Facebook, Bukalapak Launch Advertising Service

Aiming to support local micro, small and medium enterprises (MSMEs), Facebook and online marketplace Bukalapak have teamed up to launch an advertising service called BukaIklan.

This new service has attracted 200 subscribers within a month, mostly from the fashion and automotive industries.

“Currently, Bukalapak has a total of one million sellers, nine million users and 70 products. The partnership aims to optimize local MSMEs’ sales and marketing,” said Bukalapak COO Willix Halim.

BukaIklan works similarly to Facebook ads. Depending on their budget, users can subscribe to services costing between Rp 250,000 (US$18.44) and Rp 2,500,000. Before subscribing, however, users need to ensure they have adequate funds in the e-commerce’s e-wallet service BukaDompet.

The advertisements will be automatically shown in Facebook’s newsfeed, based on the budget set by BukaIklan users. Facebook users will be able to see the ad details in the product’s page. BukaIklan’s subscribers can check the promotion activity through a dashboard provided by Bukalapak.

For each subscriber in BukaIklan, Bukalapak will obtain a 10 percent management fee until December. From December onwards, the share will increase to 20 percent.

“We realize that local customers have frequently purchased products from their mobile devices. BukaIklan aims to create a new opportunity for MSMEs,” said Facebook Indonesia SMB market development head Waizly Darwin.

Bukalapak is targeting to attract 88 million Facebook users through this collaboration. In the future, if there’s a significant contribution from BukaIklan, the online store plans to expand the partnership with other advertising channels or brands.


Disclosure: The original article is in Indonesian and syndicated in English by The Jakarta Post

Sticar Mungkinkan Pemilik Kendaraan Jadi Tempat Iklan Berjalan

Model layanan digital berkembang begitu signifikan, seakan tak pernah ada batasan untuk berkreasi. Baru-baru ini mulai muncul ke permukaan sebuah layanan digital baru bernama Sticar. Sticar merupakan aplikasi yang menghubungkan pengiklan dengan pengendara mobil. Secara sederhana, pemilik mobil akan menjadikan mobilnya sebagai media publikasi iklan (car advertising) dan dipantau secara detail dari sistem aplikasi.

Saat ini Sticar sedang gencar mengajak Advertiser (pihak yang mengajukan iklan) dan Driver (pemilik mobil yang bersedia mengiklankan). Ketika sudah mencapai kesepakatan, konten pengiklan nantinya akan ditempelkan di mobil Driver sesuai levelnya, ada Windows (kaca mobil), Panel (pintu mobil) dan Full Body. Perhitungan penghasilan bagi Driver adalah per kilometer dikalikan dengan level iklan yang disepakati.

“Ide pengembangan Sticar muncul ketika kami ingin merevolusi cara baru dalam beriklan, dengan cara digital. Jika kita melihat model iklan yang saat ini ada, seperti billboard atau videotron yang kadang berisiko, Sticar hadir memberikan solusi untuk sistem yang lebih efektif, dengan menyajikan panel iklan yang bergerak,” ujar Founder dan CEO Sticar Gede Rio Darmawan kepada DailySocial.

Sticar sendiri dapat diakses dalam mode website dan aplikasi (saat ini yang dikembangkan baru untuk platform Android, ditargetkan akhir bulan November meluncur), guna melakukan pendaftaran dan mengakses sistem monitoring yang disajikan. Data real-time yang disajikan kepada pengiklan meliputi berapa Driver yang telah menempelkan iklan di mobilnya, berapa jauh perjalanan, serta berapa besar jumlah impression (pencapaian iklan). Dari situ pembiayaan juga akan dihitung secara dinamis per kilometer perjalanan.

Dashboard admin untuk analisis impression iklan oleh Advertiser / Sticar
Dashboard admin untuk analisis impression iklan oleh Advertiser / Sticar

GPS Tracker turut disematkan kepada Driver untuk melakukan pelacakan dan menghitung impression. Dari riset yang dilakukan Sticar, jika dibandingkan dengan mode pengiklanan konvensional, misalnya billboard, impression yang didapatkan cenderung lebih besar dan efektif ketika ikan tersebut bergerak. Terlebih jika melihat kondisi trafik di Jakarta, dengan rata-rata orang menghabiskan waktu 6 jam per hari di jalan.

Dari perhitungan kalkulasi yang disematkan dalam portal Sticar, dengan ukuran iklan paling kecil (Window), Driver akan mendapatkan Rp 50.000 untuk tiap perjalanan 100 kilometer, berlaku kelipatannya. Sedangkan untuk ukuran iklan full-body mencapai Rp 150.000 per perjalanan 100 kilometer. Cukup efektif dimanfaatkan oleh para pemilik mobil yang membutuhkan pemasukan tambahan, misalnya untuk mobil sewaan atau travel, dengan jam jalan yang cukup tinggi.

Memberikan impression yang lebih detail kepada Advertiser

Jika impression pada media konvensional seperti billboard dihitung dari jumlah rata-rata kendaraan yang melewati di depannya, sistem yang disajikan Sticar selangkah lebih maju. Menggunakan sistem GPS yang dihubungkan dengan sistem Bluetooth pada mobil, sistem tersebut akan memantau impression dengan lebih spesifik.

“Kami bekerja sama dengan Here Maps yang menghubungkan informasi terkait kondisi traffic population ke server kami di sekitar mobil dengan jarak 10 meter untuk menghasilkan jumlah impression,” jelas Rio.

Dengan kata lain, adanya sistem Bluetooth menjadi salah satu syarat yang harus dimiliki rekanan Driver. Aplikasi Sticar juga terhubung penuh dengan mobil pengguna melalui OBD2 Bluetooth, mencatat ID mobil dengan baik. Sehingga ketika pengguna tidak menggunakan mobil terdaftar, maka sistem Sticar tidak akan mencatat adanya perjalanan.

Proses bisnis dan capaian yang ingin didapatkan

Sticar sendiri saat ini melenggangkan bisnis dengan sokongan seed funding dari dua investor, RnB Fund dan Oxdream, dengan pendanaan terakhir dibukukan pada akhir September ini. Sticar sedari awal sudah fokus pada revenue stream, yakni dengan pengambilan porsi 10% dari biaya transaksi dari Advertiser kepada Driver. Dengan proses bisnis yang jelas, mereka mengklaim bakal mendapatkan kepercayaan kliennya

“Target untuk tahun 2017 setidaknya ada 1.000 active Driver. Tidak hanya yang terdaftar, tapi yang benar-benar menjalankan campaign,” ujar Rio.

Saat mendiskusikan beberapa hal yang mungkin diisukan karena men-disrupt tatanan periklanan konvensional, Rio memberikan penjelasan bahwa pihaknya telah siap dari berbagai hal. Termasuk pemenuhan perpajakan dan privasi pengguna. Untuk perpajakan, ditekankan dari awal bahwa Sticar mengenakan pajak reklame (mobil branding) yang dibebankan kepada Advertiser.

Untuk jaminan privasi pengguna, pihaknya mengaku bahwa hanya Advertiser dan Sticar yang dapat mengakses data keberadaan pengguna. Itu pun hanya ketika pengguna menjalankan aplikasi dan menghubungkan dengan mobilnya. Ketika tidak sedang bekerja dengan Sticar, maka privasi pengguna dijamin perlindungannya.

Facebook dan Bukalapak Hadirkan Kanal Pemasaran BukaIklan

Upaya Facebook untuk memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM di tanah air semakin agresif dilancarkan. Kali ini menggandeng platform marketplace terkemuka yaitu Bukalapak. Dengan mengusung nama Bukaiklan, semua penjual yang telah bergabung sebagai pelapak di Bukalapak bisa menggunakan fitur terbaru ini dengan harga khusus.

Kerja sama antara Facebook dengan Bukalapak merupakan yang pertama kali dilakukan untuk mendorong kegiatan promosi kedua belah pihak. Selanjutnya jika terlihat bisa memberikan kontribusi yang besar untuk Bukalapak akan dibuka lebih banyak lagi kerja sama dengan platform pemasaran (Ads) dengan brand lainnya.

“Dengan jumlah pelapak di Bukalapak yang mencapai 1 juta pelapak dari total 9 juta pengguna dan lebih dari 70 produk ditambah dengan jumlah pengguna Facebook yang besar, maka kerja sama ini bertujuan untuk mendorong optimalisasi pemasaran dan penjualan produk UKM Indonesia khususnya di Bukalapak,” kata COO Bukalapak Willix Halim.

Sejak diluncurkannya fitur ini satu bulan lalu, Bukalapak mengklaim telah memiliki sekitar 200 subscriber dari pelapak Bukalapak di seluruh Indonesia. Bukalapak juga mencatat kebanyakan pelapak yang tertarik untuk menggunakan fitur BukaIklan adalah pelapak dengan kategori produk seperti busana hingga otomotif. Diharapkan dengan adanya fitur ini, bisa dilihat lebih spesifik lagi, pelapak seperti apa yang tertarik dan produk apa yang diminati oleh pembeli.

Keuntungan BukaIklan dibanding Facebook Ads

Pelapak yang tertarik menggunakan fitur BukaIklan bisa menentukan pilihan harga mulai dari Rp 250 ribu hingga Rp 2,5 juta. Pelapak hanya perlu memastikan bahwa saldo di BukaDompet cukup untuk berlangganan fitur ini.

Iklan akan otomatis muncul pada newsfeed Facebook dan selanjutnya pengguna yang ingin melihat lebih detil akan diarahkan kepada halaman produk. Nantinya aktifitas pemasaran bisa dilihat di dashboard khusus yang disediakan oleh Bukalapak. Iklan akan ditampilkan di newsfeed Facebook secara acak sesuai dengan budget yang dpilih oleh pelapak.

“Kami menyadari bahwa para konsumen di Indonesia unggul dalam penggeseran perilaku membeli melalui mobile. Peluncuran fitur terbaru BukaIklan ini bertujuan untuk membuka peluang baru bagi UMKM,” kata Head of SMB Market Development Facebook Indonesia Waizly Darwin.

Setiap subscriber baru yang mendaftar di BukaIklan, Bukalapak akan mendapatkan 10% management fee selama masa promosi yang berlaku hingga akhir bulan Desember 2016. Usai masa promosi management fee yang dikenakan oleh Bukalapak akan berubah menjadi 20%.

Fitur ini merupakan channel baru yang bisa dikembangkan Bukalapak untuk mendapatkan profit dari pelapak sekaligus membantu kegiatan pemasaran menjadi lebih masif.

Dari sisi layanan, BukaIklan Facebook di Bukalapak tidak jauh berbeda dengan Facebook Ads yang bisa digunakan secara umum, namun Bukalapak mengklaim perbedaan tersebut justru terdapat dalam targeting dari audience, yang selama ini telah dimiliki oleh Bukalapak dan Facebook. Bukalapak sendiri menargetkan 88 juta pengguna Facebook di Indonesia dari kerja sama ini.

Application Information Will Show Up Here

Melihat Efektivitas Iklan Mobile dari Pola Pengguna Aplikasi di Indonesia

Bagi pengembang aplikasi mobile, salah satu kanal pendapatan yang paling umum digunakan ialah melalui iklan. Memang tak banyak pilihan untuk sebuah aplikasi yang diluncurkan secara gratis, umumnya pendapatan pengembang diambil dari konten premium, penjualan merchandise atau iklan. Tetapi metode iklan paling banyak diminati, selain bekerja otomatis, iklan juga memberikan nilai yang cukup signifikan ketika aplikasi mendapatkan jumlah unduhan dan penggunaan yang tinggi.

Namun jika melihat dari perspektif pengguna, apakah iklan sejatinya efektif? Ada dua sudut pandang jika kita membahas seputar kebermanfaatan iklan mobile ini, dari sisi pengembang dan dari sisi pengiklan. Dari sisi pengembang sudah jelas iklan menjadi income menjanjikan. Namun dilihat dari sisi pengiklan, hal ini perlu ditelisik lebih lanjut. Mobile advertising menjadi salah satu fokus survei yang dilakukan JakPat baru-baru ini. Dalam survei tersebut tersaji hasil menarik dari ratusan responden pengguna smartphone di Indonesia

(1) Melihat konten iklan tapi mengabaikan –strategi penempatan iklan untuk kenyamanan pengguna

Dari total responden survei tersebut, 88 persen mengaku ketika menggunakan aplikasi mobile yang terkoneksi dengan internet, mereka sering kali menemui iklan digital yang muncul. Kebanyakan mereka melihat secara seksama adanya iklan ketika penempatannya di atas, di bawah dan dalam bentuk pop ads. Kendati demikian, kebanyakan dari mereka (tepatnya 94 persen responden yang mengatakan menyadari adanya iklan) merasa terganggu. Sebanyak 77 persen terganggu oleh pop ads, 68 persen oleh iklan yang tidak bisa di-skip dan 24 persen dari iklan yang muncul di atas atau di bawah laman aplikasi.

Hal ini memberikan sedikit pemahaman kepada kita sebagai pengembang aplikasi untuk lebih jeli dalam menaruh tata letak iklan pada aplikasi. Dari persentase tersebut, bisa dikatakan bahwa iklan yang muncul sudut atas dan bawah aplikasi masih cukup dimaklumi, tidak membuat pengguna aplikasi merasa terganggu. Namun pada dasarnya kesabaran pengguna tersebut akan berbanding lurus dengan kualitas konten aplikasi yang dikembangkan. Jika aplikasi berbobot atau memiliki daya tarik yang tinggi, iklan pun akan dimaklumi untuk ditunggu. Namun sebagai aplikasi rilisan baru, maka hal ini perlu dipertimbangkan.

(2) Efektivitas iklan terhadap capaian pemasaran masih tergolong rendah di Indonesia

Hanya 20 persen dari total responden yang mengaku melihat iklan dengan berbagai alasan membuka tautan yang disajikan. Ada berbagai alasan mengapa pada akhirnya pengguna tersebut memilih untuk menuju ke tautan yang diberikan dalam iklan, alasan paling dominan karena iklan tersebut menyajikan informasi yang berguna atau menarik. Selain itu beberapa orang membuka tautan iklan dikarenakan penasaran dengan konten yang disajikan pada iklan tersebut. Sisanya dikarenakan “kecelakaan” (salah sentuh).

Pengalaman tersebut turut memberikan beberapa masukan terkait dengan user interface dalam aplikasi oleh pengguna. Beberapa pengguna mengaku kerap terjadi salah sentuh sehingga iklan tersebut terbuka. Sebagian besar mengaku karena tombol “close” yang susah diakses dan keterbatasan ruang gerak jari untuk menyembunyikan lagi iklan tersebut. Di sisi lain dapat disimpulkan, bagi pengiklan dua hal yang dapat dipertimbangkan ketika menyusun konten adalah buatlah informasi semenarik mungkin sehingga terlihat berguna. Atau desain sebuah konten yang menarik sehingga membuat orang penasaran untuk membuka.

Patut menjadi catatan, cara-cara yang “membohongi” pengguna cenderung merusak reputasi brand tersebut. Artinya jika konten yang benar-benar menarik, tidak bersifat “menipu” atau “clickbait“. Karena kekecewaan konsumen sasaran akan mengakibatkan stigma negatif terhadap suatu brand.

(3) Jadi, apakah mobile advertising dapat dijadikan pilihan untuk berkampanye iklan di Indonesia saat ini?

Bagan hasil survei berikut ini kami pikir cukup memberikan simpulan untuk demografi konsumen di Indonesia.

Hasil survei JakPat bertajuk "Mobile Advertising: An Effective Promotion Channel?"
Hasil survei JakPat bertajuk “Mobile Advertising: An Effective Promotion Channel?”

Iklan Mobile Sebagai Jalur Pelengkap Media Beriklan Masa Kini

Pesatnya perkembangan dunia digital turut membuat perubahan tren gaya hidup, tak terkecuali gaya beriklan yang dilakukan oleh berbagai perusahaan untuk mendapatkan konsumennya. Untuk region Asia Pasifik, tiap tahunnya pertumbuhan belanja iklan mobile terus merangkak naik. Namun porsinya diperkirakan belum mendominasi iklan konvensional.

Menurut Rohid Dadwal, Managing Director of Mobile Marketing Association, kebanyakan perusahaan masih menerapkan pemasaran lewat mobile sebagai jalur trial untuk mempelajari pasar dan testing keefektivitasannya. Sehingga, cenderung masih lebih mengandalkan pemasaran iklan lewat jalur konvensional, seperti televisi, radio, billboard, media cetak, dan media online.

Hal ini terlihat dari besaran porsi antar keduanya masih berbanding jauh. Dia memperkirakan, saat ini secara persentase masih berada di kisaran 7%-10%. Menurutnya, iklan mobile ke depannya bakal menjadi bahan pelengkap dari jalur iklan konvensional.

“Perlu diketahui, iklan mobile itu bukan kompetitor bagi iklan konvensional. Justru menjadi pelengkap yang sudah ada. Ada tambahan channel marketing yang tingkat efektivitasnya bisa terukur dengan tepat,” ujarnya di sela-sela acara Mobile Marketing Association Forum, Kamis (22/9).

Dia mengungkapkan, pihaknya belum mengetahui secara detil berapa besaran bujet iklan mobile yang diterapkan di Indonesia. Menurutnya, porsinya masih sangat kecil. Untuk itu, lewat acara ini dia berharap bisa memajukan channel marketing yang baru ini.

Mobile is everything. Sedangkan perusahaan butuh strategi marketing, dan strategi itu adalah mobile. Sebab, mobile bisa terintegrasi dengan berbagai hal, seperti media sosial.”

Facebook sebagai platform iklan mobile

Secara terpisah, di sela-sela sesi diskusi panel. Sri Widowati, Country Director Facebook Indonesia, menerangkan Facebook dapat menjadi salah satu media beriklan yang bisa menjangkau target konsumen secara spesifik, sehingga lebih tepat sasaran. Terlebih, tersedianya kostumisasi bahasa yang bisa disesuaikan dengan target konsumen.

Namun, dia tidak bisa memungkiri fakta bahwa beriklan di televisi memang dinilai lebih tepat untuk meningkatkan awareness konsumen. Terlebih, dengan jumlah populasi 250 juta orang Indonesia bakal lebih cepat bila memasarkan iklan di televisi.

“Iklan di televisi memang lebih banyak menyasar target konsumen, namun karena banyaknya itu jadi tidak bisa menjangkau target secara spesifik.”

Facebook memiliki data dan bisa membaca kebiasaan penggunanya. Dengan demikian, pengiklan bisa mengetahui dengan jelas siapa target konsumennya. Bujet investasi yang akan dikucurkan pun akan jauh lebih efisien.

“Facebook bisa meningkatkan jangkauan iklan. Dengan menggabungkan iklan televisi dengan Facebook, maka jangkauan akan lebih dalam dan investasi akan lebih bagus.”

BlackBerry Messenger mulai bertransformasi

Tak hanya media sosial Facebook yang bisa dipilih pengiklan untuk iklan mobile, BlackBerry Messenger (BBM) pun juga mulai bertransformasi memberikan layanan iklan mobile. Krishnadeep Baruah, Vice President Sales BlackBerry Messenger (BBM) APAC, mengatakan sejumlah perubahan yang lebih friendly dalam ekosistem BBM mulai dari fitur banner, native ads, push messages, dan tombol buy now.

Berbagai pengiklan dari berbagai sektor pun bisa memilih BBM sebagai alternatif, misalnya perusahaan game, marketplace, berita online, dan video. Dia membeberkan data pengguna BBM dari smartphone yang terdaftar di Indonesia mencapai 110 juta orang. Sementara dari segi pengunjung BBM Shop sebesar 172 juta orang, pengiklan BBM per harinya menyentuh angka 1,5 miliar, BBM channel yang sudah tersebar mencapai 670 ribu channel, dan jumlah pesan yang terkirim di BBM per harinya mencapai 16,7 miliar pesan.

“Perubahan aplikasi messaging bakal melesat ke depannya. Di BBM kami memulai transformasi mulai dari perubahan konten, menambahkan fitur stiker, subscription, top picks, games, music, dan voucher. Tujuan akhirnya ingin menjadikan BBM sebagai jalur alternatif iklan mobile, sebab kami memiliki database pengguna BBM yang lengkap sesuai perilaku mereka,” pungkas Baruah.

comScore Terpilih Sebagai Penyedia Solusi Resmi Pengukuran Audiens Iklan Digital di Indonesia

Perusahaan pengukuran lintas platform asal Amerika Serikat comScore terpilih menjadi penyedia data yang akan menjadi standar pengukuran audiens online di Indonesia dalam waktu 2 tahun ke depan. Keputusan ini diresmikan hari ini oleh lima asosiasi yang tergabung dalam Indonesia Digital Measurement Consortium (IDMC).

“Selama dua tahun ComScore akan bertanggung jawab menjadi penyedia data untuk memonitor consumer-behavior dalam mengkonsumsi data secara online di Indonesia, nantinya jika masa waktu telah selesai akan dilakukan pitching kembali menyesuaikan perubahan serta tren yang terjadi di dunia digital Indonesia,” kata Ketua Konsorsium Jerry Justianto.

Dibentuknya konsorsium dari lima asosiasi ternama

Lima asosiasi yang terbentuk dalam konsorsium, Bekraf serta comScore

Lima asosiasi yang tergabung tersebut adalah Asia Pacific Advertising Media (AAPAM), Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), Indonesian Digital Association (IDA), Indonesian E-Commerce Association (idEA) dan Persatuan Periklanan Indonesia (P3I). Dalam hal ini Bekraf turut memberikan dukungan kepada IDMC untuk memberikan pelatihan, kemudahan regulasi, dan bantuan lainnya yang diperlukan untuk memuluskan kegiatan IDMC mengukur standar penilaian dalam hal consumer-behavior secara online.

“Industri periklanan digital yang sarat dengan kreativitas perlu memiliki standar acuan yang jelas untuk dapat berkembang secara optimal, terutama saat ini ketika tren serta kebiasaan konsumen menikmati iklan sudah mulai bergeser dan mengalami perubahan yang cukup signifikan,” kata Kepala Badan Ekonomi Kreatif Indonesia (Bekraf) Triawan Munaf.

Secara rutin comScore akan menyediakan data dan draft kepada IDMC yang nantinya akan disebarkan kepada media dalam bentuk rilis pers, sebagai hasil kerja serta pengukuran yang telah dilakukan oleh comScore. Pengukuran dan penilaian iklan secara online tersebut nantinya akan difokuskan kepada top desktop site di Indonesia dan top mobile site di Indonesia.

“Seiring dengan terus berevolusinya dunia periklanan Indonesia, kami dari comScore bangga untuk selalu menyediakan layanan pengukuran yang akurat dan independen, sehingga pengiklan dan agensi semakin percaya diri untuk meningkatkan belanja iklan di media digital,” kata Senior Vice President comScore APAC Joe Nguyen.

Menerapkan metodologi UDM

comScore yang beroperasi di 75 negara dan telah terdaftar di indeks teknologi NASDAQ, nantinya akan menyediakan solusi pengukuran untuk audiens yang mengakses situs online melalui komputer, tablet dan smartphone lewat metodologi Unified Digital Measurement (UDM), yang menghitung kunjungan situs dan membantu bisnis untuk memahami dan mengukur kualitas audiens mereka.

Selama ini best practice di Indonesia masih kerap mengandalkan Facebook dan Google Ads untuk mengukur keberhasilan suatu iklan di media digital. Hal tersebut dianggap kurang optimal terutama untuk para pelaku seperti publisher dan advertiser. Dengan alasan itulah IDMC sebagai konsorsium akhirnya memutuskan untuk menggunakan layanan lain yang nantinya diharapkan bisa menjadi acuan yang seragam untuk pelaku serta insan periklanan di Indonesia.

“Kerja sama dengan comScore merupakan pilot project yang menyasar iklan digital. Nantinya jika sudah ditemukan formula yang tepat diharapkan bisa digunakan secara luas oleh semua industri terkait terutama dalam hal pengukuran audiens terhadap iklan di Indonesia,” tutup Jerry.

Survei Baidu: Efektivitas Iklan Online di Indonesia Masih Rendah

Kendati banyak yang menilai bahwa In-App Purchase akan menjadi masa depan monetisasi aplikasi mobile, saat ini kontribusi mobile advertising masih mendominasi untuk pendapatan pengembang, sekaligus menjadi cara yang efektif untuk menjalin pangsa pasar. Per tahun 2015 di Indonesia, menurut studi bertajuk “Mobile Apps Market Study Indonesia” yang dilakukan Baidu, mobile advertising menyumbang $20,8 juta dari total pendapatan aplikasi mobile sebesar $28,1 juta.

Terkait efektivitas mobile advertising dalam membangun kesadaran publik, Managing Director Baidu Indonesia Bao Jianlei menyampaikan seputar karakteristik mobile advertising di Indonesia:

“Sebanyak 27% pengguna smartphone di Indonesia dalam setiap bulannya selalu meng-klik iklan online yang menyambangi perangkatnya. Uniknya, peminat iklan online ini mayoritas berasal dari segmentasi sosial ekonomi kelas C, berusia antara 23-32 tahun dan sebagian besar adalah laki-laki. Karakteristik pengakses iklan online yang ditemukan melalui studi ini dapat dijadikan pertimbangan bagi para pemasar dalam menyiapkan bentuk komunikasi yang tepat.”

Efektivitas iklan online di Indonesia masih rendah

Kendati demikian, jika minilik hasil riset secara mendalam, iklan online secara keseluruhan masih menunjukkan efektivitas yang rendah di Indonesia. Sementara itu iklan di media sosial dan mesin pencari dinilai memiliki efektivitas yang lebih baik sehubungan dengan kemampuannya membangun tingkat kesadaran yang tinggi di kalangan pengguna perangkat mobile.

Dari survei Baidu ditemukan fakta sebanyak 68% responden mengaku sadar akan kehadiran iklan di media sosial dan 13% mengaku melakukan pengaksesan terhadap iklan tersebut. Sementara itu, sebanyak 69% responden menyadari adanya iklan di mesin pencari yang tengah mereka gunakan di perangkat mereka dan 12% memutuskan untuk mengklik iklan tersebut.

Dan berikut ini adalah persentase penggunaan iklan online dan traksi pengguna dari berbagai platform iklan online yang ada di Indonesia:

Online Advertising Indonesia

“Video Ads menjadi salah satu iklan yang kehadirannya cukup berhasil membangun kesadaran pemirsanya. Namun tingkat efektivitasnya ternyata masih rendah mengingat masih sedikit pemirsa yang lantas memutuskan untuk mengaksesnya. Implikasi atau makna dari fakta ini adalah para pengiklan harus benar-benar memperhatikan daya tarik konten yang disampaikan agar tingkat interaksi yang terbangun dengan pemirsanya bisa menjadi semakin mendalam,” pungkas Bao Jianlei.

Menerapkan Strategi Pemasaran yang Tepat Untuk Perusahaan

Seiring dengan berkembangnya teknologi juga menyebabkan strategi komunikasi perusahaan berevolusi. Hal tersebut perlu dilakukan untuk dapat memberikan dampak yang positif agar bisnis tetap bisa bertahan di tengah iklim persaingan yang makin dinamis. Menjawab tantangan evolusi dalam hal berkomunikasi, Growinc Indonesia menginisisasi acara SeringSharing yang mengundang para praktisi media, periklanan, tokoh dan lainnya.

Acara SeringSharing kali ini diadakan di Auditorium Conclave Jakarta dan dihadiri oleh CEO Jawa Pos Group dan Menteri BUMN Periode 2011-2014 Dahlan Iskan, Creative Cirector beberapa strategi periklanan brand Lembu Wiworojati, dan praktisi periklanan digital Pandu Truhandito.

Mengusung tema “Business Survival: When Do We Need To” acara SeringSharing kali ini mengupas lebih jauh bagaimana beradaptasi dan melakukan promosi pemasaran tepat sasaran saat ini.

Cara yang benar memanfaatkan media sosial

Bicara mengenai media sosial pastinya sudah banyak perusahaan, brand dan pihak lainnya yang memanfaatkan platform ini. Namun yang perlu diperhatikan adalah apakah strategi media sosial yang telah diterapkan sudah benar? Berfungsi dengan baik? Dan memiliki hasil yang diinginkan?

Dalam hal ini Lembu Wiworojati yang telah terjun ke dunia periklanan sejak awal tahun 2000-an yang pada saat itu masih bersifat konvensional dan belum didominasi dengan digital ads, smartphone dan ragam media sosial seperti saat ini, melihat tantangan yang ada makin berat dan tentunya memerlukan effort yang tepat.

“Saat ini media sosial sudah menjadi medium yang umum digunakan untuk memasarkan produk, promosi dan lainnya, meskipun demikian masih banyak perusahaan yang melakukan pemasaran dengan cara konvensional,” kata Lembu.

Kehadiran teknologi serta makin besarnya penggunaan smartphone dalam kehidupan sehari-hari telah merubah kebiasaan konsumen untuk menerima dan melihat sebuah iklan, disinilah perusahaan hingga brand harus pintar beradaptasi dan tentunya mengadopsi semua perubahan tersebut.

“Agar bisa survive harus beradaptasi dengan perubahan yang ada. Dengan demikian bisa tetap eksis dan menjalankan usaha dan kreativitas yang ada,” kata Lembu.

Lembu juga menambahkan, salah satu perubahan yang ada adalah makin banyak restoran atau cafe yang menawarkan fasilitas wi-fi demi mendapatkan pelanggan. Artinya konsumen lebih memilih hal yang berbeda dalam hal ini teknologi dibandingkan produk sebenernya.

“Era sekarang dalam hal pemasaran adalah memanfaatkan platform yang ada untuk berpromosi. Namun demikian Ide atau kreativitas tetap yang menjadi hal yang utama dalam advertising,” kata Lembu.

Tren digital saat ini

Di sisi lain praktisi periklanan digital Pandu Truhandito mengatakan, diperlukan strategi yang tepat untuk bisa menghasilkan promosi pemasaran yang tepat dan tentunya tepat sasaran. Hal ini penting agar perusahaan bisa tetap bertahan dan menjadi yang terdepan ketika waktunya memberikan layanan yang terbaik kepada perusahaan hingga brand.

“Sebagai langkah awal penting bagi Anda pelaku periklanan untuk menentukan principle-based execution terlebih dahulu, sebelum melancarkan kegiatan yang memberikan hasil terbaik kepada klien,” kata Pandu.

Dalam hal ini Pandu mengkategorikan 5 hal yang perlu dilakukan, mulai dari Why? yaitu menentukan target, goal dan ukuran kesuksesan. Who? siapa yang ingin dijangkau? Dengan menentukan target audience baru kemudian monopolization bisa dijalankan. Do what? Mempelajari consumer behaviour atau kebiasaan yang biasanya dilakukan oleh target audience. Demographic tanpa adanya pengenalan serta pencarian informasi dan mempelajari kebiasaan yang ada akan menjadi percuma. Pada akhirnya semua harus menjadi solusi terbaik untuk konsumen yang ditarget.

Dan yang terakhir adalah How?, ketika telah sukses melakukan kebiasaan jangan berfokus untuk melakukan hal yang sama, lakukan perubahan dan adopsi teknologi yang ada. Contoh sederhana adalah memanfaatkan sepenuhnya keuntungan yang ditawarkan oleh teknologi mobile. Dengan memanfaatkan data driven nanti bisa dipakai untuk menyesuaikan semua kebiasaan yang ada demi mendapatkan hasil yang sesuai.

“Agar bisa bertahan baiknya tetap loyal kepada prinsip yang ada dan bisa survive di dunia pemasaran,” tuntas Pandu.

Disclosure: DailySocial adalah media partner SeringSharing.

Layanan Adtech Adskom Resmi Berekspansi ke India

Penyedia platform programmatic adtech Adskom baru-baru ini mengumumkan kehadirannya di India. Ekspansi ini akan memfokuskan untuk mengakselerasi produktivitas tim penjualan di New Delhi. Bersamaan dengan eskpansi ini, Adskom juga telah menunjuk Rajeev Saxena sebagai Country Director baru perusahaan untuk operasional di New Delhi.

Secara umum fungsionalitas program iklan yang dirilis Adskom adalah untuk mengurangi ketergantungan pada elemen pengambilan keputusan manusia dalam proses pembelian iklan digital dengan mengotomatisasi melalui software.

“Bisnis e-commerce booming di India dan menyajikan kepada Adskom kesempatan besar. India memiliki skalabilitas yang kita cari, masih sangat banyak mengalami proses pertumbuhan yang cepat (dalam kaitannya dengan industri digital dan periklanan). Dari perspektif ini, India menjadi masuk akal bagi kami untuk dijadikan daerah perluasan operasi kami,” ujar Italo Gani selaku CEO Adskom untuk wilayah Asia Tenggara.

Dipaparkan dalam riset perdagangan yang dilakukan oleh eMarketer, bahwa potensi belanja iklan di India melampaui angka $1 miliar di tahun ini. Dan untuk programmatic advertising sendiri diproyeksikan akan menjangkau 70 persen dari belanja iklan secara keseluruhan.

Sejak mendapatkan pendanaan Seri A dari Convergence Ventures dan East Ventures pada pertengahan tahun lalu, Adskom sudah bersemangat untuk memfokuskan bisnis melakukan ekspansi pasar. Meskipun di Indonesia sendiri sudah mendapatkan porsi yang cukup besar, namun Italo Gani selalu menekankan bahwa pasar internasional akan menjadi bidikannya dalam laju bisnis di 3-5 tahun mendatang.

Sebelumnya Adskom juga membuka kantor di Silicon Valley pada tahun 2014. Penyedia platform digital advertising untuk sistem Supply Side Platform (SSP) dan Data Management Platform (DMP) ini menjadikan kantor di Palo Alto sebagai laboratorium pengembangan teknologi, terutama untuk aspek penciptaan formula logaritma dan serta pengembangan arsitektur teknis. Untuk kantor pusatnya sendiri saat ini berbasis di Singapura.

Di bawah kepemimpinan Rajeev Saxena di India, Adskom akan mencoba bermanuver untuk mereplikasi kesuksesan yang telah didapat sebelumnya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Rajeev sendiri sebelumnya menjabat Business Director South East Asia & India untuk Acxiom. Kemampuannya bersama perusahaan analisis korporasi yang bertanggar di India diyakini dapat memberikan dorongan baik bagi Adskom di New Delhi.

Sejak didirikan pada tahun 2014 silam, Adskom kini telah mengelola lebih dari 150 juta data pengguna unik untuk pasar dan Indonesia dan telah terintegrasi dengan 200 mitra supply, data dan demand. Pasar periklanan di Indonesia sendiri, menurut Adskom, akan terus bertumbuh stabil hingga tahun 2019 hingga mencapai angka US$19,58 miliar (Rp 260,7 triliun). Pada tahun tersebut, anggaran belanja iklan digital dan mobile akan berkisar di angka US$7,6 miliar (Rp 101,2 triliun).

Fortune Indonesia Gandeng Mitra Asing untuk Masuk Sektor Mobile Advertising

PT Fortune Indonesia segera masuk ke ranah bisnis mobile advertising. Rencana ini diambil sebagai salah satu bentuk upaya mereka menggenjot kinerja perusahaan tahun ini. Dalam mewujudkan rencananya ini Fortune Indonesia bakal menggandeng mitra asing.

Rencana Fortune Indonesia ini disampaikan langsung oleh Direktur Utama Fortune Indonesia Aris Boediharjo. Ia mengungkapkan produk tersebut rencananya akan diluncurkan pada awal semester kedua tahun ini.

“Nilai investasinya masih belum bulat. Di Fortune global, pengembangan mobile advertising ini sudah berkembang di India, lalu mereka melihat pasar Indonesia,” ujarnya.

Aris lebih jauh menjelaskan bahwa bisnis mobile advertising tersebut nantinya akan dimasukan ke dalam divisi Production. Bisnis baru tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada 2017 seiring dengan momentum pemilihan daerah serentak. Selain itu bisnis ini rencananya juga akan berkonsep ramah dengan pengguna. Misalnya dengan memberikan penawaran iklan melalui video.

“Bagi pengguna gadget yang ingin ikut mobile advertising, bisa download aplikasi. Kami lebih memilih mitra asing, jadi kami tidak menggandeng operator telekomunikasi domestik,” ungkapnya.

Sementara itu dikutip dari Tempo Aris menjelaskan bahwa aplikasi dari Fortune Indonesia dirancang dalam bentuk fitur-fitur dalam telepon. Aris mencontohkan, jika ada seseorang yang menelpon nantinya telepon yang menerima bisa muncul fitur video. Namun secara lebih detil inovasi tersebut masih dipikirkan bersama dengan mitra kerjanya.

Aris juga menjelaskan nantinya pengguna yang menggunakan aplikasi Fortune bakal diganjar insentif seperti pulsa.

“Ekspansi kami akan kencang di pelayanan baru mobile advertising,” ungkap Aris.

Di ranah mobile advertising Fortune Indonesia tidak sendirian. Indonesia dengan pertumbuhan pengguna smartphone dan mobile yang cukup tinggi memang menjadi lahan basah untuk bisnis mobile advertising. Sebelumnya Gameloft lebih dulu mengumumkan bahwa turut serta masuk ke ranah ini.