Stasiun Fast Charging Mobil Milik Porsche Sudah Resmi Beroperasi

Porsche Mission E telah resmi berganti nama menjadi Porsche Taycan, dan dijadwalkan siap mengaspal paling cepat mulai tahun depan. Berhubung ini Porsche yang kita bicarakan, larinya sudah pasti sangat kencang, akan tetapi yang lebih inovatif justru adalah efisiensi baterai dan teknologi charging-nya.

Tepat setahun lalu, Porsche menyingkap charger yang mereka siapkan secara khusus untuk Taycan ke hadapan publik. Ukurannya lebih bongsor ketimbang charger mobil elektrik standar, sebab daya yang dapat diteruskannya pun juga jauh lebih besar: 350 kW, pada tegangan 800 volt.

Siapapun dipersilakan menggunakan charger tersebut secara cuma-cuma, bukan cuma konsumen Porsche saja. Namun seperti yang saya bilang, satu-satunya mobil yang bisa menerima daya sebesar dan pada tegangan setinggi itu barulah Porsche Taycan, di mana mobil dapat menempuh jarak sekitar 400 km meski dicolokkan selama 20 menit saja.

Porsche charging app

Selama mobil di-charge, pemilik mobil dapat memantau prosesnya melalui aplikasi pendamping yang disiapkan Porsche. Di situ informasi yang ditampilkan sangat lengkap, termasuk arus listrik dan estimasi biaya listrik yang dihabiskan untuk mengisi ulang baterai mobil.

Untuk sekarang baru ada sepasang charger turbo ini di Porsche Centre Berlin-Adlershof, namun tentu saja Porsche sudah menyiapkan lokasi-lokasi lain guna mengantisipasi peluncuran Taycan nanti. Pun begitu, yang patut diapresiasi adalah bagaimana Porsche tidak egois dan membuat teknologi charging-nya ini proprietary; konsumen Tesla pun bebas mampir kalau mau asalkan mereka membawa adaptor yang cocok.

Sumber: Porsche via SlashGear.

Aston Martin Kembali Pamerkan Ide Gila Berupa Pesawat Terbang Berteknologi VTOL

Tiga tahun lalu, pabrikan mobil mewah asal Inggris, Aston Martin, membuktikan bahwa mereka tak hanya bisa merancang kendaraan beroda saja, tapi juga sebuah speedboat. Sekarang, Aston Martin kembali mengumumkan ide gila mereka, tapi kali ini dibawa ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Tinggi di sini bermakna harfiah, sebab yang diumumkan adalah sebuah pesawat terbang.

Namanya Aston Martin Volante Vision Concept, dan jelas sekali ia baru sebatas konsep sekarang. Aston Martin mendeskripsikannya sebagai pesawat mewah berteknologi VTOL (vertical take-off and landing), itulah mengapa Anda tak akan menemukan satu pun roda di bodinya.

Aston Martin Volante Vision Concept

Sepasang baling-baling yang diposisikan di sisi kiri dan kanan hidungnya dapat berganti orientasi (tilting), sehingga pada akhirnya ia dapat lepas landas secara vertikal. Mesinnya merupakan jenis hybrid (listrik dan bensin), dan Aston Martin rupanya telah dibantu oleh Rolls-Royce di sektor ini, yang memang dikenal berpengalaman dalam pengembangan mesin pesawat terbang.

Kokpitnya dapat menampung tiga orang sekaligus (satu di depan, dua di belakang). Segala informasi bakal diproyeksikan ke kaca depan, dan tentu saja Volante bakal dilengkapi mode berkendara otomatis alias autopilot.

Aston Martin Volante Vision Concept

Volante sejatinya dapat dilihat sebagai visi Aston Martin terkait mobilitas masa depan. Anda pasti pernah mendengar berita-berita mengenai mobil terbang maupun drone yang bisa mengangkut penumpang. Volante di sini diposisikan sebagai versi premium dari kendaraan-kendaraan masa depan tersebut.

Namun jangan harap kendaraan semacam ini bisa terealisasi dalam waktu dekat – bahkan mobil konsep Lagonda pun pasti bisa terwujudkan jauh lebih cepat. Jangankan teknologi di baliknya, regulasi seputar mobil terbang dan passenger drone saja masih belum siap, dan ini jelas harus diselesaikan lebih dulu.

Aston Martin Volante Vision Concept

Bagi yang jeli melihat namanya, Anda mungkin menyadari bahwa nama ini diambil dari mobil-mobil varian Volante (convertible) besutan Aston Martin. “Volante” sendiri berasal dari bahasa Itali yang berarti “terbang”. Semoga saja maknanya bisa terpenuhi sesegera mungkin.

Sumber: Wallpaper dan Aston Martin.

Daimler dan Bosch Percayakan Platform Nvidia untuk Kembangkan Taksi Tanpa Sopirnya

Ajang CES 2018 lalu menjadi saksi atas komitmen dan keseriusan Nvidia di bidang otomotif. Miliaran dolar telah mereka habiskan dalam beberapa tahun belakangan guna mengembangkan sistem kemudi otomatis, dan ini tentu didasari oleh keyakinan mereka akan prospek bisnis ke depannya.

Tidak sedikit nama besar industri otomotif yang memercayakan Nvidia sebagai mitra utamanya dalam mengembangkan mobil kemudi otomatis. Salah satu yang terbaru adalah Daimler dan Bosch, yang sendirinya menjalin kerja sama untuk mengembangkan taksi otonom sejak tahun lalu. Keduanya berharap bisa melepas buah kolaborasinya dalam waktu lima tahun.

Lima tahun adalah waktu yang tergolong singkat, apalagi jika yang dibicarakan adalah mobil kemudi otomatis yang masuk di kategori Level 4 dan 5, di mana Level 5 merepresentasikan teknologi paling mutakhir dan kesiapan untuk mengaspal tanpa sentuhan tangan manusia sedikit pun. Itulah mengapa Daimler dan Bosch melirik ke Nvidia, yang sejauh ini bisa dibilang paling teruji platform kemudi otomatisnya di samping Waymo (Google).

Daimler sebagai induk perusahaan Mercedes-Benz bakal menyematkan sistem Nvidia Drive Pegasus ke sedan mewah S-Class dan van V-Class. Keduanya bakal menjalani uji coba di kawasan Silicon Valley mulai babak kedua 2019. Selain itu, pekerjaan rumah lain yang harus diselesaikan adalah merancang sistem layanan yang nantinya bakal menatap konsumen secara langsung.

Namun mungkin yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa harus taksi? Mengapa tidak kendaraan pribadi saja? Alasannya simpel: di saat awal mobil kemudi otomatis Level 4 dan Level 5 terealisasikan nanti, harganya bisa dipastikan sangat mahal dan kurang masuk akal untuk konsumen secara luas.

Jadi mungkin akan lebih bijak kalau dalam beberapa tahun pertama mobil-mobil tersebut dijadikan transportasi umum saja. Selanjutnya ketika teknologi di baliknya semakin terjangkau untuk diproduksi secara massal, barulah mobil-mobil ini dapat menyasar konsumen secara langsung.

Sumber: Engadget dan Daimler.

Audi Gandeng Huawei untuk Kembangkan Teknologi Konektivitas Khusus Mobil

Tanpa harus terkejut, ada banyak komponen esensial yang membentuk sebuah mobil kemudi otomatis selain mobilnya itu sendiri. Sering kali pabrikan mobil pun harus mengandalkan pihak lain demi mengintegrasikan komponen-komponen ini. Tidak terkecuali Audi, yang baru saja menyepakati kerja sama dengan Huawei.

Sebelum ini, Audi sudah lebih dulu bekerja sama dengan Nvidia dalam pengembangan mobil kemudi otomatisnya, spesifiknya untuk menggunakan sistem berbasis AI yang dikerjakan oleh produsen kartu grafis tersebut. Kemitraannya dengan Huawei ini agak berbeda, di mana yang menjadi fokus adalah seputar konektivitas.

Seperti yang kita tahu, sebelum menjadi pemain besar di industri smartphone, Huawei mengawali kiprahnya sebagai produsen modem dan sejenisnya. Selama beberapa tahun terakhir ini, Huawei rupanya juga sibuk mengembangkan teknologi jaringan baru bernama LTE-V, di mana imbuhan “V” di sini tentu saja merujuk pada kata “vehicle“.

Koneksi yang optimal tentu sangat esensial kalau kabin mobilnya secanggih milik e-tron Quattro / Audi
Koneksi yang optimal tentu sangat esensial kalau kabin mobilnya secanggih milik e-tron Quattro / Audi

Varian baru LTE ini pastinya dirancang demi mengoptimalkan keluar-masuknya data yang berlangsung selama mobil berjalan. Data dalam konteks ini juga cukup spesifik, semisal informasi lalu lintas yang dikalkulasikan berdasarkan data dari lampu lalu lintas dan kamera CCTV di perempatan atau pertigaan jalan.

Kolaborasi ini memungkinkan Audi dan Huawei untuk mengembangkan dan menguji LTE-V ke tingkat lebih lanjut. Di samping itu, ada pula visi terkait digitalisasi berbagai layanan yang termasuk dalam ekosistem mobil. Rencananya, mobil hasil kerja sama keduanya nanti bakal dipasarkan lebih dulu di dataran Tiongkok.

Selain karena alasan di atas, Anda mungkin masih bingung mengapa harus Huawei yang dipercaya Audi? Well, Huawei sendiri sebenarnya sudah punya banyak inisiatif terkait masa depan industri otomotif. Salah satunya sempat mereka pamerkan di ajang MWC 2018 lalu dalam bentuk Porsche Panamera yang ‘disopiri’ oleh smartphone.

Sumber: TechCrunch dan Audi.

Toyota Resmi Memulai Layanan Ridesharing di Hawaii

Ide layananan ridesharing sebetulnya telah digagas sejak awal 90-an, namun baru setelah perangkat bergerak menyebar luas lalu mayoritas kendala network serta komunikasi berhasil diatasi, barulah app-app ridesharing mulai bermunculan di tahun 2012. Saat itu, layanan transportasi ini umumnya digarap oleh perusahaan San Francisco seperti Lyft, Uber, Wingz dan Sidecar.

Baru bertahun-tahun setelah itu, layanan serupa dibuntuti oleh satu raksasa otomotif asal Jepang. Hari selasa kemarin, Toyota mengumumkan dimulainya layananan ridesharing bernama Hui yang mempersilakan kita menyewa beragam jenis mobil buatan mereka. Sebelum bisa menggunakannya, yang perlu Anda lakukan adalah melakukan reservasi melalui aplikasi mobile Hui – tersedia buat perangkat Android dan iOS.

Toyota memilih ibu kota Hawaii, Honolulu, sebagai tempat peluncuran perdana Hui. Layanan ini dikelola oleh Servco Pacific sebagai distributor resmi Toyota di negara bagian Hawaii, lalu aplikasinya sendiri dikembangkan oleh tim Toyota Connected North America dan menggunakan Mobility Service Platform.

Di momen peluncurannya, perusahaan asal Aichi Prefecture itu menyediakan 70 unit kendaraan bermerek Toyota dan Lexus yang ditempatkan di 25 lokasi di kota Honolulu. Saat ini, Anda dapat memilih model Toyota Prius, Prius Prime, Camry XSE serta Lexus RX 350 dan RX F Sport. Toyota juga memastikan Anda tidak akan melewatkan lokasi Hui dan tak akan kebingungan dengan memberikan petunjuk jelas soal mobil yang bisa diambil serta di mana tempat pengembaliannya.

Kendaraan-kendaraan Hui memanfaatkan teknologi Smart Key Box, berfungsi untuk menciptakan ‘kunci digital’ buat mengakses, membuka, serta menyalakan mobil berbekal smartphone. Biaya sewanya disuguhkan mulai US$ 10 per jam atau US$ 80 per hari. Bergantung dari jenis mobilnya, harga bisa naik hingga US$ 20 per jam atau US$ 160 per hari. Uang yang Anda keluarkan itu sudah termasuk biaya asuransi, perawatan, dan bensin.

Ketika menyewa mobil, Anda akan diberikan kartu bensin buat mengisinya tanpa perlu mengeluarkan uang lagi. Sewaktu mengembalikan kendaraan, Anda diminta untuk setidaknya menyisakan bensin seperempat tanki sehingga pengemudi berikutnya tidak perlu membuang-buang waktu mencari-cari SPBU.

Selain Smart Key Box, ada banyak fungsi lain yang Toyota benamkan dalam aplikasi mobile Hui, dari mulai sistem identifikasi pengguna dan autentikasi, sejumlah metode pembayaran, serta beragam tool pengelolaan armada.

Perlu Anda ketahui bahwa Toyota bukanlah perusahaan pertama yang menawarkan layanan ridesharing di wilayah Hawaii. Di sana sudah ada Zipcar dan Enterpirse. Ridesharing – entah apakah menawarkan mobil, motor atau sepeda – telah jadi bisnis besar di Amerika.

Via DigitalTrends.

Spion Virtual Jadi Salah Satu Fitur Unggulan SUV Elektrik Audi e-tron Quattro

Debut Audi di segmen mobil elektrik hanya tinggal menunggu waktu. Mobilnya, Audi e-tron Quattro, sudah hampir siap diproduksi. Penampakan finalnya memang masih disamarkan, akan tetapi Audi telah menyingkap interiornya secara lengkap. Kabinnya yang amat canggih ini pada dasarnya merupakan alasan mengapa mobil ini juga pantas dijadikan bahan pembicaraan media teknologi, bukan hanya media otomotif saja.

Salah satu bagian dari kabin e-tron Quattro yang paling mengundang perhatian adalah kehadiran layar sentuh OLED 7 inci di ujung panel pintu kiri dan kanan, tepat di sebelah ventilasi AC. Lalu kalau kita menengok ke sisi luar pintu kiri dan kanan mobil, rupanya kaca spion yang kita kenal selama ini telah digantikan oleh sepasang kamera.

Audi e-tron Quattro virtual side mirrors

Melalui kedua layar berbentuk trapesium itulah pengemudi e-tron Quattro bisa melihat ke belakang. Kalau kaca spion biasa umumnya dapat diatur sudutnya menggunakan tombol atau joystick, di sini kita tinggal mengusap layar untuk melakukan hal yang sama. Jangan khawatir, spion virtual yang berada di sisi penumpang juga bisa diatur melalui sisi pengemudi.

Karena merupakan touchscreen, tampilan kedua spion virtual ini juga dapat diperbesar atau diperkecil jika perlu. Audi sendiri menyediakan tiga jenis tampilan yang berbeda, tergantung situasinya; apakah pengemudi sedang melaju di jalan tol, sedang menikung, atau sedang parkir.

Gambaran lebih jelasnya bisa Anda dapatkan lewat video first look dari Auditography di bawah. Video yang diunggah Audi ke Facebook juga sempat memperlihatkan spion virtual ini beraksi meskipun hanya dalam sekejap saja.

Sumber: Autoblog.

SUV Elektrik Audi e-tron Quattro Usung Kabin Bernuansa Mewah Sekaligus Futuristis

Semakin ke sini, mobil semakin mirip dengan gadget berkat seabrek fiturnya, ditambah lagi dengan bertambah maraknya pengembangan mobil elektrik. Contoh yang paling pas untuk mengilustrasikan mobil sebagai gadget berjalan adalah Tesla Model 3, di mana hampir semua fungsinya harus dioperasikan melalui sebuah layar sentuh masif di tengah dashboard.

Keputusan Tesla ini jelas mengundang banyak kontroversi mengingat sudah puluhan tahun kita terbiasa berhadapan dengan kontrol fisik di dalam kabin sebuah mobil. Namun dominasi digital tidak akan terelakkan dari industri otomotif, dan prototipe SUV elektrik Audi sejatinya akan semakin mempertegas hal tersebut.

SUV bernama Audi e-tron Quattro itu pertama kali muncul sebagai mobil konsep di tahun 2015, dan dijadwalkan bakal mengaspal paling cepat tahun depan. Seperti apa penampilan versi produksinya masih belum ada yang tahu, namun Audi berbaik hati memamerkan isi kabinnya baru-baru ini, yang ternyata dipenuhi oleh layar – meski belum seekstrem konsep Audi Prologue Allroad.

Audi e-tron Quattro

Pendekatan yang diambil Audi berbeda 180° dari Tesla, sebab masing-masing layar di kabin e-tron Quattro punya fungsi yang berbeda. Kita mulai dulu dari yang paling konvensional, sebuah layar sentuh besar di tengah dashboard, yang bisa digunakan untuk mengakses fungsi navigasi dan multimedia, termasuk halnya fungsi ponsel yang tersambung.

Tepat di bawahnya, terdapat satu layar lagi yang berfungsi untuk mengatur kenyamanan dalam kabin, utamanya fungsi climate control. Selain itu, layar kedua ini juga berfungsi untuk menginput teks, baik menggunakan tampilan keyboard QWERTY virtual atau dengan gesture menulis menggunakan jari.

Audi e-tron Quattro

Di bawahnya lagi, pengemudi dibawa kembali ke ranah konvensional lewat sebuah tuas persneling. Namun berhubung ini mobil elektrik – yang sama sekali tidak membutuhkan sistem transmisi – tuas tersebut hanya sebatas untuk mengatur pergerakan maju dan mundur, serta berhenti (netral), plus sebuah tombol untuk parkir.

Yang cukup unik, ukuran tuasnya terkesan terlalu besar untuk kontrol seminim itu. Ini dikarenakan tuasnya yang berlapis kulit itu juga merangkap fungsi sebagai tatakan tangan ketika pengemudi mengakses layar kedua di tengah dashboard itu tadi. Sepele, namun sangat praktis.

Audi e-tron Quattro

Beralih ke balik lingkar kemudi, Audi Virtual Cockpit kembali menyapa pengemudi. Bagi yang belum tahu, panel instrumen ini sebenarnya merupakan sebuah layar berukuran masif yang tampilannya bisa dikustomisasi. Tentu Audi sudah menyempurnakannya dari yang sudah ada pada mobil-mobilnya sekarang.

Audi e-tron Quattro

Lalu sampailah kita ke bagian yang paling menarik, yakni sepasang layar 7 inci di panel pintu kiri dan kanan, tepat di sebelah ventilasi AC di bagian ujung. Kedua layar OLED ini, dipadukan dengan kamera yang terpasang di sisi kiri dan kanan, bakal menggantikan peran kaca spion sepenuhnya, dengan tampilan yang akan disesuaikan dengan kondisi berkendara, semisal apakah pengguna sedang parkir atau melaju di jalan tol.

Memangnya apa yang salah dari kaca spion biasa? Audi bilang bahwa penggunaan kamera bakal membantu meningkatkan aerodinamika. Kendati demikian, spion digital ini hanya akan tersedia sebagai opsi bagi konsumen di kawasan yang undang-undangnya memperbolehkan, seperti di Eropa misalnya.

Audi e-tron Quattro

Hasil akhirnya, kabin e-tron Quattro tampak begitu mewah sekaligus futuristis, namun tidak sampai ke titik kelewat sci-fi seperti yang biasa terdapat pada mobil konsep. Sebagai pelengkap, Audi tak lupa menyematkan sistem audio premium garapan Bang & Olufsen, yang terdiri dari total 16 speaker dan amplifier berdaya 705 watt.

Seperti yang saya bilang, mobilnya sendiri baru siap dipasarkan paling cepat tahun depan. Berdasarkan laporan Elektrek, banderol harganya dimulai di angka €80.000 untuk varian terendahnya di Jerman.

Sumber: 1, 2, 3.

Land Rover Kembangkan Sistem Kemudi Otomatis Khusus Off-Road

Bukan hal yang mengejutkan lagi apabila banyak pabrikan mobil tengah sibuk mengembangkan sistem kemudi otomatisnya masing-masing. Namun saya yakin penggemar otomotif bakal sedikit heran mendengar nama Land Rover sebagai salah satunya.

Alasannya simpel: Land Rover identik dengan mobil off-road yang sangat jago menerjang banjir, melintasi medan terjal, atau sesinting mendaki ratusan anak tangga. Kalau mereka memutuskan untuk mengerjakan sistem kemudi otomatisnya sendiri, sudah pasti ada hubungannya dengan off-road, bukan?

Benar. Bukan Land Rover namanya kalau tidak mengedepankan aspek off-roading, dan proyek baru mereka yang bernama Cortex ini punya tujuan untuk merealisasikan sebuah SUV yang sanggup mengemudikan dirinya sendiri di medan off-road. Tidak tanggung-tanggung, dana sebesar nyaris 5 juta dolar mereka kucurkan hanya untuk proyek ini.

Ini jelas bukan pekerjaan mudah bagi Land Rover, sebab di medan off-road tidak ada alat bantu seperti marka jalan yang dapat dimanfaatkan sistem untuk memprediksi pergerakan mobil selanjutnya. Itulah mengapa mereka memutuskan untuk meminta bantuan para ahli machine learning dari Myrtle AI dan University of Birmingham.

Land Rover Project Cortex

Untuk sekarang, yang sedang dikembangkan adalah bagaimana sistem dapat memaksimalkan potensi radar pada mobil. Land Rover ingin sistemnya bisa memanfaatkan lebih dari sebatas sepuluh persen data radar seperti kasusnya pada sistem active cruise control sekarang.

Untuk itu, diperlukan komponen radar yang mampu menangkap data dalam resolusi lebih tinggi, dan yang lebih sulit adalah bagaimana sistem dapat mengolah data berukuran masif tersebut setiap detiknya. Ini tentu baru sebagian cerita, sebab masih ada faktor penting lain seperti misalnya optimasi algoritma prediktif.

Ketika tujuan akhir Cortex terwujud nanti, dua premis unggulan Land Rover pun dapat semakin dipertegas, spesifiknya kapabilitas off-road dan kenyamanan dalam kabin, sebab seseorang yang berada di balik lingkar kemudi bisa bersantai menjadi penumpang dan menikmati keindahan alam selagi mobilnya melintasi medan tak bersahabat.

Sumber: Wired dan Land Rover.

Skuter Elektrik Gogoro Tak Perlu Di-Charge, Cukup Lepas dan Ganti Saja Baterainya

Membicarakan tentang skuter elektrik memang tidak semenarik mobil elektrik, akan tetapi dalam beberapa tahun terakhir ada satu perusahaan yang mencuri perhatian di ranah ini berkat inovasi cerdasnya. Mereka adalah Gogoro, perusahaan asal Taiwan yang didirikan oleh mantan Chief Innovation Officer HTC, Horace Luke.

Inovasi cerdas yang saya maksud adalah baterai yang bisa dilepas-pasang, atau yang mereka sebut dengan istilah hot-swappable. Jadi ketimbang berhenti di suatu tempat untuk mengisi ulang baterai skuter, konsumen hanya perlu mendatangi GoStation, semacam vending machine di mana konsumen dapat menukar baterai kosong dengan yang sudah terisi penuh.

Alhasil, proses pengisian ulang skuter Gogoro sejatinya hanya memerlukan waktu sekitar 6 detik saja. Sejauh ini sudah ada 596 GoStation yang tersebar di berbagai titik di kampung halaman Gogoro. Konsumen bebas memilih semacam paket berlangganan dengan kuota baterai yang dibatasi atau benar-benar tanpa batas.

Gogoro S2

Belum lama ini, Gogoro mengungkap dua skuter elektrik baru, yakni Gogoro S2 dan Gogoro 2 Delight, yang didaulat sekelas skuter bensin 125cc. Keduanya sama-sama mengemas sepasang baterai 1,3 kWh yang dapat menempuh jarak hingga 110 km, dan ketika habis, tentu saja baterai ini bisa ditukar dengan yang baru di GoStation.

Perbedaannya ada pada performanya. S2 yang dibanderol lebih mahal mengusung motor elektrik berdaya 7,6 kW (10,2 hp), sanggup melesat dalam kecepatan tertinggi 92 km/jam. Yang istimewa, torsinya begitu besar (213 Nm), sehingga akselerasi dari 0 – 50 km/jam hanya membutuhkan waktu 3,9 detik saja. Siapa bilang skuter elektrik larinya seperti siput?

Gogoro 2 Delight / Gogoro
Gogoro 2 Delight / Gogoro

Gogoro 2 Delight di sisi lain adalah model yang lebih ‘ringan’, dengan motor 6,4 kW (8,6 hp) dan kecepatan maksimum 88 km/jam. Ukuran rodanya juga sedikit lebih kecil dengan velg 12 inci ketimbang 14 inci, sehingga turun-naik dari dan ke atasnya bisa dilakukan dengan lebih mudah.

Juga unik dari semua skuter Gogoro adalah kehadiran aplikasi pendamping di smartphone, yang dapat digunakan untuk mengakses beragam pengaturan skuter. Lebih lanjut, aplikasi ini juga berperan sebagai solusi anti-maling, di mana skuter hanya bisa dioperasikan ketika ponsel yang tersambung berada di dekatnya.

Gogoro 2 Delight

Sayangnya karena sangat bergantung dengan infrastruktur GoStation itu tadi, Gogoro belum bisa memasarkan skuter-skuternya di luar Taiwan. Padahal kalau dari segi harga, Gogoro terbilang kompetitif: S2 dihargai sekitar $2.055, sedangkan Gogoro 2 Delight sekitar $1.656.

Sumber: Electrek.

Head Unit Terbaru Pioneer Dapat Tersambung ke Android Auto atau Apple CarPlay Tanpa Kabel

Di awal-awal peluncurannya, baik Android Auto maupun Apple CarPlay sama-sama sangat pilih-pilih soal mobil. Namun seiring berjalannya waktu, kompatibilitas tidak lagi menjadi masalah berkat penawaran dari produsen head unit aftermarket. Atau dengan kata lain, konsumen tak lagi diharuskan membeli mobil baru hanya untuk bisa menikmati Android Auto atau Apple CarPlay.

Yang terbaru, konsumen bahkan bisa menikmatinya tanpa bantuan kabel sama sekali. Kepraktisan ini diwujudkan oleh produsen asal Jepang, Pioneer, yang belum lama ini meluncurkan tiga head unit istimewa: AVIC-W8400NEX, W6400NEX dan W4400NEX, yang diklaim sebagai head unit pertama yang mampu terhubung ke Android Auto maupun Apple CarPlay secara wireless.

Menggunakan kabel pun sebenarnya juga bisa seandainya pengguna ingin perangkatnya sambil di-charge. Yang perlu diperhatikan tinggal apakah ponselnya kompatibel atau tidak. Untuk Android Auto, sejauh ini baru Google Pixel, Pixel 2, Nexus 5X dan Nexus 5P, akan tetapi jumlahnya bakal bertambah seiring diluncurkannya Android P nanti.

Pioneer AVIC-W8400NEX

Semisal ponselnya tidak kompatibel pun masih ada fitur mirroring Miracast yang berbasis Wi-Fi. Fitur yang tak kalah menarik adalah dukungan Google Assistant dan Siri, yang berarti pengguna juga dapat mengendalikan beragam perangkat smart home dari dalam mobil dengan ‘berbicara’ kepada head unit.

Selebihnya, trio head unit baru Pioneer ini juga sangat lengkap soal fitur, termasuk navigasi via Here Maps. Lebih lanjut, perangkat juga siap memutar koleksi audio lossless dalam format FLAC 24-bit/192kHz tanpa harus di-convert terlebih dulu, dan menurut Pioneer ini adalah yang pertama kali di segmen head unit aftermarket.

Ketiganya sudah dipasarkan saat ini juga. Perbedaannya hanya terletak pada ukuran layar dan harganya: W8400NEX dengan layar sentuh 7 inci dihargai $1.200, W6400NEX 6,2 inci $800, sedangkan khusus W4400NEX menggunakan layar sentuh 7 inci tipe resistif (ala ponsel layar sentuh lawas) dan dihargai $700.

Sumber: Engadget.