Strategi Indigo Creative Nation Bawa Startup Lokal Go Global

Program akselerator dan inkubator besutan Telkom, Indigo Creative Nation, mengumumkan jalinan kerja sama dengan MaGIC (Malaysia Global Innovation and Creative Center). MaGIC di Malaysia bekerja selayaknya BEKRAF di Indonesia, hanya saja mereka fokus pada digital ecosystem dan memberikan pembiayaan yang bersumber dari dana pemerintah. Tujuan utama kerja sama tersebut, khususnya bagi Indigo, adalah untuk membawa startup lokal membidik pasar regional untuk menuju pasar internasional.

Kerja sama diresmikan langsung oleh Managing Director Indigo Ery Phunta Hendraswara dan Executive Director Entrepreneurship Developement MaGIC Johnathan Lee akhir bulan lalu di Malaysia. Menurut penuturan Phunta kepada DailySocial, kerja sama ini ditempuh lantaran kedua inkubator tersebut memiliki visi yang sama untuk ekosistem digital. Keduanya memiliki pandangan sama untuk memperluas target startup lokal di lintas negara.

Secara strategis MaGIC dapat menjadi pintu kerja sama yang lebih luas untuk dirangkul Indigo, khususnya untuk capaian di kawasan Asia Tenggara. Kerja sama seperti ini bagi Indigo bukan yang pertama, sebelumnya SVA Technology Alliance juga telah diajak untuk menjadi bagian dari strategi go global program Indigo. SVA sendiri berfokus menghubungkan jaringan startup di Asia Tenggara dengan Silicon Valley di Amerika Serikat.

Komitmen Indigo membawa startup ke pasar internasional

Disadari betul bahwa produk dan layanan digital mampu diterapkan secara atraktif di pasar internasional. Batasan teknis yang ada sangat minim. Di situ Indigo mencoba untuk berperan menjadi jembatan bagi startup lokal untuk melenggang ke kancah dunia. Kerja sama dengan MAGIC ini bisa dikatakan sebagai sebuah mutualisme, Indigo membutuhkan akses ke luar Indonesia, begitu pula sebaliknya.

Spirit global juga terus ditunjukkan dengan berbagai inisiatif, salah satunya membawa startup binaan untuk mengikuti program berskala internasional. Terakhir Indigo membawa tiga startup binaannya untuk belajar dari startup dan pemodal kelas dunia. Terkait dengan kerja sama antar inkubator, Indigo mengatakan pihaknya kini memiliki wild card untuk program Startup Exchange.

Startup Exchange memungkinkan startup dari kedua program untuk saling terlibat (mengikuti) kegiatan akselerasi yang diadakan masing-masing, startup Indonesia dapat mengikuti program akselerasi dari MAGIC Accelerator, pun sebaliknya. Bagi Phunta, cita-cita besar dari program ini adalah pembangunan talenta dan mengangkat digital-preneur Indonesia ke kancah global. Sejalan dengan mimpi Presiden Indonesia membawa Indonesia sebagai negara digital terbesar ASEAN tahun 2020.

Yang spesial di program Indigo Creative Nation tahun 2017

Dari catatan perjalanan program Indigo terkait dengan membawa startup go-global, menurut Phunta ada beberapa hal yang bisa terus diimprovisasi, yakni terkait dengan membentuk gobal vision bagi para founder dan menekankan produk yang berorientasi pada pemecahan masalah yang siap terap di lintas batas. Belum dibocorkan secara mendetil apa saja yang akan menjadi agenda pada program Indigo di tahun 2017, namun yang jelas sesuai visi di awal, bahwa program ini bertekad mencetak startup ber-mindset Silicon Valley dengan jangkauan global.

Harapannya ekosistem digital-preneur di Indonesia mampu menjadi kuat di tengah gempuran dan pertarungan antar layanan di ranah pangsa pasar populer saat ini (seperti on-demand, e-commerce, SaaS dan sebagainya). Terlebih Indonesia juga kini tengah disorot menjadi sasaran target pasar oleh para startup di dunia. Mempersiapkan strategi dari dalam menjadi pilihan untuk memastikan daya saing yang kuat oleh pemain lokal.

Startup Terpilih di Google Launchpad Accelerator Batch Ketiga Sudah Diumumkan

Startup terpilih untuk Google Launchpad Accelerator batch ketiga untuk kawasan Asia sudah diumumkan. Beberapa startup Indonesia masuk ke dalam program inkubasi yang akan dilaksanakan selama 6 bulan ini, yakni iGrow, Jurnal, Mapan, PicMix, Qlue dan Snapcart. Seperti yang telah dilaksanakan pada dua batch sebelumnya, nantinya para startup terpilih akan mendapatkan pembimbingan khusus langsung di kantor pusat Google.

Pada batch kedua yang dilaksanakan mulai bulan Mei lalu, juga terjaring 6 startup Indonesia ke dalam program Google tersebut. Salah satu testimoni dari peserta di batch kedua bulan lalu CEO Hijup Diajeng Lestari menjelaskan bahwa dirinya mendapatkan beberapa insight terkait dengan bagaimana mengoptimalkan funnel. Mulai acquisition cost-nya hingga mengelola konsumen untuk bisa masuk ke customer base, sesuai dengan kebutuhan dan tipe startup Diajeng berupa layanan e-commerce.

Nama-nama startup terpilih di batch ketiga

Di tahap ketiga kali ini nama-nama startup yang ditetapkan sebagai peserta sudah cukup banyak dikenal dan sering memberikan introduksi produknya di berbagai program unggulan startup. Pertama iGrow, startup ini membawakan konsep yang revolusioner di bidang pertanian, menghubungkan investor dengan penggarap lahan. Sistem bisnisnya unik, memberdayakan petani untuk memanfaatkan lahan dengan suntikan investasi dari masyarakat yang berminat. Kemudian ada Jurnal, yang memberikan layanan SaaS untuk pengelolaan manajemen bisnis dan keuangan pada bisnis di Indonesia.

Kemudian ada Mapan (Arisan Mapan) yang diinisiasi oleh Ruma, mengusung aplikasi terpadu untuk arisan yang dihubungkan dengan sistem belanja di e-commerce. PicMix turut masuk dalam batch kali ini, startup karya Calvin Kizana ini beberapa waktu terakhir begitu gencar melambungkan kembali eksistensinya dengan aplikasi pengolah foto karyanya. Menjadi salah satu startup Indonesia yang mampu bertahan dalam gejolak perkembangan digital nasional.

Inovator layanan berbasis smart city Qlue juga turut terpilih. Terobosannya di berbagai daerah untuk digitalkan layanan publik membawa startup ini cukup dikenal di Indonesia dan mulai menjalin dengan regulator di berbagai daerah di Indonesia. Terakhir ada Snapcart, startup besutan Reynazran Royono yang sangat mengunggulkan teknologi big data untuk memberikan kenikmatan cashback bagi pengguna aplikasinya.

Selain mendapatkan pembinaan berupa bootcamp 2 minggu di kantor Google dan program inkubasi yang dilaksanakan selama 6 bulan, para startup (khusus pengembang solusi mobile) juga akan menerima pendanaan bebas ekuitas hingga $50.000. Program Launchpad Accelerator sendiri memang difokuskan untuk negara dengan pertumbuhan startup yang berpotensi, seperti Indonesia, India dan Brasil. Program ini menargetkan mampu merangkul 50 startup baru per tahun.

Program Akselerator Plug and Play Indonesia Resmi Diluncurkan

Satu lagi program akselerasi dari Silicon Valley hadir di Indonesia, kali ini menggandeng venture capital lokal yaitu Gan Kapital, program tersebut bernama Plug and Play Indonesia. Plug and Play sendiri merupakan perusahaan global akselerator bisnis dengan spesialisasi pada pengembangan startup berbasis teknologi. Dengan kantor pusatnya di Silicon Valley, jaringan bisnis Plug and Play mencakup lebih dari 200 mitra korporasi, investor, universitas dan mitra terkait lainnya di bidang ritel, teknologi finasial (fintech), Internet of Things (IoT), media dan komputasi awan.

“Diluncurkannya Plug and Play Indonesia setelah kunjungan Presiden Joko Widodo ke kantor pusat Plug and Play di Silicon Valley beberapa waktu lalu, kami dari Plug and Play ingin memberikan kontribusi sekitar 20% dari apa yang diinginkan oleh Presiden Joko Widodo yaitu menciptakan 1000 startup hingga tahun 2020,” kata Founder dan CEO Plug and Play Saeed Amidi kepada media hari ini di Jakarta.

Plug and Play telah berinvetasi di lebih dari 500 startup di seluruh dunia, di antaranya adalah Paypal, Lending Club dan Dropbox.

Kerja sama dengan korporasi hingga investor

Founder dan CEO Plug and Play Saeed Amidi saat acara peluncuran Plug and Play Indonesia

Nantinya Plug and Play Indonesia akan membangun sebuah sarana dan fasilitas yang dapat digunakan oleh startup untuk berinovasi di bidang teknologi. Plug and Play juga akan menhadirkan korporasi ternama untuk turut bergabung dalam program akselerasi dan memberikan bukan hanya dana segar namun juga mentoring kepada penggiat startup baru. Saat ini sudah ada BNI, BTN dan Astra Internasional yang menjadi mitra dari Plug and Play Indonesia.

“Dihadirkannya korporasi kedalam program akselerasi ini diharapkan bisa membuka jalan kepada penggiat startup baru untuk memperluas networking, mendapatkan edukasi yang krusial terutama dalam hal melakukan penggalangan dana, manajemen bisnis hingga mengembangkan potensi produk yang ada,” kata Saeed.

Selain menjalin kemitraan dengan korporasi, Plug and Play Indonesia juga akan menggelar kegiatan bersama universitas di Indonesia, pemerintah dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mendapatkan entrepreneur baru yang memiliki potensi untuk mengikuti kegiatan program akselerasi Plug and Play.

“Kami harapkan para mahasiswa atau profesional yang menguasai dan memiliki pengetahuan tentang engineering, software dan lainnya bisa ikut bergabung dalam program ini. Akan menjadi lebih baik lagi jika anggota tim yang terdiri dari 2-3 orang telah memiliki prototype yang nantinya bisa diolah saat program akselerasi berlangsung,” kata Saeed.

Selama 3 bulan startup yang lolos seleksi program akselerasi akan diberikan dana, bimbingan, ruang kerja gratis juga dukungan lainnya melalui program akselerator. Plug and Play Indonesia akan melakukan investasi di 50 startup tahap awal setiap tahunnya.

“Fokus utama kami adalah startup yang menguasai bidang mobile dan financial technology (fintech), jika beruntung startup tersebut juga mendapat kesempatan untuk mendapatkan pembelajaran langsung dari korporasi yang telah bergabung dengan program akselerator Plug and Play,” kata Saeed.

Menggandeng Gan Kapital

Kehadiran Plug and Play Indonesia bisa terwujud berkat kerja sama yang dilancarkan oleh Gan Kapital dan Plug and Play. Perusahaan venture capital asal Indonesia ini berinisiatif untuk melakukan pendekatan dan menawarkan rekomendasi tiga korporasi yang saat ini sudah bergabung dengan program akselerasi Plug and Play Indonesia.

“Saya melihat apa yang dilakukan oleh Plug and Play sudah selaras dengan visi dan misi kita dari Gan Kapital untuk memberikan invetasi kepada startup Indonesia, untuk itu kami menginisiasikan kerja sama ini dengan Plug and Play,” kata CEO Gan Kapital Anthony P Gan.

Kerja sama antara Gan Kapital dan Plug and Play akan menghubungkan kekuatan unik masing-masing pihak dengan aksesnya terhadap venture capital, jaringan korporasi, mentor dan penasihat lokal hingga asing sesuai dengan masing-masing jaringan.

“Kami juga ingin mengajak lebih banyak lagi bukan hanya venture capital tapi korporasi hingga penggiat startup lainnya yang telah berpengalaman untuk menjadi bagian dari program akselerator Plug and Play,” pungkas Anthony.

Dukungan pemerintah

Untuk memperlancar jalannya program akselerasi, Saeed mengungkapkan diperlukannya dukungan pemerintah terutama dalam bentuk ketegasan regulasi, infrastruktur dan pendukung lainnya untuk bisa menghasilkan entrepreneur yang berkualitas. Diharapkan Plug and Play juga bisa menjadi trigger kepada para investor lainnya yang ingin memberikan bantuan dana kepada startup baru lulusan dari program akselerator Plug and Play.

“Kami sangat bersemangat untuk membawa dan menerapkan di Indonesia platform inovasi korporasi yang digabungkan dengan program akselerator Plug and Play, kami melihat ini sebagai peluang yang baik untuk melakukan investasi kepada startup Indonesia agar bisa tampil secara global,” kata Saeed.

Indigo Creative Nation Umumkan 13 Startup Terbaik di Batch Kedua 2016

Program inkubator dan akselerator Indigo Creative Nation yang diprakarsai oleh Telkom kembali mengumumkan 13 startup terpilih dari 300 pendaftar program Indigo Batch II 2016 di Jakarta Digital Valley. Penunjukan startup terbaik ini didasarkan pada tiga kriteria penilaian, yakni market validation, product validation dan customer validation.

Beberapa startup yang masuk ke dalam 13 besar tersebut termasuk Synchro, Chatkoo, Angon, Tessy, Koolva, Habibi Garden, Meetchange, Growpal, Simbah, dan Hooki Arisan. Startup-startup tersebut mengusung berbagai produk yang cukup menarik, contohnya Syncro mengembangkan aplikasi distribusi data. Ada juga Chatkoo yang mencoba mengintegrasikan layanan chatting populer dengan sistem pesanan pelanggan. Di bidang pertanian ada Angon yang menghubungkan antara investor dengan peternak, dan sebagainya.

“Program inkubasi akan berlangsung sekitar enam bulan menggunakan pendekatan metode Lean Startup dan Agile Development. Jadi, kami akan bina mereka agar makin meningkat dari tahapan dasar customer validation menuju product validation, business model validation dan akhirnya market validation,” ujar Arief Musta’in selaku EGM Divisi Digital Service PT Telkom  di sela-sela pengumuman.

Selanjutnya para startup terpilih akan dibimbing oleh tiga jenis mentor, yakni Resident Mentor (mentor inti), Visiting Mentor (mentor tamu), dan Silicon Valley Mentor (mentor langsung dari Silicon Valley). Ini adalah pencapaian yang cukup menggembirakan, setelah berjalan selama selama tujuh tahun sejak 2009. Terdata sebanyak 2056 startup yang pernah mendaftar program tersebut

Sebelumnya pada Batch I di bulan Februari 2016 lalu, program Indigo juga telah merilis daftar startup terbaiknya. Empat di antaranya baru-baru ini baru saja mengumumkan pendanaan, meliputi Trax Center, Minutes Barber, Kartoo, dan Sonar.

Beberapa peserta inkubator lain sudah masuk pasar dan makin eksis melayani pengguna, baik oleh masyarakat luas maupun oleh Telkom Group yang memiliki puluhan anak perusahaan. Dicontohkan startup platform perdagangan elektronik, Jarvis Store, yang kini digunakan Divisi Business Service PT Telkom. Xigent, pembuat tombol panik, diserap oleh Walikota Bandung Ridwan Kamil dalam Bandung Command Center-nya, dan beberapa lainnya.

“Seluruh startup akan mendapatkan dana inkubasi dalam dua tahap yaitu pendanaan awal dan lanjutan. Dan kami tidak akan halangi startup dapat pendanaan dari investor pihak ketiga selama inkubasi selama terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Indigo,” ujar Managing Director Indigo Creative Nation, Ery Punta.

Nicko Widjaja, CEO MDI Ventures (perusahaan venture capital Telkom), menyatakan bahwa pelaksanaan program inkubasi dan akselerasi startup Indigo seluruhnya dilaksanakan oleh MDI Ventures.

Fokus ke Asia Tenggara, Fenox Venture Capital Perhitungkan Startup Indonesia

Wilayah Asia Tenggara memang sudah tidak bisa dianggap remeh lagi dalam perkembangan bisnis digital, traksi yang terus menjulang mengundang minat para pemodal untuk masuk ke kawasan tersebut. Tak terkecuali Fenox Venture Capital. Pemodal ventura asal Amerika Serikat tersebut mengaku saat ini akan mulai fokus membangun pertumbuhan bisnis di wilayah tersebut, termasuk di Indonesia. Dengan pengalamannya dan aset sebesar $1,5 miliar di bawah manajemennya, Fenox VC yakin mampu turut serta dalam akselerasi bisnis di Asia Tenggara.

Di Indonesia, beberapa startup sudah masuk dalam jajarannya, seperti Talenta, HijUb, dan juga Jojonomic. Kendati beberapa waktu terakhir pihaknya banyak bersinggungan dengan startup di bidang robotik, kecerdasan buatan dan augmented reallity (untuk wilayah Jepang dan Amerika Serikat), menurut Jeff Quigley selaku Regional Manager Fenox VC untuk wilayah Asia Tenggara, pihaknya akan berinvestasi ke bisnis startup di kategori umum.

Prestasi GnB Accelerator dalam bootcamp pertamanya di Jakarta akan terus berlanjut. Enam startup yang diinkubasi, rata-rata adalah layanan on-demand, menjadi cerita sukses yang akan direplikasi. Program tersebut juga terbuka untuk diadakan di negara-negara lain di Asia Tenggara.

Untuk memahami lebih mendalam seputar misi Fenox VC di lanskap startup Indonesia, DailySocial mewawancara Jeff Quiqley via email. Berikut selengkapnya:

T (Tanya): Bagaimana Fenox melihat perkembangan startup yang ada di Indonesia saat ini?

J (Jawab): Kami telah aktif berinvestasi di Indonesia selama lebih dari dua tahun, jadi bisa dikatakan Fenox sebenarnya sudah mengantisipasi booming startup yang ada saat ini. Kami berinvestasi secara regional dari kantor di Jakarta, namun karena kedekatan dan aktivitas kami, mayoritas penawaran kami ada untuk startup domestik (Indonesia).

Yang kami lakukan di fase booming (startup), terlepas dari kegiatan investasi, kami meluncurkan GnB Accelerator untuk startup tahap awal, dan telah memiliki enam lulusan yang menjanjikan dari batch pertama di bulan Agustus lalu. Selain GnB, kami juga menyelenggarakan final Startup World Cup tingkat regional di Jakarta.  Bersama dengan Bekraf, kami bekerja sama untuk mengunjungi enam kota di luar Jakarta untuk mengadakan kontes pitching.

T: Mengapa Indonesia penting untuk investasi Fenox?

J: Hal itu bermuara pada beberapa poin kunci. Pertama adalah ukuran pasar yang besar, dengan penduduk terbesar keempat di dunia. Hampir dari separuh orang dewasa Indonesia memiliki smartphone, dan jumlah pengguna internet aktif terus meningkat bersama pertumbuhan penduduk dan ekonomi pada umumnya. Masalah yang disebabkan oleh infrastruktur membuat kehidupan sehari-hari di kota besar membuat orang “sakit kepala”, tapi startup melangkah untuk memecahkan apa yang tidak bisa pemerintah lakukan. Sebagai contoh, lihat mereka yang menggunakan helm hijau (pengemudi ojek online) ketika melangkah di Jakarta, maka Anda akan melihat bagaimana orang Indonesia mampu merangkul teknologi sebagai solusi.

T: Adakah target terkait dengan seberapa banyak startup yang akan didanai?

J: Saya tidak akan menempatkan nomor, karena saya percaya pada kualitas daripada kuantitas. Kami telah meningkatkan dua kali lipat portofolio di Asia Tenggara untuk tahun ini. Kami juga mengharapkan untuk menyambut setidaknya enam startup lagi lulusan GnB Accelerator pada bulan Desember mendatang.

T: Seperti apa spesifikasi startup yang diincar oleh Fenox?

J: Selama ada unsur teknologi, dan kami berinvestasi pada seed funding dan seri A. Indonesia masih menjadi pasar yang muda, sehingga sebagian besar dari startup berfokus pada konsumen. Jika Anda menyaksikan batch pertama GnB, sebagian besar adalah layanan on-demand, namun siapapun yang mengetahui keadaan lalu lintas Jakarta maka akan dapat memahaminya. Perekonomian Indonesia didominasi oleh UMKM, ada banyak peluang di sektor SaaS (Software as a Services). Kami juga tertarik dengan startup di bidang kesehatan, e-commerce dan fintech. Tapi sebenarnya tidak terbatas pada kategori itu saja.

T: Bagaimana perkembangan GNB Accelerator di Jakarta setelah selama ini berjalan?

J: Ketika kami menengok lanskap akselerator yang ada, kami melihat kesempatan untuk memberikan sesuatu yang berbeda. Banyak program lain yang lebih dari sekedar model inkubator, sedangkan yang kami miliki adalah program lebih fokus pada market-fit dan penyiapan tim untuk lebih siap dalam pendanaan. Kami juga benar-benar bekerja secara multinasional, Fenox dari Amerika Serikat dan Infokom dari Jepang sebagai pengelola program ini, sehingga kami bisa membawa mentor, investor, dan mitra bisnis potensial.

Pendaftaran Gerakan Nasional 1000 Startup Resmi Dibuka

Gerakan Nasional 1000 Startup Digital yang gaungnya sudah terdengar beberapa waktu lalu dan sudah melakukan kick off pada 17 Juni 2016 lalu, hari ini secara resmi telah membuka pendaftaran untuk para peserta. Program yang menantang generasi muda Indonesia yang memiliki jiwa kewirausahaan ini didesain tidak hanya untuk mereka yang memiliki kompetensi di bidang pemrograman aplikasi, tetapi juga untuk keahlian lain mulai dari desain, komunikasi, bisnis, ekonomi dan lainnya. Pendaftaran peserta bisa langsung menuju laman resminya di reg.1000startupdigital.id.

Gerakan Nasional 1000 Startup Digital merupakan program gagasan pemerintah untuk merangsang pertumbuhan startup di Indonesia. Program ini dalam rilisnya disebutkan menyasar anak-anak muda yang tidak terbuai dengan potensi yang dimiliki oleh Indonesia dan memiliki pola pikir untuk menciptakan inovasi dan menyelesaikan masalah-masalah yang ada.

Program ini terbuka untuk semua kalangan baik yang sudah ataupun belum memiliki ide, sudah atau belum memiliki tim, maupun yang sudah memiliki produk. Bagi yang ingin mendaftar dengan tim, semua anggota juga diwajibkan untuk mendaftar secara individual dan mengikuti program dari awal hingga akhir.

Salah satu syarat pendaftaran yang harus dipenuhi adalah semua peserta wajib membuat sebuah video berdurasi maksimal 2 menit yang menggambarkan masalah besar yang ingin diselesaikan, beserta ide dan solusi yang memanfaatkan teknologi digital. Selanjutnya video diunggah ke YouTube dengan menyertakan hashtag #1000startupdigital.

Peserta yang sudah terdaftar akan diseleksi secara ketat di setiap tahapan. Untuk diketahui program ini tidak didesain sebagai sebuah kompetisi untuk memenangkan hadiah atau penghargaan tertentu, namun sebuah gerakan yang memiliki tujuan menciptakan startup berkelanjutan yang mampu memecahkan masalah dan memberikan dampak positif yang besar bagi Indonesia.

Pada tahap pertama akan ada 400 peserta yang akan terpilih di setiap kota untuk mengikuti Ignition, sebuah seminar yang diharapkan mampu menginspirasi para peserta untuk mendirikan sebuah startup yang memiliki dampak positif dan mampu menyelesaikan masalah. Tahap ini diharapkan mampu membuat para peserta memahami pola pikir kewirausahaan sebelum memulai startup-nya masing-masing.

“Komitmen yang kami harapkan dari setiap peserta adalah jika terpilih, bersedia mengikuti tahapan yang ada dari awal hingga akhir. Selain itu, peserta diminta mematuhi setiap peraturan yang ada di setiap tahapan, dan juga bersungguh-sungguh dalam mendirikan startup yang ingin menciptakan solusi,” ujar Vice President  Gojek Alamanda Shantika yang juga merupakan salah satu mentor di Gerakan Nasional 1000 Startup Digital.

Untuk jadwal, kota yang pertama kali akan melaksanakan Ignition adalah Jakarta, yakni pada tanggal 30 Juli 2016 bertempat d Universitas Trisakti. Selanjutnya diteruskan kota Surabaya pada tanggal 6 Agustus di Spazio Hall, dan kota ketiga adalah Yogyakarta pada tanggal 13 Agustus 2016 di Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada.

LINTASARTA APPCELERATE Umumkan 10 Startup yang Berhak Ikuti Program Inkubasi

Aplikanusa Lintasarta (Lintasarta) bekerja sama dengan Lembaga Pengembangan Inovasi Kewirausahaan Institut Teknologi Bandung (LPiK ITB) telah menyelenggarakan ajang LINTASARTA APPCELERATE. Dari ajang tersebut telah terpilih 10 peserta dari 55 peserta yang terdaftar yang berhak mengikuti inkubasi di Co-Working Space di area Innovation Park ITB Bandung dan di kantor Lintasarta yang terletak di Bandung dan Jakarta.

LINTASARTA APPCELERATE sendiri merupakan sebuah ajang membuat rencana bisnis dalam bentuk inovasi produk atau aplikasi digital, seperti mobile application yang memiliki nilai bisnis dan dapat diterapkan untuk mendukung berbagai sektor industri mulai dari banking, finansial, gas dan oli, plantation, manufactor, e-health, logistik, transportasi, hingga maritim dan turis.

Proposal atau rencana bisnis yang diajukan selanjutnya dinilai dengan beberapa parameter seperti keaslian yang diuji dengan menggunakan application origniality, penyelesaian masalah dan kegunaan, dan dari segi komersial dan juga nilai bisnis yang terkandung di dalamnya.

LINTASARTA APPCELERATE telah dimulai sejak April silam, kemudian dilanjutkan dengan serangkaian kegiatan seperti pengumpulan proposal, seleksi proposal, dan presentasi di hadapan Dewan Juri Panelis yang berasal dari LPiK ITB dan Lintasarta.

Sepuluh peserta terpilih terdiri dari ide dan rencana bisnis yang bervariasi. Sepuluh peserta tersebut adalah Eragano sebuah solusi end to end untuk petani, Around Indonesia aplikasi untuk objek pariwisata Indonesia, Bilik Gaya sebuah aplikasi Virtual Fitting Room, BIOPS Agro Tekno ide yang menawarkan monitoring dan controlling untuk para petani Green house, dan  Lance dengan aplikasi CUAN (Catatan Keuangan Aman dan Nyaman) untuk membantu pengelolaan keuangan UMKM.

Selain itu ada juga tim Smart Logistik dengan aplikasi GINTARA (Gerbang Logistik Nusantara), aplikasi yang ditujukan untuk menghasilkan proses logistik, tercepat, termurah, dan teraman. Selanjutnya ada Sorot dengan aplikasi CHARM (Costumer Handling and Relationship Management) yang ditujukan untuk menganalisis percakapan pelanggan di media sosial.

Dua peserta lainnya ada tim WINAFI dengan aplikasi Sembako Mart yang menawarkan kemudahan berbelanja kebutuhan sehari-hari yang mengintegrasikan antara toko kelontong lokal dengan konsumen di sekelilingnya, dan ADHMORA dengan aplikasi ENGERGO, sebuah perangkat lunak yang memudahkan para engineer atau pemilik bangunan dalam melakukan penghematan energi.

“LINTASARTA APPCELERATE merupakan ajang yang tepat bagi para start up muda Indonesia untuk bersaing dengan para start up dunia. Kami melihat potensi dan semangat yang besar dari mereka semua,” ujar President Director Lintasarta Arya Damar.

Pekerjaan Rumah Besar Rocket Internet Membudayakan Bisnis yang “Profitable”

Rocket Internet adalah perusahaan pengayom startup asal Jerman yang sering digadang-gadang sebagai akselerator yang patut diperhitungkan startup di luar Silicon Valley. Beberapa startup seperti Foodpanda, Lazada, Lamudi, hingga Zalora menjadi bagian dari portofolio perusahaan terbaiknya. Ratusan basis bisnis yang tersebar di 110 negara juga telah merangkul setidaknya 36.000 pegawai.

Cerita manis tersebut menjadikan banyak startup yang berbondong ingin menjadi bagian, baik itu mengikuti inkubasi ataupun mendapatkan investasi, dari Rocket Internet. Namun siapa mengira bahwa strategi bisnis yang digulirkan tergolong sangat berisiko. Tercatat banyak perusahaan startup binaan Rocket Internet sampai saat ini masih belum profitable. Masih terus memperluas pangsa pasar dengan tendensi “membakar uang”.

Lazada dan Zalora menjadi salah satu cerita lama yang pada awalnya terus merugi. Sepanjang tahun 2014 contohnya, keduanya membukukan kerugian $235,3 juta sepanjang 2014 atau sekitar 3,1 triliun rupiah. Kendati dikatakan sebagai strategi akuisisi konsumen, kedua perusahaan cukup piawai dalam membuktikannya, tapi saat diterapkan di startup lain ternyata tak serta-merta dapat tereplikasi dengan baik. Kini Lazada pun diakuisisi Alibaba untuk mempertahankan roda bisnisnya.

Tahun 2011 Rocket Internet mengembangkan sebuah startup yang menyajikan resep masakan siap saji asal Swedia, HelloFresh. Startup tersebut dioperasikan di tiga benua, termasuk memiliki basis di Amerika Serikat, bersanding dengan pemain yang sudah ada sebelumnya, Blue Apron dan Plated. Meski penguasaan pasarnya terus berkembang, masalah pun terus muncul.

HelloFresh sempat didorong untuk meraih IPO, dengan valuasi senilai $2,9 miliar, tepatnya pada November 2015. Namun pada pembukuan kuartal pertama tahun ini, HelloFresh melaporkan kerugian hingga tiga kali lipat mencapai $30,1 juta, meskipun ada kenaikan dari sisi pendapatan. Artinya perusahaan belum stabil dalam mendapatkan profit. Sayangnya ini terjadi tidak hanya pada HelloFresh.

Rocket Internet pun kini juga terus disorot, untuk memperlihatkan langkah serius untuk menjadikan perusahaan profit. Bagaimana mungkin startup yang masuk dalam lingkungan inkubasinya bisa berkembang jika tren kerugian terus dipupuk. Banyaknya perusahaan yang terus merugi menyebabkan banyak investor murung. Harga saham Rocket Internet pun saat ini cuma ada di level sepertiga dari nilai puncak yang pernah diraih tahun 2014, atau senilai €18,52.

Tak berhenti di situ, Rocket kini juga kehilangan partner dan rekanan investor, Kinnevick AB seorang konglomerat asal Swedia yang mengundurkan diri dari posisi Chairman Rocket tahun lalu. Kini di jajaran board advisory nama Kinnevik pun sudah tak ada. Isunya terdapat konflik kepentingan terkait dengan target investasi.

Rocket memang perlu untuk mengeksplorasi model bisnis baru. Begitu yang dikatakan oleh mantan Chief Executive HelloFresh Simon Schmincke. Strategi saat ini kini tidak lagi membuat HelloFresh mampu menarik pangsa pasar seperti yang terjadi lima tahun lalu saat mereka memulai bisnis. Mereka perlu mulai menargetkan pangsa pasar yang lebih spesifik.

Dalam sebuah wawancara yang dikutip The Wall Street Journal, Co-Founder dan Chief Executive Rocket Oliver Samwer mengatakan bahwa pihaknya belajar betul dari apa yang telah dilalui. Ia mengatakan bahwa akan memberikan kiprah yang lebih baik bagi para investor. Samwer mengakui bahwa langkah yang terlalu agresif menyebabkan terjadinya banyak kesalahan dalam bisnis, tapi ia tetap percaya diri bahwa strategi itu yang terbaik.

“Startup bimbingan Rocket setidaknya perlu menghabiskan (dana) dan memperluas (pangsa pasar) lima sampai sembilan tahun sebelum bisa profitable,” ujar Samwer. Kerugian baginya bukanlah sebuah kesalahan, karena ia menganggap Rocket masih memiliki banyak uang tunai yang dapat dialokasikan.

Program Akselerator Alpha Startups dari 1337 Ventures Hadir di Indonesia

Kemitraan strategis antara 1337 (Leet) Ventures, Convergence Ventures, Baidu Indonesia dan Gobi Partners mengadirkan program akselerator Alpha Startups ke Indonesia. Inisiatif ini sekaligus membawa 1337 Ventures resmi masuk ke jajaran pemodal ventura startup Indonesia. Program ini juga turut menggandeng Amazon Web Services (AWS) untuk memberikan dukungan layanan server bagi startup terpilih.

Untuk batch pertama program ini sudah mulai dibuka pendaftarannya, dan akan diumumkan kandidat startup terpilih per 28 Maret 2016. Selanjutnya akan diteruskan pada batch kedua di bulan Agustus mendatang.

Startup digital di setiap segmen produk/pasar berhak mengikuti program ini.  Startup terpilih, bisa sampai 3 startup per batch, akan mengikuti program bimbingan, termasuk diberikan fasilitas berupa ruang bekerja, fasilitas pendukung produktivitas dan juga suntikan investasi senilai $25.000 (senilai Rp 325 juta). Seleksi akan menjaring sekitar 25 startup, kemudian akan dipilih 3 startup terbaik untuk masuk dalam tahap akselerasi dalam rangkaian program ekslusif.

Sebelumnya program Alpha Startups sudah pernah dilaksanakan di Malaysia (sebagai basis 1337 Ventures), Singapura dan juga di Filipina. Sedikitnya sudah ada 23 startup yang berhasil masuk dalam tahak akselerasi dan mendapatkan pendanaan lanjutan dari berbagai investor. Dan ekspansi program ke Indonesia dilandasi sebuah pandangan kemajuan eksosistem startup yang dinilai tercepat perkembangannya di Asia Tenggara.

Dalam pengumuman program Alpha Startups Indonesia 2016, Bikesh Lakhmichand selaku Founding Partner 1337 Ventures menyampaikan:

“Kami bangga dapat masuk ke pasar Indonesia bersama dengan investor lokal dan pengembang eksosistem (startup). Kami begitu berhati-hati dalam menjangkau pasar (Indonesia) dan percaya bahwa di sana ada kesempatan yang jelas untuk menjalankan program akselerator stadium awal untuk merealisasikan dan mendanai ide menjadi sebuah startup berpotensi tinggi untuk berkembang. Selain itu, kemitraan dengan investor dan perusahaan lokal akan membantu meningkatkan kualitas produk dan dukungan pasca program.”

Bagi entrepreneur atau startup yang tertarik mengikuti program ini, sebagai bagian dari proses pendaftaran, diminta untuk mengirimkan video berdurasi satu menit yang memaparkan tentang konsep ide atau startup yang akan dikembangkan (formulir submisi). Bagi pendaftar terpilih akan mengikuti sebuah sesi intensif selama lima hari untuk mematangkan konsep, termasuk menjalani pengembangan pangsa pasar, produk dan strategi pemasaran.

Luncurkan GnB Accelerator, Fenox VC dan Infocom Terapkan Mentoring Ala Silicon Valley

Besarnya populasi serta tingginya penetrasi startup digital menjadikan Indonesia sebagai wilayah yang banyak disasar oleh venture capital (VC) dan investor spesialis teknologi. Bukan sekedar menginvestasikan modal, beberapa di antaranya bersemangat untuk singgah, karena Indonesia juga merupakan pasar yang dinilai dinamis, antusias dan terbilang siap untuk menerima layanan, teknologi serta informasi yang ada.

Makin banyaknya startup yang menjadi ‘trigger’ menjadikan  para VC, investor dan lainnya bersemangat membantu supaya bisa lebih berkembang dan eksis secara global.

Salah satu VC yang tertarik untuk memberikan kontribusi lebih kepada dunia startup di Indonesia adalah Fenox VC. Perusahaan modal ventura dari Silicon Valley Amerika Serikat tersebut berniat membangun program akselerator untuk startup Indonesia dengan nama GnB Accelerator, bekerja sama dengan Infocom Corporation, perusahaan Teknologi Informasi terkemuka di Jepang.

“Kerja sama ini kami satukan dalam nama baru yaitu GnB Accelerator, sebuah program yang mempertemukan pelaku startup dengan mentor asal Silicon Valley, Jepang dan Indonesia untuk memberikan pelajaran serta pelatihan kepada startup Indonesia agar mampu tampil secara global,” kata General Partner dan CEO Fenox VC Anis Uzzaman kepada media dalam acara peresmian GnB hari ini di Jakarta.

Turut hadir dalam acara tersebut Kepala dari Program GnB Accelerator Kentaro Hashimoto, yang akan berbagi wawasan serta pengalaman berskala internasional bersama dengan Fenox VC dalam investasi tahap awal (seed funding) bersama jaringan bisnis Infocom Corporation.

“Infokom berharap bisa meluncurkan ragam perusahaan dan pengusaha lebih banyak lagi dari Indonesia. Kami juga berharap dapat mengajak lebih banyak startup untuk mengikuti program akselerator dan pada akhirnya dapat mengakuisisi perusahaan yang terbukti  sukses,” kata Kentaro.

Program akselerator ini akan berjalan selama 12 minggu, batch pertama  6 startup saja yang berhak mengikuti program akselerator. Selanjutnya untuk batch kedua dipilih 10 startup terbaik yang berhak mengikuti program akselerator GnB. Pendaftaran untuk batch pertama telah dilakukan bulan April – Juni 2015, sementara untuk batch kedua pada bulan Oktober – Desember 2015.

Dalam kesempatan tersebut Anis juga menyebutkan informasi terkini mengenai pendaftaran untuk startup yang ingin mengikuti batch terbaru yang akan dibuka mulai bulan April – Juni 2016. Peserta yang tertarik untuk bergabung bisa melihat website GnB.

“Program ini secara resmi akan digelar dua kali dalam satu tahun dan startup yang telah diterima mengikuti program akselerator GnB akan mendapatkan seed funding sebesar $ 50 ribu,” kata Anis.

Selain seed funding, nantinya startup yang berhak mengikuti program akselerator akan mendapatkan ruang kantor, akses kepada jaringan profesional Fenox VC dan Infocom Corporation yang luas, di antaranya mentor, penasihat, partnership dengan perusahaan terkemuka dan investor tambahan.

“GnB Accelerator akan menjadi sebuah perubahan yang signifikan di Asia Tenggara. Kami akan memiliki tim lokal yang berasal dari Silicon Valley dan Jepang untuk bekerja sama dengan para karyawan lokal,” kata Anis.

Anis mengklaim pendekatan global dan multinasional ini sebelumnya belum pernah dilakukan, dan diharapkan kehadiran GnB merupakan tempat yang tepat untuk mendukung usaha startup di Asia Tenggara khususnya Indonesia.

Terkait dengan rencana pemerintah untuk menciptakan 200 entrepreneur berkualitas tahun 2016 ini, Anis mengatakan peluncuran GnB Accelerator belum menjadi bagian dari program pemerintah tersebut. Namun jika pemerintah Indonesia menawarkan dan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, bisa jadi GnB akan turut membantu pemerintah mewujudkan rencana tersebut.

Mengadopsi gaya mentoring Silicon Valley

GnB Accelerator, Fenox VC dan Infocom Corporation bersama-sama akan mendampingi dan mendukung entrepreneur lokal membangun bisnis dalam industri yang beragam seperti mobile, internet konsumen, SaaS, cloud dan layanan kesehatan berbasis IT.

Dengan menghadirkan mentor asal Silicon Valley dan pelaku startup serta VC di Indonesia, secara intensif startup yang berhak mengikuti program akselerator akan mendapatkan rangkaian pelatihan, pembelajaran, konsultasi dengan gaya mentoring seperti yang diterapkan di Silicon Valley.

Para mentor lokal yang nantinya akan membantu setiap batch program akselerator di antaranya adalah Wilson Cuaca dari East Ventures, Kevin Mintaraga dari Bridestory, Diajeng Lestari dari HijUp dan Joshua Kevin dari Talenta.

Sementara untuk mentor asal Silicon Valley yang akan memberikan mentoring di antaranya Vivek Ladsariya, Jeff Quigley, Chris Abshire dan Ken Kurita, semua mentor tersebut berasal dari Fenox VC.

“Nantinya startup terbaik yang mengikuti program akselerator akan diberi dukungan secara menyeluruh usai mengikuti program, melancarkan bisnis hingga startup diakuisisi atau IPO,” kata Anis.

Kegiatan menarik yang digelar oleh GnB sebagai bagian dari program akselerator adalah Demo Day. Berlangsung di Jakarta, para pelaku startup berkesempatan untuk bertemu langsung dengan VC ternama.

“Selain itu kami juga berusaha untuk membawa venture capital terbaik dari seluruh dunia agar berinvestasi di Indonesia sebagai bagian dari program akselerator GnB,” tuntas Anis.