Tantangan dan Pengalaman Saat Pivot Bisnis “Online Grocery” di Masa Pandemi

Salah satu perubahan cukup drastis yang kita lihat selama pandemi berlangsung adalah begitu derasnya permintaan konsumen terhadap layanan pesan-antar kebutuhan sehari-hari (grocery). Dan tren tersebut masih berlangsung hingga saat ini.

Bagi Co-founder dan COO Dropezy Nitesh Chellaram, hal ini menjadi sebuah kesempatan berharga untuk meningkatkan layanannya sekaligus mempelajari tren-tren menarik berdasarkan perubahan perilaku konsumen di Indonesia.

Apa saja pengalaman tersebut dan bagaimana Dropezy melalui tantangan yang ada? Selengkapnya, simak rangkuman sesi #SelasaStartup bersama Dropezy berikut ini.

Penyesuaian bisnis saat pandemi

Dropezy merupakan satu dari sekian pelaku startup yang melakukan penyesuaian bisnis ketika Covid-19 mewabah pertama kali. Awalnya, Dropezy menggunakan model marketplace untuk melayani kebutuhan grocery. Namun, ia kesulitan untuk beroperasi mengingat supermarket ditutup pada saat itu.

Pihaknya kemudian melakukan penyesuaian bisnis dengan pivot ke model stock-up inventory di mana Dropezy menyetok persediaan produk grocery. Menurutnya, model tersebut dirasa pas jika melihat perilaku belanja sebagian masyarakat Indonesia yang gemar belanja kebutuhan bahan makanan segar secara harian bukan bulanan.

“Awalnya kami memenuhi kebutuhan konsumen dengan mengirimkan tim untuk memproses pesanan di supermarket. Kemudian kami berganti ke inventory di mana siapapun bisa memesan dalam jumlah kecil. Ini menjadi value added yang coba ditawarkannya dibandingkan pemain sejenis lainnya.

“Memang ada tantangannya saat itu karena jika pesan ke principal, ada minimum of quantity (MoQ). Posisi kami belum besar saat itu. Tapi kami akhirnya dapat mengatasi isu tersebut karena masyarakat mulai shifting ke online dan orang-orang mulai pakai Dropezy,” ujarnya.

Belajar hal baru dari pivot

Dari penyesuaian bisnis ini, Nitesh mengaku menemui sejumlah pengalaman yang menjadi pelajaran berarti dalam membangun bisnis online grocery. Mengingat Dropezy mengubah model layanannya, ada hal-hal baru yang perlu mereka pahami.

Untuk memasok persediaan item, otomatis pihaknya memerlukan warehouse/inventory yang besar. Selain itu, pihaknya juga harus memahami bagaimana cara memasok item karena setiap barang punya ketahanan simpan yang berbeda-beda. Belum lagi, pihaknya harus memastikan item yang distok tidak rusak hingga waktu yang tepat untuk mengisi persediaan.

Pihaknya juga harus memastikan harga produk yang mereka pasang tidak bakal jauh berbeda dengan harga di pasaran. “Semua hal tersebut membantu kami untuk sampai ke pencapaian Dropezy saat ini,” tambahnya.

Tak sampai situ, ucap Nitesh, situasi pandemi mendorong Dropezy untuk dapat meningkatkan pengalaman berbelanja konsumen. Salah satunya adalah mengembangkan personalized experience berbasis analitik yang membantu konsumen untuk memesan item dengan melibatkan rekomendasi produk lain.

Kepuasan pelanggan

Ketika memutuskan untuk mendirikan Dropezy, Nitesh mengaku tidak banyak melakukan riset pasar. Pihaknya langsung terjun mengembangkan bisnis online grocery berbekal pengalaman pribadi yang ia rasakan saat berbelanja kebutuhan sehari-hari.

Tanpa mengecilkan pentingnya riset pasar, ia menilai pengalaman personal dapat membantunya untuk menyelesaikan masalah yang ada di industri online grocery. “Dari sini, kami mulai belajar tentang perilaku konsumen grocery di Indonesia,” ungkapnya.

Misalnya, perihal kepuasan konsumen. Ia menilai aspek ini bukan hanya sebatas pada kualitas produk saja, tetapi layanan secara menyeluruh. Maka itu, pihaknya lebih memilih untuk menangani pesanan secara end-to-end, mulai dari pemesanan, pengambilan, hingga pengiriman barang sampai ke konsumen.

“Kami juga melihat fulfillment sebagai aspek terpenting bagi konsumen online grocery. Kalau kamu pesan sepuluh item, tetapi tidak terima semuanya pasti kecewa juga dan akan komplain. Makanya, kami berusaha untuk menangani ini secara end-to-end karena kami paham bagaimana rasanya memesan, menunggu, dan menerima barang tapi tidak sesuai.”

Kompetisi dan kolaborasi

Persaingan pasar tidak akan pernah lepas dalam suatu bisnis. Nitesh menilai kompetisi ini justru membantunya untuk mengevaluasi bisnis yang mereka jalankan, baik itu strategi maupun target yang mereka incar. Apalagi Indonesia merupakan pasar grocery terbesar keempat di Asia Tenggara sehingga satu-dua pemain saja dirasa tidak cukup untuk melayani permintaan online grocery. 

Di sisi lain, ia juga menyoroti pentingnya kolaborasi pemain online grocery dengan para petani yang selama ini kesulitan mendapat akses ke pasar. Tantangan lainnya, para petani juga kalah saing dengan tengkulak sehingga sulit untuk memasarkan hasil panennya.

“Kolaborasi ini penting bagi kami karena ini the kind of community yang ingin kami bangun di masa depan. Kami ingin membantu petani untuk mendapat akses pasar dengan memasarkan produk dengan harga berkualitas, dan yang paling penting adalah akses mendapatkan guaranteed buyer.”

OnlinePajak Klaim Status “Unicorn”, Sebesar Itukah Ukuran Pasarnya?

Startup SaaS untuk bisnis yang memfokuskan pada pengelolaan pajak “OnlinePajak” mengklaim status “unicorn” mereka. Hal ini disampaikan eksekutif mereka di kesempatan temu media, salah satunya seperti dikutip Katadata.

Awalnya kabar mengenai status unicorn tersebut muncul dari daftar CBInsights. Namun diketahui saat ini (14/10) di daftar tersebut CBInsights telah menghilangkan nama OnlinePajak.

Kami sudah mencoba menanyakan ke pihak terkait tentang hal ini ke perusahaan, termasuk putaran pendanaan baru yang didapat perusahaan [jika ada]. Sampai berita ini diterbitkan, belum ada jawaban. Pun saat kami menanyakan kepada salah satu investornya, mereka memilih tidak berkomentar mengenai status unicorn tersebut.

Berdasarkan data yang disubmisi ke regulator, pendanaan terakhir OnlinePajak adalah putaran seri C pada Juli 2021 lalu. Tencent dan sejumlah investor masuk membawa dana sekitar $12 juta, melambungkan valuasi perusahaan di angka $179 juta — 1/10 dari angka valuasi yang diklaim sebagai sebuah startup unicorn.

Mereka turut didukung investor populer seperti Alpha JWC Ventures, Sequoia Capital India, Endeavor Catalyst, dan beberapa lainnya.

Sejak akhir tahun lalu, kami memang sudah memasukkan OnlinePajak ke daftar Centaur, yang menandakan tonggak perusahaan telah mencapai valuasi di atas $100 juta.

Layanan OnlinePajak

Saat ini layanan OnlinePajak terbagi ke dalam tiga kategori produk utama: Invoice, Payroll, dan Lainnya. Di dalam sub-layanan Invoice, terdapat beragam fitur seperti hitung/setor/lapor PPn dan PPh, pembuatan bukeu potong, faktur, validasi NPWP, dan lainnya.

Sementara di Payroll, di dalamnya terkait fitur penggajian, termasuk pajak PPh 21, perhitungan gaji, dan slip gaji. Sementara di kategori Lainnya, terdapat kanal untuk pembayaran, pelaporan, termasuk untuk pajak pribadi. Saat ini mereka juga mengoperasikan layanan PajakPay untuk memudahkan proses pembayaran pajak.

Untuk memudahkan pengguna, selain portal di web, OnlinePajak juga menghadirkan aplikasi di Android bernama Aplikasi tersebut sudah diunduh sekitar 10 ribu+ pengguna dengan rating 3,7. Aplikasi lain yang juga membantu mengakomodasi kebutuhan pajak adalah HiPajak, di Google Play platform tersebut telah diunduh 50 ribu+ pengguna dan mendapati rating yang sama.

Inovasi lainnya yang diluncurkan startup lokal untuk memudahkan bisnis dan perseorangan mengelola pajak adalah Pajak.io. Layanan utama mereka berbasis chatbot bernama “Bee-Jak”, siap menjawab dan membantu berbagai keluhan seputar pelaporan dan pembayaran pajak. Sementara layanan SaaS lain yang fokus ke HR dan Payroll juga umumnya sudah menyematkan kapabilitas untuk melakukan perhitungan pajak, misalnya yang disediakan Catapa, Fast-8, dan Mekari.

Perbandingan statistik situs OnlinePajak dan KlikPajak yang dikelola Mekari / SimilarWeb

Ukuran pasar

Menurut data yang dihimpun Fortune Business Insight, ukuran pasar perangkat lunak manajemen pajak telah mencapai $5,24 miliar pada tahun 2018 secara global. Angka tersebut diproyeksikan meningkat menjadi $11,19 miliar pada 2026 dengan CAGR 10,4%.

Pada dasarnya sifat layanan tersebut membantu bisnis atau perusahaan untuk melakukan pengelolaan pajak. Kendati demikian, seperti di Indonesia, semua proses sebenarnya bisa dilakukan secara mandiri. Bahkan di kalangan korporasi, biasanya mereka memiliki konsultan khusus yang fokus melakukan advokasi pajak.

Segmen UMKM mungkin bisa menjadi sasaran utama, kendati menurut pemerintah proses pungutan pajak di kalangan ini sudah mendapatkan “keistimewaan”, baik dari sisi proses yang sederhana maupun nilai yang relatif lebih rendah. Menurut data dari Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan pada tahun 2019, kontribusi PPh final UMKM baru berkisar Rp7,5 triliun, atau hanya sekitar 1,1 persen dari total penerimaan PPh secara keseluruhan di tahun yang sama sebesar Rp711,2 triliun.

Untuk menyiasatinya, beberapa aplikasi yang fokus pada pencatatan keuangan UMKM juga menghadirkan fitur penghitungan pajak. Bahkan dari KemenkopUKM juga menghadirkan aplikasi LAMIKRO yang bisa digunakan dan diunduh secara cuma-cuma.

Status unicorn OnlinePajak

Dengan ukuran pasar tersebut [spesifik pada perangkat lunak perhitungan pajak], menjadi menarik jika valuasi OnlinePajak saat ini sudah sampai menembus $1 miliar. Pasalnya model bisnis mereka mengakomodasi pasar yang cukup niche. Namun demikian, ada potensi OnlinePajak untuk menyasar segmen produk yang lebih luas dimulai dari pain point seputar pajak – menjadi SaaS end-to-end untuk bisnis.

Seperti diketahui, untuk lini bisnis OnlinePajak (pembayaran pajak), perusahaan telah menunjuk Mulia Dewi sebagai CEO. Sementara Founder Charles Guinot saat ini menjabat sebagai Group CEO. Kemungkinan memang ada segmen layanan lebih luas yang tengah disiapkan perusahaan, untuk mendapati potensi pangsa pasar yang lebih besar.

Application Information Will Show Up Here

Monika Rudijono Diangkat Sebagai Managing Director Baru Vidio

Monika Rudijono resmi ditunjuk sebagai Managing Director Vidio yang baru per Oktober tahun ini. Dalam menempati posisi yang baru saja dibentuk, ia akan bertugas mengawasi jalannya operasional sehari-hari dari platform OTT lokal paling populer ini. Ia akan melapor langsung kepada Sutanto Hartono, CEO Vidio dan Wakil Presiden Direktur Emtek Group. Sebelumnya, beliau menjabat sebagai Marketing Chief Lazada Indonesia selama lebih dari 3 tahun.

Monika adalah seorang veteran dengan pengalaman lebih dari 20 tahun di industri. Sebagai lulusan dari UC Berkeley, ia sebelumnya memegang beberapa posisi tinggi di ahensi pemasaran, termasuk Presiden Direktur Grey Group. Monika memulai karirnya di bidang teknologi ketika memimpin Uber Indonesia sampai akhirnya bergabung dengan Grab.

Selama bertugas di Lazada, ia mengawasi beberapa kampanye pemasaran, termasuk kolaborasi dengan Brightspot Market, Pakuwon Group, tim EVOS Esports, dan MasterCard.

Menurut data dari Media Partners Asia pada tahun 2020, Vidio memiliki sekitar 1,1 juta pengguna berbayar secara nasional. Platform ini bersaing langsung dengan pemain regional dan global untuk menjadi pemuncak di industri OTT Indonesia. Vidio fokus pada siaran olahraga (sepak bola, bola basket, dan F1), Asia, dan konten asli lokal.


Artikel asli dalam bahasa Inggris, diterjemahkan oleh Kristin Siagian

iSeller Raih Pendanaan Pra-Seri B 120 Miliar Rupiah, Siap Ekspansif Perluas Bisnis

Startup pengembang POS iSeller mengumumkan perolehan pendanaan pra-seri B sebesar 120 miliar Rupiah yang dipimpin oleh AppWorks dan Openspace Ventures. Investor sebelumnya, Mandiri Capital Indonesia (MCI) dan Indogen Capital, turut berpartisipasi dalam putaran ini.

Suntikan dana ini akan dimanfaatkan untuk melancarkan ekspansi bisnis hingga ke 50 kota di Indonesia, akselerasi akuisisi merchant, serta perkuat kolaborasi dengan pemain penting, seperti Grab. Langkah ini diharapkan dapat mendongkrak kinerja perusahaan hingga 500% dari pencapaian sebelumnya.

Founder dan CEO iSeller Jimmy Petrus mengatakan, dibandingkan saat putaran Seri A di tahun lalu, pada tahun ini perusahaan berhasil mencapai pertumbuhan yang impresif, yakni lebih dari 300% secara year-on-year pada jumlah akuisisi merchant dan annual revenue.

“[..] Melalui seri pendanaan terbaru ini, kami berkomitmen untuk terus menciptakan inovasi baru dan memperbaharui produk, teknologi, serta infrastruktur untuk siap menjangkau jutaan UMKM dalam proses akselerasi transformasi digital di Indonesia. Kami percaya solusi dan ekosistem iSeller secara holistik akan mampu membawa UMKM naik ke level berikutnya,” ucap Jimmy dalam keterangan resmi, Rabu (13/10).

Founder dan Chairman AppWorks Jamie Lin mengatakan, hanya dalam beberapa tahun, iSeller bisa dengan drastis meningkatkan efisiensi bisnis UMKM serta membentuk reputasi yang sangat baik. Ia menilai iSeller memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemimpin pasar untuk platform POS bisnis berbasis omnichannel.

Selain iSeller, portofolio AppWorks lainnya di Indonesia meliputi HarukaEdu, Fabelio, dan InfraDigital.

“[..] Dedikasi yang diberikan membuat founder iSeller ini sangat luar biasa hebat di dunia SaaS bisnis, di mana inovasi baru berkelanjutan dalam sebuah produk sangat dibutuhkan. Kami memperkirakan akan adanya pertumbuhan yang kuat dalam sektor Point Of Sales serta platform bisnis berbasis omnichannel dan hal ini sudah tercermin dalam pertumbuhan dan kinerja iSeller,” ujar Lin.

Didirikan sejak 2017, iSeller menghadirkan solusi sistem POS yang mudah digunakan dan komprehensif untuk para merchant dapat berjualan di platform mana saja –online, offline, marketplace. Perusahaan berambisi menjadi merchant super app di Indonesia, ambisi yang sama digaungkan oleh GoBiz, unit layanan dari Gojek.

“Dengan adanya pendanaan ini, kami menargetkan pertumbuhan 10x di tahun 2022 dengan memperluas jangkauan kami di Indonesia. Serta meningkatkan fokus solusi pada lini bisnis retail, F&B, service, dan lifestyle, terutama mereka yang mengandalkan pasar e-commerce sebagai sumber pendapatan utama,” tambah Kevin Ventura selaku CCO iSeller.

Perusahaan baru-baru ini meluncurkan produk baru, yaitu iSeller Go untuk UMKM berskala kecil dapat berjualan melalui toko online atau menggabungkan penjualan offline melalui POS dengan memanfaatkan teknologi yang ada seperti smartphone. Berikutnya, Integrasi Marketplace sebagai solusi untuk para pebisnis yang ingin berjualan di berbagai platform marketplace tanpa repot karena seller bisa mengelola semua akun marketplace mereka melalui satu web-admin iSeller saja.

Diklaim ada ratusan merchant yang telah memanfaatkan dan menerapkan fitur ini pada bisnisnya. Sebelumnya, perusahaan terpilih menjadi WhatsApp Business Partner resmi di Indonesia untuk masuk ke segmen social dan chat commerce, generasi berikutnya dari layanan e-commerce. “Dalam waktu dekat, iSeller juga akan segera meluncurkan beberapa inovasi baru yang berkolaborasi dengan Facebook,” tandas Kevin.

Saat ini iSeller telah hadir di 10 kota, di luar Jabodetabek, seperti Bandung, Bali, Medan, Surabaya, dan Batam. Perusahaan mengklaim telah memroses lebih dari satu juta transaksi per bulan di semua saluran. Solusinya telah dimanfaatkan oleh lebih dari 60 ribu pelaku usaha, termasuk di antaranya beberapa bisnis premium seperti SOGO, OMNILUXE, MOI, Damn! I love Indonesia, IT Gallery, United Bike, Asuransi Sinarmas, MOVI, HMNS, ASHTA, Lemonilo, dan Peripera.

Solusi omnichannel

Solusi berbasis omnichannel ini saat ini memang cukup relevan. Riset bertajuk “2020 Ecommerce Fulfillment Trends Report” mengemukakan sebanyak 86% respondennya, yang merupakan merchant e-commerce, menjual dagangannya di lebih dari satu kanal. Tidak sedikit juga yang menjual melalui media sosial. Di waktu mendatang, 69% merchant berencana terus meningkatkan kanal-kanal penjualan online.

Selain iSeller, di Indonesia sejauh ini sudah ada beberapa startup yang coba jajakan solusi serupa, dua di antaranya Clodeo dan Jubelio.

Menurut laporan yang dilakukan DSResearch bersama Mandiri Capital Indonesia, disampaikan ada tiga permasalahan utama yang kerap dihadapi UKM di Indonesia, yakni terkait Financial, Operational, dan Expansion. Model layanan SaaS seperti yang dirilis iSeller telah terbukti memberikan sumbangsih pada peningkatan bisnis, menyelesaikan isu-isu tersebut secara gesit.

Layanan SaaS Startup Indonesia untuk Bisnis

Mendalami Potensi Bisnis Social Commerce di Daerah

Sementara geliat perusahaan-perusahaan e-commerce di Indonesia kian menanjak, penetrasi layanan ini terhadap pedagang masih terhitung belum maksimal. Ada banyak pedagang yang masih enggan masuk ke ranah e-commerce oleh karena berbagai keterbatasan atau dengan alasan kenyamanan dan preferensi. Social commerce hadir salah satunya sebagai strategi untuk bisa mengonversi para pedagang offline menjadi online (O2O).

Selama pandemi, terjadi pertumbuhan signifikan pada jumlah transaksi online di Indonesia. Hal ini berdampak terhadap angka pertumbuhan pedagang online di Indonesia. Sampai Agustus tahun ini, terdapat lebih dari 14 juta UMKM atau 22% dari total UMKM yang sudah bergabung dengan aplikasi perdagangan elektronik.

Namun, pada kenyataannya, angka pertumbuhan ini masih belum merata terjadi di seluruh Indonesia. Kebanyakan, yang menggunakan e-commerce adalah orang-orang di kota besar dengan berbagai kemudahannya. Sementara, masyarakat yang tinggal di desa yang lebih terpencil atau rural, masih berjibaku dengan keterbatasan teknologi.

Dalam kaitannya dengan industri digital, pada dasarnya semua inisiatif e-commerce memiliki tujuan untuk mengangkat barriers yang ada di masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dagangan, salah satu pemain yang ikut berkecimpung dalam kolam social commerce ingin mencoba menjembatani daerah-daerah terpencil ini dengan ekosistem digital yang kian bertumbuh di kota-kota besar.

Potensi daerah rural

Sebelum menjadi seorang founder platform social commerce Dagangan, Ryan Manafe sempat bercita-cita menjadi tentara. Namun, saat ini ia memiliki kesempatan untuk mengabdi pada negara lewat jalan lain, yaitu perkembangan ekonomi digital. Salah satu cara konkret adalah dengan menjembatani masyarakat yang berada di daerah dengan solusi digital untuk memenuhi kebutuhan mereka.

Faktanya, ekonomi Indonesia sebagian besar juga ditopang oleh sumber daya alamnya yang kaya dan kebanyakan berlokasi di daerah terpencil. Uang berputar di daerah, sementara masyarakatnya masih sangat konvensional. Dagangan melihat hal ini sebagai peluang di mana mereka bisa masuk dan berharap bisa memberi manfaat serta menggandakan ekonomi daerah.

Ryan juga mengungkapkan fakta yang cukup tragis, Indonesia sebagai pencetak unicorn dan decacorn, masih memiliki banyak sekali rakyat yang belum tersentuh digital. Ia berharap, dengan berperan sebagai social commerce, Dagangan bukan dianggap sebagai kompetitor melainkan bisa menjadi enabler atau support system untuk pemain yang sudah besar.

Pendekatan kontekstual

Di luar sana, konsep social commerce sudah sangat populer. Indonesia saat ini sedang mengikuti tren global, namun tidak bisa menggunakan satu pendekatan untuk penetrasi seluruh pasar, harus ada pendekatan spesifik untuk segmen tertentu. Satu kata yang menurut Ryan bisa mewakili hal ini adalah “kontekstual”.

Ketika diimplementasi di lapangan, tidak semua masyarakat bisa mengadopsi konsep ini sepenuhnya. Maka dari itu, pendekatan kontekstualisasi dibutuhkan untuk meminimalkan miskomunikasi atau deviasi informasi. Setiap orang punya cara sendiri dan pendekatan yang pas. Contohnya, memasukkan pemimpin lokal di dalam bisnis model atau bekerja sama dengan institusi tertentu. 

Dagangan memulai bisnis dari Magelang bukan tanpa alasan. Ryan memiliki pemahaman mendalam terkait kultur dan kebiasaan masyarakat setempat. Selain itu, sebagai warga Magelang, ia juga akrab dengan komunitas yang berperan penting dalam keberlanjutan bisnis social commerce. Tantangan datang ketika akan memutuskan untuk ekspansi. Namun hal itu bisa dikondisikan selama tetap menjalankan proses kontekstualisasi dalam bisnis model sebelum memulai penetrasi untuk spesifik area. 

“Saya memanfaatkan latar belakang untuk memulai hal ini, karena sangat penting untuk kita memiliki pemahaman mendalam terkait budaya masyarakat setempat. Namun, ketika nanti kita diizinkan untuk ekspansi, saya juga belum tahu seperti apa. Kita bisa bekerja sama dengan putra daerah atau startup yang sudah beroperasi lama di sana,” ujar Ryan.

Memberi dampak nyata

Melihat banyak perusahaan e-commerce yang telah menjadi unicorn, bukan berarti Dagangan tidak memiliki ambisi untuk hal itu. Hanya saja, Ryan mengungkapkan, saat ini bukan itu yang menjadi fokus mereka. “Banyak konteks di daerah/rural yang bukan menjadi suatu hal yang seksi dari kacamata investasi, tapi kita harus bisa menghadapi hal itu. Semua adalah tentang menemukan keseimbangan antara keduanya,” tambah Ryan.

Terkait kompetisi, Indonesia memiliki potensi pasar sebesar $131 miliar. Ryan percaya hal ini tidak bisa dipenuhi oleh satu atau dua startup saja. Selama perusahaan memiliki visi yang jelas terkait segmen pasar, masalah yang ingin diselesaikan, dan memiliki pendekatan kontekstual. Akan sulit untuk bisa berkompetisi dengan e-commerce yang sudah besar, justru bagaimana caranya bisa mendukung mereka masuk ke daerah. Itulah yang berpotensi menjadi pangsa pasar.

Ia percaya bahwa ada 3 kunci untuk social commerce bisa menjadi the next big thing. Pertama, bagaimana bisa mengakomodasi kearifan lokal. Kedua, validasi produk yang dipengaruhi oleh komunitas. Terakhir, harus bisa menghadapi tantangan dari sisi geografis. Lalu, saat ini kita berada di jaman kolaborasi bukan kompetisi. “Setiap orang punya keterbatasan, tidak ada startup ilahi. “Mari memosisikan diri untuk saling melengkapi daripada berkompetisi,” ujar Ryan.

Gojek Meluncurkan “GoCorp”, Bantu Bisnis Kelola Tunjangan Transportasi Karyawan

Gojek meluncurkan solusi pengelolaan tunjangan transportasi karyawan GoCorp. Karyawan dapat memesan layanan transportasi GoRide, GoCar, GoCar L, dan GoCar/GoRide Protect+ untuk kebutuhan pekerjaan tanpa perlu mengajukan reimburse.

Sebagaimana disampaikan dalam keterangan resminya, Head of Transport Marketing Gojek Amanda Parikesit mengatakan, saat ini puluhan juta masyarakat Indonesia telah memanfaatkan layanan Gojek untuk memenuhi kebutuhan transportasi mereka. Namun, ia menilai karyawan dan pelaku usaha masih terkendala oleh reimburse biaya transportasi.

Pada web portal GoCorp, para pelaku usaha dapat mengatur batasan tunjangan transportasi, mengawasi penggunaan tunjangan, dan mendistribusikan tunjangan transportasi karyawan setiap bulannya sesuai kebijakan perusahaan bersangkutan. Keuntungan lainnya, pelaku usaha dapat menghemat biaya transportasi ketimbang memiliki armada perusahaan sendiri yang membutuhkan biaya pemeliharaan dan operasional.

“Pelaku usaha bisa mendapatkan data dan insight mengenai perjalanan karyawan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi operasional perusahaan. GoCorp dapat digunakan pelaku usaha dari berbagai skala, mulai dari UMKM, startup, dan perusahaan besar. Tidak ada persyaratan jumlah karyawan tertentu,” ungkap Amanda.

Solusi transportasi GoCorp

Lebih lanjut, cara pemesanan GoCorp sama halnya dengan layanan transportasi Gojek lainnya. Demikian juga dengan metode pembayarannya. Adapun seluruh catatan perjalanan karyawan akan muncul secara real-time. Baik karyawan dan pelaku usaha dapat memesan dari bandara, terminal, atau stasiun di puluhan lokasi titik penjemputan Zona Nyaman Gojek. GoCorp juga didukung dengan ketersediaan jutaan mitra driver di seluruh kota/kabupaten Gojek di Indonesia.

“Kami berharap layanan ini menjawab kebutuhan pelaku usaha akan solusi pengaturan transportasi karyawan yang mudah dan transparan, sehingga mereka bisa menjalankan operasional usahanya dengan lebih efisien dan bisa terus tumbuh,” tutup Amanda.

Layanan on-demand untuk bisnis

Di tengah situasi pandemi Covid-19, layanan on-demand untuk segmen bisnis/korporasi punya potensi untuk dikembangkan. Hal ini untuk mengakomodasi kebutuhan pelaku usaha atau korporasi yang melakukan penyesuaian aktivitas perkantoran dan skema kerja selama masa pembatasan interaksi fisik.

Di Indonesia, layanan sejenis sudah ada yang diluncurkan oleh Grab. Pada layanan Grab Business, pelaku usaha atau perusahaan dapat memesan layanan transportasi, food delivery, kurir instan, dan voucher. Demikian juga mantan pemain incumbent di Indonesia, Uber yang menawarkan layanan Uber for Business usai bisnisnya di Asia Tenggara dicaplok oleh Grab.

Menurut studi kasus yang dilakukan Grab, perusahaan dapat menghemat biaya hingga 35% apabila beralih ke layanan yang disesuaikan berbasis teknologi dari layanan transportasi dan pengiriman dengan kontrak jangka panjang.

Application Information Will Show Up Here

President Traveloka Bercerita tentang Transformasi Layanan Menjadi “Lifestyle Superapp”

Traveloka didirikan tahun 2012 lalu oleh Ferry Unardi, Derianto Kusuma, dan Albert. Platform tersebut pada awalnya hanya fokus kepada pemesanan dan pembelian tiket pesawat dan hotel atau yang dikenal dengan online travel agent (OTA), saat ini telah bertransformasi menjadi lifestyle superapp.

Dalam acara Tech in Asia Conference 2021, President Traveloka Caesar Indra menyebutkan, meskipun sejak lama telah memosisikan perusahaan sebagai lifestyle superapp beberapa waktu lalu, namun saat ini Traveloka telah meresmikan aplikasi mereka lebih dari sekadar platform OTA.

“Transformasi ini saya lihat menjadi relevan dengan makin banyaknya ragam layanan dan produk yang kami hadirkan. Bukan hanya fokus kepada travel saja namun juga ke finansial hingga layanan dan produk gaya hidup.”

Berawal sebagai pemain yang mendominasi di sektor travel kemudian mulai merambah menjadi end to end solution untuk pengguna dan kebutuhan gaya hidup mereka, Traveloka hingga saat ini masih fokus kepada core bisnis mereka yaitu travel, layanan lokal, dan finansial.

Ke depannya perusahaan berencana untuk terus menambah layanan yang dibutuhkan oleh pengguna. Memanfaatkan data dan insight yang mereka miliki, kerja sama lebih luas dengan institusi finansial dan lainnya juga akan menjadi fokus dari Traveloka.

Adaptasi perusahaan saat pandemi

Secara khusus Traveloka saat ini memiliki tiga ekosistem layanan. Di antaranya adalah travel dan akomodasi, Xperience, dan fintech. Setelah diluncurkan tahun 2015 layanan paylater milik mereka yang bertujuan untuk memberikan kemudahan bagi pengguna melakukan pembelian, menjadi salah satu unggulan produk fintech milik Traveloka.

Saat pandemi ketika perusahaan harus melakukan adaptasi terhadap perubahan gaya hidup dari pengguna, pilihan layanan buy now, stay later juga telah menjadi kekuatan perusahaan untuk tetap bisa menjalankan bisnis sekaligus membantu mitra hotel untuk bisa terus beroperasi.

Sementara untuk layanan Xperience yang di dalamnya terdapat Eats, Traveloka saat pandemi juga menghadirkan layanan baru yaitu Order Now serta referensi review dan direktori produk untuk restoran yang tergabung menjadi mitra. Tercatat saat ini ada sekitar 18 ribu restoran yang telah terdaftar dalam platform.

Inovasi lain yang diklaim telah berhasil dilakukan oleh Traveloka adalah, menjadikan platform sebagai pilihan bagi pengguna untuk melakukan Covid-19 testing. Bekerja sama dengan pemerintah Traveloka telah menangani pemesanan testing di sekitar 600 testing center di 130 kota melalui aplikasi.

Effort lain yang kami lakukan adalah untuk menemukan cara baru agar bisa memberikan layanan kepada pengguna menyesuaikan perubahan customer saat ini. Salah satunya adalah ekspansi layanan lokal dan layanan fintech,” kata Caesar.

Rencana bisnis dan IPO Traveloka

Meskipun pandemi belum usai, namun Traveloka optimis kegiatan traveling domestik hingga internasional secara perlahan akan pulih kembali. Dilihat dari mulai dilonggarkannya travel restriction di beberapa negara. Dalam hal ini Traveloka bersama dengan pemerintah Indonesia dan negara lainnya, mulai menggencarkan kegiatan awareness dan edukasi untuk mempermudah kegiatan traveling saat pandemi.

“Kami optimis Indonesia yang merupakan pasar travel terbesar dan didukung dengan pertumbuhan populasi middle class saat ini, masih banyak di antara mereka yang belum pernah melakukan perjalanan wisata ke luar negeri. Semoga dalam waktu dekat dengan mulai dilonggarkannya kegiatan tersebut bisa berjalan normal kembali,” kata Caesar.

Disinggung seperti apa rencana IPO perusahaan ke depannya, Caesar enggan untuk menjelaskan lebih lanjut. Seperti yang diberitakan sebelumnya Co-Founder & CEO Traveloka Ferry Unardi mengatakan, setelah melewati masa tersulitnya di awal Covid-19, tahun ini menjadi waktu yang tepat bagi perusahaan untuk go public. Ia meyakini kondisi perusahaan sudah siap dan pasar juga dinilai akan menyambut baik.

Application Information Will Show Up Here

Standard Chartered dan Atome Umumkan Kongsi, Sediakan Akses Kredit 7 Triliun Rupiah untuk Perbesar Paylater

Standard Chartered dan Atome Financial umumkan kemitraan strategis multi-produk selama 10 tahun untuk memperbesar pangsa pasar paylater dan solusi perbankan pribadi di Asia. Dalam kesepakatan tersebut, Standard Chartered menaruh komitmennya untuk menyediakan akses kredit sebesar $500 juta (lebih dari 7 triliun Rupiah).

Atome Financial adalah unit bisnis di bawah Advance Intelligence Group. Pada awal September 2021 ini telah mengantongi pendanaan seri D sebesar $400 juta dari investor konsorsium yang dipimpin oleh SoftBank Vision Fund 2 dan Warburg Pincus. Investasi ini berhasil mendongkrak valuasi perusahaan lebih dari $2 miliar. Di Indonesia, grup perusahaan ini membawahi beberapa layanan digital, di antaranya Advance.ai, Atome, Kredit Pintar, dan Ginee.

Dalam keterangan resmi, disampaikan kesepakatan ini menandai salah satu investasi strategis terbesar di Standard Chartered dalam mendukung industri fintech pada saat ini. Standard Chartered berambisi ingin memperluas jangkauan dan skalanya dalam mass-market melalui pendekatan digital-first, didukung oleh akuisisi digital dan model kemitraan baru.

Pada tahap awal kemitraan ini akan mencakup layanan paylater yang ditargetkan bakal meluncur di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Vietnam dalam beberapa bulan ke depan. Lalu, diperluas untuk produk pinjaman digital. Dalam komitmen pembiayaan dari Standard Chartered sebesar $500 juta, membuka kesempatan bagi Atome Financial untuk tumbuh dan menghubungkan ke ekosistem merchant yang lebih luas ke basis pelanggan yang lebih besar.

Kemudian, meningkatkan akses produk dan inklusi keuangan bagi konsumen di seluruh wilayah. Pada saat yang sama, pelanggan Atome Financial akan mendapatkan akses ke layanan keuangan yang lebih inovatif, mudah diakses melalui perangkat seluler mereka.

Dalam memulai kemitraan strategis multi-produk selama 10 tahun, kedua perusahaan akan menggabungkan kekuatan masing-masing. Atome Financial akan menghadirkan pengalaman dalam pembiayaan konsumen dan platform digital yang hemat biaya dan skalabel.

Berkat jejak luas dan keahlian perbankan Standard Chartered, kemitraan strategis ini bercita-cita ingin menjangkau lebih dari 16 juta pelanggan pada tahun 2025. Serta, mendapatkan akses ke berbagai ekosistem keuangan untuk menangkap pangsa pasar pinjaman digital, senilai $92 miliar pada tahun 2025 di Asia Tenggara saja.

CEO Consumer, Private, and Business Banking Standard Chartered Bank Judy Hsu menjelaskan dengan memanfaatkan usaha dan kemitraan digital yang sukses dibangun, pihaknya terus berinovasi dan terus mendisrupsi diri agar dapat melayani klien dengan lebih baik. Menurutnya, kemitraan dengan Atome Financial ini membuka kesempatan untuk menjadi bagian dari ekosistem keuangan konsumen digital yang berkembang pesat dan menyediakan produk keuangan digital yang nyaman dan relevan.

“[..] Pengetahuan mendalam kami tentang pasar Asia ditambah dengan pengalaman Atome Financial dalam keuangan konsumen digital akan memungkinkan kami menjangkau lebih banyak pelanggan dan mendorong partisipasi keuangan yang lebih besar dari mereka yang kurang terlayani dan tidak memiliki rekening bank,” ucap Hsu, Rabu (13/10).

Co-founder, Group Chairman dan CEO Advance Intelligence Group dan CEO Atome Financial Jefferson Chen menambahkan, pihaknya antusias dengan dukungan yang diberikan Standard Chartered dalam mewujudkan misi perusahaan yang ingin membantu orang menuju kehidupan yang lebih baik dengan memanfaatkan teknologi.

“Pada saat yang sama, kemitraan dengan Standard Chartered ini akan memungkinkan kami memperluas jaringan merchant kami dan membantu pengecer meningkatkan basis pelanggan dan ukuran keranjang mereka, berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di seluruh wilayah,” tutur Chen.

Ambisi kembangkan layanan finansial digital

Baik Atome dan Standard Chartered saat ini sedang menggarap industri yang sedang mengalami pertumbuhan yang signifikan di Indonesia. Selain Atome, sebelumnya Standard Chartered bermitra dengan Bukalapak dan Sociolla untuk menghadirkan solusi banking-as-a-service (BaaS) melalui nexus.

Para pengguna Sociolla dan Bukalapak dapat merasakan pengalaman layanan finansial baru, seperti pembukaan rekening tabungan, pengajuan pinjaman, dan kartu kredit. Realisasinya ditargetkan akan live pada akhir tahun ini.

Sementara itu, untuk bisnis paylater yang digeluti Atome di Indonesia, merupakan industri yang mulai banyak dipilih konsumen saat berbelanja online. Menurut survei Katadata Insight Center bersama Kredivo, paylater adalah pembayaran populer nomor empat (27%), setelah e-wallet (65%), transfer bank (51%), dan Alfamart/Indomaret (29%).

Dari riset tersebut juga dikatakan bahwa pemahaman masyarakat juga sudah baik, sebanyak 86% orang menyatakan sudah mengetahui paylater dengan tingkat pengetahuan sedang. Ada dua pendekatan konsep paylater yang digunakan di Indonesia. Pertama, merupakan bagian dari platform konsumer -seperti Traveloka, Gopay, dan Shopee. Kedua, layanan yang berdiri sendiri dan terintegrasi dengan berbagai aplikasi konsumer.

Atome masuk ke pendekatan kedua, bersaing dengan beberapa penyedia lain. Mereka adalah:

Aplikasi Unduhan (Playstore) Peringkat (Playstore)
Akulaku 10 juta+ 3 (Shopping)
Atome 1 juta+ 19 (Shopping)
Home Kredit 10 juta+ 33 (Finance)
Indodana 5 juta+ 30 (Finance)
Julo 5 juta+ 28 (Finance)
Kredivo 10 juta+ 10 (Finance)
Application Information Will Show Up Here

Pendanaan 140 Miliar Rupiah Diperoleh Easy Crypto dari GDP Venture dan Sejumlah Investor

Platform marketplace kripto asal Selandia Baru, Easy Crypto mengumumkan perolehan pendanaan seri A sebesar $12 juta atau setara 170 miliar Rupiah, yang dipimpin oleh Nuance Connected Capital dan melibatkan perusahaan ventura GDP Venture milik Grup Djarum.

Selain itu, sejumlah investor asing lainnya turut berpartisipasi dalam pendanaan ini di antaranya pengelola dana pensiun Pathfinder KiwiSaver, Icehouse Ventures, Even Capital, Hutt Capital, dan Seven Peaks Ventures.

Dalam keterangan resminya, Co-founder & CEO Easy Crypto Janine Grainger mengatakan tengah membidik pasar Indonesia dan Asia Tenggara sebagai target ekspansi bisnis berikutnya. Hal ini sejalan dengan keterlibatan investor institusional yang meyakini peran aset kripto dalam ekosistem keuangan.

“Permodalan ini menjadi tonggak penting bagi Easy Crypto dan masa depan blockchain di dunia. Meningkatnya minat investasi terhadap kripto menjadi dukungan bagi pertumbuhan Easy Crypto dalam skala global,” ungkap Grainger.

Menurut klaimnya, investasi tersebut menjadi putaran pendanaan pertama terbesar yang pernah diperoleh perusahaan di Selandia Baru. Sebelum ini, Easy Crypto belum pernah menerima investasi dari angel investor maupun pemodal lainnya di tahapan seed.

Easy Crypto memungkinkan pengguna untuk melakukan transaksi jual-beli dan memperdagangkan lebih dari 150 aset kripto. Platform ini didirikan oleh kakak-beradik Janine dan Alan Grainger pada 2018. Hingga saat ini, Easy Crypto telah membukukan penjualan lebih dari $750 juta dengan peningkatan jumlah pengguna sebesar lima kali lipat selama satu tahun terakhir.

Untuk saat ini, Easy Crypto baru beroperasi di Afrika Selatan, Australia, Filipina, Selandia Baru, dan Brasil. Dengan dukungan pemodal ventura GDP Venture, Easy Crypto dapat mendorong rencana ekspansinya ke Indonesia sebagai prioritas utama.

CTO GDP Venture On Lee mengatakan, saat ini jutaan orang Indonesia telah memiliki kripto. Tren pertumbuhan kripto di Indonesia akan memungkinkan Easy Crypto untuk melakukan penetrasinya dengan kemudahan proses jual-beli.

Sedikit informasi, GDP Venture juga memiliki anak usaha GDP Labs yang fokus terhadap pengembangan produk teknologi, seperti blockchain, cloud computing, mobile computing, big data, hingga machine learning. Investasi ini memungkinkan sinergi Easy Crypto dengan produk yang dikembangkan GDP Labs.

“GDP Venture melalui GDP Labs telah membangun unit bisnis consulting blockchain untuk membantu implementasi blockchain dari mitra kami,” ungkapnya dihubungi terpisah oleh DailySocial.id.

Sementara, Founding Partner Nuance Connected Capital Adrien Gheur menambahkan, adopsi aset kripto dan blockchain semakin meningkat, baik dalam bentuk perdagangan, pembayaran, dan pertukaran. “Jumlah pengguna kripto global diperkirakan tumbuh 80% per tahun dalam tiga tahun ke depan.”

Potensi kripto di Indonesia

Melansir Katadata, fenomena pertumbuhan transaksi aset kripto di Indonesia masih berlanjut meskipun hanya berkontribusi 1% terhadap total transaksi volume global. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, nilai transaksi aset kripto di Tanah Air meroket sebesar Rp478,5 triliun dari Rp65 triliun di 2020.

Jumlah pelanggan kripto juga sudah mencapai 7,4 juta atau naik dua kali lipat dari tahun sebelumnya sebesar 4 juta. Adapun sejumlah jenis aset kripto yang memiliki banyak peminat di Indonesia antara lain Bitcoin, Ethereum, dan Cardano.

Sumber: Katadata

Momentum pertumbuhan turut memunculkan kehadiran startup kripto atau blockchain baru di Indonesia. Sejumlah investor mulai tertarik untuk berinvestasi di sektor ini. Bahkan, pemain asing pun mulai melebarkan sayapnya ke pasar Indonesia dengan melihat antusiasme pasar terhadap aset kripto.

Mengacu data Pitchbook seperti diberitakan CNBC, pemodal ventura telah mengucurkan investasi sebesar $14 miliar atau setara Rp202 triliun per kuartal II 2021. Total investasi ini naik drastis dibandingkan periode sama tahun sebelumnya sebesar $600 juta atau Rp8,6 triliun.

 

Esensi Solusi Buana Peroleh Tambahan Dana Seri A+ 110 Miliar Rupiah, Perluas Solusi SaaS untuk F&B

Esensi Solusi Buana (ESB) hari ini (12/10) mengumumkan perolehan pendanaan seri A+ senilai $7,6 juta (senilai 110 miliar Rupiah). Putaran ini dipimpin oleh Alpha JWC Ventures, dengan partisipasi dari Beenext, Vulcan Capital, AC Ventures, dan Skystar Capital. Beberapa investor tersebut merupakan investor sebelumnya di putaran seri A pada Maret 2021.

Dana yang didapat akan difokuskan untuk memperluas produknya, termasuk dengan fitur upselling, peningkatan intelegensi bisnis (BI), solusi pengiriman, pembiayaan, finansial, dan sistem informasi sumber daya manusia (HRIS). Perluasan ini dalam rangka mewujudkan misi ESB menjadi penyedia operasional bisnis end-to-end di industri F&B yang terdepan.

Partner Alpha JWC Ventures Eko Kurniadi mengatakan, F&B adalah industri yang terus berkembang dengan hadirnya pendatang baru secara terus menerus setiap bulannya. Namun selama pandemi, sebagian besar mengalami titik kesulitan yang sama dalam beradaptasi dengan perilaku konsumen masa kini dan perubahan struktur operasional restoran.

Menurutnya, pemain industri F&B saat ini perlu menawarkan pengalaman pemesanan touchless, mengelola inventaris mereka dengan lebih baik, dan mengurangi biaya operasional secara signifikan, demi menjaga bisnis mereka tetap utuh. ESB ingin menyelesaikan semua masalah tersebut dengan solusi secara keseluruhan, terlepas dari seberapa rumitnya operasional.

“Banyaknya merek F&B terkemuka yang menggunakan produk ESB membuktikan manfaat nyata ESB bagi para pebisnis F&B. Sebagai mitra, kami yakin bahwa ESB dapat memainkan peran penting dalam transformasi digital,” ucap Eko dalam keterangan resmi.

Co-founder & CEO ESB Gunawan Woen menambahkan, “Kami bangga menyambut Alpha JWC Ventures dan Vulcan Capital sebagai pendukung kami dan berterima kasih atas kepercayaan investor yang terus berlanjut.”

ESB adalah penyedia software sistem operasional bisnis kuliner all-in-one yang menghubungkan front-end, back-end, konsumen, dan mitra rantai pasokan untuk restoran. Startup ini didirikan pada 2014 dengan misi membantu bisnis F&B untuk meningkatkan keuntungan dengan menggunakan teknologi, guna memperbaiki hasil penjualan dan efisiensi operasional.

Awalnya, ESB memulai usaha dengan menciptakan solusi cloud perencanaan sumber daya perusahaan (ERP) yang dapat disesuaikan untuk mengganti sistem hardware-based yang tradisional dan kurang terjangkau. ESB kemudian memperluas produknya dengan sistem operasional restoran all-in-one yang mencakup sistem Point-of-Sale (POS) dan teknologi Mobile Ordering (ESB Order).

Dengan pendekatan all-in-one, para pendiri ESB bercita-cita untuk memudahkan dan memperpendek proses operasional, terutama bagi pengusaha bisnis F&B yang memiliki banyak cabang dan yang berhubungan langsung dengan konsumen. ESB bercita-cita untuk mengikuti kesuksesan Toast di Amerika Serikat yang baru-baru ini sukses dalam Initial Public Offering (IPO).

ESB telah melayani lebih dari 500 merek F&B, termasuk group besar seperti MAP Boga Adiperkasa, Boga Group, Ismaya Group, Sour Sally Group, dan Marugame Udon, dalam memroses lebih dari 40 juta pesanan tiap tahun.

Dampak pandemi

Gunawan melanjutkan, selama pandemi “berhasil” memaksa bisnis F&B untuk semakin mengoptimalkan operasional, baik dengan membuatnya jadi lebih ramping atau menemukan cara baru untuk meningkatkan penjualan. Hal tersebut terlihat dari upaya digitalisasi besar-besaran di semua stakeholder di industri F&B, mulai dari restoran hingga pemasok, dalam menggunakan teknologi restoran.

Diklaim ESB tumbuh tiga kali lipat dari tahun sebelumnya selama pandemi karena permintaan pemesanan dengan sistem touchless yang disediakan oleh ESB melalui layanan ESB Order. Saat ini, ESB telah memroses Nilai Transaksi Bruto dengan total lebih dari $500 juta dan diperkirakan akan tumbuh 10 kali dalam dua tahun ke depan. Ia pun meyakini bahwa bisnis kuliner akan kembali bangkit setelah terkena dampak pandemi.

Selain memungkinkan pemesanan melalui ponsel, produk ERP dan POS ESB terbukti menjadi penyelamat bagi banyak bisnis F&B dengan meminimalisir terjadinya kebocoran maupun human error. Lebih dari 95% pengguna ESB menggunakan seluruh sistem software front-end dan back-end, membuktikan adanya kebutuhan untuk optimalisasi secara holistik.

“Bisnis restoran merupakan perpaduan antara manufaktur, perdagangan, dan ritel. Kami berusaha meringankan beban dan mengatasi masalah pelaku bisnis restoran yang menggunakan platform terpisah untuk memenuhi aspek yang berbeda. Pada saat yang sama, ESB juga membantu bisnis F&B dalam mengoptimalkan consumer engagement, sistem operasional, dan pada akhirnya untuk meningkatkan keuntungan mereka.”

Co-founder dan COO ESB Eka Prasetya menambahkan, selain keunggulan produk, misi perusahaan lainnya adalah menyediakan akses. Perusahaan percaya bahwa semua skala bisnis layak mendapatkan dukungan yang baik.

“Itulah sebabnya kami memperluas layanan agar tidak hanya diperuntukkan bagi industri F&B yang sudah memiliki nama besar, tetapi juga bisnis kecil dan menengah dengan biaya yang dapat disesuaikan dengan anggaran mereka. Kami ingin tumbuh bersama dengan seluruh industri bisnis dan meraih kesuksesan bersama-sama,” tutup Eka.

Selain ESB, ada beberapa platform digital lain yang juga melayani pangsa pasar serupa. Misalnya DigiResto yang dikembangkan MCAS, yang juga telah menerima investasi dari perusahaan logistik SiCepat. Dengan konsep yang lebih terintegrasi dengan cloud kitchen, decacorn Gojek dan Grab juga memiliki layanan khusus untuk mendemokratisasi proses bisnis merchant kuliner, yakni lewat aplikasi GoBiz dan GrabMerchant.

Application Information Will Show Up Here