BRI Ventures Jaring Bisnis D2C Melalui Program Akselerator Kiqani Labs

BRI Ventures melalui dana kelolaannya Sembrani Kiqani, meluncurkan Kiqani Labs, sebuah program akselerator yang fokus menjaring bisnis D2C (direct to consumer). Program ini diharapkan bisa menjaring merek bisnis dari berbagai segmen, seperti fashion, produk kecantikan, dan F&B di Indonesia.

Untuk mengikuti program ini, calon partisipan diharapkan sudah memiliki bisnis yang telah tervalidasi di pasarDalam program yang akan diadakan selama 2 bulan ini, BRI Ventures menawarkan insights yang lebih luas terkait industri ini, juga kunjungan ke lokasi partner strategis perusahaan, serta jaringan luas dan mentor yang dapat diandalkan.

Pihaknya menegaskan bahwa BRI Ventures tidak menjanjikan investasi secara langsung, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terjadi kolaborasi ke depannya. Saat ini, Kiqani Labs juga masih membuka kesempatan bagi pebisnis yang ingin mendaftarkan mereknya di program akselerator ini.

Pertama kali diumumkan ke publik pada akhir tahun 2021, dana kelolaan Sembrani Kiqani memang memiliki fokus untuk consumer brands menyasar sektor direct-to-consumer (D2C). Ketika itu, Nicko Widjaja, CEO BRI Ventures meyakini bahwa sektor ini mampi menjadi penggerak industri terutama di tengah pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19.

Sebelumnya, BRI Ventures juga sempat menggandeng Tokocrypto dalam menjalankan program Tokocrypto Sembrani Blockchain Accelerator (TSBA). Inisiatif ini berupaya menyediakan modul ekstensif khusus dirancang demi membawa proyek dan startup blockchain untuk muncul ke panggung dunia.

Pasar D2C di Indonesia

Berdasarkan laporan yang dikeluarkan Ken Research, Indonesia diproyeksikan akan mengalami peningkatan persaingan di pasar D2C di tahun-tahun mendatang sebagai akibat dari kebangkitan industri 4.0. Tumbuhnya industrialisasi di Indonesia membantu mendorong industri D2C ke tingkat perkembangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Laporan yang sama menyebutkan bahwa ukuran pasar D2C di Indonesia saat ini tidak lebih dari 1% total pasar e-commerce. Namun, angka ini dipercaya akan bertumbuh secara signifikan, didorong oleh target pasar yang besar, meningkatnya pembelian daring, pendapatan per kapita yang tinggi, dan dukungan modal ventura terhadap startup D2C di tanah air.

Sumber: Ken Research

Berdasarkan infografis yang dibuat oleh Ken Research di atas, dapat dilihat bahwa GMV e-commerce di Indonesia memiliki potensi pasar hingga USD$120 miliar. Fashion dan Apparel menjadi segmen utama yang juga menyumbang pendapatan terbesar pada pasar D2C di Indonesia.

Dari sisi persaingan, industri ini masuh terbilang sangat terfragmentasi. Semakin banyak merek yang mengadopsi strategi distribusi omnichan nel pasca-COVID untuk mendapatkan pijakan di pasar karena pelanggan ragu untuk mengunjungi toko offline. Salah satunya adalah Hypefast, yang belum lama ini memaparkan survey terkait tren merek lokal di Indonesia.

Banyak investor yang sudah mulai melirik pasar ini. Beberapa program akselerator juga sudah dilancarkan untuk bisa mendorong pertumbuhan pasar D2C di Indonesia. Selain Kiqani Labs, ada Gojek Xcelerate yang lebih dulu hadir untuk menjaring UMKM ritel. Teranyar, ada program akselerator D2C dari Kino Indonesia yang baru saja menyelesaikan program bootcamp intensif Maret lalu.

Akseleran Segera IPO, Incar Dana Hingga Rp358 Miliar

Hari ini (28/6) Akseleran, melalui induknya PT Akselerasi Usaha Indonesia Tbk, mengumumkan segera melantai (IPO) di Bursa Efek Indonesia. Perusahaan menargetkan dapat meraup dana segar sampai dengan Rp358 miliar.

Dalam newsletter konsumen yang diterima DailySocial.id, perusahaan menyampaikan public expose akan diselenggarakan pada pekan depan, 3 Juli 2023. Bersamaan dengan itu masa penjatahan (book building) juga dibuka hingga 18 Juli 2023. Bila tidak ada aral melintang, pencatatan di papan BEI akan dilaksanakan pada 9 Agustus 2023.

“Keputusan untuk go public merupakan langkah yang signifikan bagi Grup Akseleran karena ini menunjukkan kepercayaan akan visi, layanan, dan potensi pertumbuhan dari Grup Akseleran. Kami percaya bahwa langkah ini akan membuka peluang-peluang baru dan memperkuat komitmen kami untuk menyediakan pengalaman pengguna yang lebih baik lagi,” ujar perusahaan.

Mengutip materi presentasi yang dipublikasi, perusahaan akan melepas 2,98 juta lembar saham atau setara 29% saham disetor ditempatkan setelah IPO. Harga per lembarnya dipasang mulai dari Rp100-Rp120, dengan rasio waran 10:1.

Nantinya dana segar dari aksi korporasi akan digunakan untuk dua hal: sebanyak Rp36,5 miliar digunakan untuk akuisisi perusahaan pembiayaan PT Pratama Interdana Finance untuk kuasai 99,99% kepemilikan saham, dan menyetor tambahan modal sebesar Rp200 miliar untuk amunisinya, sisanya untuk modal kerja perusahaan dalam rangka mendukung bisnis utama dan pengembangan bisnis selanjutnya.

Ada dua underwriter yang ditunjuk dalam IPO ini, yakni BCA Sekuritas dan BRI Danareksa Sekuritas.

Kinerja Akseleran

Startup fintech ini sudah beroperasi sejak 2017 sediakan akses kredit untuk UKM. Berdasarkan laporan keuangannya per 2022, total dana pinjaman yang telah disalurkan sebesar Rp6,5 triliun (kumulatif), bila dilihat secara tahunan angkanya sebesar Rp2,93 triliun dengan rentang penyaluran per bulannya Rp336 miliar.

Dari laporan perusahaan, portofolio penyalurannya sebanyak 90% untuk pinjaman invoice financing, PO financing, dan inventory financing, dengan tenor enam bulan dan pinjaman mulai dari Rp75 juta sampai Rp2 miliar. Adapun dari proporsi pemberi pinjamannya, sebanyak 206 ribu adalah investor ritel, dan delapan dari kalangan institusi. Rasio kredit macetnya (NPL) berhasil dijaga di rasio 0,41%.

Portofolio peminjamnya didominasi oleh sektor migas (17%), disusul konstruksi (12,7%), suplai konstruksi (7,2%), dan material bangunan (7,2%). Lokasinya terbesar di Jakarta (47%), Jawa Barat (17%), dan Jawa Timur (15%).

Melihat lebih jauh dari laporan keuangan perusahaan, Akseleran mencetak pendapatan sebesar Rp71,4 miliar dengan pertumbuhan 80% yoy dan biaya operasional masih membengkak Rp94 miliar, naik 34%. EBITDA perusahaan masih negatif Rp18,9 miliar, tunjukkan tren positif sebesar 33% dibandingkan tahun sebelumnya. Alhasil dari seluruh laporan tersebut, Akseleran cetak rugi bersih Rp22,4 mliar.

Perusahaan memproyeksikan dapat segera cetak laba pada kuartal IV 2023, setelah melakukan berbagai strategi besar, salah satunya mengakuisisi perusahaan multifinance. Diyakini akan menjadi game changer bagi perusahaan karena memungkinkan penyaluran lebih besar antara Rp10 miliar-Rp15 miliar untuk UKM dengan omzet bisnis Rp50 miliar dalam setahun.

“Perusahaan multifinance juga akan membuat Grup Akseleran menjadi lebih efisien; karena biaya, proses, dan waktu untuk melakukan asesmen terhadap pinjaman sebesar Rp10-15 miliar tidak berbeda dengan asesmen pinjaman sebesar Rp2 miliar. Sehingga dengan struktur biaya yang sama, pendapatan dapat bertumbuh secara substansial,” tutup perusahaan.

Application Information Will Show Up Here

Perusahaan Payment Gateway PayerMax Resmi Beroperasi di Indonesia

Perusahaan fintech yang berpusat di Singapura, PayerMax, mengumumkan operasionalnya di Indonesia, setelah memperoleh izin dari Bank Indonesia. Mereka memberikan layanan pembayaran di bawah badan hukum PT Smart Fintech For You.

Direktur Regional PayerMax William Tung menyampaikan rasa antusiasnya dengan kehadiran perusahaan di Indonesia. Menurutnya, sebagai negara dengan ekonomi digital yang berkembang pesat di Asia Tenggara, Indonesia berhasil menarik investasi dari seluruh dunia.

“Kami berkomitmen untuk meningkatkan jaringan dan kemitraan dengan perusahaan-perusahaan berbagai sektor, seperti gaming, e-commerce, dan digital entertaiment, serta menyediakan solusi pembayaran lintas batas yang sesuai dengan aturan dan dapat diandalkan,” ucapnya dalam keterangan resmi.

Menurut data e-Conomy SEA 2022, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai $77 miliar pada 2022 — bakal meningkat dua kali lipat pada 2025 sebesar $130 miliar. Dibalik potensi tersebut, negara ini masih memiliki segudang tantangan sebagai negara kepulauan dengan tingkat populasi yang tidak memiliki akses perbankan yang memadai.

Kondisi ini mendorong pemerintah dan sektor swasta untuk berinovasi dalam industri pembayaran. Hasilnya kini muncul ekosistem yang beragam, produk pembayaran, dan basis pelanggan dengan lembaga perbankan, penyedia uang elektronik, gerai pembayaran offline atau ritel, dan pembayaran operator telekomunikasi yang semua hadir di pasar.

Perkembangan sistem dan infrastruktur pembayaran digital pun kini maju pesat dengan diluncurkannya sistem QRIS dan SNAP. “PayerMax berkomitmen untuk mengatasi tantangan dalam lanskap pembayaran di Indonesia dan menyediakan solusi bagi ekosistem pembayaran.”

Sebagai bentuk keseriusannya di Indonesia, perusahaan mendirikan kantor lokal dan tim lokal terdedikasi untuk bisnis, kepatuhan, pengelolaan risiko, teknologi, dan fungsi-fungsi kritis lainnya.

Saat ini, perusahaan sudah mendukung berbagai metode pembayaran utama di Indonesia, termasuk dompet elektronik, transfer bank, pembayaran dengan kartu, OTC, dan pembayaran operator telekomunikasi.

Tak hanya Indonesia, PayerMax telah memegang lisensi pembayaran di pasar-pasar utama, seperti Hong Kong, Singapura, Uni Emirat Arab, Thailand, dan Filipina yang didukung dengan kehadiran tim lokal di 14 negara.

Dikutip dari Yahoo Finance, Regional Director PayerMax Rinkesh Sharma menyampaikan, saat ini 6 dari 10 orang di Asia Tenggara tetap tidak memiliki akses perbankan atau tidak memiliki layanan perbankan. Teknologi membuka pintu bagi solusi baru untuk memungkinkan inklusi keuangan dan pihaknya berharap transformasi digital perbankan mampu bertumbuh seiring berjalannya waktu.

“Revolusi pembayaran yang sedang berlangsung telah membuka peluang pertumbuhan bagi usaha mikro dan UKM. Untuk membangun ekosistem pembayaran digital yang aman dan andal, kolaborasi adalah kuncinya,” ujarnya.

Di tingkat regional, lanskap pembayaran digital di Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai $1,5 triliun pada 2030. Di Indonesia sendiri, segmen ini dipimpin oleh Midtrans (GoTo Financial), DOKU, dan Xendit.

Honest Dapat Investasi Strategis dari Perusahaan Pembiayaan Jepang “Orico”

Honest Financial Technologies International (Honest Bank) mendapat investasi strategis dari Orico, perusahaan pembiayaan konsumen asal Jepang, dilansir dari Nikkei Asia. Melalui investasi ini, Orico akan memulai debutnya di Indonesia dengan meluncurkan kartu kredit virtual. Berdasarkan data yang dilaporkan ke Venture Cap, nominal yang disuntik senilai USD$2 juta atau Rp30 miliar.

Dikenal sebagai Orient Corp., Orico adalah grup perusahaan yang memiliki rekam jejak pada layanan keuangan koperasi. Pertama kali diluncurkan di Hiroshima pada 1954. Adapun, produk kartu kredit virtual Orico dan Honest ditargetkan meluncur pada tahun ini.

Operasionalnya akan melibatkan kecerdasan buatan untuk melakukan pemeriksaan kredit, mengonfirmasi identitas pemegang kartu dengan video chat, dan mencegah penipuan. Pengguna bisa mendapatkan kartu dalam waktu tiga menit, tanpa harus membayar biaya tahunan. Selain itu, akan segera hadir layanan pembayaran kode QR yang ditautkan pada kartu.

Sebagai informasi, Honest Bank adalah startup digital dan open banking asal Singapura yang didirikan oleh Peter Panas dan Will Ongkowidjaja (Founding Partner Alpha JWC Ventures) pada 2019. Honest Bank telah mendapat investasi dari sejumlah investor, termasuk XYZ Capital, Village Global ,Insignia, Global Founder Capital (GFC), Alpha JWC Ventures, Digital Horizon, hingga Alumni Ventures.

Untuk debut di pasar Indonesia, Honest Bank mengakuisisi mayoritas saham PT Sahabat Finansial Keluarga (SFK), perusahaan pembiayaan milik PermataBank, dan rebranding menjadi PT Honest Financial Technologies. Pada Maret 2023, PT Honest Financial Technologies memperkenalkan kartu kredit tanpa nomor (numberless) yang dapat digunakan melalui smartphone.

Di Indonesia, Honest beroperasi dengan dua lisensi usaha, yakni sebagai penyelenggara jasa pembayaran dari Bank Indonesia (BI) dan perusahaan pembiayaan yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dalam wawancara terakhir bersama DailySocial.id, Direktur Utama Honest Dharu Estiningrum mengungkap kartu kredit menjadi entry point yang tepat karena melayani dua aspek penting dalam kehidupan masyarakat, yakni sebagai instrumen pembayaran dan pinjaman. Di samping itu, kartu kredit juga menawarkan fleksibilitas penuh kepada konsumen dalam pembayaran tagihan.

“Kalau hanya pembayaran, kami tidak dapat membantu konsumen [membangun] credit history. Kami membangun disiplin pada pengguna kami supaya mereka bisa siap dengan produk pinjaman selanjutnya. Untuk bisa naik ke jenjang kehidupan yang lebih baik, mereka membutuhkan financial services dari lembaga jasa keuangan formal. Maka itu, pendekatan kami berbeda,” kata Dharu.

Pasar kartu kredit

Di Indonesia, tren penggunaan kartu kredit disebut mengalami fluktuasi dalam  beberapa tahun terakhir. Penetrasi pengguna kartu kredit di Indonesia hanya 6%, terendah dibandingkan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Bank Indonesia (BI) mencatat, jumlah kartu kredit yang beredar di Indonesia mencapai 16,58 juta unit pada Juni 2022.

Transaksi kartu kredit selama masa Covid-19 juga berkurang, tetapi nilai transaksinya terpantau meningkat. BI mencatat nilai transaksi kartu kredit di Indonesia sebesar Rp34,37 triliun pada Maret 2023. Jumlahnya naik 10,18% dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month) yang sebesar Rp31,20 triliun.

Dalam meningkatkan transaksi melalui kartu kredit, BI telah menerbitkan beberapa kebijakan. Pertama, mengurangi batas maksimum suku bunga kartu kredit dari 2% menjadi 1,75% per bulan, berlaku mulai Juli 2021. Kemudian, memperpanjang masa berlaku kebijakan nilai denda keterlambatan pembayaran kartu kredit sebesar 1% atau maksimal Rp100.000,00 dari semula 31 Desember 2022 menjadi 30 Juni 2023.

Sebagian besar pemegang kartu kredit Indonesia disebut memiliki pendapatan tahunan melebihi 500 juta, yang dianggap berpenghasilan tinggi. Sementara kelas menengah yang memiliki akses yang lebih sedikit untuk kartu kredit, pembayaran kode QR telah menjadi alternatif yang populer. Konsep berbelanja menggunakan paylater juga tengah naik daun.

Klaim Capai Profitabilitas, Tjufoo Akan Berinvestasi ke Tiga Brand Baru Tahun Ini

Startup brand aggregator membentuk kemitraan strategis dengan beberapa brand pilihan, dengan tujuan membangun hubungan yang kuat dan kolaboratif. Kemitraan ini turut memberikan dukungan permodalan, sumber daya, dan panduan tentang pemasaran dan operasional.

Salah satu brand aggregator yang meluncur saat pandemi dan mengklaim hingga saat ini terus mengalami pertumbuhan yang positif adalah Tjufoo. Kepada DailySocial.id, Co-Founder & CEO Tjufoo TJ Tham mengungkapkan rencana perusahaan melakukan penggalangan dana tahun ini dan menambah beberapa brand untuk didanai.

Klaim sudah profitable

Meluncur awal tahun 2022, startup yang didirikan oleh mantan pegawai Grab tersebut ingin menjadi brand aggregator dengan konsep “House of Brands”. Yakni membantu brand lokal meningkatkan performa melalui rangkaian teknologi digital, platform data, kecerdasan buatan, dan tim yang berpengalaman.

Dalam perjalanan bisnisnya yang baru berusia satu tahun, Tjufoo mengklaim telah mencapai profitabilitas dan telah berinvestasi kepada 6 brand. Di antaranya ACMIC, Granova, Cypruz, Dew It, Muscle First, dan Dapur Cokelat. Perusahaan juga berencana untuk menambah sekitar 2 sampai 3 brand baru untuk diinvestasikan dan bergabung ke dalam ekosistem Tjufoo tahun ini.

“Kami memilih untuk tidak memiliki jumlah brand yang terlalu banyak, dengan demikian kami bisa membantu mereka mengembangkan bisnis. Target Tjufoo adalah ingin terus mengembangkan brand yang saat ini sudah diinvestasikan,” kata Tham.

Tjufoo juga memiliki rencana untuk menambah jumlah gudang mereka, menyesuaikan kebutuhan. Selain di Jabodetabek, perusahaan juga ingin menambah di wilayah lain seperti Jawa Tengah dan lainnya. Perusahaan juga telah memiliki sekitar ratusan pegawai yang membantu mengembangkan bisnis Tjufoo.

Disinggung apakah perusahaan ingin melakukan penggalangan dana tahun ini, Tham menegaskan kegiatan penggalangan dana terus mereka lancarkan. Meskipun dirinya menyadari, saat ini semakin sulit bagi startup seperti Tjufoo untuk melakukan penggalangan dana.

Tahun 2022 lalu Tjufoo telah mengantongi pendanaan pra seri A dengan nominal dirahasiakan dari TNB Aura dan dan Venturra Discovery. Tahun ini perusahaan berencana untuk bisa mendapatkan dana segar tahap seri A.

Fokus pada brand lokal

Secara khusus brand aggregator bukan hanya menjadi fasilitator saja, namun mereka juga merupakan investor aktif dalam brand yang mereka investasikan. Hubungan yang saling menguntungkan ini memungkinkan brand untuk tumbuh, berkembang, dan mencapai target pengguna yang lebih luas.

Tjufoo juga ingin menjadi mitra bagi brand, yang bukan hanya memberikan investasi saja sekitar 51%, namun juga ingin menjadi mitra yang membantu brand mengelola bisnis hingga membantu mereka merekrut talenta digital yang terbaik.

Selain mendapatkan pendanaan dari Tjufoo, tercatat kebanyakan brand lokal yang bersedia untuk menjadi bagian dari Tjufoo adalah agar mereka bisa mengembangkan bisnis mereka. Brand tersebut juga melihat kemitraan dengan Tjufoo bisa membantu mereka mengembangkan konsep omnichannel, yang ternyata menjadi fokus dari Tjufoo.

Operasional yang efisien dan logistik yang dapat diandalkan sangat penting untuk kesuksesan brand. Dalam hal ini, brand aggregator berinvestasi dalam mengoptimalkan rantai pasokan, sistem manajemen inventaris, dan proses pemenuhan untuk memastikan operasi yang lancar bagi merek mitra mereka. Dengan memberikan dukungan dalam bidang ini, aggregator memungkinkan brand untuk fokus pada kompetensi inti mereka, yang berujung pada peningkatan kepuasan pelanggan dan peningkatan penjualan.

“Dengan bergabung bersama kami, brand lokal potensial dapat fokus mengembangkan bisnis dari sisi produk, sementara kami membantu memberikan sudut pandang strategi bisnis dengan mempertimbangkan landscape nasional, regional, maupun global. Sinergi ini membuat brand lokal dapat lebih objektif dalam menyusun strategi, termasuk dengan mengoptimalkan strategi online-to-offline (O2O) di momen kebangkitan ritel demi menguatkan brand presence dan diversifikasi saluran penjualan,” ungkap Tham.

Fokus Baskit Setelah Raih Pendanaan Awal 49 Miliar Rupiah

Baskit, startup yang menyediakan solusi digitalisasi untuk perusahaan rantai pasok di Indonesia mengumumkan pendanaan awal senilai $3,3 juta atau lebih dari Rp49,4 miliar. Putaran ini melibatkan investor regional dan lokal seperti Betatron Venture Group, Forge Ventures, Investible, 1982 Ventures, DS/X Ventures, Orvel Ventures, Michael Sampoerna, serta beberapa angel investor.

Putaran ini dibukukan tiga bulan setelah Baskit mengumumkan pendanaan pra-awal sebesar Rp23 miliar. Rencananya, dana segar akan digunakan untuk mempercepat ekspansi lini bisnis, memperkaya layanan teknologi, dan memaksimalkan sumber daya untuk menjalin kontrak kerja sama dengan berbagai pemegang brand dan produsen.

Di era new normal ini, ada kondisi tingkat kesadaran akan teknologi tinggi, namun aksesnya terbatas, margin menipis dan bertambahnya beban operasional akibat inflasi, dan penurunan penjualan akibat melemahnya sektor tertentu.

Baskit hadir pada saat yang tepat untuk membantu para pelaku usaha melalui fase yang cukup menantang ini. Perusahaan meyakini bahwa akses finansial dan perdagangan digital baru hanya akan berkembang jika ada infrastruktur yang kuat dibaliknya.

Dalam wawancara terpisah bersama DailySocial.id, Co-Founder & CEO Baskit Yann Schuerman mengaku bahwa sebelum memulai bisnis ini, para founder memiliki latar belakang distribusi, baik itu teknologi distribusi atau terkait ritel. “Saya sendiri menghabiskan setengah dekade di industri produk konsumen, begitu pula generasi di atas saya. Industri rantai pasok mengalir dalam DNA saya,” ujarnya.

Co-Founder lainnya Yoonjung Yi, yang juga adalah istri dari Yann, memiliki keahlian yang mendalam dalam industri produk konsumen. Mereka bertemu ketika bekerja di perusahaan ritel yang sama. Setelah bertahun-tahun mempelajari pasar di Asia, mereka mendapat kesempatan pindah ke Singapura dan mendalami pasar di Asia Tenggara.

Yann mengaku bahwa kondisi pasar saat itu sangat menarik karena penetrasi seluler sangat tinggi, penetrasi e-commerce sangat tinggi, tetapi teknologi dan kematangan rantai pasoknya cukup rendah. Tidak banyak teknologi dan efisiensi. Melihat pengalaman dan pendalaman pasar yang sudah cukup matang, mereka memutuskan untuk semakin serius memulai bisnis.

Pada bulan Juni 2022, mereka bertemu Co-Founder ketiganya, Yasser Arafat yang memiliki pengalaman dalam teknologi distribusi dan mengenal pasar lokal. “Kami dapat bekerja sama dan meluncurkan inisiatif kami di Indonesia untuk mendukung rantai pasokan barang konsumen. Ini merupakan kombinasi dari karir individu dan pengalaman hidup disertai kecintaan yang sangat mendalam terhadap rantai pasokan terutama di lini barang konsumsi,” ungkap Yann.

Membawa misi untuk memajukan rantai pasok tradisional dengan menyediakan dukungan komersial dan teknologi sederhana bagi bisnis distribusi offline, Baskit menawarkan tiga solusi utama, yaitu fitur untuk meningkatkan penjualan, perangkat digital untuk efisiensi operasional (contoh: manajemen inventori dan pembukuan dasar), serta akses untuk modal kerja. Dalam menyediakan solusi terakhir, Baskit telah bekerja sama dengan Koinworks, Modalku, dan Finfra.

Belum genap satu tahun beroperasi, perusahaan disebut telah mengalami pertumbuhan yang cukup pesat hingga 70% per bulannya. Hal ini menunjukkan adanya permintaan di pasar untuk memperkuat operasional para distributor dan grosir yang kini menghadapi tekanan persaingan dan fiskal yang semakin meningkat setelah pandemi melanda.

Fokus garap distributor

Menurut data yang dipaparkan perusahaan, secara kolektif, industri perdagangan menyumbang lebih dari separuh PDB Indonesia, dan disokong oleh lebih dari 200 ribu bisnis distribusi tradisional. Hal ini untuk memastikan setiap orang dapat mengakses berbagai produk, mulai dari produk F&B hingga material bangunan.

Yann juga mengungkapkan bahwa ada banyak pihak yang mencoba menawarkan solusi teknologi dengan maksud mengeliminasi lapisan perantara ini, namun baginya hal itu tidak sustainable.

“Para distributor memegang peranan penting dari segi infrastruktur dan relasi bisnis. Baskit berkomitmen penuh untuk mendukung perantara ini dalam upaya mereka memberdayakan komunitas lokal, dan kami percaya bahwa hal itu akan menghasilkan manfaat ekonomi yang luar biasa dalam jangka panjang,” jelasnya.

Managing Partner Betratron Venture Group melihat ada kesamaan visi antar perusahaan bahwa peran serta para pebisnis tradisional di Asia, seperti pedagang grosir dan distributor, sudah tertanam amat dalam di industri ini. “Pemenang di masa depan adalah perusahaan yang dapat menemukan cara untuk bekerja sama, bukan melawan mereka,” tegasnya.

Saat ini Baskit telah menjangkau pasar di Jabodetabek dan Jawa Barat. Ke depannya, perusahaan juga akan segera mempercepat roadmap teknologi dan ekspansi kota demi kota, sambil terus menyematkan fleksibilitas dalam platformnya untuk mengakomodasi lanskap pasar Indonesia yang luas dan beragam.

“Kami bermimpi untuk membangun platform yang mengorkestrasi semua pemain yang relevan dalam rantai pasok, menghasilkan keuntungan ekonomi, dan pada akhirnya menguntungkan konsumen. Untuk melakukannya, kami memiliki fokus untuk membangun teknologi yang unggul dari segi fungsionalitas dan kemudahan penggunaan bagi para pelaku usaha kecil dan menengah (SME) yang kami dukung,” tutup Yann.

Disclosure: DS/X Ventures merupakan bagian dari grup DailySocial.id 

Application Information Will Show Up Here

Rishabh Singhi Ungkap Alasan Kegagalan Mempertahankan DishServe

Dalam perjalanan kariernya, Rishabh Singhi sempat merasakan bekerja dan membangun startup sampai level yang cukup besar. Namun demikian sebagai pengusaha, ia memastikan tidak pernah kapok untuk mulai kembali membangun startup, meskipun pernah gagal.

Dalam diskusinya bersama Co-Founder & CEO KeTitik Bipin Mishra, Singhi mengungkapkan alasan startup yang ia bangun “DishServe” gagal untuk bertahan; serta bagaimana profitabilitas memainkan peranan kunci agar startup bisa bertahan.

Terlambat melakukan perubahan

Sebelum membangun DishServe, diketahui Singhi menjabat sebagai COO RedDoorz selama hampir 5 tahun. DishServe sendiri sebenarnya sudah mengantongi pendanaan sampai tahapan pra-seri A dari sejumlah investor. Beberapa penyuntik dananya termasuk Genting Group, Insignia Venture Partners, Stonewater Ventures, Ratio Ventures, Rutland Ventures, 300x Ventures, MyAsiaVC, dan beberapa angel investor.

Meskipun sempat melakukan pivot dan fokus kepada penyediaan solusi automasi operasional restoran, kafe, dan cloud kitchen, namun perusahaan gagal untuk bisa menjalankan bisnis karena mulai kehabisan “runway”. Miminmya cadangan dana operasional yang dimiliki, menyulitkan perusahaan untuk terus beroperasi, sementara perusahaan tidak mampu meyakini para investor bahwa bisnis ini dapat tumbuh positif dalam jangka panjang.

“Kondisi sudah mulai berubah, menyulitkan kami untuk melakukan penggalangan dana. Menjadi sulit bagi kami untuk scale-up tanpa adanya modal, padahal kami sudah mulai mendekati profitabilitas. Namun kami tidak bisa melakukan scale-up sebelum mencapai profitabilitas. Dilihat dari kondisi tersebut, kami kemudian memutuskan untuk menutup perusahaan di bulan Maret 2023,” kata Singhi.

Ditambahkan olehnya, terlambatnya keputusan perusahaan untuk melakukan pivot hingga meluncurkan private label brand juga menjadi salah satu penyebab perusahaan gagal untuk bertahan. Singhi menegaskan menjadi penting bagi bisnis untuk fokus kepada fundamental perusahaan dan segera melakukan perubahan, ketika perusahaan terkendala. Mereka yang tidak segera melakukan perubahan, bakal mengalami kesulitan yang bisa berakhir dengan kegagalan.

“Ekonomi makro juga menjadi salah satu penyebab mengapa penggalangan dana sulit dilakukan. Kondisi ini juga menyulitkan perusahaan untuk kembali pulih, kondisi yang terjadi saat ini mempengaruhi semua. Yang saya pelajari dari kegagalan ini adalah, perusahaan yang ingin bisa sukses 5-10 tahun lagi harus bisa mencapai profitabilitas,” kata Singhi.

Dalam dunia startup yang dinamis dan sangat kompetitif, mencapai profitabilitas merupakan tonggak fundamental untuk kesuksesan jangka panjang dan kelangsungan hidup. Meskipun startup seringkali fokus pada pertumbuhan, menarik investor, dan membangun customer base, profitabilitas harus tetap menjadi tujuan utama.

Dengan mencapai profitabilitas, startup dapat memposisikan diri mereka menjadi lebih kuat, berkembang, dan memiliki masa depan yang berkelanjutan dalam lanskap bisnis yang kompetitif.

Ingin membangun startup kembali

Setelah membangun DishServe, ke depannya Singhi masih ingin membangun kembali startup barunya. Namun demikian dirinya masih belum memiliki ide atau inspirasi, startup apa yang kemudian ingin ia bangun.

Salah satu alasan mengapa Singhi ingin kembali terjuan ke dunia startup adalah, dirinya melihat saat ini tidak ada pekerjaan yang ideal untuk dirinya. Ia juga tidak melihat ke depannya akan bekerja sebagai pegawai di perusahaan.

“Sampai saat ini belum ada rencana startup apa yang akan dibangun, saya masih melakukan evaluasi dan tidak memiliki ide yang tepat saat ini. Tidak menutup kemungkinan ide baru akan muncul beberapa minggu ke depan,” kata Singhi.

Disclosure: DailySocial.id merupakan print partner dari program “Startups Simplified, a Ketitik Podcast”

Kemelut Startup E-grocery, Blibli Akui Tantangan Berat di Bisnis Ini

Sempat menjadi primadona di era pandemi, kini sejumlah startup e-grocery kesulitan untuk kembali di masa kejayaannya tersebut. Dari berbagai pemberitaan, para startup tersebut mengambil langkah efisiensi dengan pengurangan karyawan dan aset fisik yang tadinya tersebar di berbagai titik, bahkan harus gulung tikar.

Salah satu pemain di segmen ini, Blibli melalui Bliblimart, mengakui menjalani bisnis e-grocery ini terbilang berat karena marginnya tipis. Sementara itu, konsumen ingin terus untung, dalam artian selalu dijamu dengan berbagai subsidi gratis ongkir, diskon, dan promo rutin.

“Sementara konsumen maunya untung terus. Agar kita [startup] tetap bisa beroperasi, ini jadi tantangan juga karena e-grocery harus cover ongkos, belum lagi maintain warehouse sendiri. Ini jadi another cost,” kata EVP of Consumer Goods and Lifestyle Blibli Fransisca Krisantia Nugraha dalam acara Blibli Media Perspective Discussion tentang e-groceries di Jakarta, kemarin (22/6).

Bagi startup dengan dana terbatas harus putar otak untuk terus bertumbuh, sembari terus memenuhi konsumen yang sensitif dengan harga dan promosi. Kondisi tersebut bisa dipastikan tidak bakal berlangsung lama dan makin sulit untuk menjadi perusahaan jangka panjang. Maka langkah efisiensi paling rasional bagi bisnis-bisnis yang menyasar konsumen akhir (B2C).

Kris, sapaan akrab dari Fransisca, melanjutkan jadi suatu keuntungan terbesar bagi Bliblimart karena targabung dalam sebuah grup besar, sehingga memungkinkan Bliblimart dapat terus berjalan. Gudang dapat terutilisasi dengan baik, tidak hanya untuk menyimpan kebutuhan sehari-hari, juga untuk kategori fesyen, elektronik, handphone, dengan margin yang lebih tebal, sehingga rasio pengeluaran dengan barang yang masuk dapat lebih optimal dan dapat berkelanjutan.

“Kalau sedang ada promosi gratis ongkir, aplikasi diunduh dan berbelanja terus. Saat gratis ongkir dicabut, aplikasi dihapus dan pindah ke platform lain. Itu kebiasaan yang sangat-sangat biasa di pasar Indonesia.”

“Bayangkan kalau hanya bermain di satu verikal saja dengan satu produk saja, untuk maintain cost ratio-nya bisa sehat itu akan sangat sulit. Bagaimana bisa tetap dapat loyalitas konsumen, bukan dari kejar subsidi saja, ini yang membuat perusahaan-perusahaan tersebut bertahan. Ini yang sedang terjadi,” tambahnya.

Maka dari itu, Bliblimart mulai mengambil pendekatan baru demi mendapat loyalitas konsumen, yakni mengedepankan unsur kenyamanan. Kata “nyaman” ini mungkin terdengar biasa bagi konsumen, tapi dari survei yang perusahaan lakukan, konsumen ternyata butuh solusi agar mereka bisa lebih nyaman berbelanja kebutuhan sehari-hari.

“Gratis ongkir tetap masih ada, tapi sekarang mulai disesuaikan dengan tiering membership-nya di Blibli Tiket. Semakin sering belanja, makin besar benefit-nya, jadi sekarang sudah tidak semasif dulu. Promo-promo lainnya juga masih ada untuk tanggal cantik dan payday.”

Profil konsumer Bliblimart

Pada saat yang sama, Blibli mengungkapkan sejumlah temuan mengenai tren konsumer e-grocery di Bliblimart. Dari data internal ditemukan bahwa belanja bahan pokok naik di Bliblimart naik sebesar 23% yoy di kuartal I 2023. Produk yang paling banyak dibeli konsumer adalah sembako, kebutuhan rumah tangga, kebutuhan ibu & anak, dan minuman ringan & camilan.

Selanjutnya dari profil konsumer berdasarkan jenis kelamin, hampir imbang. Sebanyak 55% adalah kaum perempuan, sisanya 45% laki-laki. Biasanya produk yang paling banyak dibeli perempuan adalah minyak goreng, susu anak, tisu, dan makanan segar. Sementara, laki-laki banyak belanja kopi dan pasta gigi.

Average consumer spending-nya Rp385 ribu dan mayoritas konsumer Bliblimart berada di rentang usia 25-34 tahun,” terang Kris.

Waktu belanja yang paling banyak dipilih konsumer adalah jam 6 pagi-12 siang berlaku untuk hari biasa dan akhir pekan. Disebutkan juga, fitur Click & Collect sudah pernah digunakan oleh 4% konsumer Bliblimart, serta fitur 2 Jam Sampai sudah digunakan oleh lebih dari 42 ribu konsumer dengan 3 ribu transaksi per hari. Biasanya produk yang dibeli dengan fitur tersebut adalah makanan beku, sayur & buah, ayam potong, dan telur.

Menurut data Badan Pusat Statistik, konsumsi rumah tangga masih menjadi kontributor utama dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada periode kuartal pertama 2023. Mengutip Shopper Trend 2022, kehadiran platform digital untuk berbelanja kebutuhan harian atau e-groceries masih diminati oleh konsumen Indonesia.

Application Information Will Show Up Here

TransTRACK Peroleh Pendanaan Pra Seri A Senilai 31 Miliar Rupiah

Startup tech enabler untuk digitalisasi armada (fleet) TransTRACK mengumumkan pendanaan pra seri A senilai $2,1 juta (lebih dari Rp31 miliar) yang dipimpin Ortus Star. Putaran ini juga melibatkan investor terdahulu Cocoon Capital dan YCAB Ventures, serta beberapa investor baru, termasuk Goldbell Investment, NP Consulting, Damson Capital, dan beberapa angel investor.

Sebelumnya, TransTRACK telah mendapatkan pendanaan tahap awal pada Agustus 2021 senilai $570 ribu atau sekitar Rp8 miliar, melibatkan Cocoon Capital, Accelerating Asia, dan YCAB Ventures.

“Pendanaan memungkinkan kami untuk menciptakan nilai yang lebih besar di industri ini dan memperkuat posisi kami di industri transportasi dan logistik sebagai solusi rantai pasokan end-to-end. Kami harap dapat melayani pelanggan lebih baik dengan solusi yang lebih komprehensif dalam memaksimalkan pergerakan mereka dengan mengoptimalkan armada mereka,” kata Founder dan CEO TransTRACK Anggia Meisesari dalam keterangan tertulisnya.

TransTRACK menargetkan ekspansi ke 100 kota di Indonesia dan di negara-negara Asia Tenggara termasuk Malaysia, Singapura, Thailand, Kamboja, dan Vietnam, dengan menyediakan end-to-end supply chain solution bagi para pelaku bisnis di kawasan ini.

Saat ini, TransTRACK telah memulai operasinya di Malaysia dan segera memasuki pasar Singapura tahun ini dengan fokus pada bisnis rental dan leasing. Di samping itu, perusahaan juga dikabarkan tengah menjajaki potensi kolaborasi di Thailand, Kamboja, dan Vietnam.

Didirikan oleh Anggia Meisesari dan Aris Pujud, TransTRACK menawarkan solusi yang diklaim dapat meningkatkan produktivitas dan penggunaan armada sebesar 40%, mengurangi biaya lembur, bahan bakar dan tenaga kerja, total jarak tempuh, serta waktu menganggur sebesar 30% dengan mendigitalisasi operasi armada perusahaan.

Solusi utama TransTRACK meliputi Fleet Management System, Transportation Management, dan Truck Appointment System. Selain itu, TransTRACK menawarkan visibilitas lengkap di seluruh rantai pasokan dalam satu platform untuk meningkatkan keterikatan pelanggan, aliran pendapatan baru, dan margin sebagai solusi logistik end-to-end.

Sejak meluncur pada April 2019, TransTRACK telah menjangkau lebih dari 34 kota dan melayani lebih dari 600 klien. Layanan ini sudah memiliki lebih dari 50.000 subscription di berbagai industri, mulai dari logistik dan transportasi publik, pertanian, pertambangan, manufaktur, dan layanan publik pemerintah. Dalam dua tahun terakhir, perusahaan disebut telah mencapai pertumbuhan yang signifikan sebesar 20% month-on-month. 

Sam Sumantri dari Ortus Star menambahkan, TransTRACK telah terbukti menjadi salah satu perusahaan dengan pertumbuhan tercepat di sektor ini. “Kami yakin mereka akan mempertahankan momentum kuat mereka di tahun-tahun mendatang dan menciptakan nilai lebih bagi para stakeholder di industri.”

Persaingan di sektor logistik

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sektor transportasi dan pergudangan pada 2022 tumbuh paling tinggi dari sisi produksi sebesar 19,87%. Logistik merupakan salah satu bisnis yang mengalami pertumbuhan cukup tinggi dalam beberapa tahun terakhir.

Namun, dilansir dari situs IDXChannel, PT Pos Indonesia mengungkap sektor logistik di Indonesia belum digarap secara optimal, padahal yang mencapai potensi bisnis di sektor ini bisa mencapai Rp4.000 triliun.

Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) memproyeksi bisnis logistik di Indonesia di 2023 bisa tumbuh sekitar 5%-8%. Sedangkan, Supply Chain Indonesia (SCI) memprediksi kontribusi logistik (sektor transportasi dan pergudangan) terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) diproyeksikan menembus Rp1.090 triliun di 2023.

Pemain di sektor logistik Indonesia cukup beragam, mulai dari layanan agregator, pengantaran, sampai dengan manajemen armada. Beberapa jasa logistik yang fokus pada pengantaran, termasuk AnterAja, Paxel, Sicepat, dan J&T Express yang belum lama ini berhasil menyandang gelar decacorn.

Selaim itu, juga ada platform teknologi yang menyediakan layanan manajemen transportasi seperti Kargo Tech, Logisly, Waresix, dan Andalin. Tidak hanya transportasi darat seperti truk, beberapa platform juga menjangkau transportasi udara dan laut.

Survei Hypefast: Tren Belanja Offline Kembali, Aksesibilitas di Daerah Jadi Perhatian

Startup rollup e-commerce Hypefast mengungkap terjadi tren channel shifting atau peralihan penggunaan kanal belanja oleh pembeli produk brand lokal sejak beberapa tahun terakhir.

Dalam sesi paparan “Mengupas Tren Brand Lokal 2023” yang diambil dari 5.000 sampel brand lokal di Indonesia, terungkap konsumen mulai kembali berbelanja di toko offline karena sejumlah marketplace mulai menaikkan platform fee pada transaksi hingga mengurangi subsidi gratis ongkos kirim. Menurut surveinya, strategi tersebut ditempuh karena marketplace tengah mengejar profitabilitas.

“(Konsumen) berpotensi shifting ke marketplace kompetitor atau belanja di toko offline. Konsumen di daerah pun enggan belanja online. Makanya, toko offline tengah dilirik brand lokal untuk masuk ke kota tier 2 dan tier 3. Begitu mulai masuk distribusi offline, masuk ke convenient store, aksesibilitas menjadi jauh lebih luas dibanding online presence,” tutur Founder dan CEO Hypefast Achmad Alkatiri (Mad), Rabu (21/6).

Tren ini juga terlihat pada pendapatan akumulasi grup Hypefast. Mad menyebut pendapatan dari penjualan online Hypefast menyumbang porsi 88% pada sepuluh bulan lalu. Namun, sekarang pendapatan online dan offline perusahaan masing-masing mengambil porsi 50%. “Kami melihat tren belanja offline kembali lagi,” tumbuhnya.

Sebagai tambahan, saat ini Shopee disebut masih menjadi kanal utama penjualan brand lokal, terutama brand lokal yang sejak awal memasarkan produknya lewat kanal online. Shopee disebut memiliki basis pembeli loyal bagi brand lokal.

Lantas, lanjut Mad, pihaknya tak serta-merta akan menambah toko offline. Untuk saat ini di level grup, Hypefast belum berencana menambah toko baru. Namun, pemilik brand berpotensi untuk membuka toko offline apabila menunjukkan kinerja penjualan yang baik di toko flagship.

Saat ini, Hypefast punya multibrand store sebagai toko flagship untuk berbagai portofolio brand. Toko flagship dibidik sebagai branding channel, bukan revenue channel. Adapun, Hypefast telah memiliki lebih dari 15 portofolio brand lokal, termasuk di segmen fashion dan beauty.

Tak hanya channel shifting, survei ini juga menemukan tren transisi brand atau brand shifting sejak 3-4 tahun lalu. Brand lokal yang utamanya didorong oleh segmen fashion, kini mulai beralih ke health & beauty. Pemilik brand menilai persaingan di fashion semakin ketat. Berbeda dengan segmen beauty yang punya barrier-to-entry besar karena butuh modal usaha yang besar juga.

Menurutnya, pelaku usaha bisa membangun brand fashion dengan modal Rp3 juta. Di segmen ini, potensi pembeli berulang mencapai 32% dengan laba kotor rata-rata sebesar 32%. Namun, pergerakan tren fashion sangat cepat yang mana perlu ada SKU baru setiap dua minggu.

Sementara, produk beauty perlu modal sekitar Rp50 juta dengan potensi pembeli berulang sebesar 58% dan laba kotor rata-rata 65%. Produk beauty juga memiliki expiration date lebih lama. Segmen ini tengah berkembang pesat karena manufakturnya mulai banyak dibuka di Indonesia. Situasinya berbeda dengan dulu di mana riset produk kecantikan bisa memakan waktu dua tahun.

Melihat tren ini, ia bilang bahwa perusahaan akan fokus ke segmen health & beauty karena menyumbang EBITDA terbesar ke kinerja perusahaan. Hypefast mengklaim sudah EBITDA positif sejak 2021, serta mencapai EBITDA positif dan net income positif di 2022. Pendapatan akumulasinya (semua brand di bawah entitas Hypefast) diklaim mencapai Rp1 triliun, mayoritas dari organik, bukan acquired revenue.

“Untuk strategi top line dan bottom line kami, lini fashion menyumbang top line paling besar, sedangkan beauty berkontribusi paling besar ke EBITDA dan bottom line Hypefast–yang mana ini normal karena gross margin profile berbeda,” ungkapnya.

Tahun ini, Hypefast membidik pertumbuhan double digit sambil melihat potensi akuisisi brand, terutama di kategori health & beauty dan mom & kids. Untuk memperkuat posisinya sebagai house of brand, ia juga mengungkap minatnya untuk masuk ke ekosistem penunjang, tidak hanya di ekosistem brand saja.

Disinggung soal rencana penggalangan dana baru, ia menutup, “we’re lucky enough to be a profitable business. Ini belum urgent sekarang. Kami masih menunggu.”