Jaguar Land Rover Uji Sistem Proyeksi untuk Menunjukkan Arah Pergerakan Mobil Kemudi Otomatis

Mengembangkan mobil kemudi otomatis tentunya ada banyak sekali tantangan, namun salah satu yang terbesar yang dihadapi pabrikan otomotif adalah masalah kepercayaan; bagaimana mereka bisa meyakinkan publik bahwa mobil kemudi otomatis itu aman dikendarai, sekaligus aman untuk pengguna jalan lain di sekitarnya, termasuk para pejalan kaki.

Menurut Jaguar Land Rover (JLR), salah satu caranya adalah membuat mobil kemudi otomatis yang dapat memberitahukan ke sekitar apa yang sedang dan akan dilakukannya. Sistem yang mereka kembangkan mengandalkan proyektor untuk menampilkan indikator visual ke jalanan di depannya.

Indikatornya berupa garis-garis horizontal yang berjajar. Ketika mobil melaju, jarak antar garisnya akan melebar. Sebaliknya, ketika mengerem, jarak antar garis akan menyempit hingga akhirnya nyaris berdempet ketika berhenti total.

Jaguar Land Rover self-driving car projection system

Lalu ketika hendak membelok, garis-garis yang diproyeksikan juga akan melengkung mengikuti arah belokan. Harapannya, baik pengemudi lain atau pejalan kaki di sekitar dapat memahami ke mana arah pergerakan sang mobil kemudi otomatis. Ibaratnya seperti lampu sein, tapi untuk lebih dari sekadar arah membelok saja.

Saat ini sistemnya tengah dicoba bersama sebuah autonomous pod garapan Aurrigo. Implementasinya masih belum diketahui, sebab JLR untuk sekarang baru sekadar ingin mempelajari seberapa banyak informasi yang harus dibagikan sebuah mobil kemudi otomatis agar bisa memperoleh kepercayaan dari para pejalan kaki di sekitarnya.

Sumber: SlashGear dan Jaguar Land Rover.

Tesla Akan Luncurkan Fitur Dash Cam 360 Derajat Sebagai Software Update

Meski sudah dianggap banyak orang sebagai barang wajib, dash cam masih belum menjadi fitur bawaan pada mayoritas mobil. Ini mengecewakan mengingat mobil-mobil terkini dilengkapi banyak kamera, baik untuk fitur driver assistance maupun kamera parkir.

Namun kalau yang dibahas adalah Tesla, pionir mobil elektrik itu seakan tidak pernah kehabisan akal, dan mereka seakan dapat mengatasi segalanya melalui software. Buktinya, beberapa bulan lalu Tesla merilis software update yang memungkinkan kamera Autopilot pada mobil-mobil buatannya untuk berfungsi sebagai dash cam.

Namun Elon Musk dkk rupanya masih belum puas. Mereka telah menyiapkan penyempurnaan dari fitur dash cam-nya, dan seperti biasa Tesla sudah menyiapkan nama yang cukup keren, yaitu Sentry Mode.

Jadi ketimbang hanya menggunakan satu kamera Autopilot saja dengan sudut pandang ke depan yang terbatas, Sentry Mode bakal mengambil gambar yang ditangkap beberapa kamera Autopilot yang tersebar di sekujur bodi mobil, secara efektif berperan sebagai dash cam 360 derajat.

Berhubung banyak mengandalkan software, wajar apabila fitur ini memiliki sejumlah keterbatasan, apalagi jika dibandingkan dengan hardware dash cam terpisah. Kendati demikian, pemilik Tesla berhak tersenyum melihat mobilnya kedatangan fitur baru yang cukup signifikan pengaruhnya secara cuma-cuma.

Jadwal perilisan fitur Sentry Mode ini belum diketahui, dan Elon hanya menyebut kata “segera” dalam Tweet pengumumannya. Terkait kompatibilitas, Sentry Mode hanya bisa didapat oleh mobil-mobil Tesla yang mengemas hardware Autopilot 2.0+.

Sumber: Electrek.

Fly Free Smart Old Kawinkan Desain Retro Sepeda Motor Brat Style dengan Mesin Elektrik

Perkawinan elemen retro dengan sentuhan modern sering kali membuahkan hasil yang sangat menarik. Tidak percaya? Lihat saja Jaguar E-type Zero yang demikian seksi. Bukan cuma mobil, hal yang sama juga berlaku untuk sepeda motor, dan karya terbaru dari startup bernama Fly Free berikut ini adalah buktinya.

Dijuluki Smart Old, desain klasiknya langsung mencuri perhatian, dengan motor jenis Brat Style sebagai inspirasinya. Sentuhan modernnya tentu diwakili oleh mesin elektrik yang menenagainya, dan ini sekaligus mampu menyajikan kesan yang lebih minimalis lagi pada gaya Brat Style yang sudah tergolong simpel.

Perhatian selanjutnya tertuju pada tangki bensin besarnya, yang ternyata palsu dan merupakan rumah dari sepasang baterainya. Dalam kondisi terisi penuh, baterainya bisa bertahan sampai motor menempuh jarak sekitar 161 km, dan kapasitasnya baru akan menurun cukup drastis setelah 700 charge cycle.

Fly Free Smart Old

Performa Smart Old boleh dibilang cukup mumpuni, dan mesinnya bisa beroperasi dalam tiga mode yang berbeda: Eco, City dan Speed. Dalam mode Speed misalnya, kecepatan maksimumnya mampu mencapai angka 81 km/jam. Mesinnya ini mencatatkan output daya konstan sebesar 3 kW, akan tetapi untuk keperluan seperti berakselerasi maupun menanjak semestinya bisa lebih dari itu.

Sejumlah fitur pemanis macam kunci pintar, port USB untuk charging beserta integrasi smartphone turut tersedia. Semua ini ditawarkan Fly Free seharga $7.199 saja di Amerika Serikat, akan tetapi mereka juga bakal memulai kampanye crowdfunding di Indiegogo, tentunya dengan potongan harga selama masa early bird.

Sumber: Electrek.

BMW Pamerkan Konsep Mobil Camper Hasil Kolaborasinya dengan The North Face

Pada event CES 2019 belum lama ini, BMW sempat memamerkan konsep mobil camper yang cukup menarik, hasil kolaborasinya bersama produsen pakaian outdoor, The North Face. Keistimewaannya terletak pada material yang menjadi kulit luarnya, yakni kain hasil eksperimen The North Face yang dinamai Futurelight.

Futurelight pada dasarnya merupakan kain yang tahan air, tapi istimewanya, ia juga breathable. Pencapaian ini dimungkinkan berkat teknologi Nanospinning yang diterapkan The North Face, di mana prosesnya berhasil menciptakan kain dengan lubang-lubang berukuran nano; bisa dilewati udara, tapi terlalu kecil untuk ditembus oleh air.

BMW camper concept

Futurelight jelas sangat ideal diproduksi menjadi pakaian, akan tetapi The North Face memilih BMW Designworks sebagai mitranya guna menunjukkan potensinya di luar ranah fashion. BMW sendiri bukan pertama kalinya merancang mobil konsep berbalut kain. Pada kenyataannya, konsep ini terinspirasi oleh BMW GINA Light Visionary Model yang diungkap di tahun 2008.

Sayangnya BMW tidak punya rencana untuk meneruskan konsep camper unik ini menjadi mobil produksi yang bisa dibeli konsumen. Sebaliknya, The North Face bakal memanfaatkan kain Futurelight pada deretan produk barunya yang diluncurkan pada musim semi nanti.

Sumber: SlashGear dan BMW.

Kia Pamerkan AI yang Dapat Mengadaptasikan Suasana Kabin Mobil Berdasarkan Mood Penumpang

Sebagai salah satu gelaran teknologi terakbar, wajar apabila CES sering dimanfaatkan pabrikan otomotif untuk memamerkan teknologi-teknologi yang mereka siapkan untuk masa yang akan datang. Lihat saja Kia, yang di CES memperkenalkan teknologi Real-time Emotion Adaptive Driving (R.E.A.D.) sebagai bagian dari visi “Beyond Autonomous Driving” mereka.

R.E.A.D. pada dasarnya merupakan sistem berbasis AI yang mampu mengadaptasikan suasana kabin mobil berdasarkan mood penumpang. Asumsinya, di masa yang akan datang sudah tidak ada lagi istilah “pengemudi”, sehingga penumpang harus diperlakukan secara istimewa selama dalam perjalanan.

Beragam sensor dimanfaatkan sistem ini untuk memonitor suasana hati penumpang berdasarkan faktor-faktor seperti ekspresi wajah, laju jantung maupun aktivitas elektrodermal. Setelahnya, pengadaptasian suasana kabin bakal dilakukan dengan memperhatikan kelima indera manusia.

Real-time Emotion Adaptive Driving

Fungsionalitas R.E.A.D. turut ditunjang oleh kursi mobil yang dapat bergetar mengikuti frekuensi musik yang tengah mengalun. Tentu saja kursi ini juga bisa menjadi mesin pijat ketika dibutuhkan, sekaligus menjadi bentuk peringatan ekstra demi menjamin keselamatan penumpang.

Di samping R.E.A.D., Kia juga memperkenalkan V-Touch, sistem kontrol berbasis gesture yang memanfaatkan kamera 3D untuk memonitor pergerakan mata maupun jari-jemari penumpang. Berkat V-Touch, penumpang dapat mengakses beragam fitur dan pengaturan mobil tanpa bantuan tombol maupun layar sentuh sama sekali.

Seperti yang saya bilang di awal, semua ini merupakan bagian dari visi “Beyond Autonomous Driving” yang digagaskan Kia, yang berarti implementasinya masih sangat jauh. Terlepas dari itu, teknologi-teknologi semacam ini merupakan indikasi bahwa ke depannya mobil bakal beralih fungsi menjadi lounge berjalan ketimbang sebatas moda transportasi.

Sumber: Kia dan Engadget.

Bose Kembangkan Teknologi Noise Cancelling untuk Mobil

Sesuai namanya, teknologi noise cancelling diciptakan untuk mengeliminasi suara yang mengganggu dari sekitar. Itulah mengapa headphone noise cancelling sangat ideal buat konsumen yang sering bepergian menggunakan pesawat terbang, sebab kita semua tahu betapa riuhnya suara mesin yang masuk ke dalam kabin.

Sebagai salah satu pionir teknologi noise cancelling, Bose melihat masih ada celah untuk mengesksplorasi teknologi ini lebih lanjut. Hasil pemikiran mereka melahirkan QuietComfort Road Noise Control (RNC), yang pada dasarnya merupakan sistem noise cancelling untuk mobil.

Mungkin tidak banyak dari kita yang tahu, akan tetapi sejak tahun 2010, Bose telah dipercaya oleh sejumlah pabrikan mobil untuk menerapkan teknologi Engine Harmonic Cancellation (EHC) demi meminimalkan suara mesin yang masuk ke kabin. Sekarang, mereka merasa tertantang untuk mengembangkan teknologi baru guna mengeliminasi suara dari jalanan yang lebih dominan.

QuietComfort RNC memanfaatkan perpaduan accelerometer, software pengolah sinyal, mikrofon, dan sistem audio milik mobil untuk bisa bekerja sepenuhnya. Setiap komponen ini punya peran sendiri, accelerometer misalnya, berfungsi supaya algoritma yang diterapkan dapat terus memonitor getaran yang menciptakan suara, sebelum akhirnya informasi tersebut dipakai untuk mengalkulasikan sinyal acoustic cancellation dan dikirim melalui speaker mobil.

Singkat cerita, Bose melihat QuietComfort RNC sebagai solusi alternatif yang lebih ideal ketimbang memasang peredam pada sejumlah bagian mobil maupun mengganti ban dengan risiko menurunkan performa. Rencananya, teknologi bakal tersedia pada mobil-mobil yang diproduksi pada akhir tahun 2021 mendatang.

Sumber: Business Wire.

Head Unit Terbaru Pioneer Sulap Smartphone Jadi Layar Dashboard

Dewasa ini, mendudukkan smartphone di dashboard mobil sudah merupakan hal yang lumrah bagi sebagian besar orang. Jenis dudukannya pun beragam, namun yang paling populer menurut saya adalah model penjepit. Untuk tipe ini, rasanya sulit mencari dudukan yang lebih menarik ketimbang persembahan terbaru Pioneer berikut ini.

Alasannya sederhana saja, perangkat bernama Pioneer SPH-10BT ini sebenarnya merupakan sebuah head unit single-DIN, akan tetapi di atasnya ada penjepit untuk mendudukkan smartphone. Posisi ponselnya bisa vertikal atau horizontal, dan ini jauh lebih fleksibel ketimbang head unit single-DIN yang biasanya mengadopsi desain layar lipat.

Menggunakan aplikasi Pioneer Smart Sync, ponsel yang terpasang dapat menjadi extension dari head unit tersebut. Aplikasi ini memiliki tampilan yang dioptimalkan untuk skenario mengemudi, lengkap dengan akses ke fitur multimedia, navigasi dan lain sebagainya.

Pioneer SPH-10BT

Lebih praktis lagi, pengemudi dapat mengoperasikannya via tombol-tombol fisik yang terpampang di head unit; mulai dari mengaktifkan perintah suara, mengakses aplikasi navigasi, sampai menginstruksikan aplikasi untuk membaca pesan teks yang masuk.

Label “BT” pada nama produk ini merupakan indikasi bahwa smartphone bisa tersambung ke head unit secara wireless via Bluetooth. Juga menarik adalah apabila pengguna turut memiliki sensor parkir Pioneer ND-PS1, sebab smartphone yang terpasang jadi bisa menampilkan peringatan visual di samping audio.

Tentunya perangkat ini tidak bisa menjadi ideal untuk semua mobil, terutama yang slot DIN-nya diposisikan agak ke bawah. Rencananya, Pioneer bakal memasarkannya mulai bulan Februari mendatang di Amerika Serikat dengan harga $150.

Sumber: SlashGear.

Volkswagen Ungkap Konsep Power Bank untuk Mobil Listrik

Volkswagen memang belum memiliki mobil elektrik yang sudah keluyuran di jalanan. Namun bukan berarti mereka bersantai tanpa persiapan. Selagi menanti pemasaran SUV elektrik VW I.D. Crozz tahun depan, mereka sibuk mempersiapkan infrastruktur pendukungnya.

Gagasan terbarunya adalah stasiun pengisian ulang mobil elektrik bersifat mobile, atau yang bisa juga dianggap sebagai power bank untuk mobil listrik. Sebelum Anda salah paham, mobile di sini maksudnya adalah mudah ditempatkan di beragam lokasi, bukan mudah dibawa bepergian.

Kesamaannya dengan power bank yang kita kenal adalah baterai internal di dalamnya. Dengan kapasitas sebesar 360 kWh, ia sanggup mengisi ulang sekitar 15 mobil listrik sebelum perlu diganti dengan unit yang baru. Konsep seperti ini membuatnya sangat ideal di tempatkan di berbagai area publik, atau sebagai titik charging yang sifatnya sementara, seperti di area parkir suatu festival misalnya.

VW mobile charging station

Kalau ternyata memungkinkan untuk dijadikan charging station permanen, ia juga dapat menerima asupan listrik guna mengisi baterainya sendiri. Skenario ini pun sebenarnya juga tetap ideal mengingat satu unitnya dapat mengisi ulang hingga empat kendaraan elektrik sekaligus.

Fitur fast charging turut menjadi salah satu nilai jual utamanya. Menggunakan arus DC 100 kW, satu mobil hanya memerlukan waktu pengisian selama 17 menit jika dirata-rata. Waktunya tentu akan lebih singkat lagi jika kendaraan yang di-charge bukan mobil melainkan sepeda listrik.

Langkah ini bisa dilihat sebagai upaya Volkswagen Group dalam mendukung perkembangan brandbrand yang dinaunginya. Seperti yang kita tahu, Audi dan Porsche adalah dua dari sekian banyak brand di bawah payung VW Group, dan keduanya sudah siap memasarkan mobil listriknya masing-masing di tahun 2019 ini.

Rencananya, VW bakal mengimplementasikan mobile charging station ini pada babak pertama tahun ini di kampung halamannya terlebih dulu, sebelum merambah lokasi-lokasi lain di tahun berikutnya.

Sumber: VW.

Jaguar Land Rover Pamerkan Prototipe Mobil yang Pintunya Bisa Membuka dan Menutup Sendiri

Fitur keyless entry merupakan salah satu fitur yang sepele namun sangat penting bagi para pemilik mobil. Cukup dengan mengantongi remote kunci mobil saja, kunci pintunya akan otomatis terbuka ketika pemiliknya mendekat. Sebaliknya, ketika pemiliknya menjauh, pintu mobil pun akan otomatis terkunci.

Buat Jaguar Land Rover (JLR), rupanya fitur ini masih bisa dieksplorasi lebih lanjut. Jadi ketimbang hanya membuka kuncinya saja, kenapa tidak sekalian membuka pintunya? Bukan, ini bukan dimaksudkan untuk orang yang kelewat malas, melainkan kaum difabel maupun mereka yang kerap membawa barang berukuran besar dan berat, atau yang tengah menggendong anak.

Setelah masuk di dalam mobil, pintunya bisa ditutup dengan menekan tombol yang terletak di atas, tidak perlu meraih handle pintu dan menariknya secara manual. Status setiap pintu bisa dipantau langsung melalui sistem infotainment dalam kabin.

Jaguar Land Rover automatic door

Saat keluar dan hendak meninggalkan mobil, pintunya juga bisa tertutup dan terkunci secara otomatis selagi pemilik bergerak menjauh. Hasil akhirnya kira-kira seperti memiliki petugas valet pribadi, dan ini dimungkinkan berkat perkawinan antara fitur keyless entry yang sudah ada sekarang dengan motion sensor.

Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, JLR turut melengkapi sistemnya dengan radar guna mendeteksi keberadaan objek di dekat pintu mobil, sehingga pintunya tidak asal membuka dan menghantam objek begitu saja.

JLR mengaku menghabiskan waktu sekitar enam bulan untuk mengembangkan prototipe sistemnya, sebelum mengujinya di sebuah unit Range Rover Sport bersama seorang veteran perang asal Inggris yang dua kaki dan satu tangannya telah diamputasi.

Implementasinya pada mobil versi produksi masih belum direncanakan, akan tetapi JLR berharap teknologi semacam ini bisa menjadi relevan untuk semua mobil buatan mereka ke depannya di samping sebatas membantu kaum difabel.

Sumber: Jaguar Land Rover via SlashGear.

Audi Bakal Gunakan Chipset Samsung Exynos Auto V9 untuk Sistem Infotainment Mobilnya

Sekitar bulan Oktober lalu, Samsung mengumumkan seri chipset baru bernama Exynos Auto yang dikhususkan untuk beragam keperluan di bidang otomotif. Belum lama berselang, mereka sudah berhasil menggaet klien yang cukup mentereng, yakni Audi.

Yang Audi pilih adalah seri Exynos Auto V, yang secara spesifik dirancang untuk menjadi otak dari sistem infotainment dalam mobil. Berbekal 8-core prosesor Cortex-A76 dan 3-core GPU Mali G76, Exynos Auto V9 mampu menyanggupi daya komputasi yang dibutuhkan sistem multi-display (panel instrumen, dashboard dan kabin belakang).

Spesifikasi seperti ini sangat cocok dengan kebutuhan Audi, seperti yang bisa kita lihat dari kabin canggih milik mobil elektrik perdananya, serta status Audi sebagai salah satu pelopor panel instrumen full-digital. Lebih lanjut, Exynos Auto V9 turut mengemas digital signal processor (DSP) HiFi 4 guna menunjang kinerja sistem audio besutan Bang & Olufsen yang terpasang pada mobil-mobil Audi.

Samsung Exynos Auto V9

Di samping itu, Exynos Auto V9 rupanya juga mengusung neural processing unit (NPU) terpisah, memungkinkan Audi untuk menerapkan fitur-fitur seperti face, speech maupun gesture recognition. Perihal keselamatan, Samsung memastikan chipset-nya sudah memenuhi standar Automotive Safety Integrity Level-B.

Lalu mobil Audi apa saja yang bakal dilengkapi chipset ini? Belum tahu, sebab Audi baru akan menggunakannya pada mobil yang dipasarkan di tahun 2021 nanti. Bisa jadi Audi e-tron GT adalah salah satunya.

Sumber: Samsung.