Dari Pengiriman Last-Mile Hingga Mobilitas EV, SiCepat Membangun Ekosistem Logistik Baru di Indonesia

Seiring berkembangnya e-commerce di Indonesia, begitu pula ekosistem logistik dan rantai pasokannya—J&T Express yang dikembangkan sendiri, misalnya, mencapai valuasi USD7,8 miliar pada bulan April, sementara startup logistik lokal lainnya berlomba-lomba untuk menjadi perusahaan bernilai miliaran dolar berikutnya.

SiCepat yang berbasis di Jakarta merupakan salah satu perusahaan yang disebut-sebut berpotensi menjadi unicorn. Perusahaan ini mengumpulkan putaran Seri B senilai USD 170 juta pada bulan Maret, diikuti oleh investor seperti perpanjangan tangan investasi milik Telkom Indonesia, MDI Ventures, anak perusahaan Temasek Holdings, Pavilion Capital, dan Falcon House Partners. Tokopedia yang baru saja bergabung dengan Gojek juga dikabarkan berinvestasi di perusahaan induk SiCepat, Onstar, pada tahun lalu.

Didirikan pada tahun 2014 oleh pengusaha Indonesia The Kim Hai, SiCepat mulai berkembang secara agresif pada tahun 2018 setelah meluncurkan SiCepat Ekspres, anak perusahaan pengiriman jarak jauhnya. SiCepat juga beroperasi di sektor lain dengan enam divisi terpisah. Ini termasuk fulfillment e-commerce dan unit manajemen gudang HaiStar, e-commerce enabler Hera, platform SaaS manajemen situs web, Clodeo, dan layanan kargo pengiriman udara, CKL. Di waktu yang sama, melalui usaha patungan dengan perusahaan IT terdaftar M Cash Integrasi, SiCepat mengelola dua divisi lain—penyedia solusi logistik Logitek Digital Nusantara, dan solusi pemesanan makanan Digiresto.

“Kami memberikan solusi end-to-end untuk penjual online, khususnya usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Dari membantu mereka mendirikan toko online, termasuk situs web dan pasar, hingga operasional melalui pemenuhan dan pengiriman ke pelanggan akhir,” ungkap chief commercial officer SiCepat Ekspress, Imam Sedayu, kepada KrASIA.

Perusahaan mengklaim sudah mencapai profit, dengan pertumbuhan pendapatan hampir 300% dari 2020 hingga 2021, karena pandemi mempercepat adopsi belanja online, kata Imam. SiCepat Ekspres—yang saat ini mengirimkan sekitar 1,2 juta pengiriman setiap hari—adalah sumber pendapatan utama perusahaan, diikuti oleh HaiStar dan CKL Kargo, ujar Imam.

“Valuasi kami memang tumbuh, tapi menjadi unicorn bukan prioritas kami. Sebaliknya, fokus kami adalah memastikan bahwa SiCepat dapat tumbuh secara berkelanjutan dengan bisnis yang sehat dan menghasilkan keuntungan,” tambahnya.

SiCepat mengelola 12 fulfillment center di kota-kota besar di Indonesia. Dokumentasi oleh SiCepat

Kehadiran di vertikal berbeda

Dengan tujuh anak perusahaan, SiCepat bertujuan untuk membangun ekosistem logistik yang komprehensif untuk membuat “dampak nyata pada industri,” kata Imam. Grup SiCepat saat ini memiliki 50.000 karyawan di seluruh unit bisnis, termasuk kurir pengiriman. Perusahaan bekerja dengan lebih dari 6 juta mitra mulai dari platform e-commerce hingga penjual individu, sementara itu mengoperasikan jaringan 6.600 titik drop dan 12 pusat pemenuhan di seluruh Indonesia.

Imam mengatakan perusahaan menempatkan teknologi sebagai inti dari strategi bisnisnya, yang memungkinkan SiCepat untuk mengotomatisasi proses logistik yang berbeda, membantu mereka mencapai “tingkat pengiriman tepat waktu sekitar 98%,” katanya.

Di tengah momen sulit bagi industri jasa kurir dan pengiriman di Indonesia, dengan mitra kurir Gojek GoKilat, Grab, dan Lalamove yang sedang mogok untuk menuntut paket kompensasi yang lebih baik, Imam menjelaskan bahwa perusahaannya sejak awal memilih untuk mempekerjakan secara resmi semua mitranya.

“Model bisnis kami berbeda dengan platform lain yang menggunakan sistem kemitraan di mana mereka membayar pengemudi berdasarkan jumlah pesanan. Dalam bisnis ini, kita semua berfokus pada pengurangan biaya dan peningkatan produktivitas. Mungkin itu sebabnya platform tersebut memotong biaya pengemudi untuk menghemat biaya. Namun, kami percaya bahwa kami dapat meningkatkan produktivitas dengan menyediakan keamanan finansial bagi pengemudi dan sistem yang memudahkan mereka untuk bekerja,” jelasnya.

Untuk mengatasi tingginya biaya beberapa layanan logistik di daerah terpencil, SiCepat bekerja sama dengan pelaku industri lain seperti perusahaan e-commerce, instansi pemerintah, dan penyedia logistik pihak ketiga (3PL) lainnya.

“Integrasi ekosistem kami sendiri dengan perusahaan lain memungkinkan pelanggan memiliki lebih banyak pilihan layanan logistik yang lancar dan terjangkau. Misalnya untuk pengiriman ke luar pulau Jawa, pelanggan bisa memilih layanan premium menggunakan kargo CKL pengiriman udara, atau layanan reguler melalui darat dan laut dari mitra SiCepat dan 3PL,” kata Imam.

Rencana masa depan dengan EV

SiCepat baru-baru ini juga memasuki industri kendaraan listrik (EV) dengan membentuk usaha patungan lain yang disebut Energi Selalu Baru (ESB) dengan NFC Indonesia, anak perusahaan M Cash Integrasi. Pada bulan Juni, ESB mengakuisisi Volta, produsen sepeda motor listrik yang berbasis di kota Semarang, Jawa Tengah.

“Sebagai permulaan, kami akan membekali 5.000 pengemudi kurir dengan sepeda motor listrik. Kami juga akan membuat jaringan distribusi untuk sepeda motor listrik dan layanan pertukaran baterai dengan memanfaatkan kemampuan logistik kami,” kata Imam.

JV ini diharapkan dapat memasuki pasar yang lebih besar di luar ekosistem SiCepat, kata Imam. “Melalui ESB, kami berharap dapat berkontribusi untuk mengurangi polusi dan membangun ekosistem ekonomi hijau di mana kami dapat memberikan manfaat bagi industri dan masyarakat pada saat yang bersamaan.”

Perusahaan saat ini sedang berdiskusi dengan beberapa perusahaan dan lembaga pemerintah untuk menawarkan layanan EV-nya, kata Imam. “Banyak perusahaan, termasuk perusahaan milik negara, memanfaatkan EV untuk mengembangkan infrastruktur dan mengeksplorasi peluang di sektor ini. Saya pikir kita akan melihat kemajuan yang berarti dalam adopsi EV dalam lima tahun ke depan.”

Ke depannya, SiCepat akan terus fokus pada optimalisasi kemampuan teknologi dan pengembangan infrastruktur ekosistemnya. Imam juga menyebutkan niatnya untuk berekspansi ke seluruh wilayah, meski tidak mengungkapkan detailnya.

“Target kami tahun ini adalah membangun lebih banyak titik penjemputan untuk menjangkau daerah-daerah terpencil di Indonesia, termasuk Kalimantan dan Sulawesi, untuk memudahkan UMKM memasuki bisnis online. Mengenai ekspansi, kami masih mempelajari pasar mana yang cocok untuk bisnis kami, tetapi untuk saat ini kami masih fokus pada pasar lokal,” kata Imam.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Q&A Bersama Aldi Haryopratomo: Dari CEO GoPay Sampai Jadi Investor dan Mentor Startup

Penyair Prancis Victor Hugo pernah berkata, “Orang bijak adalah dia yang tahu kapan dan bagaimana untuk berhenti.” Kutipan tersebut berlaku untuk banyak pemimpin di dunia bisnis yang memutuskan untuk meninggalkan perusahaan mereka saat sedang berada di puncak—Aldi Haryopratomo adalah salah satunya. Dia mengundurkan diri dari posisi CEO-nya di GoPay, divisi fintech Gojek, pada Januari 2021, setelah memimpin selama lebih dari tiga tahun.

Alasan kepergiannya terdengar sederhana. “Kami [di GoPay] telah mengubah industri keuangan, dan saya pikir ini adalah waktu yang tepat bagi saya untuk bergerak dan membuat perubahan di sektor lain,” ujarnya kepada KrASIA.

Sebelum GoPay, Aldi pernah mendirikan aplikasi fintech bernama Mapan pada tahun 2009. Platform ini memungkinkan pembayaran online terjadi di berbagai lokasi fisik di Indonesia tetapi daya tariknya semakin meningkat ketika mulai menawarkan fitur social commerce yang disebut Mapan Arisan pada tahun 2015. Fitur ini pada dasarnya adalah sebuah arisan digital—bentuk informal dari simpan pinjam bergilir yang umum di Indonesia, terutama di kalangan perempuan.

Startup ini diakuisisi oleh Gojek pada tahun 2017, bersama dengan dua startup fintech lainnya—gerbang pembayaran Kartuku dan Midtrans—untuk membentuk GoPay. Mapan masih beroperasi sebagai aplikasi terpisah dan saat ini memiliki 3 juta pengguna, sebut Aldi.

Aldi kini tengah menikmati waktu cuti bersama istri dan ketiga anaknya. “Memimpin perusahaan teknologi dengan pertumbuhan tinggi bisa sangat melelahkan, dan sebagai manusia, saya perlu istirahat. Jadi saya mengambil cuti sebelum memulai usaha baru,” ujar sang mantan CEO.

Namun, istirahat tidak berarti hanya bermalas-malasan dan tidak melakukan apa-apa di rumah. Sebagai orang yang sangat percaya pada hukum bimbingan dan timbal balik, Aldi sekarang membantu pengusaha lain mengembangkan bisnis mereka. Tak lama setelah meninggalkan GoPay, ia diangkat menjadi komisaris di startup akuakultur e-Fishery. Dia juga bergabung dengan dewan penasihat di perusahaan teknologi kesehatan Halodoc pada bulan Maret. Belum lama ini, Aldi berinvestasi dalam putaran pendanaan Seri A BukuWarung senilai USD 60 juta.

“Saya tidak akan bisa berada di sini tanpa orang-orang baik yang telah membantu saya, jadi saya ingin mereplikasi ini kepada pengusaha lain yang ingin memecahkan masalah yang tepat,” katanya.

KrASIA baru-baru ini berbincang dengan Aldi tentang perjalanan dan kehidupannya berwirausaha setelah mengundurkan diri dari GoPay.

Co-CEO Gojek, Kevin Aluwi (paling kiri) bersama Aldi Haryopratomo (masker merah di kanan) di pusat vaksinasi Halodoc Jakarta. Dokumentasi oleh Halodoc

KrASIA (Kr): Bagaimana awal mula ketertarikan Anda dalam dunia fintech? Seperti apa proses menemukan ide membangun Mapan di tahun 2009, ketika fintech masih belum eksis di Indonesia?

Aldi Haryopratomo (AH): Mapan adalah perusahaan pertama yang saya dirikan, tetapi karir fintech saya dimulai ketika bergabung dengan Kiva pada tahun 2006. Kiva adalah platform pinjaman peer-to-peer yang memberikan pinjaman kepada bank keuangan mikro di seluruh dunia. Di Kiva, saya berperan dalam menemukan bank keuangan mikro di Asia Tenggara, jadi saya menghabiskan banyak waktu di daerah pedesaan di Indonesia, Vietnam, dan Kamboja. Kursus kilat saya di industri fintech terjadi kala melakukan due diligence di lebih dari 1.000 bank untuk Kiva.

Setelah Kiva, saya sempat bekerja di Boston Consulting Group, dimana saya mengunjungi banyak daerah pedesaan di penjuru India dan Pakistan. Saya sangat tertantang untuk bisa menyelesaikan lebih banyak masalah di desa, dan merasa pinjaman saja tidak cukup, jadi saya memutuskan untuk membangun Mapan untuk terus bekerja dengan para tokoh masyarakat di desa-desa di Indonesia, mempromosikan arisan versi digital, yang juga adalah sebuah bentuk keuangan mikro.

Kr: Seperti apa cerita dibalik akuisisi Gojek atas Mapan di tahun 2018?

AH: Saya dan Nadiem Makarim [co-founder Gojek] sama-sama kuliah di Harvard Business School, dia menjalani magang di Mapan pada musim panas 2010. Nadiem sangat pandai menjual, jadi dia membantu saya menyelesaikan putaran pendanaan. Saya rasa dia mendapat ide untuk Gojek sekitar waktu itu. Kami mendirikan perusahaan masing-masing tepat setelah lulus. Kami bahkan menyewa rumah dan mengubahnya menjadi kantor bersama. Menjadi pendiri startup saat itu adalah perjalanan penuh kesepian, kami kerap berkumpul untuk berbagi rasa frustrasi setiap minggunya.

Pada November 2016, salah satu pemimpin komunitas di Mapan meminta bantuan saya karena membutuhkan penghasilan tambahan. Saya berbicara dengan Nadiem, ia pun membantu menjadikannya pengemudi Gojek. Dari situ kami berkata, “Hei, bagaimana kalau kita membuat pilot project di mana para pemimpin perempuan Mapan dapat merekrut suaminya ke Gojek.” Kami melakukan proyek pertama di Yogyakarta, dan kami melihat bagaimana keluarga yang kami rekrut dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Nadiem sangat bersemangat karena dia selalu memiliki visi besar untuk memiliki satu aplikasi untuk semua. Fintech merupakan bagian penting dari visi itu, dan dia cukup rendah hati untuk memahami bahwa dia tidak memiliki pengalaman untuk melakukannya sendiri. Mapan sudah mendapatkan lisensi P2P lending saat itu, jadi kami putuskan untuk menggabungkan keduanya.

Kr: Penyesuaian apa saya yang harus Anda lakukan selama transisi Mapan ke Gojek, sebuah divisi dengan ekosistem Gojek yang sudah memiliki jutaan pengemudi, merchant dan pengguna?

AH: Penyesuaian terbesar adalah mengintegrasikan ketiga startup, karena masing-masing perusahaan dibangun oleh pendiri yang berbeda dan memiliki kemampuan yang berbeda. Mereka juga memiliki budaya yang berbeda. Beruntung bagi kami, kami semua memiliki tim luar biasa yang sangat rendah hati dan mau belajar satu sama lain.

Perbedaan besar lainnya adalah skala dan kecepatan. Saat Anda mencoba mengubah industri dan memiliki persaingan yang ketat, Anda harus bergerak sangat cepat. Saat kami memulai GoPay, hanya ada beberapa ribu transaksi di luar layanan transportasi dan pesan-antar makanan Gojek. Kami harus mencari cara untuk menumbuhkan transaksi tersebut dengan cepat, yang berarti membuat pertaruhan dan keputusan besar, beberapa di antaranya tidak sepenuhnya kami yakini saat itu.

Kr: Apa milestone yang paling berkesan selama menjadi bagian dari GoPay?

AH: Ada tiga momen: Ketika kami memulai pada tahun 2018, kami menyadari bahwa UKM tidak dapat dengan mudah mengadopsi pembayaran digital karena mahalnya biaya mesin Electronic Data Capture. Oleh karena itu, kami percaya bahwa kontribusi kode QR sangat penting. Sementara kompetisi kami berfokus pada perangkat dan nomor telepon, kami sudah mulai beralih ke kode QR. Itu adalah hal pertama yang kami lakukan. Selama enam bulan selanjutnya, kami meningkatkan transaksi QR sebesar 1.000x dan mencapai satu juta transaksi dalam sehari pada Desember 2018.

Momen kedua adalah ketika saya bertemu dengan banyak merchant yang mengatakan bahwa Gojek dan GoPay membawa perubahan nyata dalam hidup mereka; mereka bisa membeli rumah, menyekolahkan anak-anak mereka ke perguruan tinggi, dan pergi haji ke Mekah. Hal itu sangat berharga bagi kami.

Lalu, setiap kali kami menutup putaran pendanaan dengan raksasa teknologi global, hal itu akan selalu berkesan, karena validasi dari investor global ini sangat penting bagi kami.

Kr: Anda bergabung dengan e-Fishery dan Halodoc setelah meninggalkan GoPay. Apa alasan dibalik keputusan ini?

AH: Saya bertemu Gibran [Huzaifah, CEO e-Fishery] lima tahun lalu ketika kami berpartisipasi di Forum Ekonomi Dunia sebagai pemimpin muda global dan pembangun muda global. Dia menghampiri saya dan mengatakan bahwa ingin membantu petani ikan di daerah pedesaan dengan membangun sistem pemberi pakan pintar yang dapat mendeteksi ikan saat lapar sehingga peternak ikan dapat memberi makan dengan lebih efisien. Saya terkesan karena itu adalah masalah yang sangat unik dan tidak banyak orang yang cukup peduli. Setiap bulan, kami berbicara tentang startupnya, dan GoVentures akhirnya berinvestasi di e-Fishery, sehingga persatuan kami menjadi lebih formal. Ketika saya meninggalkan GoPay, Gibran dan saya ingin bekerja lebih erat. Saat ini saya membantunya dengan strategi bisnis dan skalabilitas, serta strategi penggalangan dana.

Sementara itu, kilas balik Jonathan Sudharta [CEO Halodoc] dan saya—kami bertemu di sekolah menengah. Kami banyak berdiskusi tentang Halodoc dan misinya untuk membuat layanan kesehatan yang dapat diakses oleh semua orang. Saya juga memiliki minat dalam teknologi kesehatan. Di sekolah bisnis, saya membuat tiga rencana bisnis untuk sebuah kompetisi: startup teknologi kesehatan yang menghubungkan dokter dengan masyarakat pedesaan, perusahaan pembangkit listrik tenaga air, dan Mapan, yang memenangkan kompetisi. Gojek juga berinvestasi di Halodoc, jadi saya sudah bekerja dengan tim Halodoc untuk sementara waktu dan melihat bagaimana perusahaan itu dapat tumbuh dan mengumpulkan semua apotek berikut ribuan dokter ke dalam satu platform. Saya senang bisa menjadi bagian dari pertumbuhan ini.

Sebagai komisaris, Aldi (kiri) membantu CEO eFishery, Gibran Huzaifah (di sebelahnya) untuk mengembangkan bisnis. Dokumentasi oleh eFishery

Kr: Belum lama ini Anda juga berinvestasi di BukuWarung. Apakah ini kali pertama? Sepenting itukah bekerja dengan pengusaha lain?

AH: Saya sudah berinvestasi di sepuluh startup, termasuk BukuWarung, Crewdable, Green Spot, dan Beehive Drones. Sebagai seorang wirausahawan, pengalaman dan pelajaran Anda bisa terbatas pada perusahaan yang Anda bangun. Namun, dengan menjadi mentor bagi perusahaan lain, Anda dapat melihat apakah pengalaman dan pengetahuan industri Anda dapat bekerja di sektor lain. Saya merekomendasikan agar setiap pengusaha menjadi mentor karena ada lebih banyak pelajaran sebagai mentor daripada mentee. Misalnya, Gibran mengajari saya banyak tentang budidaya ikan, dan saya belajar tentang kesehatan dari Jonathan.

Saya percaya dengan karma yang baik, dan investasi angel adalah tentang memberi kembali. Bagian tersulit dari startup tahap awal adalah menemukan pendukung awal yang percaya pada misi Anda. Investor pertama Mapan adalah Muhammad Yunus dari Grameen Bank. Sungguh menakjubkan bahwa seseorang seperti Yunus percaya pada seseorang seperti saya, dan saya pun ingin melakukan hal yang sama untuk pengusaha lain.

Kr: Lalu, apa yang akan menjadi langkah selanjutnya? Apa yang ingin Anda lakukan ke depannya?

AH: Hal terpenting tentang cuti panjang adalah benar-benar cuti panjang. Saat ini, saya mempelajari banyak hal berbeda: bagaimana menjadi ayah yang lebih baik, mentor yang lebih baik, dan investor yang lebih baik. Saya berharap dengan mempelajari banyak hal berbeda, saya dapat menemukan masalah dalam industri yang membutuhkan bantuan saya. Saya berjiwa wirausaha dan suka membangun perusahaan dan mengembangkan tim, jadi saya akan terus melakukan yang terbaik dalam hal itu.


Artikel ini pertama kali dirilis oleh KrASIA. Kembali dirilis dalam bahasa Indonesia sebagai bagian dari kerja sama dengan DailySocial

Ketika Negara Gagal Melindungi Data Rakyatnya

Publik kembali dihebohkan dengan temuan masyarakat tentang kebocoran data yang berisi informasi penting seputar kependudukan. Kali ini data tersebut disinyalir bersumber dari BPJS Kesehatan – termasuk didasarkan pada sampel data yang kini sudah diperjual-belikan di pasar gelap, strukturnya identik dengan basis data kelolaan BPJS Kesehatan, terdiri dari Nama, NIK, No. Kartu, No. Telp, Email, NPWP, Gaji, dll.

Ini bukan kali pertama, sebelumnya pertengahan tahun lalu ramai diperbincangkan jutaan data kependudukan yang berasal dari Daftar Pemilih Tetap Pemilu 2014. Jika merujuk pada klasifikasi data dalam Peraturan Pemerintah, maka data yang bocor tersebut masuk dalam kategori “data elektronik strategis”, level tertinggi yang bahkan peletakan servernya pun tidak boleh di luar Indonesia.

Menanggapi hal ini, BPJS Kesehatan dan pemerintah [dalam hal ini diwakili Kominfo] menyatakan sedang melakukan penelusuran dan pendalaman.

Bahaya penyalahgunaan

Jika kemudahan yang dihadirkan dari layanan digital itu bagai pisau bermata dua, ancaman penyalahgunaan data dapat menjadi salah satu ujung negatifnya. Dampaknya bisa dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Misalnya digunakan untuk pemalsuan identitas, melakukan transaksi finansial digital secara ilegal, atau dipelajari guna menemukan pola-pola tertentu untuk tujuan buruk.

Faktanya masih banyak celah di berbagai layanan digital yang saat ini banyak digunakan oleh konsumen Indonesia. Seperti kurang ketatnya sistem verifikasi dari berbagai platform – ada kejadian orang mencetak kartu identitas palsu dengan NIK dan nama yang mungkin benar untuk melewati proses e-KYC dengan swafoto KTP. Untungnya beberapa pengembang kini mulai meningkatkan sekuriti seperti dengan mengimplementasikan tanda tangan digital berbasis biometrik.

Dengan sifatnya yang strategis, jelas data itu harusnya memiliki sistem keamanan dan privasi yang tinggi. Idealnya juga menjadi hak masyarakat untuk mendapatkan perlindungan dari data-data terkait dirinya. Karena sudah terjadi, lantas siapa yang harus bertanggung jawab? Apa langkah represif yang harus dilakukan?

Pertanyaan ini sekarang masih cukup sulit dicari jawabannya. Berangkat dari pengalaman sebelumnya, kami tidak pernah mendengar bagaimana tindak lanjut [sanksi] pemerintah terhadap kebocoran data konsumen yang sempat mencederai beberapa layanan digital dengan pengguna masif di Indonesia, padahal di dalamnya juga terdapat berbagai data penting terkait identitas pengguna. Pasalnya memang tidak ada satu pun kewajiban hukum yang bisa dikenakan karena regulasinya belum ada.

Apa kabar UU PDP?

Kabarnya, masih belum juga selesai. Rancangan beleid yang masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas 2021 sempat dikatakan rampung sebelum lebaran tahun ini, nyatanya masih belum juga selesai.

Berdasarkan draf per Desember 2019, regulasi tersebut memuat 72 pasal dan 15 bab mengatur tentang definisi data pribadi, jenis, hak kepemilikan, pemrosesan, pengecualian, pengendali dan prosesor, pengiriman, lembaga berwenang yang mengatur data pribadi, dan penyelesaian sengketa. Selain itu, mengatur kerja sama internasional hingga sanksi yang dikenakan atas penyalahgunaan data pribadi.

Dari analisis kami berbincang dengan narasumber, kala itu memang masih banyak potensi celah yang masih mengancam hak privasi data pribadi – dengan harapan draf tersebut kini telah disempurnakan. Padahal jika disahkan banyak hak konsumen yang akan difasilitasi lewat aturan, misalnya pengguna boleh meminta perusahaan pengelola data untuk menghapus datanya dan tidak menggunakan lagi [termasuk untuk kepentingan komersial].

Termasuk denda dengan nominal sangat besar yang konon akan dijadikan kewajiban hukum kepada penyelenggara sistem elektronik apabila terbukti data konsumennya bocor. Diharapkan langkah ini memaksa pengembang untuk menaruh perhatian lebih kepada strategi dan langkah preventif dalam mengamankan data-data penting mereka.

Lalu dengan rentetan kasus yang terus terjadi, masihkah regulator ingin menunda-nunda pengesahan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi? Dua ratus juta lebih data kependudukan di pasar gelap harusnya menjadi sebuah tamparan keras bagi pihak-pihak terkait.

Masyarakat hanya bisa pasrah?

Sayangnya di kondisi tertentu: IYA. Apa yang bisa kita lakukan untuk memberikan perlindungan lebih kepada data BPJS Kesehatan. Bahkan, untuk aplikasi yang dikembangkan perusahaan digital, langkah-langkah yang mungkin bisa diambil baru seputar rutin mengganti kata sandi, mengaktifkan autentikasi dua faktor, atau memperhatikan kredibilitas layanan. Belum ada mekanisme formal yang dijalankan untuk permintaan penghapusan data atau sejenisnya.

Keadaan ini benar-benar menjadikan urgensi penegakan UU PDP makin krusial. Perlindungan hukum akan menjadi payung penting yang memberikan kenyamanan kepada masyarakat atas data-data yang mereka miliki. Karena data satu orang pun memiliki nilai yang sangat mahal dan harus dilindungi hak-hak privasinya.

Gambar Header: Depositphotos.com

Meningkatkan Kinerja, Amazon Web Services Luncurkan AWS Edge Location

Amazon Web Services, Inc. (AWS) umumkan peluncuran AWS edge networking location yang ditempatkan di Jakarta, Indonesia. Edge location yang masih baru ini merupakan yang pertama diluncurkan di Indonesia, yang dimana menyediakan keterhubungan andal dan aman ke jaringan AWS global, termasuk Amazon CloudFront dan AWS Global Accelerator. Tersedianya edge location yang terhubung dengan Amazon CloudFront dan AWS Global Accelerator ini dapat dimanfaatkan sebagai backbone jaringan AWS untuk meningkatkan kinerja aplikasi, Application Programming Interfaces (API), dan juga video. 

AWS Edge Location merupakan lokasi fisik atau Point of Presence (PoP) yang dimana memampukan penggunaan edge computing, caching, dan memiliki konektivitas ke AWS Global Network yang langsung terhubung dengan semua AWS region, availability zone dan edge location dengan koneksi private, low latency dan redundant. AWS Edge Location terkoneksi dengan semua Internet Service Provider (ISP) yang berfungsi untuk menjaga low latency dan kecepatan, serta memiliki virtual machine dan load balancer agar memaksimalkan kinerja komponen-komponennya. Selain itu, AWS Edge Location juga menerapkan beberapa fitur bawaan untuk mengurangi malicious traffic, serta memiliki perlindungan terhadap Distributed Denial of Service (DDos) dan tak lupa mengaplikasikan perlindungan pada data sensitif melalui penerapan protokol, enkripsi hingga compliance certifications yang memperkuat bangunan keamanan dengan standar tertinggi. 

Pelanggan yang menggunakan AWS Edge Location akan mendapatkan keuntungan peningkatan kinerja. Karena, dengan adanya jaringan ini, penurunan latency hingga 30 persen serta automasi yang lebih cepat dapat diperoleh sekaligus memaksimalkan layanan Amazon CloudFront yang dapat mengakselerasi konten secara statis dan dinamis. Sudah terdapat beberapa daftar industri yang telah mengalami keuntungan dari edge location ini, di antaranya adalah industri e-commerce, media & entertainment, pendidikan, gaming, media sosial, pelayanan kesehatan dan pelayanan publik lainnya. 

Pimpinan dari PT Amazon Web Services Indonesia, Gunawan Susanto, mengatakan bahwa dengan adanya layanan dari AWS Edge Location, Indonesia yang kini terhubung dengan jaringan infrastruktur AWS Global yang sudah mencakup lebih dari 225 Points of Presence akan memberikan dampak yang besar terhadap konektivitas jaringan global. Dengan demikian, peluang baru untuk mengembangkan bisnis serta layanan kepada pelanggan tidak akan terhambat dan bebas dari gangguan.

Melalui Proof of Concept (POC) Program, AWS membuka kesempatan bagi pebisnis yang ingin memulai di AWS Edge Networking Services. Program ini dibuka untuk publik dengan ketentuan mengirimkan project yang sedang dijalankan di halaman form berikut ini. Pastikan juga Anda mengikuti kegiatan webinar #StartupUntukNegeri dengan tema “Build An Amazing User Experience For Media and Gaming Industry Through Innovation”. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada Selasa, 27 April 2021 melalui aplikasi Go To Webinar. Jadi, pastikan kamu mendaftarkan diri di sini dan ajak teman-teman untuk mengikuti kegiatan tersebut!

Moza Moin Camera Adalah Kamera 4K Berukuran Mini dengan Gimbal Terintegrasi

Produsen gimbal kamera yang cukup populer, Moza, baru saja memperkenalkan produk kamera pertamanya, yakni Moin Camera. Melihat bentuknya, tampak jelas bahwa perangkat ini banyak terinspirasi oleh DJI Pocket 2.

Bagi yang kurang familier, perangkat ini pada dasarnya merupakan sebuah kamera yang duduk di atas gimbal 3-axis. Keberadaan gimbal terintegrasi semacam ini membuatnya sangat kapabel untuk merekam video secara mulus, bahkan ketika pengguna tengah merekam sambil berlari sekalipun.

Kameranya sendiri terdiri dari sensor CMOS 1/2,3 inci yang sanggup menjepret foto 12 megapixel (JPEG maupun RAW) serta merekam video beresolusi 4K 60 fps, dan lensa f/2.2 dengan sudut pandang seluas 120°. Kamera ini menawarkan shutter speed antara 60 detik sampai 1/8.000 detik, serta rentang ISO 100 hingga 3200.

Sebagai perbandingan, DJI Pocket 2 hadir mengusung sensor yang berukuran lebih besar di angka 1/1,7 inci, tidak ketinggalan pula lensa dengan bukaan yang juga lebih besar di f/1.8. Singkat cerita, kalau untuk pemotretan maupun perekaman video di kondisi low-light, DJI Pocket 2 semestinya lebih bisa diandalkan ketimbang Moin.

Yang istimewa dari Moin adalah aspek pengoperasiannya. Di saat DJI Pocket 2 mengandalkan layar sentuh mungil yang mudah sekali tertutup jempol, Moin justru menyimpan layar sentuh IPS sebesar 2,45 inci yang dapat diputar-putar, sekaligus yang bisa dilipat rata dengan bodi sampingnya ketika sedang tidak diperlukan.

Namun demikian, konsekuensinya adalah fisik Moin memang kalah ringkas jika dibandingkan dengan DJI Pocket 2. Selisih bobot antara keduanya pun cukup jauh; Moin di 176 gram, sedangkan DJI Pocket 2 di 117 gram. Moin mengemas baterai berkapasitas 950 mAh yang diklaim bisa tahan sampai 145 menit jika digunakan untuk merekam video dalam resolusi 1080p 30 fps.

Di Amerika Serikat, Moza Moin Camera saat ini telah dipasarkan dengan banderol $299, atau kurang lebih sekitar Rp4,38 jutaan. Semoga saja harga jualnya di sini tidak jauh-jauh dari itu sehingga bisa menjadi alternatif yang lebih terjangkau dari DJI Pocket 2.

Sumber: DP Review.

Janji dari Awan untuk Kemajuan Digital di Indonesia

Pandemi COVID-19 secara tiba-tiba datang dan memaksa manusia untuk menerima dan beradaptasi terhadap berbagai kebiasaan baru. Kebijakan physical distancing mendorong masyarakat untuk beraktivitas secara online demi mengurangi penyebaran penyakit. Perubahan kebiasaan baru ini, secara langsung berdampak pada percepatan penetrasi digital di Indonesia. Banyak perusahaan konvensional yang mulai mempertimbangkan investasi pada infrastruktur dan teknologi demi kelancaran usaha.

Percepatan penetrasi digital tentu tidak terlepas dari janji teknologi komputasi awan sebagai pembuka peluang pengembangan bisnis dengan pemanfaatan dan pengelolaan data dengan lebih optimal. Hal tersebut tampaknya menjadi angin segar bagi bisnis konvensional yang mengharapkan operasional bisnis dapat berjalan efektif dan inovasi-inovasi baru dapat terjadi dengan cepat. Lebih jauh lagi, keinginan pemerintah agar pemulihan ekonomi di Indonesia pasca pandemi juga dapat segera terlaksana. Namun semudah apakah janji tersebut dapat terpenuhi?

Akhir tahun 2020 lalu, Boston Consulting Group (BCG) bersama dengan Amazon Web Services (AWS) mengeluarkan hasil studi yang menyatakan bahwa kehadiran teknologi komputasi awan dibutuhkan dalam membantu perusahaan-perusahaan Indonesia untuk bertransformasi digital. Pemanfaatan komputasi awan dapat memangkas 15-40 persen biaya pembangunan infrastruktur teknologi informasi (TI) di suatu perusahaan. Tidak hanya itu, dengan memanfaatkan komputasi awan, produktivitas perusahaan diperkirakan juga akan melonjak hingga 25-50 persen karena automasi proses bisnis.

Kehadiran teknologi komputasi awan ini di klaim memberikan tiga manfaat dalam transformasi digital yakni efisiensi waktu, efisiensi biaya, dan kecepatan inovasi serta penetrasi pasar yang lebih baik.

BCG memperkirakan jika industri komputasi awan di tanah air tumbuh sesuai dengan jalurnya atau dengan skenario normal, maka dampak terhadap perekonomian Indonesia diperkirakan mencapai US$36 miliar sepanjang 2019-2023.

Indonesia dengan jumlah penduduk yang sebanyak 270,20 juta jiwa dan telah menguasai 40% dari total nilai ekonomi berbasis internet di Asia tenggara pada 2019, semakin menunjukkan potensinya sebagai raja ekonomi berbasis internet di Asia Tenggara. Indonesia juga memiliki nilai ekonomi berbasis internet Indonesia mencapai 40 miliar dolar atau Rp567,9 triliun. Angka tersebut diproyeksikan bakal melonjak 32 persen menjadi 133 miliar dolar pada 2025 mendatang.

Di era digital, kebutuhan perusahaan terhadap kemudahan akses dan integrasi data menjadi keharusan agar tetap relevan. Ditambah saat pandemi, di mana hampir sebagian besar masyarakat memilih untuk beraktivitas secara online, kebutuhan terhadap penerapan komputasi awan ini menjadi semakin dibutuhkan, dan akselerasi bisnis komputasi awan juga semakin menuju langit. Karena teknologi ini bisa menjadi jembatan di tengah masyarakat memilih untuk tetap produktif di tengah keterbatasan. Komputasi awan sendiri tidak terbatas menyediakan layanan di internet publik, tapi bisa juga untuk mengatur jaringan infrastruktur yang dimiliki oleh perusahaan atau disebut jaringan privat. Walaupun tidak semudah layanan awan publik, tapi perusahaan masih bisa mendapatkan berbagai benefit yang ditawarkan oleh komputasi awan.

Penerapan komputasi awan telah lama diadaptasi oleh perusahaan-perusahaan teknologi. Salah satu kisah yang menarik ada pada Gojek. Kemampuan Gojek untuk beradaptasi dengan cepat menghadirkan solusi bagi masyarakat di tengah pandemi ini juga dimungkinkan dengan kemudahan teknologi untuk pengelolaan dan optimalisasi data, seperti fitur geofencing untuk memastikan layanan tidak dapat beroperasi pada wilayah yang ditetapkan sebagai Wilayah Pengendalian Ketat (PSBB) serta memperingatkan dan bahkan menindak secara otomatis mitra-mitra yang secara sistem terindikasi sedang berkerumun khusus di area Jabodetabek, rekomendasi dan search engine untuk GoFood, mengurangi potensi fraud, contactless delivery, dan masih banyak inovasi lainnya yang dimudahkan berkat layanan komputasi awan.

Komputasi awan juga membantu dalam algoritma penentuan tarif untuk pemerataan supply dan demand di titik-titik tertentu, misalnya tarif di titik tertentu akan menyesuaikan jika demand penggunanya meningkat dan membutuhkan lebih banyak jumlah mitra driver. Dengan adanya penyesuaian tarif tersebut, maka waktu tunggu konsumen menjadi lebih cepat. Pengalaman pengguna menjadi lebih baik dan pendapatan harian mitra driver juga meningkat dengan adanya pemerataan titik demand.

Dengan jutaan pengguna yang menggunakan aplikasi Gojek, maka penting untuk memastikan performa aplikasi berfungsi dengan baik. Dengan menggunakan beberapa fitur keandalan dan keamanan dari luasnya layanan yang disediakan komputasi awan, maka engineers dapat mendeteksi potensi-potensi gangguan dengan cepat. Inovasi juga semakin dimudahkan dengan kemampuan komputasi awan untuk memudahkan pembuatan model machine learning untuk pengolahan data. Pemanfaatan komputasi awan tentunya memudahkan Gojek untuk fokus pada produk inti (core product) dan mendorong percepatan inovasi. Kecepatan Gojek untuk berinovasi mendorong pertumbuhan Gojek secara eksponensial bahkan di tengah situasi yang sulit.

Kesuksesan tersebut tentunya sangat mungkin diadaptasi oleh perusahaan dan organisasi lainnya seperti rumah sakit, banking, layanan transportasi publik, maupun pemerintahan. Sektor pemerintahan pun telah meningkatkan pelayanan publik dengan komputasi awan, terutama demi keamanan siber. Sebagai contoh, website DPR telah memanfaatkan layanan komputasi awan dari Balai Sertifikasi Elektronik, untuk memastikan keamanan informasi elektronik, sehingga potensi peretasan informasi bisa dikurangi.

Namun, dengan berbagai keunggulan dan janji manis yang dihadirkan komputasi awan, ada banyak hal yang menjadi pertimbangan dalam mengadaptasi komputasi awan. Pertama, tidak sedikit yang meragukan keamanan data pelanggan apabila disimpan dalam komputasi awan karena data harus diserahkan ke pihak ketiga. Padahal, mayoritas penyedia komputasi awan besar sudah memiliki sertifikasi ISO 27001 yang menjamin kerahasiaan data pelanggan dan memastikan kerahasiaan data transaksi dan pembayaran terjamin dan sesuai standar industri.

Dari sisi keamanan siber, komputasi awan telah memiliki keamanan yang berlapis, baik secara fisik di gedung data center mereka, maupun keamanan dari sisi software, sehingga lebih sulit untuk diretas dibandingkan dengan server yang dikelola sendiri di gedung perkantoran. Misalnya, infrastruktur komputasi awan melakukan enkripsi data, mengintegrasikan policy keamanan, dan juga memonitor secara terus-menerus semua aktivitas di sistem, sehingga bisa mendeteksi kejahatan siber sebelum peretas meluncurkan serangannya.

Kedua, regulasi pemerintah terkait penyimpanan dan pemrosesan data Indonesia harus lebih diperjelas untuk mendukung percepatan digital di Indonesia dan menjaga kedaulatan data. Pemerintah saat ini sedang membangun layanan komputasi awan milik negara yang direncanakan rampung pada 2022 untuk menjaga data-data strategis pemerintah dan juga pihak lainnya.

Pemerintah perlu mematangkan perencanaan penyediaan layanan komputasi awan dan mempertimbangkan mengenai apakah rencana tersebut akan efektif untuk menunjang kebutuhan besar di era digital. Membangun infrastruktur komputasi awan sendiri merupakan pekerjaan berat, karena keandalan dan keamanan sistem harus terus dijaga 24 jam setiap harinya, tidak boleh mengalami gangguan sedikit pun, apalagi jika harus diakses oleh puluhan bahkan ratusan juta pengguna di Indonesia. Namun hal ini bukan berarti mustahil untuk direalisasikan demi menunjang percepatan digital dan pemulihan ekonomi pasca pandemi di Indonesia.

Tulisan ini disusun oleh Giri Kuncoro selaku Senior Software Engineer Gojek. Sebelumnya ia pernah bekerja di beberapa perusahaan internasional seperti VMware, General Electric, dan Toshiba Corporation. Ia juga sudah membukukan dua paten terkait algoritma untuk mengontrol distribusi dan efisiensi penambahan daya baterai di sistem penyimpanan.

Gambar Header: Depositphotos.com

Pengaruh Meledaknya Dotcom Bubble di Indonesia Bagi Perkembangan Startup Lokal

“Habis gelap terbitlah terang”. Istilah ini mungkin tepat menggambarkan kondisi yang terjadi di industri teknologi dunia pada awal tahun 2000-an silam. Saat itu terjadi fenomena yang dikenal dengan istilah ‘dotcom bubble’, di mana fenomena ini dianggap sebagai sejarah kelam dalam bisnis IT. Begitu banyak perusahaan internet yang sempat berjaya, lalu tiba-tiba kandas begitu saja. Meski dampak terbesarnya dirasakan oleh perusahaan-perusahaan di Amerika, ekosistem bisnis di Indonesia juga tak luput dari pengaruh fenomena ini.

Pada masa dotcom bubble berlangsung di antara tahun 1995-2001, beberapa perusahaan berbasis internet asal Indonesia juga lahir termasuk Astaga.com, KopiTime.com, KafeGaul.com, serta Lipposhop.com dan walaupun sempat dikenal luas oleh masyarakat, nama-nama tersebut akhirnya berguguran (saat ini hanya Astaga.com yang masih dapat dikunjungi).

Namun, kegagalan yang dialami oleh beberapa bisnis di masa dotcom bubble yang lalu justru menjadi penanda dalam perjalanan bisnis internet, yang kemudian membuka kesempatan bagi startup Indonesia untuk lebih bijak dalam melangkah ke depan. Berikut 5 (lima) pelajaran penting dari meledaknya dotcom bubble, yang telah menjadi pendorong startup Indonesia menjadi berjaya seperti sekarang.

1. Pivot bisa jadi pilihan, namun harus sesuai dengan DNA perusahaan

Saat ledakan dotcom bubble terjadi, salah satu masalah besar bagi startup adalah perusahaan tidak fokus dengan model bisnis yang digelutinya. Seperti Kopitime.com misalnya. Pertama berdiri sebagai portal media, saat itu Kopitime.com juga memiliki bisnis retail di bawah bendera PT Kopitime Tbk dengan produk Kopimall yang ditengarai tidak menguntungkan – meski perusahaan telah melaksanakan IPO pada tahun 2001 dan memiliki dana sebesar 15 miliar Rupiah dari publik. Alih-alih pivot demi menyelamatkan bisnis, nasib Kopitime.com di tahun 2002 justru semakin terombang-ambing dengan keputusannya merumahkan sebagian besar karyawan akibat performa bisnis yang anjlok. Sampai pada akhirnya di medio 2004, perusahaan dengan kode emiten KOPI itu menerima sanksi berupa suspensi saham dari pihak bursa efek yang berakibat terkendala dalam penerimaan investor baru. Sempat berwacana melebarkan bisnis pada usaha infrastruktur, BTS (base tranceiver station) hingga pembangunan jalan tol, namun hingga kini tidak jelas kabarnya.

Dari pengalaman itu bisa dilihat, bahwa meski memiliki dukungan modal dan investasi yang besar, konsistensi dalam menjaga DNA perusahaan berperan sangat penting untuk menjaga keberlangsungan bisnis meski berada di tengah iklim ekonomi yang tidak pasti. Atau dalam arti kata lain, membangun model bisnis yang tepat justru sangat penting bagi kemajuan dan keberlangsungan sebuah perusahaan. Berbekal pelajaran dari pecahnya dotcom bubble di awal dekade 2000-an, banyak founders yang akhirnya mulai mendirikan startup dengan model bisnis yang jelas, berkelanjutan, dan memiliki proyeksi yang menguntungkan.

2. Produk yang sukses adalah produk yang diinginkan pasar

Dalam membangun sebuah bisnis, hukum dasar ekonomi berupa hukum demand dan supply (hukum permintaan dan penawaran) tetap patut menjadi pegangan. Ketika membangun perusahaan, sangat penting untuk memahami kebutuhan dan kondisi pasar dan menyesuaikan model bisnis. Apalagi untuk bisnis berbasis teknologi, para founder perlu mengetahui secara jelas tingkat literasi dan penggunaan teknologi yang digunakan pada masyarakat yang menjadi target pasarnya. Ada kalanya, sebuah model bisnis berbasis teknologi telah sukses di luar negeri, namun baru bisa diterima oleh pasar lokal pada 5 atau 10 tahun ke depan.

Seperti pengalaman dari Lipposhop.com, e-commerce B2C yang berdiri pada tahun 2000 untuk kawasan pasar Jakarta dan area sekitarnya. Kala itu, persiapan Lipposhop.com sendiri sebetulnya cukup matang. Dengan didukung oleh salah satu korporasi raksasa Indonesia, geliat Lipposhop.com cukup masif. Dimulai dengan membangun warehouse, armada ekspedisi mandiri, hingga modal beriklan di halaman depan surat kabar ternama hingga dua halaman penuh dilakoninya demi mencoba mengedukasi pasar.

Namun sayang, saat itu adopsi penggunaan internet untuk perorangan masih sangat rendah, bahkan angka kepemilikan perangkat komputer di Indonesia paling rendah se-Asia. Tak heran, bisnis Lipposhop.com sangatlah lesu, dan akhirnya hanya dapat bertahan selama sekitar satu tahun sebelum akhirnya ditutup pada tahun 2001.

Berbekal pelajaran di masa lalu, terutama dari fenomena dotcom bubble, banyak founders juga mulai membangun produk sesuai dengan kebutuhan pasar. Salah satunya lewat metode lean startup untuk memastikan bahwa solusi yang ditawarkan memiliki demand dan pasar yang jelas. Sehingga modal tidak habis di awal hanya untuk mengiklankan produk yang belum tentu diinginkan pasar. Hal ini menunjukkan bahwa langkah awal membangun perusahaan perlu didukung oleh riset dan pengetahuan akan kondisi pasar, sehingga produk dan layanan yang ditawarkan dapat diterima dengan baik, sesuai dengan kebutuhan pasar saat itu.

3. Tidak hanya dukung lewat sokongan modal, investor juga berperan penting dalam berbagi ilmu untuk pelaku startup

Di awal tahun 2000-an, fokus investor umumnya hanya sebatas mengucurkan pendanaan ke startup dan menunggu investasi tersebut kembali. Namun, sejak ledakan dotcom bubble, para investor mulai menyadari pentingnya bimbingan dan arahan untuk para founder startup agar dapat membangun perusahaan dan bisnis yang menguntungkan dan berkelanjutan. Maka itu, tak heran jika di era ini, banyak pemodal baik itu yang datang dari Venture Capital, hingga angel investor turut berperan aktif dalam mengedukasi startup baru agar semakin matang dan berkembang. Caranya macam-macam, bisa dengan dengan memfasilitasi mereka lewat berbagai program, mulai dari inkubasi, akselerasi, hingga mentorship dari pakar turut pula dihadirkan.

Seiring semakin matangnya ekosistem wirausaha berbasis digital, korporasi besar – bahkan dari negara – sekalipun turut mendukung pertumbuhan ekosistem startup lewat sokongan modal yang banyak berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Salah satu contoh caranya adalah dengan mendirikan Corporate Venture Capital (CVC). Dengan iklim investasi yang semakin baik, ekosistem startup di Indonesia pun semakin berkembang ke arah yang lebih matang.

4. Kolaborasi dengan startup lain bantu percepat laju pertumbuhan bisnis

Membangun startup yang sukses tidak dapat dilakukan dengan hanya berfokus ke organisasi sendiri. Dibutuhkan berbagai elemen lain seperti pengguna, mitra, dan juga organisasi yang solid dalam menawarkan produk dan layanan yang dibutuhkan oleh pengguna. Salah satu cara cepat yang bisa dilakukan adalah dengan berkolaborasi.

Kolaborasi adalah kunci sukses bagi startup. Dengan layanan yang beragam, startup di Indonesia mampu mendukung kemajuan bisnis lain seperti UMKM dan startup lainnya. Salah satunya adalah Midtrans yang turut mendorong perkembangan industri e-commerce di Indonesia, lewat layanan payment gateway yang digunakan oleh Tokopedia, Bukalapak, Blibli, serta UMKM, institusi finansial, hingga perusahaan multinasional. Dengan mengerahkan upaya terbaik untuk membantu kesuksesan mitra usaha, startup seperti Midtrans juga turut mendukung pertumbuhan bisnisnya.

Dengan ekosistem kuat dan beragam, startup juga bisa memberikan dampak bagi kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat. Seperti Gojek yang membuka jutaan lapangan kerja baru bagi para mitra pengemudinya, serta mampu menyumbang Rp104,6 triliun untuk ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2019 berdasarkan riset FEB UI. Gojek juga mendukung kemajuan startup anak bangsa lainnya lewat berbagai kolaborasi yang dilakukan, serta program akselerasi Gojek Xcelerate dan unit permodalan Go-Ventures yang dimiliki.

5. Dalam berinovasi untuk menguasai pasar, penting untuk membangun basis pelanggan dalam jangka panjang

Salah satu pelajaran menarik dari fenomena meletusnya dotcom bubble adalah, saat itu perusahaan dan investor hanya fokus pada target jangka pendek. Kebanyakan investor menganggap bahwa internet akan merajai kehidupan, segala hal dapat dijual secara online, dan dengan kekuatan internet mereka akan menguasai pasar dalam waktu singkat. Namun, nilai-nilai fundamental dalam membangun sebuah perusahaan, yaitu usaha dan ketekunan untuk menggaet target pasar serta membangun basis pelanggan, seringkali luput dari perhatian.

Contoh yang bisa dilihat, nama-nama startup besar yang kita kenal dengan sebutan unicorn, decacorn, dan sebagainya tidak serta merta meraih kesuksesan dalam semalam. Perjalanan panjang bertahun-tahun berhasil dilalui startup seperti Tokopedia, Traveloka, hingga Gojek.

Butuh waktu bertahun-tahun bagi startup-startup tersebut untuk meraih kepercayaan masyarakat, yang akhirnya bisa membangun basis pelanggan yang besar seperti saat ini. Beragam upaya pun dilakukan, salah satunya lewat edukasi pasar yang konsisten, dan inovasi berkelanjutan yang secara tekun dilakukan untuk menghadirkan layanan yang semakin berkualitas. Dari sini bisa disimpulkan pula bahwa keahlian dalam meramu teknologi juga ada baiknya diimbangi dengan memegang nilai-nilai dasar bisnis demi kelangsungan usaha.

Fenomena ledakan dotcom bubble di awal tahun 2000-an memang mengejutkan bagi dunia startup, namun setidaknya dari lima pembelajaran dotcom bubble tadi bisa menjadi bekal bagi startup digital di era saat ini untuk memiliki daya tahan tinggi. Terlebih di tengah kondisi pandemi yang terjadi sejak 2020 lalu dengan dampak pukulan ekonomi yang luar biasa, para startup diharapkan tidak hanya mampu bertahan, namun juga bertumbuh secara signifikan. Seperti pepatah “habis gelap terbitlah terang”, kemampuan startup untuk beradaptasi dalam berbagai situasi, termasuk menghadapi pandemi seperti saat ini juga semakin menunjukkan kualitas fondasi startup Indonesia yang semakin baik dan siap untuk berjaya di masa depan. Semoga!

Dari Kaskus Hingga Social Commerce, Mendalami Peran Interaksi Sosial Dalam Perjalan Startup Digital Tanah Air

Berbicara soal awal perjalanan industri startup di Indonesia, rasanya sulit dilepaskan dari kebiasaan interaksi sosial yang bisa mendefinisikan pasar Indonesia sejak awal dekade 2010-an silam. Betapa tidak, dengan dukungan teknologi 3G kala itu yang memungkinkan akses cepat ke internet, memicu munculnya berbagai layanan media sosial interaktif yang diadopsi secara cepat oleh pasar Indonesia, mengakselerasi perubahan interaksi sosial di dunia nyata ke dunia maya

Interaksi sosial digital tersebut meliputi berbagai hal. Mulai dari mengobrol, berbagi informasi, berdiskusi dan bertukar pendapat, hingga melakukan transaksi jual beli. Berbagai aktivitas berbasis interaksi sosial inilah yang difasilitasi oleh startup. Sejak saat itu hingga kini, komponen interaksi sosial berevolusi dan selalu menjadi bagian dari perjalanan startup lokal untuk memenangkan pasar Indonesia.

Kalau kita melihat industri digital di Indonesia ke belakang, terlihat sekali betapa signifikan kebiasaan interaksi sosial masyarakat Indonesia membentuk industri digital seperti sekarang ini. Mulai dari forum online hingga social commerce.

Forum online, pencetus tren awal pencetus diskusi tanpa batas

Forum online merupakan platform yang dibuat sebagai wadah untuk berdiskusi bagi para penggunanya. Lewat forum online, pengguna dapat berbagi informasi dan bertukar pendapat mengenai topik tertentu. Lebih jauh lagi, interaksi yang dilakukan dalam forum online juga mampu melahirkan berbagai komunitas.

Salah satu startup dengan layanan forum online terbesar di Indonesia adalah Kaskus. Didirikan pada tahun 1999, Kaskus menjadi wadah diskusi online yang membahas berbagai hal. Mulai dari diskusi informasi umum, hingga berbagi info soal hobi. Dari situ, Kaskus alhasil juga menjadi “rumah” bagi berbagai macam komunitas. Tak hanya berinteraksi secara online, berbagai kegiatan offline pun sering diadakan para ‘Kaskuser’ (sebutan pengguna Kaskus) mulai dari hanya sekedar ‘kopdar’ (kopi darat), hingga gathering massal berskala nasional.

Dari masifnya interaksi sosial yang mengiringi perjalanan Kaskus, platform yang awalnya dikembangkan di Amerika Serikat ini “mengembangkan sayap” untuk memfasilitasi para penggunanya melakukan promosi penjualan barang hingga jasa. Alhasil, lahirlah Forum Jual Beli (FJB) Kaskus yang sempat menjadi tempat belanja online paling populer di Indonesia, jauh sebelum akhirnya muncul berbagai e-commerce lain yang memberikan kenyamanan lebih untuk bertransaksi secara online, termasuk kemudahan dan keamanan pembayaran lewat payment gateway system seperti yang disediakan oleh Midtrans.
Selain Kaskus, ada juga beberapa startup lain dengan layanan serupa seperti misalnya; Indowebster (IDWS) yang forumnya juga cukup dikenal meski layanan utamanya adalah untuk berbagi file antar pengguna, kemudian ada juga forum-forum online lain dengan segmen yang lebih niche macam Jalan2.com untuk penggemar plesiran, Fotografi.net bagi para pecinta dunia fotografi, dan juga ada Modifikasi.com yang disediakan untuk para penggiat industri otomotif.

Ada juga beberapa startup lain dengan layanan serupa. Misalnya Indowebster (IDWS) yang forumnya cukup ramai meskipun layanan utamanya adalah untuk berbagi file antar pengguna. Ada pula layanan forum online dengan tema yang lebih spesifik seperti Jalan2.com (traveling), Fotografi.net (fotografi), atau Modifikasi.com (otomotif).

Lewat jejaring sosial, interaksi sosial dapat dipersonalisasi

Mewabahnya tren berjejaring sosial yang diusung oleh Friendster (2003), MySpace (2005), hingga Facebook di Indonesia pada rentang 2000-2010an silam, tak pelak juga memicu para penggiat startup lokal mencoba membangun dan menawarkan layanan yang mewadahi interaksi sosial. Masih cukup segar di ingatan kami, startup jejaring sosial lokal seperti Fupei, ACS, hingga Koprol sempat menikmati kesuksesan di Indonesia. Koprol sendiri akhirnya sempat diakuisi oleh Yahoo! pada 2010 silam, meski akhir perjalanannya kurang baik.

Di samping nama-nama tadi, bermunculan pula beberapa media sosial lokal lain dengan layanan yang masih eksis hingga saat ini, seperti Yogrt, Oorth, Sebangsa, Mindtalk, dan DailyAct. Semua penyedia layanan itu seakan menegaskan – dan membuktikan – bahwa selama interaksi sosial masih melekat di masyarakat, masih ada kesempatan bagi mereka untuk eksis di tengah dominasi media sosial raksasa dunia.

Dari interaksi sosial ke pinjaman sosial

Interaksi sosial juga tak hanya “berakhir” di wadah diskusi, tukar pendapat, dan jual-beli semata. Hal yang berkaitan dengan finansial pun bisa lahir dari interaksi sosial yang begitu lekat di masyarakat Indonesia. Di ranah teknologi, istilah ‘social lending’ atau ‘crowd lending’ diwakili oleh startup dengan layanan berbasis Peer To Peer (P2P) Lending. Konsep P2P sendiri merupakan konsep yang mempertemukan peminjam dana dengan pemberi pinjaman secara online. Peminjam dana di sini bisa merupakan individu atau badan usaha, sedangkan untuk pinjaman biasanya dikumpulkan dari para pendana individu, layaknya aktivitas “patungan dana” yang biasa terjadi di masyarakat.

Tersedianya beberapa pemain fintech (financial technology) yang melayani P2P lending ini juga dinilai turut mengakselerasi inklusi finansial di masyarakat. Seperti yang tertuang di dalam Fintech Report 2020 oleh DailySocial dikatakan, dua-pertiga dari populasi Indonesia masih tidak memiliki rekening bank. Tak ayal, platform ini juga menjadi salah satu pendorong perkembangan UMKM, dengan kemampuannya menyediakan akses permodalan yang lebih cepat, dengan persyaratan dan proses yang jauh lebih mudah daripada yang ditawarkan oleh perbankan konvensional.

Kemunculan startup-startup lokal yang mengusung konsep P2P lending ini lahir di pertengahan dekade 2010-an, atau tepatnya di circa 2015-2016. Dari beberapa hingga ratusan, badan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, data per Oktober 2020 kemarin terdapat sebanyak 155 perusahaan fintech yang menyelenggarakan P2P lending secara legal dan resmi sesuai izin di Indonesia. Tentunya yang beroperasi secara ilegal pun juga tak sedikit, meski akhirnya ditutup izinnya oleh OJK.

Beberapa nama startup fintech lokal dengan konsep P2P lending yang dapat Anda temui antara lain adalah Amartha, Investree, Koinworks, Modalku, dan sebagainya. Meski mengusung layanan yang sama, beberapa startup di layanan ini memiliki keunikan masing-masing entah itu di ranah segmentasi, maupun jenis kebutuhan finansial yang mereka layani. Seperti misalnya dengan Amartha yang fokus memajukan pemberdayaan pengusaha perempuan lewat akses pendanaan. Lain lagi halnya dengan Investree, yang mengunggulkan salah produk pembiayaannya yang berbasis invoice demi meningkatkan tingkat kepercayaan pendana. Serta keunikan lain dari tiap-tiap pemain ranah P2P lending yang semakin mematangkan industri teknologi finansial di Indonesia.

Revolusi social commerce: Dari arisan ke toko digital

Kepopuleran e-commerce yang semakin meningkat juga tak luput berkat interaksi sosial yang tinggi di pasar Indonesia. Alhasil, istilah ‘Social Commerce’ lahir dan tumbuh bersama industri e-commerce yang booming di Indonesia sejak dekade 2010-an. Sesuai namanya, social commerce adalah aktivitas dagang yang hidup di dalam ekosistem media sosial. Ada banyak alasan yang menyeruak mengapa social commerce sama-sama populer dengan layanan e-commerce pada umumnya.

Menurut laporan “Asia Social Commerce Report 2018” yang dirilis PayPal, pebisnis dalam negeri ditengarai paling banyak menggunakan platform Instagram dan Facebook untuk mempromosikan bisnisnya. Anggapan kemudahan berpromosi lewat jejaring sosial itu mendukung pula anggapan bahwa, kekuatan “the word of mouth” yang hidup di dalam ekosistem media sosial betul-betul dimanfaatkan para pebisnis online untuk mengakselerasi bisnisnya. Lagi-lagi hal ini kemudian bisa menyimpulkan bahwa kekuatan interaksi sosial sangat mempengaruhi perjalanan industri teknologi di tanah air.

Konsep social commerce sudah lama diterapkan di Indonesia. Acara arisan dimanfaatkan para anggota untuk menjual alat masak dan barang-barang rumah tangga. Mapan, bagian dari Gojek Group, bahkan telah menggunakan mekanisme arisan untuk membantu masyarakat membeli barang kebutuhan secara online. Social commerce menjadi kegiatan yang sudah mendarah daging di masyarakat akar rumput, yang sekaligus menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia tetap berjalan walau terdampak krisis seperti resesi yang terjadi di 2008 silam.

Dengan tingginya potensi pasar social commerce, beberapa startup juga berusaha terjun untuk mendukung dan membantu kegiatan bisnis para penjual lewat layanan yang mereka tawarkan. Mulai dari menyediakan layanan chatbot, menghubungkan penjual dengan brand atau produsen, hingga membantu dari segi rantai pasok (supply chain). Beberapa nama startup lokal yang ada di bidang ini adalah Woobiz yang fokus menghubungkan mitra – yang kebanyakan datang dari kaum perempuan – dengan brand, Taptalk.io yang berfokus menyediakan layanan integrasi aplikasi pesan singkat bagi bisnis online, hingga Halosis yang menyediakan fitur chatbot untuk pebisnis.

Sebagai startup anak bangsa dengan salah satu fokus bisnis untuk membantu perkembangan ekosistem UMKM di Indonesia, Gojek melalui Moka juga tengah mengembangkan produk berbasis social commerce yang bernama GoStore. Layanan GoStore memungkinkan penjual membuat dan mengelola toko online yang secara otomatis dapat diintegrasikan ke media sosial untuk menjangkau lebih banyak pengguna. Selain itu, produk lain dari Gojek yang bernama Selly juga menawarkan layanan berupa keyboard otomatis, yang bisa digunakan oleh para social seller untuk mengaktifkan layanan chatbot, cek ongkos kirim, hingga integrasi langsung ke fitur pembayaran yang disediakan oleh Midtrans.

Berkembangnya social commerce di ranah digital juga menciptakan kebutuhan dari penjual maupun konsumen untuk dapat bertransaksi dengan aman. Peran startup payment gateway yang menyediakan pilihan pembayaran non-tunai menjadi pendukung perkembangan social commerce. Midtrans contohnya, menyediakan opsi pembayaran non-tunai dengan GoPay, kartu debit, kredit, dan berbagai metode lainnya yang memudahkan para social sellers memproses transaksi digital.

Melihat sejumlah fakta di atas, rasanya tak berlebihan jika menganggap inovasi startup lokal sangat dipengaruhi oleh tingginya arus interaksi sosial di masyarakat Indonesia. Evolusi dan perkembangan yang dipengaruhi ini juga sepertinya tidak akan berhenti dalam waktu dekat, entah itu bagi kehidupan individu sehari-hari, maupun bagi geliat bisnis, interaksi sosial patut dipandang sebagai aspek pendorong kemajuan industri teknologi di Indonesia. Bukan hal yang tidak mungkin juga, jika interaksi sosial yang terus berevolusi itu bakal memicu layanan-layanan baru di masa depan. Bisa jadi nanti akan ada pengembang lokal yang membuat aplikasi serupa Clubhouse yang sedang booming itu. Karena sesungguhnya kita sangat gemar berinteraksi sosial bukan?

Potensi Sinergi Startup dan Perusahaan Ritel Merealisasikan “New Retail” di Indonesia

New retail adalah istilah yang dipopulerkan raksasa e-commerce Alibaba untuk menggambarkan perpaduan ritel online dan offline melalui digitalisasi proses perdagangan atau disebut dengan retail value chain. Tujuannya menghadirkan pengalaman pengguna (User Experience/UX) yang lebih baik untuk kepentingan pedagang, konsumen, sekaligus berbagai mitra yang terlibat dalam proses bisnis.

Berdasarkan studi CGAP, konsep new retail mendemokratisasi beberapa dimensi di bisnis perdagangan, meliputi: (1) rantai pasokan dan logistik distribusi, (2) layanan nilai tambah bagi produsen/pengecer, (3) pengalaman berbelanja yang terintegrasi bagi konsumen.

Dengan sumber daya dan kemampuan finansial yang dimiliki, Alibaba mengembangkan semua aspek tersebut secara mandiri. Namun bagaimana jika dihadapkan dengan kondisi sebaliknya, saat transformasi digital dihadapkan pada proses bisnis legasi, perubahan tidak bisa dilakukan cepat – dengan berbagai keterbatasan sumber daya yang ada.

Peluang sinergi

Realisasi new retail, khususnya di Indonesia, bisa dilakukan dengan jalinan sinergi antara startup teknologi dan perusahaan ritel. Sinergi tersebut dapat dimulai dengan mengidentifikasi aspek paling fundamental dari new retail itu sendiri, yang tak lain adalah membangun data warehouse. Data yang terkumpul nantinya digunakan untuk berbagai kebutuhan seperti analisis prediktif.

Jika ditinjau lebih dalam, ada beberapa data yang bisa dimanfaatkan dalam proses bisnis retail guna membantu sistem pengambilan keputusan, meliputi data pembayaran/transaksi, data produk, data promosi, dan data logistik/rantai pasokan.

new_retail_1

Tidak hanya proses digitalisasi seperti yang sudah banyak dilakukan peritel tradisional, data-data tersebut harus dapat diintegrasikan satu dengan yang lain untuk menghasilkan insight komprehensif. Misalnya antara data produk, tren transaksi, dan sistem logistik untuk membantu peritel memastikan stok bahan makanan selalu dalam kondisi prima.

Secara teknis, harus ada konektivitas yang baik antara aplikasi point of sales yang menerima transaksi dari konsumen, aplikasi stok barang di unit pergudangan, hingga aplikasi rantai pasokan yang menghubungkan peritel dengan mitra-mitranya.

new_retail_2

Penggunaan alat-alat digitalisasi secara signifikan akan mengonversi tatanan data yang diproduksi atau dikelola peritel. Platform yang ada saat ini juga umumnya bersifat terbuka, memungkinkan adanya integrasi dengan layanan digital lainnya. Ambil contoh aplikasi pencatatan keuangan yang dapat terintegrasi dengan sistem kasir atau dasbor transaksi dompet digital melalui sambungan API.

Riset yang dilakukan Accenture juga memperlihatkan adanya tren akselerasi transformasi digital yang dilakukan di sektor ritel dan FMCG selama masa pandemi. Ada sepuluh aspek yang ditangkap, mulai keinginan untuk mengurai data konsumer menjadi pengetahuan, peningkatan manajemen penjualan, hingga peningkatan ekosistem mitra.

Survei DSResearch terhadap perusahaan FMCG/ritel lokal juga memperlihatkan hasil yang kurang lebih sama. Visi transformasi yang dicanangkan untuk menghadirkan terobosan membuka potensi produk/layanan baru dan menyesuaikan dengan tren kebutuhan konsumen.

Accenture

Bentuk kolaborasi

Mempelajari bentuk transformasi digital dari laporan DSResearch di atas, ada beberapa model yang dapat diadopsi perusahaan ritel ketika berkolaborasi dengan startup. Bentuk pertama adalah adopsi sistem, sederhananya peritel hanya perlu menjadi pelanggan premium dari layanan digital yang disediakan startup. Beberapa platform memberikan keleluasaan untuk melakukan kustomisasi kebutuhan di tataran terbatas.

Bentuk kedua ialah melalui kemitraan strategis. Di Indonesia, untuk perusahaan ritel ataupun FMCG praktik ini memang terlihat belum lazim, hanya saja beberapa sudah melakukan. Perusahaan dengan skala dan kapabilitas yang lebih besar dapat turut serta dalam pengembangan startup – umumnya melalui kepemilikan alias si perusahaan menjadi shareholder (baik mayoritas atau minoritas). Model ini memungkinkan penyelarasan visi antarperusahaan, sehingga dapat bersinergi secara lebih intim.

Ketiga adalah melalui platform sharing, beberapa startup memiliki ketergantungan kepada mitra bisnis dalam kaitannya dengan pemenuhan produk. Khususnya bagi mereka yang mengembangkan sistem berbasis online-to-offline.

Pengalaman baru konsumen

Melalui platform omni-channel, peritel bisa masuk ke platform digital untuk melayani lebih banyak pengguna. Toko yang menyediakan bahan segar, misalnya, bisa saja masuk ke ekosistem HappyFresh, bahkan beberapa layanan e-commerce populer juga mulai akomodasi layanan serupa. Selain diantarkan, aplikasi grocery juga memiliki opsi untuk diambil di toko, sehingga pengalaman offline berbelanja masih sangat mungkin terbentuk.

Ketika orang berbelanja, ada tiga pengalaman yang akan dirasakan, yakni persiapan belanja, proses belanja, dan setelah belanja. Di tahap persiapan belanja, beberapa aktivitas mulai dari mendata barang belanjaan, menemukan inspirasi untuk membeli item baru, mencari/melihat promo, sampai memilih toko ritel yang ingin dikunjungi.

Saat berada di toko ritel, mereka dihadapkan pada beberapa aktivitas. Dimulai dari mengitari rak demi rak untuk menemukan barang yang bisa dibeli. Di proses ini ada beberapa inovasi yang mungkin bisa dikembangkan, seperti aplikasi store mapping atau sesederhana aplikasi informasi produk – pengguna dapat melakukan scan ke kode yang tertera pada suatu produk untuk melihat berbagai informasi, mulai dari harga, kandungan, hingga proses distribusi (akan berpengaruh pada produk segar seperti sayuran). Dilanjutkan proses pembayaran dan klaim diskon jika sedang ada promo yang diikuti.

new_retail_3

Setelah pulang pun masih ada beberapa pengalaman yang bisa disuguhkan. Contohnya memungkinkan pengguna untuk mendapatkan poin dari program loyalty yang dijalankan atau pengguna dapat memberikan testimoni terhadap barang tertentu. Aspek yang paling penting adalah memudahkan pengguna  mengelola catatan belanja mereka dan membantu melakukan analisis pengeluaran. Di tahap ini, beberapa startup lokal sudah mencoba menghadirkan inovasi, salah satunya Pomona, memungkinkan pengguna mendapatkan poin dengan cara melakukan scan struk belanja.

Industri ritel akan bertahan

Sebuah penelitian mengemukakan pengalaman berbelanja langsung masih akan relevan di tengah perkembangan layanan e-commerce atau online grocery. Ada empat dimensi yang dipertahankan, meliputi sensoris, emosional, psikososial, dan kesan/makna.

Dimensi sensoris terkait pengalaman yang mengacu pada rangsangan bentuk, warna, sentuhan, dan lain-lain. Sementara dimensi emosional terkait pengalaman menggunakan emosi untuk menghasilkan kesukaan terhadap merek atau produk. Dimensi psikososial adalah keinginan orang untuk memanjakan diri seperti jalan-jalan sambil berbelanja. Sementara dimensi kesan/makna terkait dengan pengalaman dalam melakukan aktivitas itu sendiri.

Yang layak menjadi prioritas saat ini oleh peritel adalah bagaimana meningkatkan faktor-faktor tersebut di atas melalui ponsel yang selalu digenggam tiap konsumen. Ini dilakukan sambil mencari inovasi untuk menghadirkan pengalaman baru yang lebih berkesan, yang tujuannya untuk meningkatkan penjualan/kunjungan itu sendiri. Melakukan transformasi digital adalah jawabannya. Membentuk sinergi dengan startup digital jadi satu opsi yang dapat dipilih.


Gambar Header: Depositphotos.com

Daftar Startup Proptech di Indonesia

Property Technology atau yang dikenal dengan istilah Proptech adalah sebuah integrasi teknologi dalam industri properti. Sebenarnya pengertian mengenai PropTech dan apa saja jangkauannya, masih belum memiliki sebuah kesepakatan. Ada yang menganggap bahwa shared space management seperti co-working space yang sedang marak bermunculan saat ini juga merupakan bagian dari PropTech. Walaupun jika dilihat dari istilahnya, PropTech lebih cocok ditujukan untuk hal-hal berbau teknologi yang memang mempengaruhi industri properti secara langsung.

Setiap negara memiliki kata yang berbeda untuk properti dan teknologi. Istilah PropTech berasal dari Inggris, penggabungan antara dua kata yaitu property dan technology. Di Amerika Serikat, istilah yang lebih dikenal adalah RETech (Real Estate Technology) dan CRETech (Commercial Real Estate dan Technology). Walaupun berbeda nama, namun intinya adalah dunia properti yang memiliki kaitan dengan teknologi.

Perkembangan PropTech di Indonesia juga terus berjalan meski tidak secepat di negara-negara maju. Perusahaan-perusahaan startup yang menyediakan listing properti sudah menjamur di Indonesia. Dari mulai situs pencarian sewa kost hingga rumah yang dijual. Berikut ini layanan proptech yang hadir di Indonesia

Travelio

Travelio didirikan Hendry Rusli, Christina Suriadjaja, dan Christie Tjong, layanannya penyewaan rumah tinggal dan apartemen yang diusung sudah menjangkau berbagai kota di Indonesia. Penyewa dapat memilih opsi tinggal harian, bulanan, atau tahunan.

Travelio salah satu startup proptech di Indonesia
Di Indonesia, Travelio adalah portofolio kedua Samsung Venture. Sebelumnya mereka terlibat dalam pendanaan seri E Gojek di tahun 2018 lalu.

Kabar terakhir, Startup proptech Travelio mengumumkan partisipan baru dalam putaran pendanaan seri B mereka. Kali ini yang bergabung adalah Samsung Venture Investment Corporation. Artinya sudah ada dua investor baru terlibat dalam investasi – sebelumnya ada juga Pavilion Capital. Pada pengumuman pertama pendanaan seri B pertengahan November 2019, Travelio mendapatkan suntikan modal senilai 253,6 miliar Rupiah.

99.co

99.co sebenarnya sudah mulai menginjakkan kakinya di Indonesia sejak 2015, namun pada saat itu perusahaan masih dalam tahap penetrasi pasar sehingga lebih banyak melakukan riset dan analisis. Saat ini, situs listing properti asal Singapura 99.co meresmikan kehadirannya di Indonesia dengan meluncurkan situs konsumen dan aplikasi untuk agen properti. 

99.co salah satu situs properti untuk memenuhi berbagai kebutuhan terkait pencarian properti.
Sejak didirikan pada 2011, 99.co Indonesia telah dilengkapi dengan berbagai fitur inovatif yang memudahkan para penggunanya untuk mengambil keputusan cerdas dalam memilih properti.

Beberapa strategi mereka untuk mendorong penjualan diantaranya menyediakan program loyalitas untuk agen properti. Salah satunya bonus dana tunai untuk agen yang berhasil mencetak penjualan perdana lewat platform 99.co. Selain itu, agen juga akan dapat menukar poin yang berhasil dikumpulkan ke berbagai merchant untuk dibelanjakan.

Di tahun 2018 Portal jual beli properti UrbanIndo mengumumkan peresmian migrasi domain ke 99.co. Upaya ini dilakukan pasca pengumuman akusisi di awal tahun 2018 lalu. Lalu pada Oktober 2019 99.co 99.co mengumumkan aksi perusahaan dalam “joint venture” bersama REA (Real Estate Australia) Group. Kesepakatan itu akan membawa dua kanal properti digital milik REA, yakni iProperty.com.sg (beroperasi di Singapura) dan Rumah123.com (beroperasi di Indonesia), dikelola 99.co untuk memenangkan pasar Asia Tenggara.

Rumah.com

Rumah.com adalah media online yang ideal untuk pencarian properti, seperti rumah, bangunan komersial, dan bangunan industri. Pemilik properti dapat menempatkan iklan properti mereka sehingga mudah ditemukan oleh calon pembeli atau penyewa yang mencari berdasarkan lokasi dan harga.

Rumah.com sebagai startup proptech bagian dari PropertyGuru
Di Indonesia, PropertyGuru mengoperasikan bisnis Rumah.com dan RumahDijual.com

Pada Januari 2011, Grup PropertyGuru, situs web properti terdepan di Singapura mengakuisisi dan menjadikan Rumah.com sebagai bagian dari keluarga besar. Indonesia bergabung sebagai negara ke delapan di dalam grup yang memiliki jaringan di Malaysia, Thailand, Australia, Hongkong, Makau, dan India.

Nama “Rumah.com” tetap dipertahankan karena dianggap nama yang paling tepat dalam industri properti di Indonesia. PropertyGuru yakin Rumah.com akan memberikan kontribusi besar dengan menjadi pemimpin pangsa pasar situs web properti di Indonesia.

Rumah123.com

Rumah123 merupakan anak perusahaan REA Group. Rumah123.com adalah mesin pencari properti utama di Indonesia, memiliki beberapa kantor utama di kota-kota besar seperti Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Balikpapan dan Makassar.

Startup proptech rumah123 masih ingin berfokus menjadi situs properti nomor satu di Indonesia
Dalam siaran pers yang diterbitkan REA Group, disebutkan perusahaan joint venture didirikan melalui transfer/penggabungan bisnis 99.co, iProperty.com.sg, dan Rumah123

Sejak tahun 2007, Rumah123.com telah melayani jutaan masyarakat Indonesia untuk dapat menemukan rumah mereka dan investasi properti. Rumah123.com adalah bagian dari 99 Group, berbasis di Singapura. 99 Group juga memiliki 99.co. iProperty Singapore dan UrbanIndo.

Lamudi.co.id

Lamudi.co.id adalah bagian dari Lamudi, portal properti online global yang memfokuskan secara eksklusif pada pasar negara berkembang. Didirikan oleh inkubator start-up asal Jerman, Rocket Internet, pada tahun 2014, Lamudi.co.id sejak 2020 menjadi bagian dari Emerging Property Markets Group (EMPG), salah satu grup portal properti global terkemuka di Timur-Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara.

Lamudi startup proptech Indonesia membantu masyarakat dalam proses jual beli properti
Lamudi membantu dan mengedukasi masyarakat terkait proses pembelian dan penjualan properti.

Lamudi.co.id menampilkan lebih dari 1 juta listing properti baru maupun second seperti rumah, apartemen, tanah, dan unit komersial dengan spesifikasi serta harga yang variatif. Semua listing properti yang ditampilkan juga telah melewati proses seleksi ketat sehingga terjamin keakuratan dan kualitas datanya.

Selain menampilkan listing properti, Lamudi.co.id turut memberikan sejumlah informasi yang dapat membantu dan mengedukasi masyarakat terkait proses pembelian dan penjualan properti.

Property Inside

PropertyInside.id adalah Indonesian online news channel yang menggabungkan property dengan teknologi (PropTech). Sebagai media informasi, mereka menyatukan berita/informasi properti dengan teknologi virtual reality & komunitas real estate, karena menurut mereka pertumbuhan industri properti selalu seiring dengan perkembangan gaya hidup manusia itu sendiri.

property inside adalah salah satu startup proptech yang juga menerapkan AR dan VR
Property Inside memberikan informasi bisnis properti yang dirangkum dengan ulasan gaya hidup masa kini

Informasi bisnis properti mereka rangkum dengan ulasan gaya hidup masa kini. Para jurnalis profesional yang berpengalaman dalam mengelola informasi/berita properti dan lifestyle. Selain property news, PropertyInside.id juga menyediakan jasa pembuatan “Digital Marketing Tools” untuk asset property anda, seperti pembuatan Virtual Reality, Augmented Reality, 3D Hologram Image dan TV Commercials.

Imtec

Kemajuan teknologi yang sangat cepat telah memberikan ruang yang luas dan juga support yang besar bagi pemasaran, terutama dalam pemasaran online. Dari berbagai macam teknik pemasaran online yang telah banyak diterapkan, Imtec melihat peluang dari sebuah teknologi dengan teknik pemasaran baru yang memiliki potensi besar untuk dapat digunakan sebagai alat pemasaran yang memikat  dan melibatkan pengalaman konsumen saat menikmati konten pemasaranya. Teknik pemasaran ini menggunakan realitas virtual reality dan augmented reality yang dipadukan dengan konsep-konsep pemasaran online, yang kita kenal sebagai Immersive Marketing.

Imtec sebagai salah satu startup proptech yang memadukan beberapa konsep dalam teknik pemasaran
Dengan teknik pemasaran yang menggunakan realitas virtual reality dan augmented reality

Pemasaran Immersive memberikan kenyamanan baru kepada konsumen dalam menerima informasi atau konten yang diberikan secara lengkap. Immersive Marketing menghadirkan pengalaman digital yang sangat kuat dalam mengumpulkan informasi untuk membuat keputusan dan menentukan pilihan.

Model pemasaran inilah yang akan diperkenalkan oleh Imtec 360 Properti dalam memasarkan properti agar lebih menarik, informatif, interaktif secara nyata di dunia maya.

Properti Anda

Properti Anda merupakan pengembangan model fintech yang menawarkan platform layanan proptech (property technology) berbasis crowdfunding untuk berinvestasi pada aset properti. Layanan ini mengakomodasi beberapa orang untuk membeli sebuah properti secara bersama-sama, kemudian menikmati pembagian hasil yang didapatkan dari biaya sewa atau kenaikan harga penjualan. Layanan proptech ini bisa dibilang masih cukup baru di Indonesia dan belum sepopuler model fintech seperti p2p lending maupun crowdfunding lain. Kendati demikian, selain Properti Anda di pasar lokal juga sudah ada Tavest dan Napro.

Properti Anda sebagai startup proptech merupakan platform dari waktu ke waktu yang memungkinkan anda untuk memilih segala jenis properti dari seluruh Indonesia.
Properti Anda didirikan pada tahun 2017 sebagai pelopor pasar penggalangan dana properti di Indonesia.

Sejak didirikan pada tahun 2017 lalu, Properti Anda sudah mengumpulkan 278 investor untuk membiayai 4 unit properti senilai 1,4 miliar rupiah. Jenis properti yang dikelola meliputi rumah dan apartemen, ditargetkan untuk wilayah Jakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Semarang dan Tangerang. Investasi dapat diikuti dengan nominal mulai dari 500 ribu rupiah dengan biaya awal investasi sebesar 2 persen.

CloseBuy

CloseBuy adalah platform aplikasi seluler properti terintegrasi di seluruh wilayah Asia Pasifik, berfungsi sebagai “One-Stop Marketplace” (jual, beli, sewa – pasar primer dan sekunder) untuk semua pemilik properti perusahaan dan individu, pengguna dan praktisi (penjual, pembeli dan agen) di sektor komersial, industri dan perumahan.

Closebuy startup proptech yang membuat sebuah aplikasi mobile properti berbasis peta terintegrasi di kawasan regional Asia Pasifik
Mengusung konsep “One-Stop Marketplace” untuk jual, beli dan sewa baik di pasar primer dan sekunder

Mengusung konsep marketplace untuk properti, aplikasi CloseBuy didesain dengan beberapa fitur utama. Di antaranya “Smart & Interaktif”, sebuah fitur yang memudahkan dalam pencarian properti. Akan ada matchmaking otomatis apabila tidak menemukan properti yang dicari secara manual. Yang menarik, CloseBuy hanya menawarkan satu aplikasi mobile dan akses back end internet (khusus pengembang properti) untuk mancanegara dan semua pengguna. Selain itu, aplikasi ini juga menerapkan sistem pencarian berbasis lokasi terdekat serta dilengkapi peta digital untuk mencari alamat properti.

Gradana

Gradana didirikan oleh dua orang co-founder, yakni Angela Oetama dan William Susilo Yunior. Startup ini juga beberapa kali memenangkan penghargaan, seperti Best Fintech Startup mewakili Indonesia di ASEAN Rice Bowl Awards dan 10 Platform P2P Lending Terbaik versi  KPMG di Fintech Edge. Platform Gradana juga mencoba mewadahi ekosistem bisnis properti, seperti pengembang, agen, perusahaan interior dan renovasi, investor serta bank; sehingga dapat saling bersinergi. Kabar terakhir menyebutkan Gradana memperoleh pendanaan pra-seri A dari TryB Group.

Gradana salah satu startup proptech pengembang platform p2p lending pembiayaan properti
Saat ini perusahaan telah memiliki beberapa produk, di antaranya GraDP, GraSewa, dan GraRenov.

Gradana.co.id merupakan portal yang mempertemukan Pembeli dan pendana untuk kebutuhan cicilan uang muka (DP) rumah. Pada tahap awal, Gradana memfasilitasi pembiayaan unit properti di primary market dari pengembang (developer) yang sudah bekerja sama dengan Gradana. Dengan skema Gradana, Pembeli dapat mencicil uang muka hingga 36 bulan, lalu melanjutkan sisa KPR ke bank komersial.

Space Stock

Sebelum rebranding menjadi SpaceStock, salah satu startup proptech ini dikenal dengan nama SewaKantorCBD. Selain perubahan nama dan identitas, mereka juga memperluas bisnis sektor properti komersial dan tempat tinggal. SpaceStock akan menyediakan daftar properti dan agen profesional untuk membantu kebutuhan dan keinginan konsumen.

Startup proptech SewaKantorCBD yang rebranding menjadi Spacestock
Spacestock.com adalah layanan property konsultan Indonesia yang menghubungkan antara pemilik properti dan perspektif klien, begitu pun sebaliknya

Sementara itu dari sisi layanan. Untuk memudahkan transaksi antara pemilik, pembeli dan penyewa, Spacestock juga sudah menyiapkan dua fitur pelengkap yaitu Live Chat dan Virtual Realty. Live Chat disediakan untuk memberi kemudahan kepada calon pembeli dan penyewa agar bisa berkomunikasi dan mengatur jadwal pertemuan dengan agen properti. Sedangkan Virtual Realty adalah foto 360 derajat yang bisa memudahkan konsumen untuk melihat produk secara utuh.

Cicil Sewa

Cicilsewa didirikan pada tahun 2018, ketika pemilik perusahaan, Hendry, Andrew, dan Ridchi menyadari adanya kendala pada sistem sewa properti di Indonesia. Penerapan pembayaran sewa secara tahunan telah menghambat banyak orang dalam menyewa properti. Untuk mengatasi kendala ini, maka ketiga founder Cicilsewa menyediakan solusi pembayaran yang cerdas untuk sewa properti.

Cicilsewa startup proptech yang menyediakan solusi pembayaran yang cerdas untuk sewa properti.
Cicilsewa telah bekerja sama dengan lebih dari 10 corporate clients, beberapa di antaranya adalah: Warunk Upnormal, Fabelio, CoHive, Alam Sutera, Mr. Montir, dan Conclave.

Pada 6 Februari 2020, Cicilsewa menjalin kemitraan dengan J Trust Bank. Kedua perusahaan tersebut menandatangani Memorandum of Agreement yang mencantumkan dukungan finansial J Trust Bank bagi Cicilsewa. Kerjasama yang dijalin ini bertujuan untuk menguatkan Cicilsewa dalam menyediakan lebih banyak tempat tinggal dan juga ruang usaha.

Mamikos

Mamikos adalah layanan pencarian kost di Indonesia yang menyajikan data informasi kost dengan detail fasilitas lengkap seperti fasilitas kamar tidur, kamar mandi, fasilitas umum, hingga foto-foto kost. Berdiri sejak 11 November 2015, Mamikos memanfaatkan teknologi dengan mengelola dan menyajikan daftar kos dengan penjelasan fasilitas secara terperinci dan dilengkapi dengan foto serta detail dari setiap kos.

Mamikost startup proptech yang menyediakan berbagai macam informasi seputar kamar kos
MAMIKOS menyajikan informasi Kamar kosan, lengkap dengan fasilitas kost, harga kost, dan dekorasi kamar beserta foto desain kamar yang disesuaikan dengan kondisi sebenarnya.

Secara sederhana, Mamikos bekerja sebagai ‘jembatan’ untuk menghubungkan para pencari hunian sewa sementara atau kost dengan para penyedianya. Informasi yang ditampilkan oleh Mamikos juga terbilang lengkap, mulai dari harga, fasilitas kost, hingga foto-foto dari kost bersangkutan.

Rumahku.com

Rumahku.com adalah situs pencarian properti (property search engine) di Indonesia yang menjadi pelopor penggunaan metode viral marketing dalam memasarkan properti. Rumahku.com adalah jawaban apabila seseorang hendak mencari rumah dengan mudah. Rumahku.com adalah pencipta online property expo pertama yaitu Rumahku Expo.

Bisnis startup proptech rumahku.com yang portal media properti
Rumahku.com pun juga diperkuat dengan bisnis Event Organizer untuk Exhibition Property

Didirikan tahun 2010, website properti ini juga memberikan informasi mengenai rumah dijual, tanah dijual, apartemen disewakan, perbandingan bunga kpr bank, dan tren harga rumah berdasarkan sejarah transaksi sehingga memberikan gambaran yang jelas apakah saat ini adalah waktu yang tepat bagi Anda untuk melakukan jual, beli, atau sewa

Yukstay

YukStay adalah startup proptech yang kembangkan layanan online marketplace untuk penyewaan apartemen dan indekos. Saat ini baru beroperasi di seputar Jabodetabek dan Surabaya. Menerapkan model bisnis B2B2C, YukStay tidak hanya mengakomodasi kebutuhan hunian temporer untuk konsumen, mereka juga membantu pemilik properti.

Yukstay sebagai startup proptech untuk solusi dari masalah pemilik apartemen dan masyarakat urban untuk mencari hunian.
YukStay adalah “home away from home” dan merupakan pilihan yang tepat dan terjangkau untuk masyarakat urban yang mencari kenyamanan, kemudahan, dan komunitas pertemanan di luar lingkungan kantor.

Didirikan tahun 2018, YukStay digawangi dua founder yakni Jacky Steven dan Christopher Kung. Sebelum melibatkan diri di YC, mereka juga sudah mengumpulkan pendanaan $4 juta atau setara 65 miliar Rupiah dari sejumlah investor dalam putaran seri A, termasuk Insignia Ventures dan K3 Ventures.

Flokq

Flokq didirikan oleh Anand Janardhanan dan Harmeet Singh pada Agustus 2019. Startup tersebut telah mengelola ratusan unit kamar tersebar di berbagai lokasi di pusat bisnis Jakarta, seperti Mega Kuningan, Senayan, Rasuna Said, Sudirman, Semanggi, dan lainnya. Flokq memberikan solusi untuk mereka yang ingin upgrade hunian indekos dari sebelumnya atau mencari apartemen dengan harga lebih terjangkau.

Flokq adalah startup proptech penyedia layanan coliving space, di mana calon penyewa dapat memilih apartemen sesuai dengan kebutuhannya.
Flokq menawarkan sewa bulanan yang fleksibel mulai Rp 3,9 juta, sehingga penyewa dapat memilih sesuai kebutuhan dan budget.

Perusahaan secara khusus mengincar kalangan professional sebagai pengguna, kebetulan penghuni terbanyaknya adalah ekspatriat dan pengusaha muda yang tetap ingin bangun jaringan dan terhubung dengan penghuni co-living lainnya di tempat yang mereka huni dalam suatu komunitas.

Jendela360

Jendela360 merupakan startup poptech berbasis marketplace yang menghubungkan pengguna, pemilik properti, dan agen dalam satu platform. Perusahaan rintisan yang pertama kali mempopulerkan penggunaan 360 virtual tour di dunia properti di Indonesia. Hadirnya konten tur virtual dengan pandangan 360 derajat menjadi nilai unik yang ditawarkan, diharapkan dapat meningkatkan pengalaman pengguna dalam menentukan unit properti yang akan disewa.

Jendela360, sebuah startup properti yang melayani seluruh kebutuhan penyewaan apartemen di Jakarta.
Daniel dan Ade menggandeng Kiki Guzali yang merupakan seorang agen properti dan setuju untuk membangun suatu tech empowered properti solution bernama Jendela360 yang resmi didirkan pada Oktober 2016 lalu.

Di tahun 2020 Jendela360, mengumumkan pendanaan awal sebesar US$1 juta atau setara 14,2 miliar Rupiah yang dipimpin oleh Beenext. Beberapa investor turut mendukung putaran investasi ini, meliputi Prasetia Dwidharma, Everhaus, dan sebuah konsultan properti lokal.

Rukita

Konsep hunian co-living atau komunal memang bukan hal baru di Indonesia. Namun belakangan sejumlah startup mulai menggarap konsep ini sebagai turunan dari sektor proptech yang kian subur. Rukita adalah salah satu pemain yang namanya mencuat sebagai pembesut konsep hunian komunal ini.

Didirikan pada April 2019, Rukita, perusahaan teknologi properti (proptech) hadir secara resmi untuk memenuhi kebutuhan hidup kaum urban saat ini.
Rukita membantu para pemilik properti dalam mengelola dan mentransformasikan propertinya menjadi hunian co-living yang bergaya modern dengan layanan lengkap untuk pendapatan dan tingkat okupansi yang lebih tinggi

Kamar yang dikelola Rukita selama setahun beroperasi tersebar di Jadetabek. Total ada 3000 kamar yang mereka kelola. Adapun sistem kerja sama mereka dengan para pemilik properti adalah sistem bagi pendapatan (revenue sharing). Rukita mengurus dari layanan manajemen properti, renovasi, pemeliharaan, operasional, hingga pemasaran. Dengan kata lain pemilik hunian cukup terima bagi hasilnya saja.

Pinhome

Didirikan oleh CEO Dayu Dara Permata dan CTO Ahmed Aljunied, Pinhome didirikan dengan tujuan memfasilitasi transaksi properti agar lebih mudah, cepat, dan transparan dengan bantuan teknologi.

Pinhome sebagai startup proptech yang memiliki platform online yang memfasilitasi interaksi antara pemilik, pembeli, dan agen properti.
Pinhome adalah pionir platform jual, beli, dan sewa properti berbasis teknologi.

Sebagai calon pembeli, Pinhome siap mengawal sepanjang proses transaksi, mulai dari kontak awal hingga proses akad. Sedangkan bagi rekan agen keuntungannya tidak hanya akan membantu memasarkan properti yang diwakilinya tapi lebih dari itu, mereka akan memberikan akses ke jutaan properti lainnya.