Alibaba Cloud Segera Buka Data Center di Indonesia

Alibaba Cloud, penyedia layanan cloud computing asal Tiongkok, mulai serius menapaki pasar Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan pengumuman akan dibukanya data center di Jakarta selambat-lambatnya Maret 2018. Perusahaan yang termasuk dalam Alibaba Group ini mencoba menyasar para UKM dengan menyediakan layanan cloud yang diklaim hemat dan berkualitas.

Selain Jakarta, rencananya Alibaba Cloud juga akan membuka data center di Mumbai, India. Pengumuman ini dilakukan pada saat acara Computing Conference yang berlangsung di Shanghai, Tiongkok, beberapa waktu lalu.

Senior Vice President of Alibaba Group dan President Alibaba Cloud Simon Hiu dalam rilisnya mengatakan dibukanya data center baru di Indonesia dan India diharapkan bisa memperkuat posisi Alibaba Cloud di kawasan Asia dan juga secara global.

“Saya percaya Alibaba Cloud adalah adalah satu-satunya penyedia jasa cloud global dari Asia, memposisikan diri secara unik dengan keuntungan budaya dan kontekstual untuk menyediakan inovasi data intelijen dan kemampuan komputasi kepada pengguna di daerah-daerah tersebut. Membangun data center di Indonesia dan India akan memperkuat posisi kami di area ini dan juga secara global,” ungkap Simon.

Dengan penambahan data center baru ini, Alibaba Cloud secara total mempunyai 17 data center yang tersebar di beberapa negara, seperti Tiongkok, Australia, Jerman, Jepang, Hongkong, Singapura, Arab Saudi, dan Amerika Serikat.

Indonesia dan India merupakan dua negara dengan potensi startup yang dianggap serupa karena pola dan kebiasaan penggunanya. Masuknya data center Alibaba Cloud di dua negara, dengan ekosistem startup yang berkembang ini, menggambarkan visi perusahaan yang memang menyasar perusahaan teknologi, khususnya startup.

Alibaba dan J&T Express Resmikan “J&T Alibaba”, Beri Akses Pemasaran Global untuk UKM Lokal

Alibaba dan J&T Ekspress mengumumkan peresmian J&T Alibaba, perusahaan dengan entitas baru yang dibentuk khusus menyasar segmentasi B2B. Perusahaan ini menjadi mitra resmi sekaligus perwakilan kantor Alibaba di Indonesia, dengan semangat ingin mendorong perekonomian Indonesia lewat sektor UKM untuk menembus pasar internasional melalui platform e-commerce.

J&T Alibaba menyediakan jasa konsultasi bisnis e-commerce langsung dari pakar, edukasi mengenai strategi pemasaran dan ekspor, serta akses langsung ke kumpulan pembeli potensial dari seluruh dunia lewat jaringan Alibaba.

“J&T Alibaba resmi berdiri sebagai mitra bisnis Alibaba di Indonesia, bukan sebagai mitra logistik. Kami berkomitmen untuk memajukan perekonomian Indonesia dengan mendorong sektor UKM dan memperkenalkan produk mereka pada pasar internasional,” terang Direktur J&T Alibaba Oliver Yang, Selasa (9/5).

General Manager of Oversea B2B of Alibaba Group Jack Zhang menambahkan, “Alasan kami menggandeng J&T Express karena mereka memiliki 1.200 jaringan tersebar di seluruh Indonesia. Kami harap sinergi solid ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada ekonomi Indonesia.”

Dalam model bisnisnya, J&T Alibaba menyediakan dua fasilitas keanggotaan bagi pelaku UKM, yakni International Free Member (IFM) dan Global Gold Supplier (GGS). Kedua keanggotaan ini memiliki fasilitas yang berbeda-beda.

Menurut Marketing Manager J&T Alibaba Agustina Putri Wijaya, keanggotaan ini menjadi syarat utama yang bisa dimanfaatkan pengusaha UKM sebelum mengakses platform Alibaba.

Di kondisi sebelumnya, ketika pengusaha ingin berjualan di Alibaba mereka harus berhubungan langsung dengan pihak Alibaba di Tiongkok. Hal ini tentu saja sangat rumit dan membuat minat pengusaha untuk melakukan ekspor juga terhambat.

“Sekarang dengan adanya J&T Alibaba, pengusaha bisa langsung mendaftar jadi anggota dan berjualan di Alibaba. Selain itu, berpotensi mendapat pelanggan baru di Alibaba yang berasal dari negara lain,” kata Agustina.

Saat ini ada 26 cabang J&T Alibaba yang bisa dipergunakan untuk menjangkau pengusaha lokal, di antaranya ada di Aceh, Bali, Balikpapan, Manado, kota-kota di Pulau Jawa, dan beberapa kota lainnya. Ditargetkan pada tahun ini dapat bertambah jadi 50 titik.

Diklaim saat ini Alibaba telah melayani sektor pelanggan B2B di lebih dari 190 negara dan 40 industri, dengan 160 juta pembeli.

Rocket Internet Berencana Luncurkan Layanan Fintech di Indonesia

Asia Pacific Internet Group (APIG), yang bertugas menangani semua aktivitas Rocket Internet di kawasan Asia Pasifik, termasuk Indonesia, berencana meluncurkan layanan financial technology (fintech). Informasi tersebut disampaikan secara singkat oleh CEO Asia Pacific Internet Group Hanno Stegmann di sela-sela kegiatan Global Ventures Summit 2017. Sejauh ini APIG belum mau memberikan detil informasi tentang apa subsektor fintech yang bakal disasar.

“Tentunya saya cukup excited dengan rencana dari APIG terkait dengan layanan fintech yang akan kami luncurkan. Namun karena saat ini masih dalam tahap penjajakan kami masih belum bisa menyampaikan informasi lebih lanjut,” kata Hanno.

Selama ini Rocket Internet fokus ke layanan e-commerce dan listing untuk pasar di Asia. Pencapaian Lazada sebagai startup unicorn dan akuisisi oleh Alibaba diklaim menjadi prestasi yang cukup membanggakan bagi APIG.

“Meskipun kami mengalami beberapa kegagalan, namun dengan keberhasilan yang telah diraih oleh Lazada menjadikan APIG lebih eksis dan cukup kredibel hingga kini, terutama di Asia Tenggara,” kata Hanno.

APIG sendiri memastikan Indonesia adalah pasar penting dan terus berperan aktif dalam ekosistem startupnya.

“Selama ini APIG telah memberikan investasi yang cukup banyak di Indonesia, sedikitnya sudah 3-4 kali investasi di indonesia tahun lalu. Kami merasa cukup aktif di ekosistem startup Indonesia saat ini,” kata Hanno.

Masa depan Zalora

Jika sebelumnya diberitakan Zalora Indonesia mengalami kendala menjalankan bisnis dan berencana akan dijual, hal tersebut dibantah Hanno. Kepada DailySocial Hanno mengungkapkan dua bulan lalu tim APIG baru saja menerima laporan terkini Zalora yang menunjukkan pertumbuhan yang baik. Setelah menjual bisnisnya di Vietnam dan Thailand tahun lalu, layanan fashion commerce Zalora telah menjual bisnisnya di Filipina.

“Kami cukup optimis dengan Zalora dan Global Fashion Group, terutama dengan makin membaiknya pertumbuhan bisnis Zalora di Indonesia. Untuk selanjutnya kami akan fokus ke core market Zalora di Indonesia dan akan terus berinvestasi kepada Global Fashion Group,” kata Hanno.

Selain Zalora, APIG masih memiliki beberapa startup aktif di Indonesia, termasuk Lamudi, Carmudi, Lyke dan ZenRooms.

Emtek dan Ant Financial Bangun “Joint Venture”

Raksasa media Indonesia Emtek dan raksasa pembayaran digital Tiongkok Ant Financial, yang dimiliki Alibaba dan dikenal dengan produk Alipay, mengumumkan kemitraan untuk mendirikan perusahaan joint venture yang akan beroperasi sebagai platform elektronik untuk jasa pembayaran dan keuangan lainnya di Indonesia. Langkah pertama joint venture ini adalah memasukkan platform pembayaran ke BlackBerry Messenger yang telah bertransformasi menjadi sebuah all-in-one platform dan memiliki lebih dari 63 juta pengguna aktif di Indonesia.

Masuknya Ant Financial ke Indonesia sudah lama diprediksikan. Sebagai pasar dengan literasi digital cukup tinggi tapi dengan tingkat penetrasi kartu kredit yang rendah, pasar Indonesia sangat terbuka dengan hadirnya solusi alternatif. Go-Pay dari Go-Jek misalnya, muncul sebagai suatu platform alternatif menarik karena kemudahannya.

CEO Emtek Alvin Sariaatmadja dalam rilisnya mengatakan, “Kami sangat bersemangat dalam menjalin kerjasama dengan Ant Financial untuk membawa solusi dan teknologi pembayaran elektronik kelas dunia di Indonesia. Perjanjian ini berisi komitmen jangka panjang yang mengedepankan kelebihan dari masing-masing perusahaan untuk menyediakan solusi pembayaran yang efisien, aman dan mudah digunakan melalui platform digital yang kami miliki juga untuk masyarakat Indonesia secara luas serta mitra yang lain.”

“Ant Financial telah terbukti memiliki keahlian khusus dalam memberikan solusi pembayaran dan jasa keuangan kepada para pengguna perangkat seluler yang masif dan masih bertumbuh di Tiongkok dan mengembangkan para mitranya secara global. Kami berkeinginan mencontoh dan mereplikasi keberhasilan tersebut di Indonesia,” lanjut Alvin.

Pemanfaatan di BBM akan menawarkan teknologi pembayaran elektronik untuk pembelian barang-barang secara online, pembelian tiket pesawat, ataupun pembelian barang-barang virtual dan in-app purchase.

Di Tiongkok, Alipay telah mendominasi dan digunakan oleh lebih dari 450 juta konsumen. Di India, Alipay masuk melalui Paytm dan bisa dibilang merupakan platform pembayaran populer di sana. Kini Ant Financial menggandeng EMTEK dalam usahanya menguasai pasar Indonesia. Sebelumnya Ant Financial juga telah memulai usahanya di Asia Tenggara dengan membeli saham minoritas True Money Thailand. Di Indonesia, True Money memiliki platform e-money True Money Witami.

“Kami berharap kerja sama dengan Emtek ini dapat memberikan pengalaman layanan pembayaran elektronik dan layanan keuangan yang inovatif kepada para pengguna di Indonesia. Kemitraan strategis ini mengukuhkan komitmen kami untuk menyasar dan melayani masyarakat yang belum tersentuh bank (unbanked) dan masih kekurangan pelayanan bank (underbanked) di seluruh dunia, serta meningkatkan kualitas hidup mereka dengan memberikan layanan keuangan yang inklusif. Tentunya hal ini hanya dapat dicapai dengan menjalin kerjasama dengan para mitra yang memiliki visi yang sejalan dengan kami,” kata Douglas Feagin, Presiden Ant Financial International.

UCWeb Luncurkan Program We-Media Reward Plan 2.0

Sejak diluncurkan bulan Agustus 2016 lalu, platform distribusi konten milik UCWeb “UC News” kini telah memiliki sekitar 20 juta pengguna aktif setiap bulannya di Indonesia. Komitmen UCWeb untuk menjadi lebih dari sekedar user generated content juga dibuktikan dengan meluncurkan We-Media pada awal tahun 2017 lalu, dan kini program yang memberikan keuntungan lebih untuk penulis lepas, blogger dan komunitas serupa lainnya kembali diperkuat dengan We-Media Reward Plan 2.0.

Program terbaru We-Media Reward Plan versi 2.0 di antaranya adalah, menghadirkan “Super 1000”, ditujukan untuk membuka kesempatan bagi penulis di Indonesia, dengan direkrutnya 1000 penulis We-Media di Indonesia yang berpeluang untuk memiliki penghasilan Rp10 juta tiap bulan melalui platform UC News. Seperti yang ditegaskan oleh Bruce Zuo selaku Kepala UC News We-Media.

“UCWeb akan mempertajam fokus pada agregasi dan distribusi konten di Indonesia, dengan kekuatan kami pada teknologi seperti Big Data AI dan pengalaman yang luas di berbagai pasar seperti Tiongkok, di mana WeMedia telah menemukan model bisnis yang terintegrasi bagi seluruh rantai dari produser konten, pengguna, pengiklan dan monetisasi konten. Kami berkeinginan untuk membuat UC News menjadi platform distribusi dan layanan konten nomor 1 di Indonesia.”

Sebagai distributor konten yang didukung oleh big data dan investasi awal sebesar Rp10 miliar, UC ingin mendukung penulis konten Indonesia untuk menghasilkan konten yang original, menarik dan memiliki pesan yang positif untuk pembaca.

Hadirkan konten video berdurasi singkat

Selain pembaruan pada model pendapatan iklan kepada penulis, UCWeb juga memperbaharui portofolio konten dan layanannya dengan menambah lebih banyak konten video berdurasi singkat. Video singkat juga ini diklaim menjadi salah satu konten yang paling populer untuk dikonsumsi di Tiongkok dan UCWeb melihat potensi yang sangat besar untuk konsep serupa di Indonesia.

“Data terkini dari UC News menunjukkan bahwa kami memiliki lebih dari 1300 juta pengunjung pada bulan Februari saja, yang menunjukkan adanya lebih dari 45 juta kunjungan setiap harinya. Selain itu, kami juga melihat peningkatan yang signifikan pada rata-rata waktu konsumsi pada UC News,” kata General Manager, UCWeb Indonesia, Alibaba Mobile Business Group Donald Ru.

Application Information Will Show Up Here

Rayakan HUT Kelima, Lazada Jabarkan Capaian dan Rencananya di Tahun 2017

Memasuki usia ke-5, layanan e-commerce Lazada menyampaikan beberapa data dan hasil riset internal kepada media hari ini (15/03). Penjabaran riset dan survei tersebut termasuk pilihan pembayaran Cash on Delivery (COD) yang diklaim merupakan pilihan pembayaran pertama dan paling popular di Lazada, hingga suntikan dana segar sebesar $1 miliar dari Alibaba pada tahun 2016.

Co-CEO Lazada Indonesia Florian Holm menyebutkan, di tahun kelimanya Lazada masih terus mempromosikan produk lokal secara global dan memastikan proses fulfillment center kepada penjual berjalan dengan baik.

“Lazada memiliki jumlah SKU paling banyak saat ini, untuk itu kami ingin memastikan di tahun 2017 ini semua produk yang dibeli secara offline telah tersedia di Lazada.”

Akuisisi dari Alibaba ternyata tidak terlalu berpengaruh kepada jalannya operasional dan bisnis sehari-hari dari Lazada, hal tersebut yang ditegaskan oleh Florian kepada media.

“Saya banyak mendapatkan pertanyaan apakah Alibaba ikut campur dengan jalannya bisnis Lazada saat ini, bisa saya pastikan Lazada tetap menjalankan bisnis secara independen tanpa campur tangan dari Alibaba,” kata Florian.

Pencapaian Lazada hingga awal tahun 2017

Dalam presentasinya Florian menyampaikan beberapa prestasi menarik yang telah dicapai oleh Lazada selama 3 tahun terakhir. Di antaranya adalah saat ini terdapat 7 juta produk yang tersedia di Lazada, kenaikan yang cukup signifikan sejak tahun 2015.

Kemudian Lazada juga mencatat pemesanan hingga pembelian produk banyak dilakukan melalui aplikasi mobile dengan persentase hingga 86% di tahun 2017. Kenaikan tersebut dicatat cukup pesat dibandingkan dengan tahun 2014 yang hanya mencapai 34%, tahun 2015 sebanyak 43% dan tahun 2016 sebanyak 69%.

Hal menarik lainnya yang juga dicatat oleh Lazada adalah ulasan atau testimoni yang diberikan oleh pengguna setelah pembelian, cukup membantu pengguna lain untuk mengerti kemudian membeli produk yang ada. Dari data yang dikumpulkan sekitar 2 juta produk telah di-review oleh pengguna sejak bulan Januari 2017.

“Testimoni dan ulasan yang diberikan oleh pengguna usai produk dibeli cukup membantu kami menjual produk dengan cepat, dengan jaminan hingga rekomendasi pengguna terhadap produk hingga penjual,” kata Florian.

Terkait dengan customer retention, Lazada turut mencatat kebanyakan pengguna yang merasa puas dengan layanan dan produk yang terdapat di Lazada, bersedia untuk kembali lagi dan membeli produk yang berbeda di Lazada. Pertumbuhan tersebut mencapai hingga dua kali lipat sejak tahun 2015 hingga tahun 2017.

“Kami juga mencatat Lazada telah menjual power bank dengan jumlah yang cukup tinggi sejak tahun 2014 dengan jumlah 1,2 juta, sementara 2 juta produk diapers atau popok bayi telah terjual di Lazada,” kata Florian.

Meningkatkan kerja sama dengan mitra terkait

Turut hadir dalam acara tersebut perwakilan dari mitra yang sejak awal telah melakukan kerja sama dengan Lazada, di antaranya adalah perwakilan dari bank Mandiri, JNE dan Telkomsel. Selanjutnya Lazada memiliki komitmen untuk terus meningkatkan kerja sama dengan para mitra terpilih.

“Sebagai salah satu marketplace terbesar di Indonesia, kami menyadari pentingnya membina kemitraan strategis dengan penyedia layanan telekomunikasi, logistik dan sistem pembayaran. Agar Lazada bisa terus memberikan pengalaman berbelanja yang menyenangkan untuk konsumen,” kata Co-CEO Lazada Indonesia Duri Granziol.

Merayakan HUT-nya yang kelima, Lazada bakal menghadirkan berbelanja online interaktif melalui online shopping Lazada TV. Fitur tersebut dihadirkan oleh Lazada untuk meningkatkan interaksi dengan konsumen melalui live streaming Lazada TV yang bisa dinikmati oleh pengguna pada tanggal 21-23 Maret 2017. Selain Lazada TV, secara khusus Lazada juga bakal memberikan flash sale setiap 2 jam, 800 ribu penawaran menarik dan kejutan lainnya.

Application Information Will Show Up Here

UC We-Media Hadirkan Program Kompensasi untuk Penulis Independen

UC News bagian dari UCWeb Inc, anak perusahaan Alibaba Mobile Business Group Company, memperkenalkan program UC We-Media. Ini adalah program kompensasi untuk para penulis, bloggers dan penerbit independen. Dimulai 6 Januari 2017, seluruh penyedia konten yang telah memenuhi persyaratan akan mendapatkan kompensasi untuk artikel blog mereka. Kompensasi yang dimaksud adalah penghargaan berupa finansial atas penerbitan karya terkait ke kanal UC News.

We-Media bertujuan untuk menyediakan konten reguler dan spesifik kepada para pengguna UC News. Program sebelumnya ini telah sukses dijalankan di negara lain dengan membawa sudut pandang dari para selebritis, bloggers, key influencers dan juga masyarakat luas ke dalam satu platform.

Tenang kompensasi yang diberikan

Kompensasi diberikan dalam tiga hal, (1) berupa bagi hasil iklan mingguan berdasarkan trafik dan kategori konten, (2) kompensasi untuk konten berkualitas dan terbaik dan (3) kompensasi untuk perekrutan anggota baru. Untuk memantau hasil karyanya, pengguna juga akan disuguhkan dengan sebuah dashboard komprehensif untuk analisis trafik dan pembaca. Termasuk untuk mendapatkan insight topik menarik untuk pembuatan artikel selanjutnya dari ketertarikan pengguna.

“[…] Kami percaya seorang penulis yang berkualitas berhak mendapatkan kompensasi, oleh karena itu hari ini kami menjelaskan detail program dan kompensasi yang bisa didapatkan oleh para penyedia konten. Tidak hanya itu, UC News akan membantu kontributor konten untuk mendapatkan traffic, penghasilan dan followers dari platform kami. Kami mengajak para kreator konten di Indonesia untuk bergabung dalam program ini,” ungkap GM Overseas Business Alibaba Mobile Business Group Kenny Ye.

Penulis atau pembuat konten yang tertarik bergabung dapat mendaftarkan diri melalui laman resmi UC News, dan akan diseleksi oleh tim terkait.

Strategi penguatan konten orisinil UC News

“Pertumbuhan konsumsi informasi yang tinggi saat ini membuat News Feed non konvensional, termasuk postingan blog, artikel yang ditulis oleh penulis independen, imagery feeds, vlogs dan video pendek menjadi populer. Terjadi peningkatan jumlah pembaca dari konten penerbit independen dan pembuat opini. Pergerakan ini membantu kami untuk menawarkan konten unik di UC News dan memperkuat peran kami sebagai wadah distribusi konten,” ungkap Ye.

Menurut laporan terbaru UC News, 3,8% (sekitar 3 juta) dari total pengguna aktif internet di Indonesia adalah blogger dengan peluang besar untuk pertumbuhan WeMedia, sebuah istilah gabungan untuk pembuat opini, penerbit independen dan kreator konten. Konsumsi konten We-Media yang sudah ada pada bulan Desember 2016 terhitung enam kali lebih tinggi dibandingkan bulan September 2016.

“Menurut observasi kami, ada potensi besar untuk konten-konten yang dihasilkan pengguna di Indonesia. Celah pasokan konten pada kategori hiburan, olahraga, teknologi, kesehatan dan gaya hidup akan memberikan kesempatan We-Media untuk dapat mengembangkan karya mereka,” pungkas Ye.

Bos Yahoo Turun Jabatan, Yahoo Ganti Nama Jadi Altaba

Bulan Juli lalu, Verizon mengumumkan bahwa mereka akan mengakuisisi bisnis internet Yahoo senilai $4,8 miliar. Dijelaskan pada saat itu bahwa Verizon akan meninggalkan aset lain Yahoo yang berupa saham atas raksasa internet asal Tiongkok, Alibaba. Jadi sebenarnya bagaimana nasib Yahoo sekarang?

Well, sisa aset dari Yahoo tersebut akan berganti identitas menjadi Altaba Inc. Namanya merupakan gabungan antara “alternate” dan “Alibaba”, seperti yang dilaporkan oleh Wall Street Journal, dan perannya tidak lain dari sebatas perusahaan investasi, atau yang biasa dikenal dengan istilah holding company.

Altaba nantinya tidak akan ada hubungannya dengan beragam layanan internet Yahoo yang kini sudah dipegang Verizon, yang juga berencana untuk melanjutkan bisnisnya. Bisa dikatakan Verizon secara tidak langsung memecah Yahoo menjadi dua perusahaan yang berbeda dengan akuisisinya ini.

Bagaimana dengan nasib sang CEO cantik, Marissa Mayer? Beliau akan turun jabatan, demikian pula dengan lima petinggi Yahoo lainnya. Kemungkinan besar Mayer akan ditawari posisi baru di Yahoo oleh Verizon, tapi tidak ada yang bisa menjamin di titik ini.

Kendati demikian, semua ini hanya akan terjadi jika deal antara Verizon dan Yahoo benar-benar diselesaikan. Mengingat sejak pengumuman akuisisi tersebut Yahoo sempat dua kali menjadi korban peretasan besar-besaran, wajar saja apabila nantinya Verizon memutuskan untuk melakukan negosiasi ulang atau malah mengurungkan niat akuisisinya.

Perjalanan Yahoo dari masa ke masa

Marissa Mayer akan menjadi CEO terakhir Yahoo pra-akuisisi Verizon / Yahoo
Marissa Mayer akan menjadi CEO terakhir Yahoo pra-akuisisi Verizon / Yahoo

Yahoo didirikan pada tahun 1994 oleh sepasang mahasiswa pascasarjana asal Stanford University, Jerry Yang dan David Filo. Yahoo pada saat itu baru berupa situs sederhana bernama “Jerry and David’s guide to the World Wide Web”, dan hanya berisikan daftar situs-situs lain yang diorganisasikan berdasarkan hirarki.

Barulah di awal tahun 1995, situs tersebut berganti nama menjadi Yahoo, yang juga merupakan akronim dari “Yet Another Hierarchically Organized Oracle”. Tahun 1998, Yahoo menjadi salah satu situs yang paling sering diakses sekaligus mesin pencari andalan, sebelum akhirnya Google merebut takhta tersebut beberapa tahun berikutnya.

Persaingan dengan Google membuat Yahoo sempat kesulitan di tahun 2008 dan memutuskan untuk memecat sejumlah karyawannya. Pada bulan Februari 2008, Microsoft sempat menawar untuk mengakuisisi Yahoo senilai $44,6 miliar – hampir 10 kali lipat nilai akuisisi Verizon sekarang – tapi ditolak mentah-mentah.

Dari situ Yahoo beberapa kali mengganti CEO-nya. Founder Jerry Yang yang menjabat sebagai CEO digantikan oleh Carol Bartz di tahun 2009. Awal tahun 2012, posisinya dialihkan ke Scott Thompson. Di bawah Scott Thompson, Yahoo memecat sekitar 2.000 karyawan dengan tujuan untuk menghemat dana sebesar $375 juta.

Thompson sendiri tidak bertahan lama, hanya 130 hari sejak ditunjuk sebagai CEO Yahoo. Di bulan Juli 2012, posisinya digantikan oleh Marissa Mayer, mantan engineer Google berparas cantik yang kita kenal sekarang. Di bawah kepemimpinan Mayer, Yahoo sempat melakukan salah satu akuisisi terbesarnya atas Tumblr senilai $1,1 miliar pada tahun 2013.

Hingga akhirnya kita tiba di titik yang belum jelas seperti sekarang ini, dimana semua perubahan yang dibeberkan di atas akan batal seandainya Verizon melakukan negosiasi ulang atau batal mengakuisisi Yahoo. 23 tahun Yahoo mengabdi pada perkembangan industri internet, semoga kiprahnya terus berlanjut meski telah berpindah tangan ke Verizon.

Sumber: Wall Street Journal dan The Verge. Sumber gambar: Yahoo.

11 Tren yang Akan Membentuk E-commerce Asia Tenggara di 2017

Di saat presiden-terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, sedang bekerja keras untuk menghentikan Cina untuk menjadi kekuatan adidaya dunia, Cina belum memperlambat hegemoni digital-nya di Asia Tenggara (saat berbicara Cina tentu saja itu berarti Alibaba). Setelah menobatkan Asia Tenggara di posisi puncak masa keemasan ecommerce dalam edisi tren 2015 kami, Jack Ma dan timnya memasuki kawasan ini hanya empat bulan setelahnya dan membeli Lazada, perusahaan ecommerce terkemuka di Asia Tenggara, dengan nilai $1 miliar.

Kesepakatan Lazada-Alibaba yang merupakan akuisisi luar negeri terbesar Alibaba hingga saat ini adalah sebuah peristiwa penting bagi Asia Tenggara yang implikasinya menjangkau seluruh rantai nilai commerce mulai dari periklanan digital, logistik, keuangan, asuransi, bahkan pelayanan kesehatan.

Kilas balik ke tahun 2016

Bahkan tanpa akuisisi Lazada, tahun ini tetap terbukti penting untuk ecommerce di kawasan ini: industri fast-fashion mengalami penurunan dan bahkan perusahaan fashion Zalora milik Rocket Internet berakhir dengan pembelian murah oleh konglomerat ritel Thailand, Central Group.

Masalah yang dialami Singpost masih berlanjut. Setelah kehilangan Group CEO Wolfgang Baier secara mendadak di tahun 2015, perusahaan ini juga kehilangan COO, CFO dan komisaris grup yang mengundurkan diri di tengah-tengah skandal kepemimpinan perusahaan. Hal ini mendorong kembali kesepakatan perusahaan ini dengan Alibaba untuk ketiga kalinya dan tidak mencapai kesepakatan hingga bulan Oktober.

Di seluruh kawasan, ecommerce B2C beraset besar mengalami penderitaan. RedMart asal Singapura diakuisisi oleh Lazada setelah tidak bisa lagi mengalirkan uang dan iTruemart milik Ascend Group tutup di Filipina hanya beberapa bulan setelah mengumbar akan menjadi pemain ecommerce Thailand regional pertama pada 2017.

Raksasa ecommerce asal Jepang Rakuten menarik diri dari Asia Tenggara dan menjual bisnisnya di Thailand kembali ke pendiri aslinya. Moxy berpindah dari tradisional ecommerce massa saat bergabung dengan Bilna dari Indonesia untuk membentuk Orami yang bisnis dan kontennya berfokus kepada perempuan dan berhasil mendapatkan pendanaan dari co-founder Facebook Eduardo Saverin.

Meminjam istilah Jack Ma, jika 2016 adalah pembuka, maka 2017 akan menjadi hidangan utama untuk ecommerce di Asia Tenggara. Dengan $238 miliar hadiah utama dan Amazon yang telah siap memasuki Singapura pada Q1, sudah membentuk tahun ini sebagai tahun yang menarik.

Permainan dimulai.

(1) Raksasa akhirnya terbangun: Alibaba menjadi lebih aktif pasca mengakuisisi Lazada

Bisa dibilang pencapaian terbesar ecommerce di Asia Tenggara tahun ini adalah akusisi Lazada oleh Alibaba seharga $1 miliar, namun tidak banyak aksi yang terjadi pada permukaan setelahnya. Hal ini akan segera berubah dan Alibaba akan segera memperkenalkan seluruh ekosistem ecommerce mereka ke Asia Tenggara di tahun mendatang. Yang terdiri dari beberapa nama seperti Ant Financial, Cainiao dan Taobao Partner (TP).

Diluncurkan di Cina tujuh tahun yang lalu, program TP bertujuan untuk mendaftarkan para pemasok untuk menyediakan layanan yang berhubungan dengan ecommerce untuk para penjual di Taobao. Beberapa TP seperti Baozun dan Lili & Beauty menawarkan operasional toko dan layanan pergudangan yang memungkinkan Taobao dan Tmall tumbuh sebagai dua platform ecommerce terbesar di Cina.

Peluncuran terdekat dari program serupa di Asia Tenggara (ahem, Lazada Partner?) akan menciptakan banyak kesempatan untuk seluruh ekosistem mulai dari instansi digital hingga perusahaan pengiriman. Penyedia layanan ecommerce full-service seperti aCommerce dan SP eCommerce berada di posisi yang baik untuk terus menumbuhkan kesempatan $238 miliar ecommerce Asia Tenggara.

(2) Logistik last-mile akan menjadi komoditas, dipercepat oleh jaringan Cainiao milik Alibaba

Logistik sering dianggap sebagai hambatan terbesar bagi pertumbuhan ecommerce di Asia Tenggara dan karenanya telah menciptakan cukup banyak pendanaan venture capital yang dihasilkan oleh pasukan last-mile dan on-demand delivery startup seperti Ninja Van, Sendit milik Ascend Group, dan Skootar. Bahkan hailing apps untuk taksi dan motor seperti Go-Jek dan Grab telah merambah ke layanan pengiriman sebagai sebuah aliran pendapatan tambahan. Semua hal ini menambah tekanan kepada pemain-pemain lama seperti Kerry Logistics, DHL dan JNE yang hanya menyentuh permukaan di ruang logistik ecommerce yang serba cepat.

Ekosistem yang baru terfragmentasi dan sangat kompetitif ini memiliki kesamaan dengan Cina satu dekade yang lalu dan memacu Alibaba untuk meluncurkan Cainiao Network, sebuah platform terbuka yang mengumpulkan semua vendor last-mile. Pendekatan ringan aset ini memecahkan rantai terlemah Alibaba – logistik – dan memungkinkan mereka untuk memanfaatkan permintaan yang sangat besar untuk mengontrol pembicaraan.

Lebih dari 70% bisnis bagi third-party logistics (3PLs) di Cina saat ini datang dari ecommerce yang sebagian besar didorong oleh Alibaba. Hal ini mengizinkan mereka untuk menetapkan standar industri dan meningkatkan kompetisi harga di antara penyedia last-mile yang pada dasarnya mengubah yang para pemain ini menjadi sebuah perlombaan ke bawah, permainan komoditas.

Alibaba telah memulai dengan membawa Alipay and Ant Financial dan dengan ekosistem logistik di Asia Tenggara mengikuti cara di Cina, pengenalan Cainiao Network hanya perihal waktu.

Cainiao Network adalah bagian teka-teki yang hilang bagi Alibaba untuk mengontrol seluruh rantai nilai ecommerce (via ecommerceIQ)

Gambar 1(3) Pertarungan untuk “first-mile”: Ancaman baru untuk Google dan Facebook

Hanya sedikit orang yang sadar bahwa raksasa ecommerce seperti Alibaba dan Amazon bukan hanya sebuah ancaman bagi pesaing langsung mereka seperti JD dan Wal-Mart tetapi juga untuk Baidu dan Google.

Dengan peningkatan pencarian produk yang berpindah dari mesin pencari dan langsung mengarah ke situs ecommerce, Alibaba dan Amazon mengguncang periklanan yang ada di internet. Di AS, saat ini 55% orang mulai mencari produk di Amazon, naik dari 44% di tahun 2015. Ini menjadi masalah besar karena pencarian produk adalah salah satu kategori pencarian kata kunci yang paling menguntungkan dan memiliki cost-per-clicks tertinggi.

Di Cina, persaingan antara Alibaba dan Baidu telah membuat Alibaba memblokir mesin pencarian Baidu untuk ‘merangkak’ dan mengindeks halaman Alibaba sejak 2009, secara efektif mencegah pengguna pergi ke Baidu untuk pencarian produk.

Pertempuran “first-mile” ini diduga akan dimulai pada tahun 2017 di Asia Tenggara ketika Alibaba bermigrasi dengan Lazada ke platform Tmall dan memperkenalkan Alimama, yang memiliki platform iklan self-service serupa dengan Google Adwords.

Para penjual di Lazada akan memiliki akses ke berbagai periklanan berbasis PPC (Pay-Per-Click), CPM (Cost-Per-Thousand Impressions) dan CPS (Cost-Per-Sale) seperti P4P Tmall “Express Train” iklan pencarian PPC. Iklan ini menguasai sekitar 25% dari total pencarian online Cina yang secara tradisional didominasi oleh Baidu. Untuk memberi gambaran tentang perkembangan Alibaba dalam iklan pencarian, pasar iklan pencarian milik Google Cina memiliki 30% market share sebelum menyerah dan keluar dari pasar Cina.

Bisnis periklanan Alibaba lebih dari sekedar pencarian. Selain Alimama, mereka juga mengoperasikan sebuah platform afiliasi yang disebut Taobao Affiliate Network, sebuah jaringan iklan tampilan yang disebut TANX (Taobao Ad Network and Exchange) serta Data Management Platform yang merupakan kompetitor Bluekai milik Oracle dan Audience Manager dari Adobe.

Perusahaan media lebih baik mempersiapkan diri mereka untuk kompetisi baru dan agensi digital harus mulai belajar bagaimana membeli dan mengoptimalkan media dalam platform Lazada di tahun 2017.

(4) Masuknya Alipay ke Asia Tenggara akan mendorong konsolidasi dalam sektor pembayaran online

Tahun baru akan menandai dimulainya konsolidasi dalam ruang pembayaran di Asia Tenggara. Dominasi cash-on-delivery (COD) – 75% dari transaksi ecommerce di kawasan ini – yang menginspirasi startup seperti Omise dan DOKU serta perusahaan telekomunikasi dan perbankan yang telah berdiri untuk membangun PayPal selanjutnya.

Tetapi kebanyakan dari inisiatif ini tidak menyelesaikan permasalahan utamanya – kurangnya penetrasi kartu kredit dan besarnya populasi yang tidak memiliki rekening bank di Asia Tenggara. Sebagai contoh, LINE Pay, solusi serupa Apple Pay dari satu aplikasi pengiriman pesan paling terkenal di Asia Tenggara, hanya bisa digunakan dengan kartu kredit. Meski menarik dari perspektif PR, inisiatif ini belum menggeser cara pembayaran konsumen dari COD.

Mayoritas ‘solusi’ fintech telah diciptakan untuk melakukan “teknologi demi kepentingan teknologi” – membangun mobil yang lebih cepat ketika yang kurang adalah lebih banyak jalan.

Gambar 2

Dengan kurangnya hal yang terpenting – saluran distribusi yang scalable – bisa diprediksi perusahaan pembayaran ini harus berjuang keras di sepanjang 2017. Dengan Lazada, Alibaba menggunakan strategi kuda trojan untuk membawa Alipay dan Ant Financial ke Asia Tenggara. Marketplace ini menawarkan sebuah basis pengguna yang besar dan saluran distribusi yang membuat banyak startup pembayaran di Asia Tenggara iri.

Gambar 3

(5) “Ecommerce 1.0” to “Ecommerce 2.0”

Seperti yang telah diprediksi sebelumnya, Zalora milik Rocket Internet harus menjual bisnisnya yang ada di Thailand dan Vietnam dengan harga rendah kepada ritel lokal Central Group. Di tahun yang sama, Cdiscount Thailand, bagian dari konglomerat ritel Prancis Group Casino, terjual senilai $31.5 juta ke TCC, sebuah perusahaan lokal Thailand yang juga pemilik merek bir terkenal Chang.

Kehadiran Alibaba dan kabar peluncuran Amazon di Singapura pada Q1 2017 menutup kesempatan bagi permainan “Ecommerce 1.0” – yang berjualan produk kepada khalayak luas. Bahkan MatahariMall, inisiatif ecommerce “anti-Lazada” yang diluncurkan oleh konglomerat Lippo Group asal Indonesia, telah memposisikan ulang identitas mereka sebagai sebuah online-to-offline ecommerce daripada menjadi pesaing langsung bagi Lazada.

Memasuki tahun 2017, kesempatan di ecommerce akan semakin bergeser dari “Ecommerce 1.0” menuju “Ecommerce 2.0” di mana perusahaan tidak lagi mendasarkan keunggulan kompetitif mereka berdasarkan nilai ekonomi tradisional namun gabungan dari apa yang pemilik Bonobos Andy Dunn sebut proprietary harga, seleksi, pengalaman, dan produk.

Di mana Ecommerce 1.0 adalah sebuah permainan kekerasan dan kekuatan, Ecommerce 2.0 mengeksploitasi celah 1.0 di banyak cara kreatif yang menghindari permainan zero-sum dengan para raksasa seperti Alibaba dan Amazon.

Merupakan pertanda bagus untuk melihat perusahaan di Asia Tenggara telah mulai bergerak menuju Ecommerce 2.0. Pomelo Fashion, sebuah merek fashion yang langsung menjual ke konsumen, hanya secara online, berfokus untuk membangun mereknya sendiri dan mengintegrasikan rantai pasokannya secara vertikal dengan memproduksi pakaian mereka sendiri.

Di Indonesia, startup lain mengambil ide dari penjualan di Facebook dan Instagram kemudian memberikannya steroid. Sale Stock, startup fast-fashion yang berbasis di Jakarta, telah mengambil jalan yang serupa dengan Pomelo Fashion dengan keunikannya sendiri dan sedikit eksperimen.

Dengan peningkatan jumlah pesanan Sale Stock yang datang dari sesi chat di mobile website, perusahaan ini kemudian berinvestasi dan meluncurkan ecommerce chatbot pertama di kawasan ini untuk memproses pesanan mobile chat di Facebook Messenger yang dibangun oleh para insinyur ‘lulusan’ Google, Palantir, dan NASA.

Gambar 4

(6) Lebih banyak korban dari persaingan Amazon – Alibaba di masa depan

2016 adalah tahun yang besar untuk konsolidasi di ruang ecommerce Asia Tenggara:

  • Zalora Thailand dan Vietnam dijual murah ke konglomerat ritel Thailand Central Group
  • Cdiscount dibeli oleh raksasa Thailand TCC Group milik Charoen Sirivadhanabhakdi
  • Pemain ecommerce yang berfokus ke perempuan, Moxy, kembali muncul sebagai Orami setelah bergabung dengan Bilna asal Indonesia
  • Rakuten asal Jepang menutup bisnisnya di pasar Indonesia, Malaysia dan Singapura, serta mengembalikan bisnisnya di Thailand kepada pendiri aslinya
  • Toko grocery online yang berbasis di Singapura, RedMart, terjual kurang dari dana yang telah didapatkan kepada Lazada di tengah isu masuknya Amazon ke pasar dengan AmazonFreshEntitasnya di Filipina, diluncurkan di akhir 2015, tutup tahun ini, dan dengan fokus perusahaan pada fintech – mereka menjual sahamnya sebesar 20% di Ascend Money kepada Ant Financial tahun ini – Ascend kemungkinan akan keluar dari ecommerce ritel sepenuhnya di tahun 2017.
  • Dan hal ini akan berlanjut sepanjang tahun 2017, terutama dalam ruang “Ecommerce 1.0” yang sangat kompetitif. Salah satu yang bisa menjadi korban besar adalah Ascend Group yang berbasis di Thailand, yang memiliki aset portfolio ecommerce dan fintech seperti Wemall (B2C) dan WeLoveShopping (C2C). Sudah terlihat ada tanda-tanda.

(7) Brand melewatkan bait-and-switch marketplace untuk mengambil pendekatan direct-to-consumer atau multi-channel

Ada banyak keuntungan bagi brand untuk menjual produk mereka di marketplace seperti Lazada, MatahariMall dan 11street – yang persiapannya sangat mudah dengan akses ‘gratis’ ke trafik yang dihasilkan oleh marketplace tuan rumah. Itulah mengapa di 2016 kita melihat banyak brand seperti L’Oreal dan Unilever membuka toko di platform ini.

Namun demikian, brand mulai menyadari bahwa kontra-nya lebih besar daripada pro. Marketplace mengumpulkan sejumlah besar data yang secara tepat menentukan kategori produk dan brand yang laku terjual, pada waktu dan lokasi apa dan kepada siapa. Amazon telah memanfaatkan informasi yang berharga ini untuk memperkenalkan label pribadi mereka yang bersaing langsung dengan para penjual di platform mereka.

Di tahun 2017 ini, kita akan melihat brand semakin pintar dan akan memanfaatkan kehadiran marketplace sebagai sebuah inisiasi dan strategi jangka pendek. Strategi jangka panjangnya adalah menjual langsung ke konsumen melalui situs brand.com milik mereka di mana mereka memiliki semua data pelanggan, mengelola brand image mereka sendiri dan bisa menawarkan fitur seperti penjualan langganan atau subscription commerce.

Gambar 5

Yang lain mungkin mengadopsi pendekatan multi-channel yang berlawanan dan menggunakan marketplaces untuk menjual lebih rendah dan titik harga produk terendah sambil mempersiapkan saluran brand.com untuk pengalaman yang lebih premium.

(8) Kompetisi yang tinggi akan mendorong para pengusaha dan perusahaan yang telah lama berdiri untuk menjelajah ke bidang asuransi, keuangan, dan kesehatan.

Dengan semakin tingginya kompetisi ecommerce dan besarnya modal yang diperlukan, para pengusaha sudah mulai melihat lebih dari sekadar ritel fisik untuk menemukan kesempatan baru. Mengikuti langkah yang serupa dengan AS dan Cina, startup di Asia Tenggara secara bertahap berpindah ke bidang asuransi, keuangan, dan kesehatan. Konsep dasarnya sama, menggunakan internet dan teknologi untuk menciptakan marketplace atau langsung menuju ke konsumen untuk produk non-fisik seperti pinjaman, asuransi jiwa dan bahkan data.

Di tahun 2016 ini telihat beberapa startup baru seperti EdirectInsure—dengan frank.co.th di Thailand dan frankinsure.com.tw di Taiwan—mencoba untuk mengubah cara penjualan asuransi mobil serta pemain lama seperti Asia Insurance yang menawarkan asuransi mikro Pokémon Go dan mobile phone secara langsung ke konsumen dan eksklusif online.

Akuisisi Lazada oleh Alibaba sendiri bukanlah semata tentang menambah pertumbuhan jumlah barang ritel mereka namun lebih untuk mendapatkan sebuah saluran distribusi yang scalable untuk produk lain milik Alibaba yang memiliki margin yang lebih tinggi. Jack Ma menyinggung hal ini dalam pidatonya di depan para pemegang saham di tahun 2015:

“Strategi grup Alibaba adalah untuk membangun infrastruktur ecommerce untuk masa depan. Ecommerce hanya langkah pertama. […] Sekitar setengah tenaga kerja Alibaba Group dan perusahaan afiliasi kami, termasuk Ant Finansial dan Cainiao, bekerja pada bidang-bidang penting dari ekosistem kami, termasuk logistik, keuangan internet, big data, cloud computing, mobile internet, periklanan, serta apa yang disebut juga industri double HHealthcare dan Happiness (bisnis kesehatan dan hiburan berbasis big data di mana diperlukan 10 tahun untuk menjadi data-driven).”

Gambar 6

Peluncuran layanan serupa dari Alipay dan Ant Financial (perbankan, penilaian kredit, reksadana, dan lain-lain) bisa diharapkan muncul menjelang akhir tahun 2017. Selain itu, kita akan melihat lebih banyak pemain lama seperti bank tradisional, asuransi, dan bisnis kesehatan yang bergerak ke online.

(9) Diabaikan tapi tidak dilupakan, perusahaan akan fokus pada bagian yang tersisa di Asia Tenggara: Myanmar

Para pebisnis secara geografis akan terus menjelajahi pasar baru di Asia Tenggara dengan semakin jenuhnya para pasar besar sehingga membuat lahan hijau di Myanmar lebih menarik.

Dengan total 53 juta orang penduduk, Myanmar adalah negara terbesar kelima di Asia Tenggara. Negara ini juga sangat unik jika dibandingkan dengan tetangganya sebagai negara yang menutup diri dari dunia hingga 2011 dan saat ini langsung melompat ke era mobile. Tidak seperti sepupunya yang “mobile-first”, Myanmar lebih ke mobile-only”—dengan estimasi populasi yang sudah online sebesar 20%, di mana sebagian besar terjadi dalam dua tahun terakhir.

Rocket sebagai Rocket masuk ke Myanmar pada awal 2012 dengan meluncurkan situs iklan baris seperti Work.com.mm dan Ads.com.mm. Usaha ecommerce pertama mereka yang serius di Myanmar bernama Shop.com.mm dimulai pada akhir 2014. Dengan rata-rata 90.000 sesi per bulan dalam enam bulan terakhir dan mengalami pertumbuhan yang datar, Shop.com.mm tidak terlalu memberikan gambaran positif mengenai peluang ecommerce di Myanmar.

Namun mengingat bahwa Myanmar memiliki 10 juta pengguna Facebook di negaranya, mungkin pemasaran bisnis ecommerce dengan cara tradisional bukanlah pendekatan yang tepat. Dengan begitu banyak penggunaan internet di Myanmar merupakan penggunaan social channels, memulai dari Facebook shop mungkin menjadi cara yang lebih baik untuk memasuki apa yang bisa menjadi salah satu pasar ecommerce masa depan yang paling menarik di Asia Tenggara.

(Sumber: Minzayar Oo / BuzzFeed News)
(Sumber: Minzayar Oo / BuzzFeed News)

Hal ini sudah terbukti efektif di Thailand di mana diperkirakan sepertiga sampai setengah dari transaksi ecommerce terjadi di Facebook, Instagram dan LINE. Diharapkan nantinya conversation commerce bisa tumbuh lebih luas di Myanmar.

“Pengaruh Facebook di Myanmar sulit untuk diukur, namun dominasinya sangat mutlak sehingga masyarakat Myanmar menggunakan “internet” dan “Facebook” secara bergantian.” – Sheera Frenkel dalam laporannya tentang Myanmar di BuzzFeed.

(10) Permintaan di Asia Tenggara akan mengalami pengurangan di beberapa industri di mana model sebenarnya masuk akal

Setelah dipuji oleh para ahli sebagai holy grail dari ecommerce karena tidak memiliki beban aset fisik yang mahal, model on-demand terlihat hampir berakhir di AS. Selain Uber sendiri, banyak Uber-for-X clones yang tutup atau sedang berjuang, beberapa di antaranya seperti Homejoy, SpoonRocket, DoorDash, dan Postmates.

Unit ekonomi yang rendah, kebocoran platform, dan sebuah ekonomi yang menguat secara umum adalah isu-isu yang mengganggu startup on-demand selama setahun terakhir.

Di Asia Tenggara, keadaannya juga tidak terlihat terlalu cerah untuk beberapa startup on-demand. Happy Fresh, sebuah layanan groceries on-demand, baru-baru ini menutup operasinya di Taipei dan Manila serta melakukan beberapa pemberhentian pegawai. Mereka juga secara diam-diam menggantikan mantan pendiri dan CEO Markus Bihler dengan orang baru. Di Thailand, Tapsy, sebuah marketplace untuk layanan pribadi yang didukung Inspire Ventures, juga ditutup hanya beberapa bulan sejak peluncurannya.

Go-Jek, aplikasi pemanggilan motor asal Indonesia dan yang sekarang merupakan unicorn on-demand untuk segala hal, mengalami kepergian massal para pendirinya, dengan co-founder dan VP produk mereka meninggalkan perusahaan pada bulan Oktober lalu, memicu kecurigaan adanya gejolak internal.

Meski sentimen secara umum untuk startup on-demand mengalami keterpurukan baik secara global maupun di Asia Tenggara, dalam kenyataannya ini hanya awal dari proses alami dalam menyingkirkan para pemain yang hanya ‘ikut-ikutan’ di vertikal di mana model on-demand tidak masuk akal.

“Masalahnya bukan tentang konsep akan sesuatu yang tersedia secara “on-demand”. Ini tentang apakah konsumen atau sebuah bisnis akan membayar suatu pesanan secara premium untuk memiliki akses sesegera mungkin. Hanya karena Anda membuat sesuatu tersedia sesuai permintaan, itu tidak berarti orang akan membayar untuk hal itu.” ujar Mathew Ward, co-founder dan CEO Helpster, perusahaan berbasis di Bangkok yang mencocokkan pekerja dengan kandidat yang mencari pekerjaan blue-collar.

Ia melanjutkan.

Home services adalah satu area yang “menyenangkan untuk didapat” secara cepat, namun bukan sebagai sebuah keharusan. Orang tidak akan mau membayar premium untuk ini dan unit ekonomi Anda tidak akan bekerja, ini mengapa kita kemudian melihat banyak yang gagal dalam area ini. Jika Anda berfokus pada hal yang memiliki urgensi seperti transportasi atau dalam kasus Helpster, akses terhadap staf berkualitas yang diperlukan untuk mengisi kebutuhan staf yang mendesak, orang-orang akan membayar harga premium dan karena itu Anda bisa membangun sebuah bisnis yang benar-benar bekerja. Model “on-demand” tidak rusak—Anda hanya perlu melihat ke area di mana kecepatan akses merupakan hal yang sangat berharga. Jika Anda temukan, Anda bisa membangun sebuah bisnis “on-demand” yang berkembang dan sukses.

Gambar 8

Dengan sentimen pendanaan Asia Tenggara yang bergeser di tahun 2017 dari ‘pertumbuhan dengan segala cara’ menuju kepada keberlanjutan dan profitabilitas, kami berharap untuk melihat startup on-demand berkembang di vertikal di mana model ini bekerja, sementara yang hanya “ikut-ikutan” lainnya gagal. Proses ini hanya akan dipatahkan oleh orang-orang seperti Uber dan Grab yang akan memberikan dua kali lipat usaha mereka di Asia Tenggara dengan peperangan mereka yang besar.

(11) Amazon masuk ke Asia Tenggara (akhirnya)

“Keep your friends close but your enemies closer.”—Michael Corleone dalam The Godfather Part II

Gambar 9


Disclosure: Tulisan ini ditulis oleh Sheji Ho dan diterjemahkan oleh Rara Kinasih. Artikel aslinya bisa diakses di sini.

Artikel ini adalah hasil kerja sama DailySocial dan eCommerceIQ.

Mengintip Antusiasme Cloud Geek di AliLounge Yogyakarta dan Bandung

Keberhasilan mengumpulkan kerumunan massa sudah bisa kita lihat banyak contohnya di kehidupan masyarakat, dari mulai kampanye politik sampai pengeroyokan maling ayam. Karena itu, kuatnya sebuah komunitas semestinya menjadi sebuah tanda tanya, mengapa kelompok orang ini dapat terikat satu dan yang lainnya. Jawabnya setidaknya antara tiga hal; mereka memiliki tujuan yang sama, musuh yang sama, atau keduanya. Para pegiat IT asal Yogyakarta dan Bandung dalam rangkaian kegiatan AliLounge adalah contoh dari jawaban pertama.

Di kota pertama, Yogyakarta, AliLounge memperlihatkan bagaimana komunitas IT Kota Pelajar begitu solid, bahkan dalam membantu menyukseskan acara dengan terlibat bersama panitia. Pun dengan kota kedua, Bandung, sangat terlihat obrolan makan malam yang begitu akrab satu dan yang lainnya antara sesama pelaku startup dan industri IT.

Satu hal yang jelas sama, baik di Yogyakarta maupun Bandung, talkshow yang diselenggarakan Alibaba Cloud dan DailySocial ini memperlihatkan antusiasme para IT enthusiast dan cloud geek tentang isu startup, scaling, dan cloud computing. Inilah mengapa kedua kota tersebut disebut-sebut tadi memiliki kultur kuat dalam masyarakat IT-nya; tujuan mereka sama, ingin terus berkembang dari teknologi yang mereka kembangkan.

Yogyakarta

Suasana daerah istimewa malam itu memang benar-benar terasa istimewa. Pasalnya, Yogyakarta yang biasanya lekat dengan suasana hangat kala itu diguyur hujan deras. Seiring waktu semakin mendekati acara AliLounge Yogyakarta, hujan malah kian deras saja.

Istimewanya, para peserta AliLounge Yogyakarta masih meluangkan waktu untuk menghadiri talkshow tentang scale-up startup ini, di tengah cuaca yang boleh jadi lebih mendukung untuk berada di dalam kamar tidur.

Sekitar pukul 19.30, CEO DailySocial Rama Mamuaya membuka acara dengan opening remarks yang menyoal scaling dalam startup dan menceritakan pengamatan pribadinya mengenai pemanfaatan cloud computing untuk startup scaling.

AliLounge Yogyakarta kemudian berlanjut ke sesi keynote pertama yang diisi oleh Sabith Venkitachalapathy, Cloud Architect dari Alibaba Cloud. Sabith menerangkan tentang kapabilitas AliCloud dan berbagai layanan yang mereka miliki, dari yang berbentuk PaaS dan IaaS, baik yang berupa cloud server, keamanan dan scale up.

Selanjutnya, pemateri di keynote kedua adalah Senior Editor DailySocial Randi Eka Yonida. Tech journalist sekaligus tech blogger ini menjelaskan tentang efektivitas cloud untuk sumber daya server dalam startup serta layanan apa saja yang umumnya digunakan untuk produktivitas startup (SaaS, IaaS, PaaS).

Setelah sesi keynote, barulah semakin terlihat antusiasme dari para cloud geek Yogyakarta di sesi tanya-jawab dengan para pembicara. Diskusinya mengarah ke persoalan seperti integrasi layanan server Alibaba dengan lingkungan pengembangan, sistem pembayaran layanan, dan kiat memanfaatkan layanan cloud untuk startup.

Bandung

Bernasib agak serupa dengan talkshow di Yogyakarta dalam hal cuaca, AliLounge Bandung juga dihadapkan dengan dingin dan hujan yang awet terjaga intensitasnya. Meski tak sederas hujan yang terjadi di Yogyakarta, tetap saja menjadi tantangan tersendiri bagi para peserta talkshow saat menuju ke venue. Dan ternyata, cuaca yang demikian tidak mematahkan hasrat mereka untuk ikut serta mendengarkan pembahasan seputar startup scaling di Eduplex, Dago, Bandung.

Tepat pukul 18.00, pintu venue sudah terbuka bagi para peserta AliLounge Bandung. Satu per satu dari mereka mulai hadir, menuju meja registrasi, menyeduh kopi atau teh, mengambil makanan ringan, dan berbincang santai dengan sesama pelaku IT, bahkan dengan salah satu pembicara AliLounge Bandung, Head of Technologies DailySocial Tommy Dian Pratama.

Acara dibuka oleh opening remarks dari CEO DailySocial Rama Mamuaya, yang sejak awal sudah menyinggung soal pengembangan bisnis dalam startup. Menurutnya, perhatian terhadap cloud dalam proses scaleup perusahaan startup adalah agenda penting.

Setelah Rama, tim Alibaba Cloud kemudian mulai memberikan presentasi. Dibuka oleh Leon Chen, Business Development for Southeast Asia dari Alibaba Cloud, sesi keynote tim Alibaba Cloud berisi cerita tentang pengalaman bagaimana Alibaba menggunakan data dan memonetisasinya, yang disampaikan oleh Ken Ly, Cloud Architect Alibaba Cloud.

Ken bercerita tentang kisah sukses bagaimana skala bisnis Alibaba Cloud dapat bertumbuh pesat, hingga pada tahun 2015, Alibaba Cloud membuat rekor baru di Sort Benchmark Competition dengan memproses data sebesar 100 TB dalam waktu 377 detik. Peningkatan skala bisnis juga sekaligus memberikan pembuktian bahwa Alibaba Cloud dapat membantu scaleup dari startup dengan kemampuan skalabilitasnya, ujar Ken.

Selanjutnya giliran Tommy yang mengisi sesi keynote kedua. Berdasarkan pada pengalaman pribadinya selama memegang sistem IT di DailySocial, Tommy bercerita tentang kebutuhan-kebutuhan yang perlu diperhatikan serta manfaat dari cloud computing, khususnya saat memasuki fase scaleup.

Sesi tanya-jawab kemudian dilakukan setelah Tommy presentasi, yang mana ternyata banyak dari para peserta AliLounge yang ingin berdiskusi dengan Ken dan Tommy. Bahkan karena terlalu banyak, MC sampai-sampai menganjurkan para peserta untuk ngobrol langsung dengan para pembicara sembari makan malam di sesi dinner and networking.

Disclaimer: DailySocial adalah media partner dari rangkaian acara AliLounge.