadi momen dirilisnya sejumlah permainan di Steam setelah sebelumnya mereka tersedia secara eksklusif di Epic Games Store, contohnya Ashen, Hades dan Sayonara Wild Hearts. Versi Steam Red Dead Redemption 2 juga dilepas sebulan lebih lambat dari peluncurannya di Rockstar Games Launcher.

Sesudah Winter Sale 2019, kabarnya Valve akan kembali melangsungkan program diskon, kali ini digelar untuk memeriahkan Tahun Baru Imlek 2020. Berdasarkan informasi dari SteamDB, Steam 2020 Lunar New Year Sale akan dimulai hari Jumat besok.

SteelSeries Luncurkan 3 Gaming Gear Terjangkau Untuk Gamer Pemula

Dalam memilih gaming gear, tiap orang memang punya preferensi brand sendiri. Tapi kini makin banyak konsumen memahami bahwa masing-masing merek punya kekuatan: ada yang memberikan pilihan paling banyak, mutu terbaik di harga terjangkau, hingga nama-nama apa saja yang menguasai lini high-end. Di kelas inilah kita bisa menemukan perangkat berdesain unik dengan fitur-fitur canggih.

Meski begitu, segmen entry-level tentu tetap jadi tulang punggung bisinis terlepas dari begitu ketatnya kompetisi di sana. Demi membuat penawarannya lebih menarik, produsen menurunkan sejumlah fitur premium ke produk-produk terjangkau. Inilah strategi SteelSeries dalam mengenalkan tiga periferal anyarnya. Perangkat-perangkat ini disiapkan sebagai gaming gear pertama bagi mereka yang baru mulai menyeriusi gaming.

Tiga produk SteelSeries baru itu meliputi mouse bernama Rival 3 dan dua buah keyboard, yaitu Apex 3 dan Apex 5.

 

Rival 3

Rival 3 ialah mouse spesialis gaming dengan rancangan simetris khas SteelSeries. Meski demikian, ia dirancang untuk digunakan di tangan kanan karena thumb button-nya diposisikan di sisi kiri. Struktur tubuhnya terbuat dari ‘material premium’, dan demi mempercantik penampilannya, SteelSeries tidak lupa membubuhkan sistem pencahayaan RGB LED tiga zona pada logo serta striping di bagian bawah.

SS 1

Mouse menyajikan total enam buah tombol yang menyimpan switch mekanis berdaya tahan hingga 60 juta kali tekan. Di rentang harga ini, switch biasanya hanya tahan sampai 10 atau 20 juta kali tekan. Selanjutnya, Rival 3 memanfaatkan sensor optik TrueMove Core dengan sensitivitas DPI dari 100 sampai 8.500, dan kabarnya dibekali kemampuan melacak 1:1 dalam menerjemahkan gerakan tangan ke layar.

 

Apex 3

Apex 3 merupakan keyboard berdaya tahan paling tinggi terjangkau yang SteelSeries miliki. Alasannya adalah penggunaan struktur kedap air bersertifikasi IP32 sehingga ia tidak langsung rusak ketika Anda tak sengaja menumpahkan minuman saat sedang seru bermain. Apex 3 menghidangkan layout full-size dengan numerical pad, dilengkapi wrist rest magnetik, serta siap memeriahkan kegiatan gaming Anda dengan tarian warna LED RGB 10-zona.

SS 2

Apex 3 masih menggunakan jenis switch karet. Tapi SteelSeries tak mau ia disamai dengan switch membran biasa: papan ketik tetap bisa bekerja normal hingga 20 juta kali tekan. Selain itu, keyboard mempunyai fitur antighosting, rangkaian tombol multimedia dedicated, serta ditunjang kabel routing tiga arah.

 

Apex 5

Apex 5 diramu untuk memperkuat lini tengah keyboard SteelSeries dan menyuguhkan upgrade signifikan dari Apex 3. Tubuhnya terbuat dari aluminium kelas pesawat terbang, kemudian terdapat layar OLED di area kanan atas untuk menampilkan profil, info permainan hingga notifikasi Discord. Sistem backlight-nya pun lebih canggih, Apex 5 memanfaatkan RGB LED per-key yang memperkenankan kita buat mengustomisasi pencahayaan tiap tuts. Dan tentu saja, SteelSeries turut membekalinya dengan wrist rest magnetik.

SS 5

Jantung dari Apex 5 adalah switch hybrid racikan SteelSeries sendiri. Switch ini tetap menggunakan membran karet sebagai basisnya, dipadu struktur mekanis sehingga tiap tekanan pada tombol memberikan sensasi clicky ala Cherry MX Blue. Switch hybrid juga dijanjikan lebih awet dari varian membran dengan daya tahan hingga 20 juta kali tekan.

SS 6

Ketiga produk sudah mulai dipasarkan, namun saat ini mereka masih belum tersedia di Indonesia. Berikut daftar harganya:

Sumber: SteelSeries.

Warcraft III Reforged Akan Rilis, Bagaimana Perubahan Grafisnya?

Bagi Anda para penggemar Dota 2, Warcraft III tentu menjadi satu game yang membekas di kenangan Anda. Pasalnya sebelum Dota menjadi sebuah game standalone, ia hanya berawal sebagai game yang dibuat dengan mod Warcraft III lalu diberi nama Defense of the Ancient.

Kini, setelah 18 tahun berlalu sejak Warcraft III: Reign of Chaos (WC 3) pertama kali dirilis, Blizzard memutuskan untuk melakukan remaster dan merilis ulang WC 3 dengan nama Warcraft III Reforged.

Game yang satu ini akan dirilis pada tanggal 28 Januari 2020 mendatang. Hadir dengan berbagai macam pembaruan, mulai dari grafis sampai beberapa bagian gameplay, kira kira akan seperti apa jadinya Warcraft III Reforged?

Beberapa waktu yang lalu Blizzard merilis komparasi model hero dan unit pasukan WC 3 dengan Warcraft III Reforged? Kira kira bagaimana bentuknya? Apa saja perubahannya? Berikut beberapa di antarnya:

Illidan the Demon Hunter (Night Elf)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Sosok yang satu ini bisa dibilang ikon dari WC 3. Muncul sebagai sosok antagonis, penantang Arthas sang calon Lich King, sosok ini iterkenal kuat, mematikan, dan sulit dihentikan.

Jadi bagaimana dia di Warcraft III Reforged? Satu yang pasti, badannya tidak lagi kotak-kotak seperti dulu. Kini dia wajah bentuknya jadi terlihat lebih jelas karena jadi lebih detil dan berotot. Satu perubahan yang cukup terasa adalah warna tubuh dan tatonya yang kini terasa lebih “elf”, mengikuti skema warna yang ada di World of Warcraft.

Archer (Night Elf)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Pasukan dasar milik fraksi Night Elf. Walau sangat berguna, namun bentuk unit ini terbilang kurang jelas pada WC 3. Apalagi banyak unit di zaman WC 3 terlihat jadi lebih pendek dari apa yang kita bayangkan.

Maka dari itu, kini unit pasukan Night Elf Archer jadi lebih proporsional. Selain itu, busur yang jadi senjata utama Archer juga jadi lebih sederhana dan tradisional, tanpa ornamen yang berlebihan.

Jaina Proudmoore (Human)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Walau lebih dikenal sebagai Rylai the Crystal Maiden di Dota, tapi sosok yang satu ini sebenarnya adalah salah satu karakter di WC III yang bernama Jaina Proudmoore.

Kalau dulu, lagi-lagi, model hero ini kurang proporsional dan jadi lebih pendek. Kini dia tampil dengan berbagai ornamen di baju dan bentuk tubuhnya yang jadi lebih detil. Sebagai perbandingan, model Jaina terdahulu hanya memiliki 700 polygon saja, sementara model di Warcraft III Reforged memiliki 15.000 polygon.

Gryphon Rider (Human)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Kalau Anda memainkan WC 3 terdahulu, Anda mungkin sadar bahwa bentuk unit ini terlihat sangat tidak jelas. Hanya terlihat seperti burung membawa palu saja. Maka dari itu pada Warcraft III Reforged banyak perbaikan dilakukan pada unit Gryphon Rider milik Human.

Satu yang paling ditunjukkan adalah sosok Dwarf penunggang Gryphon yang jadi lebih detil. Tak lupa, palu yang jadi senjata andalan Gryphon Rider kini jadi lebih besar dan terlihat.

Arthas Death Knight (Undead)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Setelah menjadi bagian dari fraksi Undead, Arthas jadi menunggangi kuda tengkorak dan terlihat lebih menakutkan. Namun demikian, keterbatasan engine WC 3 malah membuat Arthas Death Knight jadi sedikit lucu dan lagi-lagi, lebih pendek dari yang apa kita bayangkan.

Pada Warcraft III Reforged, satu yang pasti adalah bentuknya yang lebih proporsional. Selain itu, bentuk armor untuk Arthas serta sang kuda pembawa kematian juga terlihat jadi ganas dan mematikan.

Frost Wyrm (Undead)

Sumber: Blizzard Official site
Sumber: Blizzard Official site

Frost Wyrm! Unit terkuat milik Undead. Dahulu ketika engine WC 3 masih cukup terbatas unit ini tetap menjadi teror bagi musuhnya, walau bentuknya kurang jelas. Pada Warcraft III Reforged, dijamin Anda jadi lebih bergidik ketika melihat sosok ini. Karena Frost Wyrm jadi lebih garang dengan tulang belulang yang lebih detil.

Warcraft III Reforged rilis 28 Januari 2020 mendatang. Saat ini, Warcraft III Reforged sudah masuk masa Pre-Purchase dan dapat dibeli di laman resmi Blizzard Shop. Bagaimana? Sudah siap untuk menyaksikan kembali petualangan Arthas dan Illidan dengan grafis yang kini jadi lebih detil?

Jelang Perilisan Half-Life: Alyx, Seri Game Half-Life Digratiskan Sementara

Pengumuman Half-Life: Alyx dilakukan ketika gamer terlena dan tidak menyangka Valve akan memberi kesempatan lagi untuk kembali ke jagat Half-Life 12 tahun sesudah Half-Life 2: Episode Two dirilis. Namun Alyx bukanlah game biasa. Kontennya disajikan secara eksklusif lewat perangkat virtual reality namun tetap menjanjikan pengalaman gaming blockbuster dengan dunia permainan yang ekspansif dan siap dieksplorasi.

Setelah digarap secara rahasia selama bertahun-tahun, Half-Life: Alyx akhirnya siap buat meluncur di kuartal pertama tahun 2020. Dan bermaksud untuk menyegarkan kembali memori Anda terhadap petualangan (dan perjuangan membebaskan Bumi dari alien) yang dilakukan oleh tokoh protagonis Gordon Freeman, Valve secara sementara menggratiskan permainan-permainan Half-Life sebelumnya hingga saat Half-Life: Alyx dilepas nanti.

Game yang dapat Anda nikmati secara cuma-cuma terdiri dari Half-Life (versi engine Source tahun 2004), Half-Life 2 (2004), Episode One (2006), dan Episode Two (2007); plus sejumlah expansion pack: Opposing Force dan Blue Shift. Semuanya dapat diakses tanpa perlu membayar selama kurang lebih dua bulan. Itu artinya selain cocok buat menyegarkan ingatan gamer veteran, program ini bisa jadi kesempatan bagi para pendatang baru untuk mendalami dan memahami dunia Half-Life.

Sayangnya, Valve tidak menyertakan Black Mesa di program ini. Alasannya mungkin karena bukan mereka yang mengembangkannya. Black Mesa adalah remake Half-Life pertama yang dikerjakan oleh pihak ketiga. Developer-nya, Crowbar Collective, merekonstruksi hampir seluruh aset permainan serta menambahkan skenario baru, memastikan konten, visual dan penyajiannya sekelas dengan game-game shooter modern.

Lewat Steam, Valve menyampaikan, “Half-Life: Alyx mengusung latar belakang sebelum Half-Life 2 dan episode-episode setelahnya. Developer berkeyakinan bahwa permainan baru dapat dinikmati secara maksimal jika kita sudah memainkan game-game sebelumnya, terutama Half-Life 2 serta dua episode penerusnya. Untuk itu, kami ingin membuat akses [ke semesta Half-Life] lebih mudah bagi pemain.”

Half-Life: Alyx membutuhkan headset virtual reality agar dapat dimainkan. Kabar baiknya, tidak ada pembatasan model HMD. Game siap mendukung HTC Vive, Oculus Rift, Oculus Quest, perangkat Windows Mixed Reality, serta produk buatan Valve sendiri, Index. Alyx rencananya akan dilepas di bulan Maret 2020, disuguhkan sebagai ‘full game‘ dan dibanderol seharga US$ 54 dengan penyesuaian di kawasan tertentu, termasuk Indonesia.

Sedikit catatan: khusus bagi pemilik Valve Index, Half-Life: Alyx akan diberikan secara gratis. Valve juga sudah menyiapkan sejumlah bonus menarik lain seperti SteamVR Home dan konten Counter-Strike: Go bertema Half-Life, serta skin senjata alternatif.

Via The Verge, sumber: Steam.

Perusahaan Induk TikTok Mau Buat Divisi Gaming, Siap Saingi Tencent?

Total pendapatan industri mobile game di Tiongkok akan mencapai hampir US$20 miliar pada 2020, menurut laporan Statista. Sementara menurut App Annie, pada tahun lalu, mobile game berkontribusi 72 persen dari total belanja konsumen di perangkat mobile. Ini menunjukkan betapa menggiurkannya pasar mobile game. Tidak heran jika ByteDance, perusahaan induk TikTok, dilaporkan berencana untuk membuat divisi game agar bisa masuk ke pasar mobile game.

Selama ini, pasar mobile game di Tiongkok dikuasai oleh Tencent, yang memiliki tiga game mobile multiplayer paling populer di dunia yaitu PUBG Mobile, Call of Duty: Mobile, dan Arena of Valor, yang di Tiongkok dikenal dengan nama Honour of Kings. Ketiga game ini memiliki model bisnis yang sama: game bisa dimainkan dengan gratis, tapi pemain juga bisa melakukan pembelian dalam game, yang terbukti memberikan pendapatan yang tidak kecil. ByteDance ingin melakukan hal yang sama.

Beberapa tahun belakangan, ByteDance memang telah mengeluarkan game-game kasual yang dipopulerkan melalui TikTok. Biasanya, pendapatan dari game kasual tersebut berasal dari iklan. Sekarang, ByteDance ingin menyelam lebih dalam ke pasar mobile game. Mereka tak lagi menargetkan gamer kasual, tapi hardcore gamer yang rela menghabiskan uang demi mendapatkan senjata, karakter, atau item kosmetik dalam game.

Selama ini, Tencent mendominasi pasar mobile gaming di Tiongkok. Namun, ByteDance berpotensi menggoyahkan status quo tersebut. Selain TikTok — yang di Tiongkok memiliki nama Douyin — ByteDance juga memiliki aplikasi agregator berita, Toutiao. Aplikasi tersebut merupakan salah satu channel utama yang digunakan oleh game publisher Tiongkok untuk mendapatkan pemain baru. Sebanyak 63 persen game publisher memasang iklan di aplikasi aggregator berita tersebut, menurut perusahaan riset asal Guangzhou, App Growing.

Pertumbuhan durasi waktu penggunaan TikTok. | Sumber: App Annie via Bloomberg
Pertumbuhan durasi waktu penggunaan TikTok. | Sumber: App Annie via Bloomberg

Popularitas TikTok juga terus naik. Pada 2019, total durasi waktu yang dihabiskan di TikTok naik tiga kali lipat menjadi 8,8 miliar jam. Indonesia menjadi salah satu negara yang mendorong pertumbuhan durasi menonton di TikTok. Pertumbuhan durasi penggunaan TikTok di Indonesia mencapai lebih dari 500 persen. Selain itu, selama ini, ByteDance sukses untuk bertahan, mandiri dari pengaruh dua konglomerasi Tiongkok, Tencent dan Alibaba Group.

“ByteDance telah mendominasi pasar aplikasi video pendek dengan total pengguna lebih dari satu miliar orang. Sekarang, ByteDance berencana membuat studio game dengan mengakusisi talenta dan developer game berpengalaman,” kata Daniel Ahmad, analis dari perusahaan riset gaming yang fokus di Asia, Niko Partners, menurut laporan Bloomberg. “ByteDance memiliki audiens yang banyak di dunia dan mereka juga telah berinvestasi di industri gaming, dua hal ini memungkinkan ByteDance untuk mendisrupsi pasar gaming pada tahun ini.”

ByteDance memang tidak memiliki pengalaman dalam industri game. Karena itu, mereka membajak staf veteran dari pesaing mereka, ungkap narasumber Bloomberg yang tak mau disebutkan namanya karena rencana ini bersifat rahasia. Salah satu tim dari divisi gaming ByteDance dipimpin oleh Wang Kuiwu, yang pernah bekerja di Perfect World, developer game besar dan juga penyelenggara turnamen esports di Tiongkok. Sementara divisi gaming ini akan dibawahi oleh Chief Strategy and Investment ByteDance, Yan Shou. Divisi tersebut terpisah dari divisi yang membuat game kasual.

TikTok bisa jadi alat bagi ByteDance untuk mempromosikan game mereka. | Sumber: Hindustan Times
TikTok bisa jadi alat bagi ByteDance untuk mempromosikan game mereka. | Sumber: Hindustan Times

Selain menarik staf veteran dari para pesaingnya, ByteDance juga membuka lowongan pekerjaan untuk staf marketing dan publishing di luar Tiongkok. Dalam salah satu lowongan pekerjaan yang dibuat oleh ByteDance, mereka menyebutkan bahwa mereka mencari orang-orang yang dapat bekerja dengan influencer dan menggunakan platform internal untuk mempromosikan game. Mereka juga membuka belasan lowongan pekerjaan terkait game, mulai dari manajer produk sampai desainer karakter 3D dengan lokasi di Beijing, Shanghai, dan Shenzhen.

Tak berhenti sampai di situ, ByteDance juga mengakuisisi game studio secara langsung. Dalam satu tahun belakangan, dua studio yang telah mereka beli adalah Mokun Digital Technology dan Levelup.ai. Mereka juga berhasil menarik tim utama dari Pangu Game, yang ada di bawah NetEase, perusahaan gaming terbesar kedua di Tiongkok. Mereka melakukan itu setelah NetEase membatalkan proyek-proyek yang tengah dikembangkan Pangu Game.

Rencananya, dua game pertama dari ByteDance akan dirilis pada musim semi ini. Mereka tidak hanya menargetkan para pemain di Tiongkok, tapi juga di seluruh dunia. Game pertama ByteDance akan menjadi game multiplayer dengan genre fantasi khas Tiongkok. Memang, Pangu memiliki pengalaman dalam membuat game seperti itu. Pada 2017, Pangu merilis game RPG untuk PC bernama Revelation Online. Dalam game itu, pemain bermain harus mengalahkan berbagai hewan mitologi Tiongkok.

Revelation Online dari Pangu Games. | Sumber: Duniaku
Revelation Online dari Pangu Games. | Sumber: Duniaku

 

Gaming adalah industri strategis bagi perusahaan teknologi di Tiongkok karena game bisa memberikan pendapatan besar berkat pemain yang banyak,” kata Ahmad. “Namun, walau ByteDance mungkin dapat membuat game-game populer untuk pasar Tiongkok, kami percaya, mereka akan tetap kesulitan untuk menantang Tencent.”

Tencent tidak hanya memiliki tiga game mobile populer, mereka juga memiliki lebih dari satu miliar pengguna pada aplikasi WeChat mereka. Dalam aplikasi itu, mereka juga menyediakan alat pembayaran. Tak hanya itu, Tencent juga memiliki hubungan dekat dengan regulator di Tiongkok, yang pada 2018 mulai membatasi jumlah dan jenis game yang dirilis di negara tersebut dalam rangka untuk mengatasi kecanduan game.

Hanya saja, melalui TikTok/Douyin, ByteDance telah memenangkan hati para remaja. Mereka bisa menggunakan platform video pendek mereka untuk mendorong penggunanya memainkan game buatan mereka. Strategi ini serupa dengan yang Tencent lakukan belasan tahun lalu. Ketika itu, Tencent memanfaatkan luasnya jangkauan platform media sosial mereka untuk masuk ke pasar gaming. Namun, ByteDance masih harus membuktikan bahwa mereka bisa mengeksekusi strategi ini dengan sukses.

Sumber header: ByteDance via TechInAsia

Industri Mobile Game Potensial, Telkom Mau Jadi Developer Game

Pendapatan dari industri mobile games di Indonesia pada 2020 akan mencapai US$672 juta, naik 4,8 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu, menurut laporan dari Statista. Sementara itu, jumlah mobile gamer diperkirakan akan naik 9 persen menjadi 47,9 juta orang. Dan Average Revenue Per User (ARPU) pada tahun ini diperkirakan mencapai US$14,04, turun dari US$14,6 pada tahun lalu.

Segmen mobile game memang sudah menjadi segmen dengan kontribusi terbesar dalam industri game Indonesia. Meskipun begitu, ke depan, industri mobile game masih memiliki potensi untuk tumbuh. Pertumbuhan tersebut didorong oleh kemunculan game-game mobile populer seperti Pokemon Go, PUBG Mobile, dan Fortnite. Karena itu, tidak heran jika Telkom juga tertarik untuk masuk ke ranah game. Pada pertengahan 2019, perusahaan telekomunikasi itu mulai mendukung game developer melalui Indigo, inkubator startup mereka.

“Kami percaya, game akan memberikan kontribusi besar untuk pendapatan bisnis digital kami pada tahun ini, melewati kontribusi konten video. Lebih dari 50 persen pengguna ponsel memainkan game setiap harinya, jadi kami ingin mencoba untuk menjadi game developer dan mendorong pertumbuhan pendapatan dari game,” Digital Business Director, Telkom Indonesia, Faizal Djoemadi dalam wawancara dengan KrAsia.

 

Joddy Hernady (kiri) dan Faizal Djoemadi (kanan) | Sumber: KrAsia
Joddy Hernady (kiri) dan Faizal Djoemadi (kanan) | Sumber: KrAsia

Sementara itu, Senior Vice President of Media and Digital Business, Telkom Indonesia, Joddy Hernandy berkata, “Kapasitas kami sebagai perusahaan telekomunikasi adalah sebagai aggregator untuk game dan aplikasi OTT. Sementara platform pembayaran kami, LinkAja, terus tumbuh, tapi margin keuntungannya tidak besar. Di sisi lain, kami melihat pertumbuhan pesat di industri game, khususnya mobile game. Berdasarkan total pendapatan, Indonesia adalah pasar gaming terbesar ke-16 di dunia dan pasar terbesar di Asia Tenggara. Namun, kurang dari satu persen dari total developer di dunia berasal dari Indonesia. Karena itu, kami mau membuat game developer sendiri melalui inkubator kami.”

Dia menyebutkan, ada 10 tim developer dari Indonesia yang ikut serta dalam gelombang pertama. “Setidaknya ada 7 mobile game dan 3 game PC yang telah diproduksi melalui inkubator ini,” ujarnya.

Ketika ditanya tentang bagaimana Telkom akan dapat memonetisasi game, Joddy menjelaskan, Telkom telah bekerja sama dengan setidaknya 60 developer, termasuk developer dari Korea Selatan dan Tiongkok. Melalui kerja sama ini, mereka menjadi aggregator dari game-game buatan rekan developer mereka. Itu artinya, ketika pemain game melakukan in-game purchase menggunakan pulsa, maka Telkom akan mendapatkan untung. “Bersama Telkomsel, kami akan merilis game bernama Arena Master 2 pada tahun depan. Kami telah membeli lisensi game tersebut, dan kami akan bertanggung jawab atas promosi sesrta sales. Margin dari game ini lebih besar dari sekadar menjadi aggregator,” ungkapnya.

Setelah itu, Joddy mengungkap, Telkom akan berusaha untuk developer, yang memberikan keuntungan lebih besar daripada sekadar menjadi aggregator atau co-publisher. “Kami juga membuat layanan streaming game, Gameqoo, di cloud. Di sini, Anda bisa menemukan game-game yang dibuat oleh 60 rekan developer kami,” kata Joddy.

Peluncuran Cyberpunk 2077 Ditunda Lima Bulan

Pengembangan video game tidaklah sederhana. Prosesnya memakan waktu, tenaga serta pikiran. Di masa penggarapan permainan, developer selalu menghadapi tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal sembari tetap menghadirkan konten sebaik mungkin. Ketika harus memilih antara dua hal ini, beberapa studio rela mengundur waktu rilis demi memastikan game tersaji sesuai visi mereka.

Pengunduran peluncuran game sering terjadi dan kadang pengumumannya dilakukan tiba-tiba. Belum lama ini, Square Enix memundurkan waktu rilis dua permainan blockbuster mereka, yaitu remake Final Fantasy VII serta Marvel’s Avengers, masing-masing ke bulan April dan September 2020. Menyusul kedua judul itu, penundaan juga terjadi pada game action role-playing open world sci-fi baru garapan CD Projekt Red, Cyberpunk 2077.

Melalui Twitter resmi, co-founder Marcin Iwinski dan head of studio Adam Badowski mengumumkan diundurnya peluncuran Cyberpunk 2077, dari tanggal 16 April menjadi 17 September 2020. Alasan mengapa pelepasan game dimundurkan sama seperti argumen umum studio lain: CD Projekt Red membutuhkan lebih banyak waktu untuk memoles permainan demi memastikan Cyberpunk 2077 tersuguh maksimal.

Berdasarkan penjelasan kedua developer, saat ini Cyberpunk 2077 telah selesai dikembangkan dan sudah dapat dimainkan. Namun mengingat kota permainan – dinamai Night City – yang begitu besar, kompleks serta penuh dengan cerita, CD Projekt Red memerlukan tambahan waktu buat melakukan pengujian dan pemolesan konten.

Mereka menyampaikan, “Kami ingin Cyberpunk 2077 menjadi sebuah pencapaian membanggakan di generasi ini, dan penundaan beberapa bulan bisa memberikan kami kesempatan untuk memastikan permainan rampung secara sempurna.”

Tak lama setelah mengungkapkan kabar penundaan itu, CD Projekt Red juga mengiformasikan bahwa mode multiplayer Cyberpunk 2077 baru akan tiba secepat-cepatnya pada tahun 2022. Dukungan multiplayer sudah didiskusikan sejak tahun 2013, tetapi waktu itu developer masih terlihat ragu karena fokus awal mereka ialah menyajikan lebih banyak konten single-player dan DLC gratis selepas perilisan Cyberpunk 2077 – sebuah pendekatan yang menjadi kunci kesuksesan The Witcher 3.

Pengunduran selama lima bulan ini membuat waktu peluncuran Cyberpunk 2077 jadi mendekati momen perilisan console next-gen. Namun menariknya, CD Projekt Red menegaskan mereka belum punya rencana buat meluncurkan  game di PlayStation 5 maupun Xbox (Series X). Sejauh ini, CD Projekt Red baru mengonfirmasi tiga platform: Windows PC, PlayStation 4 dan Xbox One.

Meski begitu, saya pribadi berasumsi bahwa CD Projekt Red pasti tak mau membuang kesempatan untuk menghidangkan permainan di hardware yang lebih canggih. Dengan melepas game secara lebih luas – terutama di console baru, peluangnya merangkul lebih banyak gamer jadi meningkat serta membuat umur permainan lebih panjang.

Via PC Gamer.

Razer DeathAdder V2 dan Basilisk V2 Unggulkan Switch Optis Beserta Sensor Focus+ yang Sangat Mumpuni

Razer Viper Ultimate yang dirilis Oktober lalu boleh dibilang merupakan gaming mouse paling inovatif yang pernah Razer buat. Di samping konektivitas wireless generasi baru, mouse tersebut turut mengunggulkan switch tombol bertipe optis dan sensor Razer Focus+ yang sangat mumpuni.

Dua fitur terakhir itu bakal menjadi standar untuk portofolio gaming mouse Razer ke depannya. Sebagai bukti, Razer baru saja menyingkap DeathAdder V2 dan Basilisk V2, dan keduanya sama-sama mengusung pembaruan dalam wujud switch optis beserta sensor Razer Focus+ itu tadi.

Razer Optical Switch / Razer
Razer Optical Switch / Razer

Dibanding switch mekanis, switch optis unggul dalam hal akurasi dan responsivitas karena mengandalkan sinar infra-merah untuk menerjemahkan klik pada tombol menjadi sinyal input. Penjelasan lengkapnya sempat saya bahas ketika Razer pertama menerapkannya pada Viper versi standar.

Mengenai sensor Focus+, Razer dengan bangga menyebutnya sebagai sensor yang paling gesit sekaligus paling presisi yang pernah mereka ciptakan. Secara teknis, sensor ini memiliki sensitivitas maksimum 20.000 DPI, sedangkan kecepatan tracking-nya mencapai angka 650 IPS.

Razer Focus+ Optical Sensor / Razer
Razer Focus+ Optical Sensor / Razer

Terakhir, DeathAdder V2 dan Basilisk V2 turut mengemas kabel Speedflex yang sangat fleksibel. Material khusus yang membalut kabelnya dirancang supaya pergeserannya di atas meja lebih mulus dan tidak menghambat kelincahan tangan pengguna.

Selebihnya, masing-masing mouse masih mempertahankan sekaligus sedikit menyempurnakan fitur khas pendahulunya. DeathAdder V2 misalnya, menawarkan ergonomi yang lebih baik lagi berkat lapisan tahan keringat beserta lapisan karet pada bagian sisinya.

Razer Basilisk V2 / Razer
Razer Basilisk V2 / Razer

Basilisk V2 di sisi lain menawarkan 11 tombol yang bisa diprogram (naik dari 8). Fitur andalan generasi sebelumnya, yakni tombol clutch di sisi kiri dan scroll wheel dengan tingkat resistensi yang adjustable, tentu masih tersedia di sini.

Kedua mouse saat ini sudah dipasarkan secara luas. Razer DeathAdder V2 dihargai $70, sedangkan Basilisk V2 dibanderol $80.


Sumber: Razer.

Gaming Mouse Asus ROG Chakram Dilengkapi Stik Analog Layaknya Sebuah Gamepad

Asus merilis sederet perangkat gaming di CES 2020, namun satu yang menurut saya paling mencuri perhatian adalah ROG Chakram, sebuah mouse serba bisa yang dilengkapi satu inovasi langka, yakni sebuah stik analog kecil di sisi kirinya.

Fungsinya tidak lain dari menggantikan joystick yang biasa terdapat pada gamepad. Kendati demikian, pengguna juga dapat memanfaatkannya sebagai tombol input empat arah yang semua fungsinya dapat diprogram sesuai kebutuhan.

Andai benar-benar tidak dibutuhkan, stik analog itu juga dapat dilepas dan diganti dengan cover penutup. Asus benar-benar memperhatikan aspek kustomisasinya; stik analognya hadir dalam dua ukuran yang berbeda demi menyesuaikan dengan ukuran ibu jari konsumen yang bervariasi.

Asus ROG Chakram

Juga menarik dari ROG Chakram adalah aspek modularnya. Tidak seperti mouse konvensional, kedua tombol utama ROG Chakram terpasang secara magnetis, sehingga pengguna dapat melepasnya dengan mudah. Usai dilepas, mereka juga bisa mengganti switch Omron yang terpasang dengan switch lain yang sejenis.

Lanjut ke bagian telapak tangan, cover penutupnya rupanya juga turut mengandalkan magnet. Lepas cover-nya, maka konsumen akan mendapati dongle USB yang tersimpan dengan rapi di baliknya. Andai latency bukan masalah, pengguna juga bisa menyambungkan ROG Chakram via Bluetooth.

Asus ROG Chakram

Dalam satu kali pengisian, baterai ROG Chakram bisa bertahan selama 48 jam pemakaian (79 jam kalau lampu RGB-nya dimatikan). Dalam mode Bluetooth, daya tahan baterainya mencapai angka 53 jam (100 jam tanpa lampu RGB). Selain menggunakan kabel USB, ROG Chakram juga dapat di-charge di atas Qi wireless charging pad.

Perihal performa, Asus ROG Chakram mengandalkan sensor optik dengan sensitivitas maksimum 16.000 DPI dan akurasi 400 IPS. Bobotnya yang berada di kisaran 122 gram juga dinilai optimal; tidak terlalu berat, tapi juga tidak kelewat ringan. Perangkat ini rencananya akan segera dijual seharga $150.

Sumber: Asus.

Siap-Siap Meluncurkan PlayStation 5, Sony Kembali Absen di E3 Tahun Ini

Sebagai ajang gaming terbesar di dunia, menjadi sebuah kehormatan bagi perusahaan untuk bisa ikut serta di E3. Selain dimeriahkan oleh  produsen console, konferensi pers dari sejumlah publisher seperti EA, Ubisoft, dan Bethesda juga dinanti khalayak. Tapi ada sesuatu yang kurang dari E3 2019. Karena alasan persiapan peluncuran console baru, Sony memutuskan buat melewatkannya dan membiarkan sang rival Microsoft mendominasi acara.

Di tengah-tengah penantian kabar terbaru mengenai console next-gen serta kelanjutan info mengenai The Last of Us Part II dan Ghost of Tsushima, Sony Interactive Entertainment kembali mengabarkan agenda untuk absen dari E3 2020. Sebagai kompensasinya, perusahaan berencana hadir di berbagai perhelatan konsumen lain buat memamerkan permainan-permainan PlayStation 4 dan 5 –  setidaknya itulah yang mereka ungkapkan pada Games Industry.

Sony menjelaskan bahwa langkah ini diambil setelah evaluasi menyeluruh. Juru bicara perusahaan menyampaikan, “Kami sangat menghargai Entertainment Software Association sebagai organisasi [penyelenggara E3], namun menurut pandangan kami, visi E3 2020 tidak sesuai dengan apa yang ingin jadi fokus Sony di tahun ini dan bukan merupakan tempat yang tepat untuk melangsungkan acara.”

Logo E3 2020.

Buat sekarang, Sony mencoba mengeksekusi strategi berbeda: perusahaan akan berpartisipasi dalam ‘ratusan acara konsumen di seluruh dunia’. Lewat cara tersebut, perusahaan ingin merangkul gamer-nya secara langsung sehingga mereka betul-betul merasa jadi anggota keluarga besar PlayStation, dan di saat yang sama memberikan akses ke beragam permainan favorit. Sony sudah menyiapkan judul-judul menarik di PlayStation 4 sembari mengajak khalayak menanti pelepasan PlayStation 5.

Sony sebetulnya punya sejarah panjang bersama E3. Sejak awal, perusahaan menggunakan E3 untuk menyingkap detail terkait hardware gaming-nya, dimulai dari PlayStation pertama di tahun 1995 sebagai persiapan perilisan console di kawasan Amerika Serikat. Lalu di E3 2013, Sony dianggap sukses membangun penantian tinggi terhadap PlayStation 4, membuat brand ini berhasil merebut kepemimpinan  pasar console dari tangan Xbox.

Absennya Sony tahun lalu memang memberi dampak besar bagi Electronic Entertainment Expo. Sejak beberapa tahun silam, angka pengunjung E3 terus menurun, apalagi dengan adanya fasilitas live stream untuk setiap konferensi pers. Dan di E3 2019, jumlahnya bahkan merosot lebih drastis lagi. ESA sendiri kini menghadapi dilema: sejumlah publisher ingin agar E3 menjadi ajang selebrasi gaming, namun pihak lain berharap agar acara tetap fokus pada aspek bisnis.

Menyusul pengumuman ini, ESA tak lama mengeluarkan pernyataan tanpa secara langsung menyebutkan Sony. Pada intinya, mereka berjanji E3 2020 akan jadi ‘acara menarik dan penuh energi, dimeriah oleh bermacam-macam pengalaman, program, mitra, dan brand baru yang dapat menghibur pengunjung, baik bagi mereka yang baru pertama kali hadir maupun para veteran’.

Via DualShockers.