Kaskus Berinvestasi Strategis Ke Perusahaan Teknologi Periklanan ProPS

Kaskus, platform social commerce, mengumumkan investasi strategis ke ProPS (PT Promedia Punggawa Satu), perusahaan teknologi periklanan dengan nilai investasi yang tidak disebutkan. Investasi ini bersifat terbatas dan Kaskus menjadi pemegang saham minoritas dan pasif.

CEO ProPS Edi Taslim disebutkan akan bergabung ke dalam GDP Venture, investor pemilik saham mayoritas Kaskus, untuk membantu pengembangan bisnis di Kaskus.

Alasan Kaskus berinvestasi di ProPS karena founding team-nya yang sangat berpengalaman, sehingga produk yang dihasilkan membuat perusahaan berhasil memasarkan produknya dalam waktu singkat. Kehadiran ProPS diharapkan dapat melengkapi teknologi periklanan yang sudah dimiliki Kaskus.

“Inisiatif dan platform data driven advertising yang dikembangkan ProPS berperan penting dalam melengkapi ekosistem periklanan digital. Kami percaya ProPS dapat melengkapi teknologi periklanan yang dimiliki Kaskus,” ucap CEO Kaskus On Lee dalam keterangan resmi yang diterima DailySocial, Jumat (17/11).

ProPS mengembangkan data management platform dan publisher trading desk. Perusahaan ini didirikan pada Maret 2016 oleh Edi Taslim dan Ilona Juwita.

Misi perusahaan adalam memajukan penerbit dan pengiklan dengan memberdayakan ProPS untuk memahami audience. Memaksimalkan penggunaan 1st, 2nd, dan 3rd party data untuk keperluan rekomendasi audience buying dan selling. Juga rekomendasi konten dan pengalaman produk.

“Sejak awal ProPS berkomitmen untuk mendukung publisher lokal. Jaringan dan pengalaman Kaskus akan memberikan ProPS kesempatan dalam memperkuat layanan teknologi dan pemanfaatan audience data untuk periklanan digital,” pungkas Edi.

Application Information Will Show Up Here

Mengenal AyoSlide, Aplikasi Lock Screen yang Tawarkan Reward bagi Penggunanya

Banyaknya pengguna perangkat mobile membuka peluang untuk beriklan langsung ke genggaman masyarakat. Tidak sedikit aplikasi yang menjembatani hal ini. Membantu para pengiklan untuk hadir di langsung di perangkat mobile masyarakat. Salah satunya adalah AyoSlide. Aplikasi yang memungkinkan penempatan iklan di lock screen penggunanya dan menawarkan reward berupa pulsa, baik listrik maupun operator seluler, dan voucher game bagi semua orang yang memasang AyoSlide di perangkat mobile mereka.

Founder dan CEO Rizki Fitriana Sari kepada DailySocial mengungkapkan bahwa AyoSlide mencoba membantu para pengguna mereka untuk me-monetize perangkat mobile mereka dengan memanfaatkan waktu luang dengan cara yang mudah dan sederhana.

Dari segi bisnis, AyoSlide memiliki misi untuk bisa membantu para pengiklan mengkomunikasikan produk mereka langsung ke layar perangkat mobile pengguna. Tak hanya itu, AyoSlide juga menawarkan bantuan untuk mengoptimalkan setiap kampanye yang dijalankan dengan sistem targeting user yang dilengkapi pelaporan sehingga kampanye yang dijalankan dapat terukur dengan data yang akurat.

“Ayoslide menawarkan keuntungan men-download aplikasi kami. Pengguna akan mendapatkan informasi dan penawaran terbaru melalui lock screen mereka tanpa click bait dan false ads. Pengguna dapat berpartisipasi dalam penawaran dengan menggeser layar ke kiri, namun juga dapat membuka lock screen seperti biasa hanya dengan menggeser ke kanan,” terang Rizki.

AyoSlide hadir sejak tahun lalu, tapi aplikasi Android mereka baru resmi dirilis pada April tahun ini. AyoSlide juga tergabung dalam Ideabox Alpha Accelerator Program yang diselenggarakan oleh Indosat Ooredoo, Kejora Ventures, dan Mountain Partner.

Sejauh ini AyoSlide mencoba menjaring banyak pengiklan untuk masuk ke dalam layanan AyoSlide. AyoSlide membuka layanan untuk membantu siapa pun yang memiliki produk untuk diiklankan baik produk riil atau digital, selama produk tersebut tidak menggandung SARA dan pornografi.

Hampir dua bulan dirilis, pengguna AyoSlide sekarang didominasi pengguna dari pulau Jawa dengan rata-rata usia 15 – 34 tahun. Tahun ini AyoSlide berusaha membantu pengiklan menampilkan iklannya ke satu juta pengguna AyoSlide

Application Information Will Show Up Here

Memahami Potensi dan Tantangan “Mobile Advertising” di Indonesia

Mobile advertising (periklanan mobile) saat ini menjadi salah satu pendekatan paling dominan bagi bisnis modern untuk memperluas basis pelanggan dan meningkatkan popularitas brand. Sebagai salah satu pasar dengan komoditas pengguna ponsel tertinggi, Indonesia termasuk yang paling cepat mengadopsi mobile advertising. Menurut penelitian yang dirilis PwC, pendapatan iklan mobile di Indonesia diperkirakan meningkat empat kali lipat dari US $6 juta di tahun 2013 menjadi US $24 juta pada tahun 2018.

Menurut Sales Director Asia Pacific AppsFlyer Paul Michio McCarthy, peluang pertumbuhan yang luar biasa dalam mobile advertising, terutama untuk bisnis di Indonesia yang ingin tumbuh melalui seluler. Aplikasi seperti Tokopedia, BTPN, Go-Jek, dan Mataharimall sangat sukses karena dinamika seluler pertama di Indonesia terus menghubungkan orang-orang dengan konten, layanan bernilai tambah dan bisnis.

“Kami telah melihat bahwa konsumen di Asia rata-rata cenderung lebih banyak menggunakan pembelian dalam aplikasi dibandingkan pengguna lain di seluruh dunia. Bagi Indonesia, kami memperkirakan pertumbuhan belanja iklan digital yang terus berlanjut didorong oleh industri seperti sektor e-niaga, teknologi keuangan, game dan sektor FMCG. Bahkan pasar dewasa seperti Singapura tidak sebanding dengan Indonesia,” ujar Paul.

Penetrasi mobile advertising di Indonesia

Kunci untuk mendorong peningkatan penetrasi iklan mobile terletak pada peningkatan konektivitas dan penggunaan smartphone di Indonesia, didorong oleh turunnya harga smartphone dan cakupan 4G yang meningkat. Pada tingkat yang lebih rinci, bisnis  memahami pentingnya pendekatan mobile dalam mengembangkan basis pengguna mereka. Selanjutnya, orang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial. Dengan ini pemasar menemukan preferensi umum untuk iklan bawaan karena kemampuannya untuk lebih melibatkan konsumen serta menyelaraskan brand dan pesan mereka.

“Dengan lebih banyak bola mata yang terpaku pada layar ponsel, pemasar tidak dapat mengabaikan kolam yang substansial ini bagi konsumen. Perusahaan di industri seperti e-commerce, fintech, game dan FMCG akan melihat untuk memanfaatkan periode pertumbuhan tinggi ini untuk mengembangkan ekosistem iklan mobile di kawasan ini. Berdasarkan tren digital ini, kami mengantisipasi pergerakan mobile advertising yang lebih kuat,” lanjut Paul.

Dari sisi penerimaan konsumen, benang merah sudah mulai ditemukan. Dengan model native advertising iklan seluler dapat dioptimalkan dengan pendekatan video. Selain memiliki nilai visual yang lebih tinggi, pesan yang disampaikan juga lebih mudah dipahami.

Paul menerangkan, “Data kami menunjukkan bahwa iklan video paling sesuai untuk game mobile, memberikan tingkat retensi 34 persen lebih tinggi daripada iklan non-video. Iklan video dapat disamakan dengan cuplikan film; Karena spesifisitas kontennya, iklan video secara otomatis menyaring pengguna yang tidak tertarik saat menarik minat orang-orang yang tertarik.”

Meskipun iklan video yang menawarkan tingkat retensi lebih tinggi daripada iklan non-video, kesenjangan retensi antara iklan video dan non-video mengalami penurunan dari 34% menjadi 24%. Pemasar semakin sadar bahwa retensi merupakan metrik penting yang harus dipikul, karena itu mereka lebih aktif dalam mengoptimalkan retensi di semua format iklan.

Tantangan yang harus dihadapi

Masalah yang paling mendasar dan sering ditemui adalah banyak pemilik brand tidak tahu harus mulai dari mana dengan mobile advertising. Antarmuka periklanan digital sering menyediakan banyak metrik, yang mungkin tampak membingungkan bagi pengguna baru.

Penting untuk memahami metrik mana yang menjadi bagian integral dalam mendorong kinerja setiap kampanye dan saluran. Misalnya, jika meningkatkan awareness terhadap brand tanpa dampak penjualan langsung, mungkin bisa melihat biaya per tayangan. Sedangkan biaya per klik atau instalasi adalah metrik yang lebih nyata yang menjamin jumlah ROI tertentu.

“Penentu keberhasilan kampanye juga terletak pada keseimbangan antara menunggu traksi dan mengubah atau mengoptimalkan kampanye. Sering kali, kampanye membutuhkan waktu untuk mendapatkan daya tarik dan membangun kehadiran; mengetahui kapan harus menunggu dan kapan pivot bisa meningkatkan atau menghancurkan sebuah kampanye,” terang Paul.

Pemahaman tentang produk dan target pengguna yang sesuai dengan tingkat kompleksitasnya bisa menjadi sulit bagi banyak orang. Dalam kasus ini, segmentasi pengguna adalah kunci dalam memisahkan sekaligus menangani berbagai kebutuhan dan perilaku pengguna yang berbeda. Dalam e-commerce misalnya, tingkat relevansi yang lebih tinggi akan mendorong tingkat konversi dan penjualan yang lebih tinggi. Selain taktik kampanye, brand juga harus menyadari kecurangan iklan dan memastikan perusahaan adtech yang terlibat dengan mereka bertanggung jawab atas lalu lintas berkualitas buruk.

Platform Iklan Video SpotX Resmi Meluncur di Indonesia

Penetrasi pengguna internet di Indonesia yang terus tumbuh sehingga pangsa pasar iklan digital makin menjanjikan, membuat platform iklan video SpotX yang berbasis di Colorado, Amerika Serikat, resmikan kehadirannya di Indonesia. SpotX pun menunjukkan komitmennya dengan menempatkan tim lokal.

SpotX didirikan pada 2007 dan memiliki lebih dari 350 karyawan di seluruh dunia. Kantor perwakilan SpotX di kawasan Asia Pasifik, di antaranya terletak di Singapura, Jepang, Tiongkok, Vietnam, Thailand, dan Filipina.

SpotX memberi layanan kepada pemilik media (publisher) sebagai sasaran klien utama untuk monetisasi inventaris iklan video. Setelah pemilik media mengintegrasikan situs mereka dengan platform SpotX akan tersedia iklan-iklan dari para pengiklan yang ditampilkan dalam dua bentuk, in stream dan in content.

Pemilik media dan pengiklan diberi kontrol penuh untuk setiap monetisasi konten iklan video mereka. Mereka juga dapat menerima transparansi dan insight yang dibutuhkan saat mengatasi kecurangan dalam beriklan, serta permasalahan mengenai kualitas di pasar.

Di pasar global, diklaim saat ini SpotX telah menangani lebih dari 9 miliar permintaan iklan per hari, mencapai 600 juta lebih unique visit setiap bulan dan memberi impresi di lebih dari 190 negara.

“Industri iklan video di Indonesia sangat siap untuk mengalami ledakan pertumbuhan, namun hal tersebut masih ditahan oleh isu kontrol kualitas dan kurangnya transparansi. SpotX diharapkan dapat membantu para pengiklan dan pemilik media untuk menggaet target konsumennya dan secara perlahan menambah porsi belanja iklannya ke digital,” terang VP International dan Current Interim MD SpotX JAPAC Alex Merwin, Kamis (4/5).

Peluang dan tantangan iklan video

Berbicara potensi iklan video di Indonesia, menurut Director of Demand Facilitation SpotX Indonesia Ade Parulian S, dari penetrasi pengguna internet yang terus bertambah menjadikan potensi iklan video makin menjanjikan.

Hanya saja, belum ada platform yang memberikan akses kepada pemilik media untuk mengukur keefektifan iklan video. Pada akhirnya, berdampak pada potensi tindakan curang dalam menghadirkan total views.

Namun di sisi lain, anggaran belanja iklan digital di Indonesia semakin lama porsinya makin meningkat. Ade mengatakan sejak tiga tahun lalu porsi iklan belanja digital sekitar 2%-5%. Kemudian, pada tahun lalu meningkat jadi 5%-7% dan diperkirakan tahun ini jadi 10%-12%.

“Meningkatnya porsi anggaran belanja digital memperlihatkan pengiklan mulai aware dengan efektivitasnya. Sekarang ini mereka mulai memainkan budget anggarannya dari tv konvensional ke digital,” kata Ade.

Saat ini SpotX sudah bekerja sama dengan beberapa pemilik media besar di Indonesia, di antaranya Kapan Lagi Network, KMK Online, Kompas, Liputan 6. Ditargetkan tahun ini setidaknya SpotX dapat menggaet tambahan lima media besar lainnya.

Perusahaan Teknologi Pemasaran Digital AppLift dan adjust Lebarkan Sayap ke Indonesia

Jumlah aplikasi yang terus bertambah di Indonesia, membuat kue bisnis pemasaran digital semakin menarik untuk digeluti. Hal inilah yang membuat dua perusahaan teknologi pemasaran digital yang berbasis di Berlin, Jerman, yakni AppLift dan adjust tertarik untuk mencicipi kue tersebut.

Dua perusahaan ini sebenarnya memiliki fokus bisnis berbeda, namun melengkapi satu sama lainnya. Keduanya mantap untuk memutuskan buka kantor perwakilannya di Jakarta setelah tahun lalu mulai melirik pasar Indonesia secara perlahan-lahan dan mendapatkan beberapa klien besar.

Untuk lebih jelas mengetahui bisnis keduanya, DailySocial berkesempatan mewawancarai keduanya, berikut rangkumannya.

AppLift

Business Development Manager SEA AppLift Romi Yandika Rahman / DailySocial
Business Development Manager SEA AppLift Romi Yandika Rahman / DailySocial

AppLift adalah perusahaan mobile advertising. Perusahaan ini membantu para pemilik aplikasi aktif untuk menambah jumlah penggunanya. Salah satu layanan yang ditonjolkan adalah retargeting. Layanan ini ditujukan untuk pemilik aplikasi dengan jumlah pengunduh yang sudah banyak namun jumlah pengguna aktifnya terus menurun.

Agar target pengguna tepat sasaran, AppLift membutuhkan sebanyak mungkin data pengguna yang rinci, mulai dari usia, tipe perangkat, kebiasaan, dan lainnya. Data tersebut akan dipergunakan untuk dikombinasikan sesuai masing-masing pengguna, mengingat setiap pengguna punya ciri khas tersendiri.

“Data user kami butuhkan agar tepat sasaran karena retargeting ini mengenai native ads, tiap orang segmentasinya berbeda. Misal ketika pengguna sedang scroll sebuah aplikasi, nanti akan terselip promosi yang tidak berbentuk seperti iklan,” ucap Business Development Manager SEA AppLift Romi Yandika Rahman.

Selain fitur retargeting, AppLift memiliki layanan terintegrasi yang bisa dikelola sendiri oleh pemilik aplikasi yakni DataLift 360. Dalam platform tersebut, pemilik bisa memanfaatkan sendiri RTB exchanges, social channels, direct publishers, dan semua kategori jaringan. Platform ini juga mendukung semua format iklan yang revelan, termasuk banner, interstitial, native, video dan multimedia.

“DataLift 360 jadi one stop solution, pemilik aplikasi bisa atur sendiri strategi pemasaran digitalnya. DataLift jadi value proposition kami untuk bisa bersaing di Indonesia, ini sistemnya subscribe setiap pemakaian baru akan di-charge.”

AppLift masuk ke Indonesia sejak akhir tahun lalu. Saat ini klien AppLift di Indonesia di antaranya adalah MatahariMall, Traveloka, Blibli, Path, Kurio, Pegipegi, dan lainnya.

Romi mengatakan sampai pertengahan tahun ini pihaknya berencana untuk kembali mempelajari struktur market Indonesia terlebih dahulu. Kemudian di semester II 2017 akan melakukan kajian untuk mulai menghasilkan pendapatan.

adjust

Country Manager adjust Indonesia Joe Harahap / DailySocial
Country Manager adjust Indonesia Joe Harahap / DailySocial

Sama seperti AppLift, adjust memiliki fokus bisnis membantu strategi pemasaran dari pemilik aplikasi. Hanya saja, adjust dikategorikan sebagai mobile measurement company, bukan pemasaran digital.

Bila digambarkan, adjust berada di tengah-tengah diantara pemilik aplikasi dengan perusahaan pemasaran digital. Posisinya netral bertugas untuk menggambarkan kinerja dari setiap channel marketing yang dipilih oleh pemilik aplikasi.

Untuk bisnis prosesnya, ketika pemilik aplikasi ingin melakukan campaign dan butuh tracking performa pemasarannya apakah efektif atau tidak, mereka bisa memanfaatkan adjust. Caranya dengan melakukan sign up, mengunduh SDK adjust yang open source untuk ditanamkan dalam aplikasi mereka.

Once aplikasi mereka sudah publish, sudah bisa langsung di track user behaviour mereka. Kami membantu pemilik aplikasi untuk do more intelligent marketing, mereka bisa tahu channel mana yang paling bagus untuk mendorong jumlah pengunduh, penjualan, dan lainnya. Ada insight yang kami berikan untuk dukung strategi campaign mereka,” terang Country Manager adjust Indonesia Joe Harahap.

Saat ini klien adjust di Indonesia di antaranya Traveloka, Lazada, Zalora, sementara untuk skala global seperti Uber, Spotify, PayPal dan lainnya.

Tak hanya perusahaan teknologi pemilik aplikasi saja yang menjadi target adjust, industri lainnya yang tengah diincar adalah industri game. Joe melihat jumlah aplikasi game semakin lama semakin banyak. Pasalnya, setiap penerbit game memiliki kemampuan tak terbatas untuk meluncurkan game terbarunya, tidak seperti perusahaan e-commerce.

“Kita ingin lebih ke gaming, tapi di Indonesia belum jadi industri yang besar. On top of mind kita mau sasar ke sana. Hopefully dalam 2-3 tahun mendatang industri game di Indonesia bisa tumbuh sebab gaming itu lebih fleksibel, setiap perusahaan bisa punya lebih dari satu applikasi, ada spending di sana.”

Mengenai kolaborasi bisnis dengan AppLift, Joe menerangkan bahwa posisi adjust yang netral dapat membantu pemilik aplikasi untuk menentukan efektivitas dari setiap channel marketing yang mereka pilih. Menurutnya pasar Indonesia cukup unik. adjust tidak bisa meraih pasar tanpa melakukan kolaborasi dengan perusahaan pendukung lainnya.

Bidik Pengguna Baru, Platform Iklan Seluler Cashtree Lakukan Peluncuran Ulang

Menginjak usia ke-2 beroperasi di Indonesia, platform iklan seluler Cashtree melakukan inisiatif peluncuran ulang layanannya dengan tampilan yang lebih segar dengan penambahan beberapa fitur baru. Harapannya strategi ini dapat mendongkrak pengguna dan perusahaan pengiklan baru.

Cashtree adalah platform iklan ponsel yang mengubah lock screen ponsel menjadi billboard untuk iklan dan konten berita. Pengguna Cashtree mendapat keuntungan berupa poin yang dapat dikumpulkan dan ditukar dengan pulsa hingga Rp40.000 tiap bulannya. Layanan ini membuka peluang bagi pengiklan untuk menjangkau target konsumen menjadi lebih efektif dan efisien.

Cashtree sudah diluncurkan sejak November 2015. Jumlah basis penggunanya telah mencapai 7 juta orang dengan pengiklan sebanyak 97 perusahaan per tahun lalu. Meliputi agen iklan, media online, media sosial, e-commerce, pasar online, aplikasi games, fintech, penjual ritel, hingga operator telekomunikasi.

Untuk peluncuran ulangnya, Cashtree memperkenalkan model bisnis tambahan yang dapat memberi keuntungan bagi pengguna dan pengiklan. Pertama, online to offline, sebuah pop-up iklan offline berbasis lokasi dengan notifikasi yang dapat dengan mudah di-klik. Diharapkan fitur ini memberikan nilai tambah bagi pengiklan daripada sekedar iklan berbentuk teks SMS.

Kedua, fitur referral berupa iklan viral yang merupakan sebuah mesin yang dapat menjangkau lebih banyak pengguna dan memberi lebih banyak manfaat. Fitur ini terinspirasi dari model pemasaran dari mulut ke mulut.

Terakhir, fitur permainan yang menarik dan menyenangkan dengan tujuan konsumen tetap setia menggunakan aplikasi Cashtree.

Fitur tersebut membuat mesin Cashtree dari front end sampai back end jadi lebih cepat, terutama untuk pengguna yang mengalami gangguan internet. Cashtree akan terus mengembangan mesinnya tersebut dengan teknologi mutakhir untuk mempelajari penggunanya berdasarkan jenis kelamin, usia, lokasi, kebiasaan, dan tipe perangkat.

“Cashtree telah dilengkapi dengan mesin baru pada back end dan front end. Kami memperkenalkan mesin baru yang dapat memberikan layanan tambahan, sehingga kami dapat selangkah lebih maju menuju visi Cashtree,” terang Chief Business Officer Cashtree Seyoung Jung.

Cashtree Launching - Seyoung Jung, CBO Cashtree / Cashtree
Cashtree Launching – Seyoung Jung, CBO Cashtree / Cashtree

Seyoung melanjutkan, iklan lock screen ponsel merupakan konsep baru bagi para pengiklan di Indonesia. Dengan sistem iklan Cashtree yang kompeten, khususnya untuk sistem iklan yang berbasis performa, diharapkan Cashtree dapat meningkatkan kinerja para pengiklan karena format iklan yang ditampilan disesuaikan dengan kebiasaan target pasar.

Khusus untuk pengiklan, Cashtree diklaim memiliki kemampuan memicu para penggunanya untuk melakukan berbagai kegiatan, seperti mengunduh aplikasi, menonton video secara keseluruhan, mendaftar untuk layanan, mengisi survei, bahkan mencoba suatu permainan.

“Cashtree tidak hanya memberi keuntungan bagi pelaku industri periklanan seluler, namun jangkauannya dapat meluas ke seluruh pelaku dalam ekosistem seluler. Sebab kami memainkan peran strategis di sana. Cashtree akan terus menambah jumlah pengiklan baru agar model bisnis ini terus berkelanjutan,” pungkasnya.

Indonesia Mobile Exchange Ingin Permudah Akses Kalangan UKM dalam Beriklan

Sudah lama tidak terdengar kabarnya, Indonesia Mobile Exchange (IMX) yang merupakan perusahaan patungan (joint venture) antara Indosat Ooredoo dan Smaato Inc yang berfokus pada bisnis Real-Time Bidding Advertising Exchange, tahun ini berencana menghadirkan inovasi terbaru yang diharapkan bisa menjangkau lebih banyak pengguna di Indonesia.

Layanan yang sebelumnya sudah banyak digunakan oleh agensi untuk melakukan kegiatan pemasaran melalui platform yang diklaim bersifat tranparan dan berguna untuk publisher hingga advertiser.

“Rencananya bulan April 2017 mendatang kami meluncurkan layanan untuk kalangan umum terutama UKM untuk menggunakan platform IMX untuk beriklan,” kata CEO IMX Citra Damayani Agus kepada DailySocial.

Selain memberikan akses yang lebih mudah kepada publik, saat ini IMX juga tengah menjajaki kerja sama dengan Departemen Perindustrian untuk memberikan kesempatan kepada pelaku UKM beriklan melalui platform IMX. Jika kerja sama ini telah final, Departemen Perindustrian akan memberikan dana subsidi sebagian kepada pelaku UKM untuk memasarkan bisnisnya.

“Sebenarnya selama ini kami telah banyak menerima klien bukan hanya dari korporasi, bank, layanan e-commerce namun juga pelaku UKM. Namun karena masih kurangnya edukasi serta pengalaman memanfaatkan fitur display, kebanyakan pelaku UKM lebih memilih menggunakan SMS untuk beriklan,” kata Citra.

Sejak dua tahun berdiri dan menjadi perusahaan spin off dari Indosat Ooredoo agar tetap bisa agile, IMX selama ini masih menghadirkan layanan SMS untuk beriklan, namun mengklaim tetap memfokuskan kepada display.

“Karena kami sepenuhnya memanfaatkan data dari telko dibantu dengan data dari Smaato, kebanyakan memang kami mengolah data dari sumber tersebut, karena alasan itulah maka saat ini masih banyak pelaku UKM hingga perusahaan besar seperti Traveloka dan Citibank yang memanfaatkan SMS untuk beriklan,” kata Citra.

Mengembangkan inovasi Adtech

Selain membuka akses untuk kalangan UKM, dua tahun terakhir IMX tengah mengembangkan inovasi terbaru dengan memanfaatkan data gabungan dari berbagai perusahaan telko untuk kebutuhan advertising. Hal tersebut dilakukan agar bisa lebih fokus menghasilkan data yang relevan.

“Kami melihat kebiasaan dari pengguna berubah dengan cepat, salah satu hal yang kami cermati adalah mengembangkan inovasi menyesuaikan dengan behavior dari pengguna berdasarkan aktifitas yang dilakukan beberapa hari terakhir atau yang disebut dengan ‘intension’. Behavior tersebut bisa di capture agar iklan bisa dihadirkan untuk orang secara relevan dengan jangka waktu yang sempit memanfaatkan data dari telko,” kata Citra.

Dari data yang dikumpulkan IMX hanya mengambil sekitar 20% dan semua berasal dari data operator telko. Sebagai platform telko agnostic, IMX ingin membuktikan bahwa saat ini Indonesia sudah bisa memberikan layanan dengan teknologi terkini yang tidak kalah dengan perusahaan raksasa seperti Google atau Facebook.

“Saat ini di IMX kita sudah memiliki partner yang lengkap, jadi exchange-nya adalah Smaato, publisher-nya lokal dan asing yang saat ini sudah mencapai sekitar 98 ribu publisher,” kata Citra.

Jika sebelumnya IMX belum terlalu fokus dengan kalangan UKM karena perbedaan platform yang dimiliki dengan Facebook sebagai social network, maka saat ini IMX sudah mulai melakukan upaya seperti mengedukasi pasar serta pengenalan kepada berbagai kalangan terutama UKM untuk mulai menggunakan platform IMX.

“Kami sudah banyak mendapatkan penawaran dari berbagai kalangan hingga komunitas yang tertarik untuk memanfaatkan layanan SMS hingga display untuk beriklan, hal tersebut yang ke depannya akan IMX kembangkan,” kata Citra.

Terkait dengan rencana ekspansi ke mancanegara, hal tersebut sudah menjadi bagian dan target dari IMX. Untuk bisa mewujudkan rencana tersebut, semua tentunya bergantung dari pendapatan dan strategi yang bakal dilancarkan.

“Pada akhirnya kami ingin menciptakan sebuah platform yang bisa bermanfaat bukan hanya untuk advertiser tapi juga publisher, dengan menerapkan sistem yang kami miliki dan menuruti peraturan yang ada, diharapkan IMX bisa menjadi solusi terbaik,” kata Citra.

Startup Adtech Adskom Segarkan Jajaran Manajemen

Startup adtech Adskom mengumumkan sejumlah perubahan di sisi manajemen. Mantan CTO Kartuku dan Chief Product Officer Go-Jek Rama Notowidigdo bergabung sebagai Chief Product Officer (CPO), sementara Co-Founder dan CTO Daniel Armanto keluar dari manajemen dan bergabung sebagai CTO Happy5. Happy5 adalah layanan social enterprise sektor sumberdaya manusia (HR) yang didirikan Doni Priliandi dan Rene Suhardono. Daniel tetap berkontribusi di Adskom sebagai penasihat teknis.

Adskom didirikan oleh Italo Gani dan Daniel Armanto tahun 2014 dan telah membuka kantornya di Silicon Valley dan India. Terakhir mereka menggalang dana Seri A di tahun 2015.

Pasar periklanan di Indonesia sendiri, menurut Adskom, akan terus bertumbuh stabil hingga tahun 2019 hingga mencapai angka US$19,58 miliar (Rp 260,7 triliun). Pada tahun tersebut, anggaran belanja iklan digital dan mobile akan berkisar di angka US$7,6 miliar (Rp 101,2 triliun).

Co-Founder dan CEO Adskom Italo Gani mengatakan, “Daniel Armanto sudah menjadi bagian dari keluarga Adskom sejak lama dan secara pribadi Daniel sudah menjadi seperti saudara sendiri. Terlebih kami merintis Adskom dari bawah. Daniel telah memutuskan untuk mengejar peluang baru di luar perusahaan, dan kami di Adskom berterima kasih atas kontribusi terhadap kemajuan perusahaan dalam tiga tahun terakhir ini. Sebagai pribadi dan atas nama perusahaan, kami berharap Daniel dapat berkiprah lebih baik lagi di masa depan lewat peran barunya. Kami juga menginformasikan bahwa Daniel masih tetap bersama kami sebagai penasihat teknis untuk Adskom.”

Daniel kepada DailySocial tentang keputusannya pindah ke Happy5 menyebutkan, “Membangun dan scaling platform interaktif selalu menjadi passion dan impian saya. Kini saya juga memiliki ketertarikan yang lebih besar terhadap bidang sumberdaya manusia.”

Adskom memiliki kekhususan di bidang programmatic advertising dan memiliki produk SSP (Supply Side Platform), Real Time Adjustment Tool, dan Data Targeting Tool.

“Kami menyadari bahwa persaingan dunia digital advertisement di Indonesia semakin ketat. Untuk itu, sebagai bagian dari fokus perusahaan untuk mencapai pertumbuhan yang menguntungkan, Adskom mengambil langkah signifikan dengan melakukan right-sizing perusahaan. Upaya ini kami harapkan dapat membuat Adskom terus berada dalam posisi terdepan,” pungkas Italo.

CEO Glispa Paparkan Potensi dan Tren Adtech di Indonesia

“Glispa merupakan salah satu penyedia layanan adtech yang tengah membangun pasar di Indonesia. Fokus pada bisnis e-commerce dan startup digital, kapabilitas yang diberikan memudahkan brand untuk mendapatkan konversi traksi dari iklan yang ditampilkan melalui perangkat mobile. Pertumbuhannya signifikan, hal tersebut salah satunya dikarenakan perluasan layanan ke platform mobile yang dilakukan oleh berbagai jenis layanan digital. Di luar e-commerce, khusus di Indonesia, Glispa memprediksi bahwa adtech juga segera berjaya di sektor OTA (Online Travel Agency).

Menurut Founder dan CEO Glispa Gary Lim, beberapa fakta telah mendukung pertumbuhan adtech, seperti Indonesia menjadi salah satu dalam lima pasar pariwisata terbesar di dunia, pertumbuhan layanan OTA lokal juga menunjukkan prestasi gemilang. Sehingga rencana untuk mulai memfokuskan di sektor travel sudah mulai diinisiasi oleh Glispa sejak saat ini. Adtech dinilai akan memberikan pengaruh yang signifikan.

Potensi di bisnis e-commerce masih akan terus bergerak maju

Ada beberapa pendorong dalam pertumbuhan sektor e-commerce, dalam kaitannya dengan implementasi adtech. Gary menyebutkan beberapa di antaranya adalah (1) penetrasi ponsel pintar di Indonesia, (2) peningkatan kecepatan broadband, dan (3) pasar ritel (offline) yang terfragmentasi. Kinerja kuat yang dilakukan oleh layanan e-commerce, baik lokal maupun internasional menunjukkan pergerakan yang sangat meyakinkan.

Implementasinya bukan tanpa kendala. Tantangan logistik dan infrastruktur nyatanya juga menjadi salah satu penyandung adopsi adtech di Indonesia. Seperti cakupan data yang sangat kurang ketika berbicara detail di setiap wilayah. Namun terkait dengan data, Glispa tidak khawatir, dengan capaian penggunaan perangkat mobile yang diprediksikan mencapai 31% dari total populasi di 2018 mendatang, maka kelengkapan data akan teratasi.

Gary turut menuturkan, pertumbuhan native ads dan programmatic ads di Asia Tenggara dipimpin oleh Indonesia dan Malaysia pada setahun terakhir. Hal ini senada dengan apa yang diprediksikan eMarketer, bahwa belanja programmatic advertising di Indonesia akan meningkat lima kali lipat pada tahun 2019. Per tahun 2015 sendiri peningkatan nilainya sudah mencapai $244 juta per tahun.

Di seluruh dunia, native ads menjadi sangat populer, dengan tingkat konversi yang mengesankan, mendatangkan pengguna baru bagi sebuah layanan. Di Indonesia sendiri, masih dari eMarketer, untuk native ads nilainya diperkirakan mencapai $1,5 miliar di tahun depan. Menurut Gary pertumbuhan besar ini lantaran fleksibilitas konten yang mampu beradaptasi baik di layar mobile.

Proyeksi bisnis adtech di tahun 2017

Menurut Gary programmatic ads pada tahun ini mulai memiliki minat yang besar. Karena banyak perusahaan yang mulai membutuhkan kualitas data yang lebih akurat, real-time dan mampu bergerak dinamis memprediksikan beragam hal, untuk membantu keputusan bisnis. Mobile programmatic native ads pun kini sudah mulai menghiasi layar ponsel pengguna. Pemahaman adtech yang meningkat, serta transparansi dan otimatisasi yang ditawarkan, membuat metode programmatic akan cepat berkembang. Tantangannya kini pada menciptakan standar teknis yang digunakan industri.

Tahun 2016 Glispa berinvestasi dengan nilai yang cukup besar di sisi teknologi, termasuk akusisi atas Ampiri (native monetization platform) dan Avocarrot (native programmatic exchange) untuk meningkatkan portofolio adtech yang dimiliki. Dan native programmatic ads menjadi solusi yang difokuskan dalam pengembangannya.

Setelah tahun lalu membuka kantor resmi di Singapura, untuk terus menggerakkan potensi adtech di Asia Tenggara, tahun 2017 Indonesia akan menjadi fokus singgah selanjutnya. Saat ini klien Glispa di Indonesia mencakup banyak startup sukses, salah satunya ada Bukalapak, Tiket, dan Tokopedia.

“Kami melihat banyak potensi adtech, khususnya produk programmatic ads, di wilayah ini (Indonesia) … semkain banyak aplikasi yang dikembangkan oleh komunitas pemuda (startup), mereka akan semakin mencari teknologi iklan yang mampu menghidupi layanan mereka melalui pendapatan iklan,” pungkas Gary.

Gunung Sewu Group Partisipasi dalam Pendanaan Postr, Sukseskan Ekspansi ke Pasar Adtech Indonesia

Startup adtech asal Selandia Baru, Postr, hari ini mengumumkan pendanaan terbarunya mencapai $2,1 juta. Beberapa investor terlibat dalam pendanaan ini, termasuk salah satunya grup perusahaan asal Indonesia, Gunung Sewu Group. Gunung Sewu sendiri adalah perusahaan yang bergerak di beberapa bidang, di antaranya asuransi, real estate, makanan dan beberapa produk consumer lainnya.

Pendanaan Postr tersebut rencananya akan difokuskan untuk melakukan ekspansi bisnis, dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia) akan menjadi salah satu tempat singgah startup adtech tersebut. Kesuksesannya di pasar Selandia Baru dinilai menjadi sebuah awalan yang mengesankan. Kepercayaan diri Postr untuk merangkul wilayah Asia Tenggara lantaran penetrasi perangkat mobile (terutama Android) yang sangat signifikan.

Dalam pernyataannya ke e27, CEO Postr Milan Reinartz mengatakan:

“Kami tentu akan sangat memfokuskan (pasar) Indonesia dan telah menghabiskan banyak waktu (untuk melakukan eksplorasi) di Jakarta, namun sementara ini saya belum bisa mengonfirmasi rinciannya secara detail sehubungan dengan jalinan kemitraan kami (di Indonesia), saya hanya bisa memberi konfirmasi bahwa Indonesia dan Filipina akan menjadi fokus utama kami di Asia Tenggara.”

Produk dan layanan yang ditawarkan oleh Postr ialah berupa solusi terpadu berupa “telco-branded white label apps” yang memungkinkan orang untuk memasang iklan dan menampilkannya di lock-screen ponsel Android (dengan persetujuan pengguna). Kerja samanya dengan penyedia layanan operator, sehingga keuntungan bagi pengguna yang ditawarkan berupa imbalan mobile data atau bonus layanan lainnya. Konsep ini dinilai mampu menjadi salah satu strategi peningkatan ARPU (Average Revenue Per User) bulanan operator seluler.

Terkait ekspansi bisnis adtech ke pasar Indonesia, ini bukan yang pertama kali. Sebelumnya perusahan asal Jerman Glispa juga mulai beroperasi di Indonesia sejak awal tahun. Sama-sama spesifik namun beda sasaran pasar, jika Postr mengarah ke perusahan telco, Glispa memfokuskan pada sektor e-commerce. Namun alasan yang sama juga dituturkan Glispa ketika memberikan pernyataan alasan ekspansi, yakni penetrasi mobile di Indonesia dengan dukungan pertumbuhan infrastruktur pita lebar.

Sedangkan perusahaan lokal penyedia layanan adtech, salah satu yang terbesar adalah Adskom. Dengan menawarkan platform programmatic untuk adtech, kini Adksom telah melakukan ekspansi di beberapa wilayah. Saat ini di luar Indonesia, pihaknya telah memiliki kantor perwakilan di Singapura, Amerika Serikat dan India.

Pertumbuhan bisnis digital dan pemasaran yang memanfaatkan ekosistem pengguna online membawa model iklan digital semakin diminati. Adtech membawakan sesuatu yang lebih spesifik, memberikan target yang lebih tepat dengan medium yang sangat membudaya, yakni smartphone.