Pengembang Aplikasi Pembukuan UKM “BukuWarung” Dapatkan Pendanaan Awal, Dipimpin East Ventures

BukuWarung, startup SaaS pembukuan untuk UKM, mengumumkan perolehan pendanaan tahap awal yang dipimpin oleh East Ventures. Dana segar akan digunakan untuk memperkuat posisi di pasar dan merekrut talenta baru di bidang engineer, produk, desain, pertumbuhan, dan kemitraan.

Turut berpartisipasi investor lainnya seperti AC Ventures (merger Agaeti Ventures dan Convergence Ventures), Golden Gate Ventures, Tanglin Venture Partners, dan Michael Sampoerna. Disebutkan juga ada beberapa angel investor yang ikut mengucurkan dananya dari Grab, Gojek, Flipkart, Paypal, Xendit, Rapyd, Alterra, ZenRooms, dan lainnya.

Pada saat yang sama, founder Lunasbos Adjie Purbojati bergabung di BukuWarung sebagai founding team untuk mengakselerasi pertumbuhan perusahaan. Lunasbos adalah aplikasi pencatatan keuangan dua arah, mengklaim dirinya sebagai salah satu pemain utama dalam industri layanan akuntansi untuk UKM di Indonesia.

BukuWarung didirikan oleh Abhinay Peddisetty dan Chinmay Chauhan pada akhir tahun 2019 saat keduanya masih bekerja di Carousell. Sebelumnya mereka berdua pernah meniti karier di Grab, Belong, dan Near. Selama 15 tahun mereka aktif mengembangkan layanan pembayaran dan finansial untuk segmen UKM di Indonesia dan Asia Tenggara.

BukuWarung adalah aplikasi yang memudahkan pengusaha UKM dalam mencatat pembukuan usahanya secara digital. Di dalamnya terdapat fitur catat utang dan piutang.

Pemilik warung dapat mencatat transaksi pelanggan yang membeli dengan cara utang. Atau, jika pemilik usaha memiliki utang terhadap penyuplai ataupun pihak lain. Tersedia notifikasi tagihan melalui SMS atau WhatsApp yang akan dikirim sebagai tagihan.

Fitur lainnya adalah pencatatan pemasukan dan pengeluaran agar arus kas tetap tercatat dan laporan pembukuan usaha yang dapat diakses per hari, minggu, atau bulanan.

Dalam keterangan resmi yang disampaikan hari ini (7/4), Co-Founder BukuWarung Abhinay Peddisetty mengatakan, “Dalam beberapa bulan pertama, BukuWarung menikmati momentum pertumbuhan yang kuat. Namun, angka itu belum mencapai 1% dari 60 juta pemilik warung di Indonesia, yang hampir seluruhnya bergantung pada metode pencatatan tradisional atau tidak melakukan pembukuan sama sekali.”

“[..] Misi kami adalah mendukung pemilik warung ini dengan teknologi sehingga mereka bisa mengelola bisnis mereka dengan efisien. Kasbon (utang/piutang) mencakup 80% dari bisnis mereka. Ini alasan kami berfokus kepada produk pembukuan digital,” sambungnya.

Co-Founder BukuWarung Chinmay Chauhan menambahkan, “Dari pengalaman membangun produk untuk pengemudi dan pedagang di Grab dan Carousell, kami memahami bahwa produk yang paling bermanfaat bagi UKM adalah produk yang simpel. Fitur-fitur yang kami tawarkan membuat engagement naik 500% dalam dua bulan terakhir.”

Chinmay menyebut dalam waktu dekat perusahaan akan merilis fitur yang bisa dimanfaatkan oleh pemilik warung untuk mengirimkan tagihan ke pelanggan mereka dalam bentuk tautan pembayaran. Tautan tersebut terhubung dengan dompet digital dan metode lainnya.

“Ini adalah upaya kami untuk membantu mereka mengurangi kontak langsung di tengah ancaman wabah Covid-19.”

Co-Founder dan Managing Partner East Ventures Willson Cuaca menjelaskan, pihaknya tertarik dengan BukuWarung karena mereka mengeksekusi dengan cepat dan fokus. Alhasil, pertumbuhan traction dan engagement yang dihasilkan cukup pesat, menjadikan mereka sebagai salah satu pemain utama.

“Kami yakin gelombang startup inovatif berikutnya akan muncul dari upaya mendorong digitalisasi di segmen UKM. Oleh karena itu, kami tidak hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk memutuskan menjadi mitra BukuWarung,” terang Willson.

Disebutkan dalam beberapa bulan pasca diluncurkan, BukuWarung telah digunakan oleh 250 ribu warung di 500 kota dan kabupaten di Indonesia. Mayoritas mereka berlokasi di kota lapis dua dan tiga.

Diklaim, lewat aplikasi, pengguna menerima pembayaran piutang tiga kali lebih cepat dan merasakan dampak dari fitur pengingat pembayaran terhadap arus kas bisnis mereka. Di samping itu, pengguna bisa menghemat waktu dan pengeluaran dengan rata-rata Rp110 ribu, yang biasanya dihabiskan untuk pembukuan manual dengan buku besar, alat tulis, dan kalkulator.

Aplikasi BukuWarung baru tersedia untuk pengguna Android. Versi iOS sedang dipertimbangkan untuk ketersediaannya.

Application Information Will Show Up Here

AC Ventures is Agaeti Ventures and Convergence Ventures’ New Identity

The two local venture capitals, Agaeti Ventures and Convergence Ventures, has officially merged and took a new name as AC Ventures (ACV). Both company’s partners are joining the new entity. They are Adrian Li, Michael Soerijadji, Donald Wihardja, and Pandu Sjahrir.

The four partners to lead the joint team consist of 6 investment professionals and the operational team. No team member are laid off because of this merger.

AC Ventures to invest in 35 early-stage startups within the next three years. Its preferred focus are e-commerce, digital content enabled service, financial technology, and MSME enabled technology.

“From key business development to C level recruiting and follow on fund raising, we have the knowhow, experience, and network to support our founders closely,” Wihardja said.

AC Ventures

ACV is said to have formally established since Q3 2019. They have started investing with the new entity, through Partners’ capital, since the last 6 months, but yet to announce the current portfolios and the amount of managed funds.

Soerijadji and Wihardja told DailySocial that the current fund–the third for Agaeti, Convergence, and ACV–is yet to be closed. They said majority of LPs are foreign investors. They are regional digital corporates, local conglomerates, and venture capitalists from the U.S. and China.

Soerijadji and Wihardja also said that the ticket size for the current fund will be bigger than the previous one- the usual hundred of thousands to millions of dollars.

AC Ventures board of partners
AC Ventures board of partners

Soerijadji said, “The first wave of investments has accelerated technological adoption on online shopping, ride hailing, travel and fintech. However, Indonesia is still relatively early along the adoption curve and the next wave will continue to follow more developed markets and see disruption happen in many more traditional spaces as well as new opportunities.”

In total ACV has invested in 70 startups. Convergence has 5 exits and Agaeti with 1. Each fund is fully deployed.

Following the merger, each portfolio will still be managed separately. Nonetheless, startup portfolios will have access to this new partnership to support their startup’s growth.

One of the partnerships is the follow-on funding capability through Indies Capital because Pandu Sjahrir is also a Managing Partner at Indies Capital.

“Our objective was to consolidate our resources to create a platform of exponential value that can provide significant support to our portfolio Founders as they build and scale successful businesses across Indonesia – the largest market in Southeast Asia,” Adrian said.

Consolidation trend

ACV is the first consolidated VC firm to be officially announced in Indonesia. After the first wave of investment in the past decade, some venture capitals are said to start a consolidation to raise the next round of fund.

After Arya Setiadharma joined as a Partner for MDI Ventures, Prasetia Dwidharma is said to have joint management with Everhaus under Prasetia Everhaus Ventures label. Another word in the street says that Singapore’s Koru Ventures now manages the Venturra Capital portfolio.

This trend is expected to continue, given the uncertain global conditions due to the Covid-19 pandemic. However, investors agree that Indonesia has tremendous potential and they are committed to supporting the growth of local startups.

“Indonesia already has an established track record of creating billion dollar valuations for tech-enabled businesses. Given that Indonesia is forecast to be the fourth largest country in terms of GDP by 2030, we are still only at the early stages of potential future value creation through technology,” Sjahrir said.


Original article is in Indonesian, translated by Kristin Siagian

AC Ventures Jadi Entitas Baru Agaeti Ventures dan Convergence Ventures

Dua perusahaan modal ventura (venture capital) lokal, Agaeti Ventures dan Convergence Ventures, hari ini resmi mengumumkan merger dan kini bernama AC Ventures (ACV). Para Partner kedua perusahaan menjadi Partner perusahaan baru ini, yaitu Adrian Li, Michael Soerijadji, Donald Wihardja, dan Pandu Sjahrir.

Empat partner ini akan memimpin tim gabungan yang terdiri 6 profesional di bidang investasi dan tim operasional. Perusahaan memastikan tidak ada pegawai yang di-lay off terkait penggabungan bisnis ini.

Fokus AC Ventures adalah berinvestasi ke 35 startup tahap awal dalam 3 tahun mendatang. Prioritas pendanaan adalah startup di sektor e-commerce, layanan berbasis konten digital, fintech, dan teknologi untuk UKM.

“Dari pembangunan bisnis kunci ke perekrutan C-level dan pendanaan lanjutan, kami memiliki pengetahuan, pengalaman, dan jaringan untuk mendukung para pendiri secara dekat,” ujar Donald.

AC Ventures

ACV disebut telah diformalisasi sejak Q3 2019. Mereka mengklaim telah mulai berinvestasi dengan entitas baru, melalui dana Partner, selama 6 bulan terakhir, tetapi belum bersedia mengumumkan siapa portofolio barunya dan berapa dana kelolaannya sekarang.

Kepada DailySocial, Michael dan Donald mengungkap dana  saat ini–dana kelolaan ketiga bagi Agaeti, Convergence, dan ACV–masih belum fully close. Mereka menyebut persentase terbesar LP-nya adalah pihak asing. Termasuk dalam jajaran LP untuk dana kali ini adalah korporasi digital regional, konglomerat lokal, dan para pendiri dana ventura di Amerika Serikat dan Tiongkok.

Michael dan Donald menyebutkan ticket size per startup dari dana kelolaan baru akan lebih besar dibanding ticket size mereka terdahulu, yang berkisar antara ratusan ribu dollar hingga jutaan dollar.

Jajaran Partner AC Ventures
Jajaran Partner AC Ventures

Michael mengatakan, “Gelombang pertama investasi [di Indonesia] telah mengakselerasi adopsi teknologi di belanja online, transportasi, travel, dan fintech. Meskipun demikian, Indonesia masih cukup muda di kurva adopsi [teknologi] dan gelombang berikutnya akan melihat disrupsi di lebih banyak ruang tradisional dan [menciptakan] peluang baru.”

Dari dana terdahulu, ACV secara total telah berinvestasi ke 70 startup, dengan Convergence telah memiliki 5 exit dan Agaeti memiliki 1 exit. Dana kelolaan yang dimiliki masing-masing disebut telah sepenuhnya dialokasikan.

Pasca merger ini, masing-masing portofolio akan tetap dikelola secara terpisah. Meskipun demikian, startup portofolio akan mendapatkan akses ke kemitraan baru ini untuk mendukung pertumbuhan startup mereka.

Salah satu kemitraan yang tercipta adalah potensi pendanaan tahap lanjut melalui Indies Capital, karena Pandu Sjahrir juga merupakan Managing Partner di Indies Capital.

“Tujuan kami adalah mengonsolidasi sumberdaya kami untuk menciptakan platform dengan nilai eksponensial yang dapat memberikan dukungan signifikan bagi para Pendiri startup portofolio kami untuk membangun dan meningkatkan bisnisnya di seluruh Indonesia–pasar terbesar di Asia Tenggara,” ujar Adrian.

Tren konsolidasi

Pendirian ACV merupakan konsolidasi perusahaan VC pertama yang resmi diumumkan di Indonesia. Setelah gelombang investasi tahap pertama dalam 10 tahun terakhir, beberapa perusahaan modal ventura disebut-sebut mulai melakukan konsolidasi agar bisa mengumpulkan dana kelolaan tahap berikutnya.

Pasca bergabungnya Arya Setiadharma ke jajaran Partner MDI Ventures, Prasetia Dwidharma disebut memiliki manajemen bersama dengan Everhaus dengan entitas Prasetia Everhaus Ventures. Rumor lain menyebut Koru Ventures Singapura kini ikut mengelola portofolio Venturra Capital.

Tren ini diperkirakan akan terus berlanjut, mengingat kondisi global yang tidak menentu akibat pandemi Covid-19. Meskipun demikian, para investor tetap sepakat bahwa Indonesia memiliki potensi yang luar biasa dan mereka berkomitmen mendukung pertumbuhan startup lokal.

“Indonesia telah memiliki track record yang jelas untuk menciptakan valuasi miliaran dollar bagi bisnis berbasis teknologi. Dengan Indonesia diperkirakan menjadi salah satu ekonomi terbesar dunia, berdasarkan GDP di tahun 2030, kita masih berada di fase awal dalam menciptakan nilai-nilai masa depan melalui teknologi,” ujar Pandu.