Pendanaan di Q3 2023 Menggeliat, Tech Winter Mulai Mereda?

*update: kami melakukan pembaruan terkait quote yang disampaikan Gani Lie terkait investasi di climate tech (ditandai dengan bold)

Nilai pendanaan startup Indonesia pada Q3 2023 mengalami peningkatan dibandingkan dua kuartal sebelumnya. Menurut data yang dihimpun DSInnovate dalam Indonesia’s Startup Handbook, pada kuartal ini dibukukan pendanaan ekuitas sekitar $501,6 juta dari 38 transaksi. Sebelumnya ekosistem tanah air hanya mendapatkan $376,7 juta pada Q1 dan $330,2 juta pada Q2.

Peningkatan ini memberikan indikasi positif bagi industri, mengingat pada paruh pertama tahun ini (H1) terjadi penurunan 74% secara yoy. Penurunan tersebut menjadi salah satu dampak dari tech-winter, tidak hanya di Indonesia namun juga seluruh dunia. Gejolak ekonomi makro membuat para investor mengerem kucuran arus dana ke startup (khususnya tahap lanjut).

Perbaikan di Q3 tentu menjadi sinyal positif bagi ekosistem, namun apakah ini menjadi indikasi kuat bahwa tech-winter akan segera berakhir dan iklim investasi startup akan kembali normal? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial.id mencoba berbincang dengan sejumlah pemodal ventura yang aktif berinvestasi ke startup lokal, yakni AC Ventures, East Ventures, Mandiri Capital Indonesia, dan MDI Ventures.

Meninjau kondisi perekonomian

Mengawali perbincangan, Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca mencoba mengulas tentang kondisi perekonomian. Dari data yang dihimpun, perekonomian global dinilai masih belum menentu akibat inflasi yang tinggi dan kondisi geopolitik. Hal ini menciptakan sejumlah tantangan bagi perekonomian di Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya, termasuk bagi startup digital. Kondisi ini diprediksi akan masih terjadi setidaknya sampai akhir tahun ini.

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca / East Ventures
Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca / East Ventures

Pada tahun 2024, ekonomi ASEAN diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,5% —lebih tinggi daripada ekonomi global. Inflasi di kawasan ini juga terkendali. Negara-negara ASEAN dapat mempertahankan tingkat suku bunga dan depresiasi mata uang mereka. Fakta ini menunjukkan bahwa kawasan ini memiliki ketahanan terhadap tantangan global. Pertumbuhan ekonomi ASEAN terus menjadi tempat yang ‘cerah’ dan ‘langka’ di tengah pasar global. Oleh karena itu, ASEAN akan menjadi pusat pertumbuhan.

Indonesia memiliki posisi yang tepat untuk memimpin pertumbuhan ini sebagai negara dengan populasi terpadat keempat di dunia, dengan penduduk berusia muda yang terus bertambah dan penetrasi internet yang tinggi. Bank Indonesia turut memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada pada kisaran 4,5-5,3% dengan inflasi turun ke 3,0 ± 1% di 2023.

Secara keseluruhan, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan meningkat 19% per tahun hingga 2025 didorong oleh potensi penetrasi internet yang belum mencapai puncaknya, populasi unbankable yang besar, serta peluang inovasi yang masih dapat dieksplorasi. Ekonomi digital Indonesia diperkirakan akan mencapai $290 miliar dengan cepat di beberapa tahun mendatang.

“Secara singkat, kami melihat tahun 2023 masih melambat, tahun 2024 akan ada pemulihan secara bertahap. Oleh sebab itu, saran dari kami, startup harus dapat bertahan (mempunyai runway) hingga tahun 2025,” ujar Willson.

Ia melanjutkan, “Di tengah ketidakpastian global, transisi kepemimpinan regional, serta kelangkaan alokasi dana untuk perusahaan swasta, East Ventures akan tetap bijaksana dan optimis dalam berinvestasi di kawasan ini. Pada paruh pertama tahun 2023, East Ventures telah menyalurkan dana sebesar $56,6 juta ke startup tahap awal (seed) dan lanjutan (growth).”

Tech-winter masih belum usai

Head of Investment MDI Ventures Gani Putra Lie menuturkan, bahwa tech-winter masih belum usai. Dibanding selama puncak pandemi, aktivitas investasi telah mengalami penurunan yang cukup signifikan. Menurutnya, aktivitas investasi tahun 2023 telah kembali ke era 2017-2018, khususnya untuk wilayah Asia Tenggara dan Indonesia.

Head of Investment MDI Ventures Gani Putra Lie / MDI Ventures
Head of Investment MDI Ventures Gani Putra Lie / MDI Ventures

Tech-winter utamanya disebabkan oleh kenaikan suku bunga Bank Sentral yang telah membuat obligasi negara lebih menarik untuk diinvestasi dibandingkan perusahaan modal ventura. Implikasinya, pasokan modal yang lebih kecil menghasilkan tingkat investasi yang lebih rendah. Efek domino lain dari kenaikan suku bunga adalah penilaian yang lebih rendah, karena sebagian besar investor menggunakan model DCF (Discounted Cash Flow) untuk menilai bisnis [dalam model DCF jika suku bunga naik, penilaian turun].

“Kita telah melihat peningkatan jumlah investasi pada teknologi iklim (climate tech) di Asia Tenggara dengan jumlah investasi yang meningkat dari $2 miliar antara tahun 2014-2021 menjadi $1,2 miliar pada tahun 2022 saja. Pada tahun 2023, investasi teknologi iklim menyumbang 7,8% dari total investasi di Asia Tenggara (vs 0,6% pada 5 tahun lalu),” jelas Gani.

Ia turut menyoroti tren peningkatan yang terjadi akhir-akhir ini, “Nilai investasi mungkin telah meningkat baru-baru ini, tetapi itu terdiri dari beberapa transaksi pendanaan tahap akhir (sekitar 5-6 perusahaan menyumbang lebih dari 60% dari total nilai transaksi). Jumlah transaksi terus mengalami penurunan sejak H1 2022. Investor global sangat mengurangi investasi mereka di Indonesia dalam beberapa kuartal terakhir. Ini bukan berarti mereka telah sepenuhnya menarik diri, tetapi mungkin melambat dan mengevaluasi ulang strategi mereka.”

Lebih banyak waktu untuk due-diligence

VP of Investment AC Ventures Alvin Cahyadi / AC Ventures
VP of Investment AC Ventures Alvin Cahyadi / AC Ventures

AC Ventures diwakili oleh Alvin Cahyadi selaku VP of Investment juga sependapat bahwa tech-winter masih berlangsung saat ini, kendati investor confidence tampak membaik. Atas dasar situasi ini, ia mengatakan saat berinvestasi para investor kebanyakan membutuhkan waktu lebih untuk melakukan due diligence, terutama dari segi validasi pasar. AC Ventures sendiri akan melihat apakah suatu perusahaan dengan model bisnisnya tersebut ‘masuk akal’ untuk mencapai profitabilitas dalam skala tertentu.

Di sisi lain, menurut Alvin para founders juga tampak sudah  beradaptasi dengan perilaku investor. Founder saat ini lebih memilih untuk bisa mencapai break-even agar tidak tergantung kepada injeksi dana tambahan.

“Dari segi portofolio, kami menjadi lebih menekankan pada governance, seperti rutin melakukan audit, management report setiap bulan, dan juga transparansi bank account. Harapan kami adalah  bisa menjadi katalis bagi para founder di portofolio kami untuk membentuk habit dalam monitoring keuangan perusahaan [..] Kami memiliki preferensi untuk berinvestasi pada suatu bisnis yang sudah memiliki revenue, meskipun masih kecil,” ujar Alvin.

CIO Mandiri Capital Indonesia (MCI) Dennis Pratistha juga sepakat bahwa investor tetap akan aktif untuk berinvestasi dengan proses yang selektif dan prudent dalam memilih startup. MCI sendiri selalu mencari startups yang memiliki product market fit dan path to profitability yang jelas di dalam sektor apa pun yang dinilai memiliki potensi yang besar.

Ia juga berpendapat bahwa sekarang investor melihat dua aspek dari finansial startup, yaitu top line dan bottom line. Dari sisi top line, investor melihat seberapa cepat revenue dari perusahaan meningkat dan juga peningkatan contribution margin-nya. Namun, top line yang baik harus diiringi dengan bottom line yang sehat. Bottom line tidak harus positif, namun harus sudah memiliki path to profitability yang jelas.

Hal serupa juga dilakukan oleh MDI Ventures. Menurut Gani, sampai saat ini mereka belum sepenuhnya mengubah pendekatan dalam berinvestasi. Tetapi mereka mengaku telah meningkatkan parameter keputusan investasi dengan melakukan analisis yang lebih mendalam terhadap bisnis dan strateginya. Beberapa tolok ukurnya ditetapkan pada sejumlah metriks seperti unit ekonomi yang solid, validasi model bisnis, potensi dukungan strategis, dan penambahan nilai.

Tantangan berikutnya

CIO Mandiri Capital Indonesia Dennis Pratistha / MCI
CIO Mandiri Capital Indonesia Dennis Pratistha / MCI

Menurut Dennis, tech-winter ini bukan hanya sebuah kejadian sementara, melainkan merupakan fenomena yang mungkin akan menjadi tantangan bagi para investor di masa depan. Oleh karena itu, ia menilai bahwa tantangan-tantangan yang akan dihadapi oleh perusahaan modal ventura termasuk keterbatasan dalam mendapatkan sumber investasi dari startup yang layak, ketidakakuratan data yang disediakan oleh startup karena biasanya dokumen mereka tidak diaudit, perlunya menjaga kesehatan portofolio secara keseluruhan, kesulitan dalam mencapai exit yang memadai, serta kesulitan dalam mengumpulkan modal dari investor (LP).

Sementara dari sudut startup, Alvin menilai tantangan terbesarnya untuk membentuk institusi yang memungkinkan founder mengesampingkan kepentingan pribadi dan mulai fokus dalam membentuk sebuah organisasi yang sehat. Founder pada suatu tahap harus belajar untuk menerima bahwa perusahaan harus ditangani secara profesional. Selain itu, tantangan berikutnya adalah mencari ekspansi bisnis dari bisnis yang sudah ada, agar bisa menjaga tingkat profitabilitas perusahaan. Pada akhirnya, perusahaan teknologi dipandang harus bisa lebih besar dari perusahaan tradisional.

Tidak akan berhenti berinvestasi

Kendati ada perlambatan secara industri, Willson dan tim East Ventures percaya bahwa ritme (cadence) dalam berinvestasi merupakan hal yang penting. Ia mengibaratkan seperti pemain bulu tangkis yang harus terus bermain agar tetap tangkas, investor juga harus terus berinvestasi agar dapat merasakan ritme pasar dan mengambil keputusan yang tepat.

“East Ventures tidak pernah berhenti berinvestasi. Kami tidak peduli apakah hari ini cerah atau hujan, kami akan tetap berinvestasi pada founder yang bagus dan berhenti berinvestasi jika tidak ada lagi founder yang bagus untuk diinvestasikan.  Kami telah melihat peningkatan kualitas para founder dari waktu ke waktu.  Mereka dapat membangun bisnis yang sukses lebih cepat dari sebelumnya. Waktu untuk meningkatkan skala bisnis digital di Asia Tenggara telah dikompresi dan dipercepat,” ujar Willson.

Beberapa strategi yang diterapkan selama krisis Covid-19 dapat digunakan oleh founder untuk menghadapi krisis pendanaan saat ini. Strategi-strategi tersebut berbeda untuk setiap tahap, termasuk tahap awal dan lanjutan. Saat ini, 40% dari perusahaan portofolio tahap lanjutan East Ventures memiliki EBITDA positif. Misalnya, Fore Coffee, startup ritel kopi, telah mencatatkan EBITDA positif sejak Q3 2021 dan akan memperluas operasinya di Singapura pada Q4 2023.

“East Ventures masih memiliki dana yang cukup untuk terus berinvestasi dan mendukung perusahaan portofolio kami, dan kami sangat berhati-hati dalam menghadapi krisis kedua ini setelah krisis pandemi Covid-19,” tutup Willson.

Platform Pembayaran Global Stripe Ungkap Pencapaian di Pasar Asia Tenggara

Stripe, pemain fintech raksasa berkantor pusat di San Franciso dan Dublin, terus memperdalam kehadirannya di Asia Tenggara dengan meluncurkan sejumlah pembaruan produk untuk menjangkau bisnis dari berbagai skala. Kawasan ini dinilai punya prospek yang baik karena dinobatkan sebagai pusat pembayaran digital.

“Yang berbeda dari Asia Tenggara [dengan negara Barat] adalah banyak bisnis yang juga baru dibangun dalam 10 hingga 15 tahun terakhir sebagai digital native. Selanjutnya baru ke offline [..] itu adalah tren yang menarik,” ujar Regional Head and Managing Director, Southeast Asia, India & Greater China Stripe Sarita Singh.

Sebagai akibat dari perubahan tren konsumen dan ritel, serta opsi pembayaran yang lebih inklusif, IDC dalam laporannya pada 2021 memperkirakan belanja e-commerce akan meningkat sebesar 162% hingga mencapai $179,8 miliar pada 2025 di Asia Tenggara, dengan pembayaran digital yang menyumbang 91% dari total transaksi.

Laporan tersebut juga menyoroti bahwa pasar e-commerce akan menjadi lebih mudah diakses dengan 188,6 juta pengguna baru pada 2025. Pasar terbesar untuk pembayaran e-commerce diperkirakan adalah Indonesia ($83 miliar), Vietnam ($29 miliar), dan Thailand ($4 miliar).

Stripe pertama kali masuk ke Singapura pada 2016, diikuti Malaysia pada 2019, dilanjutkan dengan program percontohan transfer antar bank di Indonesia pada awal 2020 di bawah badan hukum PT Stripe Payment Indonesia.

Pada Oktober 2022, Stripe menambah portofolio di Thailand. Penggunanya di kawasan ini cukup beragam, termasuk Grab dan Carousell yang berbasis di Singapura dan platform travel unicorn asal Indonesia Tiket.com.

(ki-ka) Chief Customer Officer Stripe Mike Clayville, Regional Head and Managing Director, Southeast Asia, India & Greater China Stripe Sarita Singh, dan Head of Revenue & Finance Automation and Platform & Ecosystem Stripe Vivek Sharma saat media briefing Stripe Tour Singapore 2023 / DailySocial

Dalam rangkaian Stripe Tour Singapore, perusahaan raksasa tersebut memperkenalkan rangkaian produk dan layanannya secara lengkap untuk membantu meminimalisir selisih pembayaran, serta mengurangi perbedaan nilai antara pembayaran online dan pembayaran secara langsung bagi bisnis. Berikut detilnya:

  1. Sediakan A/B Testing untuk memudahkan pemilik bisnis mengidentifikasi metode pembayaran terbaik dalam sistem checkout-nya tanpa coding, memungkinkan mereka untuk menawarkan pengalaman pembayaran yang mudah bagi pelanggan tanpa pemilik usaha harus membangun/memelihara sistem pembayaran sendiri. Mencakup pula akses ke lebih dari 100 metode pembayaran.
  2. Meningkatkan layanan produk untuk membantu menyatukan perdagangan online dan offline, menyederhanakan proses, serta memperluas aksesibilitasnya agar konsumen dapat melakukan pembayaran di manapun. Termasuk di antaranya merilis Stripe Reader S700, perangkat POS teranyar yang mempermudah pemilik bisnis dalam menerima pembayaran, mengumpulkan data pelanggan yang relevan, seperti tanda tangan dan alamat email, dan memungkinkan pemilik bisnis melakukan penyesuaian pada perangkat. Produk ini melengkapi POS sebelumnya yang sudah dirilis, yakni Stripe Reader M2 (2021), Stripe Tap to Pay di iPhone (2022), dan Tap to Pay di Android (2023).
  3. Memperluas rangkaian produk Stripe Tax, produk automasi pendapatan dan keuangan, akan segera masuk ke Vietnam, Malaysia, Indonesia, dan Thailand, setelah lebih dulu hadir di Singapura. Ini adalah produk yang dirancang untuk memudahkan pemilik bisnis saat mengatasi tantangan pajak, mengumpulkan pajak penjualan, PPN, dan GST secara otomatis pada transaksi Stripe, termasuk saat mereka ekspansi ke negara lain tanpa harus berhadapan dengan rumitnya prosedur pajak tambahan.

Pasar Indonesia

Sarita Singh tidak bercerita banyak mengenai kiprah Stripe di Indonesia. Dia hanya menerangkan ada hal yang menarik yang ia temukan saat bermitra dengan sejumlah startup lokal di negara ini.

Menurutnya, masih banyak pemain lokal yang fokus bermain di domestik saja. Padahal bisnisnya sangat memungkinkan untuk masuk ke ranah global. Tiket.com misalnya, mereka menggunakan Stripe untuk meluncurkan fitur Multi-Currency, untuk permudah konsumen Tiket dari berbagai belahan dunia dapat bertransaksi di Tiket menggunakan 16 mata uang untuk produk akomodasi, penerbangan, hingga atraksi dan hiburan.

Langkah ini membuat konsumen dapat memangkas biaya nilai tukar mata uang serta beban biaya administrasi kartu kredit untuk konversi nilai mata uang yang digunakan untuk bertransaksi.

“Yang kami kerjakan dengan Tiket.com bukan hanya perluasan pasar, tapi meningkatkan pengalaman pelanggan mereka. Sebelumnya kami banyak menghabiskan waktu bersama tim mereka untuk bicara segala hal produk yang ditawarkan, sampai akhirnya kami bisa mendukung inisiatif strategis dan eksekusi taktisnya.”

Tiket.com, sambungnya, adalah contoh yang baik dalam memperlihatkan apa yang Stripe lakukan bersama para mitranya. Bagaimana mereka memikirkan strategi dan kemitraan apa yang mereka inginkan dengan pihaknya. “Kami memiliki tim ahli yang tersebar di seluruh dunia dalam bidang produk, pemasaran, dan lainnya yang siap kami bawa untuk pasar Indonesia.”

Senior Vice President Tiket.com Varun Bansal dan Chief Customer Officer Stripe Mike Clayville dalam acara Stripe Tour Singapore 2023 / Stripe

Singh tidak merinci siapa target utamanya untuk pasar Indonesia. Ia hanya mengatakan semua skala bisnis akan menjadi incaran perusahaan. Bila dirinci, pengguna Stripe di Indonesia sejauh ini berasal dari kalangan startup, di antaranya Tiket.com, Advotics, Kiddo, Eduqat, dan Hukumonline.

Di level regional, ia juga menemukan para pemilik bisnis rata-rata memiliki rasa haus yang tinggi akan inovasi baru, juga cepat beradaptasi dan iterasi. Mereka selalu berkeinginan untuk melakukan A/B testing, jika tidak berhasil akan coba yang lain.

“Mampu bertahan untuk masuk ke pasar dan secara konsistem melakukan iterasi, buat produk, dan adaptasi dalam menjalani bisnis, merupakan sumber rahasia bagi startup di Asia Tenggara. Masalah yang kami selesaikan di pasar ini sebenarnya juga dapat dibawa dan diterapkan di pasar global.”

Singh melanjutkan, “Pengguna kami di Asia Tenggara sangat baik dalam memberi tahu kami apa yang mereka butuhkan. Kami pun dapat segera membangun dengan cepat untuk kebutuhan pasar lokal.”

Laporan Stripe

Dalam kesempatan tersebut, Stripe juga mengungkapkan temuan menarik di kawasan ini. Pertama ditemukan bahwa tantangan, studi terbaru dari Stripe menemukan bahwa para pelaku bisnis di Asia Tenggara optimistis mengenai prospek ekspansi internasional mereka. Sebanyak 84% bisnis di Singapura berharap untuk dapat melakukan ekspansi ke negara-negara baru dalam jangka waktu 24 bulan ke depan.

Meski demikian, seiring dengan meningkatnya skala operasi internasional mereka, ada beberapa tantangan signifikan yang harus diatasi. Tantangan-tantangan ini menciptakan tekanan bagi para pemimpin keuangan di Asia Tenggara, yang perlu menghabiskan sebagian besar waktu mereka untuk menyelesaikan permasalahan secara manual.

Menurut studi terbaru Stripe tentang CFO (Chief Financial Officer) dan pemimpin keuangan global, sebanyak 89% pemimpin keuangan di Singapura menghabiskan lebih dari separuh waktunya untuk mengerjakan tugas-tugas di belakang layar secara manual, yang seharusnya dapat digunakan untuk pekerjaan lebih strategis untuk arah kemajuan perusahaan.

Biaya yang dikeluarkan dari tugas-tugas manual tersebut tidak hanya berkaitan dengan waktu, tetapi juga berdampak pada pengambilan keputusan bisnis. Sebanyak 65% pemimpin keuangan di Singapura berpikir bahwa ekspansi ke pasar baru sulit dilakukan karena adanya potensi gangguan pada sistem keuangan yang sudah ada.

Dengar Suara Konsumen, Upaya Flip Tetap Relevan

Siapa sangka keluhan pribadi soal terbebaninya biaya transfer antarbank sebesar Rp6.500—yang ternyata juga jadi masalah banyak orang—mampu membawa Flip sebagai startup besar saat ini. Bukan perjalanan mudah bagi Flip untuk tetap relevan, di tengah gempuran pemain lain dengan strategi bakar duitnya.

Bagaimana Flip meracik setiap produknya sebelum dirilis ke publik dan memiliki fitur yang tetap relevan dengan perkembangan pengguna? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, DailySocial.id bertemu Co-Founder dan CTO Flip Luqman Sungkar di kantor mereka di bilangan Jakarta Selatan. Ia berbagi mengenai product journey Flip dan kabar terbarunya sejauh ini.

Luqman menceritakan bahwa inisiatif awal Flip lahir sejak para Co-Founder (Rafi Putra Arriyan, Luqman Sungkar, dan Ginanjar Ibnu Solikhin) duduk di bangku kuliah di Universitas Indonesia. Mereka dan teman-temannya sering berutang satu sama lain karena masing-masing nasabah dari bank berbeda. Untuk menyelesaikan utang tersebut, mereka harus meminjam rekening orang lain sebagai rekening Flip.

Setelah lulus kuliah, mereka ingin menyeriusi kebutuhan tersebut sebagai produk dari perusahaan. Hal pertama yang dilakukan adalah memvalidasi ide sebelum mencapai minimum viable product (MVP).

Tool sederhana yang mereka pakai adalah Google Form yang harus diisi para pengguna sebelum melakukan transfer. Setelah form masuk, Flip akan meneruskan uang tersebut ke rekening yang dituju secara manual dengan memanfaatkan internet banking.

“Semua prosesnya manual dari isi form Google tanpa ada coding sama sekali. Kita cuma beli domain dan sebagainya saja. Lalu kita tawarkan ke teman-teman dan saudara. Kita standby di kantor, begitu ada notifikasi, baru kita kerja [transfer dana],” kata Luqman.

Karena menjadi buah bibir di jagat maya, dalam dua bulan transaksi tembus ratusan per harinya. Mereka kewalahan kalau semua proses dilakukan secara manual. Pada bulan ketiga di awal 2016, diputuskan untuk mulai coding satu persatu mengotomatisasi sistem Flip. Kebetulan mereka semua adalah mahasiswa Fakultas Ilmu Komputer, sehingga tidak perlu rekrut engineer untuk coding.

“Butuh waktu tiga tahun sistem Flip bisa terotomatisasi penuh dengan bank karena kita harus jalin satu per satu dengan bank.”

Manajemen Flip / Flip

Dekat dengan konsumen

Tak hanya transfer domestik, produk Flip kini mencakup transfer internasional (Flip Globe), top up e-money, Top Up & Tagihan, Investasi (P2P lending di Amartha), Pembiayaan Syariah, Zakat & Sedekah, Minta Uang, Langganan (Flip Freedom), dan Flip for Business (B2B).

Sebelum selengkap ini, perusahaan selalu bertanya ke konsumen apa yang mereka butuhkan. Kesuksesan layanan transfer domestik yang berbekal dari pengalaman pribadi ini menjadi landasan bagi Flip bahwa semua produk itu harus berawal dari kebutuhan konsumen sebagai validasi awal.

Aktivitas tersebut kontinu dilakukan seiring struktur organisasi Flip semakin besar. Bahkan perusahaan membuat satu grup khusus super user di WhatsApp yang merepresentasikan demografi pengguna Flip yang aktif bertransaksi. Di dalamnya berisi CEO Flip dan tim lainnya turut bergabung dan sigap menjawab seluruh pertanyaan pengguna.

“Ini yang mau kita pertahankan, sebab tanpa dimungkiri, semakin besar organisasi rasanya jarak ke konsumen jadi beda. Kita berusaha tetap dekat dengan user walau caranya bisa direct, sekarang jadi lebih terstruktur. Untuk user B2B, ada tim bizdev yang banyak ngobrol.”

Menurut Luqman, setiap konsumen menghubungi Flip tidak melulu berisi keluhan saja, tapi ada juga masukan untuk pengembangan produk ke depannya. Tim consumer service (CS) selalu memisahkan antara keduanya dan meneruskan setiap ada masukan ke tim yang menanganinya. Inilah yang menginspirasi lahirnya pembelian pulsa dan tagihan, serta kehadiran e-money di dalam aplikasi Flip.

“Selalu cari feedback dari user, tanya ke mereka apa yang sedang dibutuhkan. Ketika user sudah banyak, kita melihat ada tidak potensi dari pola transaksi pengguna. Begitu ada, kita tanya ke mereka buat apa saja pake Flip. Ini juga yang jadi cikal bakal Flip for Business.”

Ada cerita menarik yang menjadi cikal bakal Flip for Business yang hadir di 2017. Timnya menemukan ada pengguna yang bertransaksi dengan nominal yang begitu banyak dan berkali-kali yang diestimasi transaksinya mencapai tiga digit. “Kita coba tanya mereka pakai Flip buat apa, ternyata punya bisnis. Lalu kita tanya-tanya dan buat produk [B2B] dari keluhan dia.”

Ia melanjutkan, “Sebelumnya kita juga berusaha cari-cari ide tapi ternyata yang paling cocok itu datang dari user karena mereka yang punya kebutuhan.”

Kehadiran solusi e-money yang disediakan oleh Duta Money selaku mitra Flip, awalnya juga dikarenakan masukan dari pengguna. Mereka merasa repot harus berkali-kali transfer ke rekening Flip setiap kali mau bertransaksi entah untuk transfer dana, top up e-money, beli pulsa, atau isi token listrik.

“Uang e-money ini seakan-akan jadi rekening bank baru yang fleksibel tanpa berkali-kali transaksi. Kalau e-money tempat lain transfernya tidak sebanyak di sini karena bisa saja sekalian top up dalam jumlah besar agar sekalian.”

Tim teknologi

Berawal dari tiga orang saja di 2015, kini total karyawan di Flip mencapai 400 orang yang hampir seluruhnya adalah talenta lokal. Tim engineer dan operasional menempati posisi terbesar dari struktur perusahaan. Penambahan tim yang ekspansif ini baru terjadi sejak 2019, setelah melihat kebutuhan perusahaan terus bertambah.

Sebagai perusahaan yang sangat bergantung pada teknologi, Luqman mengaku selalu berhati-hati orang yang bertanggung jawab terhadap penambahan tim untuk divisinya. Ia memastikan setiap orang baru yang direkrut punya tugas yang selaras dengan kebutuhan perusahaan dan nilai yang ingin dibawa ke konsumen.

Menariknya, dalam komposisi tim teknologi di Flip berisi kelompok-kelompok kecil berdasarkan produk Flip. Setiap kelompok memiliki tim dari lintas divisi, ada tim produk, engineer, desain, dan UI. “Mereka fokus bareng-bareng solve satu produk di Flip. Ada domestic transfer, international transfer, digital product, dan lain-lain.”

Berkaitan dengan pengembangan kemampuan tim teknologi, Luqman mengakui bahwa ada sejumlah skillset yang belum dimiliki oleh talenta lokal. Karena alasan tersebut, Flip pun merekrut dua karyawan dari luar Indonesia. Agar kemampuan tim lokal berkembang, karyawan tersebut diwajibkan untuk transfer pengetahuan agar naik level.

“Kita ingin tim engineer di Flip tumbuh bersama. Kita juga rutin buat internal sharing session dari karyawan ke karyawan untuk berbagi ilmu.”

Perkembangan Flip

Berdasarkan data internal perusahaan, total pengguna individu mencapai 13 juta orang dan lebih dari 1.000 pengguna bisnis. Transaksi yang diproses Flip diklaim mencapai miliaran per bulannya. Flip telah terhubung dengan lebih dari 100 bank dan transfer internasionalnya dapat terhubung ke lebih dari 50 negara.

Pengguna individu ini memiliki demografi usia rentang 25-35 tahun yang tersebar di seluruh Indonesia. Sesuai dengan kondisi ekonominya, rentang usia tersebut adalah kelompok yang baru mulai bekerja dan punya banyak kebutuhan. Berkaitan dengan itu, layanan yang paling sering mereka gunakan adalah transfer dana antar bank dan produk digital.

“Mereka mulai berusaha sehemat mungkin. Flip jadi krusial buat mereka terutama kalau mereka punya kebutuhan transfer yang banyak. Bisa hemat beberapa ribu [Rupiah] setiap harinya lumayan. Itu segmen utama pengguna kita.”

Sementara untuk pengguna bisnis cukup beragam skala bisnisnya, ada yang level UMKM hingga skala besar. Wajar saja, sebab kebutuhan transfer dana itu adalah kebutuhan semua bisnis. Produk untuk bisnis ini berbentuk dasbor dengan fitur yang sudah terhubung ke sistem user dengan direct API (host-to-host). Fitur yang tersedia adalah transfer dana (domestik dan internasional) dan penerimaan pembayaran.

Luqman juga optimistis dengan prospek layanan Flip akan terus dibutuhkan ke depannya. Kehadiran BI FAST (Bank Indonesia Funds Transfer System) justru bukan sandungan, melainkan dukungan tulang punggung infrastruktur yang jauh lebih baik buat industri.

“[BI FAST] gak ganggu secara bisnis karena value yang kita deliver bukan sekadar mengurangi biaya, tapi ada kebutuhan transfer dan readability yang bisa dijaga sebagai consumer service-nya,” pungkasnya.

Flip telah didukung oleh sejumlah investor papan atas, seperti Sequoia, Insignia Ventures Partners, dan Insight Partners. Pendanaan terakhir yang diterima perusahaan adalah Seri B+ sebesar $55 juta pada Juni 2022. Putaran kedua ini dipimpin oleh Tencent dengan partisipasi dari Block, Inc, dan investor existing Insight Partners.

Fintelite Hadirkan Platform Berbasis OCR untuk Bantu Digitalkan dan Analisis Dokumen Keuangan

Fintelite hadir untuk meningkatkan kesadaran pelaku bisnis di Indonesia terhadap potensi data keuangan yang tidak terstruktur dan belum dimanfaatkan secara optimal. Co-Founder dan CEO Nadia Amalia mengungkap misinya untuk menggali nilai yang tersembunyi dalam data keuangan lewat Optical Character Recognition (OCR) dan visualisasi analitik.

Belum banyak yang tahu, Fintelite menaungi produk SaaS keuangan, salah satunya Sribuu yang dikenal sebagai platform pencatatan keuangan untuk segmen individu. Bedanya, Fintelite menangani segmen B2B dengan menawarkan otomatisasi data secara end-to-end.

Terakhir kali Sribuu tercatat mengantongi pendanaan pra-awal dari BEENEXT dan sejumlah angel investor pada September 2021. Saat ini, Sribuu memiliki lebih dari setengah juta pengguna. Sribuu juga merupakan lulusan program Y Combinator dan Sequoia Spark.

Solusi dan tesis

Dalam wawancara dengan DailySocial.id, Nadia mengungkap beberapa masalah yang ingin dipecahkan lewat solusi ini. Menurutnya, pelaku bisnis sering kali sulit mengelola data keuangan tidak terstruktur dalam jumlah besar. Hal ini mengakibatkan ketidakakuratan data, proses entri data manual yang memakan waktu, dan kesulitan mengekstraksi data menjadi insight bernilai.

“Solusi Fintelite mengubah data mentah menjadi insight yang terstruktur dan dapat ditindaklanjuti, sehingga memudahkan proses untuk melacak pengeluaran individu, atau melakukan due diligence bagi perusahaan. Fintelite memungkinkan pengambilan keputusan keuangan yang lebih tepat serta operasional yang lebih efisien,” ujar Nadia.

Fintelite menawarkan solusi untuk memperkaya data keuangan dan OCR yang berfungsi untuk mengotomatisasi proses ekstraksi dan pembersihan data.

Solusi ini disebut unggul dalam melakukan pengelolaan data yang efisien. Contohnya, mendigitalisasi dokumen dalam hitungan detik, mengekstrak data esensial untuk diautomasi dari input manual, memperkaya data dengan insight yang cerdas, hingga mengumpulkannya dalam satu medium.

Selain membantu proses penginputan data dan otomatisasi dokumen secara digital, platform ini dilengkapi dengan dasbor analitik berbasis AI yang dapat mengakselerasi proses underwriting dan segmentasi pengguna yang lebih personalized.

“Pelaku bisnis di industri keuangan mengandalkan platform kami untuk menyederhanakan analisis data, mendorong pengambilan keputusan, hingga mengoptimalkan strateginya. Industri perbankan, termasuk bank digital, memanfaatkan solusi kami untuk mempercepat proses penjaminan, menekan risiko, dan memberikan pengalaman pelanggan yang lebih baik,” tutur Nadia.

Pihaknya mengklaim mitra keuangannya mampu mengurangi waktu untuk memproses penjaminan dari beberapa jam menjadi beberapa menit. Selain itu, mitranya juga dapat meningkatkan level upselling hingga 10x.

Startup yang memiliki solusi hampir mirip dengan ini adalah Konvergen.ai, yang kini telah diakuisisi oleh Datasaur. Solusi Konvergen.ai juga banyak dimanfaatkan oleh lembaga finansial untuk efisiensi proses administrasi, dalam hal ini membantu proses digitalisasi dokumen yang masih berbentuk kertas. Beberapa pengguna mereka termasuk BCA group, Taralite, dan Ovo.

Pertumbuhan berkelanjutan

Co-Founder & CEO Fintelite sekaligus Sribuu / Dok. Pribadi Nadia

Tahun lalu, Fintelite dihadapkan pada perubahan perilaku konsumen yang mendorongnya untuk lebih memahami kebutuhan pelanggan. Pendekatan ini ikut mendorong pengembangan OCR dan tools analisis–dirancang untuk menyederhanakan proses bisnis serta memungkinkan perusahaan beroperasi lebih efisien.

Di tahun ini, Fintelite menyebut akan fokus pada model bisnis yang berkelanjutan untuk menghadapi ketidakpastian pasar. Fintelite mengantongi pendapatan perusahaan tumbuh 10x lipat dibandingkan kuartal sebelumnya. Selain itu, ungkap Nadia, Fintelite tengah memperluas cakupan bisnisnya ke Singapura pada tahun ini.

“Kami perlu memahami kebutuhan pelanggan secara mendalam, menginvestasikan banyak waktu untuk berinteraksi dengan pelanggan guna menyempurnakan produk. Kami ingin memastikan produk kami tidak hanya memenuhi kebutuhan mereka, tetapi mencerminkan kesediaan mereka untuk membayar.” Tutupnya.

Application Information Will Show Up Here

Strategi LinkAja Menuju Profitabilitas, Fokus ke Pasar BUMN (UPDATED)

Berdarah-darahnya persaingan di area fintech digital payment B2C membuat LinkAja memutuskan untuk mengalihkan bisnisnya ke B2B dan B2B2C sejak 2021. Diklaim dari berbagai strategi efisiensi untuk pivot, telah membuahkan hasil. Sejak Juni 2023 hingga kini, LinkAja telah mencapai posisi EBITDA positif, artinya tinggal sedikit langkah menuju laba.

“LinkAja dalam dua tahun terakhir berturut-turut berhasil menurunkan cost opex 50%, tapi berturut-turut menaikkan revenue hingga 30%. Per Juni, Juli, dan Agustus [2023] selama tiga bulan berturut-turut sudah capai EBITDA positif,” terang Chief Finance and Strategy Officer LinkAja Reza Ari Wibowo kepada media di Jakarta, Selasa (19/9).

Walau tidak disebutkan secara rinci, ia menyampaikan kenaikan pendapatan ini disokong oleh berbagai inisiatif perusahaan sejak pivot dari B2C, sebagai berikut:

  • Kontribusi bisnis dari lima layanan utama, secara berturut-turut berdasarkan kontributor terbesar adalah produk transfer uang ke rekening bank, beli pulsa, pembayaran PPOB, top up/withdraw saldo, dan manajemen supply chain bersama Telkomsel (agen pulsa DigiPos) dan Pertamina.
  • Efisiensi aktivitas pemasaran turun hingga 98%, sekarang cashback sudah hampir tidak ada.
  • Optimalisasi teknologi dan infrastruktur pendukung, termasuk e-KYC turun sekitar 30%.
  • Merumahkan ratusan karyawan pada Mei 2022.

Menurut Reza, peningkatan ini sangat luar biasa karena perusahaan sekarang sudah tidak lagi bicara mengenai pengguna aktif bulanan (MAU) dan nilai transaksi bruto (GMV) sebagai indikator kinerja, melainkan unit economics yang sudah terpampang nyata.

“Ke depannya kita mau menaikkan revenue yang seperti ini. Ekspektasi kita revenue di 2023 bisa naik 30% dari 2022. Di 2021 itu kita naik 30% setelah menurunkan cost hingga 60%. Loss [EBITDA] tinggal 99%, masih sedikit lagi untuk positif bila secara full year 2023.”

Di balik pencapaian tersebut, ada satu hal yang menarik bahwa jumlah pengguna LinkAja menunjukkan tren penurunan. Namun di saat yang bersamaan, tingkat retensinya meningkat di angka 90%. Reza menjelaskan, hal ini terjadi karena pengguna LinkAja yang ada saat ini tergolong berkualitas. Salah satu kemungkinan terbesar yang mereka lakukan adalah lebih sering bertransaksi.

Ambil contoh, perusahaan melakukan renegosiasi untuk revenue sharing dengan perbankan untuk layanan transfer uang. Dari awalnya gratis tanpa biaya admin, kini dikenakan biaya Rp1.000. Perolehan uang tersebut sepenuhnya masuk ke kantong LinkAja.

“Dibandingkan tiga tahun lalu, ARPU (average revenue per user) sekarang 5-7 kali lipat kenaikannya, dibandingkan kita spend marketing gede-gedean.”

Walau terjadi tren penurunan, pihaknya memastikan bahwa sebenarnya yang diincar adalah pengguna yang berkualitas dan loyal. Jadi masalah kuantitas tidak begitu berpengaruh bagi LinkAja. Kendati demikian, Reza mengaku sudah menyiapkan sejumlah inisiatif untuk kembali mendongkrak jumlah pengguna ke depannya. Ia ingin setiap uang yang diinvestasikan harus balik menjadi pendapatan perusahaan.

Berdasarkan data internal perusahaan, total pengguna LinkAja yang teregistrasi mencapai 91 juta orang. Tidak disampaikan pengguna aktifnya saat ini.

“Kita mau biarkan turun sementara [jumlah pengguna] untuk jaga profitabilitas. Yang penting proft dulu, jadi benar-benar enggak ada ruang untuk lemak, tinggal daging yang jadi otot.”

Model bisnis LinkAja

Dengan model bisnis B2B dan B2B2C, LinkAja memanfaatkan posisinya yang strategis dengan jajaran investor dari perusahaan pelat merah. Disebutkan sebagian besar perusahaan pelat merah —beberapa adalah pemegang saham di LinkAja— ini adalah pemilik pangsa pasar terbesar di industrinya masing-masing di Indonesia, seperti Telkomsel dan Pertamina.

Menggarap pasar captive jadi lebih masuk akal karena masih banyak potensi yang belum tergarap. Strategi ini selaras dengan ambisi awal dibangunnya LinkAja, yakni berupaya meningkatkan inklusi keuangan di Indonesia di kota lapis dua dan tiga.

Saat ini, pemegang saham pengendali di LinkAja adalah Telkomsel. Lalu disusul BRI, Bank Mandiri, BNI. Berikutnya, Pertamina, Jasa Marga, Taspen, dan lainnya punya persentase yang kurang lebih sama.

“Daripada kami compete di area yang sama [pemain e-wallet lainnya], lebih baik compete di SOE (state-owned enterprise) karena rata-rata leader di tiap industri itu dari SOE. Kalau startup lain harus ketok pintu satu-satu, tapi LinkAja sudah ada akses.”

Dicontohkan inisiatif B2B yang sudah berjalan, yakni manajemen rantai pasok bersama Telkomsel dan Pertamina. Bersama Telkomsel, melalui aplikasi agen pulsa Digipos, LinkAja menjadi penghubung alat pembayaran, antara agen pulsa dengan diler. Aplikasi tersebut juga telah ditenagai dengan PPOB, sehingga mereka tidak jualan pulsa saja. Diklaim transaksi pembelian pulsa di Digipos mencapai miliaran Rupiah.

“LinkAja adalah satu-satunya alat pembayaran di Digipos, jadi 100% uang berputar di sana. Ini sudah ngomong tentang supply chain di belakangnya. Jadi sekarang kita enggak cuma B2C e-wallet tapi jadi infrastruktur pembayaran.”

Contoh sukses ini akan direplikasi ke manajemen rantai pasok lainnya di ekosistem BUMN. Pertamina misalnya, untuk aplikasi MyPertamina, kini metode pembayarannya bertambah, ada OVO dan GoPay. Induk GoPay adalah pemegang saham di LinkAja, sedangkan OVO adalah afiliasi dari Grab, salah satu investor LinkAja.

Untuk memperkuat infrastruktur pembayaran, LinkAja berencana untuk menambah izin sebagai gerbang pembayaran. Langkah ini akan ditempuh dengan cara organik, memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditentukan oleh Bank Indonesia. Terlebih saat ini LinkAja sudah memperoleh kategori izin tertinggi dan hanya dibutuhkan beberapa persyaratan lagi untuk mendapat lisensi gerbang pembayaran.

Ambisi yang akan dicapai setelah memperoleh izin tersebut adalah memungkinkan mitra B2B LinkAja untuk tarik dana di kanal mana pun. Saat ini pengguna LinkAja dapat tarik tunai via ATM Himbara. “Jadi kami tidak compete dengan Xendit atau payment gateway yang lain.”

Reza juga mengungkap bahwa sebelum tutup tahun, perusahaan akan melakukan penggalangan dana untuk mengejar pertumbuhan. Terdapat investor existing dan baru dari luar negeri yang akan bergabung.

Aplikasi khusus BUMN

LinkAja

Dalam rangka menggarap pasar captive di ranah B2B2C, baru-baru ini LinkAja merilis aplikasi LinkAja dengan tampilan khusus (skin) BUMN. Tampilan ini diperuntukkan buat para pegawai BUMN dengan fungsi sebagai aplikasi pembayaran dan komunikasi terpadu seputar kementerian maupun perusahaan BUMN yang tergabung di dalamnya.

Tak hanya itu, aplikasi tersebut juga dapat diutilisasi sebagai media promosi terkait produk dan layanan masing-masing perusahaan BUMN.

Disebutkan ada lebih dari 200 ribu karyawan BUMN sudah terdaftar dapat menikmati produk, program, informasi, layanan, dan bertransaksi aktif dalam aplikasi. Bila ditotal ada lebih dari 1 juta karyawan yang berpotensi menjadi pengguna.

“Game besarnya di aplikasi ini ada banyak. Ada yang mau kita replikasi, salah satunya loyalty exchange nanti bisa terintegrasi oleh antar aplikasi BUMN. Lalu kita juga bisa tawarkan produk kasbon ke karyawan BUMN. Strategi seperti ini yang nantinya akan jadi nilai tambah dari kita.”

Nasib terkini iGrow

Terkait nasib iGrow, Reza menuturkan saat ini pihaknya masih menjalani proses hukum untuk bertanggung jawab terhadap gugatan yang dilayangkan oleh sejumlah eks lender karena masalah gagal bayar. Ia pun siap menjalani proses tersebut.

“Kami tetap berusaha menyelesaikan langkah penyelesaian, termasuk apabila aset borrower harus ditarik untuk dikembalikan lagi ke lender. Komitmen kami terhadap iGrow cukup kuat.”

Saat ini proses mediasi antar kedua belah pihak masih buntu karena penggugat mencabut gugatannya untuk sementara dan sedang mempersiapkan gugatan baru.

Sembari proses tersebut kelar, nama badan hukum dan brand telah diubah per Agustus kemarin. Dari PT iGrow Resources Indonesia menjadi PT LinkAja Modalin Nusantara, dengan nama brand LinkAja Modalin Powered by iGrow.

Persiapan ini dalam rangka pivot bisnis dari pembiayaan di industri agrikultur menjadi UMKM close loop di dalam ekosistem BUMN. Produk-produknya adalah Retailer Financing, Invoice Financing, Invoice Financing Mitra Telkomsel, dan Distributor Financing.

“Kami masih terus carikan solusi untuk penyelesaian [pembiayaan agri] sampai clear dan bisnis baru juga sudah clear, baru kita sampaikan ke OJK. Setiap bisnis baru itu kan harus dapat persetujuan dari OJK. Modalin sekarang belum efektif berjalan, tapi kami sudah intensif berkomunikasi dengan OJK dan partner di BUMN,” pungkasnya.

*) Kami memperbaiki informasi struktur pemegang saham di LinkAja

Application Information Will Show Up Here
Application Information Will Show Up Here

Loket Resmi Spin Off dari Group GoTo

Pelepasan (spin off) PT Global Loket Sejahtera, yang mengoperasikan layanan GoTix, dari Grup GoTo diketahui telah rampung. Hal ini telah dikonfirmasi oleh COO PT Global Loket Sejahtera Bagus Utama saat dihubungi DailySocial.id.

Bagus enggan merincikan lebih lanjut terkait spin off ini. Ia menyebut saat ini pihaknya tengah fokus menyelesaikan transisinya menjadi perusahaan independen. Salah satunya mencakup pemindahan layanan pembelian tiket film di GoTix ke platform Loket.com.

Dari informasi yang kami himpun beberapa waktu lalu, entitas yang mengoperasikan lini bisnis hiburan GoTo, yakni GoPlay (PT Produksi Kreasi Anak Bangsa) dan GoTix (PT Global Loket Sejahtera) telah berpisah sejak Agustus 2023. GoPlay kini telah berganti identitas menjadi Everywhere.id.

“Kami kembali ke posisi Loket.com sebagai B2B ticketing solution untuk event creator, event organizer, atau promotor. Ke depannya, [pengembangan] solusi ticketing akan dihadapkan banyak tantangan. Untuk itu, kami akan fokus pada tiga hal, yakni solusi terkait kestabilan sistem, keamanan data pengguna, dan experience penonton saat datang ke event,” papar Bagus.

PT Global Loket Sejahtera merupakan pemilik platform ticketing management service Loket.com, yang menawarkan distribusi tiket, sistem pembayaran, gate management, hingga analisis data kepada event creator, event organizer, hingga promotor. Pasca diakuisisi Gojek di 2017, Loket.com disinergikan dengan layanan mobile ticketing GoTix yang memfasilitasi pembelian tiket film, kerja sama dengan jaringan bioskop CGV dan Cinepolis.

Berbeda dengan GoPlay yang beroperasi dengan aplikasi terpisah, GoTix diketahui merupakan in-app service yang tersemat di dalam aplikasi Gojek. Karena situasi ini juga, GoPlay dapat melakukan rebranding.

Berdasarkan pemberitaan sebelumnya, GoTo menolak berkomentar soal pelepasan lini usaha di bidang hiburan sebagaimana telah dikatakan oleh CEO GoTo Patrick Walujo saat paparan Earning Call Kinerja 1H23. Namun, GoTo sempat menyatakan rencana divestasi aset non-inti agar dapat lebih fokus mengejar profitabilitas.

Capai keuntungan

Lebih lanjut, Bagus menyoroti beberapa catatan penting terkait masa depan Loket.com. Pertama, pihaknya memberi sinyal untuk scale up ke pasar baru, tetapi ia belum dapat memberi penjelasan lebih dalam. Kedua, ia menyebut bahwa Loket.com telah mencapai pertumbuhan tertinggi sejak pertama kali berdiri.

Pertumbuhan ini dipicu oleh meningkatnya kegiatan offline pasca-pandemi yang mendorong ledakan penyelenggaraan acara, terutama konser/festival musik. Salah satu konser musik besar yang penjualan tiketnya ditangani oleh Loket.com tahun ini adalah band rock asal Inggris Coldplay.

“Selama pandemi, tidak ada event sama sekali. Di 2022, [acara] mulai take off meski baru terasa di satu semester. Perizinan event baru diberikan pada Mei dan setelahnya. Ledakan dunia hiburan ini membawa kami ke pencapaian signifikan dibandingkan tahun lalu, yakni ke level profit,” ujarnya.

Ia mengaku optimistis dengan potensi pertumbuhan industri hiburan ke depan karena daya beli masyarakat Indonesia masih tinggi. “Kalau mengacu Ticket Master dan platform ticketing global lain, pertumbuhannya bisa mencapai 26% secara tahunan. Saya harap ini menjadi momentum bagus bagi Indonesia untuk memiliki posisi yang kuat sama seperti negara tetangga.”

Ditanya soal potensi penggalangan dana baru, Bagus menyebut saat ini masih mengandalkan dana internal. Namun, ada potensi membuka diri ke investor maupun kemitraan strategis yang masih berpusar di ekosistem hiburan, misalnya promotor dan EO. Peluang kemitraan ini menjadi strateginya untuk memperkuat posisi Loket.com sebagai pemimpin pasar.

Application Information Will Show Up Here

Dilandasi Isu Perubahan Iklim, Foodurama Kembangkan Produk Protein Alternatif

Foodurama adalah startup yang fokus mengembangkan varian produk protein alternatif, berbentuk cultivated meat (cell-based meat) dan plant-based meat. Titik mulanya cukup menarik, yakni dari keresahan founder atas isu perubahan iklim yang disebabkan oleh industri F&B.

Menurut data, bisnis F&B menyumbang tingkat emisi greenhouse gas yang cukup tinggi, sekitar 26% dari total emisi global. Angka ini bahkan lebih tinggi dari industri transportasi. Tidak dimungkiri, dampak perubahan iklim memang semakin signifikan berpengaruh pada alam di sekitar kita.

Efek rumah kaca yang disumbang oleh industri makanan / ourworldindata.org
Efek rumah kaca yang disumbang oleh industri makanan / ourworldindata.org

Foodurama didirikan oleh tiga founder, yakni Zulfikar Rifan, Dio Andrian, dan Punja Unggara. Mereka adalah individu yang memiliki akumulasi latar belakang pendidikan di bidang biotech, engineering, bisnis, dan farmasi. Sebelumnya juga sudah berpengalaman kerja di bidang F&B, tech-startup, perhotelan, dan farmasi.

Ada alasan kuat mengapa Foodurama yakin bahwa pendekatan produknya lebih ramah lingkungan dan dapat berkontribusi mengurangi isu perubahan iklim. Disampaikan Zulfikar, dari sudut penggunaan lahan misalnya, plant-based meat efisiensi yang dihasilkan plant-based meat 47-99% lebih lebih kecil dibandingkan conventional meat. Tidak hanya itu, emisi greenhouse gas untuk plant-based meat 30-90% lebih kecil dibanding konvensional.

Disandari betul, bahwa jenis produk ini memang masih belum banyak peminatnya di pasar lokal. Namun demikian, para founder Foodurama optimis potensinya terus tumbuh di tengah kesadaran masyarakat terhadap perubahan iklim yang semakin nyata.

Mengutip penelitian Coherent Market Insights, ukuran pasar plant-based meat sudah mencapai $5,06 miliar di tahun 2022 dan diproyeksikan tumbuh dengan CAGR19,3% hingga 2023 nanti menghasilkan kapitalisasi pasar $20,76 miliar.

Di Indonesia sendiri, sebelumnya sudah ada sejumlah startup yang fokus menyajikan makanan protein alternatif serupa. Dua di antaranya yang sudah mendapatkan dukungan dari pemodal ventura adalah Green Rebel dan Off Foods.

Varian produk Foodurama

Foodurama
Produk awal plant-based meat dari Foodurama / Foodurama

Saat ini produk yang sudah mulai dijual adalah kategori plant-based meat. Foodurama sudah punya 4 varian produk meliputi produk alternatif beef patty, rendang, lamb patty, dan gepuk. Makanan ini terbuat dari bahan olahan kedelai, bawang bombai, jamur, thyme, peterseli, dipadukan dengan rempah-rempah pilihan. Sementara untuk kategori cultivated meat akan segera diluncurkan dalam waktu dekat.

“Fokus kami sebagai perusahaan protein alternatif terbagi menjadi dua, yaitu cultivated meat dan plant-based meat. Namun, karena alasan pengembangan dan regulasi yang harus dipenuhi, untuk SKU awal kami sekarang baru mencakup kategori plant-based meat. Fokus kami ingin menghadirkan pengalaman yang mendekati ke conventional meat, agar bisa menjangkau pasar  yang lebih luas dan mempersatukan berbagai komunitas yang peduli akan climate change dan mau ambil aksi melalui pola konsumsi makanan sehari-hari,” ujar Co-Founder & CEO Foodurama Zulfikar Rifan.

Di fase awal ini, produk plant-based meat dikomersialkan ke segmen B2B (horeka). Untuk jangkauan area, Foodurama sedang pilot launch di beberapa lokasi di Kota Bandung dan sedang inisiasi kerja sama dengan beberapa food service dan pengelola hotel di dalam maupun luar negeri. Untuk dalam negeri, pihaknya mengaku sedang melakukan penjajakan di daerah Bali dan Jakarta. Untuk luar negeri, ada di Belanda, UAE, Cina, Singapura, dan Malaysia.

Sementara itu, mereka juga menargetkan pada semester awal 2024 sudah bisa menyasar B2C melalui modern trade. Zulfikar juga menyampaikan, mayoritas demografi sasaran produk Foodurama saat ini adalah middle dan middle-upper class yang punya konsentrasi terhadap lingkungan.

“Kami merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang melakukan inisiasi pengembangan cultivated meat. Dalam waktu dekat, kami akan berkolaborasi dengan salah satu perguruan tinggi untuk membangun laboratorium pertama di Indonesia yang berfokus untuk mengembangkan cultivated meat,” imbuh Zulfikar.

Ia melanjutkan, “Untuk kategori cultivated meat, harapan kami 2024 sudah bisa merampungkan prototype dan memulai inisiasi untuk mendapatkan regulatory approval di negara tujuan yang sudah mengizinkan komersialisasi produk tersebut. Kami optimis, dengan dukungan dari berbagai stakeholders, industri protein alternatif akan mencapai price parity dengan industri protein konvensional.”

Foodurama debut dengan pendanaan angel round dan sekarang sedang tahap fundraising untuk putaran tahap awal.

Disclosure: Kristin Siagian berkontribusi dalam proses penyusunan artikel ini

GoPlay Ganti Identitas Menjadi Everywhere.id

GoPlay memperkenalkan Everywhere.id sebagai identitas barunya, menggantikan nama mereknya saat ini. Identitas tersebut menandai langkah awal GoPlay sebagai perusahaan independen pasca-lepas kepemilikannya dari induk usaha PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (IDX: GOTO).

“Sejak awal, visi kami tidak berubah. Kami ingin mendukung kreator konten di Indonesia, membantunya mendapat lebih banyak panggung dan meningkatkan pendapatan mereka. Brand Everywhere.id akan lebih lanjut memperkuat posisi kami [di industri kreatif],” ungkap CEO Everywhere.id Edy Sulistyo dalam kesempatan wawancara dengan DailySocial.id.

Edy juga memperkenalkan Everywhere.id sebagai produk terbarunya menggantikan video-on-demand yang selama ini menjadi poros bisnis perusahaan. Everywhere.id menawarkan live stage secara O2O2O (online to offline to online) bagi kreator dan pemilik bisnis di segmen Horeka. Adapun, Edy menyebut bahwa GoPlay telah meninggalkan bisnis video-on-demand sejak beberapa tahun lalu.

Sebagai konteks, beberapa waktu lalu CEO GoTo Patrick Walujo menyatakan akan melepas bisnisnya di bidang hiburan. “Kami sedang proses untuk keluar dari bisnis hiburan karena bukan lagi inti dari strategi kami, dan kami akan terus mencari peluang untuk mendivestasi aset non-inti lainnya,” demikian kata Patrick dalam salinan Earning Call Kinerja 2Q23 pada Selasa (15/8).

GoTo memiliki lini bisnis hiburan yang terdiri dari platform streaming on-demand GoPlay di bawah entitas PT Produksi Kreasi Anak Bangsa, serta platform ticketing management service Go-Tix di bawah entitas PT Global Loket Sejahtera.

Berdasarkan informasi yang kami himpun, GoPlay dan Go-Tix diketahui tidak lagi bernaung di bawah Grup GoTo sejak Agustus 2023. DailySocial.id mencoba mengonfirmasi hal ini ke manajemen GoTo, tetapi pihaknya menolak berkomentar. Dari pantauan di Keterbukaan Informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), belum ada pengumuman divestasi GoTo di bisnis hiburan.

Ide awal Everywhere.id

Edy bercerita bagaimana pandemi Covid-19 membawa dampak positif terhadap perilaku masyarakat Indonesia, baik dalam memproduksi maupun mengonsumsi sebuah konten. Selama pandemi, kreator melatih kemampuan berbicara dan membekali diri dengan peralatan dalam mendukung produksi konten. Ini membuat kualitas kreator kini menjadi lebih siap pasca-pandemi.

Hanya saja, ungkapnya, muncul tantangan baru seiring dengan kembalinya aktivitas luar ruang. Sejumlah kreator di daerah sulit mendapat pekerjaan karena keterbatasan geografis. “Situasi ini memicu terjadinya oversupply kreator di sejumlah kota. Kreator daerah terhalang kondisi geografis, ada ketimpangan. Pain point kami clear, membantu mereka dapat panggung,” ujar Edy.

Melihat tantangan tersebut, muncul ide untuk mengembangkan sebuah teknologi yang memungkinkan kreator, seperti penyanyi, pemain alat musik, hingga instruktur olahraga, untuk tampil secara real-time dengan konsep O2O2O. “Bagaimana kita bisa buat kreator tampil di mana-mana secara online dan offline tanpa dibatasi oleh kondisi geografis,” tuturnya.

Keluarannya ada dua; sistem operasi PlayOS dan perangkat playbox untuk menampilkan tayangan dari kreator. Edy menjelaskan, PlayOS adalah sistem operasi yang dikembangkan sendiri, memakai engine bawaan platform GoPlay dan dimodifikasi kembali. PlayOS dapat dipasang di berbagai perangkat lain dengan ukuran layar variatif, seperti TV atau proyektor.

Sementara, playbox memungkinkan kreator untuk tampil secara live dari lokasinya. Playbox dapat dipasang di restoran, kafe, atau tempat lainnya. Edy menegaskan bahwa kualitas tayangan dapat tetap optimal meski di kawasan dengan koneksi 3G sekalipun. “Perangkat ini kami manufaktur sendiri karena teknologi di belakangnya sangat kompleks,” tambahnya.

DailySocial.id berkesempatan menyaksikan langsung playbox Everywhere.id yang telah dipasang di food court sebuah mal Jakarta Selatan. Bentuknya menyerupai pendingin ruangan berukuran tinggi dan besar. Playbox menampilkan penyanyi yang tampil secara live. Audiens di mal dan penyanyi dapat saling berinteraksi dua arah layaknya video call lewat ponsel. Layar playbox memiliki fitur scan yang memungkinkan audiens request lagu, juga ada fitur virtual gift semacam tip.

Model bisnis

Karena modelnya B2B2C, skema tarif paling dasar adalah playbox Everywhere.id dapat disewa/pinjam oleh pemilik bisnis. Jadi tidak ditujukan ke end-user langsung. Everywhere.id menawarkan tarif variatif kepada penyewa yang ingin mengadakan penampilan atau acara tertentu. Ambil contoh, penampilan musik.

Tarif paling dasar adalah Rp150 ribu-Rp200 ribu per hari di mana pemilik bisnis dapat menghemat biaya hingga 85% dari tarif yang biasa dikeluarkan untuk menyewa musisi. Sebagai disclaimer, persentase ini bisa bervariasi karena biaya penampilan musisi di setiap kota/daerah berbeda-beda. Ada juga paket 30 hari dengan biaya Rp5 juta.

“Kalau pemilik venue mengeluarkan biaya lebih murah, ini memungkinkan mereka untuk lebih sering menyewa musisi. This is the best use case of the true sharing economy karena menguntungkan semuanya. Kami ingin mendukung industri kreatif Indonesia supaya kreator bisa meningkatkan pendapatan. Kami meyakini, apabila mereka sudah punya pendapatan yang layak, mereka tidak perlu lagi membuat konten yang bersifat skandal atau sensasional. Otomatis konten yang dihasilkan positif,” kata Edy.

Menurut Edy, belum ada layanan sejenis Everywhere.id di Indonesia maupun di luar negeri, sehingga ia dapat menempatkan posisinya sebagai pelopor penyedia playbox untuk kreator. Kendati tak ada kompetitor sejauh ini, ia mengaku belum menemukan tantangan tertentu untuk melakukan benchmark. “Sejauh ini kami belum menemukan layanan seperti ini, makanya kami ingin mencari benchmark supaya bisa belajar.”

Produk Everywhere.id dikatakan telah beroperasi sejak beberapa bulan lalu, dan mendapat traksi positif dari pengguna. Ia mengaku ada kenaikan pendapatan, trafik, dan loyalitas pelanggan yang diperoleh pelaku bisnis dengan menggunakan produk Everywhere.id. Selanjutnya, Everywhere.id tengah menjajaki kemitraan dengan segmen korporasi.

Application Information Will Show Up Here

Jobseeker Company Usung Model Social Recruitment untuk Pekerja Kerah Biru

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ada sebanyak 7,99 juta pengangguran yang jumlahnya mencapai 5,83% dari penduduk usia produktif per akhir Februari 2023. Dari jumlah tersebut, pengangguran terbanyak dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebanyak 9,6%, lalu lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 7,69%.

Kesenjangan yang tinggi antara supply dan demand membuat penggangguran belum tuntas teratasi di Indonesia. Sementara, platform pencari kerja populer belum ada yang secara khusus menyediakan kebutuhan para pekerja kerah biru secara optimal. Padahal proses rekrutmen untuk segmen ini tidak bisa disamakan dengan jenis pekerjaan di kerah putih.

Terdapat kesempatan yang besar di segmen ini, Chandra Ming tertantang untuk menggarapnya dengan mendirikan Jobseeker Company pada Februari 2022. Chandra memiliki latar belakang yang tergolong kuat di bidang HR, sudah berkecimpung sejak 20 tahun lalu. Beberapa posisi penting di portal pencari kerja, yakni JobsDB dan Jobstreet pernah diduduki.

Dalam temu bersama sejumlah media di Jakarta baru-baru ini, Chandra menjelaskan bahwa belum ada portal kerja lokal yang bisa mengatasi isu spesifik untuk segmen sarjana ke bawah. LinkedIn, portal kerja pada umumnya, headhunter, dan outsourcing bukanlah jawaban tepat untuk mencari pekerja dengan jenis pekerjaan yang lebih mengandalkan keterampilan dan pengalaman, seperti barista, pramusaji, dan sebagainya.

“Di Indonesia ada 75 juta pekerja dengan gelar di bawah S1 per Februari 2022 dari total 133 juta pekerja. Kalau mau sekolah tinggi itu makin lama makin mahal, sementara orang harus kerja. Kalau mereka gak bisa kuliah, pasti cari kerja ala kadarnya. Isu ini enggak akan selesai kalau tidak diselesaikan secara straight, makanya Jobseeker fokus ke non white collar,” ujar Chandra.

Untuk pekerja kerah biru, melamar dengan kirim resume/CV bukan jalan yang tepat karena banyak di antara mereka yang hanya meniru format CV yang ada. Rekruter tidak mampu menilai apakah kandidat tersebut cocok untuk bekerja, ditambah proses filtering manual. Alhasil, semua kembali ke insting, tidak ada basis data yang pendukungnya.

“Bagi level sarjana ke bawah itu banyak yang belum canggih-canggih [melek digital]. Ambil contoh untuk barista, yang pemilik kedai cari itu yang bisa buat kopi, sertifikat dan lulusan dari mana itu enggak begitu ngaruh.”

Besarnya potensi ini, menarik berbagai angel investor untuk mendanai Jobseeker. Mereka adalah Sandiaga Uno (Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Helmy Yahya (Pengusaha), Gita Wirjawan (Pengusaha), Rizal Gozali (Credit Suisse), Daniel Surya (WIR Group), Philip Ng (BitCyber), Steve Lovato (Incentive Dynamics), Biju Mohan (Accenture), Akshat Chawla (Autofleet).

Rata-rata mereka masuk pada bulan ketiga dan keempat sejak Jobseeker pertama kali beroperasi di Februari 2022. Kini mereka menduduki sebagai penasihat di perusahaan.

Perusahaan juga memperoleh investasi strategis dari Salim Group. Konglomerasi tersebut mengempit 40% saham di Jobseeker.

Peluncuran Jobseeker / Jobseeker

Produk Jobseeker Company

Jobseeker Company mengambil pendekatan yang berbeda untuk mempertemukan para pelamar dengan pemberi kerja dengan membuat video resume berisi perkenalan diri. Konsepnya mirip dengan algoritma FYP (For Your Page) di TikTok atau Tinder namun versi lebih serius dan kompleks di belakang engine-nya karena ditenagai oleh kecerdasan buatan (AI). Teknologi ini dimanfaatkan untuk matching algoritma berdasarkan keterampilan dan menemukan lokasi kandidat berdasarkan lokasi terdekat dari para pemberi kerja.

Proses rekrutmen hingga diterima kerja sepenuhnya dapat dilakukan lewat aplikasi Jobseeker, sehingga semua dilakukan secara satu pintu. Aplikasi untuk pelamar ini disebut Jobseeker App. Perusahaan punya tiga produk lainnya yang spesifikasi menyasar kebutuhan perusahaan lebih beragam.

Pertama, Jobseeker Software yang dilengkapi dengan Customized ATS (Applicant Tracking System), unlimited users, dan harga terjangkau. Solusi ini diperuntukkan untuk korporasi besar, di antaranya Alfamart yang berhasil merekrut 200 ribu karyawan baru, RS Mitra Keluarga, Ranch Market, Superindo, dan sebagainya.

Produk ini merupakan hasil investasi yang diberikan Chandra untuk Karirpad yang kemudian dilebur dengan Jobseeker dan akhirnya menjadi produk tersendiri.

Kedua, Jobseeker Services adalah layanan headhunter dari Jobseeker untuk mencari kandidat yang tepat sesuai spesifikasi keahlian yang dicari perusahaan. Ketiga, Jobseeker Partners, berbentuk aplikasi untuk membantu perusahaan level UMKM mencari kandidat yang mereka butuhkan.

“Banyak usaha kecil yang kesulitan mencari posisi dengan turnover tinggi, seperti barista, kasir, waiter, merchandiser, staffer. Selama ini mereka hanya mengandalkan dari referensi saja.”

Sementara itu, rata-rata pengguna perusahaan di Jobseeker datang dari industri ritel, FMCG, dan hospitality.

Target selanjutnya

Walau Jobseeker baru berumur 17 bulan, Chandra mengklaim perusahaan sudah menjaring 2,6 juta pelamar yang sudah mendaftar dan membuat video resume mereka. Basis data ini akan diperkuat dengan mengedukasi para pelamar untuk membuat video resume yang lebih layak rapi.

Untuk itu, perusahaan akan mengadakan roadshow ke berbagai kota di penjuru Indonesia dan masuk ke SMK dan SMA. Mereka nantinya akan diajari bagaimana membuat video resume yang baik melalui perangkat smartphone.
“Kami juga berencana untuk buat fitur upskilling agar keterampilan para pelamar meningkat. Salah satunya yang siap jalan adalah bersama Rumah Siap Kerja.”

Rumah Siap Kerja adalah inisiatif yang dibuat Sandiaga, salah satu investor di Jobseeker, berbentuk wadah yang menghubungkan berbagai program khusus anak muda yang tersedia di pemerintaha, swasta, dan masyarakat.

Tak hanya itu, perusahaan akan menyempurnakan platform Jobseeker Partner, seperti proses onboarding dan matching algoritma lebih akurat dan seamless. Platform ini akan segera dirilis dalam versi penuh jelang akhir 2023, sejauh ini masih berbentuk beta.

“Versi beta kita sangat panjang karena banyak printilannya yang harus diselesaikan, ada AB testing juga. Jobseeker App sudah lebih rapi sekarang. Tapi Jobseeker Partner masih harus diselesaikan sedikit lagi.”

Dukungan dari para investor tentang solusi dan tantangan di pekerja biru ini, membuat Chandra berambisi ingin membawa Jobseeker ekspansi ke pasar Asia. Sejumlah negara di Asia Tenggara, India, dan Tiongkok sudah menjadi incaran, walau ia belum bisa memastikan kapan rencana tersebut dapat terealisasi.

Menurutnya, seluruh negara tersebut memiliki jumlah pekerja biru yang sama besarnya dengan Indonesia. Serta, belum ada platform pencari kerja yang dapat mengatasi isu seperti yang dihadapi di Indonesia.

“Setidaknya akhir tahun ini kita bisa dapat 5 juta pelamar dan tahun 2024 mendatang bisa tingkatkan angkanya ke 20 juta pelamar,” tutupnya.

Walau berambisi jadi perusahaan global, Chandra mengambil pendekatan yang berbeda dalam merekrut para talentanya. Ia merekrut talenta dari Bali dan menjadikannya sebagai kantor pusat dan menjadikan Jakarta sebagai kantor pemasaran . Para penasihat di perusahaan yang mayoritas datang dari perusahaan global juga akan membimbing para talenta lokal untuk transfer knowledge agar mereka dapat belajar dan tahu pola pengembangan di luar Indonesia seperti apa.

Total karyawan kami 50 orang, sebanyak 65% dari sini lokasinya di Bali, ada tim produk, engineer, dan lainnya. Selain Jakarta untuk tim marketing, Jobseeker juga ada kantor di Singapura. “Orang luar saya set sebagai advisor supaya bisa kasih kesempatan ke anak-anak kita untuk belajar dan tahu pola pengembangan dunia di luar seperti apa. Mudah-mudahan anak-anak [Bali] ini bisa menjadi champion di industri ini,” tutup Chandra.

Bagaimana InfinID Permudah Proses Pengajuan Pinjaman dengan Jaminan Sertifikat Properti

Berbagai sumber data mengungkap bahwa kebutuhan kredit mencapai Rp1.600 triliun tiap tahunnya dan lembaga keuangan konvensional hanya bisa melayani sekitar Rp600 triliun. Artinya, terdapat funding gap sebesar Rp1.000 triliun, yang menjadi momok dibalik pesatnya perkembangan fintech di Indonesia.

Kondisi tersebut mengilhami Filman Ferdian (CEO), Vincent (COO), dan Amalfi Darusman (CTO) yang mengenal satu sama lain sejak kuliah untuk merintis InfinID pada November 2022. Filman sebelumnya pernah bekerja di McKinsey dan GoPay dengan jabatan terakhir Head.

Sementara Vincent punya pengalaman bekerja di berbagai perusahaan teknologi global dan nasional, seperti IBM, Microsoft, Gojek, Tokopedia, dan Xendit. Saat ini ia juga menjabat sebagai Wakil Ketua Departmen Inovasi Keuangan Digital AFTECH. Sedangkan Amalfi merupakan engineer yang berpengalaman dalam hal analitik dan pengembangan teknologi yang pernah bekerja sebagai data scientist di Uni Emirat Arab.

Mereka bertiga akhirnya bersatu pada tahun lalu. Berbekal pengalaman kerja mereka, disimpulkan bahwa fintech adalah sektor yang paling relevan. Pertanyaan berikutnya adalah mencari peluang bisnis yang tepat di sektor fintech.

Saat dihubungi DailySocial.id, Filman menuturkan berdasarkan pengamatan pasar dan pengalaman pribadi, ketiganya melihat peluang untuk mendorong transformasi di area pinjaman dengan jaminan sertifikat properti. Di sana ada potensi pasar yang besar, namun masih ada tantangan, di antaranya keterbukaan akses untuk masyarakat secara luas dan juga pengalaman pengguna yang belum optimal. Lantaran rerata prosesnya memakan waktu hingga lebih dari enam minggu.

“Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menghadirkan InfinID sebagai platform digital yang fokus pada fasilitas perolehan pinjaman menggunakan jaminan sertifikat properti,” terang Filman.

Produk InfinID

InfinID

InfinID mengambil pendekatan yang berbeda dalam menyalurkan pinjaman, dengan menggunakan jaminan sertifikat properti. Perusahaan dalam hal ini menjadi agregator yang menghubungkan calon debitur dengan lembaga jasa keuangan (LJK) yang dapat memberikan fasilitas pinjaman dengan jaminan sertifikat properti.

Calon debitur akan dibantu mendapatkan pinjaman yang paling tepat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mereka. Di sisi lain, perusahaan membantu LJK dalam melakukan pengelolaan proses pengajuan, evaluasi, pelayanan, dan monitoring dengan memanfaatkan teknologi digital. Produk dari LJK yang digunakan oleh InfinID adalah kredit multiguna dan kredit usaha yang disertai dengan jaminan.

“Kami tidak masuk ke KPR ataupun pinjaman tanpa jaminan sertifikat. Sebagai platform digital kami menerapkan prinsip kolaborasi, sehingga kami sangat terbuka dengan LJK secara luas, bahkan perusahaan lain yang masuk dalam kategori platform digital untuk pinjaman seperti penyelenggara IKD klaster Financing Agent ataupun Aggregator.”

Limit pinjaman yang tersedia di InfinID mulai dari Rp100 juta dengan bunga mulai dari 12%-18% per tahun. Tenornya juga bervariasi, ada yang 3-5 tahun, ada juga yang jangka panjang, yakni 15-20 tahun.

Perusahaan punya tiga produk pinjaman, yakni InfinID FIX, InfinID FLEX, dan InfinID FLIP. InfinID FIX adalah pinjaman multiguna yang diperuntukkan buat pinjaman dengan dana besar, namun bunga ringan dan skema pembayaran tetap. Sedangkan InfinID FLEX memberikan limit kredit yang lebih terjangkau dengan berbagai fleksibilitas, seperti pembayaran bulanan yang lebih terjangkau.

Terakhir, InfinID FLIP adalah solusi refinancing (takeover) KPR/kredit multiguna/kredit usaha ke lembaga keuangan lain dengan suku bunga lebih ringan, jangka waktu lebih panjang, dan kemudahan lainnya.

Para mitra LJK yang sudah bermitra sejauh ini ada empat, yakni BPR Artharindo, BPR Daya Perdana Nusantara, BPR Rifi Maligi, dan Bank Sampoerna.

Untuk manajemen risiko, perusahaan melakukannya secara menyeluruh, mulai dari skrining profil calon debitur yang disesuaikan dengan preferensi mitra LJK, memverifikasi data menyeluruh untuk memastikan informasi yang disampaikan calon debitur sesuai, termasuk dengan memanfaatkan solusi verifikasi data milik mitra LJK dan survei langsung.

“Kami terus mengembangkan solusi digital agar dapat mempermudah verifikasi properti, seperti penilaian dan pengecekan legalitas properti. Selain itu, kami memberikan solusi otomatis yang membantu LJK menerapkan mekanisme manajemen risiko yang sudah mereka gunakan, sehingga dapat menganalisis kredit secara lebih efisien dan efektif hingga proses pengikatan kredit.”

Rencana selanjutnya

InfinID itu sendiri baru berumur 10 bulan. Walau masih baru, Filman memastikan bahwa fokus perusahaan adalah memiliki fondasi bisnis yang baik, termasuk menyusun proses kredit yang lebih efisien, membangun teknologi untuk mempermudah proses di debitur dan LJK, serta menjalin kerja sama dengan sejumlah LJK.

Sebagai perusahaan fintech, InfinID turut mematuhi aturan yang berlaku. Pada Mei 2023, perusahaan berhasil tercatat sebagai penyelenggara Inovasi Keuangan Digital (IKD) di OJK untuk klaster financing agent. Untuk pengamanan sistem, perusahaan telah menyelesaikan sertifikasi ISO 270001:2013 untuk memastikan keandalan pengamanan data.

Produk InfinID sebenarnya juga sudah diluncurkan ke pasar. Diklaim perusahaan menerima ribuan pengajuan dari calon debitur setiap bulannya untuk pinjaman bernilai Rp100 juta-Rp300 juta. “Tujuan pinjaman yang sering diajukan, yakni untuk renovasi, bangun usaha, debt consolidation untuk pelunasan hutang KTA, pinjaman online, dan kartu kredit.”

Filman menuturkan, ke depannya perusahaan terus memfokuskan diri untuk meningkatkan keandalan proses dan teknologi agar dapat melayani proses persetujuan kredit di Jabodetabek, sebelum dapat ekspansi ke kota lain. Di samping itu, akan perbanyak kolaborasi dengan lembaga dan institusi lain yang dirasa punya peranan yang penting dalam mengembangkan ekosistem pinjaman dengan jaminan sertifikat properti secara lebih luas.

“Selain itu, kami juga memiliki beberapa inovasi produk, baik dari sisi teknologi, maupun skema produk keuangan yang ingin kami luncurkan ke pasar dalam 6-12 bulan mendatang.”

InfinID telah mengantongi pendanaan dengan nominal dirahasiakan dari Insignia Venture Partners.

Application Information Will Show Up Here